Anda di halaman 1dari 6

Kasus - Kasus Pelanggaran Hak

dan Kewajiban Sebagai Warga Negara

Disusun oleh

Nama :Desti Arum Fitriyani

Kelas :XII-IPA

MA AL JIHAD
A. Kasus Pengingkaran Kewajiban dan Pelanggaran Hak.

Sebagai warga negara, kita memiliki hak dan kewajiban terhadap negara dan lingkungan sekitar kita.
Sayangnya, beberapa warga lebih suka menuntut haknya dari pada melaksanakan kewajibannya. Alhasil, banyak
kasus pengingkaran kewajiban warga negara yang terjadi. Contoh kasus pengingkaran kewajiban dan pelanggaran
hak sebagai warga negara:

1. Korupsi.
 Kasus Korupsi Telur Ayam di Dinas Peternakan Aceh, 2 Terdakwa dituntut 8 Tahun.
PERISTIWA | 14 Agustus 2020 15:30
Reporter: Ya'cob Billiocta

Merdeka.com - Dua terdakwa korupsi hasil penjualan ayam dengan kerugian negara Rp2,6 miliar,
dituntut Jaksa penuntut umum (JPU) Kejaksaan Negeri Aceh Besar masing-masing delapan tahun penjara.
Tuntutan tersebut dibacakan JPU Endi Ronaldi dan Taqdirullah dalam sidang di Pengadilan Negeri Banda Aceh,
Rabu kemarin. Sidang tersebut dipimpin Hakim Ketua Dahlan dan didampingi dua hakim anggota, Edwar dan
Juandra.

Kedua terdakwa yakni Ramli Hasan, mantan Kepala Unit Pelaksana Teknis Daerah (UPTD) Balai Ternak
Non Ruminansia (BTNR) Dinas Peternakan Aceh di Saree, Aceh Besar dan Muhammad Nasir, Staf UPTD BTNR
Saree. Terdakwa Muhammad Nasir merupakan bawahan terdakwa Ramli Hasan. Persidangan didampingi
hukumnya Junaidi. Sedangkan terdakwa Ramli Hasan didampingi Jalaluddin.

Selain menuntut pidana delapan tahun penjara, JPU juga menuntut kedua terdakwa membayar denda
masing-masing Rp300 juta dengan subsidair tiga bulan penjara. Khusus untuk terdakwa Ramli Hasan, JPU
mengupayakan membayar uang sewa Rp2,6 miliar. Jika terdakwa tidak membayar setelah perkara memiliki
kekuatan hukum tetap maka harta bendanya disita. "Apabila terdakwa tidak memiliki harta benda, maka dipidana
selama tiga tahun enam bulan. Jika terdakwa membayar kerugian negara, tetapi tidak cukup, masa akan sesuai
berdasarkan jumlah yang" kata JPU Endi Ronaldi. D mengutip Antara.

JPU Endi Ronaldi menyatakan bukti yang melanggar Pasal 2 Ayat (1) jo Pasal 18 (1) Huruf a, b, Ayat (2),
dan Ayat (3) UU Nomor 31 Tahun 1999 kontrak yang diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Usai pembacaan pengadilan jaksa penuntut umum, majelis hakim
memberikan waktu kepada kedua terdakwa dan situasi hukumnya selama dua minggu untuk menyusun
pembelaan.

Menanggapi perintah JPU, Junaidi, kalimat hukum terdakwa Muhammad Nasir, kalimat itu terlalu
berlebihan. JPU sama sekali tidak mempertimbangkan fakta persidangan. Junaidi menyebutkan klien menggunakan
uang hasil penjualan telur untuk membeli pakan dan vaksin. Jika tidak ada pakan dan vaksin, ribuan ayam di UPTD
BTNR Dinas Peternakan Aceh terancam mati.

Jika ayam mati, potensi kerugian negara mencapai puluhan miliar. Di UPTD itu, ada puluhan ribu ekor
ayam. Klien kami, mengalami langsung di lapangan. Fakta-fakta persidangan yang diabaikan JPU ini, akan kami
ungkap dalam pleidoi yang dibacakan pada persidangan berikutnya, "kata Junaidi. Terdakwa Ramli Hasan dan
terdakwa Muhammad Nasir didakwa korupsi uang hasil penjualan telur produksi peternakan di UPTD BTNR Dinas
Peternakan Aceh di Saree, Aceh Besar, dengan kerugian negara mencapai Rp2,6 miliar.

JPU tindak pidana korupsi yang dilakukan kedua terdakwa tidak menyetorkan uang hasil produksi
peternakan ayam ke kas daerah dalam rentang waktu 2016 hingga 2018. Seharusnya, uang hasil penjualan telur
masuk sebagai pendapatan daerah. Tapi ini tidak dilakukan terdakwa. Akibat perbuatan terdakwa, negara
dirugikan mencapai Rp2,6 miliar lebih.

Berdasarkan hasil audit Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Perwakilan Aceh,
penerimaan hasil penjualan telur pada 2016 Rp846 juta. Namun, yang disetor ke kas negara Rp85 juta. Kemudian
pada 2017, uang hasil penjualan telur Rp668 juta, tetapi yang disetor ke kas negara Rp60 juta. Serta pada 2018,
uang hasil penjualan telur Rp11,72 miliar dan yang disetor ke kas negara Rp9,775 miliar.

2. Merusak Fasilitas Umum.


 48 Perusuh 22 Mei Didakwa Merusak Fasilitas Umum-Menyerang Polisi
Zunita Putri - detikNews
Senin, 12 Agu 2019 19:26 WIB

Jakarta - Salah satu perusuh 22 Mei, Sifaul Huda didakwa melakukan perlawanan terhadap aparat
keamanan pada saat aksi 22 Mei 2019. Sifaul disebut jaksa melakukan kekerasan kepada petugas keamanan yang
berjaga di depan gedung Bawaslu saat ada aksi besar yang berujung kericuhan. "Dengan kekerasan atau ancaman-
ancaman kekerasan memaksa seorang pejabat yang sedang menjalankan tugas yang sah atau orang yang menurut
kewajiban undang-undang atau atas permintaan pejabat memberi pertolongan kepadanya yang dilakukan oleh
dua orang atau lebih secara bersama-sama," ujar jaksa penuntut umum, Januar Ferdian, saat membacakan
dakwaan di Pengadilan Negeri Jakpus, Jalan Bungur Besar Raya, Jakarta Pusat, Senin (12/8/2019).

Kasus ini bermula saat Sifaul menghadiri aksi 22 Mei 2019 yang berada di depan Gedung Bawaslu, Jalan
MH Thamrin, Jakarta Pusat. Saat itu, aksi itu berlangsung hingga 20.00 WIB sampai diperingati oleh polisi untuk
selesai. Namun, Sifaul dan demonstran lainnya tidak menghiraukan peringatan polisi. Kemudian, Januar
mengatakan demonstran saat itu melakukan penyerangan kepada polisi dengan melemparkan batu ke arah
Brimob yang saat itu sedang berjaga.

"Bahwa karena terhadap pengunjuk rasa yang melakukan kerusuhan tersebut, setelah diperingati secara
berulang-ulang dalam batas waktu yang disampaikan tidak segera pergi meninggalkan lokasi dan tidak
membubarkan diri maka pada sekitar pukul 22.30 WIB, petugas kepolisian melakukan pembubaran secara paksa
terhadap pengunjuk rasa yang dilakukan kerusuhan dengan cara memberikan tembakan gas air mata ke arah
pengunjuk rasa dan menyemprotkan air dari mobil water canon. Bahwa terdakwa kemudian ditangkap dan
diamankan oleh saksi Karyono, petugas Brimob antihuruhara di gedung Bawaslu," jelas Januar.

Selain Sifaul, jaksa juga mendakwa 47 perusuh lainnya. Mereka didakwa sama dengan Sifaul dan juga
melakukan tindakan kericuhan sehingga beberapa fasilitas negara rusak. Mereka juga melakukan aksi kekerasan
kepada polisi dengan melempari batu ke arah polisi.47 perusuh itu adalah, Peri Erlangga, Mochamad Faisal, Ical,
Muhammad Isya, Abdul Azis, Dafit Zikrianto, Fajri, Ridwan, Mafrizal, Helmi Tanjung, Daryanto, Erlangga, Dedi
Setiawan, Muhamad Soleh, Cholid, Supriadi, Hafiz Ismail, Pancaka, dan Mat Ali. Kemudian ada Armin Melani,
Sofyanto, Joni Afriyanto, Ahmad Rifai, Sandi Maulana, Jabbar Khomeni, Suhartono, Budhy Fransisco, Agus
Purnomo, Arif Akbar, Abdillah, Baharuddin, Rendy, Abdurrais, Jumawal, Zulkadri, Vivi Andrian, Syamsul Huda, Yoga
Firdaus, Rizki Ilham, Andika, Heriyanto, M. Firdaus, Ade Badri, Guruh Rohmat, Akmaludin, Abdul Rosid, dan Asep
Ridwanullah.

"Dengan kekerasan terdakwa memaksa seorang pejabat yang sedang menjalankan tugas sah dalam hal ini
adalah anggota polisi yang sedang menjalankan tugas pengamanan terkenal lemparan batu, dan banyak barang-
barang milik petugas keamanan seperti helm, tameng polisi menjadi pecah menjadi rusak dan menyebabkan
beberapa fasilitas umum menjadi rusak dan terganggunya ketertiban umum," ucapnya.

Januar juga mengatakan untuk terdakwa Suhartono, Budhy Fransisco, Agus Purnomo, Arif Akbar, Abdillah,
dan juga Baharuddin. Mereka disebut melakukan kerusakan dengan melempar bom molotov sehingga membuat
suasana menjadi semakin rusuh. "Terdakwa terus melakukan pelemparan batu sehingga aksi semakin rusuh.
Melempar bom molotov sehingga terjadi perusakan," kata Januar.

Sementara Daryanto, Erlangga, Dedi Setiawan, Muhamad Soleh, Cholid, Supriadi, Hafiz Ismail, Pancaka, dan
Mat Ali disebut jaksa melakukan penyerangan terhadap kantor Bawaslu. "Terdakwa merusak kaca gedung
Bawaslu," ucapnya. Sifaul didakwa dengan Pasal 212 juncto Pasal 214 KUHP atau 218 KUHP. Sementara untuk 47
terdakwa lainnya didakwa Pasal 212, Pasal 214, Pasal 218, hingga 170 KUHP.

3. Pembunuhan.
 Terkuak di Kasus Pembunuhan WN Taiwan, Klinik Aborsi di Jakpus Dibongkar
Yogi Ernes - detikNews
Selasa, 18 Agu 2020 13:41 WIB

Jakarta - Kasus pembunuhan WN Taiwan Hsu Ming Hu dengan tersangka Sari Sadewa berbuntut panjang.
Setelah Sari Sadewa membuat pengakuan membunuh korban lantaran dihamili korban dan diminta menggugurkan
kandungannya, polisi membongkar klinik aborsi tersebut. "Pada saat itu, kehamilannya digugurkan dengan biaya
oleh korban sendiri dengan upaya untuk gugurkan kandungannya. Dari situ dikembangkan oleh tim dengan
dipimpin langsung oleh Resmob untuk mengembangkan pengguguran kandungan oleh SS itu," kata Kabid Humas
Polda Metro Jaya Kombes Yusri Yunus kepada wartawan sata jumpa pers di Mapolda Metro Jaya, Jakarta, Selasa
(18/8/2020). Dari pengembangan tersebut, polisi membongkar klinik aborsi tersebut pada 3 Agustus 2020. Klinik
itu berada di Jl Kenari, Senen, Jakarta Pusat.

"Berhasil mengamankan 17 orang," kata Yusri. Yusri mengatakan klinik aborsi itu dibongkar berdasarkan
informasi awal dari tersangka Sari Sadewa, yang mengaku telah menggugurkan kandungannya di tempat tersebut.
Sari mengaku aborsi itu dibiayai oleh Hsu Ming Hu. "Jadi ini terungkap dari kejadian adanya pembunuhan WN
Taiwan, yang saat ini masih kita lakukan pengejaran terhadap DPO sebagai eksekutor," kata Yusri.

Direktur Reskrimum Polda Metro Jaya Kombes Tubagus Ade Hidayat mengatakan kasus ini merupakan
pengembangan dari tersangka Sari Sadewa, yang mengaku melakukan aborsi di klinik tersebut. "Pertama peristiwa
aborsi yang tidak sesuai ketentuan dan sudah diamankan 17 orang tersangka," kata Tubagus. Ke-17 tersangka itu
adalah 3 orang dokter, 1 orang bidan, 2 perawat, 4 orang pengelola, dan 4 orang turut membantu melakukan,
serta 3 orang pasien.

Seperti diketahui, sebelumnya polisi menangkap Sari Sadewa atas kasus pembunuhan WN Taiwan Hsu Ming
Hu, yang juga bosnya di pabrik roti di Cikarang, Bekasi. Dalam pemeriksaan, Sari Sadewa mengaku membunuh
korban karena merasa sakit hati pernah dihamili korban. Namun korban tidak mau bertanggung jawab atas
kehamilannya itu dan menyuruhnya menggugurkan kandungan. Sari mengaku diberi uang Rp 15 juta oleh korban
untuk menggugurkan kandungannya tersebut pada 2018.

Belakangan terungkap, Sari Sadewa juga ternyata ingin menguasai harta milik korban. Dia kemudian
menyewa pembunuh bayaran sebesar Rp 150 juta untuk membunuh korban. Para eksekutor kemudian membunuh
korban di rumahnya di Cikarang, Bekasi, pada 24 Juli 2020. Setelah itu, jasad Hsu Ming Hu dibuang di Sungai
Citarum, Subang, dan baru ditemukan pada 26 Juli 2020. Selain Sari Sadewa, tim Subdit Resmob Ditreskrimum
Polda Metro Jaya yang dipimpin AKBP Handik Zusen, AKP Ressa F Marasabessy, dan AKP Rulian menangkap
tersangka Alfiyan, Fitri, dan Suyanto. Saat ini polisi masih memburu 5 orang DPO lainnya dalam kasus pembunuhan
tersebut.

4. Eksploitasi Anak.
 Ibu di Makassar yang Paksa Anak Ngemis untuk Bayar Arisan Jadi Tersangka
Hermawan Mappiwali - detikNews
Selasa, 03 Des 2019 14:33 WIB

Makassar - Emak-emak di Makassar, Sulsel, yang videonya viral karena memukul putrinya saat mengemis
di pintu keluar salah satu mal ditangkap polisi. Emak-emak berinisial M (36) tersebut kini ditetapkan tersangka
karena diduga mengeksploitasi anaknya. "Dugaan awal memang ada (eksploitasi), disuruh mengemis atau
meminta-minta terhadap pengunjung Mal Panakkukang," ujar Kapolsek Panakkukang Kompol Jamal Fathur
Rakhman kepada wartawan di kantornya, Jl Pengayoman, Selasa (3/12/2019).

Kompol Jamal menerangkan M dan anaknya awalnya dibawa ke rumah salah satu tokoh masyarakat di
Jalan Adiyaksa, Senin (2/12) sekitar pukul 22.00 Wita. "Dari situ kita amankan ke Polsek," ujar Jamal. Tersangka,
kata Jamal, dikenakan Pasal 88 Juncto 76 UU Nomor 35 tahun 2014 terhadap perubahan atas UU Nomor 23 tahun
2002 tentang Perlindungan Anak. "Dan juga kita terapkan UU kekerasan dalam lingkup rumah tangga Pasal 45 Ayat
1 UU 23 tahun 2004 tentang Penghapusan KDRT, ancaman maksimal 10 tahun dan minimal 3 tahun (penjara),"
sambung Jamal.

Video M sebelumnya viral di media sosial. Dalam video tersebut, M terlihat memukul putrinya yang masih
berusia 9 tahun lantaran diduga tidak cukup setoran. "Alibinya, anak (korban) memakai uang ibunya untuk uang
jajan. Tapi kita dalami pengakuan korban atau sang anak ini pernah dia disuruh mengemis di pintu keluar mal
Panakkukang," ujar Kompol Jamal. "Alasannya Anaknya disuruh mengemis untuk memenuhi kebutuhan rumah
tangga (tersangka)," katanya.

Koordinator Tim Reaksi Cepat P2TP2A, Makmur mengatakan R dipaksa mengemis untuk membayarkan
uang arisan ibunya. "Korban dipaksa mengemis oleh Ibunya agar ibunya punya uang untuk membayar arisannya,"
kata Koordinator Tim Reaksi Cepat P2TP2A , Makmur di kantornya saat ditemui detikcom, Selasa (3/12).

Analisis dari Kasus diatas:

Pengingkaran kewajiban dan pelanggaran hak warga negara tersebut terjadi akibat adanya penyalahgunaan
kekuasaan dimana itu yang harusnya menjadi hak warga negara namun sikap egois dan mementingkan terhadap
diri sendiri memicu terjadinya korupsi. Terlebih ketidaktegasan aparat hukum merupakan faktor munculnya
pelanggaran lainnya. Para pelaku cenderung mengulangi perbuatannya, dikarenakan mereka tidak menerima
sanksi yang tegas atas perbuatannya tersebut.

Anda mungkin juga menyukai