BAB I
PENDAHULUAN
I.1. Latar Belakang
Euphoria reformasi membuat kita ada dalam keadaan senang-senangnya membuat atau
mengubah, merevisi atau mengamandamen undang-undang dan menggantinya dengan unda
ng-undang baru, bahkan Undang-undang Dasar 1945 saja diamandemen. Dalam mengubah
atau membentuk undang-undang baru jarang diperhatikan bahwa hukum itu merupakan
suatu sistem, yang berarti bahwa suatu undang-undang itu tidak berdiri sendiri,
tetapi merupakan sistem (berkaitan) dengan undang-undang yang lain. Selain itu
yang juga harus diperhatikan adalah undang-undang tidak bisa dipisahkan dari per
kembangan masyarakat dimana undang-undang itu diberlakukan karena hukum dan masy
arakat saling mempengaruhi.
Undang-undang Narkotika juga telah beberapa kali diganti dengan undang-undang ba
ru karena dianggap undang-undang Narkotika yang lama sudah tertinggal oleh perke
mbangan dan maraknya peredaran gelap narkotika di Indonesia. Tindak pidana narko
tika yang menunjukkan kecenderungan semakin meningkat baik di tingkat nasional m
aupun internasional mendapat perhatian yang serius dari pemerintah, sehingga dip
andang perlu memperbaharui Undang-undang Nomor 9 Tahun 1976 tentang Narkotika de
ngan membentuk undang-undang baru, yaitu Undang-undang Nomor 22 tahun 1997. Unda
ng-undang Nomor 22 tahun 1997 tentang Narkotika yang mempunyai cakupan yang lebi
h luas baik dari segi norma, ruang lingkup materi, maupun ancaman pidana yang di
perberat.
Kemudian Undang-undang Nomor 22 Tahun 1997 kembali dicabut dan diganti dengan Un
dang-undang Nomor 35 tahun 2009 tentang Narkotika yang mulai berlaku sejak tangg
al 12 Oktober 2009. Jika ditinjau dari ancaman pidananya terdapat perbedaan anta
ra Undang-undang Nomor 9 tahun 1976, Undang-undang Nomor 22 tahun 1997, dan Unda
ng-undang Nomor 35 tahun 2009. Undang-undang Nomor 9 tahun 1976 tidak mengatur a
ncaman pidana mati, sedangkan Undang-undang Nomor 22 tahun 1997 dan Undang-undan
g Nomor 35 tahun 2009 mengatur ancaman pidana mati bagi pelaku tindak pidana nar
kotika. Ancaman pidana mati untuk tindak pidana narkotika di Indonesia baru dibe
rlakukan sejak tahun 1997 hingga saat ini.
Perubahan maupun pergantian peraturan perundang-undangan ini dilakukan untuk men
gikuti perkembangan masyarakat dinamis. Laju peradaban manusia, teknologi dan i
nformasi sulit diikuti sektor hukum sehingga menyebabkan hukum seakan-akan menga
lami ketertinggalan dalam menghadapi persoalan-persoalan konkrit dalam kehidupan
masyarakat. Para sarjana berpikir ulang tentang hukum dan mulai memberikan perh
atian serius terhadap interaksi antara sektor hukum dan masyarakat, tidak hanya
berkutat pada persoalan-persoalan normatif belaka.
Dalam praktik terkadang terjadi suatu aturan hukum maupun sanksi hukum tidak efe
ktif sehingga tujuan undang-undang tersebut tidak dapat dicapai secara maksimal.
Hal ini bisa saja terjadi pada Undang-undang Narkotika, walaupun undang-undang
tersebut telah disertai dengan ancaman pidana mati. Efektivitas suatu undang-und
ang bukan semata-mata dipenggaruhi oleh faktor norma (kosong, kabur, atau konfli
k) dalam undang-undangnya sendiri, tetapi lebih banyak dipengaruhi oleh faktor-f
aktor yang terdapat dalam masyarakat, seperti kesadaran hukum, penegakan hukum,
kepatuhan hukum, faktor ekonomi, dan faktor-faktor sosial masyarakat lainnya seh
ingga dapat menimbulkan kesenjangan antara law in book dan law in action.
Untuk dapat mengetahui efektivitas Undang-undang Narkotika dan sanksi pidana mat
i yang diatur dalam undang-undang tersebut terhadap upaya pemberantasan tindak p
idana narkotika, maka harus dilakukan suatu penelitian dengan pendekatan sosiolo
gi hukum. Istilah â Sosiologi Hukumâ pertama sekali digunakan oleh seorang Itali yang
ernama Anzilloti pada tahun 1822. Istilah sosiologi hukum mulai terkenal terseb
ut setelah munculnya tulisan-tulisan Roscoe Pound, Eugen Ehrlich, Max Weber, Kar
l Liewellyn, Emile Durkhim, serta tokoh-tokoh lain yang concern terhadap sosiolo
gi hukum baik nasional maupun internasional. Sosiologi hukum merupakan disiplin
yang sudah berkembang dewasa ini. Kini banyak penelitian hukum di Indonesia dil
akukan dengan mengunakan metode sosiologi hukum. Para sarjana di Indonesia mulai
menyadari bahwa hukum tidak dapat dipisahkan dari perkembangan masyarakat, huku
m dan masyarakat saling mempengaruhi, serta efektivitas hukum sangat dipengaruhi
oleh faktor-faktor empiris dalam masyarakat, bukan semata-mata hanya dipengaruh
i oleh faktor-faktor normatif.
I.2. Rumusan Masalah
1. Apakah Undang-undang Narkotika dan sanksi pidana mati efektif terhadap u
paya pemberantasan tindak pidana narkotika di Indonesia ?
2. Bagaimanakah pengaruh kesadaran hukum masyarakat dan penegakan hukum ter
hadap efektivitas Undang-undang Narkotika di Indonesia ?
BAB II
PEMBAHASAN
II.1. Efektivitas Undang-undang Narkotika di Indonesia
Bila membicarakan efektifitas hukum dalam masyarakat berarti membicarakan daya k
erja hukum itu dalam mengatur dan atau memaksa masyarakat untuk taat terhadap hu
kum. Efektifitas hukum yang di maksud berarti mengkaji kembali hukum yang harus
memenuhi syarat ; yaitu berlaku secara yuridis, berlaku secara sosiologis, dan b
erlaku secara filosofis. Efektivitas hukum dipengaruhi oleh sistem hukum yang me
nurut Lawrence M. Friedman terdiri atas 3 (tiga) komponen, yaitu ; struktur, sub
stansi, kultur hukum. Stuktur adalah keseluruhan institusi-institusi hukum yang
ada beserta aparatnya, mencakupi antara lain kejaksaan dengan para jaksanya, pen
gadilan dengan para hakimnya, dan lain-lain. Substansi meliputi keseluruhan atur
an hukum, norma hokum, dan asas hukum, baik yang tertulis maupun yang tidak tert
ulis. Komponen terakhir adalah kultur hukum yaitu opini-opini, kepercayaan-keper
cayaan (keyakinan-keyakinan) kebiasaan-kebiasaan, cara berpikir, dan cara bertin
dak, baik dari para penegak hukum maupun dari warga masyarakat, tentang hukum da
n berbagai fenomena yang berkaitan dengan hukum.
Untuk mengetahui efektifitas Undang-undang Narkotika dalam upaya pemberantasan t
indak pidana narkotika, maka diperlukan data-data yang dapat membuktikan meningk
at atau menurun jumlah tindak pidana maupun pelaku tindak pidana narkotika terse
but. Data tersebut dapat diperoleh dari pihak-pihak yang memiliki wewenang maupu
n terkait dengan upaya pemberantasan tindak pidana narkotika di Indonesia, seper
ti Badan Narkotika Nasional (selanjutnya ditulis BNN), Polisi, Kejaksaan, Depart
emen Hukum dan Ham, atau Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) yang concern terhadap
upaya pemberantasan tindak pidana narkotika. Di bawah ini disajikan data-data ju
mlah kasus dan pelaku tindak pidana narkotika yang terjadi di Indonesia dalam ku
run waktu 11 tahun (1997-2008), sebagai berikut :