Anda di halaman 1dari 14

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN DIAGNOSA MEDIS

TYFOID DI RUANG ROSELA 2

RSUD DR. SOETOMO SURABAYA

DISUSUN OLEH :

AJENG TRISKA PERMATA SARI / A2-131811133028

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN

FAKULTAS KEPERAWATAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

SURABAYA

AGUSTUS, 2020
I. Konsep Medis
1. Definisi Typhoid
Typhoid adalah suatu penyakit yang disebabkan Salmonella tipe A, B, dan C yang
dapat menular melalui oral, makanan dan minuman yang terkontaminasi melalui lalat
yang hinggap di makanan. Lalat-lalat tersebut dapat menularkan Salmonella thyphi dari
lalat yang sebelumnya hinggap di feses atau muntah penderita demam tifoid kemudian
hinggap dimakanan yang dikonsumsi. (Febriana et al., 2018)
Demam typhoid merupakan penyakit yang terjadi pada saluran pencernaan yang
disebabkan karena infeksi akut. Infeksi ini terjadi karena disebabkan oleh bakteri
Salmonella Typhi, Salmonella Parathypi A, Salmonella Typhi B, Salmonella typhi C.
yang biasanya ditandai dengan gejala demam selama seminggu atau lebih dan disertai
gangguan pada pencernaan (Alba, S., et al, 2016)
Salmonella typhi (S. typhi) merupakan kuman pathogen penyebab demam tifoid,
yaitu suatu infeksi sistemik dengan gambaran demam yang berlangsung lama, adanya
bacteremia disertai inflamasi yang dapat merusak usus dan organ-organ hati.
Salmonella typhi adalah salah satu bakteri gram negatif yang menyebabkan demam
tifoid, demam tifoid ini sangat endemic di Indonesia. (Cita, n.d.)

2. Klasifikasi
Menurut WHO (2003), ada 3 macam klasifikasi demam typhoid dengan
perbedaan gejala klinik :
a. Demam typhoid akut non komplikasi
Demam typhoid akut dikarakterisasi dengan adanya demam berkepanjangan
abnormalis fungsi bowel (konstipasi pada pasien dewasa, dan diare pada anak-
anak), sakit kepala, malaise, dan anoksia. Bentuk bronchitis biasa terjadi pada
fase awal penyakit selama periode demam, sampai 25% penyakit menunjukkan
adanya resepot pada dada, abdomen dan punggung.
b. Demam typhoid dengan komplikasi
Pada demam typhoid akut keadaan mungkin dapat berkembang menjadi
komplikasi parah. Bergantung pada kualitas pengobatan dan keadaan kliniknya,
hingga 10% pasien dapat mengalami komplikasi, mulai dari melena, perforasi,
susu dan peningkatan ketidaknyamanan abdomen.
c. Keadaan karier
Keadaan karier typhoid terjadi pada 1-5% pasien, tergantung umur pasien.
Karier typhoid bersifat kronis dalam hal sekresi Salmonella typhi di feses.
(WHO,2003)

3. Etiologi
Salmonella typhi sama dengan Salmonella lain adalah bakteri Gram negatif yang
mempunyai flagel tidak berkapsul dan tidak membentuk spora fakultatif anaerob.
Mempunyai anti gensomatik (O) yang terdiri dari oligosakarida, flagelar antigen (H)
yang terdiri dari protein dan envelope antigen (K) yang terdiri dari polisakarida.
Mempunyai makromolekuler lipopolisakarida kompleks yang membuat lapis luar dari
dinding sel dan dinamakan entotoksin. Salmonella thyphi juga dapat memperoleh
plasmid faktor-R yang berkaitan dengan resistensi terhadap multiple antibiotik.
(Sumarno S, et al., 2015).
Hasil penelitian bahwa anak dengan kebiasaan mencuci tangan sesudah buang air
besar yang kurang baik (tidak mencuci tangan dengan ari mengalir dan sabun) sebagian
besar terdiagnosis menderita demam tifoid sedangkan anak dengan kebiasaan mencuci
tangan sesudah buang air besar yang baik (mencuci tangan dengan air mengalir dan
sabun) sebagian besar tidak terdiagnosis menderita demam tifoid. (Nuruzzaman &
Syahrul, 2016)

4. Patofisiologi
Penularan demam typhoid dapat terjadi melalui berbagai cara yang dikenal
dengan 5F yaitu Food (makanan), Fingers (jari tangan/kuku), Fomitus (muntah), Fly
(lalat), dan Faeces (Feses). Feses dan muntah dari penderita demam typhoid dapat
menimbulkan bakteri Salmonella typhi kepada orang lain. Bakteri tersebut dapat
ditularkan melalui perantara lalat. Apabila orang tersebut kurang memperhatikan
kebersihan dirinya, maka Salmonella typhi akan masuk ke tubuh orang yang sehat.
(Prehamukti, 2018)
Bakteri salmonella typhi akan masuk melalui lambung, sebagian kuman akan
dimusnahkan oleh asam lamsung namun semabiannya lagi akan masuk ke usus halus
bagian distal dan mencapai jaringan limpoid. Di dalam limpoid kuman akan
berkembang biak lalu akan masuk ke aliran darah dan mencapai sel-sel
retikuloentotelial. Sel-sel retikuloentotial ini kemudian melepaskan kuman ke dalam
sirkulasi darah dan menimbulkan bakterima, kuman selanjutnya masuk limpa, usus
halus, dan kantung empedu. Gejala toksimia pada typhoid disebabkan oleh
endotoksemia. Berdasarkan penelitian eksperimental disimpulkan bahwa endoteksemia
bukan merupakan penyebab utama demam typhoid.
Endotoksemua berperan pada pathogenesis typhoid, karena membantu proses
inflamasi lokasi pada usus halus. Demam disebabkan karena salmonella typhi dan
endotoksinya merangsang sintesis dan pelepasan zat pirogen oleh leukosit pada
jaringan yang meradang (Padila, 2013)

5. Manifestasi Klinis
Gejala-gejala yang muncul pada penyakit ini (Widodo, 2006) sebagai berikut :
- Demam
- Sakit kepala
- Mual, muntah
- Diare
- Tidak nafsu makan
- Lemas
- Lidah kotor

Demam naik secara bertangga pada minggu pertama lalu demam menetap
(kontinyu) atau remiten pada minggu kedua. Demam terutama sore/malam hari,
Demam dapat muncul secara tiba tiba dalam 1-2 hari hingga menjadi parah, sakit
kepala, nyeri otot, anoreksia, mual, muntah, obstipasi atau diare. (Cita, n.d.)

6. Diagnosis dan Pemeriksaan Penunjang


Diagnosis
Demam naik secara bertahap tiap hari, mencapai suhu tertinggi pada akhir
minggu pertama, menggu kedua demam terus menerus tinggi. Anak sering mengigau
(delirium), malaise, alergi, anoreksia, nyeri kepala, nyeri perut, diare atau konstipasi,
muntah, perut kembung. Pada demam tifoid berat dapat dijumpai penurunan kesadaran,
kejang, dan ikterus (IDAI, 2004).
Selama stadium awal demam tifoid, penderita dapat didiagnosis menderita
bronchitis, bronkopneumonia, gastroenteris atau influenza. Selanjutnya penyakit
tersebut dapat dikacaukan pula dengan berbagai infeksi yang disebabkan
mikroorganisme intraseluler, yaitu tuberkulosis, infeksi jamur sistemis, bruselosis,
tularemia, penyakit yang disebabkan riketsia, shigelosis dan secara epidemiologis juga
malaria. Septikemi yang tidak diketahui etiologinya, leukemia, limfoma dan panyakit
Hodgkin dapat juga dipikirkan sebagai diagnosis banding. Pertimbangan mengenai akut
abdomen dapat disusul dengan tindakan pembedahan (Behrman, 1992).
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang pada klien dengan demam typhoid menurut (Padila, 2013)
sebagai berikut :
a. Pemeriksaan Laboratorium
1) Pemeriksaan leukosit
Pada kebanyakan kasus demam thypoid, jumlah leukosit dalam sediaan darah
tepi berada pada batas normal, terkadang terdapat leukosit, walaupun tidak ada
infeksi maupun komplikasi.
2) Pemeriksaan SGOT dan SGPT
Pada pemeriksaaan ini SGOT dan SGPT akan meningkat, tetapi akan menurun
atau kembali normal setelah typhoid sembuh.
3) Tes Widal
Uji Widal adalah suatu reaksi aglutinasi antara antigen dan antibody
(agglutinin). Antigen yang digunakan pada uji widal adalah suspense
salmonella yang sudah dimatikan dan diolah di laboratorium. Tujuan dari uji
widal ini adalah untuk menetukan adanya agglutinin dalam serum klien yang
disangka menderita typhoid. Akibat infeksi oleh salmonella thypi, klien
membuat antibody atau aglutinim (Mangarengi, 2019) yaitu :
a) Aglutinin O, yang dibuat karena rangsangan antigen O (berasal dari tubuh
kuman)
b) Aglutinin H, yang dibuat karena rangsangan antigen H (berasal dari flagel
kuman)
c) Aglutinin VI, yang dibuat karena rangsangan antigen VI (berasal dari simpai
kuman)

Dari ketiga agglutinin tersebut hanya agglutinin O dan H yang ditentukan


titernya untuk diagnose, makin tinggi titernya makin besar klien mendertia
typhoid.
4) Uji IgM Dipstick
Deteksi khusus IgM spesifik salmonella typhi pada specimen serum atau darah
dengan menggunakan strip ynag mengandung antigen lipopolisakarida S.typhi
dan anti IgM sebagai kontrol. Sensitivitas 65-77% dan spesifisitas 95-
100%.Akurasi di peroleh bila pemeriksaan dilakukan 1 minggu setelah timbul
gejala.

Skor Interpretasi Keterangan


<2 Negatif Tidak menunjukkan infeksi typhoid
3 Borderline Tidak dapat disimpulkan.
4-5 Positif Menunjukkan infeksi typhoid dan akut
>6 Positif Indikasi kuat infeksi typhoid

5) Biakan darah
Bila biakan darah positif hal itu menandakan demam typhoid, tetapi bila biakan
darah negatif tidak menutup kemungkinan akan terjadi demam typhoid. Hal ini
karena hasil biakan darah tergantung dari beberapa faktor teknik pemeriksaan
laboratorium, saat pemeriksaan selama perjalanan penyakit, vaksinasi di masa
lampau, dan pengobatan dengan obat anti mikroba.
7. Penatalaksanaan
a. Perawatan
a) Pasien diistirahatkan 7 hari sampai demam turun atau 14 hari untuk mencegah
komplikasi perdarahan usus.
b) Mobilisasi bertahap bila tidak ada panas, sesuai dengan pulihnya tranfusi bila
ada komplikasi perdarahan.
c) Diet. Dilakukan diet yang sesuai, cukup kalori, dan tinggi protein. Pada
penderita yang akut dapat diberi bubur saring. Setelah bebas demam diberi
bubur kasar selama 2 hari lalu nasi tim. Dilanjutkan dengan nasi biasa setelah
penderita bebas dari demam selama 7 hari.
b. Penatalaksanaan medis
Obat-obatan antimikroba yang sering digunakan antara lain adalah kloramfenikol
4x500 ml sehari/iv, tiamfenikol 4x500 ml sehari oral, kontrimoksasol 2x2 tablet
sehari oral, ampisilin, cefriaxon, siprofloksasin usia>10 Tahun. (Rampengan, 2013)
8. Komplikasi
Menurut (Dewi dan Ekawati, 2016) Komplikasi demam typhoid dapat di bagi dalam 2
hal yaitu komplikasi intestinal dan komplilasi ekstra intertinal.
a. Komplikasi intestinal
1) Pendarahan usus: dengan melakukan pemeriksaan pada tinja dengan
menggunakan benzidin. Hal ini dapat terjadi melena, diserati dengan nyeri perut
dengan tanda renjatan
2) Perforasi usus: biasa nya terjadi pada minggu ke 3 pada bagian distal ileum.
Perforasi yang tidak disertai peritonitis terjadi bila ada udara di hati dan
diagfragma pada foto rontgen abdomen posisi tegak.
3) Peritonitis: gejala akut pada abdomen yang ditemui nyeri perut hebat, dinding
abdomen tegang, dan nyeri tekan.
b. Komplikasi ekstra intestinal
1) Komplikasi kardioskuler: kegagalan sirkulasi perifer (renjatan, sepsis),
miokarditis, thrombosis, dan tromboflebitis.
2) Komplikasi darah: anemia hemolitik, trombositopenia, atau koagulasi
intravaskuler diseminata dan sindrom uremia hemolitik.
3) Komplikasi paru: dapat berupa pneumonia, empiema, dan pleuritis.
4) Komplilasi hepar dan kandung kemih: berupa hepar dan kolelitiasis.
5) Komplikasi ginjal: glomerulonefritis, pielonefrtitis, dan perinefritis.
6) Komplikasi tulang: osteomielitis, periotitis, spondilitis dan arthritis.
7) Komplikasi neuropsikiatrik: delirium, meningismus, meningitis, polyneuritis
perifer, dan syndrome katstonia
9. WOC TYPHOID
Food Finger Fomitus Fly Feces

Bakteri Salmonella Typhi

Masuk ke tubuh melalui mulut


bersama dengan makanan

Sebagian bakteri
Masuk ke saluran pencernaan Bakteri masuk ke usus
dimusnahkan
(lambung) halus pada jaringan limfoid

Bakteri mati
Pembuluh limfe
Intoleransi
Aktivitas
Peningkatan produksi Aliran darah
asam lambung
Mudah lelah,
Organ Hati dan
letih Inflamasi
Mual, muntah Limfa

Energi yang
Penurunan nafsu Endotoksin
dihasilkan sedikit Bakteri yang tidak fagosit
makan akan berkembang

Metabolisme Proses
Berat badan turun Peradangan Inflamasi
menurun
Intake (nutrisi)
Demam Hepatomegali /
Nutrisi kurang menurun
spenomegali
dari kebutuhan
Rawat Inap Hipertermi

Nyeri Tekan
Gangguan
Dampak
Pada Anak Termogulasi
Hospitalisasi Nyeri Akut

Merasa Cemas Pada orang tua 1. Rasa tidak percaya


2. Marah
3. Merasa bersalah
4. Menyalahkan diri sendiri
5. Rasa tidak berdaya
6. Takut akan keseriusan penyakit anak
7. Kecemasan dengan prosedur pada anak
8. Frustasi
9. Depresi
10. Kelelahan fisik
II. Asuhan Keperawatan Typhoid
1. Pengkajian
a. Identitas
Pasien demam typhoid adalah penyakit infeksi menular yang dapat terjadi
pada anak maupun dewasa mencapai 17-33 juta dengan 500-600 kematian setiap
tahunnya. Anak-anak yang paling rentan terkenan demam typhoid biasanya terjadi
pada laki-laki maupun perempuan, kelompok umur terbanyak adalah di atas 5
tahun. Faktor pendukung terjadinya tifus abdominalis adalah iklim, social ekonomi
yang rendah, sanitasi lingkungan yang kurang. (Nurarif & Kusuma, 2015)
b. Keluhan Utama
Biasanya pasien datang dengan keluhan demam di atas 36-37,5 derajat Celcius
pada malam hari dan biasanya turun pada pagi hari. Lalu perasaan pasien tidak enak
badan, lesu, nyeri kepala, pusing, tidak bersemangat, menurunnya nafsu makan.
c. Riwayat penyakit sekarang
Pasien terinfeksi bakteri Salmonella Typhi akibat makan makanan yang tidak
higienis. Pasien mengatakan badannya terasa panas, mual, nyeri abdomen. Pasien
juga tampak lemah dan pucat serta terasa panas diseluruh tubuh.
d. Riwayat penyakit yang pernah diderita
Pasien sudah pernah sakit dan dirawat dengan penyakit yang sama.
e. Riwayat kesehatan keluarga
1) Penyakit yang pernah diderita : kemungkinan ada keluarga yang pernah
menderita penyakit demam typhoid.
2) Lingkungan rumah & komunitas : mengkaji kondisi lingkungan disekitar rumah
yang mempengaruhi demam typhoid yaitu rendahnya hygiene perorangan,
hygiene makanan, lingkungan rumah yang kumuh, serta perilaku masyarakat
yang tidak mendukung untuk hidup sehat.
3) Perilaku yang mempengaruhi kesehatan : tidak melakukan cuci tangan sebelum
dan sesudah melakukan aktivitas, jajan sembarangan.
f. Riwayat nutrisi
Mengkaji pada pasien typhoid biasanya mengalami penurunan nafsu makan
dan porsi makan tidak habis sehingga kebutuhan nutrisi tidak dapat terpenuhi.
g. Persepsi keluarga terhadap penyakit
Mampukah keluarga menjelaskan mengenai penyakit anaknya, gejala dan
penyebab dari penyakit anaknya.
h. Riwayat pengobatan
Mengenai obat-obatan yang biasa diminum oleh klien pada masa lalu seperti
pemberian antibiotic (kloramoenikol dan tiampenikol) (Wijaya A.S., 2013)
i. Pemeriksaan Fisik
1) B1 Sistem Pernafasan
- Inspeksi = bentuk dada pasien simetris, susunan ruas tulang belakang
normal, irama nafasnya teratur, tidak ada retraksi otot bantu nafas, tidak
memakai alat bantu pernafasan, tidak ada batuk, RR 20x/menit.
- Palpasi = fremitus raba normalnya kanan dan kiri getarannya sama
- Perkusi thorax = sonor
- Auskultasi = tidak ada suara nafas tambahan. Bunyi nafas vesikuler
2) B2 Sistem Kardiovaskuler
- Inpeksi = tidak terdapat sianosis, tidak ada nyeri dada, tidak ada clubbing
finger.
- Palpasi = tidak ada distensi vena jugularis, ictus cordis teraba lemah.
- Perkusi = suara jantung pekak, letak jantung masih dalam batas normal di
ICS II sternalis dextra sinistra sampai ICS V midclavikula sinistra.
- Auskultasi bunyi jantung S1 S2 tunggal, tidak ada bunyi jantung tambahan
seperti murmur dan gallop.
3) B3 Sistem Persyarafan
- Inspeksi = sakit kepala, lesu, delirium, didapatkan kejang, penurunan
kesadaran yaitu apatis sampai somnolen. Jarang terjadi sopor, koma. Bila
klinis berat, tak jarang penderita sampai somnolen dan koma atau dengan
gejala-gejala psychosis.
- Palpasi = tidak ada parese.
4) B4 Sistem Perkemihan
- Inspeksi = penurunan urin output dari penurunan curah jantung.
5) B5 Sistem Pencernaan
- Inspeksi = terdapat mual dan muntah, nafsu makan pasien menurun,
mukosa mulut keting, kebiasaan BAB 1x sehari, konsistensinya padat,
berwarna kuning, berbau khas, perut kembung.
- Palpasi = ada nyeri tekan abdomen.
- Perkusi = terdengar suara tympani.
- Auskultasi = peristaltic usus meningkat >35x/menit.
6) B6 Sistem Integumen dan Muskuloskeletal
- Inspeksi = kulit keting, warna kemerahan, tidak terdapat prekie, tidak ada
oedema, tidak terdapat fraktur, kemampuan pergerakan sendi dan tungkai
bebas.
- Palpasi = turgor kulit normal, akral hangat.
7) B7 Sistem Penginderaan
- Inspeksi = lidah kotor ditengah, tepian ujung merah serta tremot, ruam kulit (rash),
bisa merasakan manis, asin, asam, pahit.
8) B8 Sistem Endokrin
- Inspeksi = tidak terjadi pembeasaran kelenjar tiroid dan tonsil dan abdomen
mengalami distensi
2. Diagnosa Keperawatan
1) Hipertermi (D.0130) b.d proses infeksi (salmonella typhi)
2) Nyeri Akut (D.0077) b.d pencedera fisiologis
3) Defisit Nutrisi (D.0019) b.d keengganan untuk makan d.d berat badan menurun
minimal 10% di bawah rentang ideal, nafsu makan menurun.
4) Ansietas (D.0080) b.d kurang terpapar informasi d.d tampak gelisah, tegang, sulit
tidur.
5) Intoleransi Aktivitas (D.0056) b.d kelemahan d.d mengeluh lelah
3. Intervensi Keperawatan
1) Hipertermi
SLKI
1. Menggigil menurun
2. Suhu membaik
SIKI
1. Identifikasi penyebab hipertermi
2. Monitor suhu tubuh
3. Monitor kadar elektrolit
4. Sediakan lingkungan yang dingin
5. Longgarkan atau lepaskan pakaian
6. Anjurkan tirah baring
7. Kolaborasi pemberian cairan dan elektrolit intravena, jika perlu
2) Nyeri Akut
SLKI
1. Meringis menurun
2. Gelisah berkurang
3. Tidak mengalami kesulitan tidur
SIKI
1. Kaji tingkat nyerig
2. Observasi TTV
3. Kontrol lingkungan yang memperberat rasa nyeri (misalnya suhu ruangan)
4. Ajarkan teknik relaksasi
3) Resiko Defisit Nutrisi
SLKI
1. Pengetahuan tentang pilihan mananan yang sehat menungkat
2. Perasaan cepat kenyang menurun
3. Berat badan membaik
4. Nafsu makan membaik
SIKI
1. Monitor asupan dan keluarnya makanan
2. Timbang berat badan secara rutin
3. Dampingi ke kamar mandi untuk pengamatan perilaku memuntahkan kembali
makanan
4. Kolaborasi dengan ahli gizi tentang target berat badan
4) Ansietas
SLKI
1. Perilaku gelisah menurun
2. Perilaku tegang menurun
3. Keluhan pusing berkurang
4. Pola tidur membaik
SIKI
1. Monitor tanda-tanda ansietas
2. Ciptakan suasana terapeutik untuk menumbuhkan kepercayaan
3. Temanin pasien untuk mengurangi kecemasan
4. Jelaskan prosedur dan informasi yang mungkin akan dialami
5) Intoleransi Aktivitas
SLKI
1. Keluhan lelah menurun
2. Perasaan lemah menuru
SIKI
1. Monitor pola dan jam tidur
2. Anjurkan tirah baring
3. Kolaborasi dengan ahli gizi tentang cara meningkatkan asupan makanan
Daftar Pustaka

Cita, Y. P. (n.d.). Bakteri salmonella typhi dan demam tifoid. Vi, 42–46.

Febriana, U., Furqon, M. T., & Rahayudi, B. (2018). Klasifikasi Penyakit Typhoid Fever ( TF
) dan Dengue Haemorhagic Fever ( DHF ) dengan Menerapkan Algoritma Decision Tree
C4 . 5 ( Studi Kasus : Rumah Sakit Wilujeng Kediri ). Jurnal Pengembangan Teknologi
Informasi Dan Ilmu Komputer, 2(3), 1275–1282.

MA’RUFAH, U. N. (2019). ASUHAN KEPERAWATAN DEMAM TYPHOID PADA ANAK


DENGAN KETIDAKSEIMBANGAN NUTRISI KURANG DARI KEBUTUHAN TUBUH
DI RUMAH SAKIT ISLAM KLATEN (Doctoral dissertation, STIKES Muhammadiyah
Klaten).

MANDIRI, T. (2018). PENERAPAN TERAPI KOMPRES HANGAT TERHADAP


PENURUNAN DEMAM PADA PASIEN TYPHOID FEVER DI UPTD PUSKESMAS
REMBANG PURBALINGGA (Doctoral dissertation, UNIVERSITAS
MUHAMMADIYAH PURWOKERTO).

Mangarengi, Y. (2019). Identifikasi dan Isolasi Bakteri Penyebab Penderita Dengan Gejala
Suspek Demam Typhoid Di Rumah Sakit Ibnu Sina Makassar Tahun 2016. UMI
Medical Journal, 1(1), 51–65. https://doi.org/10.33096/umj.v1i1.7

Nuruzzaman, H., & Syahrul, F. (2016). Analisis Risiko Kejadian Demam Tifoid Berdasarkan
Kebersihan Diri dan Kebiasaan Jajan di Rumah. Jurnal Berkala Epidemiologi, 4(1), 74–
86. https://doi.org/10.20473/jbe.v4i1.74-86

PPNI. 2018. Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia Jilid I. Jakarta: DPP PPNI

PPNI. 2018. Standar Luaran Keperawatan Indonesia Jilid I. Jakarta: DPP PPNI

PPNI. 2018. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia Jilid I. Jakarta: DPP PPNI

Prehamukti, A. A. (2018). Faktor Lingkungan dan Perilaku terhadap Kejadian Demam


Tifoid. HIGEIA (Journal of Public Health Research and Development), 2(4), 587–598.
https://doi.org/10.15294/higeia.v2i4.24275

Anda mungkin juga menyukai