Anda di halaman 1dari 25

LAPORAN Referat jurnal Bedah Mulut

“Evaluasi Klinis dan Klasifikasi Pasien TMD


Menggunakan Kriteria Diagnostik TMD”

Disusun oleh :

Ruslim, Andre Kusuma


NIM. 1910027006

FAKULTAS KEDOKTERAN
PROGRAM STUDI PROFESI DOKTER GIGI
UNIVERSITAS MULAWARMAN
SAMARINDA
2020
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas rahmat
dan hidayah-Nyalah laporan Referat jurnal tentang TMD yang berjudul “Evaluasi Klinis
dan Klasifikasi Pasien TMD Menggunakan Kriteria Diagnostik TMD”. Laporan ini
disusun dari jurnal yang telah disetuji oleh penanggung jawab bidang Bedah Mulut yaitu drg.
Cristiani Nadia P, Sp. BM dan drg. Syahril Samad, Sp.BM. Saya mengucapkan terima kasih
kepada semua pihak yang telah membantu hingga terselesaikannya laporan ini.

Saya menyelesaikan laporan ini untuk memenuhi tugas dalam profesi kedokteran gigi.
Dan tentunya saya selaku penyusun juga mengharapkan agar laporan ini dapat berguna baik
bagi penyusun sendiri maupun bagi pembaca di kemudian hari.

Laporan ini sangat jauh dari sempurna. Oleh karena itu, saya selaku penyusun laporan
Referat jurnal tentang TMD yang berjudul “Evaluasi Klinis dan Klasifikasi Pasien TMD
Menggunakan Kriteria Diagnostik TMD” memohon maaf apabila ada yang tidak berkenan
dan salah dalam penulisan kata.

Samarinda, Februari 2020

Hormat saya,

Ruslim, Andre Kusuma

1
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...............................................................................................................1
DAFTAR ISI..............................................................................................................................2
BAB I. PENDAHULUAN.........................................................................................................3
BAB II. ISI.................................................................................................................................5
BAB III. PENUTUP.................................................................................................................19

DAFTAR PUSTAKA..............................................................................................................20
PERTANYAAN DAN JAWABAN………………………………………………………….21

2
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


TMD berdampak pada TMJ, otot pengunyahan dan atau menimbulkan berbagai gejala.
Gejala yang paling sering terjadi adalah rasa sakit, bunyi sendi, disfungsi mandibula yang
mempengaruhi kualitas hidup pasien. TMD tidak hanya menunjukkan satu tanda gejala.
Diagnosa yang benar susah dimengerti oleh pasien dan pemilihan perawatan yang tepat.
Kriteria Diagnosa untuk TMD (DC/TMD) dikembangkan oleh International Network for
orofacial pain dan berhubungan dengan metodologi kelainan (INFORM) . Ini merupakan
system klasifikasi berdasarkan bukti yang ada , dan dibagi menjadi 2 bagian untuk klinisi dan
tujuan penelitian. DC/TMD Axis 1 digunakan untuk pemeriksaan klinis dan diagnose dari
kelainan rasa sakit (myalgia, rasa sakit myofascial dengan rujukan, arthalgia, dan sakit kepala
yang berhubungan dengan TMD) atau TMD ( berpindahnya disc dengan atau tanpa reduksi,
subluxation dan kelainan sendi degeneratif). DC/TMD axis 2 berisikan penilaian intensitas
rasa sakit, disabilitas rasasakit, fungsi rahang, dan psychosocial. Sensitivitas yang dapat
diterima dan spesifik untuk diagnosis akurat telah diliat pada kelainan rasa sakit (Sensitivitas
≥0.86, kekhususan ≥ 0.98) dan TMD (Sensitivitas 0.80 dan kekhususan 0.97).
Pemeriksaan rasa sakit TMD mudah dan merupakan instrument valid pelaporan mandiri
dan merupakan bagian dari protocol DC/TMD axis 1. Protokol ini terdiri dari kelainan
pemeriksaan rasa sakit selama 30 hari dengan sensitivitas dan spesifiksitas ≥ 0.95. Protokol
ini terdiri dari 6 item yang mengevaluasi stimulasi rasa sakit oleh fungsi, pergerakan, dan
para fungsional. Protokol ini juga berfokus pada identifikasi pasien dengan rasa sakit TMJ
dan sakit kepala. DC/TMD axis 2 berfokus pada deteksi rasa sakit psikososial dan fungsi
tingkah laku. bagian ini memilki 5 instrumen pemerinksaan laporan mandiri yang simple.
Skala fungsi Pembukaan rahang-8 (JFLS-8) merupakan satu dari lima rekomendasi oleh
instrument pemeriksaan manurut Axis 2, dan mengevaluasi pembukaan rahang pada saat
mengunyah, membuka mulut, dan membuat verbal serta ekspresi emosional. Skala JFLS-8
skala 1,2,3 menilai efektivitas ketika mengunyah ketika item 4 memperlihatkan pembatasan
pembukaan mulut dan mobilitas rahang. yang terakhir item ke 5,6,7,8 mengevaluasi
keterbatasan dari verbal dan komunikasi emosional.

3
1.2 Tujuan
Tujuan dari penelitian ini adalah menilai frekuensi dari subgroup TMD berdsarkan
DC/TMD Axis 1. Tujuan lain penelitian ini adalah untuk menentukan rasa sakit yang
berhubungan dengan psikososial dan pembatasan tingkah laku dengan JFLS-8 yang
merupakan salah satu dari instrument DC/TMD Axis 2.

4
BAB II
ISI

2.1 Bahan dan Metode

128 pasien (92 perempuan dan 36 laki-laki) berumur 18 sampai dengan 50 tahun
dengan gejala TMD ( Merasa ada kontraksi otot atau kekakuan selama sehari otot masseter
atau temporal dan rasa sakit TMJ, kesulitan membuka mulut, dan terdapat bunyi TMJ pada
saat pergerakan rahang) berpartisipasi pada penelitian ini. Penelitian telah disetujui oleh
komite etik Universitas Gazi, Ankara, dan seluruh partisipan telah menandatangani informed
konsen. Penelitian ini dilakukan antara April dan Oktober 2016. Setiap partisipan
diberitaukan tentang detail dan standar klinis pemeriksaan dan diberikan pemeriksaan
DC/TMD axis 1 yaitu hubungan incisal setiap partisipan, gambaran deviasi dan defleksi
ketika membuka mulut, pergerakan lateral dan protusif rahang, munculnya suara TMJ selama
membuka dan menutup rahang dan adanya rasa sakit otot pengunyahan selama pemeriksaan
dan subgroup TMD dibuat berdasarkan hasil yang dikumpulkan. Pemeriksaan klinis
tambahan termasuk DC/TMD, TMJ dievaluasi dengan radiografi panoramic. Setiap
pemeriksaan dilakukan oleh 2 orang bedah mulut yang sama.

Pemeriksaan rasa sakit TMD pada quisioner bagian gejala untuk DC/TMD Axis 1,
digunakan untuk menginvestigasi ada atau tidaknya rasa sakit pada rahang atau temple area
dan rasa sakit atau kekakuan rahang pada saat bangun pagi selama 30 hari. sebagai tambahan,
partisipan juga menanyakan faktor yang mengubah tingkat rasa sakit (seperti, mengunyah
makanan keras atau kenyal, membuka mulut, menggerakkan rahang kedepan dan kesamping,
menggigit gigi secara bersamaan, menggeretakkan gigi, mengunyah permen karet, berbicara,
berciuman, dan menguap).

JFLS-8 digunakan pada DC/TMD Axis 2 pada penelitian ini. Tujuan JFLS-8 utnuk
mengevaluasi keterbatasan fungsi rahang. Keterbatasan yang mengarah pada TMD
diindikasikan dalam 8 item dan termasuk dalam perubahan mobilitas rahang (item ke-4),
pengunyahan (item ke 1-3) dan ekspresi verbal dan emosi (item ke 5-8), evaluasi ini terdiri
dari:

1. Mengunyah makanan keras


2. Mengunyah ayam
3. Makan makanan lembut termasuk tidak mengunyah

5
4. Membuka mulut yang lebar untuk minum dari cangkir
5. Menelan
6. Menguap
7. Berbicara
8. Tersenyum
Pasien akan ditanya apakah pada saat melakukan tindakan tersebut terdapat rasa sakit
atau tidak dengan memberikan skor 0-10. Penghitungan akan dibagi menjadi 4 group yaitu:
respon 0, respon 1-3, respon 4-6 dan respon 7-10, dari hasil yang ada lalu akan dievaluasi
yang dihubungkan dengan kelainan TMD.

2.2 Analisis Statistik

Efek variable gender dan umur pada TMJ dan rasa sakit otot pada pasien dengan
diagnose DC/TMD yang berbeda telah di dirata-rata dengan menggunakan shi-square. Tes
non-nparametric cruskal walling digunakan untuk skor distribusi yang tidak normal pada
JFLS-8. Semua statistic di evaluasi menggunakan SPSS versi 21.0 dan MS-Excel 2007.

2.3 Hasil

Total pasien dengan TMD adalah 128 (71.9% perempuan, 25.1% laki-laki; jarak umur
18-50 tahun) dimasukkan pada penelitian dan dianalisa. Hasil dari pemeriksaan rasa sakit
TMD menunjukkan 12 pasien (9.4%) memiliki rasa sakit terus menerus atau berkelanjutan
selama 30 hari. pada penelitian 97 pasien (75.8%) dilaporkan memiliki rasa sakit atau kaku
rahang pada saat bangun tidur. Rasa sakit pada rahang atau temple area di satu sisi semakin
memburuk selama 30 hari terakhir dengan mengunya makanan keras dan kenyal (78.1%),
membuka mulut atau menggerakkan rahang kedepan atau kesamping (75.8%), menahan gigi
bersamaan, clenching, grinding, mengunyah permen karet (78.1%) dan aktivitas seperti
berbicaran, berciuman dan menguap (82%).

Hasil dari pertanyaan dari pasien yang memiliki sakit kepala yang termasuk daerah
bagian kepala pada 30 hari telah dinilai. Sakit kepala pada tempel area dilaporkan 53 pasien
(41.4%), termasuk 48 perempuan dan 5 laki-laki dengan paling banyak diderita oleh
perempuan dan relasi ditemukan signifikan.

6
Hasil pemeriksaan DC/TMD Axis 1 dijelaskan dengan single diagnosis tetapi yang
banyak yang dikombinasikan dengan diagnosis lain ditunjukkan pada tabel 1. Diantara 128
terdapat 120 pasien (93.75%) memiliki TMD disertai rasa sakit pada otot. hanya 26 pasien
memiliki TMD murni tidak disertai rasa sakit pada otot. Myalgia merupakan kelainan rasa
sakit pada otot dengan adanya perpindahan disk dengan reduksi (DDwR). Rasa sakit
myofascial berhubungan dengan pasien dengan kelainan rasa sakit pada otot dengan
perpindahan disk tanpa reduksi dengan pembukaan terbatas (DDw/oRwLO) dan subluksasi.
Perpindahan disk dengan reduksi (53.1%) paling banyak di temukan pada TMD, diikuti
dengan rasa sakit myofascial dengan yang dirujuk (43.8%) dan myalgia (36%).

Frekuensi perbedaan diagnose DC/TMD Axis 1 antara gender dan umur di tunjukkan
pada tabel 2. Digunakan untuk mengetahui keterbatasan fungsi rasa sakit yang berhubungan
dengan TMD. 8 item yang memiliki realibitas menurut JFLS-8 adalah 1: mengunyah
makanan keras, 2: mengunyah ayam (yang dipersiapkan dari oven), 3: makanan lembut tanpa
perlu mengunyah, 4: membuka mulut yang lebar pada saat minum dari gelas, 5: menelan, 6:
menguap, 7: berbicara, 8: tersenyum. Menurut dari JFLS-8 skor keterbatasan fungsi rahang
tertinggi pada saat mengunyah makanan keras (50%), dan menguap (67%) (table 3).

7
Didalam penelitian ini JFLS-8 menghitung skor TMD menggunakan DC/TMD
menggunakan uji Kolmogorov Smirnov untuk menganalisa normalitas dan uji Kruskal willis
untuk membandingkan 6 subgroup TMD ( DDwR: Peerpindahan disc dengan reduksi;
DdwRwIL: perpindahan disc dengan reduksi diikuti locking terus menerus; DDw/oRwLO:
perpindahan disc tanpa reduksi diikuti keterbatasan membuka; DDw/oRw/oLO: Perpindahan

8
disc tanpa adanya reduksi tanpa keterbatasan membuka; Subluksasi; DD: penyakit
degeneratif).

DDwR adalah tahap awal gangguan disk. Kelainan gangguan timbul dari
perpanjangan ligament kapsul dengan penipisan cakram articular. Faktor etiologi DDwR
disebabkan oleh gaya biomekanis abnormal yang terjadi pada kondilus mandibula, yang
mengubah bentuk dan fungsi jaringan artikularis yang umumnya menyebabkan suara pada
articular yang menyebabjan suara pada articular selama pembukaan dan penutupan mulut.
Perubahan ini biasanya diakibatkan oleh trauma makro dan mikro. Trauma makro dapat
terjadi karena kecelakaan lalulintas atau pukulan wajah yang menyebabkan trauma
mandibular. Sumber mikro trauma diakibatkan adanya bruxism, stress, clenching,
parafungsional, dan maloklusi (Tarigan, 2019)

DdwRwIL adalah keadaan dimana tidak kembalinya kondilus ke fosa setelah bergerak
ke anterior sehingga menyebabkan Locking. Keadaan ini diperparah dengan adanya
kebiasaan buruk seperti bruxism, stress, clenching, dan maloklusi (Lee et.al, 2017)

DDw/oRwLO adalah keadaan dimana articular disc tidak mengalami pemendekan


akan tetapi menyebabkan keterbatasan membuka mulut. Keterbatasan membuka mulut
didefinisikan <40mm antara insisiv incisal edge maxilla dan mandibula ketika membuka
mulut (Young, 2015).

DDw/oRw/oLO adalah sebuah kelainan intracapsular biomechanical meliputi


condyle-disc kompleks. Pada saat posisi menutup mulut, disc berada relative ke posisi
anterior dari kepala condylar dan disc tidak mengalami pengurangan ketika membuka mulut.
perpindahan ke medial dan lateral disc dapat terjadi (Shiffman et.al, 2014).

DD adalah kelainan degenerative yang meliputi karakteristik sendi diakibatkan


penurunan jaringan articular karena ada perubahan tulang pada condyle dan atau eminence
articular (Shiffman et.al, 2014).

Subluxasi adalah kelainan hypermobility termasuk disc-condyle dan articular


eminence. Pada saat membuka mulut disc-condyle berada di anterior dari articular eminence
dan tidak dapat menutup pada saat keadaan normal tanpa ada manipulative gerakan
tambahan. Ketika pasien dapat mengembalikan dislokasi ini sendiri maka disebut subluksasi
(Shiffman et.al, 2014).

9
2.3 Diskusi

DC/TMD memiliki 2 sistem Axis (Axis 1 dan 2). Diagnosa kelainan TMD yang telah
terjadi di tentukan oleh pemeriksaan fisik Axis 1. Axis 2 terdiri dari psikososial dan
kebiasaan yang di analalisi mengguanakan quisioner. dengan Axis 2 efek faktor psikososial
dan kebiasaan pada perawatan dapat di evaluasi. Oleh karena itu DC/TMD menentukan
frekuensi subgroup menggunakan pemeriksaan klinis Axis 1 pada populasi pasien TMD.
Pasien paling banyak menunjukkan diagnose yang kombinasi. Hasil yang di tunjukkan 26
pasien dengan TMD memiliki single diagnosa dengan koresponden 20% dari populasi. hasil
ini di bandingkan dengan hasil penelitian dimana pasien memiliki 33% TMD berdasarkan
diagnosa DC/TMD.

Myalgia merupakan kelainan rasa sakit otot yang paling banyak terjadi bersamaan
dengan perpindahan disc dengan reduksi. Rasa sakit myofascial dengan rujukan lain
merupakan rasa sakit pada otot pada pasien dengan DDw/oRwLO. DDwR merupakan
frekuensi terbanyak pada diagnosa Axis 1 diikuti dengan rasa sakit myofascial dengan
rujukan lain (43%) dan myalgia, dalam literatur kelainan otot paling menonjol dalam
kelainan artikularis. Perbedaan hasil dalam penelitian bias saja terjadi karena heterogenitas
kecil pasien dalam populasi. akan tetapi perbandingan frekuensi yang rendan dari kelainan
otot juga telah dilaporkan pada penelitian pasien asia dengan TMD.

Myalgia adalah rasa sakit otot yang terjadi karena adanya pergerakan rahang, fungsi,
atau parafungsional dan terjadi karena adanya rangsangan dari otot pengunyahan. Rasa sakit
myofascial adalah sumber rasa sakit otot yang menggambarkan myalgia dengan daerah rasa
sakit hanya pada saat dipalpasi disekitar otot (Schiffman et.al, 2014).

Evaluasi demografi dari populasi pasien TMD menunjukkan prevalensi perempuan


tiga kali lebih banyak dari laki-laki. TMD lebih banyak terlihat pada perempuan karena
hormonal, posturan, emosional, adapun yang lain struktur oto dan predisposisi genetik.
Dengan penelitian yang sama gender perempuan merupakan faktor penting dari etiologi
TMD. Prevalensi sakit kepala pada temple area kepala pada 30 hari terakhir jugs signifikan
tinggi pada perempuan.

Frekuensi dan keparan tan dan gejala TMD meningkat pada dekade ke-2 dan ke-4
yang banyak terjadi pada perempuan. Han dan Harrison melaporkan 30% perempuan diantara
umur 20-40 tahun memiliki rasa sakit myofascial. Pendapat lain, Velly et.al. meleaporkan

10
bahwa umur tidak berhubungan dengan rasa sakit myofascial. Sama dengan penelitian ini,
efek umur dan rasa sakit pada otot tidak terlihat signifikan.

Menurut rasa sakitnya 90.6% pasien dilaporkan memiliki rasa sakit yang berulang dan
terusmenerus pada 30 hari terakhir. Rasa sakit merupakan keluhan utama TMD. Rasa sakit
dapat diperparah dengan aktivitas seperti berbicara, berciuman, dan menguap. TMD yang ada
sekarang ini ditemukan lebih signifikan bersamaan dengan keterbatasan fungsional rahang.
Pemeriksaan TMD untuk sekarang dapat menditeksi rasa sakit TMD pada rutinitas sehari-
hari. Ini merupakan metode yang cepat dan simple. Pemeriksaan rasa sakit , pasien dapat
diberitahukan tentanf patologi dan apa yang dokter gigi lakukan untuk pemeriksaan guna
mengurangi resiko TMD, dengan prosedur yang lebih pendek dan mesuport pasien selama
perawatan.

DC/TMD Axis 2 mengevaluasi status psikososial dan kebiasaan pasien. JFLS, 1 dari
instrument Axis 2, membantu menilai keterbatasan pengunyahan (item1-3), pergerakan
rahang (item 4), verbal dan ekspresi emosional (item 5-8).

Item dari skala ini termasuk dalam kegiatan sehari-hari dan menentukan keparahan
gejala dan keterbatasan pergerakan rahang. Pasien dengan DDw/oRwLO pada keterbatasan
fungsi di dalam item 1,2, dan 4 dari JFLS-8 memiliki skor yang tinggi ketika dibandingkan
dengan DDwR. Berdasarkan hasil keterbatasan pengunyahan dan pergerakan merupakan
masalah utama pada pasien. di satu sisi, pasien dengan DDw/oRwLO dan DD pada
keterbatasan fungsi dalam item 5 pada penentuan berbicara dan komunikasi emosional
memiliki skor yang lebih tinggi dibandingkan dengn DDwR. Berdasarkan hasil ini perbedaan
keterbatasan pembukaan dengan derajak kelebaran dapat di lihat pada masing-masing
subgroup TMD. Keterbatasan dalam penelitian ini berhubungan dengan kecilnya jumlah
sampel dan perlu ditambah kembali jumlah partisipan guna meningkatkan hasil penelitian.

2.4 Perawatan TMD

PERAWATAN OKLUSI : DENTAL PROSEDURAL.

Hubungan antara TMD dan oklusi berlanjut menjadi issue kotroversial di kedokteran
gigi. Berdarasrkan beberapa sumber menunjukkan prevalensii maloklusi sama dengan
populasi TMD dan di dalam populasi secara umum. Karakteristik gigitan berhubungan

11
dengan resiko pembentukkan TMD; bebrapa karakteristik juga dapat lebih berdampak pada
TMD. Asymetri dan retrognatia mandibula juga berhubungan dengang perpindahan disc
(Mariam, 2019)..

System stogmatognati adalah kemampuan yang baik untuk beradaptasi dalam


perubahan termasuk perubahan gigitan. Dari konstannya pertumbuhan gigi/perubahan gigi,
kehilangan gigi dan rehabilitasi adalah system adaptasi (Mariam, 2019).

Kemampuan dari kontak ini untuk membentuk atau memperparah patologi dimana
berhubungan dengan gagalnya system adaptasi pasien dan multiple faktor. Pada percobaan
eksperimental, yang telah dilihat dari kesehatan individual, aktivitas elektromiography dari
masseter berkurang untuk mencegah kontak gigi dan kelainan dimana populasi dengan
myofascial TMD terdiri dari kebiasaan dan tidak hanya tidak terlihatnya respon. Dampak
yang terbentuk pada rasa sakit otot dan sakit kepala lebih besar pada seseorang dengan
parafungsional yang tinggi.

Tidak ada bukti yang mendukung perawatan dari TMD bergantung pada metode
oklusi. TMD akan berulang dan stabilitasnya masih bersifat definitive dan perawatan
irreversible pada oklusi menjadi alasan tidak berhubungan dengan TMD (Mariam, 2019).

OCCLUSAL ADJUSTMENT

jika tidak adanya bukti dikarenakan hubungan maloklusi dengan terbentuknya TMD,
maka tidak ada pembenaran bahwa prosedur irreversible pada pasien dijadikan landasasan
sebagai tujuan terapeutik. Issue yang bermunculan adalah sebagai stabilisasi , penyesuaian
dibutuhkan untuk efektivitas mastikasi dan mencegah kekuatan gigi pada pasien dengan
TMD yang memiliki gejala dari oklusi (Mariam, 2019).

PEMBEDAHAN

Etiologi yang belum ditentukan dan tidak jelasnya patofisiologi, perawatan


pembedahan dati TMD adalah pendekatan yang paling kontroversial dalam bidang bedah
mulut dan maksilofacial. Pembedahan TMJ dilakukan untuk pasien yang memiliki rasa sakit
TMJ dan disfungsi yang sulit diatasi dengan perawatab non-pembedahan dan ketika gejala
mengakibatkan kerusakan yang signifikan (Mariam, 2019).

12
ARTHROCENTESIS

Arthricentesis aman dan prosedur yang cepat untuk menangani TMD parah. Block
auriculotemporal dan infiltrasi pada untuk daerah penetrasi sendi dapat menggunakan
anastesi lokal. Teknik ini termasuk dengan memasukkan 2 jarum kedalam TMJ sepanjang
garis canthal-tragal; pertama diletakkan diatas sendi compartement dan yang kedua pada
anterior untuk memastikan apakah sudah benar pada TMJ lavage. Sekali ruang sendi
dimasukkan dengan ringer laktat. Lavage dapat ditemukan dengan pembedahan dengan
menggunakan 100 mL cairan. Pada prosedur akhir, sodium hyaluronate dapat menjadi agen
untuk perawatan kelainan TMJ (gambar 1) (Mariam, 2019).

ARTHROSCOPY

Pada akhir 1980 dan 1990 banyak penelitian tentang TMJ arthroscopy telah
dilakukan. Teknik pembedahan termasuk dari pembersihan arthroscopic dari perlekatan upper
joint compartement dengan sebuah blunt trocar dan lavage dari jarak sendi. Keuntungan
utama prosedur ini dapat dilihat setalah 30 menit menggunakan single Teknik dan penusukan
yang aman.

Gambar 1. Arthtrosentesis TMJ

TMJ adalah sendi synovial dengan 2 kavitas sendi (atas dan bawah), dengan
intervening articular disc. Volume cairan di atas dan bawah kompartemen penting untuk
dimengerti. Volume normal bagian atas sendi mendekati 2mL; meskipun ini dapat meningkat
menjadi 6 mL dengan patologi. Bagian bawah mendekati 1 mL dan dapat meningkat menjadi
2 mL. Arthroscopy dapat dilakukan dengan anastesi lokal atau general anastesi. Lidocaine
dengan epinephrine dapat disuntikkan secara subkutan untuk hemostasis daerah penusukkan.

13
Ringer laktat lalu dimasukkan pada kavitas atas sendi dan penusukkan menggunakan trocar
yang tajam 1.9-2.3 mm arthtroscope dapat di aplikasikan sepanjang garis tragachantal,
mendekati 1 cm anterior sampai dengan midtragus (Mariam, 2019).

Obturator diletakkan pada 2.7mm canulla, lebih ke anterior dan lebih keatas
sepanjang jalur 2 jarum yang telah di tusukkan. Ketika obturator menyatu dengan lapisan
yang resisten ini akan terlepas oleh karena itu permukaannya harus lebih tajam agar dapat
lebih terpenetrasi ke atas dari joint space. Dengan menggunakan ringer laktat solution akan
mempermudah peletakkan pada posisi canula. Ketika telah pada tempat yang tepat tekanan
balik atau pistoning akan lebih terasa sepanjang pergerakkan mandibula (Mariam, 2019).

Ketika lapisan telah terganti, jarun 18 gauge digunakan untuk jalur aliran keluar
sementara ketika arthtroscope dimasukkan dan hati-hati pada tindakan ini di sekitar atas joint
space. Perawatan diagnostic arthroscopi dimulai dengan konfirmasi pada saat dimasukkan
pada sendi, dengan mengidentifikasi tanda pada posterior-superior joint space (gambar 2).
Ketika pemeriksaan fosa glenoid lengkap, arthroscope seharusnya berada di joint disc.
Pergerakan disc dilihat dengan arthroscope di posisi lateral. Untuk pemeriksaan ceruk
anterior conyle berada di fossa temporal. Dengan telah menentukan panjang dengan trocar
pertama , makan penusukkan kedua pada titik tusuk akan lebih stabil. Tusukan kedua
dilakukan 90 drajat untuk pertama, pembedahan dapat dilakuakn untuk melihat jalur masuk
dari trocar kedua pada ceruk anterior (Mariam, 2019).

Lysis dan lavage ada karena rusaknya perlekatan permukaan articular oleh serum
abundant dan ketika pergerakan mandibula pasien pada saat tidur. Jahit TMJ untuk stabilisasi
lebih kearah posterior ini adalah kelebihan teknik arthroscopic.

Gambar 2. TMJ arthroscopic, superior space

14
PROSEDUR PEMBEDAHAN TERBUKA

Multiple pembedahan terbuka telah dijelaskan dalam literatur penanganan kelainan


disc TMJ, Termasuk :

 reposisi disc
 discectomy
 pemindahan disc
 TMJ prosthesis

Sayatan pendek dibuat dengan panjang 3 cm. Sayatan dilakukan pada lipatan kulit
preauricular di posterior pembuluh temporal superficial dan nervus auriculotemporal.
Pemotongan dilakuakn dengan gunting kearah bawah kartilago tragal, kurang lebih 12-15mm
ke jaringan subkutan. Manipulasi digital diperlukan untuk mengidentifikasi arch zygomatic
dan condyle pada fossa ketika mandibula ke lateral. Pada kondisi ini diatas arch zygomatic,
8mm di depant kartilago tragal dilakukan pemotongan dengan gunting tegak lurus dengan
arch, hati-hati dengan facia otot temporal dibawah jaringan lemak. Pemotongan ini
dilanjutkan ke arah anterior untuk membuka cairan articular. Ketika kapsul lateral telah
terlihat, superior joint space di masukkan 2mL dari 1% lidocaine 1:100.000 epinephrine
untuk menganastesi inferior disc. Perlekatan lateral capsular di sayat superfisial dengan blade
#15 dengan sudut 45 drajat dari asperk inferior ke superior. Elevator freer digunakan untuk
masuk superior join space secara superficial. Harus dijaga agar tidak mencederai perlekatan
posterior dari disc ketika menyayat lapisan atas (Mariam, 2019).

Kapsul dijait menganggunakan benang 4/0, jaringan terdalam yang membentang di


capsule juga di tutup dengan benang 4/0. Rapatkan insisi endaural dengan menjahit ujung
dari tragal dengan menggunakan benang 5/0 (Mariam, 2019).

REPOSISI DISC

15
Pemeriksaan disk diperiksa untuk deformitas dan perforsi. Mobilitas disc dievaluasi
dengan menarik menggunakan forcep. Reposisi disc dilakukan dengan menahan reseksi dari
perlekatan patologi posterior dari sutura posterior dan lateral.

Beberapa sumber sukses menggunakan minianchor (titanium condylar implant)


untuk stabilisasi yang lebih baik dari disc yang dalam posisi lebih patologi. Mini anchor
adalah sebuah logam yang dimasukkan kedalam perlekatan sutura yang diletakkan pada
posterolateral kepala condylar. Penjahitan digunakan untuk menahan kepala condylar bagian
lateral dan posterior (gambar 3) (Mariam,2019).

Gambar 3. Penggantian disc TMJ menggunakan Mitek anchor

DISEKTOMY

Jika deformitas disc yang telah ditentukan tidak dapat diselamatkan maka dilakukan
pendekatan disektomy. Disektomy dilakukan untuk beberapa kasus:

 Perforasi disc yang tidak dapat diperbaiki


 Perpindahan tempat yang parah
 Disc yang telah kehilangan elastisitas dan deformasi
 Rasa sakit yang belangsung lama dan disfungsi TMJ ketika setelah reposisi
disc

Sebagian dan total sidektomy telah dijelaskan dalam literatur. Condyle akan secara
sendirinya berubah untuk menghilangkan adanya kelainan atau osteophytes. Setelah

16
disektomy beberapa otot pengunyahan dan sendi akan kaku, beberapa kasus periode ini akan
berlangsung mingguan sampai bulanan. Posdisektomy physical therapy penting dilakukan
karena membantu pasien menstabilkan pergerakan sendi selama masih dirasa berguna
(Mariam, 2019).

PERGANTIAN DISC

Banyak prosedur arthroplasty bersamaan dilakukan untuk membentuk kembali dan


reposisi disc, menghilangkan dan memindahkan tempat disc dengan beberapa material disc
sementara atau permanen (gambar. 4).

Gambar 4. Gambaran intraoperative TMJ menunjjukkan dermis interposisi graft setelah disektomy

Telah beberapa tahun numerous implant dan autogenous material digunakan untuk
menggantikan disc, meskipun reaksi tubuh terhadap benda asing telah dilaporkan akan
menolar material yang tidak ideal (Mariam,2019). Keuntungan yang nyata darijaringan
autogenous untuk menggantikan disc belum jelas dan melakukan donor memiliki kesulitan
dalam penjangkaran beberapa material graft untuk membentuk kembali jaringan ( jaringan
retrodiscal, perlekatan otot lateral pterygoid atau lateral condylar head) problematika teknin
menjadi fokus dari ahlibedah. Dalam peneltian pada hewan menunjukkan autogenous graft
setelah disektomy menunjukkan hasil yang baik (Mariam, 2019).

TMJ BUATAN

Tujuan utama dari alloplastic keseluruhan untuk menggantikan TMJ (gambar. 5)


adalah jangka panjang dalam memperbaiki fungsi mandibula dan membtuknya kembali. TMJ
sangat penting untuk pengunyahan, berbicara, membantu jalan nafas dan penelanan.

Rekonstrusi TMJ diindikasikan dengan kondisi:

17
 Inflamasi arthritis meliputi TMJ tidak responsive terhadap perawatan.
 Fibrosis/ankylosis tidak responsif terhadap perawatan
 Keegagalan jaringan pembentuk graft atau rekonstruksi sendi alloplastic
 Kehilangan tinggi vertical mandibular dan atau hubungan gigitan yang
menyebabkan resopsi tulang, trauma, terbentuknya abnormalitas atau lesi
patologi.

Gambar 5. Intraoperative view dari TMJ prothesis

18
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian ini menunjukkan bahwa DC/TMD merupakan metode
diagnosa yang sangat berguna untuk mengidentifikasi rasa sakit yang berhubungan dengan
pasien TMD. Metode ini dapat digunakan sebagai peralatan tambahan untuk klinis dan tujuan
penelitian diagnose TMD dengan evaluasi kriteris dalam Axis 1 dan 2.

19
DAFTAR PUSTAKA

Alpaslan, C., Yaman, D. 2019. Clinical evaluation and classification of patients with
temporomandibular disorders using 'diagnostic criteria for temporomandibular
disorders'. original research article

Mariam,GP., Ignacio, EG., Adekaida, ADG., Jose, LD., Pardo, dV., Alfonso, GM. 2019.
Temporomandibular disorders: improving outcames using a multidiciplinary
approach. journal of multidisciplinary healthcare.

Tarigan, M, Hairunnisa, R. 2019. Perawatan Disc displacement with reduction pada kasus
open bite anterior menggunakan splin reposisi anterior. journal of syah kuala
dentistry society.

Lee, MO., Lee, YH., Kang, SK., Chun, YH., Hong, JP., Auh, QS. 2017. Relationships
between intermittent locking history and self-reported bruxism in TMJ. Journal oral
medicine and pain.

Young, AL. 2015. Internal derangements of the TMJ: A review of the anatomy, diagnosis,
and management. The Journal of Indian Prosthodontic Society.

Schiffman, E., Ohrbach, R., Truelove, E., Look, John., Anderson, G., Goulet, JP., List, T.,
Svensson, P., Gonzales, Y., Lobbezoo, F., Michelotti, A., Brooks, SL., Ceusters, W.,
Drangsholt, M., Ettlin, D., Gaul, C., Goldberg, LJ., Haythornthwaite, JA., Hollender,
L., Jensen, R., John, MT., Laat, AD., Leeuw, RD., Maixner, W., Maulen, M., Murray,
GM., Nixdorf, DR., Palla, S., Peterson, A., Pionchon, P., Smith, B., Visscher, CM.,
Zakrzewzka, J., Dworkin, SF. 2014. Diagnostic criteria for TMD (DC/TMD) for
clinical and researcher applications: recommendations of international RDC/TMD
consortium network* and orofacial pain special interest group. Journal of oral and
facial pain and headache.

20
PERTANYAAN DAN JAWABAN
1. Apa saja Subgroup TMD?
2. Bagaimana Protokol Axis 1?
3. Apa Indikasi Arthocentesis?
4. Bagaimana cara mereposisi dislokasi mandibula?
5. Apakah JFLS-8 bila diterapkan di Indonesia tetap menggunakan ayam untuk
mengunyah?

JAWABAN:
1. Berikut beberapa subgroup TMD:

- DDwR adalah tahap awal gangguan disk. Kelainan gangguan timbul dari
perpanjangan ligament kapsul dengan penipisan cakram articular. Faktor etiologi
DDwR disebabkan oleh gaya biomekanis abnormal yang terjadi pada kondilus
mandibula, yang mengubah bentuk dan fungsi jaringan artikularis yang umumnya

21
menyebabkan suara pada articular yang menyebabjan suara pada articular selama
pembukaan dan penutupan mulut. Perubahan ini biasanya diakibatkan oleh trauma
makro dan mikro. Trauma makro dapat terjadi karena kecelakaan lalulintas atau
pukulan wajah yang menyebabkan trauma mandibular. Sumber mikro trauma
diakibatkan adanya bruxism, stress, clenching, parafungsional, dan maloklusi
(Tarigan, 2019)

- DdwRwIL adalah keadaan dimana tidak kembalinya kondilus ke fosa setelah


bergerak ke anterior sehingga menyebabkan Locking. Keadaan ini diperparah
dengan adanya kebiasaan buruk seperti bruxism, stress, clenching, dan maloklusi
(Lee et.al, 2017)

- DDw/oRwLO adalah keadaan dimana articular disc tidak mengalami pemendekan


akan tetapi menyebabkan keterbatasan membuka mulut. Keterbatasan membuka
mulut didefinisikan <40mm antara insisiv incisal edge maxilla dan mandibula ketika
membuka mulut (Young, 2015).

- DDw/oRw/oLO adalah sebuah kelainan intracapsular biomechanical meliputi


condyle-disc kompleks. Pada saat posisi menutup mulut, disc berada relative ke
posisi anterior dari kepala condylar dan disc tidak mengalami pengurangan ketika
membuka mulut. perpindahan ke medial dan lateral disc dapat terjadi (Shiffman
et.al, 2014).

- DD adalah kelainan degenerative yang meliputi karakteristik sendi diakibatkan


penurunan jaringan articular karena ada perubahan tulang pada condyle dan atau
eminence articular (Shiffman et.al, 2014).

- Subluxasi adalah kelainan hypermobility termasuk disc-condyle dan articular


eminence. Pada saat membuka mulut disc-condyle berada di anterior dari articular
eminence dan tidak dapat menutup pada saat keadaan normal tanpa ada
manipulative gerakan tambahan. Ketika pasien dapat mengembalikan dislokasi ini
sendiri maka disebut subluksasi (Shiffman et.al, 2014).

2. Pemeriksaan dengan prtokol Axis 1 yaitu pemeriksaan:

a. Hubungan insical

22
b. Gambaran deviasi dan defleksi ketika membuka mulut

c. Pencatatan lateral dan protusif rahang

d. Munculnya suara TMJ ketika membuka dan menutup rahang

e. Pengevaluasian dengan panoramic


3. Indikasi Arthocentesis :
a. Untuk pasien DDwR dan DDw/oR
b. Pembukaan mulut terbatas
c. pasien dgn synovitis/capsulitis
d. Akut degenerative rheumatoid atritis
e. Pasien dengan rasa sakit disertasi bunyi sendi pada pada saat membuka
atau menutup mulut

4. Tahapan dalam prosedur Hipocrates :

a. Operator berada didepan pasien, letakkan ibu jari pada daerah retromolar
pad (di belakang gigi molarterakhir) pada kedua sisi mandibula

b. jarijari yang lain memegang permukaan bawahdari mandibula perlu


diperhatikan disini bahwa operator harus melindungi jari jarinya
darigigitan pasien secara tiba tiba saat mandibula direposisi yaitu dengan
cara membungkus kedua ibu jari dengan kassa,

c. berikan tekanan pada gigi-gigi molar rahang bawah untuk membebaskan


kondilus dariposisi terkunci didepan eminensia artikulare,

d. dorong mandibula kebelakang untuk mengembalikan keposisi anatominya,

e. reposisi yang berhasil ditandai dengan gigi-gigi kembali beroklusi dengan


cepat karena spasme dari otot masseter,

f. pemasangan head bandage

23
5. Pada saat ingin mengganti pertanyaa JFLS-8 di Indonesia menurut saya bias
ditanyakan kepada pasien apakah pada saat mengunya permen karet merasakan
sakit pada sendinya atau tidak.

24

Anda mungkin juga menyukai