Makalah Ayat-Ayat Manajemen Surah
Makalah Ayat-Ayat Manajemen Surah
TAFSIR AYAT
TUGAS DAN KEWAJIBAN
Disusun Oleh :
Allah Swt. berfirman bahwasanya hendaklah ada dari kalian sejumlah orang
yang bertugas untuk menegakkan perintah Allah, yaitu dengan menyeru orang-orang
untuk berbuat kebajikan dan melarang perbuatan yang mungkar; mereka adalah
golongan orang-orang yang beruntung.
Makna yang dimaksud dari ayat ini ialah hendaklah ada segolongan orang dari
kalangan umat ini yang bertugas untuk mengemban urusan tersebut, sekalipun urusan
tersebut memang diwajibkan pula atas setiap individu dari umat ini. Sebagaimana
yang disebutkan di dalam kitab Sahih Muslim dalam sebuah hadis dari Abu Hurairah.
“ ْ َفإنْ َل ْم َيسْ َتطِ ع،ِ َفإنْ َل ْم َيسْ َتطِ عْ َف ِبلِ َسا ِنه،َمنْ َرأَى ِم ْن ُك ْم ُم ْن َكرً ا َف ْلي َُغيِّرْ هُ ِب َيده
ان
ِ ك م َِن اإلي َم َ ِْس َو َرا َء َذل َ “و َلي
َ :ٍ َوفِي ِر َوا َية.”ان ِ َو َذل َِك أضْ َعفُ اإلي َم،َِف ِب َق ْل ِبه
”ح َّب ُة َخرْ د ٍَل
َ
، أَ ْخ َب َر َنا إِسْ مَاعِ ي ُل بْنُ َجعْ َف ٍر، ُّ َح َّد َث َنا ُس َل ْي َمانُ ْالهَاشِ مِي:َقا َل اإْل ِ َما ُم أَحْ َم ُد
ِّْن َع ْب ِد الرَّ حْ َم ِن اأْل َ ْش َهلِي
ِ َعنْ َع ْب ِد هَّللا ِ ب،أَ ْخ َب َرنِي َعمْ رو بْنُ أَ ِبي َعمْ ٍرو،
Imam Turmuzi dan Imam Ibnu Majah meriwayatkannya melalui hadis Amr
ibnu Abu Amr dengan lafaz yang sama. Imam Turmuzi mengatakan bahwa hadis ini
hasan. Hadis-hadis mengenai masalah ini cukup banyak, demikian pula ayat-ayat
yang membahas mengenainya, seperti yang akan disebut nanti dalam tafsirnya
masingmasing.
Tafsir Fi Zhilalil-Qur’an II
َو ْل َت ُكنْ ۤ ِّم ْن ُك ْم اُم ٌَّة ي َّْدع ُْو َن ِا َلى ْال َخي ِْر َو َيأْ ُمر ُْو َن ِب ْال َمعْ ر ُْوفِ َو َي ْن َه ْو َن َع ِن ْال ُم ْن َك ِر
۱۰۴ : ك ُه ُم ْال ُم ْفلِح ُْو َن ﴿آل عمران ٰ ُ ۗ﴾ َوا
َ ٕىPِِٕ ول
Adapun tugas kaum muslimin yang berpijak di atas dua pilar ini adalah tugas
utama yang harus mereka laksanakan untuk menegakkan manhaj Allah di muka
bumi, dan untuk memenangkan kebenaran atas kebatilan, yang makruf atas yang
mungkar, dan yang baik atas yang buruk. Tugas yang karenanya Allah mengorbitkan
kaum muslimin dengan tangan dan pengawasan-Nya, serta sesuai manhaj-Nya, inilah
yang ditetapkan dalam ayat berikut,
Oleh karena itu, haruslah ada segolongan orang atau satu kekuasaan yang
menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang makruf, dan mencegah dari yang
mungkar. ketetapan bahwa harus ada suatu kekuasaan adalah madlul ‘kandungan
petunjuk’ nash Al-Qur’an ini sendiri. Ya, disana ada “seruan” kepada kebajikan,
tetapi juga ada “perintah” kepada yang makruf dan “larangan” dari yang mungkar.
Apabila dakwah (seruan) itu dapat dilakukan oleh orang yang memiliki kekuasaan.
Begitulah pandangan Islam terhadap masalah ini bahwa di sana harus ada
kekuasaan untuk memerintah dan melarang; melaksanakan seruan kepada kebaikan
dan mencegah kemungkaran; bersatupadu unsur-unsurnya dan saling terikat dengan
tali Allah dan tali ukhuwwah fillah; dan berpijak di atas kedua pilar yang saling
menopang untuk mengimplementasikan manhaj-Nya membutuhkan “dakwah”
kepada kebajikan hingga manusia dapat mengenal manhaj ini, dan memerlukan
kekuasaan untuk dapat “memerintah” manusia kepada yang makruf dan “mencegah”
mereka dari yang munkar. Ya, harus ada kekuasaan yang dipatuhi, sedang Allah
sendiri berfirman,
Maka, manhaj Allah dimuka bumi bukan semata-mata nasihat, bimbingan, dan
keterangan. Memang ini adalah satu aspek, tetapi ada aspek yang lain lagi. Yaitu,
menegakkan kekuasaan untuk memerintah dan melarang; mewujudkan yang makruf
dan meniadakan kemungkaran dari kehidupan manusia; dan memelihara kebiasaan
jamaah yang bagus agar jangan disia-siakan oleh orang-orang yang hendak mengikuti
hawa nafsu, keinginan, dan kepentingannya. Juga untuk melindungi kebiasaan yang
saleh ini agar setiap orang tidak berkata menurut pikiran dan pandangannya sendiri,
karena menganggap bahwa pikirannya itulah yang baik, makruf, dan benar.
Oleh karena itu, harus ada jamaah yang berpijak di atas pilar iman kepada Allah
dan bersaudara karena Allah, agar dapat menunaikan tugas yang sulit dan berat ini
dengan kekuatan iman dan takwa serta kekuatan cinta dan kasih saying antar sesama.
Keduanya ini merupakan unsur yang sangat diperlukan untuk memainkan peranan
yang ditugaskan Allah ke pundak kaum muslimin, dan dijadikan pelaksanaannya
sebagai syarat kebahagiaan. Maka, berfirmanlah Dia mengenai orang-orang yang
menunaikan tugas ini,
Inilah komunitas khusus yang hidup dengan tashawwur islami dan hidup
untuknya. Maka, dikalangan mereka hiduplah tashawwur ini. Karakteristiknya dapat
bernapas dengan bebas dan merdeka dan dapat tumbuh dengan subur tanpa ada
hambatan atau serangan dari dalam. Apabila ada hambatan-hambatan maka ia akan di
ajak kepada kebaikan, disuruh kepada yang makruf, dan dicegah dari yang mungkar.
Apabila ada kekuatan zalim yang hendak menghalang-halangi manusia dari jalan
Allah maka akan ada orang-orang yang memeranginya demi membela manhaj Allah
bagi kehidupan.
Komunitas ini terlukis dari wujud jamaah kaum muslimin yang berdiri tegak
diatas fondasi iman dan ukhuwah. Iamn kepada Allah, untuk mempersatukan persepsi
mereka terhadap alam semesta, kehidupan, tata nilai, amal perbuatan, peristiwa,
benda dan manusia. Juga agar mereka kembali kepada sebuah timbangan untuk
menimbang segala sesuatu yang dihadapinya dalam kehidupan; dan berhukum kepada
satu-satunya syariat dari sisi Allah, dan mengarahkan segala loyalitasnya kepada
kepemimpinan untuk mengimplementasikan manhaj Allah di muka bumi. Ukhuwwah
fillah’ persaudaraan karena Allah’, untuk menegakkan eksistensinya atas dasar cinta
dan solidaritas. Sehingga, dipendamlah rasa ingin menang sendiri, tapi sebaliknya
ditonjolkan rasa saling mengalah dan mementingkan yang lain, dengan penuh
kerelaan, kehangatan, ketenangan, kesaling percayaan, dan kegembiraaan.
Hai Rasul, sampaikanlah apa yang diturunkan kepadamu dari Tuhanmu. (Al-
Maidah: 67). hingga akhir ayat.
Demikianlah bunyi riwayat ini secara ringkas dalam kitab ini. Imam Bukhari
dan Imam Muslim telah mengetengah kannya di berbagai tempat dalam kitab Sahih
masingmasing secara panjang lebar. Hal yang sama telah diriwayatkan oleh Imam
Muslim dalam Kitabul Iman. Imam Turmuzi dan Imam Nasai d i dalam kitab tafsir
dari kitab Sunnannya telah meriwayatkannya melalui berbagai jalur, dari Amir Asy-
Sya'bi, dari Masruq ibnul Ajda', dari Siti Aisyah r.a.
Di dalam kitab Sahihain, dari Siti Aisyah r.a. disebutkan bahwa ia pernah
mengatakan, "Seandainya Muhammad Saw. menyembunyikan sesuatu dari AlQur'an,
niscaya dia akan menyembunyikan ayat ini," yaitu firmanNya:
ُ َٓ
َ ْك مِن رَّ ِّب
ك ِ ٰ َيأ ُّي َها ٱلرَّ سُو ُل َبلِّ ْغ َمٓا أ
َ نز َل إِ َلي
Hai Rasul, sampaikanlah apa yang diturunkan kepadamu dari Tuhanmu. (Al-
Maidah: 67)
Nabi Muhammad berkata, "Ya Tuhanku, apakah yang harus aku perbuat,
sedangkan aku sendirian, tentu mereka akan mengeroyokku." Maka turunlah firman-
Nya:
Ibnu Jarir meriwayatkannya melalui jalur Sufyan AsSauri dengan sanad yang
sama.
Firman Allah Swt.:
َ َوٱهَّلل ُ َيعْ صِ م
ِ ُك م َِن ٱل َّن
اس
Allah memelihara kamu dari (gangguan) manusia. (AlMaidah: 67)
Yakni sampaikanlah olehmu risalahKu, dan Aku akan memeliharamu,
menolongmu, dan mendukungmu serta memenangkanmu atas mereka. Karena itu
jangan kamu takut dan jangan kamu bersedih hati karena tiada seorang pun dari
mereka dapat menyentuhmu dengan keburukan yang menyakitkanmu. Sebelum ayat
ini diturunkan, Nabi Saw. selalu dikawal. Seperti yang disebutkan oleh Imam Ahmad,
telah menceritakan kepada kami Yazid, telah menceritakan kepada kami Yahya yang
mengatakan bahwa ia pernah mendengar Abdullah ibnu Amir ibnu Rabi'ah
menceritakan, "Siti Aisyah pernah bercerita bahwa d i suatu malam Rasulullah Saw.
begadang, sedangkan Siti Aisyah r.a. berada di sisinya. Siti Aisyah bertanya, 'Apakah
gerangan yang membuatmu gelisah, wahai Rasulullah Saw.?'
َ َوٱهَّلل ُ َيعْ صِ م
ِ ُك م َِن ٱل َّن
اس
Allah memelihara kamu dari (gangguan) manusia. (AlMaidah: 67)
Siti Aisyah melanjutkan kisahnya, "Setelah itu Rasulullah Saw. mengeluarkan
kepala dari kemahnya dan bersabda:
َ َوٱهَّلل ُ َيعْ صِ م
ِ ُك م َِن ٱل َّن
اس
Allah memelihara kamu dari (gangguan) manusia. (AlMaidah: 67)
Setelah ayat ini diturunkan, pengawalan pun dibubarkan.
Telah menceritakan kepada kami Sulaiman ibnu Ahmad, telah menceritakan
kepada kami Ahmad ibnu Muhammad ibnu Ahmad Abu Nasr AlKatib AlBagdadi,
telah menceritakan kepada kami Kardus ibnu Muhammad AlWasiti, telah
menceritakan kepada kami Ya'la ibnu Abdur Rahman, dari Fudail ibnu Marzuq, dari
Atiyyah. dari Abu a'id Alkhudri yang menceritakan bahwa Al Abbas —paman
Rasulullah Saw.—termasuk salah seorang yang ikut mengawal Nabi Saw. Setelah
ayat ini diturunkan, ya itu firmanNya:
َ َوٱهَّلل ُ َيعْ صِ م
ِ ُك م َِن ٱل َّن
اس
Allah memelihara kamu dari (gangguan) manusia. (AlMaidah: 67)
maka Rasulullah Saw. meninggalkan penjagaan, yakni tidak mau dikawal lagi.
Telah menceritakan kepada kami Ali ibnu Abu Hamid AlMadini, telah
menceritakan kepada kami Ahmad ibnu Muhammad ibnu Sa'id, telah menceritakan
kepada kami Muhammad ibnu Mufaddal ibnu Ibrahim AlAsy'ari, telah menceritakan
kepada kami ayahku, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Mu'awiyah
ibnu Ammar, telah menceritakan kepada kami ayahku, bahwa ia pernah mendengar
Abuz Zubair AlMakki menceritakan hadis berikut dari Jabir ibnu Abdullah yang
mengatakan bahwa dahulu apabila Rasulullah Saw. keluar, maka Abu Talib
mengirimkan seseorang untuk menjaganya, hingga turun firmanNya:
َ َوٱهَّلل ُ َيعْ صِ م
ِ ُك م َِن ٱل َّن
اس
Allah memelihara kamu dari (gangguan) manusia. (AlMaidah: 67)
Setelah ayat ini diturunkan dan Abu Talib mengutus seseorang untuk menjaga
Rasulullah Saw.,
ُ َٓ
َ ِّك ۖ َوإِن لَّ ْم َت ْف َع ْل َف َما َبلَّ ْغ
ت ِ ٰ َيأ ُّي َها ٱلرَّ سُو ُل َبلِّ ْغ َمٓا أ
َ نز َل إِ َلي
َ ْك مِن رَّ ب
َ ِر َسا َل َتهُۥ ۚ َوٱهَّلل ُ َيعْ صِ م
ُك م َِن ٱل َّناس
Hai Rasul, sampaikanlah apa yang diturunkan kepadamu dari Tuhanmu. Dan
jika tidak kamu kerjakan (apa yang diperintahkan itu, berarti) kamu tidak
menyampaikan amanatnya. Allah memelihara kamu dari (gangguan) manusia. (Al-
Maidah: 67)
Ibnu Abbas melanjutkan kisahnya, "Lalu paman Nabi Saw. bermaksud
mengirimkan orangorang untuk mengawal Nabi Saw. Maka Nabi Saw. bersabda:
'Sesungguhnya Allah telah memelihara diriku dari (gangguan) jin’
ImamTabrani meriwayatkannya dari Ya'qub ibnu Gailan AlAmman i. dari Abu
Kuraib dengan sanad yang sama.
Hadis ini pun berpredikat garib, karena pendapat yang benar ialah yang
mengatakan bahwa ayat ini adalah Madaniyah, bahkan ayat ini termasuk salah satu
dari ayatayat yang paling akhir diturunkan oleh Allah Swt.
Termasuk pemeliharaan Allah Swt. kepada RasulNya ialah Allah menjaga
Rasulullah Saw. dari perlakuan jahat penduduk Mekah, para pemimpinnya, orang-
orangnya yang dengki dan yang menentang beliau, serta para hartawannya yang
selalu memusuhi dan membenci beliau, selalu memeranginya siang dan malam. Allah
memelihara diri Nabi Saw. dari ulah jahat mereka dengan berbagai sarana yang
diciptakan olehNya melalui kekuasaan dan kebijaksanaanNya yang besar.
Pada permulaan masa risalah Nabi Saw., Allah memelihara beliau melalui
pamannya, yaitu AbuTalib; mengingat AbuTalib adalah seorang pemimpin yang
besar lagi ditaati d i kalangan orangorang Quraisy. Allah menciptakan rasa cinta
secara naluri kepada Rasulullah Saw. di dalam kalbu AbuTalib, tetapi bukan cinta
secara syar'L Seandainya AbuTalib adalah orang yang telah masuk Islam, niscaya
orangorang kafir dan para pembesar Mekah berani mengganggu Nabi Saw. Akan
tetapi, karena antara Abu Talib dan mereka terjalin kekufuran yang sama, maka
mereka menghormati dan segan kepadanya.
Setelah paman Nabi Saw. —yaitu AbuTalib— meninggal dunia, orangorang
musyrik baru dapat menimpakan sedikit gangguan yang menyakitkan terhadap diri
Nabi Saw. Tetapi tidak lama kemudian Allah membentuk kaum Ansar yang
menolongnya; mereka oerbaiat kepadanya untuk Islam serta meminta kepada beliau
agar pindah ke negeri mereka, yaitu Madinah.
Setelah Nabi Saw. tiba di Madinah, maka orangorang Ansar membela Nabi
Saw. dari gangguan dan serangan segala bangsa. Setiap kali seseorang dari kaum
musyrik dan kaum Ahli Kitab melancarkan tipu muslihat jahat terhadap diri beliau
Saw., maka Allah menangkal tipu daya mereka dan mengembalikan tipu muslihat itu
kepada perencananya sendiri.
Orang Yahudi pemah melancarkan tipu muslihat terhadap diri Nabi Saw.
melalui sihirnya, tetapi Allah memelihara diri Nabi Saw. dari kejahatan sihir mereka,
dan diturunkanNya kepada Nabi Saw. dua surat mu'awwizah sebagai obat untuk
menangkal penyakit itu.
Dan ketika seorang Yahudi meracuni masakan kaki (kikil) kambing yang
mereka kirimkan kepadanya di Khaibar, Allah memberitahukan hal itu kepada Nabi
Saw. dan memelihara diri Nabi Saw. dari racun tersebut.
Halhal seperti itu banyak sekali terjadi, kisahnya panjang bila dituturkan; antara
lain ialah apa yang disebutkan oleh ulama tafsir dalam pembahasan ayat ini.
Abu Ja'far ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepada kami AlHaris,
telah menceritakan kepada kami Abdul Aziz, telah menceritakan kepada kami Abu
Ma'syar, dari Muhammad ibnu Ka'b AIQurazi dan lainlainnya yang menceritakan
bahwa Rasulullah Saw. apabila turun di suatu tempat, maka para sahabatnya
memilihkan buatnya sebuah pohon yang rindang, lalu beliau Saw. merebahkan diri
beristirahat di bawahnya. Dan ketika beliau Saw. dalam keadaan demikian, datanglah
seorang lelaki Arab Badui, lalu mencabut pedangnya, kemudian berkata "Siapakah
yang melindungi dirimu dariku?" Nabi Saw. menjawab, "Allah Swt." Maka tangan
orang Badui itu gemetar sehingga pedang terjatuh dari tangannya, lalu kepala orang
Badui itu dipukulkan ke pohon hingga pecah dan otaknya berhamburan. Kemudian
Allah Swt. menurunkan ftrmanNya:
َ َوٱهَّلل ُ َيعْ صِ م
ِ ُك م َِن ٱل َّن
اس
Allah memelihara kamu dari (gangguan) manusia. (AlMaidah: 67)
Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abu Sa'id
Ahmad ibnu Muhammad ibnu Yahya ibnu Sa'id AlQattan. telah menceritakan kepada
kami Zaid ibnul Hubab, telah menceritakan kepada kami Musa ibnu Ubaidah, telah
menceritakan kepadaku Zaid ibnu Aslam, dari Jabir ibnu Abdullah AlAnsari yang
menceritakan bahwa ketika Rasulullah Saw. berperang melawan Bani Anmar, beliau
turun istirahat di Zatur Riqa\ yaitu di daerah Nakhl yang tinggi. Ketika beliau sedang
duduk d i pinggir sebuah sumur seraya menjulurkan kedua kakinya (ke dalam sumur
itu), berkatalah AlHaris dari kalangan Bani Najiar “Aku benar-benar akan membunuh
Muhammad” Maka teman-temannya berkata kepadanya, "Bagaimanakah cara kamu
membunuh dia?" AlHaris berkata, "Aku akan katakan kepadanya, 'Berikanlah
pedangmu kepadaku* Apabila dia telah memberikan pedangnya kepadaku, maka aku
akan membunuhnya dengan pedang itu. *
AlHaris datang kepada Nabi Saw. dan berkata, "Hai Muhammad, berikanlah
pedangmu kepadaku, aku akan melihatlihatnya dengan menghunusnya." Maka Nabi
Saw. memberikan pedangnya kepada AlHaris. Tetapi setelah AlHaris menerimanya
dan menghunusnya, tibatiba tangan AlHaris gemetar hingga pedang itu terjatuh dari
tangannya.
Maka Rasulullah Saw. bersabda:
‘Allah menghalanghalangi antara kamu dan apa yang kamu inginkan.’
Lalu Allah Swt. menurunkan firmanNya:
ُ َٓ
َ ِّك ۖ َوإِن لَّ ْم َت ْف َع ْل َف َما َبلَّ ْغ
ت ِر َسا َل َتهُۥ ِ ٰ َيأ ُّي َها ٱلرَّ سُو ُل َبلِّ ْغ َمٓا أ
َ نز َل إِ َلي
َ ْك مِن رَّ ب
ِ ُك م َِن ٱل َّن
اس َ ۚ َوٱهَّلل ُ َيعْ صِ م
Hai Rasul, sampaikanlah apa yang diturunkan kepadamu dari Tuhanmu. Dan
jika tidak kamu kerjakan (apa yang diperintahkan itu, berarti) kamu tidak
menyampaikan amanatNya. Allah memelihara kamu dari (gangguan) manusia. (Al-
Maidah: 67)
Bila ditinjau dari segi konteksnya, hadis ini berpredikat garib. Kisah Gauras
ibnul Haris ini terkenal di dalam kitab Sahih.
Abu Bakar ibnu Murdawaih mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abu
Amr ibnu Ahmad ibnu Muhammad ibnu Ibrahim, telah menceritakan kepada kami
Muhammad ibnu Abdul Wahhab, telah menceritakan kepada kami Adam, telah
menceritakan kepada kami Hammad ibnu Salamah, dari Muhammad ibnu Amr, dari
Abu Salamah, dari Abu Hurairah yang menceritakan: Bila kami menemani Rasulullah
Saw. dalam suatu perjalanan, kami mencarikan sebuah pohon yang paling besar dan
paling rindang untuknya, lalu beliau turun istirahat di bawahnya.
Pada suatu hari beliau Saw. turun di bawah sebuah pohon, kemudian beliau
gantungkan pedangnya pada pohon tersebut. Lalu datanglah seorang lelaki dan
mengambil pedang itu, kemudian lelaki itu berkata, "Hai Muhammad, siapakah yang
akan melindungimu dariku?"
Nabi Saw. bersabda:
‘Allahlah yang akan melindungiku darimu. Sekarang letakkanlah pedang itu,
maka seketika itu juga dia langsung meletakkan pedangnya.’
َ َوٱهَّلل ُ َيعْ صِ م
ِ ُك م َِن ٱل َّن
اس
Allah memelihara kamu dari (gangguan) manusia. (AlMaidah: 67)
Hal yang sama telah diriwayatkan oleh Abu Hatim ibnu Hibban di dalam kitab
Shahihnya, dari Abdullah ibnu Muhammad, dari Ishaq Ibnu Ibrahim, dari Al-
Muammal ibnu Ismail, dari Hammad ibnu Salamah dengan sanad yang sama.
Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu
Ja'far, telah menceritakan kepada kami Syu'bah; ia pernah mendengar Aba Israil —
yakni AlJusyami— mengatakan bahwa ia pemah mendengar Ja'dah —yakni Ibnu
Khalid ibnus Summah AlJusyami r.a. —menceritakan hadis berikut, bahwa ia pernah
mendengar sebuah kisah mengenai Nabi Saw. Ketika beliau Saw. melihat seorang
lelaki yang gemuk, Nabi Saw. menunjuk ke arah perutnya dan bersabda:
‘Seandainya ini bukan di bagian ini, niscaya lebih baik darimu.’
Pernah pula didatangkan kepada Nabi Saw. seorang lelaki lain, lalu dikatakan
kepada Nabi Saw. bahwa orang ini bermaksud membunuhnya Maka Nabi Saw.
bersabda:
‘Jangan takut, seandainya kamu bermaksud melakukan niatmu itu, Allah tidak
akan membiarkanmu dapat menguasai diriku’.
Firman Allah Swt. :
Tafsir Fi Zhilalil-Qur’an II
Ini adalah perintah yang pasti kepada Rasulullah SAW. untuk menyampaikan
apa yang diturunkan kepadanya dari Tuhannya secara utuh. Jangan sampai beliau
memperhitungkan apapun di dalam menyampaikan kalimat kebenaran ini. Apabila
beliau tidak menyampaikannya, berarti beliau tidak menunaikan tugas risalah. Allah
akan senantiasa memelihara dan melindungi beliau dari segala gangguan manusia.
Barangsiapa yang dilindungi oleh Allah, maka Apakah yang dapat dilakukan oleh
manusia-manusia yang kecil ini terhadapnya ?
Kalimat kebenaran mengenai aqidah tidak perlu disembunyikan. Ia harus
disampaikan secara lengkap dan jelas. Biarkan apa yang dikatakan oleh orang-orang
yang menentangnya, dan apa yang dilakukan oleh orang-orang yang memusuhinya.
Karena, kalimat kebenaran mengenai aqidah tidak perlu membujuk-bujuk hawa nafsu
dan mencari-cari Simpati. Adapun yang penting ialah ia disampaikan hingga sampai
ke dalam hati dengan kuat dan mantap.
Ketika kalimat kebenaran tentang aqidah diterangkan atau disembunyikan,
maka ia sampai ke relung hati yang di sana tersimpan potensi untuk menerima
petunjuk. Namun, tidaklah luluh hati yang tidak ada potensi untuk beriman. Yaitu,
hati yang kadang-kadang pelaku dakwah berkeinginan keras agar hati itu menerima
dakwahnya kalau ia mengambil muka dan kompromi dengan nya pada sebagian
hakikat.
“…Sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang
kafir.” (Al-Maa’idah: 67)
Kalau begitu, kalimat kebenaran haruslah tegas, jelas, sempurna, dan
menyeluruh. Sedangkan, petunjuk dan kesesatan itu kaitannya adalah dengan
kesiapan dan keterbukaan hati. Jadi, bukan karena bermanis muka dan berlunak-lunak
di dalam membuat perhitungan mengenai kalimat kebenaran ini.
Sesungguhnya ketegasan dan kepastian di dalam menyampaikan kebenaran
tentang aqidah ini bukan kasar dan keras. Karena, Allah telah memerintahkan Rasul-
Nya saw. untuk menyeru manusia ke Jalan Rabb-Nya dengan cara yang bijaksana dan
pengajaran yang baik. Tidak ada pertentangan antara arahan Al-Qur’an yang
bermacam-macam. Kebijaksanaan dan pengajaran yang baik tidaklah memisahkan
ketegasan dan kejelasan di dalam penerangan kalimat kebenaran. Pasalnya, cara dan
jalan untuk menyampaikan sesuatu itu Bukanlah materi dan tema tabligh itu sendiri.
Yang dituntut kepada pelaku dakwah ialah Jangan bersikap tidak tegas di dalam
menjelaskan kalimat kebenaran secara utuh mengenai masalah aqidah, dan jangan
berkompromi di tengah jalan mengenai hakikat masalah. Karena hakikat aqidah tidak
dapat dikompromikan dengan kepercayaan lain.
Sejak hari-hari pertama dakwah, Rasulullah SAW. selalu mengajak manusia
dengan cara yang bijaksana dan pengajaran atau nasihat yang baik di dalam
melakukan tabligh, dan menarik garis tegas dalam masalah aqidah. Oleh karena itu,
beliau diperintahkan untuk mengatakan, “Hai orang-orang kafir! Aku tidak akan
menyembah apa yang kamu sembah…” Beliau menyifati mereka dengan identitas
yang ada pada mereka (yakni kafir), dan bersikap tegas kepada mereka dalam urusan
ini. Beliau tidak mau menerima kompromi yang mereka tawarkan, dan tidak mau
berlunak-lunak agar mereka juga akan bersikap lunak sebagaimana yang mereka
inginkan. Beliau tidak pernah mengatakan kepada mereka bahwa beliau hanya
meminta revisi-revisi kecil mengenai aqidah mereka. Tetapi, Beliau mengatakan
bahwa mereka berada di atas kebatilan tulen, sedang beliau berada di atas kebenaran
yang sempurna. Maka, disampaikan kalimat kebenaran ini dengan nilai yang tinggi,
sempurna, dan jelas dengan menggunakan metode yang tidak keras dan tidak kasar.
Tafsir Fi Zhilalil-Qur’an II
ت َت ْد ِري َما ْال ِك َتابُ َواَل َ ك رُوحً ا ِمنْ أَمْ ِر َنا ۚ َما ُك ْن َ َو َك ٰ َذل َِك أَ ْو َح ْي َنا إِ َل ْي
َ اإْل ِي َمانُ َو ٰ َل ِكنْ َج َع ْل َناهُ ُنورً ا َن ْهدِي ِب ِه َمنْ َن َشا ُء ِمنْ عِ َبا ِد َنا ۚ َوإِ َّن
ك َل َت ْهدِي إِ َل ٰى
ٍ راطٍ مُسْ َتق
ِيم َ ِص