Anda di halaman 1dari 34

MATA KULIAH DOSEN PENGAMPU

Tafsir Ayat-Ayat Manajemen H. Muhammad Mabrur, Lc, M.Ag

TAFSIR AYAT
TUGAS DAN KEWAJIBAN

Disusun Oleh :

Fitri Rabiatul Adawiyah


180104030078
Nur Mulia
180104030173
Sarifahnor
180104030181

KEMENTERIAN AGAMA REPUBLIK INDONESIA


FAKULTAS DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI ANTASARI
MANAJEMEN DAKWAH
BANJARMASIN
1441H/2020M
Tafsir Ibnu Katsir

Surah Ali-Imran Ayat 104

Allah Swt. berfirman bahwasanya hendaklah ada dari kalian sejumlah orang
yang bertugas untuk menegakkan perintah Allah, yaitu dengan menyeru orang-orang
untuk berbuat kebajikan dan melarang perbuatan yang mungkar; mereka adalah
golongan orang-orang yang beruntung.

Ad-Dahhak mengatakan, mereka adalah para sahabat yang terpilih, para


mujahidin yang terpilih, dan para ulama.

Abu Ja'far Al-Baqir meriwayatkan bahwa Rasulullah Saw. membacakan


firman-Nya:

َ ‫َو ْل َت ُكنْ ِم ْن ُك ْم أُم ٌَّة َي ْدع‬


‫ُون إِ َلى ْال َخيْر‬
Dan hendaklah ada di antara kalian segolongan umat yang menyeru kepada
kebajikan. (Ali Imran: 104)

Kemudian beliau bersabda:

َ :‫صلَّى هَّللا ُ َع َل ْي ِه َو َسلَّ َم‬


‫{و ْل َت ُكنْ ِم ْن ُك ْم‬ َ ِ ‫ َق َرأَ َرسُو ُل هَّللا‬:ُ‫َقا َل أَبُو َجعْ َف ٍر ْال َبا ِقر‬
ِ ُ‫اع الق‬
‫رآن َو ُس َّنتِي‬ ْ ُ ْ َ ‫”أُم ٌَّة َي ْدع‬
ِ ‫ “ال َخ ْي ُر ا ِّت َب‬:‫ُون إِ َلى ال َخي ِْر} ث َّم َقا َل‬
Yang dimaksud dengan kebajikan ini ialah mengikuti Al-Qur'an dan sunnahku.

Hadis diriwayatkan oleh Ibnu Murdawaih.

Makna yang dimaksud dari ayat ini ialah hendaklah ada segolongan orang dari
kalangan umat ini yang bertugas untuk mengemban urusan tersebut, sekalipun urusan
tersebut memang diwajibkan pula atas setiap individu dari umat ini. Sebagaimana
yang disebutkan di dalam kitab Sahih Muslim dalam sebuah hadis dari Abu Hurairah.

Disebutkan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda:

“ ْ‫ َفإنْ َل ْم َيسْ َتطِ ع‬،ِ‫ َفإنْ َل ْم َيسْ َتطِ عْ َف ِبلِ َسا ِنه‬،‫َمنْ َرأَى ِم ْن ُك ْم ُم ْن َكرً ا َف ْلي َُغيِّرْ هُ ِب َيده‬
‫ان‬
ِ ‫ك م َِن اإلي َم‬ َ ِ‫ْس َو َرا َء َذل‬ َ ‫“و َلي‬
َ :ٍ‫ َوفِي ِر َوا َية‬.”‫ان‬ ِ ‫ َو َذل َِك أضْ َعفُ اإلي َم‬،ِ‫َف ِب َق ْل ِبه‬
‫”ح َّب ُة َخرْ د ٍَل‬
َ

Barang siapa di antara kalian melihat suatu kemungkaran, hendaklah ia


mencegahnya dengan tangannya; dan jika ia tidak mampu, maka dengan lisannya;
dan jika masih tidak mampu juga, maka dengan hatinya, yang demikian itu adalah
selemahlemahnya iman.

Di dalam riwayat lain disebutkan:

،‫ أَ ْخ َب َر َنا إِسْ مَاعِ ي ُل بْنُ َجعْ َف ٍر‬، ُّ‫ َح َّد َث َنا ُس َل ْي َمانُ ْالهَاشِ مِي‬:‫َقا َل اإْل ِ َما ُم أَحْ َم ُد‬
ِّ‫ْن َع ْب ِد الرَّ حْ َم ِن اأْل َ ْش َهلِي‬
ِ ‫ َعنْ َع ْب ِد هَّللا ِ ب‬،‫أَ ْخ َب َرنِي َعمْ رو بْنُ أَ ِبي َعمْ ٍرو‬،

‫“والَّذِي‬ َ َّ‫ أَنَّ ال َّن ِبي‬،‫ان‬


َ :‫صلَّى هَّللا ُ َع َل ْي ِه َو َسلَّ َم َقا َل‬ ِ ‫ْن ْال َي َم‬
ِ ‫َعنْ ُح َذ ْي َف َة ب‬
َ ‫ أَ ْو َليُوشِ َكنَّ هللاُ أنْ َي ْب َع‬،‫َن ْفسِ ي ِب َيدِه َل َتأْ ُمرُنَّ ِب ْال َمعْ رُوفِ و َل َت ْن َهوُ نَّ َع ِن ْال ُم ْن َك ِر‬
‫ث‬
‫ ُث َّم َل َت ْد ُع َّن ُه َفال َيسْ َت ِجيبُ َل ُك ْم‬،ِ‫”ع َل ْي ُك ْم عِ َقابًا ِمنْ عِ ْن ِده‬.
َ
Dan tiadalah di belakang itu iman barang seberat biji sawi pun.

Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Sulaiman Al-


Hasyimi, telah menceritakan kepada kami Ismail ibnu Ja'far, telah menceritakan
kepadaku Amr ibnu Abu Amr, dari Abdullah ibnu Abdur Rahman Al-Asyhal, dari
Huzaifah ibnul Yaman, bahwa Nabi Saw. pernah bersabda:
Demi Tuhan yang jiwaku berada di dalam genggaman kekuasaan-Nya, kalian
benar-benar harus memerintahkan kepada kebajikan dan melarang perbuatan
mungkar, atau hampir-hampir Allah akan mengirimkan kepada kalian siksa dari sisi-
Nya, kemudian kalian benar-benar berdoa (meminta pertolongan kepada-Nya),
tetapi doa kalian tidak diperkenankan.

Imam Turmuzi dan Imam Ibnu Majah meriwayatkannya melalui hadis Amr
ibnu Abu Amr dengan lafaz yang sama. Imam Turmuzi mengatakan bahwa hadis ini
hasan. Hadis-hadis mengenai masalah ini cukup banyak, demikian pula ayat-ayat
yang membahas mengenainya, seperti yang akan disebut nanti dalam tafsirnya
masingmasing.

Tafsir Fi Zhilalil-Qur’an II

Surat Ali-Imran Ayat 104

‫َو ْل َت ُكنْ ۤ ِّم ْن ُك ْم اُم ٌَّة ي َّْدع ُْو َن ِا َلى ْال َخي ِْر َو َيأْ ُمر ُْو َن ِب ْال َمعْ ر ُْوفِ َو َي ْن َه ْو َن َع ِن ْال ُم ْن َك ِر‬
۱۰۴ : ‫ك ُه ُم ْال ُم ْفلِح ُْو َن ﴿آل عمران‬ ٰ ُ ‫ۗ﴾ َوا‬
َ ‫ٕى‬Pِِٕ ‫ول‬

Dakwah, Amar Ma’ruf Nahi Munkar, dan Perlunya Kekuasaan unruk


Menegakkannya.

Adapun tugas kaum muslimin yang berpijak di atas dua pilar ini adalah tugas
utama yang harus mereka laksanakan untuk menegakkan manhaj Allah di muka
bumi, dan untuk memenangkan kebenaran atas kebatilan, yang makruf atas yang
mungkar, dan yang baik atas yang buruk. Tugas yang karenanya Allah mengorbitkan
kaum muslimin dengan tangan dan pengawasan-Nya, serta sesuai manhaj-Nya, inilah
yang ditetapkan dalam ayat berikut,

َ ‫ُون إِ َلى ْال َخي ِْر َو َيأْ ُمر‬


‫ُون ِب ْال َمعْ رُوفِ َو َي ْن َه ْو َن َع ِن ْال ُم ْن َك ِر‬ َ ‫َو ْل َت ُكنْ ِم ْن ُك ْم أُم ٌَّة َي ْدع‬
َ ‫ِك ُه ُم ْال ُم ْفلِح‬
‫ُون‬ َ ‫ۚ َوأُو ٰ َلئ‬
“Hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada
kebajikan, menyeru kepada yang makruf, dan mencegah dari yang mungkar.
Merekalah orang-orang yang beruntung.” (Ali Imran: 104)

Oleh karena itu, haruslah ada segolongan orang atau satu kekuasaan yang
menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang makruf, dan mencegah dari yang
mungkar. ketetapan bahwa harus ada suatu kekuasaan adalah madlul ‘kandungan
petunjuk’ nash Al-Qur’an ini sendiri. Ya, disana ada “seruan” kepada kebajikan,
tetapi juga ada “perintah” kepada yang makruf dan “larangan” dari yang mungkar.
Apabila dakwah (seruan) itu dapat dilakukan oleh orang yang memiliki kekuasaan.

Begitulah pandangan Islam terhadap masalah ini bahwa di sana harus ada
kekuasaan untuk memerintah dan melarang; melaksanakan seruan kepada kebaikan
dan mencegah kemungkaran; bersatupadu unsur-unsurnya dan saling terikat dengan
tali Allah dan tali ukhuwwah fillah; dan berpijak di atas kedua pilar yang saling
menopang untuk mengimplementasikan manhaj-Nya membutuhkan “dakwah”
kepada kebajikan hingga manusia dapat mengenal manhaj ini, dan memerlukan
kekuasaan untuk dapat “memerintah” manusia kepada yang makruf dan “mencegah”
mereka dari yang munkar. Ya, harus ada kekuasaan yang dipatuhi, sedang Allah
sendiri berfirman,

ِ ‫اع ِبإِ ْذ ِن ٱهَّلل‬ ٍ ‫َو َمٓا أَرْ َس ْل َنا مِن رَّ س‬


َ ‫ُول إِاَّل لِي‬
َ ‫ُط‬
“Tidaklah Kami mengutus seorang rasul pun melainkan untuk ditaati dengan
seizing Allah.” (an-Nisaa’: 64)

Maka, manhaj Allah dimuka bumi bukan semata-mata nasihat, bimbingan, dan
keterangan. Memang ini adalah satu aspek, tetapi ada aspek yang lain lagi. Yaitu,
menegakkan kekuasaan untuk memerintah dan melarang; mewujudkan yang makruf
dan meniadakan kemungkaran dari kehidupan manusia; dan memelihara kebiasaan
jamaah yang bagus agar jangan disia-siakan oleh orang-orang yang hendak mengikuti
hawa nafsu, keinginan, dan kepentingannya. Juga untuk melindungi kebiasaan yang
saleh ini agar setiap orang tidak berkata menurut pikiran dan pandangannya sendiri,
karena menganggap bahwa pikirannya itulah yang baik, makruf, dan benar.

Oleh karena itu, dakwah kepada kebajikan dan mencegah kemungkaran


bukanlah tugas yang ringan dan mudah. Sesuai tabiatnya, kita lihat adanya benturan
dakwah dengan kesenangan, keinginan, kepentingan, keuntungan, keterpedayaan, dan
kesombongan manusia (objek dakwah). Di antara manusia itu ada penguasa yang
kejam, pemerintah yang berkuasa, orang yang rendah moralnya, orang yang
sembrono dan membenci keseriusan, orang yang mau bebas dan membenci keadilan,
serya orang yang suka menyeleweng dan membenci yang lurus. Mereka menganggap
buruk terhadap kebaikan dan menagnggap baik terhadap kemungkaran. Padahal, umat
dan manusia pun tidak akan bahagia kecuali kalau kebaikan itu yang dominan.
Sedangkal hal itu tidak akan terjadi kecuali yang makruf tetap dipandang makruf dan
yang mungkar dipandang mungkar. Semua itu memerlukan kekuasaan bagi kebajikan
dan kemakrufan. Kekuasaan untuk memerintah dan melarang agar perintah dan
larangannya dipatuhi.

Oleh karena itu, harus ada jamaah yang berpijak di atas pilar iman kepada Allah
dan bersaudara karena Allah, agar dapat menunaikan tugas yang sulit dan berat ini
dengan kekuatan iman dan takwa serta kekuatan cinta dan kasih saying antar sesama.
Keduanya ini merupakan unsur yang sangat diperlukan untuk memainkan peranan
yang ditugaskan Allah ke pundak kaum muslimin, dan dijadikan pelaksanaannya
sebagai syarat kebahagiaan. Maka, berfirmanlah Dia mengenai orang-orang yang
menunaikan tugas ini,

“Merekalah orang-orang yang beruntung”


Sesungguhnya bentuk jamaan merupakan suatu keharusan dalam manhaj Ilahi.
Jamaah ini merupakan komunitas bagi manhaj ini agar dapat bernapas dan eksis
dalam bentuk riilnya. Merekalah komunitas yang baik, yang saling membantu dan
bekerja sama untuk menyerukan kebajikan. Yang makruf-di kalangan mereka-adalah
kebaikan, keutamaan, kebenaran, dan keadilan. Sedangkan, yang mungkar adalah
kejahatan, kehinaan, kebatilan, dan kezaliman. Melakukan kebaikan ditengah-tengah
lebih mudah daripada melakukan keburukan. Keutamaan dikalangan mereka lebih
sedikit bebannya daripada kehinaan. Kebenaran dikalangan mereka lebih kuat dari
pada kebatilan dan keadilan lebih bermanfaat daripada kezaliman. Orang yang
melakukan kebaikan akan mendapat dukungan dan orang yang melakukan keburukan
akan mendapat perlawanan serta penghinaan. Nah, disinilah letak nilai kebersamaan
itu. Sesungguhnya ini adalah lingkungan yang didalamnya kebaikan dan kebenaran
dapat tumbuh tanpa usaha-usaha yang berat, karena segala sesuatu dan semua orang
yang ada di sekitarnya pun mendukungnya. Di lingkungan seperti ini keburukan dan
kebatilan tidak dapat tumbuh kecuali dengan sangat sulit, sebab apa yang ada di
sekitarnya menentang dan melawannya.

Tashawwur ‘persepsi, pemikiran’ islami tentang wujud, kehidupan, tat niali,


perbuatan, peristiwa, benda, dan manusai berbeda dengan persepsi jahiliah dengan
perbedaan yang mendasar dan substansial. Oleh karena itulah, harus ada sebuah
komunitas khusus di mana persiapan ini dapat hidup dengan segala tata nilainya yang
spesifik. Harus ada komunitas dan lingkungan yang bukan komunitas dan lingkungan
jahiliah.

Inilah komunitas khusus yang hidup dengan tashawwur islami dan hidup
untuknya. Maka, dikalangan mereka hiduplah tashawwur ini. Karakteristiknya dapat
bernapas dengan bebas dan merdeka dan dapat tumbuh dengan subur tanpa ada
hambatan atau serangan dari dalam. Apabila ada hambatan-hambatan maka ia akan di
ajak kepada kebaikan, disuruh kepada yang makruf, dan dicegah dari yang mungkar.
Apabila ada kekuatan zalim yang hendak menghalang-halangi manusia dari jalan
Allah maka akan ada orang-orang yang memeranginya demi membela manhaj Allah
bagi kehidupan.

Komunitas ini terlukis dari wujud jamaah kaum muslimin yang berdiri tegak
diatas fondasi iman dan ukhuwah. Iamn kepada Allah, untuk mempersatukan persepsi
mereka terhadap alam semesta, kehidupan, tata nilai, amal perbuatan, peristiwa,
benda dan manusia. Juga agar mereka kembali kepada sebuah timbangan untuk
menimbang segala sesuatu yang dihadapinya dalam kehidupan; dan berhukum kepada
satu-satunya syariat dari sisi Allah, dan mengarahkan segala loyalitasnya kepada
kepemimpinan untuk mengimplementasikan manhaj Allah di muka bumi. Ukhuwwah
fillah’ persaudaraan karena Allah’, untuk menegakkan eksistensinya atas dasar cinta
dan solidaritas. Sehingga, dipendamlah rasa ingin menang sendiri, tapi sebaliknya
ditonjolkan rasa saling mengalah dan mementingkan yang lain, dengan penuh
kerelaan, kehangatan, ketenangan, kesaling percayaan, dan kegembiraaan.

Demikianlah kaum muslimin pertama di Madinah, berdiri tegak di atas dua


pilar ini. Pertama, pilar iman kepada Allah yang bersumber dari pengenalannya
kepada Allah SWT, terlukisnya sifat-sifat-Nya di dalam hati, takwa kepada-Nya,
merasa bersama-Nya dan diawasi-Nya, dengan penuh kesadaran dan sensitifitas
dalam batas yang jarang dijumpai pada orang lain. Kedua, didasarkan pada cinta yang
melimpah dan mengalir deras; dan kasih sayang yang nyaman dan indah; serta saling
setia kawan dengan kesetiaan yang mendalam. Semuanya dapat dicapai oleh Jamaah
itu. Kalau semua itu tidak terjadi, niscaya semuanya akan dianggap sebagai mimpi.
Adapun kisah persaudaraan antara kaum Muhajirin dan Anshor merupakan kisah
tentang dunia hakikat, akan tetapi tabiatnya lebih dekat kepada dunia nyata dengan
segala ke penyantunan nya. Ini merupakan kisah yang benar-benar terjadi di bumi,
tetapi tabiatnya di alam Keabadian dan hati nurani.
Diatas pijakan iman dan persaudaraan seperti itulah Manhaj Allah dapat
ditegakkan di muka bumi Sepanjang masa.
Tafsir Ibnu Kasir
Surah Al-Maidah Ayat 67

‫ت‬َ ‫ِّك ۖ َوإِن لَّ ْم َت ْف َع ْل َف َما َبلَّ ْغ‬


َ ‫ْك مِن رَّ ب‬ َ ‫نز َل إِ َلي‬ ُ ‫ٰ َٓيأ َ ُّي َها ٱلرَّ سُو ُل َبلِّ ْغ َمٓا أ‬
ِ
‫اس ۗ إِنَّ ٱهَّلل َ اَل َي ْهدِى ْٱل َق ْو َم ْٱل ٰ َكف ِِري‬
ِ ‫ُك م َِن ٱل َّن‬ َ ‫ر َسا َل َتهُۥ ۚ َوٱهَّلل ُ َيعْ صِ م‬.ِ
Hai Rasul, sampaikanlah apa yang diturunkan kepadamu dari Tuhanmu. Dan
jika tidak kamu kerjakan (apa yang diperintahkan itu, berarti) kamu tidak
menyampaikan amanatNya. Allah memelihara kamu dari (gangguan) manusia.
Sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk kepada orangorang yang kafir.
Allah Swt. berfirman seraya berkhitab kepada hamba dan RasulNya —yaitu
Nabi Muhammad Saw.— dengan menyebut kedudukannya sebagai seorang rasul.
Allah memerintahkan kepadanya untuk menyampaikan semua yang diutuskan oleh
Allah melaluinya, dan Rasulullah Saw. telah menjalankan perintah tersebut serta
menunaikannya dengan sempurna.
Imam Bukhari mengatakan sehubungan dengan tafsir ayat ini, bahwa telah
menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Yusuf, telah menceritakan kepada kami
Sufyan, dari Ismail, dari AsySya'bi, dari Masruq, dari Siti Aisyah r.a. yang
mengatakan, "Barang siapa yang mengatakan bahwa Muhammad menyembunyikan
sesuatu dari apa yang diturunkan oleh Allah kepadanya, sesungguhnya dia telah
berdusta,*' seraya membacakan firmanNya:
َ ‫ۖ َيا أَ ُّي َها الرَّ سُو ُل َبلِّ ْغ َما أ ُ ْن ِز َل إِ َلي‬
َ ‫ْك ِمنْ َرب‬
67 ‫ِّك‬

Hai Rasul, sampaikanlah apa yang diturunkan kepadamu dari Tuhanmu. (Al-
Maidah: 67). hingga akhir ayat.
Demikianlah bunyi riwayat ini secara ringkas dalam kitab ini. Imam Bukhari
dan Imam Muslim telah mengetengah kannya di berbagai tempat dalam kitab Sahih
masingmasing secara panjang lebar. Hal yang sama telah diriwayatkan oleh Imam
Muslim dalam Kitabul Iman. Imam Turmuzi dan Imam Nasai d i dalam kitab tafsir
dari kitab Sunnannya telah meriwayatkannya melalui berbagai jalur, dari Amir Asy-
Sya'bi, dari Masruq ibnul Ajda', dari Siti Aisyah r.a.
Di dalam kitab Sahihain, dari Siti Aisyah r.a. disebutkan bahwa ia pernah
mengatakan, "Seandainya Muhammad Saw. menyembunyikan sesuatu dari AlQur'an,
niscaya dia akan menyembunyikan ayat ini," yaitu firmanNya:

ُ‫اس َوهَّللا ُ أَ َح ُّق أَنْ َت ْخ َشاه‬


َ ‫ك َما هَّللا ُ ُم ْبدِي ِه َو َت ْخ َشى ال َّن‬
َ ِ‫َۖ وا َّت ِق هَّللا َ َو ُت ْخفِي فِي َن ْفس‬
sedangkan kamu menyembunyikan di dalam hatimu apa yang Allah akan
menyatakannya, dan kamu takut kepada manusia, sedangkan Allahlah yang lebih
berhak untuk kamu takuti. (Al-Ahzab : 37)
Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ahmad ibnu
Mansur ArRamadi, telah menceritakan kepada kami Sa'id ibnu Sulaiman, telah
menceritakan kepada kami Abbad, dari Harun ibnu Antrah, dari ayahnya yang
menceritakan bahwa ketika i a berada d i hadapan Ibnu Abbas, tibatiba datanglah
seorang lelaki. Kemudian lelaki itu berkata, "Sesungguhnya banyak orang yang
berdatangan kepada kami. Mereka menceritakan kepada kami bahwa pada kalian
terdapat sesuatu yang belum pernah Rasulullah Saw. jelaskan kepada orang lain."
Maka Ibnu Abbas menjawab, "Bukankah kamu ketahui bahwa Allah Swt. telah
berfirman:
َ ‫ۖ َيا أَ ُّي َها الرَّ سُو ُل َبلِّ ْغ َما أ ُ ْن ِز َل إِ َلي‬
َ ‫ْك ِمنْ َرب‬
67 ‫ِّك‬
Hai Rasul, sampaikanlah apa yang diturunkan kepadamu dari Tuhanmu. (Al-
Maidah: 67)
Demi Allah, Rasulullah Saw. tidak mewariskan kepada kami (ahlul bait)
sesuatu hal yang disembunyikan.'' Sanad asar ini berpredikat jayyid.
Hal yang sama disebutkan d i dalam kitab Sahih Bukhari melalui riwayat Abu
Juhaifah, yaitu Wahb ibnu Abdullah AsSawai, yang menceritakan bahwa i a pernah
bertanya kepada Khalifah Ali ibnu Abu Talib r.a., "Apakah di kalangan kalian (ahlul
bait) terdapat sesuatu dari wahyu yang tidak terdapat d i dalam AlQur'an?" Maka
Khalifah Ali r.a. menjawab, "Tidak, demi Tuhan yang menumbuhkan bijibijian dan
yang menciptakan manusia, kecuali hanya pemahaman yang diberikan oleh Allah
kepada seseorang mengenai AlQur'an dan apa yang terdapat di dalam lembaran ini."
Aku bertanya, "Apakah yang terdapat d i dalam lembaran ini?" Khalifah Ali
ibnu Abu Talib r.a. menjawab, "Masalah *aqi (diat), membebaskan tawanan, dan
seorang muslim tidak boleh dihukum mati karena membunuh seorang kafir."
Imam Bukhari mengatakan bahwa AzZuhri pernah berkata, "Risalah adalah
dari Allah, dan Rasul berkewajiban menyampaikannya, sedangkan kita diwajibkan
menerimanya. Umatnya telah menyaksikan bahwa beliau Saw. telah menyampaikan
risalah dan menunaikan amanat Tuhannya, serta menyampaikan kepada mereka
dalam perayaan yang paling besar melalui khotbahnya, yaitu pada haji wada'. Saat itu
di tempat tersebut terdapat kurang tebih empat puluh ribu orang dari kalangan
sahabatsahabatnya." Di dalam kitab Sahih Muslim disebutkan dari Jabir ibnu
Abdullah, bahwa Rasulullah Saw. bersabda dalam khotbah haji wada'nya:

َ ُ‫ َف َما أَ ْن ُت ْم َقا ِئل‬،‫ون َع ِّني‬


‫ون؟‬ َ ُ‫ إِ َّن ُك ْم َمسْ ُئول‬، ُ‫أَ ُّي َها ال َّناس‬
Hai manusia, sesungguhnya kalian akan ditanyai mengenai diriku, maka
apakah yang akan kalian katakan?
Mereka menjawab, "Kami bersaksi bahwa engkau telah menunaikan risalah dan
menyampaikan amanat serta menasihati umat."

Maka Rasulullah Saw. mengangkat jari telunjuknya ke langit, lalu


menunjukkannya kepada mereka seraya bersabda:

ُ ‫ اللَّ ُه َّم َه ْل َبلَّ ْغ‬،‫ت‬


‫ت‬ ُ ‫اللَّ ُه َّم َه ْل َبلَّ ْغ‬
Ya Allah, apakah aku telah menyampaikan?
Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ibnu Namir, telah
menceritakan kepada kami Fudail (yakni ibnu Gazwan), dari Ikrimah, dari Ibnu
Abbas yang telah menceritakan bahwa Rasulullah Saw. bersabda dalam haji wada',
"Hai manusia, hari apakah sekarang?" Mereka menjawab, "Hari yang suci."
Rasulullah Saw. bersabda, "Negeri apakah ini?" Mereka menjawab, "Negeri
(kota) yang suci." Rasulullah Saw. bertanya, "Bulan apakah sekarang?" Mereka
menjawab, "Bulan suci." Maka Rasulullah Saw. bersabda:

َ ‫ " َفإِنَّ أَمْ َوا َل ُك ْم َو ِد َما َء ُك ْم َوأَعْ َر‬:‫َقا َل‬


،‫ َكحُرْ َم ِة َي ْو ِم ُك ْم َه َذا‬،‫اض ُك ْم َع َل ْي ُك ْم َح َرا ٌم‬
‫ فِي َشه ِْر ُك ْم َه َذا‬،‫"فِي َب َل ِد ُك ْم َه َذا‬
Maka sesungguhnya harta kalian, darah kalian, dan kehormatan kalian
diharamkan atas kalian sebagaimana haramnya hari kalian sekarang ini di negeri
kalian ini dan dalam bulan ini.

Rasulullah Saw. mengulangi ucapan ini berkalikali, lalu mengangkat


telunjuknya ke (arah) langit dan bersabda:

ُ ‫ اللَّ ُه َّم َه ْل َبلَّ ْغ‬،‫ت‬


‫ت‬ ُ ‫اللَّ ُه َّم َه ْل َبلَّ ْغ‬

Ya Allah, apakah aku telah menyampaikan?


Ucapan ini diulangnya berkalikali. Ibnu Abbas mengatakan, "Demi Allah, hal
ini merupakan wasiat yang beliau tunjukkan kepada Tuhannya, yakni beliau Saw.
menitipkan umatnya kepada Allah Swt."

Kemudian Rasulullah Saw. bersabda:

‫ "أَاَّل َف ْل ُي ْبل ِِغ‬:‫ث َّم َقا َل‬-َّ


ُ ‫ َوهَّللا ِ َلوصِ ي ٌَّة إِ َلى َر ِّب ِه َع َّز َو َجل‬:‫َّاس‬
ٍ ‫ َيقُو ُل ابْنُ َعب‬:‫َقا َل‬
‫ض‬ ٍ ْ‫اب َبع‬ َ ‫ض ُك ْم ِر َق‬ُ ْ‫ اَل َترْ ِجعُوا َبعْ دِي ُك َّفارً ا َيضْ ِربُ َبع‬،‫ِب‬ َ ‫"الشاه ُد الغائ‬.
Ingatlah, hendaklah orang yang hadir menyampaikannya kepada orang yang
tidak hadir. Janganlah kalian kembali menjadi kufur sesudahku, sebagian dari kalian
memukul leher sebagian yang lainnya.
Imam Bukhari telah meriwayatkan dari Ali ibnul Madini, dari Yahya ibnu Sa'id,
dari Fudail ibnu Gazwan dengan sanad yang sama dan lafaz yang semisal.
Firman Allah Swt.

َ ‫َوإِنْ َل ْم َت ْف َع ْل َف َما َبلَّ ْغ‬


‫ت ِر َسا َل َت ُه‬
jika tidak kamu kerjakan (apa yang diperintahkan itu, berarti) kamu tidak
menyampaikan amanatNya. (AlMaidah: 67)
Yakni jika engkau tidak menyampaikannya kepada manusia apa yang telah Aku
perintahkan untuk menyampaikannya, berarti engkau tidak menyampaikan risalah
yang dipercayakan Allah kepadamu. Dengan kata lain dapat disebutkan bahwa telah
diketahui konsekuensi hal tersebut seandainya terjadi.
Ali ibnu Abu Talhah meriwayatkan dari Ibnu Abbas sehubungan dengan makna
firmanNya:

َ ‫َوإِنْ َل ْم َت ْف َع ْل َف َما َبلَّ ْغ‬


‫ت ِر َسا َل َت ُه‬
Jika tidak kamu kerjakan (apa yang diperiirtahkan itu, berarti) kamu tidak
menyampaikan amanatNya. (AlMaidah: 67)
Yaitu jika engkau sembunyikan barang suatu ayat yang diturunkan kepadamu
dari Tuhanmu, berarti engkau tidak menyampaikan risatahNya.
Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami ayahku, telah
menceritakan kepada kami Qubaihah ibnu Uqbah, telah menceritakan kepada kami
Sufyan,dari seorang lakilaki, dari Mujahid yang mengatakan bahwa ketika diturunkan
firmanNya:

ُ َٓ
َ ‫ْك مِن رَّ ِّب‬
‫ك‬ ِ ‫ٰ َيأ ُّي َها ٱلرَّ سُو ُل َبلِّ ْغ َمٓا أ‬
َ ‫نز َل إِ َلي‬
Hai Rasul, sampaikanlah apa yang diturunkan kepadamu dari Tuhanmu. (Al-
Maidah: 67)
Nabi Muhammad berkata, "Ya Tuhanku, apakah yang harus aku perbuat,
sedangkan aku sendirian, tentu mereka akan mengeroyokku." Maka turunlah firman-
Nya:

َ ‫َوإِنْ َل ْم َت ْف َع ْل َف َما َبلَّ ْغ‬


‫ت ِر َسا َل َت ُه‬
Jika tidak kamu kerjakan (apa yang diperintahkan itu, berarti) kamu tidak
menyampaikan amanatNya. (AlMaidah: 67)

Ibnu Jarir meriwayatkannya melalui jalur Sufyan AsSauri dengan sanad yang
sama.
Firman Allah Swt.:

َ ‫َوٱهَّلل ُ َيعْ صِ م‬
ِ ‫ُك م َِن ٱل َّن‬
‫اس‬
Allah memelihara kamu dari (gangguan) manusia. (AlMaidah: 67)
Yakni sampaikanlah olehmu risalahKu, dan Aku akan memeliharamu,
menolongmu, dan mendukungmu serta memenangkanmu atas mereka. Karena itu
jangan kamu takut dan jangan kamu bersedih hati karena tiada seorang pun dari
mereka dapat menyentuhmu dengan keburukan yang menyakitkanmu. Sebelum ayat
ini diturunkan, Nabi Saw. selalu dikawal. Seperti yang disebutkan oleh Imam Ahmad,
telah menceritakan kepada kami Yazid, telah menceritakan kepada kami Yahya yang
mengatakan bahwa ia pernah mendengar Abdullah ibnu Amir ibnu Rabi'ah
menceritakan, "Siti Aisyah pernah bercerita bahwa d i suatu malam Rasulullah Saw.
begadang, sedangkan Siti Aisyah r.a. berada di sisinya. Siti Aisyah bertanya, 'Apakah
gerangan yang membuatmu gelisah, wahai Rasulullah Saw.?'

Maka Rasulullah bersabda:

‫صالِحً ا ِمنْ أَصْ َح ِابي َيحْ ُر ُسنِي اللَّ ْي َل َة‬


َ ‫ْت َر ُجاًل‬
َ ‫َلي‬
Mudahmudahan ada seorang lelaki saleh dari sahabatku yang mau menjagaku
malam ini'."
Siti Aisyah melanjutkan kisahnya, "Ketika kami berdua dalam keadaan
demikian, tibatiba aku (Siti Aisyah) mendengar suara senjata, maka Rasulullah Saw.
bertanya, 'Siapakah orang ini?' Seseorang menjawab, 'Saya Sa'd ibdu Malik.'
Rasulullah Saw. bertanya, 'Apa yang sedang kamu lakukan?' Sa'd menjawab, 'Aku
datang untuk menjagamu, wahai Rasulullah'.'' Siti Aisyah melanjutkan kisahnya,
"Tidak lama kemudian aku mendengar suara tidur Rasulullah Saw."
Imam Bukhari dan Imam Muslim mengetengahkannya melalui jalur Yahya
ibnu Sa'id AlAnsari dengan lafaz yang sama. Menurut suatu lafaz, Rasulullah Saw.
begadang d i suatu malam, yaitu setibanya di Madinah sesudah hijrahnya dan sesudah
mencampuri Siti Aisyah r.a. Hal ini terjadi pada tahun dua Hijriah.
Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ibrahim ibnu
Marzuq AlBasri yang tinggal di Mesir, telah menceritakan kepada kami Muslim ibnu
Ibrahim, telah menceritakan kepada kami AlHaris ibnu Ubaid (yakni Abu Qudamah),
dari AlJariri, dari Abdullah ibnu Syaqiq, dari Siti Aisyah yang menceritakan bahwa
Nabi Saw. selalu dikawal dan dijaga sebelum ayat ini diturunkan, yaitu firmanNya:

َ ‫َوٱهَّلل ُ َيعْ صِ م‬
ِ ‫ُك م َِن ٱل َّن‬
‫اس‬
Allah memelihara kamu dari (gangguan) manusia. (AlMaidah: 67)
Siti Aisyah melanjutkan kisahnya, "Setelah itu Rasulullah Saw. mengeluarkan
kepala dari kemahnya dan bersabda:

"َّ‫ص َمنِي هَّللا ُ َع َّز َو َجل‬ َ ‫ ا ْن‬، ُ‫يأيها ال َّناس‬


َ ‫ص ِرفُوا َف َق ْد َع‬
“Hai manusia, bubarlah kalian, sesungguhnya Allah Swt. telah menjaga diri
kami"
Hal yang sama telah diriwayatkan oleh Imam Turmuzi melalui Abdu ibnu
Humaid dan Nasr ibnu Ali AlJahdami, keduanya dari Muslim ibnu Ibrahim dengan
sanad yang sama. Kemudian Imam Turmuzi mengatakan bahwa hadis ini garib.
Juga telah diriwayatkan oleh Ibnu Jarir dan Imam Hakim di dalam kitab
Mustadraknya melalui jalur Muslim ibnu Ibrahim dengan sanad yang sama, kemudian
Imam Hakim mengatakan bahwa sanad hadis ini sahih, tetapi keduanya (Bukhari dan
Muslim) tidak mengetengahkannya.
Telah diriwayatkan pula oleh Sa'id ibnu Mansur, dari AlHaris ibnu Ubaid Abu
Qudamah AlAyadi, dari AlJariri, dari Abdullah ibnu Syaqiq, dari Siti Aisyah dengan
lafaz yang sama.
Imam Turmuzi mengatakan, sebagian dari mereka ada yang meriwayatkan
hadis ini dari AlJariri, dari Ibnu Syaqiq yang telah menceritakan bahwa pada mulanya
Nabi Saw. selalu dikawal sebelum ayat ini diturunkan. Tetapi di dalam riwayat ini
tidak disebutkan nama Siti Aisyah. Menurut hemat kami, demikian pula yang
diriwayatkan oleh Ibnu Jarir dari jalur Ismail ibnu Ulayyah; dan Ibnu Murdawaih
melalui jalur Wuhaib, keduanya dari AlJariri, dari Abdullah ibnu Syaqiq secara
mursol. Hadis ini telah diriwayatkan secara mursal melalui Sa'id ibnu Jubair dan
Muhammad ibnu Ka'b AlQurazi. Keduanya diriwayatkan oleh Ibnu Jarir. ArRabi'
ibnu Anas, dan ibnu Murdawaih.
Ibnu Murdawaih mengatakan, telah menceritakan kepada kami Sulaiman Ibnu
Ahmad, telah menceritakan kepada kami Ahmad ibnu Rasyidin AlMasri, telah
menceritakan kepada kami Khalid ibnu Abdus Salam AsSadfi, telah menceritakan
kepada kami AlFadl ibnul Mukhtai, dari Abdullah ibnu Mauhib, dari Ismah ibnu
Malik AlKatmi yang menceritakan bahwa kami selalu mengawal Rasulullah Saw. di
malam.

َ ‫َوٱهَّلل ُ َيعْ صِ م‬
ِ ‫ُك م َِن ٱل َّن‬
‫اس‬
Allah memelihara kamu dari (gangguan) manusia. (AlMaidah: 67)
Setelah ayat ini diturunkan, pengawalan pun dibubarkan.
Telah menceritakan kepada kami Sulaiman ibnu Ahmad, telah menceritakan
kepada kami Ahmad ibnu Muhammad ibnu Ahmad Abu Nasr AlKatib AlBagdadi,
telah menceritakan kepada kami Kardus ibnu Muhammad AlWasiti, telah
menceritakan kepada kami Ya'la ibnu Abdur Rahman, dari Fudail ibnu Marzuq, dari
Atiyyah. dari Abu a'id Alkhudri yang menceritakan bahwa Al Abbas —paman
Rasulullah Saw.—termasuk salah seorang yang ikut mengawal Nabi Saw. Setelah
ayat ini diturunkan, ya itu firmanNya:

َ ‫َوٱهَّلل ُ َيعْ صِ م‬
ِ ‫ُك م َِن ٱل َّن‬
‫اس‬
Allah memelihara kamu dari (gangguan) manusia. (AlMaidah: 67)
maka Rasulullah Saw. meninggalkan penjagaan, yakni tidak mau dikawal lagi.
Telah menceritakan kepada kami Ali ibnu Abu Hamid AlMadini, telah
menceritakan kepada kami Ahmad ibnu Muhammad ibnu Sa'id, telah menceritakan
kepada kami Muhammad ibnu Mufaddal ibnu Ibrahim AlAsy'ari, telah menceritakan
kepada kami ayahku, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Mu'awiyah
ibnu Ammar, telah menceritakan kepada kami ayahku, bahwa ia pernah mendengar
Abuz Zubair AlMakki menceritakan hadis berikut dari Jabir ibnu Abdullah yang
mengatakan bahwa dahulu apabila Rasulullah Saw. keluar, maka Abu Talib
mengirimkan seseorang untuk menjaganya, hingga turun firmanNya:

َ ‫َوٱهَّلل ُ َيعْ صِ م‬
ِ ‫ُك م َِن ٱل َّن‬
‫اس‬
Allah memelihara kamu dari (gangguan) manusia. (AlMaidah: 67)
Setelah ayat ini diturunkan dan Abu Talib mengutus seseorang untuk menjaga
Rasulullah Saw.,

maka Rasulullah Saw. bersabda:

ُ ‫اج َة لِي إِ َلى َمنْ َت ْب َع‬


‫ث‬ َ ‫ إِنَّ هَّللا َ َق ْد َع‬،‫َيا َع ُّم‬
َ ‫ اَل َح‬،‫ص َمنِي‬
Hai paman, sesungguhnya Allah telah menjaga diriku (dari gangguan
manusia), maka sekarang aku tidak memerlukan lagi penjaga (pengawal pribadi)
yang engkau kirimkan.
Hadis ini garib, dan di dalamnya terdapat hal yang tidak dapat diterima,
mengingat ayat ini adalah Madaniyah: sedangkan pengertian hadis menunjukkan
kejadiannya berlangsung dalam periode Makkiyyah.
Sulaiman ibnu Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami
Muhammad ibnu Ahmad ibnu Ibrahim, telah menceritakan kepada kami Muhammad
ibnu Yahya, telah menceritakan kepada kami Abu Kuraib, telah menceritakan kepada
kami Abdul Majid AlHammani, dari AnNadr, dari Ikrimah, dari Ibnu Abbas yang
menceritakan bahwa dahulu Rasulullah Saw. selalu dikawal. Abu Taliblah yang
selalu mengirimkan beberapa orang lelaki dari kalangan Bani Hasyim untuk
mengawal dan menjaga Nabi Saw. setiap harinya hingga turun kepada Nabi Saw.
firman Allah Swt. yang mengatakan:

ُ َٓ
َ ‫ِّك ۖ َوإِن لَّ ْم َت ْف َع ْل َف َما َبلَّ ْغ‬
‫ت‬ ِ ‫ٰ َيأ ُّي َها ٱلرَّ سُو ُل َبلِّ ْغ َمٓا أ‬
َ ‫نز َل إِ َلي‬
َ ‫ْك مِن رَّ ب‬
َ ‫ِر َسا َل َتهُۥ ۚ َوٱهَّلل ُ َيعْ صِ م‬
‫ُك م َِن ٱل َّناس‬

Hai Rasul, sampaikanlah apa yang diturunkan kepadamu dari Tuhanmu. Dan
jika tidak kamu kerjakan (apa yang diperintahkan itu, berarti) kamu tidak
menyampaikan amanatnya. Allah memelihara kamu dari (gangguan) manusia. (Al-
Maidah: 67)
Ibnu Abbas melanjutkan kisahnya, "Lalu paman Nabi Saw. bermaksud
mengirimkan orangorang untuk mengawal Nabi Saw. Maka Nabi Saw. bersabda:
'Sesungguhnya Allah telah memelihara diriku dari (gangguan) jin’
ImamTabrani meriwayatkannya dari Ya'qub ibnu Gailan AlAmman i. dari Abu
Kuraib dengan sanad yang sama.
Hadis ini pun berpredikat garib, karena pendapat yang benar ialah yang
mengatakan bahwa ayat ini adalah Madaniyah, bahkan ayat ini termasuk salah satu
dari ayatayat yang paling akhir diturunkan oleh Allah Swt.
Termasuk pemeliharaan Allah Swt. kepada RasulNya ialah Allah menjaga
Rasulullah Saw. dari perlakuan jahat penduduk Mekah, para pemimpinnya, orang-
orangnya yang dengki dan yang menentang beliau, serta para hartawannya yang
selalu memusuhi dan membenci beliau, selalu memeranginya siang dan malam. Allah
memelihara diri Nabi Saw. dari ulah jahat mereka dengan berbagai sarana yang
diciptakan olehNya melalui kekuasaan dan kebijaksanaanNya yang besar.
Pada permulaan masa risalah Nabi Saw., Allah memelihara beliau melalui
pamannya, yaitu AbuTalib; mengingat AbuTalib adalah seorang pemimpin yang
besar lagi ditaati d i kalangan orangorang Quraisy. Allah menciptakan rasa cinta
secara naluri kepada Rasulullah Saw. di dalam kalbu AbuTalib, tetapi bukan cinta
secara syar'L Seandainya AbuTalib adalah orang yang telah masuk Islam, niscaya
orangorang kafir dan para pembesar Mekah berani mengganggu Nabi Saw. Akan
tetapi, karena antara Abu Talib dan mereka terjalin kekufuran yang sama, maka
mereka menghormati dan segan kepadanya.
Setelah paman Nabi Saw. —yaitu AbuTalib— meninggal dunia, orangorang
musyrik baru dapat menimpakan sedikit gangguan yang menyakitkan terhadap diri
Nabi Saw. Tetapi tidak lama kemudian Allah membentuk kaum Ansar yang
menolongnya; mereka oerbaiat kepadanya untuk Islam serta meminta kepada beliau
agar pindah ke negeri mereka, yaitu Madinah.
Setelah Nabi Saw. tiba di Madinah, maka orangorang Ansar membela Nabi
Saw. dari gangguan dan serangan segala bangsa. Setiap kali seseorang dari kaum
musyrik dan kaum Ahli Kitab melancarkan tipu muslihat jahat terhadap diri beliau
Saw., maka Allah menangkal tipu daya mereka dan mengembalikan tipu muslihat itu
kepada perencananya sendiri.
Orang Yahudi pemah melancarkan tipu muslihat terhadap diri Nabi Saw.
melalui sihirnya, tetapi Allah memelihara diri Nabi Saw. dari kejahatan sihir mereka,
dan diturunkanNya kepada Nabi Saw. dua surat mu'awwizah sebagai obat untuk
menangkal penyakit itu.
Dan ketika seorang Yahudi meracuni masakan kaki (kikil) kambing yang
mereka kirimkan kepadanya di Khaibar, Allah memberitahukan hal itu kepada Nabi
Saw. dan memelihara diri Nabi Saw. dari racun tersebut.
Halhal seperti itu banyak sekali terjadi, kisahnya panjang bila dituturkan; antara
lain ialah apa yang disebutkan oleh ulama tafsir dalam pembahasan ayat ini.
Abu Ja'far ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepada kami AlHaris,
telah menceritakan kepada kami Abdul Aziz, telah menceritakan kepada kami Abu
Ma'syar, dari Muhammad ibnu Ka'b AIQurazi dan lainlainnya yang menceritakan
bahwa Rasulullah Saw. apabila turun di suatu tempat, maka para sahabatnya
memilihkan buatnya sebuah pohon yang rindang, lalu beliau Saw. merebahkan diri
beristirahat di bawahnya. Dan ketika beliau Saw. dalam keadaan demikian, datanglah
seorang lelaki Arab Badui, lalu mencabut pedangnya, kemudian berkata "Siapakah
yang melindungi dirimu dariku?" Nabi Saw. menjawab, "Allah Swt." Maka tangan
orang Badui itu gemetar sehingga pedang terjatuh dari tangannya, lalu kepala orang
Badui itu dipukulkan ke pohon hingga pecah dan otaknya berhamburan. Kemudian
Allah Swt. menurunkan ftrmanNya:

َ ‫َوٱهَّلل ُ َيعْ صِ م‬
ِ ‫ُك م َِن ٱل َّن‬
‫اس‬
Allah memelihara kamu dari (gangguan) manusia. (AlMaidah: 67)
Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abu Sa'id
Ahmad ibnu Muhammad ibnu Yahya ibnu Sa'id AlQattan. telah menceritakan kepada
kami Zaid ibnul Hubab, telah menceritakan kepada kami Musa ibnu Ubaidah, telah
menceritakan kepadaku Zaid ibnu Aslam, dari Jabir ibnu Abdullah AlAnsari yang
menceritakan bahwa ketika Rasulullah Saw. berperang melawan Bani Anmar, beliau
turun istirahat di Zatur Riqa\ yaitu di daerah Nakhl yang tinggi. Ketika beliau sedang
duduk d i pinggir sebuah sumur seraya menjulurkan kedua kakinya (ke dalam sumur
itu), berkatalah AlHaris dari kalangan Bani Najiar “Aku benar-benar akan membunuh
Muhammad” Maka teman-temannya berkata kepadanya, "Bagaimanakah cara kamu
membunuh dia?" AlHaris berkata, "Aku akan katakan kepadanya, 'Berikanlah
pedangmu kepadaku* Apabila dia telah memberikan pedangnya kepadaku, maka aku
akan membunuhnya dengan pedang itu. *
AlHaris datang kepada Nabi Saw. dan berkata, "Hai Muhammad, berikanlah
pedangmu kepadaku, aku akan melihatlihatnya dengan menghunusnya." Maka Nabi
Saw. memberikan pedangnya kepada AlHaris. Tetapi setelah AlHaris menerimanya
dan menghunusnya, tibatiba tangan AlHaris gemetar hingga pedang itu terjatuh dari
tangannya.
Maka Rasulullah Saw. bersabda:
‘Allah menghalanghalangi antara kamu dan apa yang kamu inginkan.’
Lalu Allah Swt. menurunkan firmanNya:
ُ َٓ
َ ‫ِّك ۖ َوإِن لَّ ْم َت ْف َع ْل َف َما َبلَّ ْغ‬
‫ت ِر َسا َل َتهُۥ‬ ِ ‫ٰ َيأ ُّي َها ٱلرَّ سُو ُل َبلِّ ْغ َمٓا أ‬
َ ‫نز َل إِ َلي‬
َ ‫ْك مِن رَّ ب‬
ِ ‫ُك م َِن ٱل َّن‬
‫اس‬ َ ‫ۚ َوٱهَّلل ُ َيعْ صِ م‬

Hai Rasul, sampaikanlah apa yang diturunkan kepadamu dari Tuhanmu. Dan
jika tidak kamu kerjakan (apa yang diperintahkan itu, berarti) kamu tidak
menyampaikan amanatNya. Allah memelihara kamu dari (gangguan) manusia. (Al-
Maidah: 67)
Bila ditinjau dari segi konteksnya, hadis ini berpredikat garib. Kisah Gauras
ibnul Haris ini terkenal di dalam kitab Sahih.
Abu Bakar ibnu Murdawaih mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abu
Amr ibnu Ahmad ibnu Muhammad ibnu Ibrahim, telah menceritakan kepada kami
Muhammad ibnu Abdul Wahhab, telah menceritakan kepada kami Adam, telah
menceritakan kepada kami Hammad ibnu Salamah, dari Muhammad ibnu Amr, dari
Abu Salamah, dari Abu Hurairah yang menceritakan: Bila kami menemani Rasulullah
Saw. dalam suatu perjalanan, kami mencarikan sebuah pohon yang paling besar dan
paling rindang untuknya, lalu beliau turun istirahat di bawahnya.
Pada suatu hari beliau Saw. turun di bawah sebuah pohon, kemudian beliau
gantungkan pedangnya pada pohon tersebut. Lalu datanglah seorang lelaki dan
mengambil pedang itu, kemudian lelaki itu berkata, "Hai Muhammad, siapakah yang
akan melindungimu dariku?"
Nabi Saw. bersabda:
‘Allahlah yang akan melindungiku darimu. Sekarang letakkanlah pedang itu,
maka seketika itu juga dia langsung meletakkan pedangnya.’

Maka Allah Swt. menurunkan firmanNya:

َ ‫َوٱهَّلل ُ َيعْ صِ م‬
ِ ‫ُك م َِن ٱل َّن‬
‫اس‬
Allah memelihara kamu dari (gangguan) manusia. (AlMaidah: 67)
Hal yang sama telah diriwayatkan oleh Abu Hatim ibnu Hibban di dalam kitab
Shahihnya, dari Abdullah ibnu Muhammad, dari Ishaq Ibnu Ibrahim, dari Al-
Muammal ibnu Ismail, dari Hammad ibnu Salamah dengan sanad yang sama.
Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu
Ja'far, telah menceritakan kepada kami Syu'bah; ia pernah mendengar Aba Israil —
yakni AlJusyami— mengatakan bahwa ia pemah mendengar Ja'dah —yakni Ibnu
Khalid ibnus Summah AlJusyami r.a. —menceritakan hadis berikut, bahwa ia pernah
mendengar sebuah kisah mengenai Nabi Saw. Ketika beliau Saw. melihat seorang
lelaki yang gemuk, Nabi Saw. menunjuk ke arah perutnya dan bersabda:
‘Seandainya ini bukan di bagian ini, niscaya lebih baik darimu.’

Pernah pula didatangkan kepada Nabi Saw. seorang lelaki lain, lalu dikatakan
kepada Nabi Saw. bahwa orang ini bermaksud membunuhnya Maka Nabi Saw.
bersabda:
‘Jangan takut, seandainya kamu bermaksud melakukan niatmu itu, Allah tidak
akan membiarkanmu dapat menguasai diriku’.
Firman Allah Swt. :

َ ‫إِنَّ هَّللا َ اَل َي ْهدِي ْال َق ْو َم ْال َكاف ِِر‬


‫ين‬
Sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk kepada orangorang yang kafir.
(AlMaidah: 67)
Yakni sampaikanlah (risalah ini) olehmu, dan Allahlah yang akan memberi
petunjuk kepada siapa yang dikehendakiNya dan Dia akan menyesatkan siapa yang
dikehendakiNya. Perihalnya sama dengan makna yang terkandung di dalam ayat
lainnya, yaitu firman Allah Swt.:

‫ْك هُدَ ا ُه ْم َو ٰ َلكِنَّ هَّللا َ َي ْهدِي َمنْ َي َشا ُء‬


َ ‫ْس َع َلي‬
َ ‫َلي‬
Bukanlah kewajibanmu menjadikan mereka mendapat petunjuk, akan tetapi
Allahlah yang memberi petunjuk (memberi taufik) siapa yang dikehendakiNya. (Al-
Baqarah: 272)

ُ‫ْك ْٱل َب ٰ َل ُغ َو َع َل ْي َنا ْٱلح َِساب‬ َ ‫أَ ْو َن َت َو َّف َي َّن‬


َ ‫ك َفإِ َّن َما َع َلي‬

karena sesungguhnya tugasmu hanya menyampaikan saja sedangkan Kamilah


yang menghisab amalan mereka. (ArRa'd: 40)

Tafsir Fi Zhilalil-Qur’an II

Surat Al-Maidah Ayat 67

‫ت‬َ ‫ِّك ۖ َوإِن لَّ ْم َت ْف َع ْل َف َما َبلَّ ْغ‬


َ ‫ْك مِن رَّ ب‬ َ ‫نز َل إِ َلي‬ ُ ‫ٰ َٓيأ َ ُّي َها ٱلرَّ سُو ُل َبلِّ ْغ َمٓا أ‬
ِ
‫اس ۗ إِنَّ ٱهَّلل َ اَل َي ْهدِى ْٱل َق ْو َم ْٱل ٰ َكف ِِري‬
ِ ‫ُك م َِن ٱل َّن‬ َ ‫ر َسا َل َتهُۥ ۚ َوٱهَّلل ُ َيعْ صِ م‬.ِ

Ini adalah perintah yang pasti kepada Rasulullah SAW. untuk menyampaikan
apa yang diturunkan kepadanya dari Tuhannya secara utuh. Jangan sampai beliau
memperhitungkan apapun di dalam menyampaikan kalimat kebenaran ini. Apabila
beliau tidak menyampaikannya, berarti beliau tidak menunaikan tugas risalah. Allah
akan senantiasa memelihara dan melindungi beliau dari segala gangguan manusia.
Barangsiapa yang dilindungi oleh Allah, maka Apakah yang dapat dilakukan oleh
manusia-manusia yang kecil ini terhadapnya ?
Kalimat kebenaran mengenai aqidah tidak perlu disembunyikan. Ia harus
disampaikan secara lengkap dan jelas. Biarkan apa yang dikatakan oleh orang-orang
yang menentangnya, dan apa yang dilakukan oleh orang-orang yang memusuhinya.
Karena, kalimat kebenaran mengenai aqidah tidak perlu membujuk-bujuk hawa nafsu
dan mencari-cari Simpati. Adapun yang penting ialah ia disampaikan hingga sampai
ke dalam hati dengan kuat dan mantap.
Ketika kalimat kebenaran tentang aqidah diterangkan atau disembunyikan,
maka ia sampai ke relung hati yang di sana tersimpan potensi untuk menerima
petunjuk. Namun, tidaklah luluh hati yang tidak ada potensi untuk beriman. Yaitu,
hati yang kadang-kadang pelaku dakwah berkeinginan keras agar hati itu menerima
dakwahnya kalau ia mengambil muka dan kompromi dengan nya pada sebagian
hakikat.
“…Sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang
kafir.” (Al-Maa’idah: 67)
Kalau begitu, kalimat kebenaran haruslah tegas, jelas, sempurna, dan
menyeluruh. Sedangkan, petunjuk dan kesesatan itu kaitannya adalah dengan
kesiapan dan keterbukaan hati. Jadi, bukan karena bermanis muka dan berlunak-lunak
di dalam membuat perhitungan mengenai kalimat kebenaran ini.
Sesungguhnya ketegasan dan kepastian di dalam menyampaikan kebenaran
tentang aqidah ini bukan kasar dan keras. Karena, Allah telah memerintahkan Rasul-
Nya saw. untuk menyeru manusia ke Jalan Rabb-Nya dengan cara yang bijaksana dan
pengajaran yang baik. Tidak ada pertentangan antara arahan Al-Qur’an yang
bermacam-macam. Kebijaksanaan dan pengajaran yang baik tidaklah memisahkan
ketegasan dan kejelasan di dalam penerangan kalimat kebenaran. Pasalnya, cara dan
jalan untuk menyampaikan sesuatu itu Bukanlah materi dan tema tabligh itu sendiri.
Yang dituntut kepada pelaku dakwah ialah Jangan bersikap tidak tegas di dalam
menjelaskan kalimat kebenaran secara utuh mengenai masalah aqidah, dan jangan
berkompromi di tengah jalan mengenai hakikat masalah. Karena hakikat aqidah tidak
dapat dikompromikan dengan kepercayaan lain.
 Sejak hari-hari pertama dakwah, Rasulullah SAW. selalu mengajak manusia
dengan cara yang bijaksana dan pengajaran atau nasihat yang baik di dalam
melakukan tabligh, dan menarik garis tegas dalam masalah aqidah. Oleh karena itu,
beliau diperintahkan untuk mengatakan, “Hai orang-orang kafir! Aku tidak akan
menyembah apa yang kamu sembah…” Beliau menyifati mereka dengan identitas
yang ada pada mereka (yakni kafir), dan bersikap tegas kepada mereka dalam urusan
ini. Beliau tidak mau menerima kompromi yang mereka tawarkan, dan tidak mau
berlunak-lunak agar mereka juga akan bersikap lunak sebagaimana yang mereka
inginkan. Beliau tidak pernah mengatakan kepada mereka bahwa beliau hanya
meminta revisi-revisi kecil mengenai aqidah mereka. Tetapi, Beliau mengatakan
bahwa mereka berada di atas kebatilan tulen, sedang beliau berada di atas kebenaran
yang sempurna. Maka, disampaikan kalimat kebenaran ini dengan nilai yang tinggi,
sempurna, dan jelas dengan menggunakan metode yang tidak keras dan tidak kasar.

Seruan dan penugasan ini dimuat dalam surah ini sendiri,


“Hai Rasul, Sampaikanlah apa yang diturunkan kepadaMu dari Tuhanmu. Jika
tidak kamu kerjakan (apa yang diperintahkan itu berarti, kamu) tidak menyampaikan
amanat-Nya. Allah memelihara kamu dari (gangguan) manusia. Sesungguhnya Allah
tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang kafir.” (Al-Maa’idah: 67)
Dari ayat ini tampak-baik sebelum maupun sesudah seruan ini bahwa yang
dimaksudkan secara langsung ialah menghadapi Ahli Kitab dengan menyatakan
hakikat yang sebenarnya mengenai apa yang mereka pegang, dan identitas yang
sebenarnya yang layak mereka sandang (itu kafir). Juga menghadapi mereka dengan
menyatakan bahwa mereka itu tidak berarti apa-apa. Mereka tidak boleh pegang
sedikitpun pada agama aqidah dan iman. Karena mereka tidak menegakkan hukum
Taurat, Injil, dan apa yang diturunkan kepada mereka dari Tuhan mereka. Oleh
karena itu, tidak ada artinya sama sekali pengakuan mereka sebagai Ahli Kitab,
pemeluk aqidah, dan pengikut agama.

Tafsir Fi Zhilalil-Qur’an II

Surat Asy-Syuura Ayat 52

‫ت َت ْد ِري َما ْال ِك َتابُ َواَل‬ َ ‫ك رُوحً ا ِمنْ أَمْ ِر َنا ۚ َما ُك ْن‬ َ ‫َو َك ٰ َذل َِك أَ ْو َح ْي َنا إِ َل ْي‬
َ ‫اإْل ِي َمانُ َو ٰ َل ِكنْ َج َع ْل َناهُ ُنورً ا َن ْهدِي ِب ِه َمنْ َن َشا ُء ِمنْ عِ َبا ِد َنا ۚ َوإِ َّن‬
‫ك َل َت ْهدِي إِ َل ٰى‬
ٍ ‫راطٍ مُسْ َتق‬
‫ِيم‬ َ ِ‫ص‬

“Demikianlah,” yakni seperti Jalan inilah dan seperti komunikasi Inilah,


“Kami wahyukan kepadamu Wahyu.” Wahyu diturunkan dengan cara yang
dimaklumi. Persoalanmu ini bukanlah sesuatu yang aneh. Kami mewahyukan
kepadamu Wahyu, “dengan perintah Kami”. Wahyu itu mengandung kehidupan.
Wahyu menyebarkan kehidupan, mendorongnya, menggerakkannya, dan
mengembangkannya di dalam qalbu dan dalam realitas praktis yang nyata.
“…Sebelumnya kamu tidaklah mengetahui apakah Al-Kitab (Al-Qur’an) dan
tidak pula mengetahui apakah iman itu….”
Demikianlah Allah menggambarkan diri  Muhammad SAW., sedang dia sangat
memahaminya, sebelum beliau menerima wahyu. Rasulullah telah mendengar tentang
Al-Kitab dan telah mendengar tentang keimanan. Di Jazirah Arab sudah dimaklumi
bahwa di sana ada Ahli Kitab dan bahwa mereka memiliki aqidah. Namun, bukan itu
yang dimaksud oleh ayat, tetapi maksudnya ialah penguasa kalbu atas hakikat
keimanan dan Kitab, perasaan akan keberadaannya, dan terpengaruh oleh
keberadaannya di dalam hati. Hal ini belum terjadi pada Rasulullah. sebelum
Turunnya wahyu dengan perintah Allah, yang menyatu dengan kalbu Muhammad
SAW.
“…Tetapi, Kami menjadikan Al-Qur’an itu cahaya, yang Kami tunjukin
dengannya Siapa yang Kami kehendaki di antara hamba-hamba Kami….”
Inilah karakter utama Wahyu, Ruh ini dan Wahyu ini merupakan cahaya,
cahaya yang berbaur pada layar kalbu yang dikehendaki Allah untuk ditunjukkan
dengan cahaya itu, karena Dia mengetahui hakikat nya dan intensitas cahaya ini di
dalam kalbu.
“…Sesungguhnya kamu benar-benar memberi petunjuk kepada jalan yang
lurus.” (asy-Syuura: 52)
Di sana ada penguatan dalam mengkhususkan masalah ini, yaitu masalah
Hidayah Yang bertalian dengan kehendak Allah, kebersihannya dari aneka campur
tangan, dan keterkaitannya dengan Allah semata. Dia menetapkan untuk memberikan
Hidayah kepada siapa yang dikehendaki-Nya berdasarkan pengetahuan-Nya dan tiada
yang mengetahui siapa yang berhendak kecuali Dia. Rasulullah. hanyalah sebagai
perantara dalam merealisasikan kehendak Allah. Dia tidak menciptakan Hidayah
dalam kalbu. dia hanya menyampaikan risalah, lalu terjadilah kehendak Allah.
“Yaitu, jalan Allah yang kepunyaan-Nya segala apa yang ada di langit dan
apa yang ada di bumi….”
Itulah Hidayah kepada jalan Allah yang menyatukan berbagai jalur, sebab Ia
merupakan jalan menuju Al-Malik Yang memiliki segala perkara yang ada dilangit
dan dibumi. Orang yang beroleh petunjuk menuju jalan-Nya akan memperoleh
petunjuk Pulau untuk menuju aneka hukum langit dan bumi, kekuatan langit dan
bumi, rezeki langit dan bumi, arah langit dan bumi yang menuju Pemiliknya Yang
Agung, Yang menjadi Muara, dan yang menjadi tempat kembali.

TAFSIR JALALAIN Q.S. ASY-SYUARA : 52 (TUGAS & KEWAJIBAN)


Tentang Q.S. Asy-Syuara ayat 52 ini di dalam Tafsir Quraish Shihab juga dijelaskan
bahwa : Seperti Kami menurunkan wahyu kepada rasul-rasul sebelummu,
Muhammad, Kami juga mewahyukan kepadamu Al-Qur’an ini untuk menghidupkan
kalbu dengan seizing Kami. Sebelum di wahyukan kepadamu, kamu tidak pernah
tahu apa itu Al-Qur’an. Begitu juga dengan syariat (ajaran-ajaran agama) dan
masalah keimanan. Tetapi Kami kemudian menjadikan Al-Qur’an itu sebagai cahaya
amat terang yang dapat dijadikan petunjuk bagi orang yang memilih petunjuk.
Dengan Al-Qur’an ini kamu benar-benar mengajak ke jalan yang lurus.

TAFSIR JALALAIN Q.S. AL-IMRON : 104 (TUGAS & KEWAJIBAN)


Ayat ini menjelaskan tentang kewajiban amar ma’ruf nahi munkar. Seorang muslim
wajib menyeru kepada perbuatan yang Allah perintahkan (ma’ruf) dan menjauhi serta
mencegah segala hal yang Allah larang (mungkar).

TAFSIR JALALAIN Q.S. AL-MAIDAH : 67 (TUGAS & KEWAJIBAN)


Tentang Q.S. Al-Maidah ayat 67 ini di dalam Tafsir Quraish Shihab juga dijelaskan
bahwa : Wahai utusan Allah, berikanlah kabar kepada manusia akan apa-apa yang
telah diwahyukan Tuhan kepadamu. Ajaklah mereka untuk mengikutinya. Jangan
takut disakiti oleh seseorang. Bila kamu takut, maka berarti kamu tidak
menyampaikan risalah Allah. Sebab, kamu telah diperintahkan untuk
menyampaikannya kepada semua. Allah akan memelihara kamu dari gangguan
orang-orang kafir. Sebab, sudah merupakan ketentuan Allah yang berlaku bahwa
kebatilan tidak akan mengalahkan kebenaran. Sesungguhnya Allah tidak memberi
petunjuk orang-orang kafir kepada jalan yang lurus.

Anda mungkin juga menyukai