Anda di halaman 1dari 13

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN DIAGNOSA MEDIS

ISOLATION DI POLI PERAWATAN LANSIA I

RSUD DR. SOETOMO SURABAYA

DISUSUN OLEH :

AJENG TRISKA PERMATA SARI / A2-131811133028

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN

FAKULTAS KEPERAWATAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

SURABAYA

AGUSTUS, 2020
KONSEP MEDIS

I. Definisi Isolation
Isolasi sosial atau menarik diri adalah suatu pengalaman menyendiri dari
seseorang dan perasaan segan terhadap orang lain (Yunalia, 2015). Menarik diri
adalah suatu pola tingkah laku menghindari kontak dengan orang, situasi atau
lingkungan yang penuh dengan stress yang dapat menyebabkan kecemasan fisik
dan psikologis (CD et al., 2014).
Isolation atau atau kesepian adalah suatu perasaan yang tidak
menyenangkan disebabkan adanya ketidaksesuaian antara hubungan sosial yang
diharapkan dengan kenyataan kehidupan interpersonalnya akibat terhambat atau
berkurangnya hubungan sosial yang dimiliki seseorang. Kesepian secara tidak
langsung dihubungkan dengan isolasi sosial dan kadang digunakan sebagai
sinonim (Amalia, 2015)

II. Etiologi
Menurut Stuart G.W & Lararia, M. T, (2011) ada beberapa faktor penyebab
gangguan isolasi sosial. Faktor predisposisi penyebab isolasi sosial meliputi :
1. Faktor Perkembangan = Sistem keluarga yang terganggu dapat berperan
dalam perkembangan respon sosial maladaptive.
2. Faktor sosiokultural = seperti tidak mendukung pendekatan terhadap orang
lain atau tidak menghargai anggota masyarakat yang kurang produktif,
seperti lanjut usia (lansia), orang cacat, dan penderita penyakit kronis.
3. Faktor biologis = faktor genetik dapat berperan dalam respons sosial
maladaptive. Bukti terdahulu menunjukkan keterlibatan neurotransmitter
dalam perkembangan gangguan ini, namun tetap diperlukan penelitian lebih
lanjut.

Faktor Presipitasi menurut direja (2011), meliputi sebagai berikut :

1. Faktor eksternal = contohnya stressor sosial budaya yaitu stress yang


ditinggalkan oleh faktor sosial budaya seperti keluarga.
2. Faktor internal = contohnya stressor psikologis, yaitu stress yang terjadi
akibat ansietas atau kecemasan yang berkepanjangan dan terjadi bersamaan
dengan keterbatasan kemampuan individu untuk mengatasinya. Ansietas ini
dapat terjadi akibat tuntutan untuk berpisah dengan orang terdekat atau tidak
terpenuhnya kebutuhan individu.

III. Klasifikasi
Putra, D. R. (2012) Menyebutkan adanya dua bentuk kesepian yang
berkaitan dengan tidak tersedianya kondisi sosial yang berbeda-beda, yaitu :
a. Isolasi Emosional (Emotional Isolation) adalah suatu bentuk kesepian yang
muncul ketika seseorang tidak memiliki ikatan hubungan yang intim. Orang
dewasa yang masih lajang, pasangan yang sudah bercerai, atau ditinggal
mati oleh pasangannya sering mengalami kesepian jenis ini.
b. Isolasi Sosial (Social Isolation) adalah suatu bentuk kesepian yang muncul
ketika seseorang tidak memiliki keterlibatan yang terinegrasi dalam dirinya.
Misalnya tidak ikut berpartisipasi dalam kelompok atau komunitas yang
melibatkan adanya kebersamaan, minat yang sama, aktivitas yang
terorganisasi, atau tidak mendapat peran – peran yang berarti. Salah satu
bentuk kesepian yang dapat membuat seseorang merasa diasingkan, bosan,
dan cemas.

IV. Patofisiologi
Individu yang mengalami Isolasi Sosial sering kali beranggapan bahwa
sumber/penyebab Isolasi sosial itu berasal dari lingkunganya. Padahalnya
rangsangan primer adalah kebutuhan perlindungan diri secara psikologik terhadap
kejadian traumatik sehubungan rasa bersalah, marah, sepi dan takut dengan orang
yang dicintai, tidak dapat dikatakan segala sesuatu yang dapat mengancam harga
diri (self estreem) dan kebutuhan keluarga dapat meningkatkan kecemasan. Untuk
dapat mengatasi masalah-masalah yang berkaitan dengan ansietas diperlukan
suatu mekanisme koping yang adekuat. Sumber-sumber koping meliputi ekonomi,
kemampuan menyelesaikan masalah, tekhnik pertahanan, dukungan sosial dan
motivasi. Sumber koping sebagai model ekonomi dapat membantu seseorang
mengintregrasikan pengalaman yang menimbulkan stress dan mengadopsi strategi
koping yang berhasil. Semua orang walaupun terganggu prilakunya tetap
mempunyai beberapa kelebihan personal yang mungkin meliputi: aktivitas
keluarga, hobi, seni, kesehatan dan perawatan diri, pekerjaan kecerdasan dan
hubungan interpersonal. Dukungan sosial dari peningkatan respon psikofisiologis
yang adaptif, motifasi berasal dari dukungan keluarga ataupun individu sendiri
sangat penting untuk meningkatkan kepercayaan diri pada individu (Stuart &
Sundeen, 1998)

V. Gejala Klinis
1. Gejala Subjektif
- Klien menceritakan perasaan kesepian atau ditolak orang lain.
- Klien merasakan tidak aman berada dengan orang lain.
- Respon verball kurang dan sangat singkat.
- Klien mengatakan hubungan yang tidak berarti dengan orang lain.
- Klien merasa bosan dan lambat menghabiskan waktu.
- Klien tidak mampu berkosentrasi dan membuat keputusan.
- Klien merasa tidak berguna.
- Klien tidak yakin dapat melangsungkan hidupnya.
- Klien merasa ditolak.
2. Gejala Objektif
- Klien banyak diam dan tidak mau berbicara.
- Kurang spontan.
- Apatis, ekspresi wajah sedih, afektif datar.
- Ekspresi wajah kurang berseri.
- Tidak merawat diri dan tidak memperhatikan kebersihan diri.
- Komunikasi verbal menurun / tidak ada.
- Tidak memiliki teman dekat.
- Mengisolasi diri.
- Aktivitas menurun.
- Kepribadian yang kurang sehat.
- Tidak ada kontak mata, sering menunduk.
- Asyik dengan pikirannya sendiri.
- Lebih senang menyendiri./ berdiam diri di kamar.
- Tidak mampu berhubungan dengan orang lain secara intim.
- Tidak ada rasa percaya diri.
- Tidak dapat membina hubungan baik dengan orang lain.
- Mondar-mandir, melakukan gerakan berulan / sikap mematung.

VI. Komplikasi
Klien dengan isolasi sosial semakin tenggelam dalam perjalanan dan
tingkah laku masa lalu primitive antara lain pembicaraan yang austik dan tingkah
laku yang tidak sesuai dengan kenyataan sehingga berakibat lanjut menjadi resiko
gangguan sensori persepsi, halusinasi, mencederai diri, orang lain, serta
lingkungan dan penurunan aktivitas, sehingga dapat menyebabkan deficit
perawatan diri (Duden, 2013).

VII. Penatatalaksanaan
1. Penatalaksanaan Medis
a. ECT (Electro Confulsive Therapy) = jenis pengobatan dengan menggunakan
arus listrik pada orak menggunakan 2 elektrode.
b. Psikoterapi = memberi rasa nyaman dan tenang, terapi lingkungan yang
terapeutik, bersifat empati, menerima klien apa adanya, memotivasi klien
untuk dapat mengungkapkan perasaannya secara verbal, bersikap ramah,
sopan dan jujur.
c. Terapi okupasi = ilmu dan seni untuk mengarahkan partisipan seseorang
dalam melaksanakan aktivitas atau tugas secara sengaja dipilih dengan
maksud memperbaiki, memperkuat dan meningkatkan harga diri seseorang.
2. Penatalaksanaan Keperawatan
a. Perawatan Isolasi Sosial ; psikoterapi individual = metode yang menimbulkan
perubahan pada individu dengan cara mengkaji perasaan, sikap, cara berpikir,
dan perilakunya. Terapi ini meliputi hubungan satu-satu antara ahli terapi dan
klien.
b. Terapi Modalitas : Terapi Aktivitas Kelompok yaitu terapi yang dilakukan
perawat kepada sekelompok klien yang mempunyai masalah keperawatan
yang sama. Aktivitas digunakan sebagai target asuhan. Di dalam kelompok
terjadi dinamika yang saling bergantung, saling membutuhkan, dan menjadi
laboratorium tempat klien berlatih perilaku baru yang adaptif untuk
memperbaiki perilaku lama yang maladaptif.
VIII. WOC

Faktor Predisposisi Faktor Presipitasi

Koping keluarga tidak Koping Individu tidak


efektif efektif

Pengobatan menjadi Merasa tidak mampu


tidak berhasil mengendalikan perlindungan diri
secara psikologis

Mengalami perubahan
kemampuan dalam menyesuaikan
diri dengan lingkungan

Menolak, tidak mau melihat, dan Merasa bersalah, marah, dan


menyentuh orang lain. takut

Menarik Diri, dan menyendiri MK : Harga Diri Rendah


Kronik / Situasional

MK : Isolasi Sosial
(D.0121)

Mulai mengalami stress Mengalami trauma

MK : Gangguan Persepsi
Sensori (D.0085) Halusinasi

Penurunan Aktivitas Minat perawatan diri


berkurang

MK : Defisit Perawatan
Diri (D.0109)
KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN

I. Pengkajian
1. Identitas = nama, usia, tempat tanggal lahir, alamat, no.telp, pendidikan,
pekerjaan
2. Keluhan utama = keluhan biasanya berupa menyendiri (menghindar dari orang
lain), komunikasi kurang atau tidak ada, berdiam diri di kamar, menolak
interaksi dengan orang lain, tidak melakukan kegiatan sehari-hari, dependen,
3. Faktor predisposisi = kehilangan, perpisahanan, penolakan orang tua, harapan
orang tua yang tidak realistis, kegagalan/frustasi berulang, tekanan dari
kelompok sebaya perubahan struktur sosial.
Terjadi trauma yang tiba-tiba misalnya harus dioperasi, kecelakaan, dicerai
suami, PHK, perasaan malu karena sesuatu y ang terjadi (korban perkosa,
dituduh KKN, dipenjara tiba-tiba) perlakuan orang lain yang tidak menghargai
klien/perasaan negatif terhadap diri sendiri yang berlangsung lama.
4. Aspek fisik / biologis
Hasil pengukuran tanda vital (TD, nadi, suhu, pernapasan, TB, BB) dan
keluhan fisik yang dialami oleh klien.
5. Aspek Psikosial
a. Genogram yang menggambarkan tiga generasi.
b. Klien mempunyai gangguan/hambatan dalam melakukan hubungan sosial
dengan orang lain terdekat dalam kehidupan, kelompok yang diikuti dalam
masyarakat.
c. Keyakinan klien terhadap Tuhan dan kegiatan untuk ibadah (spiritual)
6. Citra Tubuh
Menolak melihat dan menyentuh bagian tubuh yang berubah atau tidak
menerima perubahan tubuh yang telah terjadi atau yang akan terjadi. Menolak
penjelasan perubahan tubuh, persepsi negatif tentang tubuh, preokupasi
dengan bagian tubuh yang hilang, mengungkapkan keputusasaan,
mengungkapkan ketakutan.
7. Identitas Diri
Ketidakpastian memandang diri, sukar menetapkan keinginan dan tidak
mampu mengambil keputusan.
8. Peran
Berubah atau berhenti fungsi peran yang disebabkan penyakit, proses menua,
putus sekolah, PHK.
9. Ideal Diri
Mengungkapkan keputusasaan karena penyakitnya, mengungkapkan
keinginan terlalu tinggi.
10. Harga Diri.
Perasaan malu terhadap diri sendiri, rasa bersalah terhadap diri sendiri,
gangguan hubungan sosial, merendahkan martabat, mencederai diri, dan
kurang percaya diri.
11. Status Mental.
Kontak mata klien kurang/tidak dapat mempertahan kontak mata, kurang
dapat memulai pembicaraan, klien suka menyendiri dan kurang mampu
berhubungan dengan orang lain, adanya perasaan keputusasaan dan kurang
berharga dalam hidup.
12. Kebutuhan persiapan pulang.
a. Klien mampu menyiapkan dan membersihkan alat makan.
b. Klien mampu BAB dan BAK, menggunakan dan membersihkan kamar
mandi dan jamban, merapihkan pakaian.
c. Pada observasi mandi dan cara berpakaian klien terlihat rapi.
d. Klien dapat melakukan istirahat dan tidur, dapat beraktivitas di dalam dan
di luar rumah.
13. Mekanisme Koping.
Terapu yang diterima klien bisa berupa terapi farmakologi, psikomotor, terapi
okopasional, dan rehabilitas.
II. Diagnosa
Pohon Masalah
Risiko perubahan persepsi sensori : Halusinasi

Isolasi Sosial : Menarik diri

Gangguan konsep diri : Harga diri rendah

Diagnosa Keperawatan
1. Isolasi Sosial (D.0121) ketidakmampuan menjalin hubungan yang
memuaskan, ketidaksesuaian nilai-nilai dengan norma, dan perubahan status
mental.
2. Harga Diri Rendah Situasional (D.0087) b.d riwayat kehilangan, riwayat
penolakan.
3. Gangguan Persepsi Sensori (D.0085) b.d gangguan penglihatan, gangguan
pendengaran, usia lanjut.
4. Defisit Perawatan Diri (D.0109) b.d penurunan motivasi/minat.

III. Intervensi
No Diagnosa Keperawatan SLKI SIKI
1. Isolasi Sosial (D.0121) Setelah dilakukan intervensi Promosi Sosialisasi (I.
ketidakmampuan keperawatan selama 2x24 jam 13498)
menjalin hubungan yang maka : Observasi :
memuaskan, 1. Identifikasi
ketidaksesuaian nilai- Keterlibatan Sosial (L.13116) kemampuan melakukan
nilai dengan norma, dan meningkat dengan kriteria interaksi dengan orang
perubahan status mental hasil : lain.
2. Identifikasi hambatan
Keterlibatan Sosial melakukan interaksi
(L.13116) : dengan orang lain.
1. Klien mampu berinteraksi
dengan baik (5) Terapeutik :
2. Verbalisasi isolasi dapat 3. Mampu meningkatkan
menurun (5) keterlibatan dalam
3. Perilaku menarik diri suatu hubungan.
menurun (5) 4. Motivasi berpartisipasi
4. Afek murung/sedih dalam aktivitas baru
menurun (5) dan kegiatan kelompok.
5. Motivasi berinteraksi di
luar ruangan
6. Berikan umpan balik
positif dalam
perawatan diri.

Edukasi
7. Anjurkan berinteraksi
dengan orang lain
secara bertahap.
8. Anjurkan berbagi
pengalaman dengan
orang lain.
9. Latih bermain peran
untuk meningkatkan
keterampilan
berkomunikasi.
10. Latih
mengekspresikan
marah dengan tepat.
2. Harga Diri Rendah Setelah dilakukan intervensi Manajemen Perilaku
Situasional (D.0087) b.d keperawatan selama 2x24 jam (I.12463) :
riwayat kehilangan, maka: Observasi :
riwayat penolakan. Harga Diri (L.09069) 1. Identifikasi harapan
membaik, dengan kriteria untuk mengendalikan
hasil : perilaku.
Harga Diri (L.09069) : Terapeutik :
1. Penilaian diri positif 2. Jadwalkan kegiatan
meningkat (5) terstruktur.
2. Perasaan memiliki 3. Bicara dengan nada
kelebihan atau kemampuan rendah dan tenang.
positif meningkat (5) 4. Cegah perilaku pasif
3. Percaya diri berbicara dan agresif.
meningkat (5)
4. Perasaan malu menurun Edukatif :
(5) 5. Informasikan
keluarga bahwa
keluarga sebagai
dasar pembentukan
kognitif.
3. Gangguan Persepsi Setelah dilakukan intervensi Manajemne Halusinasi
Sensori (D.0085) b.d keperawatan selama 2x24 jam (I.09288) :
gangguan penglihatan, maka Persepsi Sensori Observasi :
gangguan pendengaran, (L.09083) membaik dengan 1. Monitor perilaku yang
usia lanjut. kriteria hasil : mengindikasi
halusinasi.
Persepsi Sensori (L.09083) 2. Monitor isi halusinasi.
1. Verbalisasi mendengar
bisikan menurun (5) Terapeutik :
2. Verbalisasi melihat 3. Pertahankan
bayangan menurun (5) lingkungan yang
3. Perilaku halusinasi aman.
menurun (5) 4. Diskusikan perasaan
4. Menarik diri menurun (5) dan respin terhadap
halusinasi.

Terapeutik
5. Anjurkan bicara pada
orang yang dipercaya
untuk memberi
dukungan dan umpan
balik
6. Anjurkan melakukan
distraksi (mis.
Mendengarkan music,
melakukan aktivitas
dan teknik relaksasi)
7. Ajarkan pasien dan
keluarga cara
mengontrol
halusinasi.
Daftar Pustaka

Amalia, A. D. (2015). KESEPIAN DAN ISOLASI SOSIAL YANG DIALAMI


LANJUT USIA: TINJAUAN DARI PERSPEKTIF SOSIOLOGIS Loneliness
And Social Isolation Experienced By The Elderly: A Sociological Perspective
Review Ayu Diah Amalia. Jurnal Informasi, 18(02), 203–210.

CD, N. H., Mustikasari, M., & P, R. U. (2014). Tinjauan Kasus : Klien Menarik Diri.
Jurnal Keperawatan Indonesia, 1(3), 93–97. https://doi.org/10.7454/jki.v1i3.83

Duden, D. (2013). Keperawatan Jiwa Konsep dan Kerangka Kerja Asuhan Keperawatan
Jiwa. Yogyakarta: Gosyen Publishing.

Fauzi, A. Asuhan Keperawatan Keluarga NY. N Dan TN. S Yang Mengalami


Skizofrenia Dengan Masalah Keperawatan Isolasi Sosial DI Wilayah Kerja
Puskesmas Rogotrunan Lumajang Tahun 2019 (Doctoral dissertation, Fakultas
Keperawatan Universitas Jember).

PPNI. 2018. Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia Jilid I. Jakarta: DPP PPNI

PPNI. 2018. Standar Luaran Keperawatan Indonesia Jilid I. Jakarta: DPP PPNI

PPNI. 2018. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia Jilid I. Jakarta: DPP PPNI

Putra, D. R. (2012). Hubungan antara kesepian dengan kecenderungan kecanduan


internet pada dewasa awal (Doctoral dissertation, Universitas Islam Negeri
Maulana Malik Ibrahim).

Yunalia, E. M. (2015). Hubungan Antara Tipe Kepribadian Dengan Kejadian Isolasi


Sosial Menarik Diri Pada Lansia. Jurnal Care, 3(2013), 10–17.
https://doi.org/10.1145/3132847.3132886

Yusuf, A.H, F., & ,R & Nihayati, H. . (2015). Buku Ajar Keperawatan Kesehatan Jiwa.
Buku Ajar Keperawatan Kesehatan Jiwa, 1–366. https://doi.org/ISBN 978-xxx-
xxx-xx-x

Anda mungkin juga menyukai