Anda di halaman 1dari 14

‫اَ ْل َح ْم ُد‪ ‬هلِل ِ الَّ ِذيْ َو َّف َق َمنْ‬

‫َشا َء ِمنْ َخ ْل ِق ِه ِب َفضْ لِ ِه‬


‫َو َك َر ِم ِه‪َ ،‬و َخ َذ َل َمنْ َشا َء ِمنْ‬
‫َخ ْل ِق ِه ِب َم ِش ْي َئ ِت ِه َو َع ْدلِ ِه‪.‬‬
‫ُ‬ ‫هللا‬ ‫اَّل‬ ‫إ‬ ‫ه‬
‫َ‬ ‫ل‬‫ٰ‬ ‫إ‬ ‫اَل‬ ‫نْ‬‫َ‬ ‫أ‬ ‫ُ‬
‫د‬ ‫ه‬
‫َ‬ ‫ْ‬
‫ش‬ ‫َ‬ ‫َوأ‬
‫ِ ِ‬
‫ْك َلهُ‪َ ،‬واَل‬ ‫َوحْ دَ هُ اَل َش ِري َ‬
‫َش ِب ْي َه َواَل ِم ْث َل َواَل ِن َّد َلهُ‪،‬‬
‫َواَل َح َّد َواَل ج َُّث َة َواَل‬
‫ضا َء َلهُ‪َ .‬وأَ ْش َه ُد أَنَّ‬ ‫أَعْ َ‬
‫َسيِّدَ َنا َو َح ِب ْي َب َنا َو َع ِظ ْي َم َنا‬
‫َو َقا ِئ َد َنا َوقُرَّ َة أَعْ ُي ِن َنا م َُح َّم ًدا‬
‫ص ِف ُّي ُه‬ ‫ُ‪،‬و َ‬ ‫َع ْب ُدهُ َو َرس ُْولُه َ‬
‫ص ِّل َو َسلَّ َم‬ ‫َو َح ِب ْي ُبهُ‪ .‬اَللهم َ‬
‫اركْ َع َلى َس ِّي ِد َنا م َُح َّم ِد‬ ‫َو َب ِ‬
‫هللا‪َ ،‬و َع َلى آلِ ِه‬ ‫ْن َع ْب ِد ِ‬ ‫ب ِ‬
ْ‫ َو َمن‬،ُ‫صحْ ِب ِه َو َمنْ َوااَل ه‬ َ ‫َو‬
‫ان إَ َلى َي ْو ِم‬
ٍ ‫َت ِب َع ُه ْم ِبإِحْ َس‬
‫ َواَل َح ْو َل َواَل قُ َّو َة‬،‫ْال ِق َيا َم ِة‬
ِ ‫إِاَّل ِبا‬.
‫هلل‬
  Ibnu Hibban
meriwayatkan dalam
hadits shahih dari
sahabat Abu Hurairah
radliyallahu ‘anhu bahwa
Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam
bersabda:   ‫هللا ُي ْب ِغضُ ُك َّل‬ َ َّ‫إِن‬
‫اق ِجي َف ٍة‬ Xِ ‫َجعْ َظ ِريٍّ َجوَّ اظٍ َس َّخ ٍاب ِباأْل َسْ َو‬
‫ار َعالِ ٍـم ِبأَمْ ِر ال ُّد ْن َيا‬ ٍ ‫ِبالَّلي ِْل ِح َم‬
ِ ‫ار ِبال َّن َه‬
‫ص ِح ْي ٌح‬ َ ‫ْث‬ ٌ ‫(ح ِدي‬ َ ‫َجا ِه ٍل ِبأ َ ْم ِر ْاآل ِخ َر ِة‬
)‫َّان‬
َ ‫ َر َواهُ ابْنُ ِحب‬  Dalam hadits
di atas, Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa
sallam menjelaskan
bahwa Allah subhanahu
wa ta’ala membenci
seseorang yang memiliki
enam sifat berikut ini:
1.   ٍّ‫ َجعْ َظ ِري‬  Yakni
orang yang takabbur
atau sombong.
Sombong ada dua
macam.   Pertama,
menolak kebenaran
yang disampaikan
oleh orang lain
padahal ia tahu bahwa
hal itu benar,
dikarenakan
penyampai kebenaran
lebih muda usianya,
lebih miskin hartanya,
lebih rendah status
sosialnya atau karena
hal lain. Padahal
fir’aun tidaklah binasa
kecuali karena sifat
takabburnya. Fir’aun
telah melihat sekian
banyak mu’jizat Nabi
Musa ‘alaihissalam,
namun ia tidak
beriman kepada Nabi
Musa ‘alaihissalam.
Haman, perdana
menteri Fir’aun ketika
itu berkata kepada
Fir’aun: “Jika engkau
beriman kepada
Musa, maka engkau
akan kembali menjadi
hamba yang
menyembah, padahal
selama ini engkau
sudah menjadi tuhan
yang disembah.”
Demikian pula Bani
Isra’il yang diutus
kepada mereka Nabi
Isa ‘alaihissalam.
Setelah mereka
melihat mu’jizat Nabi
Isa ‘alaihissalam, tidak
ada yang membuat
mereka tidak beriman
kecuali sifat takabbur
mereka. Mereka selalu
mengatakan bahwa
jika mereka beriman,
maka akan lenyaplah
kehormatan dan
kekuasaan mereka.
Demikian pula Abu
Lahab dan tokoh-
tokoh kafir Quraisy,
setelah mereka
melihat mu’jizat al-
Qur’an dan mengakui
bahwa al-Qur’an tidak
seperti puisi dan prosa
yang mereka kenal,
tidak ada yang
membinasakan
mereka dan membuat
mereka tidak beriman
kecuali sifat takabbur
mereka.   Jenis
takabbur yang kedua
adalah merendahkan
orang lain. Seseorang
yang memiliki sifat
takabbur jenis kedua
ini dalam hatinya, ia
akan menganggap
dirinya memiliki
keistimewaan lebih
atas orang lain
sehingga melihat
dirinya dengan
pandangan
kesempurnaan dan
penuh kebaikan. Dia
melupakan bahwa itu
semua adalah
anugerah yang Allah
berikan kepadanya.  
2. 2. ٍ‫ َجوَّ اظ‬  Yaitu
seseorang yang rakus
dan gandrung untuk
mengumpulkan harta
sebanyak-banyaknya
dengan niat yang tidak
benar dan didorong
kecintaannya yang
sangat besar terhadap
harta. Ia tidak peduli
dari mana harta itu ia
peroleh, apakah dari
sumber yang halal
ataukah haram.
Dengan itu, ia
bertujuan untuk
memenuhi keinginan
hawa nafsunya yang
haram dan
membanggakan diri di
hadapan para hamba
yang lain.
َ ‫ب باأْل‬
3. 3.   ‫اق‬
ِ ‫و‬
َ ْ‫س‬ ِ ٍ ‫ َس َّخا‬ 
Artinya orang yang
karena kerakusan dan
kegandrungannya
pada harta, ia
memperbanyak
omongan dengan
tujuan supaya bisa
mengumpulkan harta
sebanyak-banyaknya.
Ia tidak peduli apakah
omongannya halal
ataukah haram.  
4. 4. ‫ ِجي َف ٍة ِباللَّي ِْل‬ 
Menjadi bangkai di
malam hari. Yakni
menghabiskan seluruh
waktu malamnya
untuk tidur. Ia tidak
peduli untuk
melakukan shalat
sama sekali.  
5. ِ ‫ار ِبال َّن َه‬
‫ار‬ ٍ ‫ ِح َم‬  Menjadi
keledai di siang hari.
Yakni yang ia pikirkan
hanya bagaimana bisa
memakan berbagai
menu makanan dan
banyak menikmati
berbagai kemewahan
hidup. Dengan sebab
itu, ia lalai melakukan
hal-hal yang Allah
wajibkan kepadanya.
6.   ‫َعالِ ٍـم ِبأ َ ْم ِر ال ُّد ْن َيا َجا ِه ٍل ِبأ َ ْم ِر‬
‫ اآْل ِخ َر ِة‬  Mengetahui
perkara dunia namun
bodoh mengenai
perkara akhirat. Yakni
mengetahui
bagaimana cara
mencari dan
mengumpulkan harta,
akan tetapi tidak
memiliki pengetahuan
mengenai bagian ilmu
agama yang fardlu ‘ain
untuk dipelajari, yang
disebut para ulama
dengan istilah ‫ْن‬ ِ ‫ِع ْل ُم ال ِّدي‬
ِّ‫ضر ُْو ِري‬
َّ ‫( ال‬ilmu agama
yang pokok). Padahal
Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam telah
bersabda:   ‫َط َلبُ ْال ِع ْل ِم‬
ُ‫(ر َواهُ ابْن‬ َ ‫ْض ٌة َع َلى ُك ِّل مُسْ لِ ٍم‬
َ ‫َف ِري‬
) ُّ‫اجه َو ْال َب ْي َهقِي‬َ ‫ َم‬ 
Maknanya: “Mencari
ilmu agama yang
pokok (ilmu agama
yang dasar)
hukumnya adalah
fardlu ‘ain bagi setiap
muslim (laki-laki dan
perempuan),” (HR
Ibnu Majah dan al-
Baihaqi).   ‫اش َر ْالمُسْ لِ ِمي َْن‬ ِ ‫َم َع‬
ُ‫ َر ِح َم ُك ُم هللا‬  Di akhir
khutbah, khatib
mengutip mutiara
nasihat Sayyidina Ali
bin Abi Thalib
karramallahu wajhah
yang mengingatkan
kepada kita semua
bahwa kehidupan
dunia adalah waktu
untuk beramal, dan
semua yang kita
lakukan di dunia ini
akan kita
pertanggungjawabkan
di akhirat:   ‫ت ال ُّد ْن َيا‬ ِ ‫ارْ َت َح َل‬
،‫ت اآل ِخ َرةُ ُم ْق ِب َل ًة‬ ِ ‫ َوارْ َت َح َل‬،‫م ُْد ِب َر ًة‬
‫ َف ُكو ُنوا‬،‫ون‬ َ ‫ َب ُن‬X‫َولِ ُك ِّل َواحِدَ ٍة ِم ْن ُه َما‬
ْ‫ ِمن‬X‫ َوالَ َت ُكو ُنوا‬،‫ِمنْ أَ ْب َنا ِء اآل ِخ َر ِة‬
‫ َفإِنَّ ال َي ْو َم َع َم ٌل‬،‫أَ ْب َنا ِء ال ُّد ْن َيا‬
‫اب َوالَ َع َم ٌل‬ ٌ ‫ َو َغ ًدا ِح َس‬،‫اب‬ َ ‫َوالَ ِح َس‬
Maknanya: “Dunia
berjalan
membelakangi kita,
sedangkan akhirat
berjalan menghampiri
kita. Masing-masing
dari dunia dan akhirat
memiliki anak-
anaknya. Maka jadilah
bagian dari anak-anak
akhirat (senantiasa
mementingkan
kehidupan akhirat)
dan janganlah menjadi
bagian dari anak-anak
dunia (selalu
mementingkan
kehidupan dunia yang
sementara), karena
hari ini (kehidupan
dunia) adalah
waktunya beramal dan
tidak ada hisab,
sedangkan besok
(kehidupan akhirat)
adalah waktunya
mempertanggungjawa
bkan amal, dan bukan
waktunya beramal,”
(Diriwayatkan oleh al-
Bukhari dalam Shahih
al-Bukhari)

Sumber: https://islam.
nu.or.id/post/read/114
956/khutbah-akhir-
tahun--muhasabah-6-
sifat-yang-dibenci-
allah

Anda mungkin juga menyukai