Anda di halaman 1dari 13

MAKALAH KONSELING FARMASI

PENCEGAHAN PENYALAHGUNAAN NARKOBA

Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Mata Kuliah Konseling Farmasi

Disusun oleh :
Nanda Ajeng Ramdhany I1C016006
Alina Nurul Faisa I1C016008
Linda Surya Kartika I1C016012
Ayu Mulya Subagia I1C016060
Sarah Nabilah I1C016088
Didik Nursetya D. I1C016100

UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN


FAKULTAS ILMU-ILMU KESEHATAN
JURUSAN FARMASI
PURWOKERTO
2019
I. LATAR BELAKANG
Perkembangan penyalahgunaan dan peredaraan gelap narkoba yang
melanda dunia juga berimbas ke tanah air. Narkotika dan psikotropika sudah
merambah ke seluruh wilayah Indonesia dan menyasar ke berbagai lapisan
masyarakat Indonesia tanpa terkecuali. Sasaran peredaran narkoba meliputi
tempat hiburan malam, pemukiman warga, kampus, sekolah, rumah kost,
bahkan di lingkungan rumah tangga (Kemenkes RI, 2017).
Akhir-akhir ini, keadaan penyalahgunaan dan peredaran gelap
narkoba berada di situasi yang mengkhawatirkan. Korban penyalahgunaan
narkoba di Indonesia tidak terbatas pada kalangan kelompok masyarakat yang
mampu, tetapi juga merambah pada kalangan masyarakat ekonomi rendah.
Hal ini dapat terjadi karena komoditi narkoba memiliki banyak jenis, dari
yang harganya paling mahal hingga paling murah (Kemenkes RI, 2017).
Korban penyalahgunaan narkoba bukan hanya pada orang dewasa
dan mahasiswa tetapi juga pelajar SMA sampai pelajar tingkat SD. Kaum
remaja menjadi salah satu kelompok yang rentan terhadap penyalahgunaan
narkoba karena memiliki sifat dinamis, energik, dan selalu ingin tahu. Mereka
juga mudah putus asa dan dipengaruhi oleh pengedar (Kemenkes RI, 2017).
Remaja sangat rentan oleh pergaulan bebas dan kegiatan mereka seringkali
tidak terkontrol oleh keluarga atau pihak sekolah (Hidayat et al., 2016).
Penyalahgunaan narkoba ini jelas dapat mempengaruhi mental dan
pendidikan pelajar saat ini. Padahal masa depan bangsa ini bergantung pada
kaum muda. Mereka sebenarnya mengetahui fakta bahwa narkoba adalah
barang yang berbahaya. Namun, mereka tetap ingin mencoba karena
penasaran atau mengikuti temannya. Kenyataan tersebut sangat
mengkhawatirkan karena apaya yang terjadi pada bangsa ini bila generasi
penerusnya terlibat dalam penyalahgunaan narkoba (Hidayat et al., 2016).
Berdasarkan latar belakang di atas, dibutuhkan kerja keras dan
keseriusan dari seluruh komponen masyarakat, bangsa, dan negara dalam
penanganan kasus penyalahgunaan narkoba. Remaja pun dapat turut serta
dalam penanganan penyalahgunaan narkoba untuk memperbaiki masa depan
generasi penerus bangsa (Hidayat et al., 2016).

2
II. ISI
1. Pengertian dan Penggolongan Narkoba
Narkoba adalah zat kimia yang dapat mengubah keadaan
psikologi seperti perasaan, pikiran, suasana hati, serta perilaku jika masuk
ke dalam tubuh manusia baik dengan cara dimakan, diminum, dihirup,
disuntik, dan lain sebagainya (Purba, 2017). Menurut Purba (2017),
terdapat narkoba dikelompokkan menjadi 3 kelompok yaitu:
a. Narkotika, adalah zat yang dapat menimbulkan pengaruh tertentu
bagi penggunanya. Pengaruh tersebut dapat berupa pembiusan,
hilangnya rasa sakit, rangsangan semangat, dan halusinasi atau
timbulnya khayalan-khayalan.Contoh: morfin, kodein, ganja, heroin.
b. Psikotropika, adalah zat atau obat bukan narkotika, baik alamiah atau
sintesis, yang memiliki khasiat psikoaktif melalui pengaruh selektif
pada susunan saraf pusat yang menyebabkan perubahan khas pada
aktivitas normal dan perilaku. Contoh: amfetamin, ekstasi, diazepam.
c. Zat adiktif lainnya, adalah zat-zat selain narkotika dan psikotropika
yang dapat menimbulkan ketergantungan pada pemakainya. Contoh:
rokok, alkohol dan minuman lain yang memabukkan dan
menimbulkan ketergantungan, thiner, cat, bensin, lem kayu, aseton,
penghapus cair, atau zat lain yang bila dihirup dapat memabukkan.
Menurut Amanda et al. (2017), narkotika dan psikotropika dapat
digolongkan berdasarkan daya adiktif yang ditimbulkannya, yaitu:
a. Narkotika
1) Narkotika golongan I, adalah narkotika yang paling berbahaya
karena memiliki daya adiktif paling tinggi. Golongan ini hanya
digunakan untuk penelitian dan ilmu pengetahuan. Contoh: ganja,
kokain, heroin.
2) Narkotika golongan II, adalah narkotika yang memiliki daya adiktif
kuat tetapi bermanfaat untuk pengobatan dan penelitian. Contoh:
petidin, morfin, opium, metadon.

3
3) Narkotika golongan III, adalah narkotika yang memiliki daya
adiktif ringan, bermanfaat untuk pengobatan dan penelitian.
Contoh: kodein.
b. Psikotropika
1) Psikotropika golongan I, memiliki daya adiktif yang sangat kuat,
belum diketahui manfaatnya untuk kesehatan dan sedang diteliti
khasiatnya. Contoh: MDMA, STP, ekstasi.
2) Psikotropika golongan II, memiliki daya adiktif yang kuat serta
berguna untuk pengobatan dan penelitian. Contoh: amfetamin,
metamfetamin.
3) Psikotropika golongan III, memiliki daya adiktif yang sedang serta
berguna untuk pengobatan dan penelitian. Contoh: pentobarbital,
alobarbital.
4) Psikotropika golongan IV, memiliki daya adiktif yang ringan serta
berguna untuk pengobatan dan penelitian. Contoh: diazepam,
allobarbital, alprazolam.

2. Data Penggunaan Narkoba di Indonesia


Berdasarkan aplikasi Sistem Informasi Narkoba (SIN), kasus
narkotika yang berhasil diungkap pada tahun 2012-2016 selalu
meningkat. Kenaikan paling tinggi terjadi pada tahun 2013 ke tahun 2014
yaitu sebesar 161,22% (Kemenkes RI, 2017).

Gambar 1. Data kasus narkotika dan prekursor narkotika yang berhasil


diungkap BNN pada tahun 2012-2016 (Kemenkes RI, 2017)

4
Jumlah tersangka yang berhasil diungkap pada tahun 2012-2016
juga meningkat setiap tahunnya. Peningkatan paling tinggi terjadi pada
tahun 2013 ke tahun 2014 yaitu sebesar 146, 03% (Kemenkes RI, 2017).

Gambar 2. Data tersangka dan prekursor narkotika yang berhasil


diungkap BNN pada tahun 2012-2016 (Kemenkes RI, 2017)

Berdasarkan data di atas, shabu merupakan narkoba yang paling


banyak diungkap kasusnya yaitu sebanyak 1867 kasus dibandingkan
ganja (128 kasus) dan ekstasi (98 kasus) (Kemenkes RI, 2017).

Gambar 3. Data kasus narkotika dan prekursor narkotika yang berhasil


diungkap BNN pada tahun 2012-2016 (Kemenkes RI, 2017).

Sama seperti gambar 3, tersangka yang ditangkap paling banyak


pada kasus shabu yaitu sebanyak 3059 kasus dibandingkan ekstasi (194
kasus) dan ganja (172 kasus) (Kemenkes RI, 2017).

Gambar 4. Data jumlah tersangka narkotika dan prekursor narkotika


yang berhasil diungkap BNN pada tahun 2012-2016 (Kemenkes RI, 2017)

5
Langkah yang dilakukan oleh BNN untuk menanggulangi kasus
narkoba adalah dengan rehabilitasi terhadap pecandu dan penyalahgunaan
narkoba. Selain itu, BNN juga mengadakan layanan pasca rehabilitasi
terhadap mantan pecandu dan penyalahgunaan narkoba. Tercatat bahwa
22.485 pecandu mengikuti rehabilitasi dan 10.782 mantan pecandu
mengikuti layanan pasca rehabilitasi. Kemudian, 15.971 pecandu telah
selesai mengikuti layanan rehabilitasi dan sebanyak 7.292 orang tidak
kambuh kembali. Pada layanan pasca rehabilitasi, sebanyak 9.408 mantan
pecandu telah selesai mengikuti layanan tersebut dan sebanyak 2.131
orang tidak kambuh kembali (Kemenkes RI, 2017).

Gambar 5. Data layanan rehabilitasi (Kemenkes RI, 2017)


Setiap hari 30-40 orang meninggal duniaakibat narkoba. Anak-
anak, remaja, dan dewasa, menjadi produsen, pengedar, dan pengguna,
narkotika di Indonesia (Suyatna, 2008).

3. Undang-Undang Tentang Penyalahgunaan Narkoba


Undang-undang tentang narkoba terbaru adalah UU Nomor 35
Tahun 2009 Tentang Narkotika. Beberapa hukuman yang akan diterima
oleh tersangka penyalahgunaan narkoba tertulis pada beberapa pasal di
undang-undang tersebut, yaitu:
a. Pasal 111
1) Setiap orang yang tanpa hak atau melawan hukum menanam,
memelihara, memiliki, menyimpan, menguasai, atau menyediakan
Narkotika Golongan I dalam bentuk tanaman, dipidana dengan
pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 12
(dua belas) tahun dan pidana denda paling sedikit

6
Rp800.000.000,00 (delapan ratus juta rupiah) dan paling banyak
Rp8.000.000.000,00 (delapan miliar rupiah).
2) Dalam hal perbuatan menanam, memelihara, memiliki,
menyimpan, menguasai, atau menyediakan Narkotika Golongan I
dalam bentuk tanaman sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
beratnya melebihi 1 (satu) kilogram atau melebihi 5 (lima) batang
pohon, pelaku dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau
pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun dan paling lama 20
(dua puluh) tahun dan pidana denda maksimum sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) ditambah 1/3 (sepertiga)
b. Pasal 117
1) Setiap orang yang tanpa hak atau melawan hukum memiliki,
menyimpan, menguasai, atau menyediakan Narkotika Golongan
II, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun
dan paling lama 10 (sepuluh) tahun dan pidana denda paling
sedikit Rp600.000.000,00 (enam ratus juta rupiah) dan paling
banyak Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah).
2) Dalam hal perbuatan memiliki, menyimpan, menguasai,
menyediakan Narkotika Golongan II sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) beratnya melebihi 5 (lima) gram, pelaku dipidana dengan
pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun dan paling lama 15
(lima belas) tahun dan pidana denda maksimum sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) ditambah 1/3 (sepertiga).
c. Pasal 122
1) Setiap orang yang tanpa hak atau melawan hukum memiliki,
menyimpan, menguasai, atau menyediakan Narkotika Golongan
III, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 2 (dua) tahun
dan paling lama 7 (tujuh) tahun dan pidana denda paling sedikit
Rp400.000.000,00 (empat ratus juta rupiah) dan paling banyak
Rp3.000.000.000,00 (tiga miliar rupiah).
2) Dalam hal perbuatan memiliki, menyimpan, menguasai,
menyediakan Narkotika Golongan III sebagaimana dimaksud pada

7
ayat (1) beratnya melebihi 5 (lima) gram, pelaku dipidana dengan
pidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 10
(sepuluh) tahun dan pidana denda maksimum sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) ditambah 1/3 (sepertiga).
d. Pasal 147
Dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun
dan paling lama 10 (sepuluh) tahun dan pidana denda paling sedikit
Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah) dan paling banyak
Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah), bagi:
1) Pimpinan rumah sakit, pusat kesehatan masyarakat, balai
pengobatan, sarana penyimpanan sediaan farmasi milik
pemerintah, dan apotek yang mengedarkan Narkotika Golongan II
dan III bukan untuk kepentingan pelayanan kesehatan;
2) Pimpinan lembaga ilmu pengetahuan yang menanam, membeli,
menyimpan, atau menguasai tanaman Narkotika bukan untuk
kepentingan pengembangan ilmu pengetahuan;
3) Pimpinan Industri Farmasi tertentu yang memproduksi Narkotika
Golongan I bukan untuk kepentingan pengembangan ilmu
pengetahuan; atau
4) Pimpinan pedagang besar farmasi yang mengedarkan Narkotika
Golongan I yang bukan untuk kepentingan pengembangan ilmu
pengetahuan atau mengedarkan Narkotika Golongan II dan III
bukan untuk kepentingan pelayanan kesehatan dan/atau bukan
untuk kepentingan pengembangan ilmu pengetahuan.
(Presiden RI, 2009)

4. Bahaya Penyalahgunaan Narkoba


Menurut Anggreni (2015) dan Darwis et al. (2017), bahaya yang
ditimbulkan dari ketergantungan narkoba adalah :
a. Seseorang yang mengkonsumsi narkoba pada dosis tertentu dapat
terkena halusinasi atau melihat suatu hal atau benda yang sebenarnya
tidak ada.

8
b. Organ-organ dalam tubuh, seperti otak dan jantung akan bekerja lebih
keras dari biasanya karena efek stimulan yang ditimbulkan. Pengguna
cenderung senang, gembira, dan bertenaga untuk sementara waktu.
Sayangnya, organ-organ dalam tubuhnya akan cepat rusak.
c. Narkoba dapat menekan sistem saraf pusat dan mengurangi aktivitas
fungsional tubuh, akibatnya pengguna akan merasa tenang dan tidak
sadarkan diri.
d. Pernafasan tidak bekerja dengan baik dan cepat lelah.
e. Pengguna narkoba akan merasakan efek ketergantungan dan
mengakibatkan dia bersifat pasif karena secara tidak langsung narkoba
telah memutus saraf-saraf dalam otaknya.
f. Jika terlalu lama mengkonsumsi narkoba, lambat laun organ-organ
tubuh akan rusak dan dapat terkena overdosis yang mengakibatkan
kematian.
g. Pengguna narkoba akan terlihat perubahan pada sikapnya seperti cepat
marah, mudah tersinggung, malas, sering menyendiri.
h. Apabila ketergantungan telah parah, saat tidak mengkonsumsi narkoba
dapat menimbulkan keadaan yang serius seperti kecemasan, cepat
marah, dan sakaw.
i. Dampak negatif dari narkoba juga terlihat pada penampilan fisik dari
pengguna, seperti penurunan berat badan secara drastis, muka pucat,
mata terlihat cekung, bibir kehitaman.

5. Pencegahan Penyalahgunaan Narkoba


Mencegah itu lebih baik daripada mengobati. Menurut Amanda
et al. (2017), ada 3 tingkat intervensi yang dapat dilakukan untuk
menanggulangi masalah penyalahgunaan narkoba, yaitu:
a. Primer, yaitu pencegahan sebelum penyalahgunaan terjadi atau
disebut sebagai fungsi preventif. Biasanya dalam bentuk pendidikan,
penyebaran informasi mengenai bahaya narkoba, atau pendekatan
melalui keluarga. Instansi pemerintah, seperti halnya BKKBN, lebih
banyak berperan pada tahap intervensi ini. Dalam menjalankan fungsi

9
ini, upaya yang harus di lakukan oleh pemerintah meliputi melakukan
sosialisasi secara berkala, pendirian lembaga-lembaga pengawasan,
membentuk aturan perundang-undangan dalam berbagai bentuk, dan
bahkan menjalin kerjasama inernasional baik bilateral, regional,
maupun multilateral. Selain itu, kegiatan yang dapat dilakukan seputar
pemberian informasi melalui berbagai bentuk materi komunikasi,
informasi, dan edukasi (KIE) yang ditujukan kepada remaja langsung
dan keluarga.
b. Sekunder, yaitu pada saat penggunaan sudah terjadi dan diperlukan
upaya penyembuhan (treatment). Fase ini meliputi: 1) fase
penerimaan awal antara 1-3 hari dengan melakukan pemeriksaan fisik
dan mental; 2) fase detoksifikasi dan terapi komplikasi medik, antara
1-3 minggu untuk melakukan pengurangan ketergantungan bahan-
bahan adiktif secara bertahap.
c. Tersier, yaitu upaya untuk merehabilitasi mereka yang sudah
memakai dan dalam proses penyembuhan. Tahap ini biasanya terdiri
atas: 1) fase stabilisasi, antara 3-12 bulan untuk mempersiapkan
pengguna kembali ke masyarakat; 2) fase sosialiasi dalam masyarakat
agar mantan penyalahguna narkoba mampu mengembangkan
kehidupan yang bermakna di masyarakat. Tahap ini biasanya berupa
kegiatan konseling, membuat kelompok kelompok dukungan, atau
mengembangkan kegiatan alternatif.
Selain itu, permasalahan remaja tersebut juga dapat ditangani
melalui 3 pendekatan yaitu:
a. Pendekatan agama (religius). Melalui pendekatan ini, mereka yang
masih ‘bersih’ dari dunia narkoba, senantiasa ditanamkan ajaran
agama yang mereka anut. Setiap agama mengajarkan pemeluknya
untuk menegakkan kebaikan dan menghindari kerusakan, baik pada
dirinya, keluarganya, maupun lingkungan sekitarnya. Sedangkan bagi
mereka yang sudah terlanjur masuk dalam lingkaran narkoba,
hendaknya diingatkan kembali nilai-nilai yang terkandung di dalam
ajaran agama yang diyakini. Dengan jalan demikian, diharapkan

10
ajaran agama yang pernah tertanam dalam benak mereka mampu
menggugah jiwa mereka untuk kembali ke jalan yang benar.
b. Pendekatan psikologis. Dengan pendekatan ini, mereka yang belum
terjamah narkoba diberikan nasihat dari hati ke hati oleh orang-orang
yang dekat dengannya, sesuai dengan karakter kepribadian mereka.
Langkah persuasif melalui pendekatan psikologis ini diharapkan
mampu menanamkan kesadaran dari dalam hati mereka untuk
menjauhi dunia narkoba. Adapun bagi mereka yang telah larut ke
dalam narkoba, melalui pendekatan ini dapat diketahui, apakah
mereka masuk dalam kategori pribadi yang ekstrovert (terbuka),
introvert (tertutup), atau sensitif. Dengan mengetahui latar belakang
kepribadian mereka, maka pendekatan ini diharapkan mampu
mengembalikan mereka pada kehidupan nyata, menyusun kembali
perjalanan hidup yang sebelumnya mulai runtuh, sehingga menjadi
utuh kembali.
c. Pendekatan sosial. Dengan menciptakan lingkungan keluarga dan
masyarakat yang positif. Hal ini dapat dilakukan melalui komunikasi
dua arah, bersikap terbuka dan jujur, mendengarkan dan menghormati
pendapat anak.
(Amanda et al., 2017)

6. Pengobatan Bagi Pecandu


Berdasarkan Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 Pasal 54,
55, dan 56, pemerintah memerintahkan rehabilitasi bagi pengguna
narkotika (Badri, 2016).
a. Pasal 54
Pecandu narkotika dan korban penyalahgunaan narkotika
wajib menjalani rehabilitasi medis dan rehabilitasi sosial.
b. Pasal 55
1) Orang tua atau wali dari Pecandu Narkotika yang belum cukup
umur wajib melaporkan kepada pusat kesehatan masyarakat, rumah
sakit, dan/atau lembaga rehabilitasi medis dan rehabilitasi sosial

11
yang ditunjuk oleh Pemerintah untuk mendapatkan pengobatan
dan/atau perawatan melalui rehabilitasi medis dan rehabilitasi
sosial.
2) Pecandu Narkotika yang sudah cukup umur wajib melaporkan
diriatau dilaporkan oleh keluarganya kepada pusat kesehatan
masyarakat, rumah sakit, dan/atau lembaga rehabilitasi medis dan
rehabilitasi sosial yang ditunjuk oleh Pemerintah untuk
mendapatkan pengobatan dan/atau perawatan melalui rehabilitasi
medis dan rehabilitasi sosial.
3) Ketentuan mengenai pelaksanaan wajib lapor sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur dengan Peraturan
Pemerintah.
c. Pasal 56
1) Rehabilitasi medis Pecandu Narkotika dilakukan di rumah sakit
yang ditunjuk oleh Menteri.
2) Lembaga rehabilitasi tertentu yang diselenggarakan oleh instansi
pemerintah atau masyarakat dapat melakukan rehabilitasi medis
Pecandu Narkotika setelah mendapat persetujuan Menteri.

III. KESIMPULAN
Badan Narkotika Nasional (BNN) telah melakukan pemberantasan
narkotika sangat baik, akan tetapi masyarakat tidak paham pada Undang-
Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkoba sehingga pengedar narkoba
diberi hukuman mati untuk efek jera. Sedangkan pada pengguna atau pecandu
narkoba akan diberikan rehabilitasi dan pemerintah menyiapkan panti
rehabilitasi dengan anggaran daerah. Sebagai masarakat, kita perlu
melakukan pencegahan dan penanggulangan terhadap narkoba serta turut
serta dalam mengawasi peredaran obat-obatan terlarang. Dengan begitu kita
dapat melindung generasi muda sebagai masa depan bangsa agar terhindar
dari narkoba yang dapat menjerumuskan mereka ke hal-hal negatif lainnya.

12
DAFTAR PUSTAKA

Amanda, P.M., Humaedi, S., & Santoso, M.B. 2017. Penyalahgunaan Narkoba di
Kalangan Remaja (Adolescent Substance Abuse). Jurnal Penelitian dan
PPM. 4 (2): 339-345.
Anggreni, D. 2015. Dampak Bagi Pengguna Narkotika, Psikotropika, dan Zat
Adiktif (NAPZA) di Kelurahan Gunung Kelua Samarinda Ulu. Jurnal
Sosiatri-Sosiologi. 3 (3): 37-51.
Badri, M. 2016. Program Rehabilitasi Bagi Penyalahgunaan Narkotika dalam
Persfekti Undang-Undang No. 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika. Jurnal
Ilmiah Universitas Batanghari Jambi. 16 (3): 12-18.
Darwis, A., Dalimunthe, G. I., & Riadi, S. 2017. Narkoba, Bahaya, dan Cara
Mengantisipasinya. Jurnal Pengabdian Kepada Masyarakat. 1(1): 36-45.
Kemenkes RI. 2017. Infodatin: Pusat Data dan Informasi Kementerian
Kesehatan RI. Kementerian Kesehatan RI. Jakarta.
Presiden RI. 2009. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 2009
Tentang Narkotika. Presiden RI. Jakarta.
Purba, E.L. 2017. Penerapan Metode Brainstorming dalam Pembuatan Iklan
Tentang Bahaya Narkoba. Majalah Ilmiah Inti. 12 (1): 26-32.
Suyatna, U. 2018. Evaluasi Kebijakan Narkotika pada 34 Provinsi di Indonesia.
Jurnal Ilmu-ilmu Sosial dan Humaniora. 2(2): 168-176

13

Anda mungkin juga menyukai