Anda di halaman 1dari 172

BAB II

GAMBARAN UMUM KONDISI DAERAH

Gambaran umum kondisi wilayah Kabupaten Sumba Barat meliputi


gambaran mengenai aspek geografi dan demografi, aspek kesejahteraan
masyarakat, aspek pelayanan umum dan aspek daya saing daerah. Kajian ini
penting sebagai acuan dalam menentukan arah kebijakan dan strategi
pembangunan daerah lima tahun yang akan datang.

2.1. ASPEK GEOGRAFI DAN DEMOGRAFIS


2.1.1. Karakteristik Lokasi dan Wilayah
2.1.1.1. Luas dan Batas Wilayah Administrasi
Kabupaten Sumba Barat merupakan salah satu kabupaten yang berada
di bagian barat Pulau Sumba, dengan letak berada pada 9°22’–9°47’ Lintang
Selatan dan 119°07’–119°33’ Bujur Timur, dan memiliki batas–batas
administratif pemerintahan :
- Sebelah timur berbatasan dengan Kabupaten Sumba Tengah
- Sebelah selatan berbatasan dengan Samudera Hindia
- Sebelah barat berbatasan dengan Kabupaten Sumba Barat Daya
- Sebelah utara berbatasan dengan Selat Sumba
Luas wilayah Kabupaten Sumba Barat adalah 737,42 Km², dan jika luas
wilayah daratan tersebut diakumulasikan dengan luas wilayah laut, maka total
wilayah Kabupaten Sumba Barat adalah 1.178,42 Km² (luas daratan 737,42
Km² + luas laut 441 Km²). Wilayah administrasi Kabupaten Sumba Barat
memiliki 6 wilayah kecamatan yang terdiri dari Kecamatan Loli, Kecamatan
Kota Waikabubak, Kecamatan Lamboya, Kecamatan Wanukaka, Kecamatan
Tana Righu, dan Kecamatan Laboya Barat. Peta administrasi Kabupaten
Sumba Barat dapat dilihat pada Gambar 2.1. dan luas wilayah untuk masing-
masing kecamatan tersebut dapat dilihat pada Tabel 2.1.

II-1
Sumber : Dokumen RTRW kabupaten Sumba Barat Tahun 2012 – 2031
Gambar 2. 1
Peta Administrasi Kabupaten Sumba Barat

II-2
Tabel 2.1.
Luas Wilayah Per Kecamatan
Kabupaten Sumba Barat Tahun 2016
Luas
Persentase
No. Kecamatan Wilayah
(%)
(Ha)
1 Lamboya 12.565 17,04
2 Wanukaka 13.368 18,13
3 Laboya Barat 16.123 21,86
4 Loli 13.236 17,95
5 Kota Waikabubak 4.471 6,06
6 Tana Righu 13.979 18,96
Jumlah 73.742 100,00
Sumber : Kabupaten Sumba Barat Dalam Angka Tahun 2015

Gambar 2. 2
Prosentase Luas Wilayah Per Kecamatan Kabupaten Sumba Barat

2.1.1.2. Letak dan Kondisi Geografis


A. Posisi Astronomis
Kabupaten Sumba Barat merupakan salah satu kabupaten yang berada di
bagian barat Pulau Sumba, dengan letak berada pada 9°22’–9°47’ Lintang
Selatan dan 119°07’–119°33’ Bujur Timur.
B. Posisi Geostrategis
Berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 179 Tahun 2014 Tentang Rencana
Tata Ruang Kawasan Perbatasan Negara di Provinsi Nusa Tenggara
Timur, Kabupaten Sumba Barat menjadi salah satu kawasan perbatasan
laut negara yaitu 3 (tiga) kecamatan yang meliputi Kecamatan Wanukaka,
Kecamatan Lamboya, dan Kecamatan Laboya Barat. Dan secara strategis

II-3
pengembangan, kawasan tersebut telah dilintasi jalan provinsi yang
menghubungkan pesisir selatan Kabupaten Sumba Barat hingga
Kabupaten Sumba Barat Daya. Pada kawasan tersebut selain sebagai
kawasan perbatasan laut negara juga memiliki potensi di sektor kelautan
berupa perikanan dan potensi wisata Pantai serta Budaya berupa kampung
– kampung tradisional arsitektur Sumba yang masih terjaga serta budaya
Pasola yang telah menjadi daya tarik wisatawan hingga mancanegara.
C. Kondisi Wilayah
Berdasarkan Lampiran Peraturan Presiden Nomor 131 Tahun 2015
Tentang Penetapan Daerah Tertinggal Tahun 2015 – 2019, Kabupaten
Sumba Barat merupakan salah satunya.
1. Pedalaman
Berdasarkan RPJMD Provinsi Nusa Tenggara Timur Tahun 2013 – 2018,
Kondisi kawasan pedalaman dikembangkan melalui pengembangan
habitat Komunitas Adat Terpencil (KAT) atau lokasi tempat habitat
berada dengan indikator yaitu :
1. Dataran rendah dan atau daerah rawa;
2. Dataran tinggi dan atau daerah pegunungan;
3. Pedalaman dan atau daerah perbatasan;
4. Diatas perahu dan atau pesisir pantai.
Dan Berdasarkan Data Pemberdayaan Komunitas Adat Terpencil (KAT)
Provinsi Nusa Tenggara Timur Tahun Anggaran 2010 - 2014 sesuai
Kabupaten, Lokasi Pemberdayaan, Desa Dan Kecamatan untuk di
Kabupaten Sumba Barat tidak ada.
2. Terpencil
Permasalahan yang menyebabkan suatu wilayah menjadi terisolasi
(terpencil) antara lain :
a. Pengaruh Geografis yang membagi wilayah dalam berbagai
keadaan/kondisi (Pulau, Pesisir, Dataran Rendah ataupun Dataran
Tinggi) dengan pembatas alami seperti Laut, Sungai, Gunung, dan
lain-lain.

II-4
b. Kurangnya Sarana Aksesibilitas yang menghubungkan suatu
wilayah dengan wilayah lain seperti Jalan, Jembatan, Dermaga
atau Bandar Udara.
c. Gangguan Akibat Bencana yang menyebabkan rusaknya Sarana
Aksesibilitas yang telah ada.
d. Komunitas Adat Terpencil (KAT) yang secara sadar memisahkan
diri dari lingkungan sosial di luar wilayahnya (Self Isolation), serta
menolak intervensi.
Bila didasarkan pada indikator di atas sebagai kawasan terpencil, untuk
Kabupaten Sumba Barat Tidak ada wilayah maupun perkampungan
dikategorikan sebagai pedalaman dan terpencil. Untuk perkampungan
sebagian besar juga telah terhubung akses jalannya hingga jalan
kabupaten.
3. Pesisir
Topografi yang berbukit di Kabupaten Sumba Barat mempengaruhi
masyarakat dalam membentuk suatu komunitas. Beberapa hal yang
nyata terlihat adalah terbentuknya suatu desa dengan luas yang
berbeda. Untuk Wilayah Selatan, di Kecamatan Wanukaka terdapat 6
(enam) desa pesisir, dimana wilayah terluas berada di Desa Baliloku
seluas 23.12 km² dengan panjang garis pantai 7,35 km, sedangkan
wilayah terkecil berada di Desa waemangoma sebesar 6 km² dengan
panjang garis pantai 1 km. Kecamatan Lamboya memiliki 3 (tiga) desa
pesisir yaitu Desa Patiala Bawah, Desa Watu Karere dan Desa
Palamoko, Desa pesisir Patiala Bawah memiliki luasan sebesar 9.89 km²
dengan panjang garis pantai 9 km, sedangkan luas Desa Watu Karere
sebesar 9.36 km² dengan panjang garis pantai hanya 2 km. Desa pesisir
di Kecamatan Laboya Barat yang memiliki luasan paling besar berada di
Desa Wetana dengan luasan 64.12 km² dengan panjang garis pantai 13
km, sedangkan desa yang memiliki luasan terkecil berada di Desa
Harona Kalla sebesar 17.06 km² dengan panjang garis pantai 2,5 km.
Untuk Wilayah Utara, Desa Lokory memiliki luas desa 11,18 km² dengan

II-5
panjang garis pantai 2.83 km. Pada tabel 2.2 di bawah menjelaskan
secara lebih terperinci mengenai nama desa pesisir berserta luas desa
dan panjang garis pantai masing masing desa.
Tabel 2.2.
Nama Desa, Panjang Garis Pantai Dan Luas Desa Di Wilayah Pesisir
Kabupaten Sumba Barat
PANJANG GARIS LUAS DESA
NO KECAMATAN/DESA
PANTAI (km²)
I WANUKAKA 17,45 64,58
1 Hobawawi 2,00 11,00
2 Wei Mangoma 1,00 6,00
3 Rua 2,50 11,27
4 Pahola 2,00 6,92
5 Weihura 2,60 6,27
6 Bali Loku 7,35 23,12

II LAMBOYA 12,00 19,25


7 Patiala Bawa 9,00 9,89
8 Palamoko 1,00
9 Watu Karere 2,00 9,36

III LABOYA BARAT 27,25 161,24


10 Weetana 13,00 64,12
11 Gaura 9,25 61,7
12 Patiala Dete 2,50 18,36
13 Harona Kalla 2,50 17,06

IV TANA RIGHU 2,83 11,18


14 Lokori 2,83 11,18
Jumlah 59,53 256,25
Sumber : Data masing masing desa pesisir, 2013

Kabupaten Sumba Barat mempunyai potensi kelautan dan perikanan


cukup besar untuk dimanfaatkan secara maksimal dan berkelanjutan
dengan memperhatikan keseimbangan lingkungan. Tantangan yang
dihadapi adalah belum tersedianya prasarana dan sarana kelautan dan
perikanan seperti prasarana dermaga perikanan, pengawetan,
pengalengan, dan sebagainya yang memadai baik dari segi kualitas
maupun kuantitas. Wilayah pesisir di Kabupaten Sumba Barat terdapat di
3 kecamatan yaitu di Kecamatan Lamboya, Kecamatan Wanukaka dan

II-6
Kecamatan Laboya Barat yang merupakan wilayah kawasan pesisir
selatan dengan luas 421 km² dan panjang pantai ± 56 km yang
berhadapan langsung dengan Samudera Indonesia. Pengembangan
perikanan budidaya di Kabupaten Sumba Barat dilakukan secara
intensifikasi melalui teknologi budidaya yang disampaikan melalui
pelatihan serta pendampingan di lapangan serta secara ekstensifikasi
melalui perluasan areal budidaya. Untuk pengembangan secara
ekstensifikasi lebih banyak dilaksanakan mengingat luas lahan potensial
bagi usaha budidaya perikanan Kabupaten Sumba Barat masih cukup
tersedia dan yang dimanfaatkan sampai saat ini masih sedikit. Luas
potensial lahan budidaya perikanan Kabupaten Sumba Barat secara
keseluruhan untuk Budidaya Air Tawar dibagi menjadi 2 (dua) jenis lahan
yaitu kolam tanah/terpal luas lahan 195 Ha, KJA seluas 2 Ha. Budidaya
air laut terbagi menjadi budidaya rumput laut seluas 2,205 Ha, budidaya
kerapu/kakap seluas 120 Ha, demikian juga budidaya teripang dan
budidaya lobster yang memiliki luasan 120 Ha. Sedangkan untuk
budidaya air payau meliputi budidaya bandeng dan udang dengan luas
lahan 219 Ha. Pengembangan perikanan budidaya air tawar yang ada di
Kabupaten Sumba Barat terletak di Kecamatan Kota Waikabubak (Desa
Sobarade, Desa Lapale, Desa Tebara), Kecamatan Loli (Desa Ubupede,
Desa Beradolu, Desa Weekarou, Desa Sobawawi, Desa Tana Rara,
Desa Dokakaka), dan Kecamatan Wanokaka (Desa Humupada).
Pengembangan perikanan budidaya air payau terdapat di Kecamatan
Lamboya, Kecamatan Wanukaka dan Kecamatan Laboya Barat.
Sedangkan untuk pengembangan perikanan budidaya laut terletak di
Kecamatan Lamboya (Desa Watu Karere, Desa Patiala Bawa),
Kecamatan Laboya Barat (Desa Patiala Dete, Desa Harona Kalla, Desa
Wetana, Desa Gaura), Kecamatan Wanukaka (Desa Waihura, Desa
Baliloku, Desa Rua, Desa Hobawawi, Desa Pahola) dan Kecamatan
Tana Righu terdapat di Desa Lokory. Untuk lebih jelasnya lihat tabel di
bawah ini.

II-7
Tabel 2.3.
Desa yang Mempunyai Potensi Perikanan dan Kelautan
Kabupaten Sumba Barat Tahun 2010
Potensi Pengembangan
No Kecamatan Desa/Kelurahan Perikanan
Laut Tawar Payau
Tangkap
1 Laboya Barat Harona Kalla √ √ √ Proses identifikasi
Patiala Dete √ √ √
Gaura √ √ √
Wetana √ √ √ Proses identifikasi
Watu Karere Proses
2 Lamboya √ √ identifikasi
Patiala Bawa √ √ √ √
Sodana √
Weelibo √
Laboya Bawa √
Laboya Dete √
Kabukarudi √
3 Wanukaka Waihura √ √ √ Proses identifikasi
Baliloku √ √ √ Proses identifikasi
Pahola √ √
Rua √ √ √ Proses identifikasi
Hobawawi √ √ √
Hupumada √
Praibakul √
4 Loli Lapale √
Kel. Weekaroku √
Dedekadu √
Beradolu √
Kel. Sobawawi √
Dokaka √
Padira Tana √
Kel. Loda Pare √
Uburaya √
Ubu Pede √
Tanarara √
Baliledo √
5 Kota Kel. Sobawawi
Waikabubak √
Tebara √
Kalimbukuni √
Kel. Kampung
Sawah √
Kel. Kampung
Baru √
Kel. Komerda √
Kel. Wailiang √
Kel. Padaeweta √
6 Tana Righu Lokory √ √ Proses identifikasi

II-8
Potensi Pengembangan
No Kecamatan Desa/Kelurahan Perikanan
Laut Tawar Payau
Tangkap
Malata Proses
identifikasi
Sumber : RTRW Kabupaten Sumba Barat Tahun 2011-2031

Gambar 2. 3
Hasil Perikanan yang ada di Kabupaten Sumba Barat

2.1.1.3. Topografi
Kondisi topografi Kabupaten Sumba Barat pada umumnya
berbukit-bukit dengan kemiringan lahan Kabupaten Sumba Barat secara
umum didominasi oleh pedataran sampai perbukitan berlereng sedang
dengan kemiringan 0-8% yang tersebar di sebelah selatan, barat, dan
utara yaitu Kecamatan Wanukaka dan Kecamatan Tana Righu; daerah
perbukitan berlereng agak terjal dengan kemiringan 8-25% di sebelah
timur yaitu pada Kecamatan Kota Waikabubak. Sebagian besar
wilayahnya berbukit-bukit dimana 50% luas wilayahnya memiliki
kemiringan 140 – 400%. Topografi yang berbukit-bukit mengakibatkan
tanah rentan terhadap erosi.
Letak ketinggian wilayah Kabupaten Sumba Barat dari permukaan
air laut adalah kurang lebih 0-700 meter, letak ketinggian Kabupaten
Sumba Barat dapat diklasifikasikan sebagai berikut :

II-9
a. Bagian Utara dan Selatan : merupakan daerah yang bervariasi
mulai 0–550 meter yang merupakan
titik tertinggi. Kecamatan Tana Righu
berada pada ketinggian 0–550 meter,
sedangkan Kecamatan Wanukaka
berada pada 0–450 meter.
b. Bagian Barat : Kecamatan Lamboya dan Kecamatan
Laboya Barat merupakan daerah
dataran dengan ketinggian 0–700
meter.
c. Bagian Timur : Kecamatan Kota Waikabubak,
Kecamatan Loli berada pada
ketinggian 200–600 meter.
Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel berikut.
Tabel 2.4.
Luas Wilayah Kecamatan Berdasarkan Kemiringan Lahan
Kabupaten Sumba Barat
Tahun 2016
No Kecamatan 0-8% 8 - 15 % 15 - 25 % 25 - 45 % > 45 % Total
1 Lamboya 6.511 947 1.361 1.960 1.786 12.565
2 Wanukaka 6.720 1.366 1.934 1.956 1.393 13.368
3 Laboya Barat 9.796 1.613 1.650 1.625 1.439 16.123
4 Loli 8.788 1.312 1.172 1.149 816 13.236
5 Kota Waikabubak 3.002 419 426 413 210 4.471
6 Tana Righu 6.732 521 1.028 2.208 3.490 13.979
Jumlah 41.981 6.177 7.570 9.311 9.135 73.742
Sumber : RTRW Kabupaten Sumba Barat Tahun 2011-2031

Tabel 2.5.
Luas Wilayah Kecamatan Berdasarkan Ketinggian
Kabupaten Sumba Barat
Tahun 2016
Klasifikasi Ketinggian (m)
No Kecamatan 100- 200- 300- 400- 500- 600- 700- Total
0-100
200 300 400 500 600 700 800
1 Lamboya - 6.103 2.103 1.572 1.573 906 307 1 12.565
2 Wanukaka 4.958 5.361 1.858 818 373 - - - 13.368
3 Laboya Barat 4.822 6.496 3.004 1.336 461 4 - - 16.123

II-10
Klasifikasi Ketinggian (m)
No Kecamatan 100- 200- 300- 400- 500- 600- 700- Total
0-100
200 300 400 500 600 700 800
4 Loli 217 217 319 2.485 5.964 3.767 208 60 13.236
Kota
5 - 32 165 563 1.907 1.804 - - 4.471
Waikabubak
6 Tana Righu 2.812 2.844 1.333 1.621 2.383 1.984 783 218 13.979
Jumlah 12.809 21.054 8.783 8.394 12.662 8.464 1.297 279 73.742
Sumber : RTRW Kabupaten Sumba Barat Tahun 2011-2031

2.1.1.4. Geologi
A. Geologi
Kabupaten Sumba Barat terbentuk dari 6 formasi geologi, yaitu Aluvium
(Qa), Formasi Kaliangga (Qpk), Formasi Kananggar (Tmpk), Formasi
Waikabubak (Tmpw), Formasi Masu (Tpm) dan Formasi Jawila (Tmj).
1. Aluvium (Qa)
Tersusun atas bahan endapan lempung lanau, pasir dan kerikil.
Bahan endapan ini berumur kuarter, kala Halosen. Penyebaran
aluvium ini, dijumpai di Desa Kawangu bagian barat – utara dan
telah dipergunakan untuk persawahan.
2. Formasi Kaliangga
Terendapkan dalam lingkungan laut dangkal. Berdasarkan
kandungan fosilnya, formasi ini diperkirakan berumur kuarter, kala
Plistosen atau lebih muda. Tersusun atas batu gamping terumbu
yang berundak-undak, berwarna putih kekuningan dan berongga,
mengandung koral dan cangkang kerang. Penyebaran formasi ini
terdapat di bagian timur wilayah kabupaten, mulai dari pantai utara
ke selatan, mencapai jarak antara 25–30 km, dengan ketinggian
tempat mencapai 400–500 meter dpl.
3. Formasi Kananggar
Terendapkan dalam lingkungan laut dalam dan diperkirakan berumur
tersier, kala miosen akhir. Formasi ini terdiri dari perselingan batu
pasir, baru pasir tufaan, napal tufaan, tuf dan napal pasiran dengan
sisipan batu gamping. Bagian bawahnya terutama ditempati oleh

II-11
batu pasir tufaan, tuf dan sisipan batu gamping, setempat dijumpai
adanya struktur sedimen yang mencirikan endapan turbudit. Formasi
yang sering dijumpai pecahan batu apung berbutir halus sampai
kasar, sedangkan di bagian atas, disusun oleh batu kapur plagik dan
napal.
4. Formasi Waikabubak
Terendapkan dalam lingkungan laut dangkal, merupakan batu
gamping, batu gamping lempungan, sisipan napal pasiran, dan napal
tufaan. Penyebarannya mendominasi wilayah bagian tengah
Kabupaten Sumba Barat.
5. Formasi Masu
Merupakan produk gunung api, terdiri dari lava dan breksi
bersusunan andesit dan tuf, lava dan breksi bersusunan basal, lava
dan breksi bersusunan anakit dan lava bersusunan rhiolit.
6. Formasi Jawila
Berupa batuan gunung api terdiri dari lava bersusunan andesit dan
breksi gunung api di beberapa tempat ditemukan kayu mengersik.
Tabel 2.6.
Luas Wilayah Kecamatan Berdasarkan Geologi
Kabupaten Sumba Barat Tahun 2016
Jumlah
No Jenis Geologi
(Ha)
1 Kaliangga 9.398
2 Praikajelu 17.434
3 Jawila 240
4 Waihekang 30.062
5 Alluvium and Coastal Deposits 1.653
6 Kananggar 2.761
7 Masu 6.835
8 Watopata 4.783
9 Pamalar 396
10 Intrusive Rocks (Granodiorit) 181
Total 73.742
Sumber : RTRW Kabupaten Sumba Barat Tahun 2011-2031
B. Landform
Kabupaten Sumba Barat dikelompokkan dalam 7 grup landform, yaitu :
1. Grup Aluvial (A)
Merupakan landform muda (resen) yang terbentuk dari proses fluvial
(aktivis sungai ), koluvial (gravitasi) atau gabungan dari proses keduanya.

II-12
Penyebaran landform aluvial umumnya di sekitar sungai, dataran aluvial,
pelembahan dan lereng bawah dari perbukitan, seluas 17.159 ha (4,36%).
2. Grup Marin (M)
Landform muda (resen) yang terbentuk oleh proses marin, baik yang
bersifat konstruktif (pengendapan) maupun destruktif (abrasi). Penyebaran
landform marin umumnya di sekitar pantai, seluas 11.159 ha (2,84%).
3. Grup Fluvio-marin
Landform yang terbentuk oleh gabungan dari aktivitas marin dan sungai.
Bahan endapan yang terbentuk merupakan perpaduan karakteristik dari
bahan aluvial dari endapan sungai dan bahan marin dari endapan pantai.
Penyebarannya ditemukan di pantai utara dan selatan terutama di sekitar
sungai besar seluas 348 (0,09%).
4. Grup Karst
Terbentuk dari bahan batu gamping keras dan massif (terumbu karang)
dengan bentukan topografi tidak teratur, terbentuk karena pengangkatan
batu gamping, yang dilanjutkan dengan pelarutan batu gamping.
Penyebaran landform karst mendominasi wilayah Kabupaten Sumba Barat
terutama di bagian tengah sampai kearah pantai seluas 217.081 ha
(55,21%).
5. Grup Tektonik (T)
Terbentuk akibat dari proses tektonik (orogenesis dan epirogenesis),
berupa proses angkatan, lipatan dan atau patahan. Bentukan landform
tersebut ditentukan oleh proses-proses di atas dan sifat litologinya
(struktural). Landform tektonik di Kabupaten Sumba Barat mempunyai
penyebaran di bagian timur berbatasan dengan Kabupaten Sumba
Tengah terutama di bagian pantai utara dan selatan seluas 73.522 ha
(18,70%). Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel di bawah ini.

II-13
Tabel 2.7.
Klasifikasi Landform
Kabupaten Sumba Barat Tahun 2016
Luas Prosentase
No Simbol Landform
(ha) (%)
1 Grup Aluvial (A)
A.13 Dataran aluvial 2.090 0,53
A.14 Dasar lembah 2.104 0,54
A.15 Jalur aliran 6.667 1,70
A.221 Dataran koluvial 6.144 1,56
A.223 Lereng koluvial 154 0,04
2 Grup Marin (M)
M.21 Dataran padang surut pasir 605 0,15
M.41 Karang pinggir 10.554 2,68
3 Grup Fluvio Marin (B)
B.2 Dataran estuarin sepanjang muara 348 0,09
4 Grup Karst (K)
K.11 Permukaan karst plateau 1.268 0,32
K.21 Dataran karst 77.728 19,77
K.24 Poljes dataran karst 19.682 5,01
K.31 Perbukitan karst 114.073 29,01
K.325 Pelembahan perbukitan karst 4.330 1,10
5 Grup Volkan (V)
V.111 Kepundan/kawah 87 0,02
V.132 Aliran lava subresen 2.813 0,72
V.31 Dataran volkan tua 1.074 0,27
V.32 Perbukitan volkan tua 23.641 6,01
V.33 Pegunungan volkan tua 16.988 4,23
V.41 Leher volkan 51 0,01
V.44 Batolit 443 0,11
6 Grup Tektonik (T)
T.111 Dataran tektonik datar 55 0,01
T.112 Dataran tektonik berombak 2.268 0,58
T.113 Dataran tektonik bergelombang 2.870 0,73
T.121 Perbukitan tektonik 32.414 8,24
T.122 Pegunungan tektonik 14.551 3,70
T.3 Bute 707 0,18
T.41 Teras angkatan datar 11.908 3,03
T.42 Teras angkatan berombak 2.664 0,68
T.92 Perbukitan paralel 6.085 1,55
7 Grup Aneka (X)
X.1 Escarpment 28.026 7,13
X.3 Badan air ( sungai, danau, waduk) 745 0,19
X.8 Pulau-pulau 22 0,01
Jumlah 393.159 100
Sumber : RTRW Kabupaten Sumba Barat Tahun 2011-2031

II-14
2.1.1.5. Hidrologi
Keadaan hidrologi mengandung 2 (dua) pengertian tempat dan asal air
berada, yang pertama adalah sumber air permukaan berupa air sungai dan
sumber air tanah berupa sumber mata air atau sumur. Kondisi hidrologi dan
hidrogeologi wilayah Kabupaten Sumba Barat meliputi air tanah terutama
berupa mata air dan air permukaan seperti sungai dan anak-anak sungainya.
Sementara air permukaan yang sebagian besar terdiri atas sungai-sungai,
seperti Sungai Kadengar di Kecamatan Lamboya, Sungai Loku Bakul di
Kecamatan Wanukaka, Sungai Loko Kalada di Kecamatan Loli, dan Sungai
Tabaka Dana di Kota Waikabubak. Berdasarkan kondisi hidrologis dan
kemiringan lahan, maka arus aliran air permukaan dan air tanah di wilayah
Sumba Barat mengalir dari Utara ke Selatan. Di wilayah Kabupaten Sumba
Barat banyak dijumpai mata air, biasanya tempat pemunculan mata air ini
berasal dari dasar lembah atau kaki perbukitan. Sedangkan untuk air tanah
atau mata air meliputi :
a. Mata air Katibaluji di Desa Gaura Kecamatan Laboya Barat;
b. Mata air Laboya di Desa Laboya Bawah Kecamatan Lamboya;
c. Mata air Lapopu di Desa Humupada Kecamatan Wanukaka;
d. Mata air Praijing di Desa kalibukini Kecamatan Kota Waikabubak;
e. Mata air Omba Leghu di Desa Kareka Nduku Kecamatan Tana Righu;
f. Mata air Wangge Desa Lokori Kecamatan Tana Righu; dan
g. Mata air Weekabete di Desa Dokaka Kecamatan Loli.
Penjabaran debit mata air dan karateristik DAS sebagaimana
ditunjukkan pada tabel berikut.
Tabel 2.8.
Debit Pengukuran Potensi Air Permukaan
Kabupaten Sumba Barat
Tahun 2016
Debit
No Kecamatan Desa Titik Pengukuran Pengukuran
(m³/detik)
1 Laboya Barat Wetana Polapare 14,33
2 Lamboya Lamboya Bawah Loko Kadengara 0,73
3 Wanukaka Katikuloku B. Lahikaninu/Lokolabarin 9,99
Sumber : RTRW Kabupaten Sumba Barat Tahun 2011-2031

II-15
Tabel 2.9.
Karakteristik DAS (Daerah Aliran Sungai), Nama dan Panjang Sungai
Kabupaten Sumba Barat
Tahun 2016
Luas DAS Keliling DAS Panjang
No DAS
(ha) (km) (km)

1 Loko Polapare 349,3 107,5 -


2 Loko Kadengara 88,2 49 2
3 Loko Bakul - - 1
4 Loko Kalada - - 5
5 Tabaka Dana - - 2,5
Sumber : RTRW Kabupaten Sumba Barat Tahun 2011-2031

2.1.1.6. Klimatologi
Iklim merupakan salah satu faktor determinan yang sangat menentukan
tingkat kesesuaian lahan, produktivitas, jenis, dan mutu produk. Seperti halnya
di tempat lain di Indonesia, di Kabupaten Sumba Barat dan Provinsi Nusa
Tenggara Timur hanya dikenal 2 musim yaitu musim kemarau dan musim
hujan. Pada bulan Juni sampai dengan September arus angin berasal dari
Australia dan tidak banyak mengandung uap air, sehingga mengakibatkan
musim kemarau. Sebaliknya, pada bulan Desember sampai dengan Maret arus
angin banyak mengandung uap air yang berasal dari Asia dan Samudera
Pasifik, sehingga terjadi musim hujan. Keadaan seperti ini berganti setiap
setengah tahun setelah melewati masa peralihan pada bulan April-Mei dan
Oktober-November. Walaupun demikian, mengingat Sumba Barat dan
umumnya NTT dekat dengan Australia, arus angin yang banyak mengandung
uap air dari Asia dan Samudera Pasifik sampai di wilayah Sumba Barat
kandungan uap airnya sudah berkurang yang mengakibatkan hari hujan di
Sumba Barat lebih sedikit dibandingkan dengan wilayah yang lebih dekat
dengan Asia. Hal ini menjadikan Sumba Barat sebagai wilayah yang tergolong
kering dimana hanya 4 bulan (Januari sampai dengan Maret, dan Desember)
yang keadaannya relatif basah dan 8 bulan sisanya relatif kering. Untuk lebih
jelasnya dapat dilihat pada tabel berikut.

II-16
Tabel 2.10.
Curah Hujan
Kabupaten Sumba Barat Tahun 2014
Curah Hujan Harian Hujan
No Bulan
(Milimeter) (Hari)
1 Januari 2.222 84
2 Pebruari 1.455 51
3 Maret 930 37
4 April 122 51
5 Mei 239 26
6 Juni 122 16
7 Juli 177 11
8 Agustus 127 4
9 September 10 1
10 Oktober - 6
11 Nopember 328 66
12 Desember 793 81
Jumlah 6.525 434
Sumber : Kabupaten Sumba Barat dalam Angka Tahun 2015

2.1.1.7. Penggunaan Lahan


Penggunaan lahan di Kabupaten Sumba Barat terdiri dari penggunaan
lahan hutan, tegalan, padang rumput, permukiman, sawah tadah hujan, semak
belukar, kebun, danau, sawah irigasi dan rawa. Pengunaan lahan di Kabupaten
Sumba Barat didominasi oleh kawasan tidak terbangun berupa kawasan semak
belukar seluas 29.806,7 Ha. Sedangkan kawasan terbangun berupa
permukiman seluas 376,4 Ha. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel
berikut.
Tabel 2.11.
Pemanfaatan Ruang (Land Use)
Kabupaten Sumba Barat Tahun 2016
Sawah
Padaang Sawah
No Kecamatan Hutan Tegalan Permukiman Tadah Belukar Kebun Danau Rawa Total
Rumput Irigasi
Hujan
1 Lamboya 1.554,6 195,3 3.186,0 35,9 697,9 5.099,4 814,2 24,7 907,0 49,9 12.565,0
2 Wanukaka 1.286,1 344,3 3.541,3 44,5 1.740,6 5.266,9 1.124,0 20,3 - - 13.368,0
Laboya
3 3.153,9 195,2 2.153,0 6,1 457,5 9.366,8 489,6 2,8 298,0 - 16.123,0
Barat
4 Loli 852,2 665,4 4.249,9 63,9 1.549,0 5.306,8 478,8 0,6 69,4 - 13.236,0
Kota
5 318,8 108,2 1.976,8 130,9 951,8 740,1 243,2 1,0 - - 4.471,0
Waikabubak
6 Tana Righu 500,6 1.470,2 7.193,7 95,0 146,9 4.026,6 545,9 - - - 13.979,0
Total 7.666,2 2.978,5 22.300,8 376,4 5.543,9 29.806,7 3.695,7 49,5 12.74,4 49,9 73.742,0
Sumber : RTRW Kabupaten Sumba Barat Tahun 2011-2031

II-17
2.1.2. Potensi Pengembangan Wilayah
Sebagaimana yang telah dijabarkan dalam rencana umum
pengembangan wilayah tertuang dalam Rencana Tata Ruang wilayah
Kabupaten Sumba Barat serta didasarkan pada karakteristik wilayahnya,
Kabupaten Sumba Barat diarahkan menjadi 5 pusat pertumbuhan yaitu :
1. PKWp di Perkotaan Waikabubak.
2. PKLp di Perkotaan Kabukarudi.
3. PPK di Perkotaan Dokakakaka, Perkotaan Gaura, Perkotaan Taramanu,
Perkotaan Malata dan Perkotaan Kareka Nduku.
4. PPL di Desa Tana Rara, Desa Watu Karere, Desa Mamodu, Desa
Patiala Dete dan Desa Wee Patola
Dari Sisi Wilayah Pengembangan, wilayah utara berpotensi untuk
pengembangan jalur distribusi barang dari laut melalui pengembangan
Dermaga di Lokory Kecamatan Tanarighu serta pengembangan peternakan
dan perkebunan, di bagian tengah sebagai pusat pelayanan ibukota Kabupaten
berupa pusat pemerintahan, perdagangan dan jasa serta sumber pangan
dengan mempertahankan lahan pertanian basah yang ada di perkotaan
Waikabubak. dibagian selatan memiliki potensi pengembangan di sektor
perikanan, pariwisata , perkebunan, peternakan dan budaya. Adanya potensi
untuk pengembangan sentra perikanan tangkap di Kecamatan Wanukaka,
terdapat beberapa kampung adat dan atraksi pasola yang menjadi daya tarik
wisatawan dan sudah menarik wisatawan mancanegara. Di wilayah pesisir
selatan Kabupaten Sumba Barat juga terdapat resort Nihiwatu yang menjadi
primadona dan berkelas internasional sudah terkenal keseluruh penjuru dunia.
A. KAWASAN LINDUNG
Penentuan kawasan hutan lindung dapat mengacu kepada cara
Keputusan Menteri Pertanian No. 183/KPTS/UM/II/1980 dimana unsur-unsur
yang digunakan adalah keadaan lereng, jenis tanah dan intensitas curah hujan.
Penetapan kawasan hutan lindung didasarkan pada Keputusan Presiden
No.32 Tahun 1990. Kriteria yang digunakan adalah :

II-18
 Kawasan hutan dengan faktor-faktor lereng lapangan, jenis tanah, curah
hujan yang melebihi nilai skor 175;
 Kawasan hutan yang mempunyai lereng lapangan 40% atau lebih; dan
 Kawasan hutan yang mempunyai ketinggian di atas permukaan laut
1.500 m atau lebih.
Berdasarkan kriteria tersebut, maka di Kabupaten Sumba Barat dapat
diidentifikasi kesesuaian lahan untuk kawasan hutan lindung seluas 2.754,48
Ha meliputi :
 Kawasan Hutan Poronumbu seluas 1.154,48 Ha yang tersebar di
Kecamatan Tana Righu (Desa Wanukaka dan Desa Bondo Tera) dan
Kecamatan Loli (Desa Dokaka dan Desa Ubu Raya)
 Kawasan Hutan Pola Pare Cako seluas 1.400 Ha yang tersebar di di
Kecamatan Laboya Barat Desa Weetana dan Desa Gaura.
 Hutan Kabota seluas kurang lebih 200 Ha tersebar di Desa Ringu Rara
di Kecamatan Lamboya dan Desa Rua di Kecamatan Wanukaka.
1. Kawasan Yang Memberikan Perlindungan Terhadap Kawasan
Bawahannya
Kawasan yang memberikan perlindungan terhadap kawasan bawahannya
di Kabupaten Sumba Barat terdiri dari kawasan resapan air. Kawasan
Resapan air adalah daerah yang mempunyai kemampuan tinggi untuk
resapan air hujan, sehingga merupakan tempat pengisian air bumi (akifer)
yang berguna sebagai sumber air. Kawasan resapan air di Kabupaten
Sumba Barat seluas kurang lebih 6.249,9 Ha yang tersebar di seluruh
kecamatan.
2. Kawasan Perlindungan Setempat
Kawasan yang berfungsi untuk melindungi kelestarian suatu manfaat atau
suatu fungsi tertentu, baik yang merupakan bentukan alami maupun
buatan. Sebagaimana dimaksud Keputusan Presiden No. 32 Tahun 1990
tentang Pengelolaan Kawasan Lindung Pasal 5, kawasan perlindungan
setempat terdiri dari sempadan pantai, sempadan sungai, sempadan danau
dan kawasan sekitar mata air.

II-19
3. Kawasan Sempadan Pantai
Kawasan sempadan pantai adalah kawasan sepanjang pantai yang
mempunyai manfaat penting untuk mempertahankan kelestarian fungsi
pantai. Luas kawasan sempadan pantai direncanakan seluas kurang lebih
625,45 Ha. Kawasan sempadan pantai terletak di sepanjang pantai yaitu
sepanjang pantai utara dan pantai selatan. Kecamatan yang memiliki
sempadan pantai terdapat di 4 kecamatan antara lain Kecamatan Laboya
Barat, Kecamatan Lamboya, Kecamatan Wanukaka dan Kecamatan Tana
Righu. Sempadan pantai sekurang-kurangnya adalah 100 m dari titik
tertinggi muka air ke arah darat.
Pada kawasan lindung setempat sempadan pantai ini terdapat fungsi
budidaya seperti perikanan, pariwisata, permukiman dan tambak. Guna
menjaga kawasan sekitar pantai dari kerusakan lingkungan dan kerusakan
ekosistem pantai dari kegiatan yang menganggu kelestarian fungsi pantai
dan juga untuk mengatisipasi gelombang pasang dan bahaya tsunami.
Sehingga dilakukan pembatasan perluasan kegiatan pada kawasan yang
telah ditetapkan sebagai kawasan perlindungan setempat.
4. Kawasan Sempadan Sungai
Sebagaimana dimaksud Keputusan Presiden Nomor 32 Tahun 1990
tentang Pengelolaan Kawasan Lindung Pasal 15, perlindungan terhadap
sempadan sungai dilakukan untuk melindungi sungai dari kegiatan manusia
yang dapat mengganggu dan merusak kualitas air sungai, kondisi fisik
pinggir dan dasar sungai serta mengamankan aliran sungai.
5. Kawasan Sekitar Danau Atau Waduk
Kawasan sekitar danau atau waduk dilakukan untuk melindungi dari
kegiatan budidaya yang dapat menganggu kelestarian danau. Kriteria
kawasan sekitar danau adalah daratan sepanjang tepian danau yang lebar
proporsional dengan bentuk dan kondisi danau dengan jarak 50-100 m.
Perlindungan terhadap kawasan sekitar danau dari kegiatan budidaya yang
dapat merusak kualitas air dan kondisi fisik kawasan sekitarnya. Di
Kabupaten Sumba Barat terdapat danau yang berperan menyimpan air,

II-20
menjaga keseimbangan lingkungan selain itu juga sangat potensial sebagai
obyek wisata. Luas kawasan perlindungan danau direncanakan seluas
kurang lebih 112,09 Ha dan tersebar di Kecamatan Lamboya, Kecamatan
Wanukaka dan Kecamatan Laboya Barat.
6. Kawasan Sekitar Mata Air
Kawasan sekitar mata air, didefinisikan sebagai kawasan di sekeliling mata
air yang mempunyai manfaat penting untuk mempertahankan kelestarian
fungsi mata air Kawasan ini kurang lebih berjari-jari 200 m dari mata air.
Perlindungan terhadap kawasan sekitar mata air dilakukan untuk
melindungi mata air dari kegiatan budidaya yang dapat merusak kualitas air
dan kondisi fisik kawasan sekitarnya. Rencana pengembangan kawasan
sempadan mata air seluas kurang lebih 37,5 Ha. Kawasan mata air di
Kabupaten Sumba Barat meliputi :
1) Mata air Katibaluji di Desa Gaura Kecamatan Laboya Barat;
2) Mata air Laboya di Desa Laboya Bawa Kecamatan Lamboya;
3) Mata air Kabukarudi di Desa Kabukaru Kecamatan Lamboya;
4) Mata air Weelibo di Desa Weelibo Kecamatan Lamboya;
5) Mata air Lapopu di Desa Hupumada Kecamatan Wanukaka;
6) Mata air Maulauky di Desa Praibakul Kecamatan Wanukaka;
7) Mata air Lokoroda di Desa Kalibukini Kecamatan Kota Waikabubak;
8) Mata air Wee Pakoda di Desa Kodaka Kecamatan Kota Waikabubak;
9) Mata air Umbalingho di Desa Kareka Nduku Kecamatan Tana Righu;
10) Mata air Wangge Desa Lokory Kecamatan Tana Righu;
11) Mata air Weekabete di Desa Dokakakaka Kecamatan Loli;
12) Mata air Tramos di Desa Baliledo Kecamatan Loli; dan
13) Mata air Weekanuru di Desa Weekarou Kecamatan Loli.
7. Kawasan Suaka Alam, Pelestarian Alam dan Cagar Budaya
Daerah yang termasuk dalam jenis kawasan suaka alam dan cagar budaya
adalah kawasan suaka alam, kawasan suaka alam laut dan perairan
lainnya, suaka margasatwa dan suaka margasatwa laut, cagar alam dan
cagar alam laut, kawasan pantai berhutan bakau, taman nasional dan

II-21
taman nasional laut, taman hutan raya, taman wisata alam dan taman
wisata alam laut, dan kawasan cagar budaya dan ilmu pengetahuan.
Secara garis besar tidak semua kawasan tersebut terdapat di Kabupaten
Sumba Barat akan tetapi perlu penelitian lebih lanjut untuk mencari
kawasan yang sesuai dengan kriterianya. Pada saat ini di Kabupaten
Sumba Barat terdapat kawasan lindung taman nasional, taman nasional
laut, kawasan cagar budaya dan ilmu pengetahuan.
8. Kawasan Konservasi Perairan Nasional Laut
Laut Sawu merupakan pecandangan kawasan konservasi perairan nasional
laut. Pada dasarnya Laut Sawu akan menguntungkan bagi masyarakat
karena dapat menjamin produksi ikan di Laut Sawu. Nelayan tidak dilarang
menangkap ikan di Laut Sawu, tapi diatur cara, waktu dan tempat
penangkapannya.
Yang harus diperhatikan dalam Laut Sawu ini harus dibuat daerah
perlindungan ikan. Daerah perlindungan ikan ini seperti bank ikan. Dengan
adanya bank ikan tersebut, ikan akan tumbuh dan berkembang dengan
baik dan persediaan ikan akan terjaga. Jika Laut Sawu ini berhasil maka
kegiatan ekonomi masyarakat secara keseluruhanpun dapat berkembang
dengan sendirinya.
Penangkapan ikan akan terus berlangsung baik, dan kegiatan budidaya
dapat dilakukan. Usaha wisata bahari akan menggerakkan sektor
penginapan, transportasi, perdagangan dan lain‐lain. Dari situ kita akan
bisa mengambil keuntungan dengan menyediakan kebutuhan turis asing
tesebut. Secara tidak langsung akan menguntungkan masyarakat dan
daerah kita secara keseluruhan.
Laut Sawu akan menguntungkan masyarakat sebab pemerintah pasti
memikirkan nasib nelayan. Pemerintah hanya berupaya membuat aturan
yang menguntungkan bagi semua pihak dan tidak merugikan masyarakat.
Laut Sawu ini baik untuk masa mendatang, tapi yang paling penting adalah
dukungan dari semua pihak.

II-22
Pencadangan kawasan konservasi perairan Taman Nasional Laut Sawu
berada di perairan sebelah utara di Kabupaten Sumba Barat.
9. Kawasan Taman Nasional
Penetapan suatu wilayah sebagai taman nasional, taman hutan raya dan
taman wisata alam adalah berupa kawasan berhutan atau bervegetasi tetap
yang memiliki tumbuhan dan satwa beraneka ragam, memiliki arsitektur
bentang alam yang baik dan memiliki akses untuk keperluan pariwisata
dengan lokasi yang ditunjuk dan ditetapkan oleh pemerintah. Kawasan
taman nasional Hutan seluas kurang lebih 87.984 Ha dan sebagian
wilayahnnya melintasi Kabupaten Sumba Barat dengan luas kurang lebih
1.870 Ha yang terdapat di Kecamatan Kota Waikabubak dan Kecamatan
Wanukaka. Perlindungan untuk taman nasional adalah dengan :
 Melindungi ekosistem baik flora maupun fauna yang terdapat dalam
kawasan suaka alam, taman hutan raya dan taman nasional;
 Menambah dan memelihara keanekaragaman flora dan fauna;
 Pembangunan pos-pos keamanan di sekitar kawasan cagar alam yang
berfungsi menjaga keamanan kawasan cagar alam; dan
 Mempertahankan keberadaannya dan menjaga kelestarian taman
nasional.
10. Kawasan Cagar Budaya dan Ilmu Pengetahuan
Kawasan cagar budaya dan ilmu pengetahuan adalah kawasan dimana
lokasi bangunan hasil budaya manusia yang bernilai tinggi maupun
bentukan geologi alami yang khas berada. Kriteria yang digunakan adalah
tempat serta ruang di sekitar bangunan bernilai budaya tinggi, situs
purbakala dan kawasan dengan bentukan geologi tertentu yang mempunyai
manfaat tinggi untuk pengembangan ilmu pengetahuan. Berdasarkan
kriteria tersebut maka kawasan cagar budaya dan ilmu pengetahuan yang
dapat dikembangkan di Kabupaten Sumba Barat adalah perkampungan
tradisional (desa-desa yang banyak memiliki rumah adat/rumah tradisional)
yang tersebar di beberapa kecamatan, meliputi :

II-23
a. Kampung adat Sodana, dan kampung adat Malisu di Kecamatan
Lamboya;
b. Kampung adat Prai Golli, kampung adat Waikawolu, kampung adat
Waiwuli, kampung adat Wai Galli, kampung adat Kadoku, kampung adat
Waiwuang, dan kampung adat Ubu Bewi di Kecamatan Wanukaka;
c. Kampung adat Tarung, kampung adat Weetabar, kampung adat Bodo
Ede kampung adat Wee Kalowo kampung adat Gelle Koko dan kampung
adat Tabera di Kecamatan Loli;
d. Kampung adat Paleti Lolu, kampung adat Tambelar, kampung adat
Praijing, kampung adat Prairame kampung adat Bondo Maroto dan
kampung adat Gollu di Kecamatan Kota Waikabubak; dan
e. Kampung adat Omba Rade dan kampung adat Dikita di Kecamatan Tana
Righu.
Pelestarian kawasan cagar budaya dilakukan dengan:
 Melestarikan budaya masyarakat setempat dalam satu kesatuan dengan
kehidupan masyarakat; dan
 Melaksanakan kerjasama antar wilayah dalam penanganan cagar
budaya.
B. KAWASAN BUDIDAYA
1. Kawasan Permukiman
Kawasan permukiman adalah kawasan di luar kawasan kawasan lindung
yang diperlukan sebagai lingkungan tempat tinggal atau lingkungan hunian
yang berada di daerah perkotaan atau daerah perdesaan. Kriteria kawasan
permukiman adalah kawasan yang secara teknis dapat digunakan untuk
permukiman yang aman dari bahaya bencana alam, sehat, dan mempunyai
akses untuk kesempatan berusaha, serta kawasan yang apabila digunakan
untuk permukiman dapat membedakan manfaat : meningkatkan
ketersediaan permukiman dan mendayagunakan fasilitas yang ada di
sekitarnya, tidak mengganggu fungsi lindung, tidak mengganggu upaya-
upaya kelestarian sumber daya alam, meningkatkan pendapatan
masyarakat, kesempatan kerja, mendorong perkembangan masyarakat.

II-24
Untuk prosentase kawasan permukiman yaitu seluas 376,4 Ha dari
keseluruhan luas wilayah yang tersebar di seluruh kecamatan di wilayah
Kabupaten Sumba Barat.
2. Permukiman Perdesaan
Kawasan permukiman perdesaan adalah suatu kawasan untuk permukiman
yang pada lokasi sekitarnya masih didominasi oleh lahan pertanian,
tegalan, perkebunan. Kawasan permukiman perdesaan ini, prosentasenya
lebih kecil daripada permukiman kota. Pada kawasan ini peningkatan
kegiatannya diarahkan untuk permukiman dengan fasilitas penunjangnya,
dan terdapat kawasan pertanian untuk kegiatan usaha.
3. Permukiman Perkotaan
Kawasan permukiman perkotaan adalah kawasan yang digunakan untuk
kegiatan permukiman dengan kegiatan utamanya non pertanian (dominasi
kegiatannya bersifat kekotaan) dan umumnya ditunjang oleh sarana dan
prasarana transportasi yang memadai, fasilitas peribadatan, perdagangan
dan jasa, perkantoran dan pemerintahan.
4. Kawasan Pertanian
Kawasan pertanian tanaman pangan di Kabupaten Sumba Barat terdiri dari
kawasan tanaman padi, jagung, kedelai, kacang tanah, kacang hijau, ubi
kayu dan ubi jalar. Untuk luasan lahan pertanian paling besar yaitu
pekarangan sebesar 10.825 ha. Kawasan pertanian di Kabupaten Sumba
Barat ini memiliki prosentase 32 % dari luas wilayah keseluruhan. Untuk
lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel berikut.
Tabel 2.12.
Luas Lahan PersawahanKabupaten Sumba Barat
Tahun 2009
Jenis Luas Presentase
No
Kawasan (ha) (%)
1 Irigasi 2.431 4
2 Tadah Hujan 4.829 7
3 Pekarangan 10.825 17
4 Ladang/huma 2.975 4
Jumlah 21.060 32
Sumber : Sumba Barat Dalam Angka 2010

II-25
5. Kawasan Perkebunan
Kawasan perkebunan yang dominan di Kabupaten Sumba Barat adalah
perkebunan pinang yang terdapat hampir di semua wilayah karena
memang kondisi alam dan tanahnya sangat sesuai untuk jenis tanaman ini.
Jenis perkebunan yang lain yang terdapat di Kabupaten Sumba Barat ini
yaitu perkebunan jambu mente, kelapa, kopi, coklat/kakao, cengkeh, sirih
dan jarak pagar.
6. Kawasan Industri
Jenis industri yang berkembang di Kabupaten Sumba Barat lokasinya
tersebar di wilayah kecamatan. Untuk jenis industri yang ada di Kabupaten
Sumba Barat ini meliputi : industri tenun yang terdapat di Desa Ruwa,
Kecamatan Wanukaka, industri pengolahan biji jarak di Desa Dokaka,
Kecamatan Loli dan industri minyak kelapa di Desa Weihura, Kecamatan
Loli.
7. Kawasan Perikanan
Potensi perikanan di Kabupaten Sumba Barat cukup menjanjikan
mengingat wilayah ini dikelilingi oleh kawasan laut yang menyimpan
sumber daya perairan yang melimpah. Kawasan perikanan di wilayah
Kabupaten Sumba Barat ini meliputi perikanan budidaya air tawar,
perikanan budidaya payau dan perikanan budidaya laut. Kecamatan
Wanukaka maupun Kecamatan Lamboya yang merupakan kecamatan
yang sebagian masyarakatnya bermata pencaharian sebagai nelayan
tradisional. Untuk wilayah pesisir bagian selatan mayoritas komoditas yang
dihasilkan merupakan produksi perikanan laut yaitu ikan tongkol, ikan
merah dan ikan kerapu.
8. Kawasan Peternakan
Potensi peternakan Kabupaten Sumba Barat sesuai dengan kondisi dan
potensi daerah yaitu ternak besar yang meliputi sapi, kerbau, kuda, dan
ternak kecil. Sedangkan untuk potensi ternak unggas meliputi ayam
kampung, ayam petelur dan itik manila. Kecamatan-kecamatan yang ada di

II-26
Kabupaten Sumba Barat mempunyai potensi untuk pengembangan
kawasan peternakan.
9. Kawasan Pariwisata
Kabupaten Sumba Barat memiliki daya tarik wisata yang beragam baik
daya tarik wisata alam, wisata budaya dan minat khusus. kombinasi antara
daya tarik tersebut pantas diperhitungkan oleh wisatawan sebagai destinasi
wisata yang menawarkan perbedaan suasana. Obyek wisata yang ada di
Kabupaten Sumba Barat adalah sebagai berikut :
A. Wisata Alam
1. Pantai Rua
Terletak di Desa Rua, Kecamatan Wanukaka ± 27 km dari Kota
Waikabubak. Daya tarik wisata Pantai Rua ini menawarkan panorama
pantai berpasir putih dengan didukung pesona budaya perkampungan
nelayan dan aktivitasnya yang konvensional. Pantai ini berlokasi tidak
jauh dari pusat kota, oleh karena itu bisa menjadi pilihan bagi wisatawan
yang ingin menikmati keindahan alam yang masih alami dan belum
terjamah. Keunikan dari pantai ini yaitu mempunyai hamparan batu
karang di tepian pantai yang terangkat ke permukaan.
2. Pantai Nihi Watu
Terletak di Desa Rua, Kecamatan Wanukaka ± 30 km dari Kota
Waikabubak. Daya tarik wisata Pantai Nihi Watu ini menjadi destinasi
bagi wisatawan yang secara eksklusif ingin menikmati panorama pantai
tropis yang lekat dengan sentuhan budaya lokal. Keindahan pantai ini
dengan segala aktivitas yang dapat dilakukan serta amenitas penunjang
didesain khusus untuk memberikan kenyamanan dan ketenangan,
sehingga ampu menjaga privasi wisatawan. Pantai ini juga menjadi satu-
satunya pantai yang mempunyai resort dan menjadi destinasi wisata
yang memberikan pelayanan secara eksklusif bagi wisatawan yang
mencari privasi. Memiliki pesona yang eksotik, wisatawan juga dapat
melakukan aktivitas air seperti memancing, menyelam, berselancar,

II-27
berperahu dan ber-snorkling (mengapung di permukaan), dan wisatawan
juga dapat melakukan kegiatan relaksasi berupa spa dan yoga.
3. Pantai Pahiwi
Terletak di Desa Waihura, Kecamatan Wanukaka ± 32 km dari Kota
Waikabubak. Keindahan pantai ini terletak pada bentangan pantai yang
landai diantara 2 daratan yang menjorok di kanan kiri sehingga terlihat
bagai banteng yang melindungi pantai dari gelombang yang besar, dan
hal ini memberikan nilai keunikan tersendiri. Keragaman daya tarik
pantainya dengan panorama yang indah dan ekosistem pesisir yang
masih terjaga keseimbangannya, serta hamparan pasir hitam yang
halus.
4. Pantai Lai Ilang
Terletak di Desa Bali Loku, Kecamatan Wanukaka ± 22 km dari Kota
Waikabubak. Kondisi pantai dengan kombinasi karang, tebing dan teluk,
pasir putih dan hutannya yang masih alami dan memberikan nilai
keunkan tersendiri sehingga terlihat bagai benteng yang melindungi
pantai dari gelombang yang besar. terdapat juga gua Marapu yang
penuh dengan ornament yang sangat unik yang dihiasi dengan stalaktit.
Keragaman daya tarik yang lainnya yaitu panorama yang indah dan
ekosistem pesisir yang masih terjaga keseimbangannya, serta hamparan
pasir hitam yang halus menambah keeksotikan pantai tersebut.
B. Wisata Budaya
1. Kampung Adat Prai Ijing
Terletak di Kecamatan Kota Waikabubak ± 1 km dari pusat Kota
Waikabubak. Situs kampung adat yang juga menjadi daya tarik wisata
kampung adat. Kehidupan yang kental dengan budaya tetap menjadi
daya tarik utama bagi wisatawan yang ingin mendokumentasikannya.
Arsitektur atau bentuk rumah dengan desain yang unit terdiri dari 3
bagian dan kehidupan masyarakatnya masih alami. Kondisi lingkungan
budaya masih sangat terjaga dan belum ada penataan kawasan daya
tarik wisata.

II-28
2. Kampung Adat Tambelar dan Paleti Lolu
Terletak di Desa Kalembu Kuni, Kecamatan Kota Waikabubak, ± 1 km
dari pusat Kota Waikabubak. Situs kampung adat ini berada di atas bukit
dengan kehidupan masyarakatnya yang masih kental dengan budaya.
Bentuk rumah dengan desain yang unit terdiri dari 3 bagian. Ritual
adatnya berupa upacara kematian dan Wulla Podu atau bulan pemali
pada bulan November. Kondisi lingkungan budaya masih sangat terjaga
dan belum ada penataan kawasan daya tarik wisata.
3. Kampung Adat Bondomaroto
Terletak di Desa Kalembu Kuni, Kecamatan Kota Waikabubak ± 3 km
dari Pusat Kota Waikabubak. Situs kampung adat ini berada di atas bukit
karst yang menjadi daya tarik wisatawan, memiliki nilai budaya dan
sejarah yang menarik untuk didokumentasikan dan dilestarikan. Pada
saat masuk kawasan perkampungan wisatawan mendapatkan atraksi
yang menantang yaitu mendaki bukit sampai akhirnya pada pusat
perkampungan dengan kehidupan yang tradisional. Keragaman daya
tarik yang ada antara lain bentuk rumah dengan desain yang unit terdiri
dari 3 bagian, ritual adat yaitu upacara kematian dan Wulla Podu atau
bulan pemali pada bulan November, serta atraksi menenun para wanita
di kampung adat. Kondisi lingkungan budaya masih sangat terjaga,
penataan ruang untuk daya tarik wisatanya sudah tersedia berupa jalan
di dalam kampung dan fasilitas pendukung wisata bagi para wisatawan.
4. Kampung Adat Gollu
Terletak di Kecamatan Kota Waikabubak ± 1 km dari Kota Waikabubak.
Daya tarik wisata yang disuguhkan yaitu rumah adat yang merupakan
rumah utama dari setiap suku. Upacara puncak Wulla Podu diwarnai
dengan berbagai tarian adat yang ditarikan seharian penuh, dari pagi
hingga petang. Semua tarian itu hanya bias disaksikan sekali dalam
setahun. Selain diiringi dengan bunyi-bunyian, para rato (tetua adat) juga
silih berganti melantunkan syair-syair adat yang ditujukan pada Tuhan
YME.

II-29
5. Kampung Adat Tarung
Terletak di Desa Soba Wawi, Kecamatan Loli ± 1 km dari Kota
Waikabubak. Merupakan suatu situs budaya yang masih terjaga keaslian
tatanan rumah adat yang terdiri dari 12 unit dan kehidupan
masyarakatnya yang lekat dengan budaya Marapu walaupun lokasinya
berada sekitar pusat kota. Berkunjung ke Kampung Adat Tarung menjadi
pilihan bagi wisatawan yang ingin menikmati kehidupan tradisional di
pusat Kota Waikabubak. Keragaman daya tarik yang ada antara lain
bentuk rumah dengan desain yang unik terdiri dari 3 bagian, ritual adat
yaitu upacara kematian dan Wulla Podu atau bulan yang dikeramatkan,
atraksi menenun yang merupakan kegiatan wisata, serta produk hasil
tenun yang hanya dijual ke wsiatawan yang datang berkunjung. Kondisi
lingkungan budaya masih sangat terjaga dengan penataa ruang untuk
daya tarik wisata berupa jalan di dalam kampung sudah tersedia.
6. Kampung Adat Wee Kalowo
Terletak di Kecamatan Loli ± 12 km dari pusat Kota Waikabubak. Situs
kampung adat yang berada di atas bukit karst menjadi daya tarik
tersendiri bagi wisatawan yang berkunjung. Lokasinya yang berada di
atas bukit memiliki nilai budaya dan sejarah yang menarik untuk
didokumentasikan dan dilestarikan. Pada saat masuk kawasan
perkampungan wisatawan mendapatkan atraksi yang menantang yaitu
mendaki bukit hingga akhirnya sampai pada pusat perkampungan
dengan kehidupan yang tradisional. Keunikan yang dipunyai oleh
kampung adat ini adalah meskipun terletak di sekitar pusat kota tetapi
keasliannya masih terjaga. Keragaman daya tariknya antara lain bentuk
rumah dengan desain yang unik terdiri dari 3 bagian, ritual adat yaitu
upacara kematian dan Wulla Podu atau bulan yang dikeramatkan, atraksi
menenun dan produk tenun yang hanya dijual ke wisatawan yang
berkunjung. Kondisi lingkungan budaya masih sangat terjaga. Penataan
ruang sebagai daya tarik wisata seperti jalan di dalam kampung telah
tersedia.

II-30
7. Kampung Adat Waitabar
Terletak Desa Soba Wari, Kecamatan Loli ± 1 km dari pusat Kota
Waikabubak. Situs kampung adat ini memiliki daya tarik yang sama
dengan kampung adat Tarung karena kampung adat ini merupakan
rangkaian dari kampung adat Tarung. Setelah berkunjung ke kampung
adat tarung, wisatawan dapat langsung menikmati pesona budaya di
kampung adat Waitabar beserta kehidupan di dalamnya yang masih
tradisional. Keunikan tersendiri kampung yaitu terletak di pusat kota
dengan keaslian yang masih terjaga sampai sekarang. Keragaman daya
tariknya antara lain bentuk rumah dengan desain yang unik terdiri dari 3
bagian, ritual adat yaitu upacara kematian dan Wulla Podu atau bulan
yang dikeramatkan, atraksi menenun dan produk hasil tenun yang hanya
dijual ke wisatawan yang berkunjung. Kondisi lingkungan budaya masih
sangat terjaga.
8. Kampung Adat Gelle Koko
Terletak di Kecamatan Loli ± 8 km dari pusat Kota Waikabubak. Situs
kampung adat ini memiliki daya tarik yang sama dengan kampung adat
yang lainnya karena kampung adat ini wisatawan yang berkunjung dapat
langsung menikmati pesona budaya beserta kehidupan di dalamnya
yang masih tradisional. Keunikan tersendiri kampung adat ini yaitu
terletak di sekitar pusat pusat kota dengan keaslian yang masih terjaga
hingga sekarang. Keragaman daya tariknya antara lain bentuk rumah
dengan desain unik terdiri dari 3 bagian, ritual adat yaitu upacara
kematian dan Wulla Podu atau bulan yang dikeramatkan, atraksi
menenun dan produk hasil tenun yang hanya dijual ke wisatawan yang
berkunjung. Kondisi lingkungan budaya masih sangat terjaga.
Keragaman daya tariknya antara lain bentuk rumah dengan desain yang
unik terdiri dari tiga bagian, batu kubur megalitik yang unik dan langka,
dan keramahan masyarakat dalam menyambut wisatawan memberikan
kepuasan tersendiri bagi wisatawan yang berkunjung.

II-31
9. Kampung Adat Tabera
Terletak di Desa Dokaka, Kecamatan Loli ± 7 km dari pusat Kota
Waikabubak. Situs kampung adat ini memiliki kearifan lokal yang sangat
luar biasa, yaitu bila dibandingkan dengan kampung adat yang lain
kampung adat Tabera memiliki rato atau kepala suku dimana beliau
mempunyai keputusan acara Wulla Podu atau menentukan hari baik
yang tidak dimiliki oleh kampung adat lainnya, setelah diresmikan oleh
rato tersebut maka di mulailah acara ritual tahunan. Keunikan tersendiri
kampung adat ini yaitu posisi letak desa yang sangat tertata dan berada
di atas bukit untuk menghindari serangan musuh. Keragaman daya
tariknya antara lain bentuk rumah dengan desain unik terdiri dari 3
bagian, ritual adat yaitu upacara kematian dan Wulla Podu atau bulan
yang dikeramatkan, atraksi menenun dan produk hasil tenun yang hanya
dijual ke wisatawan yang berkunjung. Kondisi lingkungan budaya masih
sangat terjaga.
10. Kampung Adat Bodo Ede
Terletak di Kecamatan Loli ± 12 km dari pusat Kota Waikabubak. Situs
kampung adat ini masih tergolong masih asli dengan keunikan yang
disuguhkan berupa batu kubur megalitik yang bernilai budaya tinggi dan
keunikan ini tidak ditemukan di kampung adat lainnya. Keragaman daya
tariknya antara lain bentuk rumah dengan desain unik terdiri dari 3
bagian, atraksi menenun dan produk hasil tenun yang hanya dijual ke
wisatawan yang berkunjung. Kondisi lingkungan budaya masih sangat
terjaga.
11. Kampung Adat Prai Golli
Terletak di Desa Wai Hura, Kecamatan Wanukaka ± 23 km dari Kota
Waikabubak. Kampung adat ini merupakan rangkaian dari kampung
adat Waikawolu dan Waiwuli yang keseluruhan berjumlah 8 rumah.
Dengan sedikit menuruni beberapa anak tangga dari kampung
Waikawolu dan Waiwuli, wisatawan dapat langsung menikmati pesona
budaya yang tidak didapatkan di dua kampung sebelumnya yaitu

II-32
berupa batu kubur megalitik di tengah kampung yang diperkirakan
sudah berumur ratusan tahun dan masih terjaga keasliannya hingga
sekarang. Batu kubur tersebut diyakini oleh masyarakat setempat
sebagai tempat yang dikeramatkan dan temapt dilaksanakannya
puncak ritual Wulla Podu. Kondisi lingkungan alam dan budaya masih
seimbang.
12. Kampung Adat Waikawolu dan Kampung Waiwuli
Terletak di Desa Wai Hura, Kecamatan Wanukaka ± 23 km dari Kota
Waikabubak. Kampung adat ini berlokasi pada tempat yang sama
sehingga keduanya merupakan kesatuan kampung adat tanpa adanya
pemisah khusus secara fisik. Kedua kampung adat tersebut memiliki
daya tarik budaya yang terletak pada bentuk rumah dengan gaya
arsitektur local yang masih terjaga keasliannya sampai sekarang dan
kehidupan masyarakatnya yang serba tradisional, semuanya menarik
untuk diabadikan. Keunikan dari arsitektur yang ada di kampung adat
ini adalah rumah Sumba yang masih terjaga keasliannya. Keragaman
daya tariknya antara lain bentuk rumah dengan desain yang unit terdiri
dari 3 bagian dan ritual adat yaitu upacara kematian danWulla Podu
atau bulan pemali. Kondisi lingkungan budaya masih sangat terjaga
keasliannya dan belum terdapat penataan ruang daya tarik wisata.
13. Kampung Adat Wai Galli
Terletak di Desa Wai Hura, Kecamatan Wanukaka ± 23 km dari Kota
Waikabubak. Kampung adat ini memiliki batu kubur megalitik di tengah
kampung yang diperkirakan sudah berumur ratusan tahun dan masih
terjaga kelestariannya dan masyarakat meyakini bahwa batu kubur
tersebut keramat. Keragaman daya tariknya antara lain bentuk rumah
dengan desain yang unik terdiri dari tiga bagian, batu kubur megalitik
yang unik dan langka dan keramahan masyarakatnya dalam
menyambut wisatawan memberikan kepuasan tersendiri bagi
wisatawan yang berkunjung. Kondisi lingkungan alam dan budaya
masih sangat seimbang.

II-33
14. Kampung Adat Kadoku
Terletak di Desa Praibakul, Kecamatan Wanukaka ± 12 km dari Kota
Waikabubak. Kampung adat ini memiliki 19 rumah secara keseluruhan
yang mempunyai daya tarik yang hampir sama dengan kampung adat
lainnya yaitu arsitektur rumah yang khas mengelilingi kubur batu dan
kehidupan yang tradisional. Untuk kampung Kadoku, kehidupan
masyarakatnya sudah diwarnai dengan aktivitas menenun yang
menjadi ciri khas kehidupan wanita Sumba. Keragaman daya tariknya
antara lain bentuk rumah dengan desain unik yang terdiri dari 3 bagian,
ritual adat yaitu upacara kematian dan Wulla Podu atau bulan pemali,
atraksi menenun dan terdapat suatu area pemali yaitu tempat
meletakan mayat. Kondisi lingkungan budaya masih sangat terjaga
keasliannya dan belum terdapat penataan ruang daya tarik wisata.
C. Event Budaya
1. Liang Marapu
Terletak di Kecamatan Loli ± 23 km dari Kota Waikabubak. Ritual
budaya ini dilaksanakan sekali dalam setahun, berupa doa dan
persembahan kepada Dewa Marapu. Ritual ini dimaksudkan sebagai
rasa syukur kepada Dewa Marapu sekaligus memprediksi hasil panen
yang akan datang. Ritual ini dilahirkan para Imam yang telah
menyucikan diri dengan menuruni liang dimana sang dewa bertahta
yang terletak sekitar 5 km dari kampong tua Marewa Tana. Ritual
Purunga Taliang Marapu ini mempunyai tahap-tahap utama yang
sangat diperhatikan secara sakral. Tahap tersebut antara lain adalah
Patujak, Rahi Hunga, Uratu, Huhungu, Walla, Acara puncak dan
memberi sesaji.
2. Pasola Wanukaka
Terletak di Desa Hai Hura, Kecamatan Wanukaka ± 23 km dari Kota
Waikabubak. Daya tarik event ini ada pada atraksi lempar lembing kayu
dari atas kuda yang melaju kencang. Ritual kepercayaan ini
dilaksanakan sehari penuh dan diakhiri ketika sudah ada pertumpahan

II-34
darah dari salah satu kelompok. Lain halnya dengan Pasola Kodi dan
Lamboya, Pasola Wanukaka dilaksanakan pada bulan Maret yang
penentuan tanggalnya didasarkan atas gejala-gejala alam. Banyak
daya tarik dari ritual pasola yang antara lain adalah budaya Marapu
yang masih melekat dan kepercayaan pertumpahan darah pasola
menandakan kehidupan masyarakat kedepan akan makmur, serta
pelaksanaan yang matang dan dekorasi pemain dan kudanya juga
menjadi daya tarik tersendiri bagi wisatawan. Untuk lebih jelasnya
dapat dilihat pada peta 3.9.
10. Kawasan Pertambangan
Wilayah Kabupaten Sumba Barat mempunyai potensi pertambangan yang
cukup banyak, antara lain yang sudah ada sekarang yaitu tambang batu
kapur, tambang pasir kali, tambang oker dan tambang pasir laut. Jenis
pertambangan tersebut masih bersifat tradisional karena masih dioleh
secara manual dan oleh manusia. Kawasan pertambangan pasir kali
terdapat di Kecamatan Wanukaka di Desa Katikuloku dan Kecamatan
Lamboya di Marapu Anakalang dan wilayah di Desa Kabukarudi dan Subak
di Desa Sodana.
11. Kawasan Pesisir
Kabupaten Sumba Barat mempunyai potensi kelautan dan perikanan cukup
besar untuk dimanfaatkan secara maksimal dan berkelanjutan dengan
memperhatikan keseimbangan lingkungan. Tantangan yang dihadapi
adalah belum tersedianya prasarana dan sarana kelautan dan perikanan
seperti prasarana dermaga perikanan, pengawetan, pengalengan, dan
sebagainya yang memadai baik dari segi kualitas maupun kuantitas.
Wilayah pesisir di Kabupaten Sumba Barat terdapat di 3 kecamatan yaitu di
Kecamatan Lamboya, Kecamatan Wanukaka dan Kecamatan Laboya Barat
yang merupakan wilayah kawasan pesisir selatan dengan luas 421 km² dan
panjang pantai ± 56 km yang berhadapan langsung dengan Samudera
Indonesia. Pengembangan perikanan budidaya di Kabupaten Sumba Barat
dilakukan secara intensifikasi melalui teknologi budidaya yang disampaikan

II-35
melalui pelatihan serta pendampingan di lapangan serta secara
ekstensifikasi melalui perluasan areal budidaya. Untuk pengembangan
secara ekstensifikasi labih banyak dilaksanakan mengingat luas lahan
potensial bagi usaha budidaya perikanan kabupaten Sumba Barat masih
cukup tersedia dan yang dimanfaatkan sampai saat ini masih sedikit. Luas
potensial lahan budidaya perikanan Kabupaten Sumba Barat secara
keseluruhan untuk Budidaya Air Tawar dibagi menjadi 2 (dua) jenis lahan
yaitu kolam tanah/terpal luas lahan 195 Ha, KJA seluas 2 Ha. Budidaya air
laut terbagi menjadi budidaya rumput laut seluas 2,205 Ha, budidaya
kerapu/kakap seluas 120 Ha, demikian juga budidaya teripang dan
budidaya lobster yang memiliki luasan 120 Ha. Sedangkan untuk budidaya
air payau meliputi budidaya bandeng dan udang dengan luas lahan 219 Ha.
Pengembangan perikanan budidaya air tawar yang ada di Kabupaten
Sumba Barat terletak di Kecamatan Kota Waikabubak (Desa Sobarade,
Desa Lapale, Desa Tebara), Kecamatan Loli (Desa Ubupede, Desa
Beradolu, Desa Weekarou, Desa Sobawawi, Desa Tana Rara, Desa
Dokakaka), dan Kecamatan Wanokaka (Desa Humupada). Pengembangan
perikanan budidaya air payau terdapat di Kecamatan Lamboya, Kecamatan
Wanukaka dan Kecamatan Laboya Barat. Sedangkan untuk
pengembangan perikanan budidaya laut terletak di Kecamatan Lamboya
(Desa Watu Karere, Desa Patiala Bawa), Kecamatan Laboya Barat (Desa
Patiala Dete, Desa Harona Kalla, Desa Wetana, Desa Gaura), Kecamatan
Wanukaka (Desa Waihura, Desa Baliloku, Desa Rua, Desa Hobawawi,
Desa Pahola) dan Kecamatan Tana Righu terdapat di Desa Lokory.
Kabupaten Sumba Barat memiliki potensi pengembangan wilayah cukup
prospektif. Potensi ini dituangkan dalam kebijakan penataan ruang wilayah
Kabupaten Sumba Barat (RTRW Kabupaten Sumba Barat Tahun 2011-
2031). Dimana arah pengembangan wilayah tersebut merupakan bagian
dari program pengambangan wilayah Kabupaten Sumba Barat yang
meliputi :

II-36
1. Pemanfaatan luasan padang rumput yang belum optimal. Sehingga
memberi peluang untuk pengembangan padang pengembalaan.
2. Potensi kelautan dan perikanan cukup besar untuk dimanfaatkan secara
maksimal dan berkelanjutan dengan pengembangan kawasan minapolitan
di Kecamatan Laboya Barat, Kecamatan Lamboya dan Kecamatan
Wanukaka.
3. Pengembangan kawasan agropolitan di Kecamatan Kecamatan Loli,
Kecamatan Tana Righu, kecamatan Lamboya dan Kecamatan Wanukaka.
4. Pengembangan prasarana dan sarana energi, kelistrikan, telepon dan
sumber daya air bersih di seluruh kecamatan.
5. Pengembangan kawasan hutan dengan penanaman tiga juta pohon
kelapa di kecamatan Tana Righu.

2.1.3. Wilayah Rawan Bencana


Di Kabupaten Sumba Barat terdapat beberapa lokasi yang memiliki
potensi rawan bencana longsor, pergerakan tanah dan banjir. Kawasan rawan
longsor yaitu daerah Lapale, Rua, Sodana, Raka, Pal 3, Parimotu, Lolo Kolaka,
Waibangga. Sedangkan daerah-daerah rawan banjir adalah daerah berada di
sekitar daerah aliran sungai, yaitu sungai Kadengara, Lahi Kaninu, Tabaka
Dana, Loko Bakul dan Loko Kalada dan wilayah pesisir antara lain Waihura,
Wanokaka, Rua, Marosi dan Mambang. Selain potensi bencana alam di
Kabupaten Sumba Barat ada potensi bencana sosial adalah kebakaran
kampung mengingat jumlah perkampungan sangat banyak, dimana kampung-
kampung situs berjumlah 35 buah, kampung adat berjumlah ratusan lebih,
selain itu pola permukiman di kampung-kampung jarak antar rumah sangat
berdekatan satu sama lain dan beratapkan alang-alang sehingga rawan
terhadap kebakaran.

II-37
2.1.4. Demografis
2.1.4.1. Jumlah Penduduk Menurut Jenis Kelamin
Berdasarkan data Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Kabupaten
Sumba Barat perkembangan jumlah penduduk menurut jenis kelamin dalam
kurun waktu 5 tahun terakhir mengalami flugtuasi naik turun. Untuk lebih
jelasnya dapat dilihat pada tabel berikut.
Tabel 2.13.
Jumlah Penduduk Menurut Jenis Kelamin Tahun 2011 s.d 2015
Kabupaten Sumba Barat
No Uraian 2011 2012 2013 2014 2015
1 Perempuan (Jiwa) 54.551 56.337 56.971 57.873 62.981
2. Laki-Laki (Jiwa) 58.638 60.284 60.816 62.034 58.940
Jumlah 113.189 116.621 117.787 119.907 121.921
Sumber : Kabupaten Sumba Barat dalam Angka Tahun 2012-2016

2.1.4.2. Jumlah Penduduk Migrasi Keluar dan Masuk


Berdasarkan data Kependudukan Kabupaten Sumba Barat, dalam kurun
waktu lima tahun terakhir (2011-2015) jumlah penduduk Kabupaten Sumba
Barat sebesar 119.907 jiwa. Dimana jumlah tersebut merupakan penduduk
yang tinggal dan menetap di wilayah Kabupaten Sumba Barat. Sedangkan
jumlah penduduk berdasarkan migrasi keluar dan masuk dapat dilihat pada
tabel berikut.
Tabel 2.14.
Jumlah Penduduk Menurut Migrasi Tahun 2011 s.d 2015
Kabupaten Sumba Barat
No Uraian 2011 2012 2013 2014 2015
1 Migrasi Masuk 23 66 74 98 121
2. Migrasi Keluar 49 119 174 153 377
Sumber : Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Tahun 2015

2.1.4.3. Jumlah Penduduk Menurut Agama


Jumlah penduduk menurut agama meliputi Kristen Katholik, Kristen
Protestan, Islam, Hindu, Budha, Khonghucu, dan aliran kepercayaan lainnya
yang dirinci berdasarkan populasi tahun 2011 s.d 2015. Dimana jumlah yang
terbesar adalah penduduk yang memeluk agama Kristen Protestan, diikuti
dengan agama Kristen Katholik. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel
berikut.

II-38
Tabel 2.15.
Jumlah Penduduk Menurut Agama Tahun 2011 s.d 2015
Kabupaten Sumba Barat
No Uraian 2011 2012 2013 2014 2015
1 Kristen Katolik 20.961 23.483 29.215 22.393 29.215
2 Kristen Protestan 79.065 79.406 64.975 62.977 56.823
3 Islam 8.849 9.291 5.664 6.240 6.870
4 Hindu 195 199 214 248 248
5 Budha - - - - -
6 Khonghucu - - - - -
7 Marapu 4.119 4.242 17.719 28.049 28.765
8 Aliran lainya - - - - -
Jumlah Penduduk 109.070 112.379 100.068 91.858 93.156
Sumber : Kabupaten Sumba Barat Dalam Angka Tahun 2012-2016

Rasio Tempat Ibadah Persatuan Penduduk


Untuk menghitung rasio tempat ibadah persatuan penduduk di
Kabupaten Sumba Barat dapat disusun tabel berikut.
Tabel 2.16.
Rasio Tempat Ibadah
Tahun 2011 s.d 2015 Kabupaten Sumba Barat
2011 2012 2013
Bangunan
No Tempat Jumlah Jumlah Jumlah
Jumlah Jumlah Jumlah
Pemeluk Rasio Pemeluk Rasio Pemeluk Rasio
Ibadah (Unit) (Unit) (Unit)
(Jiwa) (Jiwa) (Jiwa)
1. Masjid 8 9.291 1:1161 8 4.778 1:597 7 5.664 1:809

Gereja
2. 54 23.483 1:434 55 25.077 1:455 56 29.215 1:521
Khatolik

Gereja
3. 171 79.406 1:464 172 80.204 1:466 173 81.975 1:473
Protestan

4 Pura /Vihara 1 199 1:199 1 200 1:200 1 214 1:214

Lanjutan
2014 2015
Jumlah Pemeluk Jumlah Pemeluk
Jumlah (Unit) Rasio Jumlah (Unit) Rasio
(Jiwa) (Jiwa)
8 6.240 1:780 8 6.870 1:858

58 22.393 1:386 60 29.215 1:486

178 62.977 1:353 179 62.977 1:351

1 248 1:248 1 248 1:248

Sumber : Kabupaten Dalam Angka Sumba Barat Tahun 2012-2016

2.1.4.4. Jumlah Pertumbuhan Penduduk


Pertumbuhan penduduk akan selalu dikaitkan dengan tingkat kelahiran,
kematian dan perpindahan penduduk atau migrasi baik perpindahan ke luar

II-39
maupun dari luar. Pertumbuhan penduduk adalah peningkatan atau penurunan
jumlah penduduk suatu daerah dari waktu ke waktu.
Pertumbuhan penduduk yang minus berarti jumlah penduduk yang ada
pada suatu daerah mengalami penurunan yang bisa disebabkan oleh banyak
hal. Pertumbuhan penduduk meningkat jika jumlah kelahiran dan perpindahan
penduduk dari luar ke dalam lebih besar dari jumlah kematian dan perpindahan
penduduk dari dalam keluar.
Komponen pertumbuhan penduduk :
1. Faktor penambah
 Kelahiran (fertilitas) adalah: kemampuan riil seorang wanita atau
sekelompok untuk melahirkan, yang dicerminkan dalam jumlah
bayi yang dilahirkan hidup.
 Migrasi masuk (imigrasi) adalah masuknya penduduk ke suatu
daerah tempat tujuan.
2. Faktor pengurang
 Kematian (mortalitas) adalah keadaan menghilangnya semua
tanda-tanda kehidupan secara permanen, yang bisa terjadi setiap
saat setelah kelahiran hidup.
 Migrasi keluar (emigrasi) adalah perpindahan penduduk keluar
dari suatu daerah.
Hasil perhitungan laju pertumbuhan penduduk di Kabupaten Sumba
Barat dituangkan dalam tabel berikut ini.
Tabel 2.17.
Jumlah Penduduk Tahun 2011 s.d 2015
Kabupaten Sumba Barat
Perkembangan
Jumlah
No Tahun Penduduk
Penduduk
(%)
1 2011 113.189 2
2 2012 116.621 3
3 2013 117.787 1
4 2014 119.907 2
5 2015 121.921 2
Sumber : Kabupaten Sumba Barat Dalam Angka Tahun 2012-2016

II-40
2.1.4.5. Jumlah Penduduk Berdasarkan Umur
Rasio jenis kelamin (sex rasio) adalah banyaknya penduduk laki-laki per
100 penduduk perempuan ((penduduk laki-laki) : (penduduk perempuan) x
100). Dari rumusan tersebut dapat diketahui jumlah penduduk laki-laki dan
perempuan dalam satu wilayah. Hasilnya dituangkan dalam tabel berikut.
Tabel 2.18.
Pengelompokan Penduduk Berdasarkan Umur Tahun 2011 s.d 2015
Kabupaten Sumba Barat
Kelompok
No 2011 2012 2013 2014 2015
Umur
1 0-4 15.652 16.970 16.801 16.902 17.386
2 5-9 16.342 15.287 15.259 15.427 15.796
3 10-14 14.429 14.737 14.257 14.453 14.765
4 15-19 10.581 12.095 12.446 12.834 12.878
5 20-24 8.849 8.545 9.204 9.521 9.506
6 25-29 8.113 8.371 8.548 8.596 8.839
7 30-34 8.068 8.148 8.140 8.253 8.421
8 35-39 6.857 7.209 7.226 7.314 7.482
9 40-44 5.544 6.051 6.147 6.250 6.366
10 45-49 5.193 5.110 5.182 5.301 5.368
11 50-54 3.835 4.206 4.302 4.444 4.459
12 55-59 2.850 3.033 3.179 3.326 3.296
13 60-64 1.820 2.393 2.493 2.588 2.585
14 65-69 1.809 1.982 1.958 2.009 2.031
15 70-74 1.718 1.264 1.405 1.430 1.456
16 75 keatas 1.526 1.220 1.240 1.259 1.287
Jumlah 113.189 116.621 117.787 119.907 121.921
Sumber : Kabupaten Sumba Barat Dalam Angka 2012-2016

2.1.4.6. Jumlah Penduduk Berdasarkan Pesebaran Penduduk/Geografis


Persebaran penduduk dapat dihitung berdasarkan :
1. Persebaran geografis; yaitu persebaran penduduk menurut pulau.
2. Persebaran administratif dan politis, yaitu persebaran penduduk
berdasarkan kecamatan.
Berikut tabel sebaran penduduk menurut luas wilayah di Kabupaten
Sumba Barat Tahun 2014.

II-41
Tabel 2.19.
Sebaran Penduduk Menurut Luas Wilayah dan Kepadatan Tahun 2014
Kabupaten Sumba Barat
Jumlah Penduduk Kepadatan
No Kecamatan Luas (Km²)
(Jiwa) (jiwa/Km2)
1 Lamboya 17.043 125,65 135
2 Wanokaka 15.387 133,68 115
3 Laboya Barat 8.170 161,23 50
4 Loli 30.113 132,36 227
5 Kota Waikabubak 31.834 44,71 712
6 Tana Righu 19.015 139,79 138
121.921 737,42 165
Sumber : Kabupaten Dalam Angka Kabupaten Sumba Barat Tahun 2015

2.1.4.7. Jumlah Penduduk Berdasarkan Tingkat Pendidikan


Selain berdasarkan jenis kelamin, penduduk juga dapat dikelompokan
berdasarkan tingkat pendidikan. Pengelompokan jumlah penduduk menurut
tingkat pendidikan di Kabupaten Sumba Barat dapat menggunakan tabel
berikut.
Tabel 2.20.
Jumlah Penduduk Menurut Tingkat Pendidikan Yang Ditamatkan
Tahun 2011- 2015
Kabupaten Sumba Barat
No APT 2011 2012 2013 2014 2015
1 Belum tamat SD/sederajat 36.319 39.517 44.366 45.987 33.532
2 SD/Sederajat 17.163 18.398 19.998 20.602 20.709
3 SMP/Sederajat 13.153 14.575 16.554 17.140 17.310
4 SMA/Sederajat 14.423 15.429 18.076 18.718 19.001
5 D I / D II 245 391 436 442 443
6 Akademi/D-III/Sarjana Muda 786 907 1.096 1.127 1.139
7 D IV/Strata I 2.898 3.276 4.048 4.191 4.262
8 Strata II 58 79 87 89 92
9 Strata III - - - 2 2
10 Tidak sekolah / Tidak Tamat 21.838 19.258 18.075 17.320 13.532
Sumber : Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Tahun 2015

2.2. ASPEK KESEJAHTERAAN MASYARAKAT


Aspek kesejahteraan masyarakat mengambarkan gambaran dan hasil
analisis terhadap kondisi kesejahteraan masyarakat, mencakup kesejahteraan
dan pemerataan ekonomi, kesejahteraan sosial, seni budaya dan olah raga.

II-42
2.2.1. Fokus Kesejahteraan dan Pemerataan Ekonomi
2.2.1.1 Perkembangan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB)
Kabupaten Sumba Barat
PDRB adalah salah satu indikator untuk melihat keberhasilan
pembangunan ekonomi. PDRB merupakan hasil penjumlahan nilai tambah
bruto yang dihasilkan oleh unit-unit kegiatan ekonomi dalam suatu wilayah pada
suatu periode waktu tertentu biasanya satu tahun. Dalam kurun waktu 2010-
2014 PDRB Kabupaten Sumba Barat tetap beranjak naik. Untuk mengetahui
perkembangan PDRB Kabupaten Sumba Barat Tahun 2010-2014 dapat dilihat
sebagai berikut.
Tabel 2.21.
Produk Domestik Regional Bruto Seri 2010
Kabupaten Sumba Barat Tahun 2010-2014
PDB-ADHB PDB-ADHK
Perkembangan Perkembangan
Tahun (Milyar (Milyar
(%) (%)
Rupiah) Rupiah)
2010 930,86 100% 930,86 100%
2011 1.040,99 112% 975,76 105%
2012 1.164,08 125% 1.024,89 110%
2013 1.313,73 141% 1.077,82 116%
2014 1.467,87 158% 1.129,10 121%
Sumber: BPS Kabupaten Sumba Barat (diolah) Tahun 2016

Dapat dilihat pada tabel di atas, pada tahun 2010 PDRB Kabupaten
Sumba Barat atas dasar harga berlaku sebesar 930,86 (milyar rupiah) dan atas
dasar harga konstan sebesar 930,86 (milyar rupiah). PDRB Kabupaten Sumba
Barat setiap tahunnya mengalami peningkatan, pada tahun 2014 PDRB atas
dasar harga berlaku menjadi 1.467,87 (milyar rupiah) dan atas dasar harga
konstan menjadi 1.129,10 (milyar rupiah).

II-43
Gambar 2. 4
Perkembangan PDRB Seri 2010
Kabupaten Sumba Barat Tahun 2010-2014
Sumber: Data diolah, 2016

Berdasarkan pada gambar di atas, menjelaskan bahwa perkembangan


PDRB Kabupaten Sumba Barat dari tahun 2010 sampai tahun 2014 terus
meningkat. Perkembangan PDRB Kabupaten Sumba Barat atas dasar harga
berlaku dari tahun 2010 sampai 2014 meningkat menjadi 158% dan
perkembangan PDRB Kabupaten Sumba Barat atas dasar harga konstan dari
tahun 2010 sampai tahun 2014 meningkat menjadi 121%. Pada PDRB
Kabupaten Sumba Barat atas dasar harga berlaku menunjukkan peningkatan
yang lebih besar dibandingkan dengan PDRB Kabupaten Sumba Barat atas
dasar harga konstan. Hal ini membuktikan bahwa pertumbuhan ekonomi
mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Perkembangan total PDRB
Kabupaten Sumba Barat ini tidak terlepas dengan adanya peningkatan PDRB
di masing-masing sektor.

2.2.1.2 Laju Pertumbuhan ekonomi Kabupaten Sumba Barat


Pertumbuhan ekonomi disamping dapat berdampak peningkatan
pendapatan pada akhirnya juga akan berpengaruh pada pendapatan daerah.
Semakin mampu menggali potensi perekonomian daerah yang ada, akan
semakin besar Produk Domestik Regional Bruto dan Pendapatan Asli Daerah,
sehingga mampu meningkatkan keuangan daerah dalam menunjang
pelaksanaan otonomi daerah. Pertumbuhan ekonomi merupakan suatu

II-44
gambaran mengenai dampak dari kebijaksanaan pembangunan yang telah
diambil khususnya dalam bidang ekonomi. Bagi setiap daerah, indikator ini
penting untuk mengetahui keberhasilan pembangunan yang telah dicapai, dan
berguna sebagai bahan untuk menentukan kebijaksanaan dan arah
pembangunan dimasa yang akan datang. Pertumbuhan tersebut merupakan
laju pertumbuhan yang dibentuk dari berbagai sektor ekonomi, yang secara
tidak langsung menggambarkan tingkat perubahan ekonomi yang terjadi. Untuk
mengetahui Laju Pertumbuhan Ekonomi Kabupaten Sumba Barat Tahun 2011-
2014 dapat dilihat sebagai berikut.
Tabel 2.22.
Pertumbuhan Ekonomi
Kabupaten Sumba Barat Tahun 2011-2014
Tahun Laju Pertumbuhan Ekonomi
2011 4,82%
2012 5,03%
2013 5,17%
2014 4,76%
Sumber: Data diolah, 2016

Dapat dilihat pada tabel di atas, Pada tahun 2011 laju pertumbuhan
Kabupaten Sumba Barat sebesar 4,82% dan meningkat pada tahun 2012
menjadi 5,03% dan pada tahun 2013 laju pertumbuhan Kabupaten Sumba
Barat meningkat lagi menjadi sebesar 5,17%. Namun kemudian pada tahun
2014 pertumbuhan ekonomi Kabupaten Sumba Barat melambat menjadi
4,76%. Hal tersebut disebabkan melambatnya pertumbuhan nasional dan
regional yang berdampak pada pertumbuhan ekonomi Kabupaten Sumba
Barat.

II-45
Gambar 2. 5
Pertumbuhan Ekonomi Kabupaten Sumba Barat
Tahun 2011-2014
Sumber: Data diolah, 2016

Dari gambar di atas laju pertumbuhan ekonomi Kabupaten Sumba Barat


terlihat jelas. Pada tahun 2011 laju pertumbuhan ekonomi Kabupaten Sumba
Barat sebesar 4,82%, kemudian meningkat pada tahun 2012 menjadi 5,03%
dan tahun 2013 menjadi 5,17%. Selanjutnya pada tahun 2014 melambat lagi
menjadi 4,76%.

2.2.1.3 Pertumbuhan Sektor Ekonomi Kabupaten Sumba Barat


Untuk mengetahui laju pertumbuhan ekonomi di Kabupaten Sumba Barat
menurut lapangan usaha (sektor), Atas Dasar Harga Konstan tahun 2011-2014
dapat dilihat pada tabel berikut.
Tabel 2.23.
Pertumbuhan Sektor Ekonomi
Kabupaten Sumba Barat Tahun 2011-2014
Kategori Lapangan Usaha 2011 2012 2013 2014
A Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan 1,91% 2,49% 2,67% 2,87%
B Pertambangan dan Penggalian 6,30% 7,50% 6,97% 6,66%
C Industri Pengolahan 3,66% 4,33% 4,32% 3,75%
D Pengadaan Listrik dan Gas 5,64% 6,30% 7,68% 7,09%
E Pengadaan Air, Pengelolaan Sampah, Limbah 6,67% 5,59% 7,48% 4,73%
dan Daur Ulang
F Konstruksi 7,49% 7,04% 5,32% 5,82%
G Perdagangan Besar dan Eceran; Reparasi 6,53% 8,19% 6,86% 5,81%
Mobil dan Spd Motor
H Transportasi dan Pergudangan 4,02% 3,99% 5,32% 5,54%

II-46
Kategori Lapangan Usaha 2011 2012 2013 2014
I Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum 4,97% 6,64% 7,72% 6,31%
J Informasi dan Komunikasi 5,43% 4,95% 5,51% 4,42%
K Jasa Keuangan dan Asuransi 7,97% 8,41% 8,82% 7,13%
L Real Estate 4,54% 4,69% 4,53% 3,85%
M,N Jasa Perusahaan 4,26% 3,94% 3,30% 2,91%
O Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan 7,55% 6,69% 7,36% 7,03%
Jaminan Sosial Wajib
P Jasa Pendidikan 3,35% 2,61% 4,47% 3,37%
Q Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial 4,08% 3,90% 3,11% 3,27%
R,S,T,U Jasa lainnya 5,30% 2,94% 3,21% 2,50%
PDRB 4,82% 5,03% 5,17% 4,76%
Sumber: Data Diolah, 2016

Dari tabel di atas, laju pertumbuhan ekonomi menurut sektor di


Kabupaten Sumba Barat tahun 2014 yang mengalami pertumbuhan yang
meningkat adalah sektor :
1. Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan
2. Konstruksi
3. Transportasi dan Pergudangan
4. Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial
Sedangkan sektor yang mengalami pertumbuhan melambat adalah sektor :
1. Pertambangan dan Penggalian
2. Industri Pengolahan
3. Pengadaan Listrik dan Gas
4. Pengadaan Air, Pengelolaan Sampah, Limbah dan Daur Ulang
5. Perdagangan Besar dan Eceran; Reparasi Mobil dan Sepeda Motor
6. Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum
7. Informasi dan Komunikasi
8. Jasa Keuangan dan Asuransi
9. Real Estate
10. Jasa Perusahaan
11. Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan
12. Jasa Pendidikan
13. Jasa lainnya

II-47
2.2.1.4 Struktur Ekonomi Kabupaten Sumba Barat
Struktur perekonomian menggambarkan berapa besar peran masing-
masing sektor terhadap pembentukan angka Produk Domestik Regional Bruto
(PDRB). Dari nilai peran sembilan sektor perekonomian bisa dilihat sektor mana
yang memiliki kontribusi terbesar dalam pembentukan angka PDRB. Dengan
melihat besarnya peranan masing-masing sektor terhadap pembentukan PDRB
Kabupaten Sumba Barat, dapat diketahui mana kecenderungan struktur
ekonomi Kabupaten Sumba Barat tersebut. Seiring dengan berkembangnya
perekonomian Kabupaten Sumba Barat, maka akan terjadi pula perubahan-
perubahan peranan setiap sektor yang berakibat bergesernya struktur ekonomi
Kabupaten Sumba Barat tersebut.
Untuk mengetahui Struktur Ekonomi Kabupaten Sumba Barat Atas
Dasar Harga Berlaku tahun 2010-2014 dapat dilihat sebagai berikut.
Tabel 2.24.
Struktur Ekonomi
Kabupaten Sumba Barat ADHB Tahun 2010-2014
Kategori Lapangan Usaha 2010 2011 2012 2013 2014
A Pertanian, Kehutanan, dan 29,55% 29,29% 28,80% 28,54% 28,39%
Perikanan
B Pertambangan dan Penggalian 1,04% 1,03% 1,03% 1,06% 1,11%
C Industri Pengolahan 1,79% 1,76% 1,75% 1,72% 1,69%
D Pengadaan Listrik dan Gas 0,05% 0,04% 0,04% 0,03% 0,03%
E Pengadaan Air, Pengelolaan 0,01% 0,01% 0,01% 0,01% 0,01%
Sampah, Limbah dan Daur Ulang
F Konstruksi 6,20% 6,08% 6,36% 6,23% 6,33%
G Perdagangan Besar dan Eceran; 15,77% 15,98% 16,00% 15,92% 15,85%
Reparasi Mobil dan Spd Motor
H Transportasi dan Pergudangan 2,26% 2,19% 2,14% 2,10% 2,06%
I Penyediaan Akomodasi dan 0,31% 0,31% 0,32% 0,33% 0,34%
Makan Minum
J Informasi dan Komunikasi 6,38% 6,41% 6,34% 6,30% 6,21%
K Jasa Keuangan dan Asuransi 4,38% 4,50% 4,66% 4,84% 5,00%
L Real Estate 2,70% 2,67% 2,66% 2,71% 2,75%
M,N Jasa Perusahaan 0,22% 0,21% 0,20% 0,20% 0,20%
O Administrasi Pemerintahan, 15,73% 15,93% 16,36% 16,58% 16,47%
Pertahanan dan Jaminan Sosial
Wajib
P Jasa Pendidikan 9,88% 9,92% 9,81% 9,97% 10,12%
Q Jasa Kesehatan dan Kegiatan 1,52% 1,51% 1,44% 1,38% 1,39%
Sosial
R,S,T,U Jasa lainnya 2,20% 2,16% 2,09% 2,07% 2,04%
PDRB 100% 100% 100% 100% 100%
Sumber: Data diolah, 2016

II-48
Dari perkembangan struktur ekonomi Kabupaten Sumba Barat dari tahun
2010 hingga tahun 2014 lebih didominasi sektor Pertanian, Kehutanan, dan
Perikanan, sektor Perdagangan Besar dan Eceran; Reparasi Mobil dan Spd
Motor, sektor Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial
Wajib, dan sektor Jasa Pendidikan.
Pada gambar 2.6 di bawah ini lebih menjelaskan bahwa struktur ekonomi
terdiri dari sektor Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan, sektor Pertambangan
dan Penggalian, sektor Industri Pengolahan, sektor Pengadaan Listrik dan Gas,
sektor Pengadaan Air, Pengelolaan Sampah, Limbah dan Daur Ulang, sektor
Konstruksi, sektor Perdagangan Besar dan Eceran; Reparasi Mobil dan Spd
Motor, sektor Transportasi dan Pergudangan, sektor Penyediaan Akomodasi
dan Makan Minum, sektor Informasi dan Komunikasi, sektor Jasa Keuangan
dan Asuransi, sektor Real Estate, sektor Jasa Perusahaan, sektor Administrasi
Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib, sektor Jasa Pendidikan,
sektor Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial, serta sektor Jasa lainnya.
Struktur ekonomi Kabupaten Sumba Barat pada tahun 2014 yang paling
besar adalah sektor Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan (26,72%), sektor
Konstruksi (10,59%), sektor Perdagangan Besar dan Eceran; Reparasi Mobil
dan Spd Motor (13,10%), sektor Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan
Jaminan Sosial Wajib (9,92%), dan sektor Jasa Pendidikan (16,00%).
Struktur ekonomi Kabupaten Sumba Barat tahun 2014 yang paling kecil
adalah sektor Pengadaan Listrik dan Gas (0,03%), sektor Pengadaan Air,
Pengelolaan Sampah, Limbah dan Daur Ulang (0,02%), sektor Penyediaan
Akomodasi dan Makan Minum (0,25%), dan sektor Jasa Perusahaan (0,25%).

II-49
Gambar 2. 6
Struktur Ekonomi Kabupaten Sumba Barat
ADHB Tahun 2010-2014
Sumber: Data diolah, 2016

2.2.1.5 Pendapatan Perkapita Kabupaten Sumba Barat


Salah satu alat yang digunakan untuk mengukur tingkat kesejahteraan
penduduk suatu daerah adalah PDRB perkapita, dimana semakin besar PDRB
perkapita suatu daerah bisa diartikan semakin baik tingkat kesejahteraan
masyarakat, begitu pula sebaliknya. PDRB perkapita merupakan total PDRB
dibagi dengan jumlah penduduk yang ada di Kabupaten Sumba Barat.
Tabel 2.25.
Pendapatan Perkapita
Kabupaten Sumba Barat Tahun 2010-2014
PDRB-ADHB Jumlah Pendapatan
Tahun
Jumlah (Milyar Rp) Penduduk Perkapita
2010 930,86 110.993 8.386.610,87
2011 1.040,99 113.189 9.196.876,90
2012 1.164,08 116.621 9.981.769,15
2013 1.313,73 117.787 11.153.461,76
2014 1.467,87 119.907 12.241.761,53
Sumber : BPS Kabupaten Sumba Barat (diolah) Tahun 2016

PDRB-ADHB Kabupaten Sumba Barat selama tahun 2010-2014 terus


mengalami perkembangan yang positif, dari 930,86 (milyar rupiah) tahun 2010
menjadi 1.467,87 (milyar rupiah) pada tahun 2014. Begitu juga dengan PDRB
perkapita di Kabupaten Sumba Barat juga mengalami peningkatan yang

II-50
signifikan, dari Rp8.386.610,87perkapita tahun 2010 menjadi Rp12.241.761,53
perkapita pada tahun 2014.

Gambar 2. 7
Pendapatan Perkapita Kabupaten Sumba Barat
ADHB Tahun 2010-2014
Sumber: Data diolah, 2016

Dari gambar 2.7 di atas terlihat perkembangan pendapatan perkapita


Kabupaten Sumba Barat yang menggembirakan dari tahun 2010 hingga tahun
2014. Dalam hal ini dapat diartikan bahwa kesejahteraan penduduk Kabupaten
Sumba Barat meningkat seiring dengan meningkatnya produk domestik
regional bruto atas dasar harga yang berlaku.

2.2.1.6 Tingkat Inflasi Kabupaten Sumba Barat


Secara riil, tingginya kenaikan harga berbagai bahan kebutuhan hidup
dari bulan ke bulan maupun dari tahun ke tahun tergambar dari angka
inflasinya. Penilaian angka atau tingkat keparahan inflasi biasanya
dikelompokkan dalam 4 (empat) golongan, yaitu: inflasi ringan (kurang dari
10%), inflasi sedang (10%-30%), inflasi berat (30%-100%) dan hiper inflasi
(lebih dari 100%).
Masalah inflasi dapat berakibat buruk bagi individu, masyarakat dan
kegiatan perekonomian secara keseluruhan. Salah satu akibat penting dari
inflasi ialah cederung menurunkan taraf kemakmuran segolongan besar
masyarakat. Prospek pembangunan ekonomi jangka panjang akan menjadi

II-51
semakin memburuk sekiranya inflasi tidak dapat dikendalikan. Inflasi cenderung
akan bertambah cepat apabila tidak diatasi. Inflasi yang bertambah serius
tersebut cenderung untuk mengurangi investasi yang produktif, mengurangi
ekspor dan menaikkan impor. Kecenderungan ini akan memperlambat
pertumbuhan ekonomi. Perkembangan Inflasi di Kabupaten Sumba Barat dapat
dilihat pada gambar berikut.

Gambar 2. 8
Tingkat Inflasi (IH Implisit) Kabupaten Sumba Barat Tahun 2011-2014
Sumber: Data diolah, 2016

Perkembangan inflasi di Kabupaten Sumba Barat yang ditunjukkan


gambar 2.8 dari tahun 2011 sebesar 6,68% dan pada tahun 2012 inflasi
Kabupaten Sumba Barat turun menjadi 6,47%. Kemudian pada tahun 2013
inflasi Kabupaten Sumba Barat meningkat tajam menjadi 7,31%. Selanjutnya
pada tahun 2014 inflasi Kabupaten Sumba Barat menurun menjadi 6,66%.

2.2.1.7 Persentase Penduduk Diatas Garis Kemiskinan


Kemiskinan telah menjadi isu sentral dalam setiap tahapan perencanaan
pembangunan baik di tingkat pusat, provinsi dan kabupaten/kota. Hal ini mudah
dipahami bahwa tujuan dari suatu proses pembangunan adalah untuk
meningkatkan kesejahteraan masyarakat secara ekonomi, atau dengan kata
lain sasaran dari pembangunan adalah untuk mengurangi penduduk yang
dikategorikan sebagai penduduk miskin.

II-52
Banyaknya dimensi dari masalah kemiskinan, menuntut metodologi
perhitungan penduduk miskin semakin bertambah kriteria-kriteria kemiskinan,
namun secara umum kriteria yang digunakan dengan pendekatan “basic
needs approach” atau pendekatan pemenuhan kebutuhan dasar yang
dikonseptualisasikan sebagai ketidakmampuan memenuhi kebutuhan dasar
manusia. Jumlah dan persentasi penduduk miskin dihitung berdasarkan tingkat
pengeluaran perkapita per bulan untuk memenuhi batas kecukupan kebutuhan
makanan dan non makanan.
Data jumlah penduduk miskin Kabupaten Sumba Barat selama 5 (lima)
tahun terakhir yaitu tahun 2011 – 2015 menunjukkan kecenderungan menurun
setiap tahunnya walaupun penurunannya tidak signifikan. Perkembangan
penurunan jumlah penduduk miskin Kabupaten Sumba Barat dan Provinsi NTT,
tahun 2011 – 2015 dapat dilihat dalam tabel berikut.
Tabel 2.26.
Jumlah Penduduk Miskin Kabupaten Sumba Barat
dan Provinsi NTT Tahun 2011 – 2015.
No Tahun Sumba Barat % NTT %
1 2011 34.100 29,84 986.500 20,48
2 2012 34.600 29,61 1.000.300 20,41
3 2013 34.200 28,92 1.006.900 20.24
4 2014 33.900 28,04 991.880 19,60
5 2015 33.800 27,74 1.159.840 22,61
Sumber : Survey Sosial Ekonomi Nasional 2013

2.2.1.8 Angka Kriminalitas Yang Ditangani


Angka Kriminalitas adalah rata-rata kejadian kriminalitas dalam satu
bulan pada tahun tertentu. Artinya dalam satu bulan rata-rata terjadi berapa
tindak kriminalitas untuk berbagai kategori seperti pencurian, pembunuhan,
pemerkosaan, dan sebagainya. Indikator ini berguna untuk menggambarkan
tingkat keamanan masyarakat, semakin rendah tingkat kriminalitas, maka
semakin tinggi tingkat keamanan masyarakat. Berikut gambaran kondisi
kriminalitas di Kabupaten Sumba Barat dalam kurun waktu 5 tahun terakhir.

II-53
Tabel 2.27.
Gambaran Kondisi Kriminalitas
Kabupaten Sumba Barat 2011-2015
No Jenis Kriminal 2011 2012 2013 2014 2015
1. Jumlah Kasus Narkoba - - 2 - -
2. Jumlah Kasus Pembunuhan 6 3 2 6 5
3. Jumlah Kejahatan Seksual 15 20 17 21 17
4. Jumlah Kasus Penganiayaan 75 85 67 78 85
5. Jumlah Kasus Pencurian 110 132 100 127 115
6. Jumlah Kasus Penipuan 16 14 32 17 29
Jumlah Kasus Pemalsuan Materai /
7. - 1 2 1 3
Surat
8. Politik - - - - -
9. Terhadap Kepala Negara - - - - -
10. Terhadap Ketertiban Umum - - - - -
11. Pembakaran 11 2 10 4
12. Penyuapan - - - - -
13. Perampokan / Pencurian 2 1 7 - -
14. Memeras / Mengancam 6 4 5 9 9
15. Penggelapan 8 16 7 9 7
16. Dalam Jabatan - - - - -
17. Jumlah Perjudian - - - - -
18. Merusak Barang 17 18 23 22 31
19. Penadah - 1 - - -
20. Lain-lain 96 81 72 63 55
21. Ekonomi - - - -
Jumlah Tindak Kriminal selama 1
362 378 347 357 360
22. Tahun
Angka Kriminalitas 0,32 % 0,32 % 0,29 % 0,30 % 0,30 %
122.023
Jumlah Penduduk 113.189 116.621 117.787 119.907
*
Sumber : POLRES SUMBA BARAT Tahun 2011 - 2015.

Tabel 2.28.
Gambaran Masalah Sosial
Tahun 2011 s.d 2015 Kabupaten Sumba Barat
No Uraian 2011 2012 2013 2014 2015
1 Anak balita terlantar - - 2 2 2
2 Anak terlantar 198 212 215 297 239
3 Anak berhadapan dengan hukum - - 5 9 18
4 Anak jalanan - - - - -
5 Lanjut usia terlantar 40 60 60 40 50
6 Wanita rawan sosial ekonomi - - 169 450 25
11 RTSM/ Kepala Keluarga Miskin 3571 - - 17.066
12 Rumah tidak layak huni 7112 6920 6015 5472 4670
13 Keluarga bermasalah sosial
- - - - -
psikologi
14 Korban bencana alam 30 98 68 77 63
15 Komunitas adat terpencil 50 50 50 60 50
16 Korban bencana sosial - - - - -
17 Pekerja migran terlantar - - - - -
18 Penyandang HIV/AIDS - - - - 3

II-54
No Uraian 2011 2012 2013 2014 2015
19 Keluarga rentan sosial ekonomis - - - - -
Sumber : Dinas Sosial Tahun 2015

2.2.1.9 Pemerataan Pendapatan


Pemerataan pendapatan rumah tangga yang diukur dari kelompok-
kelompok pengeluaran bulanan, data menunjukan adanya peningkatan daya
beli masyarakat pada kelompok pendapatan dengan pengeluaran per kapita
per bulan antara kelompok pengeluaran Rp. 200.000 – Rp. 249.999 selama 3
(tiga) tahun terus meningkat dimana pata tahun 2012 persentasi sebesar
27,18% meningkat menjadi 32,87% pada tahun 2013 pengeluaran Rp. 300.000
– Rp. 499.999 selama 3 (tiga) tahun terakhir pertumbuhannya berfluktuasi,
dimana pada tahun 2012 sebesar 31,10% menurun menjadi 29,80% pada
tahun 2013 dan pada tahun 2014 meningkat kembali menjadi 33,77%,
sedangkan kelompok pengeluaran kurang dari Rp. 100.000 – Rp. 199.999
selama 3 (tiga) tahun terakhir tidak mengalami perubahan yaitu tetap 0%, ini
artinya pendapatan masyarakat dengan pengeluaran per kapita per bulan
kurang dari Rp. 100.000 – Rp. 199.999 tidak ada lagi.
Indikasi peningkatan daya beli masyarakat berdasarkan kelompok
pendapatan dengan pengeluaran per kapita per bulan. Hal ini dapat dilihat dari
grafik persentase penduduk menurut golongan pengeluaran sebagaimana yang
tertuang dalam gambar berikut.

II-55
Gambar 2. 9
Grafik Pesentasi Penduduk menurut Golongan Pengeluaran
Per Kapita Sebulan, Kabupaten Sumba Barat
Tahun 2012 – 2014
SUMBER: Susenas 2012, 2013, dan 2014

2.2.2. Fokus Kesejahteraan Sosial


2.2.2.1. Indeks Pembangunan Manusia (IPM)
Fokus kesejahteraan sosial dilakukan terhadap indikator angka melek
huruf, angka rata-rata lama sekolah, angka partisipasi kasar, angka pendidikan
yang ditamatkan, angka partisipasi murni, angka kelangsungan hidup bayi,
angka usia harapan hidup, persentase penduduk yang memiliki lahan dan rasio
penduduk yang bekerja. Berikut disajikan uraian fokus kesejahteraan di
Kabupaten Sumba Barat.
Tabel 2.29.
Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Kabupaten Sumba Barat
Tahun 2010-2015
Komponen 2010 2011 2012 2013 2014 2015
Angka Harapan
64,85 65,00 65,75 65,85 66,00
Hidup (Tahun)
Angka Melek
81,30 81,44 81,88 82,16 82,81
Huruf (%)
Rata-rata
Lamanya 5,96 6,42 6,54 6,64 6,74
Sekolah (Tahun)
Pengeluaran Riil
606,67 612,59 615,31 620,15 623,39
per Kapita (ribu

II-56
Komponen 2010 2011 2012 2013 2014 2015
Rp.)
Indeks
Pembangunan 62,79 63,85 64,88 65,49 66,51
Manusia
Catatan : *) menggunakan metodologi baru, Sumba Barat peringkat 9 dari 22
Kabupaten / Kota di NTT
Sumber : IPM NTT 2014

2.2.2.2. Pendidikan
A. Angka Melek Huruf (AMH)
Angka Melek Huruf (dewasa) adalah proporsi penduduk berusia 15 tahun
ke atas yang dapat membaca dan menulis dalam huruf latin atau lainnya.
AMH dapat digunkan untuk :
1. Mengukur keberhasilan program 4 program pemberantasan buta
huruf, terutama di daerah pedesaan di Indonesia dimana masih
tinggi jumlah penduduk yang tidak pernah bersekolah atau tidak
tamat SD.
2. Menunjukkan kemampuan penduduk di suatu wilayah dalam
menyerap informasi dari berbagai media.
3. Menunjukkan kemampuan untuk berkomunikasi secara lisan dan
tertulis. Sehingga angka melek huruf dapat berdasarkan kabupaten
mencerminkan potensi perkembangan intelektual sekaligus
kontribusi terhadap pembangunan daerah.
Angka melek huruf didapat dengan membagi jumlah penduduk usia 15
tahun keatas yang dapat membaca dan menulis dengan jumlah penduduk
usia 15 tahun keatas kemudian hasilnya dikalikan dengan seratus. Untuk
lebih jelasnya angka melek huruf di Kabupaten Sumba Barat 5 tahun
terakhir berdasarka Buku Kabupaten Sumba Barat Dalam Angka dapat
dilihat pada tabel berikut.

II-57
Tabel 2.30.
Perkembangan Angka Melek Huruf Tahun 2011 s.d 2015
Kabupaten Sumba Barat
Uraian 2011 2012 2013 2014 2015
Angka Melek Huruf (%) 19,68 18,15 16,63 15,10 13,57
Sumber : KDA Tahun 2012-2016
Dari tabel diatas persentase angka melek huruf dari tahun 2011 sampai
tahun 2015 berturut-turut yaitu 19,68 %, 18,15 %, 16,63 %, 15,10 % dan
13,57 %.
B. Angka Rata-rata Lama Sekolah
Lamanya Sekolah atau years of schooling adalah sebuah angka yang
menunjukkan lamanya bersekolah seseorang dari masuk sekolah dasar
sampai dengan Tingkat Pendidikan Terakhir (TPT). Pada prinsipnya
angka ini merupakan transformasi dari bentuk kategori TPT menjadi
bentuk numerik. Angka rata-rata lama sekolah adalah rata-rata jumlah
tahun yang dihabiskan oleh penduduk usia 15 tahun ke atas untuk
menempuh semua jenis pendidikan formal yang pernah dijalani.
Lamanya bersekolah merupakan ukuran akumulasi investasi pendidikan
individu. Setiap tahun tambahan sekolah diharapkan akan membantu
meningkatkan pendapatan individu tersebut. Rata-rata lama bersekolah
dapat dijadikan ukuran akumulasi modal manusia suatu daerah. Ukuran
ini mengatasi masalah kekurangan estimasi dari TPT yang tidak
mengakomodir kelas tertinggi yang pernah dicapai individu.
Tetapi, jumlah tahun bersekolah ini tidak mengindahkan kasus-kasus tidak
naik kelas, putus sekolah yang kemudian melanjutkan kembali, dan masuk
sekolah dasar di usia yang terlalu muda atau sebaliknya. Sehingga nilai
dari jumlah tahun bersekolah menjadi terlalu tinggi kelebihan estimasi atau
bahkan terlalu rendah (underestimate).
Berdasarkan Buku Kabupaten Sumba Barat Dalam Angka yang ada
angka rata-rata lama sekolah di Kabupaten Sumba Barat dapat dilihat
pada tabel berikut.

II-58
Tabel 2.31.
Perkembangan Angka Rata-Rata Lama Sekolah Tahun 2011 s.d 2015
Kabupaten Sumba Barat
Uraian 2011 2012 2013 2014 2015
Angka Rata-Rata Lama
6,42 6,44 6,62 6,64 6,38
Sekolah (Tahun)
Sumber : Kabupaten Dalam Angka Tahun 2012-2016

C. Angka Partisipasi Murni (APM)


Angka partisipasi murni adalah perbandingan penduduk usia antara 7
hingga 18 tahun yang terdaftar sekolah pada tingkat pendidikan
SD/SLTP/SLTA dibagi dengan jumlah penduduk berusia 7 hingga 18
tahun.
Angka Partisipasi Murni (APM) adalah persentase siswa dengan usia yang
berkaitan dengan jenjang pendidikannya dari jumlah penduduk di usia
yang sama APM menunjukkan partisipasi sekolah penduduk usia sekolah
di tingkat pendidikan tertentu. Seperti APK, APM juga merupakan indikator
daya serap penduduk usia sekolah di setiap jenjang pendidikan. Tetapi,
jika dibandingkan APK, APM merupakan indikator daya serap yang lebih
baik karena APM melihat partisipasi penduduk kelompok usia standar di
jenjang pendidikan yang sesuai dengan standar tersebut.
APM di suatu jenjang pendidikan didapat dengan membagi jumlah siswa
atau penduduk usia sekolah yang sedang bersekolah dengan jumlah
penduduk kelompok usia yang berkaitan dengan jenjang sekolah tersebut.
Berikut gambaran APM di Kabupaten Sumba Barat dalam kurun waktu 5
tahun terakhir dapat dilihat pada tabel berikut.
Tabel 2.32.
Angka Partisipasi Murni (APM) Tahun 2011 s.d 2015
Kabupaten Sumba Barat
No Angka Partisipasi Murni 2011 2012 2013 2014 2015
1 SD : 7 – 12 93,46 95,36 94,36 95,00 95,04
2 SMP : 13 – 15 56,05 39,26 59,86 73,82 75,32
3 SMA/MA : 16 – 18 35,01 43,25 46,30 62,53 72,06
Sumber : Indikator Kesejahteraan Rakyat Sumba Barat 2015
Dan Dinas PPOTahun 2015

II-59
Angka Partisipasi Murni (APM) menurut jenjang pendidikan penduduk usia
sekolah yang tepat waktu dalam setiap jenjang pendidikan.
D. Angka Partisipasi Kasar (APK)
APK adalah perbandingan jumlah siswa pada tingkat pendidikan
SD/SLTP/SLTA dibagi dengan jumlah penduduk berusia 7 hingga 18
tahun atau rasio jumlah siswa, berapapun usianya, yang sedang sekolah
di tingkat pendidikan tertentu terhadap jumlah penduduk kelompok usia
yang berkaitan dengan jenjang pendidikan tertentu.
APK menunjukkan tingkat partisipasi penduduk secara umum di suatu
tingkat pendidikan. APK merupakan indikator yang paling sederhana
untuk mengukur daya serap penduduk usia sekolah di masing-masing
jenjang pendidikan.
APK didapat dengan membagi jumlah penduduk yang sedang bersekolah
(atau jumlah siswa), tanpa memperhitungkan umur, pada jenjang
pendidikan tertentu dengan jumlah penduduk kelompok usia yang
berkaitan dengan jenjang pendidikan tersebut. Berikut gambaran APK di
Kabupaten Sumba Barat dalam kurun waktu 5 tahun terakhir dapat dilihat
pada tabel berikut.
Tabel 2.33.
Perkembangan Angka Partisipasi Kasar (APK)
Tahun 2011 s.d 2015
Kabupaten Sumba Barat
No Angka Partisipasi Kasar 2011 2012 2013 2014 2015
1 SD : 7 – 12 129 115 145 121 116,47
2 SMP : 13 – 15 91 85 99 88 100,89
3 SMA/MA : 16 – 18 74 87 73 73 69,06
Sumber : Indikator Kesejahteraan Rakyat Sumba Barat 2015

Upaya untuk memperluas jangkauan pelayanan pendidikan bertujuan


untuk meningkatkan pemerataan pemanfaatan fasilitas pendidikan,
sehingga semakin banyak penduduk usia sekolah untuk dapat bersekolah
pada setiap jenjang pendidikan. Data menunjukan bahwa pada tahun
2012 penduduk usia 7–12 tahun yang bersekolah pada jenjang pendidikan
dasar (SD) sebanyak 129 %, ini menunjukan bahwa Angka Partisipasi

II-60
Kasar (APK) anak usia diatas 7–12 tahun yang masih duduk di bangku SD
masih tinggi.
E. Angka Pendidikan yang ditamatkan (APT)
APT adalah menyelesaikan pelajaran pada kelas atau tingkat terakhir
suatu jenjang sekolah di sekolah negeri maupun swasta dengan
mendapatkan surat tanda tamat belajar/ijazah. APT bermanfaat untuk
menunjukkan pencapaian pembangunan pendidikan di suatu daerah, juga
berguna untuk melakukan perencanaan penawaran tenaga kerja,
terutama untuk melihat kualifikasi pendidikan angkatan kerja di suatu
wilayah. Untuk gambaran tentang kondisi APT di Kabupaten Sumba Barat
dalam kurun waktu 5 tahun terakhir dapat dilihat pada tabel berikut.
Tabel 2.34.
Jumlah Penduduk Menurut Pendidikan Yang Ditamatkan
Tahun 2011 s.d 2015
Kabupaten Sumba Barat
No APT 2011 2012 2013 2014 2015
1 Tidak Punya Ijasah 40,32 48,54 47,89 - -
2 Tamat SD/Sederajat 26,70 21,19 24,51 - -
3 Tamat SMP/Sederajat 14,18 11,66 12,92 - -
4 Tamat SMA/Sederajat 13,72 13,24 12,06 - -
5 Tamat D I/II 0,69 0,44 0,18 - -
Tamat Akademi/D-III/Sarjana
6 1,79 1,15 0,23 - -
Muda
7 Tamat D IV/Strata I/II/III 2,58 3,79 2,19 - -
Sumber : Dinas Pendidikan, Pemuda Dan Olahraga Tahun 2012-2016

Disamping itu APT juga merupakan persentase jumlah penduduk, baik


yang masih sekolah ataupun tidak sekolah lagi, menurut pendidikan tertinggi
yang telah ditamatkan. Dimana perkembangan angka pendidikan yang
ditamatkan dapat dilihat pada tabel berikut.
Tabel 2.35.
Perkembangan Angka Pendidikan Yang Ditamatkan (APT)
Tahun 2011 s.d 2015
Kabupaten Sumba Barat
No APT 2011 2012 2013 2014 2015
1 Tidak Punya Ijasah 48,10 40,34 48,54 47,89 34,73
2 SD/Sederajat 23,81 26,70 21,19 24,51 28,23
3 SMP/Sederajat 11,18 14,18 11,66 12,92 15,58
4 SMA/Sederajat 11,89 13,72 13,24 12,06 17,18

II-61
No APT 2011 2012 2013 2014 2015
5 D I/II 0,69 0,69 0,44 0,18 0,28
6 Akademi/D-III/Sarjana Muda 1,19 1,79 1,15 0,23 1,17
7 D IV/Strata I/II/III 3,14 2,58 3,79 2,19 2,84
Sumber : Dinas Pendidikan, Pemuda dan Olahraga Tahun 2012-2016

2.2.2.3. Kesehatan
A. Angka Kematian Bayi (AKB) per 1.000 Kelahiran Hidup
Kematian bayi adalah kematian yang terjadi antara saat seletah bayi
lahir sampai bayi belum berusia tepat satu tahun. Angka kematian bayi
(AKB) mengambbarkan banyaknya kematian bayi berusia di bawah satu
tahun per 1000 kelahiran hidup pada tahun tertentu.
Perkembangan angka kematian bayi di Kabupaten Sumba Barat
menunjukkan angka yang kurang stabil setiap tahunnya. Dari data yang
tersedia pada tahun 2012 mengalami sedikit penurunan di tahun 2013
yaitu sebesar 1. Kekwatiran mulai muncul ketika memasuki tahun 2013
ke tahun 2014 terjadi peningkatan kematian bayi, untuk lebih jelasnya
lihat pada tabel berikut.
Tabel 2.36.
Perkembangan Angka Kematian Bayi (AKB) Tahun 2012 s.d 2015
Kabupaten Sumba Barat
Tahun
Uraian
2012 2013 2014 2015
Angka kematian bayi (kasus) 4 3 5 7
Angka kematian balita (kasus) 3 7 11 4
Sumber : Hasil Pengolahan Data Bidang Kesehatan Tahun 2016

B. Angka Kematian Ibu (AKI) per 100.000 kelahiran Hidup


Angka kematian ibu (AKI) di Kabupaten Sumba Barat dari tahun 2012-
2014 cenderung fluktuatif, hal itu bisa dilihat dari angka kematian ibu
pada tahun 2012 sebesar 2 meningkat menjadi 4 pada tahun 2014. Hal
itu terjadi karena sebagian besar penyebabnya kematian berasal dari
penyakit penyerta, misalnya jantung, gagal ginjal, sesak dan lain-lain,
hanya sebagian kecil akibat langsung proses kehamilan dan persalinan.

II-62
Untuk lebih jelasnya perkembangan angka kematian ibu di Kabupaten
Sumba Barat dapat dilihat pad tabel berikut.
Tabel 2.37.
Perkembangan Angka Kematian Ibu Tahun 2012 s.d 2015
Kabupaten Sumba Barat
Tahun
Uraian
2012 2013 2014 2015
Angka kematian ibu (kasus) 2 3 4 4
Sumber : Hasil Pengolahan Data Bidang Kesehatan Tahun 2016

C. Angka Usia Harapan Hidup


Angka usia harapan hidup pada waktu lahir adalah perkiraan lama hidup
rata-rata penduduk dengan asumsi tidak ada perubahan pola mortalitas
menurut umur.
Angka harapan hidup pada suatu umur x adalah rata-rata tahun hidup
yang masih akan dijalani oleh seseorang yang telah berhasil mencapai
umur x, pada suatu tahun tertentu, dalam situasi mortalitas yang berlaku
di lingkungan masyarakatnya.
Angka harapan hidup saat lahir adalah rata-rata tahun hidup yang akan
dijalani oleh bayi yang baru lahir pada suatu tahun tertentu.
Angka harapan hidup merupakan alat untuk mengevaluasi kinerja
pemerintah dalam meningkatkan kesejahteraan penduduk pada
umumnya, dan meningkatkan derajat kesehatan pada khususnya.
Idealnya angka harapan hidup dihitung berdasarkan angka kematian
menurut umur (Age Specific Death Rate/ASDR) yang datanya diperoleh
dari catatan registrasi kematian secara bertahun-tahun sehingga
dimungkinkan dibuat tabel kematian. Tetapi karena sistem registrasi
penduduk di Indonesia belum berjalan dengan baik maka untuk
menghitung angka harapan hidup digunakan dengan mengutip angka
yang diterbitkan BPS.
Untuk gambaran angka usia harapan hidup di Kabupaten Sumba Barat
dalam kurun waktu 4 tahun terakhir perkembangan dapat dilihat pada
tabel berikut.

II-63
Tabel 2.38.
Perkembangan Angka Usia Harapan Hidup Tahun 2012 s.d 2015
Kabupaten Sumba Barat
Tahun
Uraian
2012 2013 2014 2015
Angka Harapan Hidup (%) 65,75 65,85 66,00 66,05
Sumber : Hasil Pengolahan Data Bidang Kesehatan Tahun 2016

D. Prosentase Balita Gizi Buruk


Persentase balita gizi buruk adalah persentase balita dalam kondisi gizi
buruk terhadap jumlah balita. Keadaan tubuh anak atau bayi dilihat dari
berat badan menurut umur. Klasifikasi status gizi dibuat berdasarkan
standar WHO.
WHO (1999) mengelompokkan wilayah yaitu kecamatan untuk
kabupaten/kota dan kabupaten/kota untuk provinsi berdasarkan
prevalensi gizi kurang ke dalam 4 kelompok dari seluruh jumlah balita,
yaitu :
1. Rendah = di bawah 10 %
2. Sedang = 10-19%
3. Tinggi = 20-29%
4. Sangat tinggi = 30%
Gizi buruk adalah bentuk terparah dari proses terjadinya kekurangan gizi
menahun. Status gizi balita secara sederhana dapat diketahui dengan
membandingkan antara berat badan menurut umur maupun menurut
panjang badannya dengan rujukan (standar) yang telah ditetapkan.
Apabila berat badan menurut umur sesuai dengan standar, anak disebut
gizi baik. Kalau sedikit di bawah standar disebut gizi kurang. Apabila
jauh di bawah standar dikatakan gizi buruk.
Untuk lebih jelasnya tentang gambaran umum kondisi balita gizi buruk di
Kabupaten Sumba Barat dalam periode kurun waktu 4 tahun terakhir
perkembangan dapat dilihat pada tabel berikut.

II-64
Tabel 2.39.
Prosentase Perkembangan Balita Gizi Buruk Tahun 2012 s.d 2015
Kabupaten Sumba Barat
Tahun
Uraian
2012 2013 2014 2015
Prevalensi Gizi Buruk (%) 5,44 4,20 3,60 2,07
Sumber : Hasil Pengolahan Data Bidang Kesehatan Tahun 2016

Melihat prosentase perkembangan balita gizi buruk pada tabel di atas


maka Kabupaten Sumba Barat berdasarkan klasifikasi WHO termasuk
dalam kategori rendah yaitu di bawah 10 %.
E. Jaminan Pemeliharaan Kesehatan Warga Miskin
Sesuai dengan semangat otonomi daerah dimana berusaha mendekati
pelayanan kepada masyarakat pelayanan kepada masyarakat. Begitu
juga dalam urusan kesehatan, pemerintah daerah berupaya
mempermudah dan meningkatakan akses pelayanan dan pemeliharaan
kesehatan bagi masyarakat, tidak terkecuali warga miskin. Pemerintah
pusat maupun pemerintah provinsi berupaya memberikan jaminam
pemeliharaan kesehatan masyarakat, begitu juga halnya yang
dilaksanakan Pemerintah Kabupaten Sumba Barat. Berikut data
kepesertaan jaminan pemeliharaan kesehatan masayarakat Kabupaten
Sumba Barat.
Tabel 2.40.
Prosentase Perkembangan Peserta Jaminan Pemeliharaan kesehatan
Warga Miskin
Tahun 2011 s.d 2015
Kabupaten Sumba Barat
No Ketersediaan Jaminan Kesehatan 2011 2012 2013 2014 2015
1 Jamkesmas 77,20 75,71 67,77 - 67,10
2 Jamkesda - - 9,86 - 9,76
3 JPK Jamsostek - - - - -
4 Tunjangan Perusahaan - - - - -
5 JPK PNS/Veteran/Pensiunan 4,59 4,50 1,65 - 8,95
6 Asuransi Kesehatan Swasta - - - - -
7 JPK MM/Kartu Sehat/JPK Gakin/ 87,30 97,19 - - -
Kartu Miskin
8 Dana Sehat - - - - -
9 JPKM/JPK Lain 10,36 10,16 - - -
Sumber : Hasil Pengolahan Data Bidang KesehatanTahun 2016

II-65
2.2.2.4. Kemiskinan
Tingkat kemiskinan di Kabupaten Sumba Barat pada tahun 2014 14,2%.
Perkembangan jumlah penduduk miskin dan prosentase penduduk miskin di
Kabupaten Sumba Barat dapat dilihat pada tabel di bawah ini.
Tabel 2.41.
Perkembangan Penduduk Miskin Tahun 2013-2014
Kabupaten Sumba Barat
Tahun
Uraian
2013 2014
Jumlah RT Miskin (Jiwa) 16.650 17.066
Jumlah Penduduk (Jiwa) 117.787 119.907
Prosentase Penduduk Miskin 14,1 14,2
Sumber : BAPPEDA Tahun 2016

2.2.2.5. Kesempatan Kerja


Salah satu faktor penting yang tidak dapat diabaikan dalam kerangka
pembangunan daerah adalah menyangkut kualitas SDM. Kualitas SDM
iniberkaitan erat dengan kualitas tenaga kerja yang tersedia untuk mengisi
kesempatan kerja di dalam negeri dan di luar negeri. Kualitas tenaga kerja di
suatu wilayah sangat ditentukan oleh tingkat pendidikan. Artinya semakin tinggi
tingkat pendidikan yang ditamatkan penduduk suatu wilayah, maka semakin
baik kualitas tenaga kerjanya.
Kesempatan kerja merupakan hubungan antara angkatan kerja dengan
kemampuan penyerapan tenaga kerja. Pertambahan angkatan kerja harus
diimbangi dengan investasi yang dapat menciptakan kesempatan kerja dengan
demikian dapat menyerap pertambahan angkatan kerja.
Tabel 2.42.
Jumlah Penduduk yang Bekerja dengan Angkatan Kerja Tahun 2015
Kabupaten Sumba Barat
Angkatan Kerja
No Golongan Umur Jumlah
Bekerja Mencari Kerja
1 15-19 399 3.096 17.397
2 20-24 1.869 4.894 13.152
3 25-29 5.745 4.410 13.006
4 30-34 6.875 1.852 10.824
5 35-39 6.969 1.002 10.039
6 40-44 5.835 376 7.913
7 45-49 5.219 239 6.918

II-66
Angkatan Kerja
No Golongan Umur Jumlah
Bekerja Mencari Kerja
8 50-54 4.086 186 5.459
9 55-59 3.970 136 5.224
10 60+ 2.037 111 9.517
Jumlah 43.004 16.302 99449
Sumber : Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Tahun 2015
Tabel 2.43.
Jumlah Penduduk yang Bekerja dengan Angkatan Kerja Tahun 2010 s.d 2014
Kabupaten Sumba Barat
No Tahun Angkatan Kerja Jumlah
Bekerja Pengangguran
1 2011 22.114 9.838 81.231
2 2012 37.210 14.209 85.294
3 2013 41.221 15.699 95.170
4 2014 42.352 16.132 99.340
5 2015 43.004 16.302 99.449
Sumber : Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Tahun 2015

2.2.3. Fokus Seni Budaya dan Olahraga


Pembangunan bidang seni, budaya dan olahraga sangat terkait erat
dengan kualitas hidup manusia dan masyarakat. Hal ini sesuai dengan 2 (dua)
sasaran pencapaian pembangunan bidang sosial budaya dan keagamaan yaitu
(i) untuk mewujudkan masyarakat Indonesia yang berakhlak mulia, bermoral,
beretika, berbudaya dan beradab serta (ii) mewujudkan bangsa yang berdaya
saing untuk mencapai masyarakat yang lebih makmur dan sejahtera.
Pencapaian pembangunan seni, budaya dan olahraga dapat dilihat
berdasarkan indikator sebagai berikut :
a. Jumlah grup kesenian adalah jumlah grup kesenian per 10.000 penduduk.
b. Jumlah gedung kesenian adalah jumlah gedung kesenian per 10.000
penduduk.
c. Jumlah klub olahraga adalah jumlah klub olahraga per 10.000 penduduk.
d. Jumlah gedung olahraga adalah jumlah gedung olahraga per 10.000
penduduk.
Selanjutnya penyajian pencapaian pembangunan seni, budaya dan
olahraga di Kabupaten Sumba Barat dapat dilihat pada tabel di bawah ini.

II-67
Tabel 2.44.
Perkembangan Seni, Budaya dan Olahraga Tahun 2015
Kabupaten Sumba Barat
No Uraian 2011 2012 2013 2014 2015
1 Jumlah cabang olahraga (Unit)
2 Lapangan olahraga (Unit) 2 2 2 6 6
3 Jumlah Kampung Situs (Unit) - - - 25 25
Sumber : Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga Tahun 2016

2.3. ASPEK PELAYANAN UMUM


2.3.1. Fokus Layanan Urusan Wajib Pelayanan Dasar
2.3.1.1. Pendidikan
A. Angka Partisipasi Sekolah (APS)
APS merupakan ukuran daya serap sistem pendidikan terhadap
penduduk usia sekolah. Angka tersebut memperhitungkan adanya
perubahan penduduk terutama usia muda. APS adalah jumlah murid
kelompok usia pendidikan dasar (7-12 tahun dan 13-15 tahun) yang
masih menempuh pendidikan dasar per jumlah penduduk usia dasar.
Perkembangan APS di Kabupaten Sumba Barat dapat dilihat tabel di
bawah ini.
Tabel 2.45.
Perkembangan Angka Partisipasi Sekolah(APS)
Tahun 2011 s.d 2015 Kabupaten Sumba Barat
Tahun
No APS
2011 2012 2013 2014 2015
1 SD/Sederjat 24.253 24.390 24.052 24.533 24.027
2 SMP/Sederajat 6.375 6.838 7.429 8.269 9.071
Sumber : Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga Tahun 2016

B. Rasio Ketersediaan Sekolah/Penduduk Usia Sekolah


Rasio ketersediaan sekolah adalah jumlah sekolah tingkat pendidikan
SD/Mi, SMP/Mts dan SMA/MA/SMK perjumlah pendidikan SD/MI,
SMP/MTs dan SMA/MA/SMK. Rasio ini mengidentifikasi kemapuan
untuk menampung semua penduduk usia pendidikan SD/Mi, SMP/Mts
dan SMA/MA/SMK. Untuk mengetahui rasio ketersediaan
sekolah/penduduk usia sekolah tersaji pada tabel sebagai berikut.

II-68
Tabel 2.46.
Rasio Ketersediaan Sekolah Terhadap Penduduk Usia Sekolah
Tahun 2011 s.d 2015 Kabupaten Sumba Barat
Rasio Tahun
No Ketersediaan
2011 2012 2013 2014 2015
Sekolah
1 SD/Sederjat 87 91 92 92 92
unit/24.253 unit/24.390 unit/24.052 unit/24.533 unit/24.027
murid murid murid murid murid
2 SMP/Sederajat 33 36 37 37 38
unit/6.375 unit/6.838 unit/7.429 unit/8.269 unit/9.071
murid murid murid murid murid
Sumber : Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga Tahun 2016

C. Rasio Guru/Murid
Rasio guru terhadap murid adalah jumlah guru tingkat pendidikan SD/Mi,
SMP/Mts dan SMA/MA/SMK per jumlah murid pendidikan SD/Mi,
SMP/Mts dan SMA/MA/SMK. Rasio ini mengindikasikan ketersediaan
tenaga pengajar, disamping juga untuk mengukur jumlah ideal murid
untuk satu guru tercapai mutu pengajaran. Untuk mengetahui rasio guru
terhadap murid dapat dilihat tabel berikut ini
Tabel 2.47.
Jumlah Guru dan Murid Jenjang Pendidikan Dasar
Tahun 2011 s.d 2015
Kabupaten Sumba Barat
No Jenjang 2011 2012 2013 2014 2015
Pendidikan
1 SD/MI
1.1 Jumlah Guru 1.036 1.100 1.133 1.242 1.225
1.2. Jumlah Murid 24.046 24.034 25.736 24.302 24.216
1.3 Rasio 431 458 440 511 505
2 SMP/MTs
2.1. Jumlah Guru 539 569 719 620 620
2.2. Jumlah Murid 7.070 7.476 8.269 8.269 8.269
2.3 Rasio 762 761 870 750 750
3 SMA/MA/SMK
3.1 Jumlah Guru 338 383 470 422 422
3.2 Jumlah Murid 4.651 5.201 5.617 6.028 6.028
3.3 Rasio 727 736 837 700 700
Sumber : Kabupaten Dalam Angka Tahun 2012-2016

II-69
D. Angka Putus Sekolah
Angka putus sekolah di kabupaten Sumba Barat menurut Dinas
Pendidikan Pemuda dan Olahraga Tahun 2015 dalam 5 kurun waktu
perkembangan dapat dilihat pada tabel di bawah ini.
Tabel 2.48.
Angka Putus Sekolah (APS) Tahun 2011 s.d 2015
Kabupaten Sumba Barat
No Angka Putus Sekolah 2011 2012 2013 2014 2015
1 SD/MI (siswa) 26 13 6 0 0
2 SMP/MTs (siswa) 34 21 12 6 4
3 SMA/SMK/MA (siswa) 12 8 6 4 2
Sumber : Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga Tahun 2016

E. Angka Kelulusan Sekolah


Angka kelulusan (AL) Sekolah di Kabupaten Sumba Barat menurut Dinas
Pendidikan Pemuda dan Olahraga Tahun 2015 dari tahun 2011-2015
dapat dilihat pada tabel di bawah ini.
Tabel 2.49.
Angka Kelulusan Sekolah Tahun 2011 s.d 2015
Kabupaten Sumba Barat
No Angka Kelulusan 2011 2012 2013 2014 2015
1 SD/MI (peserta) 2.504 2.775 3.136 3.339 -
2 SMP/MTs (peserta) 1.815 1.943 2.136 2.374 -
3 SMA/SMK/MA (peserta) 756 1.106 1.435 1.457 -
Sumber : Sumber : Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga Tahun 2016

2.3.1.2. Kesehatan
A. Rasio Pos Pelayanan Terpadu (Posyandu) Persatuan Balita
Pengertian Posyandu adalah suatu wadah komunikasi alih teknologi dalam
pelayanan kesehatan masyarakat dari Keluarga Berencana dari
masyarakat, oleh masyarakat dan untuk masyarakat dengan dukungan
pelayanan serta pembinaan teknis dari petugas kesehatan dan keluarga
berencana yang mempunyai nilai strategis untuk pengembangan sumber
daya manusia sejak dini. Untuk menghitung rasio posyandu per satuan
balita di Kabupaten Sumba Barat dapat disusun tabel sebagai berikut.

II-70
Tabel 2.50.
Jumlah Posyandu dan Balita
Tahun 2011 s.d 2015 Kabupaten Sumba Barat
No Uraian 2011 2012 2013 2014 2015
1 Jumlah Posyandu 171 185 219 219 239
2. Jumlah Balita - - - 9.000 4.305
3. Rasio - - - 1:41 1:18
Sumber : Dinas Kesehatan Tahun 2016

B. Rasio Puskesmas, Poliklinik dan Pustu


Untung menghitung rasio puskesmas, poliklinik dan pustu di Kabupaten
Sumba Barat dapat disusun tabel sebagai berikut.
Tabel 2.51.
Jumlah Puskesmas, Poliklinik dan Pustu
Tahun 2011 s.d 2015 Kabupaten Sumba Barat
No Uraian 2011 2012 2013 2014 2015
1 Jumlah Puskesmas 7 8 9 9 9
2. Jumlah Pustu 11 10 10 10 10
3. Jumlah Poskesdes 15 17 17 17 17
4. Jumlah Polindes 18 22 22 22 22
5. Jumlah Penduduk 113.189 116.621 117.787 119.907 121.921
Rasio 1 : 2219 1 : 2045 1 : 2030 1 : 2067 1 : 2102
Sumber : Dinas Kesehatan Tahun 2016

C. Rasio Rumah Sakit Persatuan Penduduk


Rumah sakit adalah suatu organisasi yang melalui tenaga medis
profesional yang terorganisir serta sarana kedokteran yang permanen
menyelenggarakan pelayanan kesehatan, asuhan keperawatan yang
berkesinambungan, diagnosis serta pengobatan penyakit yang diderita oleh
pasien.
Untuk menghitung rasio rumah sakit per satuan penduduk di Kabupaten
Sumba Barat dapat disusun tabel sebagai berikut.
Tabel 2.52.
Jumlah dan Rasio Rumah Sakit Perjumlah Penduduk
Tahun 2011 s.d 2015 Kabupaten Sumba Barat
No Uraian 2011 2012 2013 2014 2015
1 Jumlah Rumah Sakit Umum 1 1 1 1 1
(Pemerintah)
2. Jumlah Rumah Sakit Jiwa/Paru - - - - -
dan Penyakit Khusus Lainnya
milik Pemerintah
3. Jumlah Rumah Sakit - - - - -
AD/AU/AL/POLRI/Yayasan

II-71
No Uraian 2011 2012 2013 2014 2015
4 Jumlah Rumah Sakit Umum 1 1 1 1 1
Daerah (Kabupaten)
5 Jumlah Seluruh Rumah Sakit 2 2 2 2 2
6 Jumlah Penduduk 113.189 116.621 117.787 119.907 121.921
Rasio 1 : 56.594 1 : 58.310 1:58.893 1:59.953 1:60.960
Sumber : Dinas Kesehatan Tahun 2016

D. Rasio Rumah Dokter Per Satuan Pendud uk


Indikator rasio dokter per jumlah penduduk menunjukkan tingkat pelayanan
yang dapat diberikan oleh dokter dibandingkan jumlah penduduk yang ada.
Apabila dikaitkan dengan standar sistem pelayanan kesehatan terpadu,
idealnya satu orang dokter melayani 2.500 penduduk. Jumlah dokter dan
dokter spesialis di Indonesia belum memenuhi kebutuhan sesuai rasio
jumlah penduduk Indonesia. Selain itu distribusi dokter dan dokter spesialis
tidak merata serta kualitasnya masih perlu ditingkatkan.
Untuk menghitung rasio dokter per satuan penduduk di Kabupaten Sumba
Barat dapat disusun tabel sebagai berikut.
Tabel 2.53.
Jumlah Dokter Tahun 2011 s.d 2015
Kabupaten Sumba Barat
No Uraian 2011 2012 2013 2014 2015
1 Jumlah Dokter 33 31 33 35 29
2. Jumlah Penduduk 113.189 116.621 117.787 119.907 121.921
Rasio 1:3429 1:3761 1:3569 1:3425 1:4204
Sumber : Dinas Kesehatan Tahun 2016

E. Rasio Tenaga Medis Per Satuan Penduduk


Rasio Tenaga Medis per jumlah penduduk menunjukkan seberapa besar
ketersediaan tenaga kesehatan dalam memberikan pelayanan kepada
penduduk. Untuk menghitung rasio tenaga medis persatuan penduduk di
Kabupaten Sumba Barat dapat disusun tabel sebagai berikut.
Tabel 2.54.
Jumlah Tenaga Medis
Tahun 2011 s.d 2015
Kabupaten Sumba Barat
No Uraian 2011 2012 2013 2014 2015
1 Jumlah Tenaga Medis 239 198 301 314 315
2. Jumlah Penduduk 113.189 116.621 117.787 119.907 121.921
3. Rasio 1:473 1:588 1:391 1:381 1:387
Sumber : Dinas Kesehatan Tahun 2016

II-72
2.3.1.3. Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang
A. Rasio Panjang Jalan Perjumlah Kendaraan
Rasio panjang jalan per jumlah kendaraan dihitung untuk mengetahui
tingkat ketersediaan sarana jalan dapat memberi akses tiap kendaraan.
Rasio panjang jalan per jumlah kendaraan adalah perbandingan panjang
jalan terhadap jumlah kendaraan. Untuk mengetahui rasio panjang jalan
perjumlah kendaraan di Kabupaten Sumba Barat dapat dilihat pada tabel
di bawah ini.
Tabel 2.55.
Rasio Panjang Jalan per Jumlah Kendaraan
Tahun 2011 s.d 2015 Kabupaten Sumba Barat
No Uraian 2011 2012 2013 2014 2015
1 Panjang Jalan (Km) 534,35 534,35 534,35 534,35 534,35
2 Jumlah Kendaraan (Unit) 18.316 31.047 33.806 36.608 38.511
3 Rasio 1:34 1:58 1:63 1:68 1:72
Sumber : Dinas Perhubungan dan Komunikasi Tahun 2016

B. Proporsi Panjang Jalan dalam Kondisi Baik


Kinerja jaringan jalan sebagai hasil dari manajemen pengelolaan
didasarkan kepada beberapa indikator makro yaitu :
1. Kinerja Jaringan Jalan Berdasarkan Kemantapan
Kinerja jaringan jalan berdasarkan aspek kemantapan adalah
merupakan kinerja gabungan dari aspek kondisi dan aspek
pemanfaatan/kapasitas. Kinerja jaringan jalan dinyatakan sebagai
Mantap Sempurna, Mantap Marginal dan Tidak Mantap, dimana hal
tersebut lebih merupakan definisi secara kualitatif. Untuk keperluan
teknis operasional diperlukan suatu definisi atau batasan/kriteria
teknis (“engineering criteria”) yang lebih jelas dan bersifat kuantitatif.
Kinerja jaringan jalan berdasarkan kemantapan dapat dikelompokkan
menjadi 3 (tiga) kategori yaitu :
 Mantap Sempurna, adalah semua ruas jalan dengan kondisi
sedang sampai baik dan lebarnya memenuhi ketentuan lebar
minimum perkerasan (berdasarkan LHR yang ada), atau semua

II-73
ruas jalan yang mantap baik dari aspek kondisi maupun aspek
pemanfaatan/kapasitas.
 Mantap Marginal, adalah semua ruas jalan dengan kondisi
sedang sampai baik tetapi lebarnya kurang dari ketentuan
berdasarkan jumlah LHR yang ada, atau sebaliknya yaitu jalan
dengan lebar yang cukup tetapi kondisi rusak sampai rusak
berat. Dapat dikatakan juga sebagai semua ruas jalan yang
mantap dari aspek kondisi tetapi tidak mantap dari aspek
pemanfaatan/kapasitas atau sebaliknya.
 Tidak Mantap, adalah semua ruas jalan baik secara kondisi
maupun kapasitas tidak mantap.
2. Kinerja Jaringan Jalan Berdasarkan Kondisi
Kinerja jaringan berdasarkan kondisi dengan terminologi baik,
sedang, sedang rusak, rusak dan rusak berat. Terminologi ini
didasarkan pada besarnya persentase tingkat kerusakan dengan
penjelasan sebagai berikut :
 Kondisi Baik (B) adalah semua ruas jalan dimana permukaan
perkerasan, bahu jalan dan saluran samping dalam kondisi baik
menurut kriteria teknis (tingkat kerusakan ≤ 6%), sehingga arus
lalu 4 lintas dapat berjalan lancar sesuai dengan kecepatan
disain dan tidak ada hambatan yang disebabkan oleh kondisi
jalan.
 Kondisi Sedang (S) adalah semua ruas jalan dimana permukaan
perkerasan, bahu jalan dan saluran samping dalam kondisi
sedang menurut kriteria teknis (tingkat kerusakan 6 s/d 10%).
Kerusakan yang ada belum (atau sedikit saja) menimbulkan
gangguan terhadap kelancaran arus pergerakan lalu – lintas.
 Kondisi Sedang Rusak (SR) adalah semua ruas jalan dimana
permukaan perkerasan, bahu jalan dan saluran samping dalam
kondisi sedang menuju rusak menurut kriteria teknis (tingkat
kerusakan 10 s/d 16%). Kerusakan yang ada mulai menimbulkan

II-74
gangguan terhadap kelancaran arus pergerakan lalu–lintas,
sehingga kendaraan harus mengurangi kecepatannya.
 Kondisi Rusak (R) adalah semua ruas jalan dimana permukaan
perkerasan, bahu jalan dan saluran samping dalam kondisi rusak
menurut kriteria teknis (tingkat kerusakan 16 s/d 20%).
Kerusakan yang ada sudah sangat menghambat kelancaran
arus pergerakan lalu-lintas, sehingga kendaraan harus berjalan
secara perlahan-lahan, mengurangi kecepatannya, kadangkala
harus berhenti akibat adanya kerusakan atau hambatan pada
permukaan perkerasan.
 Kondisi Rusak Berat (RB) adalah semua ruas jalan dimana
permukaan perkerasan, bahu jalan dan saluran samping dalam
kondisi rusak berat menurut kriteria teknis (tingkat kerusakan >
20%). Kerusakan yang ada sudah sangat parah dan nyaris tidak
dapat lagi dilewati oleh kendaraan roda 4, atau hanya dapat
dilewati dengan kecepatan sangat rendah.
3. Kinerja Jaringan Jalan Berdasarkan Aspek Pemanfaatan
Dua hal utama yang berkaitan erat dengan kinerja jalan, baik untuk
individual segmen maupun untuk sepanjang ruas dan sistem jaringan
adalah aspek kondisi dan aspek pemanfaatannya.
Kondisi diukur (terutama) dengan besaran nilai Kondisi, sedangkan
aspek pemanfaatan diukur dengan besaran V/C ratio. V/C ratio
menunjukkan gambaran mengenai tingkat pelayanan suatu jalan
dalam melayani arus (pergerakan) lalu–lintas, dimana semakin besar
nilai V/C ratio berarti semakin rendahnya tingkat pelayanan jalan
tersebut yang ditunjukkan dengan terjadinya kemacetan. Batasan
nilai V/C ratio yang menunjukkan tingkat pelayanan mulai mendekati
kemacetan diambil > 0,65.
Untuk menghitung proporsi panjang jaringan jalan berdasarkan
kondisi jalan di Kabupaten Sumba Barat dapat disusun tabel sebagai
berikut.

II-75
Tabel 2.56.
Panjang Jaringan Jalan Tahun 2011 s.d 2015
Kabupaten Sumba Barat
No Uraian 2011 2012 2013 2014 2015
Panjang jaringan jalan dalam
1 158,52 157,37 145,07 136,95 120,74
kondisi baik (Km)
Panjang jalan dalam kondisi
2 135,43 153,50 151,90 147,17 213,16
sedang (Km)
Panjang jaringan jalan dalam
3 108,82 117,53 125,07 139,62 164,09
kondisi rusak (Km)
Panjang jaringan jalan dalam
4 131,54 105,96 112,31 110,61 120,67
kondisi rusak berat (Km)
Panjang jarngan jalan menurut
pemerintahan yang
5 15 15 15 15 15
berwenang - Jalan Negara
(Km)
Panjang jarngan jalan menurut
pemerintahan yang
6 74,54 74,54 74,54 74,54 74,54
berwenang - Jalan Provinsi
(Km)
Panjang jarngan jalan menurut
pemerintahan yang 444, 81 444, 81 444, 81 444, 81
7 444,81
berwenang - Jalan Kabupaten
(Km)
Panjang jalan menurut jenis
8 338,44 345,73 345,03 378,01 384.71
permukaan - Aspal (Km)
Panjang jalan Menurut Jenis
9 180,74 181,09 182,09 150,14 144,14
Permukaan - Kerikil (Km)
Panjang jalan Menurut Jenis
10 10,17 7.1 6,8 6,2 5,5
Permukaan- Tanah (Km)
Panjang jalan dilalui Roda 4
11 534,35 534,35 534,35 534,35 534,35
(Km)
Panjang jalan dalam kondisi
12 baik 519,18 526,82 527,12 528,15 528,85
( > 40 KM/Jam )
Panjang jalan yang memiliki
trotoar dan drainase/saluran
13 3,6 4,2 5,3 6,0 6,7
pembuangan air ( minimal
1,5 m)
Sumber : Dinas Pekerjaan Umum, Pertambangan dan Energi Tahun 2016

C. Keteresediaan Air Bersih


Air Bersih (clean water) adalah air yang digunakan untuk keperluan
sehari-hari yang kualitasnya memenuhi syarat kesehatan dan dapat
diminum setelah dimasak.
Air Minum (drinking water) Air yang melalui proses pengolahan atau
tanpa proses pengolahan yang memenuhi syarat kesehatan dan dapat
langsung diminum (Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 907 Tahun

II-76
2002). Untuk gambaran umum ketersediaan air bersih di Kabupaten
Sumba Barat tahun 2009-2011 dapat dilihat pada tabel di bawah ini.
Tabel 2.57.
Banyaknya Pelanggan Pemakaian Air
Tahun jumlah Pelanggan
2009 32
2010 50
2011 28
Sumber : Kabupaten Sumba Barat Dalam Angka
Tahun 2009-2011
D. Penataan Ruang
Kabupaten Sumba Barat telah memiliki rencana tata ruang yakni
Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Sumba Barat yang tertuang
dalam Perda No1 Tahun 2012 Pada dasarnya rencana tata ruang
wilayah Kabupaten Sumba Barat ini menjadi acuhan pembangunan di
daerah serta menjadi acuhan dalam penyusunan rencana tata ruang
yang lebih rinci yakni RDTRK dan RTRKSK Sumba Barat.
RTRW Kabupaten Sumba Barat yang telah ditetapkan pada tahun 2012
pada saat ini sudah berusia 5 tahun. Sesuai dengan amanah undang-
undang no 26 tahun 2007 tentang penataan ruang bahwa RTRW
Kabupaten harus ditinjau kembali setiap lima tahun sekali, sehingga
sudah saatnya RTRW Sumba Barat melakukan Peninjauan Kembali.
Selanjutnya perlu disusun RDTRK dan RTRKSK Kabupaten Sumba
Barat untuk lebih digunakan sebagai pedoman operasional
pembangunan daerah.

2.3.1.4. Perumahan Rakyat dan Kawasan Permukiman


A. Kawasan Permukiman
Kawasan permukiman adalah kawasan di luar kawasan kawasan lindung
yang diperlukan sebagai lingkungan tempat tinggal atau lingkungan hunian
yang berada di daerah perkotaan atau daerah perdesaan. Kriteria kawasan
permukiman adalah kawasan yang secara teknis dapat digunakan untuk
permukiman yang aman dari bahaya bencana alam, sehat, dan mempunyai

II-77
akses untuk kesempatan berusaha, serta kawasan yang apabila digunakan
untuk permukiman dapat membedakan manfaat : meningkatkan
ketersediaan permukiman dan mendayagunakan fasilitas yang ada di
sekitarnya, tidak mengganggu fungsi lindung, tidak mengganggu upaya
upaya kelestarian sumber daya alam, meningkatkan pendapatan
masyarakat, kesempatan kerja, mendorong perkembangan masyarakat.
Untuk prosentase kawasan permukiman yaitu seluas 376,4 Ha dari
keseluruhan luas wilayah yang tersebar di seluruh kecamatan di wilayah
Kabupaten Sumba Barat.
B. Permukiman Perdesaan
Kawasan permukiman perdesaan adalah suatu kawasan untuk permukiman
yang pada lokasi sekitarnya masih didominasi oleh lahan pertanian,
tegalan, perkebunan. Kawasan permukiman perdesaan ini, prosentasenya
lebih kecil daripada permukiman kota. Pada kawasan ini peningkatan
kegiatannya diarahkan untuk permukiman dengan fasilitas penunjangnya,
dan terdapat kawasan pertanian untuk kegiatan usaha.
C. Permukiman Perkotaan
Kawasan permukiman perkotaan adalah kawasan yang digunakan untuk
kegiatan permukiman dengan kegiatan utamanya non pertanian (dominasi
kegiatannya bersifat kekotaan) dan umumnya ditunjang oleh sarana dan
prasarana transportasi yang memadai, fasilitas peribadatan, perdagangan
dan jasa, perkantoran dan pemerintahan.

2.3.1.5. Ketentraman dan Ketertiban Umum serta Perlindungan Masyarakat


A. Rasio Jumlah Polisi Pamong Praja Per 10.000 Penduduk
Polisi Pamong Praja adalah aparatur Pemerintah Daerah yang
melaksanakan tugas Kepala Daerah dalam memelihara dan
menyelenggarakan ketentraman dan ketertiban umum, menegakkan
Peraturan Daerah dan Keputusan Kepala Daerah.

II-78
Jumlah polisi pamong praja dihitung dari jumlah aparatur pada satuan
polisi pamong praja yang ditetapkan tugas pokok dan fungsinya
berdasarkan peraturan perundang-undangan.
Satuan polisi pamong praja merupakan perangkat daerah yang dapat
berbentuk dinas daerah atau lembaga teknis daerah.
Rasio jumlah polisi pamong praja menggambarkan kapasitas pemda
dalam memelihara dan menyelenggarakan ketentraman dan ketertiban
umum, menegakkan Peraturan Daerah dan Keputusan Kepala Daerah.
Semakin besar rasio jumlah polisi pamong praja maka akan semakin
besar ketersediaan polisi pamong praja yang dimiliki pemerintah daerah
dalam memberikan pelayanan penunjang penyelenggaraan
pemerintahan daerah. Untuk lebih jelasnya tentang gambaran umum
rasio jumlah polisi pramong praja per 10.000 penduduk di Kabupaten
Sumba Barat dalam kurun waktu 5 tahun kebelakang dapat dilihat tabel
2.58.
B. Rasio Jumlah Linmas Per 10.000 Penduduk
Petugas Perlindungan Masyarakat (Linmas) merupakan satuan yang
memiliki tugas umum pemeliharaan ketentraman dan ketertiban
masyarakat. Satuan ini memiliki peran penting dalam ketertiban
masyarakat secara luas.
Rasio jumlah linmas menggambarkan kapasitas pemda untuk
memelihara ketentraman dan ketertiban masyarakat adalah upaya
mengkondisikan lingkungan yang kondusif dan demokratif sehingga
tercipta kehidupan strata sosial yang interaktif.
Semakin besar rasio jumlah linmas maka akan semakin besar
ketersediaan linmas yang dimiliki pemerintah daerah dalam memberikan
pelayanan penunjang penyelenggaraan pemerintahan daerah dalam
upaya pemeliharaan ketentraman dan ketertiban masyarakat.
Untuk lebih jelasnya tentang gambaran umum rasio jumlah Linmas per
10.000 penduduk di Kabupaten Sumba Barat dalam kurun waktu 5 tahun
kebelakang dapat dilihat tabel 2.58.

II-79
C. Rasio Pos Siskamling
Untuk lebih jelasnya tentang gambaran umum rasio jumlah pos
siskamling di Kabupaten Sumba Barat dalam kurun waktu 5 tahun
kebelakang dapat dilihat tabel berikut.
Tabel 2.58.
Perkembangan Penyelenggaraan Keamanan dan Ketertiban Masyarakat
Tahun 2011 s.d 2015 Kabupaten Sumba Barat
No Uraian 2011 2012 2013 2014 2015
1 Rasio jumlah Polisi
Pamong Praja per 0,30 0,28 0,25 0,26 0,29
10.000 penduduk
2 Jumlah Linmas per
Jumlah 10.000 98,06 95,18 96,65 96,65 96,65
Penduduk
3 Rasio Pos Siskamling
per jumlah 1:4 1:4 1:4 1:4 1:4
desa/kelurahan
4 Penegakan PERDA 4 4 6 6 8
5 Cakupan patroli
210 225 229 231 240
petugas Satpol PP
6 Tingkat penyelesaian
pelanggaran K3
(ketertiban,
10 9 10 8 6
ketentraman,
keindahan) di
Kabupaten
7 Petugas Perlindungan
Masyarakat (Linmas) 1.480 1.480 1.480 1.480 1.480
di Kabupaten
8 Kegiatan pembinaan
terhadap LSM, Ormas 10 10 10 10 10
dan OKP
9 Kegiatan pembinaan 3 3 3 3 3
politik daerah
10 Pembentuka forum
kerukunan umat 6 6 6 6 6
beragama (FKUB)
tingkat kecamatan
11 Pembentukan forum
pambauran 6 6 6 6 6
kebangsaan (FKP)
12 Penguatan
kelembagaan FKP 6 6 6 6 6
dan FKUB
13 Peningkatan wawasan
kebangsaan berupa
seminar, lomba 10 10 10 10 10
cerdas cermat dan
lomba pidato antar
pelajar SMA dan SMP

II-80
No Uraian 2011 2012 2013 2014 2015
14 Peningkatan toleransi
antar umat beragama
berupa lomba volley 3 3 3 3 3
ball antar umat
beragama
15 Pembentukan forum
kewaspadaan dini 6 6 6 6 6
masyarakat (FKDM)
tingkat kecamatan
16 Pengawasan dan
pengendalian narkoba
berupa tes urine - - - - -
anggota DPRD dan
pejabat daerah
17 Pengawasan orang
asing dan lembaga 3 3 3 3 3
asing di daerah
18 Bimtek narkoba 2 2 2 2 2
19 Penanganan konflik
sosial dan pembuatan 4 5 6 6 7
rencana aksinya
20 Penguatan forum
kewaspadaan dini 6 6 6 6 6
masyarakat (FKDM)
tingkat kecamatan
Sumber : Satuan Polisi Pamong Praja dan BAPPEDA Tahun 2016

2.3.1.6. Sosial
Keamanan, ketertiban dan penanggulangan kriminalitas merupakan salah
satu prioritas untuk mewujudkan stabilitas penyelenggaraan pemerintahan
terutama di daerah. Pemerintahan daerah dapat terselenggara dengan baik
apabila pemerintah dapat memberikan rasa aman kepada masyarakat,
menjaga ketertiban dalam pergaulan masyarakat, serta menanggulangi
kriminalitas sehingga kuantitas dan kualitas kriminalitas dapat diminimalisir.
Angka kriminalitas yang tertangani adalah penanganan kriminal oleh
aparat penegak hukum (polisi/kejaksaan). Angka kriminalitas yang ditangani
merupakan jumlah tindak kriminal yang ditangani selama 1 tahun terhadap
10.000 penduduk.
Kondisi keamanan dan ketertiban di Kabupaten Sumba Barat sering
diwarnai peristiwa–peristiwa seperti pertikaian, konflik antar kelompok
masyarakat maupun kasus-kasus kriminal lainnya.

II-81
Gambaran mengenai angka kriminalitas di Kabupaten Sumba Barat
Tahun 2011-2015 dapat dilihat pada tabel berikut ini.
Tabel 2.59.
Gambaran Kondisi Kriminalitas Tahun 2011 s.d 2015
Kabupaten Sumba Barat
No Jenis Kriminal 2011 2012 2013 2014 2015
1. Jumlah Kasus Narkoba - - 2 - -
2. Jumlah Kasus Pembunuhan 6 3 2 6 5
3. Jumlah Kejahatan Seksual 15 20 17 21 17
4. Jumlah Kasus Penganiayaan 75 85 67 78 85
5. Jumlah Kasus Pencurian 110 132 100 127 115
6. Jumlah Kasus Penipuan 16 14 32 17 29
Jumlah Kasus Pemalsuan - 1 2 1 3
7.
Materai / Surat
8. Politik - - - - -
9. Terhadap Kepala Negara - - - - -
10. Terhadap Ketertiban Umum - - - - -
11. Pembakaran 11 2 10 4
12. Penyuapan - - - - -
13. Perampokan / Pencurian 2 1 7 - -
14. Memeras / Mengancam 6 4 5 9 9
15. Penggelapan 8 16 7 9 7
16. Dalam Jabatan - - - - -
17. Jumlah Perjudian - - - - -
18. Merusak Barang 17 18 23 22 31
19. Penadah - 1 - - -
20. Lain-lain 96 81 72 63 55
21. Ekonomi - - - -
22. Jumlah Tindak Kriminal 362 378 347 357 360
selama 1 Tahun
Angka Kriminalitas 0,32 % 0,32 % 0,29 % 0,30 % 0,30 %
Jumlah Penduduk 113.189 116.621 117.787 119.907 121.921
Sumber : POLRES Sumba Barat Tahun 2011 2015

Berdasarkan data di atas menunjukan bahwa kondisi kriminalitas


Kabupaten Sumba Barat selama 5 (lima) tahun terakhir sedikit mengalami
penurunan bila di lihat jumlah tindak kriminalltas pada tahun 2011 dan 2012
persentasinya 0,32% menurun menjadi 0,29% pada tahun 2013 dan pada
tahun 2014 dan 2015 meningkat kembali menjadi 0,30%.
Berikut gambaran mengenai jumlah penghuni Lembaga Pemasyarakatan
Waikabubak berdasarkan jenis kejahatan/pelanggaran.

II-82
Tabel 2.60.
Jumlah Penghuni Lembaga Pemasyarakatan Waikabubak
Menurut Jenis Kejahatan/Pelanggaran
Tahun 2013 - 2015
Tahun (Jenis Kelamin)
No. Jenis Kejahatan/ Pelanggaran 2013 2014 2015
L P L P L P
1. Ketertiban umum 18 - 14 - 20 -
2. Pembakaran - - 2 - 3 -
3 Kesusilaan - - - - - -
4. Pembunuhan 2 - 2 - 17 -
5. Penganiayaan 8 - 2 1 6 -
6. Pencurian 15 - 5 - 14 -
7. Perampokan 6 - 17 - 4 -
8. Penadah - - 1 - - 1
9. Lain–lain 13 1 20 1 32 1
Sumber : LAPAS Klas IIB Waikabubak 2013-2015

Data di atas menunjukkan bahwa jumlah penghuni Lapas Waikabubak


dalam 3 (tiga) tahun terakhir di dominasi 4 jenis kejahatan/pelanggaran secara
berturut-turut yaitu kejahatan lain-lain, dikuti kejahatan ketertiban umum,
perampokan dan pembunuhan, hal ini mengindikasikan bahwa gangguan
keamanan, ketenteraman dan ketertiban masyarakat masih mempengaruhi
stabilitas di daerah, sehingga harus menjadi perhatian pemerintah daerah untuk
menciptakan kondisi yang memungkinkan proses pemerintahan berjalan secara
efektif dan efisien, khususnya dalam meningkatkan investasi di daerah.
Upaya yang diperlukan untuk meningkatkan keamanan, ketentraman dan
ketertiban umum adalah dengan meningkatkan peran serta masyarakat dalam
menjaga keamanan lingkungan secara mandiri dan terjadinya kewaspadaan
dini masyarakat.
Tabel 2.61.
Perkembangan Sarana Sosial Tahun 2011s.d 2015
Kabupaten Sumba Barat
No Uraian 2011 2012 2013 2014 2015
1 Panti Asuhan 6 6 6 7 7
2 Panti Rehabilitasi 2 2 2 2 2
Jumlah 8 8 8 9 9
Sumber : Dinas Sosial Tahun 2016

II-83
2.3.2. Fokus Layanan Urusan Wajib Non Pelayanan Dasar
Analisis kinerja atas layanan urusan pilihan dilakukan terhadap indikator-
indikator kinerja penyelengaraan urusan pilihan pemerintahan daerah
provinsi/kabupaten/kota, yaitu bidang urusan pertanian, kehutanan, energi dan
sumber daya mineral, pariwisata, kelautan dan perikanan, perdagangan,
industri dan ketransmigrasian.
Berikut ini disajikan hasil analisis dari beberapa indikator kinerja pada
fokus layanan urusan pilihan pemerintahan daerah di Kabupaten Sumba Barat
sebagai berikut.
2.3.2.1. Tenaga Kerja
Ketenagakerjaan adalah segala hal yang berhubungan dengan tenaga
kerja pada waktu sebelum, selama dan sesudah masa kerja.
Tenaga kerja (man power) adalah penduduk dalam usia kerja (dalam
literatur 15-64 tahun). Di Indonesia dipakai batasan umur 10 tahun. Tenaga
kerja adalah jumlah seluruh penduduk dalam usia kerja dalam suatu negara
yang dapat memproduksi barang dan jasa, jika ada permintaan terhadap
tenaga mereka dan jika mereka mau berpartisipasi dalam aktifitas tersebut.
Tabel 2.62.
Aspek Ketenagakerjaan Tahun 2011 s.d 2015
Kabupaten Sumba Barat
No Uraian 2011 2012 2013 2014 2015
1 Prosentase penduduk yang bekerja 70,58 72,12 74,18 75,21 77,15
2 Jumlah Tenaga Kerja Yang di Latih (jiwa) 176 392 72 88 10
3 Jumlah pendaftar pelatihan berbasis
- - - - -
kompetensi (jiwa)
4 Jumlah pendapatan pelatihan berbasis
738 957 481 197 50
masyarakat
5 Jumlah pendaftar pelatihan kewirausahaan - 304 156 203 87
6 Jumlah pencari kerja yang ditempatkan 362 565 481 197 50
7 Jumlah pencari kerja terdaftar - 656 1210 606 320
8 Jumlah pekerja/buruh peserta program
250 300 300 1.036 1.038
jamsostek
9 Jumlah pekerja/buruh 953 1.028 1.037 1.720 1.723
10 Angka partisipasi angkatan kerja (jiwa) - - - - -
11 Angka sengketa pengusaha-pekerja per
- - - - -
tahun
12 Tingkat partisipasi angkatan kerja (%) 72,83 72,80 72,76 69,09 67,17
13 Tingkat pengangguran terbuka (%) - - - - -
14 Keselamatan dan perlindungan - - - - -
15 Perselisihan buruh dan pengusaha - - - - -

II-84
No Uraian 2011 2012 2013 2014 2015
terhadap kebijakan pemerintah daerah
16 Jumlah Tenaga Kerja yang bekerja pada
953 1.028 1.037 1.720 1.723
perusahaan PMA/PMDN
17 Jumlah pekerja anak usia 5-14 tahun 78 66 57 43 38
Sumber : Dinas Tenaga Kerja Dan Transmigrasi Tahun 2016

A. Angkatan Kerja (Labor Force)


Berdasarkan publikasi ILO (International Labour Organization), penduduk
dapat dikelompokkan menjadi tenaga kerja dan bukan tenaga kerja.
Tenaga kerja dikatakan juga sebagai penduduk usia kerja, yaitu penduduk
usia 15 tahun atau lebih, seiring dengan program wajib belajar 9 tahun.
Selanjutnya, tenaga kerja dibedakan menjadi : angkatan kerja dan bukan
angkatan kerja (penduduk yang sebagian besar kegiatannya adalah
bersekolah, mengurus rumah tangga, atau kegiatan lainnya selain bekerja).
Angkatan kerja merupakan bagian penduduk yang sedang bekerja dan siap
masuk pasar kerja, atau dapat dikatakan sebagai pekerja dan merupakan
potensi penduduk yang akan masuk pasar kerja. Sedangkan, bukan
angkatan kerja adalah bagian dari tenaga kerja yang tidak bekerja ataupun
mencari kerja.
Tingkat partisipasi umum yaitu jumlah angkatan kerja dibagi seluruh
penduduk berumur 10 tahun ke atas.
Tabel 2.63.
Penduduk Usia 15 Tahun Ketas Dirinci Menurut Angkatan Kerja
Dan Bukan Angkatan Kerja serta Jenis Kelamin Tahun 2015
Kabupaten Sumba Barat
Jumlah
No Uraian Laki-Laki Perempuan
Rata-Rata
1 ANGKATAN KERJA
Prosentase Bekerja 97,27 97,62 97,42
Prosentase Pengangguran 2,73 2,38 2,58
Jumlah penduduk angkatan kerja (I) 36.639 29.976 33.308
2 BUKAN ANGKATAN KERJA
Prosentase Sekolah 72,68 36,49 50,79
Prosentase Mengurus RT 13,19 56,38 39,32
Lainnya 14,12 7,13 9,89
Jumlah Penduduk Bukan Angkatan Kerja (II) 26.370 21.577 23.973
3 TPAK (Tingkat partisipasi angkatan kerja) 76,59 60,92 69,09
4 TPT (Tingkat pengguran terbuka) 2,73 2,38 2,58
Sumber : Dinas Tenaga Kerja Dan Transmigrasi Tahun 2016

II-85
Rasio penduduk yang bekerja adalah perbandingan jumlah penduduk
yang bekerja terhadap jumlah angkatan kerja. Jika yang tersedia adalah
angka pengangguran, maka angka yang digunakan adalah = (1 - angka
pengangguran)
Tabel 2.64.
Penduduk Angatan Kerja Tahun 2015 Kabupaten Sumba Barat
Angkatan Kerja
No Golongan Umur Jumlah
Laki-Laki Perempuan
1 15-19 9.049 8.348 17.397
2 20-24 6.695 6.457 13.152
3 25-29 6.740 6.266 13.006
4 30-34 5.408 5.416 10.824
5 35-39 5.005 5.034 10.039
6 40-44 4.040 3.873 7.913
7 45-49 3.517 3.401 6.918
8 50-54 2.820 2.639 5.459
9 55-59 2.768 2.456 5.224
10 60+ 4.867 4.650 9.517
Jumlah 50.909 48.540 99.449
Sumber : Dinas Pendudukan dan Catatan Sipil Tahun 2016

2.3.2.2. Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak


Dalam rangka pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak
diperlukan akses seluas-luasnya terhadap perempuan untuk berperan aktif di
semua bidang kehidupan dalam rangka pemberdayaan untuk menuju
kesetaraan gender. Untuk mengetahui peran aktif perempuan dapat diukur dari
partisipasi perempuan di lembaga pemerintah maupun swasta, besarnya angka
kekerasan dalam rumah tangga (KDRT). Berikut gambaran pemberdayaan
perempuan dan perlindungan anak di Kabupaten Sumba Barat Tahun 2011
sampai tahun 2015.
Tabel 2.65.
Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Tahun 2011 s.d 2015
Kabupaten Sumba Barat
No Aspek, Fokus & Indikator 2011 2012 2013 2014 2015
1 Jumlah partisipasi perempuan di 179 215 244 278 305
lembaga pemerintah
2 Partisipasi perempuan di lembaga 26.816 27.302 27.519 28.715 29.671
swasta
3 Rasio KDRT 51 65 61 53 59
4 Persentase jumlah tenaga kerja 12,75 12,63 12,10 12,05 12,01
dibawah umur
5 Partisipasi angkatan kerja perempuan
42.449 44.317 42.469 46.712 48.540
(jiwa)

II-86
No Aspek, Fokus & Indikator 2011 2012 2013 2014 2015
6 Penyelesaian pengaduan perlindungan
perempuan dan anak dari tindakan 1 1 1 2 2
kekerasan
7 Jumlah perkara yang diputuskan
pengadilan dengan dasar perundang-
undangan yang berkaitan dengan - - 1 - -
kekerasan terhadap perempuan dan
anak
8 Jumlah perkara kekerasan terhadap
- - 1 - -
perempuan dan anak yang disidangkan
9 Jumlah perempuan dan anak korban
kekerasan yang mendapatkan - - - - -
pelayanan pemulangan
10 Jumlah perempuan dan anak korban
67 69 62 53 59
kekerasan yang tercatat di UPT
11 Presentase partisipasi perempuan di
lembaga pemerintah dari 9% pada
- - - - -
tahun 2010 naik menjadi 15% pada
tahun 2015
12 Presentase partisipasi perempuan di
lembaga swasta dari 15% pada tahun
- - - - -
2010 naik menjadi 20% pada tahun
2015
13 Rasio KDRT dari 10% pada tahun 2010
- - - - -
menurun menjadi 7% pada tahun 2015
14 Persentase jumlah tenaga kerja
dibawah umur dari 1% pada tahun 2010
- - - - -
menurun menjadi 0,5% pada tahun
2015
15 Presentase Partisipasi angkatan kerja
perempuan dari 50% pada tahun 2010 - - - - -
menjadi 75% pada tahun 2015
16 Presentase Penyelesaian pengaduan
perlindungan perempuan dan anak dari
- - - - -
tindakan kekerasan dari 10% pada
tahun 2010 menjadi 100% tahun 2015
17 Presentase KB aktif dari 44,6% pada
tahun 2010 naik menjadi 65% pada
- - - - -
tahun 2015

18 Presentase Unmet Need (PUS yang


ingin ber KB tapi belum terlayani)
- - - - -
23,15% pada tahun 2010 turun menjadi
15% pada tahun 2015
19 Presentase PUS yang menikah dibawah
umur 20 tahun dari 3,7% pada tahun - - - - -
2010 menjadi 3,5% pada tahun 2015
20 Presentase PUS peserta KB anggota
UPPKS dari 11% pada tahun 2010 - - - - -
menjadi 60% pada tahun 2015
21 Presentase tersedianya data mikro
keluarga disetiap desa/kelurahan dari - - - - -
30% pada tahun 2010 menjadi 70%

II-87
No Aspek, Fokus & Indikator 2011 2012 2013 2014 2015
pada tahun 2015
22 Presentase anggota Bina Keluarga
Remaja (BKR) dari 11% pada tahun
- - - - -
2010 naik menjadi 60% pada tahun
2015
23 Presentase anggota Bina Keluarga
Balita (BKB) dari 11% pada tahun 2010 - - - - -
naik menjadi 60% pada tahun 2015
24 Meningkatkan jumlah PLKB dan
koordinator lapangan 32 orang pada
- - - - -
tahun 2010 menjadi 78 orang pada
tahun 2015
Sumber : Dinas Pemberdayaan Perempuan dan KB Tahun 2016

2.3.2.3. Pangan
Penanganan kerawanan pangan adalah penanganan kondisi
ketidakcukupan pangan yang dialami daerah, masyarakat, atau rumah tangga,
pada waktu tertentu untuk memenuhi standar kebutuhan fisiologi bagi
pertumbuhan dan kesehatan masyarakat. Kerawanan pangan sangat
dipengaruhi oleh daya beli masyarakat yang ditentukan oleh tingkat
pendapatannya, rendahnya tingkat pendapatan memperburuk konsumsi energi
dan protein.

2.3.2.4. Pertanahan
Prosentase luas lahan bersertifikat adalah proporsi jumlah luas lahan
bersertifikat (HGB, HGU, HM, HPL) terhadap luas wilayah daratan. Indikator
pertanahan ini bertujuan untuk mengetahui tertib administrasi sebagai
kepastian dalam kepemilikan.
Hak Milik (HM) merupakan hak turun-menurun, terkuat dan terpenuh
yang dapat dipunyai orang atas tanah. Sifat-sifat hak milik yang
membedakannya dengan hak-hak lainnya adalah hak yang “terkuat dan
terpenuh”, maksudnya untuk menunjukkan bahwa diantara hak-hak atas tanah
yang dipunyai orang, hak miliklah yang paling kuat dan penuh.
Hak Guna Usaha (HGU) adalah hak untuk mengusahakan tanah yang
dikuasai langsung oleh negara dalam jangka waktu paling lama 25 tahun. Hak

II-88
Guna Usaha merupakan hak khusus untuk mengusahakan tanah yang bukan
miliknya sendiri guna perusahaan, pertanian, perikanan dan peternakan.
Hak Guna Bangunan (HGB) adalah hak untuk mendirikan dan
mempunyai bangunan-bangunan atas tanah yang bukan miliknya sendiri,
dengan jangka waktu paling lama 30 tahun. Tidak mengenai tanah pertanian,
oleh karena itu dapat diberikan atas tanah yang dikuasai langsung oleh negara
maupun tanah milik seseorang.
Hak Pengelolaan Lahan (HPL) adalah hak untuk mengelola lahan yang
hanya diberikan atas tanah negara yang dikuasai oleh Badan Pemerintah,
BUMN (Badan Usaha Milik Negara) dan Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) .
Selanjutnya hasil kajian dalam bentuk tabel tentang gambaran umum
luas lahan bersertifikat di Kabupaten Sumba Barat berdasarakan data Badan
Petanahan 5 tahun kebelakan sebagai berikut.
Tabel 2.66.
Jumlah Sertfikat Tanah Tahun 2011 s.d 2015
Kabupaten Sumba Barat
No Uraian 2011 2012 2013 2014 2015
1 Banyak Sertifikat yang dikeluarkan
Menurut Jenis Hak Atas Tanah (Hak 17.593 19.394 20.903 21.562 24.431
Milik)
2 Banyak Sertifikat yang dikeluarkan
530 530 530 533 533
Menurut Jenis Hak Atas Tanah (HGB)
3 Banyak Sertifikat yang dikeluarkan
1 1 1 1 1
Menurut Jenis Hak Atas Tanah (HGU)
4 Banyak Sertifikat yang dikeluarkan
Menurut Jenis Hak Atas Tanah (Hak 549 554 564 567 570
Pakai)
Sumber : Kantor Pertanahan Kabupaten Sumba Barat Tahun 2016

2.3.2.5. Lingkungan Hidup


A. Prosentase Penanganan Sampah
Untuk menghitung penanganan sampah di Kabupaten Sumba Barat dapat
disusun tabel sebagai berikut.

II-89
Tabel 2.67.
Jumlah Volume dan Produksi Sampah
Tahun 2011 s.d 2015 Kabupaten Sumba Barat
No Uraian 2011 2012 2013 2014 2015
1. Jumlah sampah yang 40 40 50 55 55
ditangani (%)
2. Jumlah volume 4.563 5018 5475 5932 6388
timbunan sampah (m3)
3. Jumlah Penduduk 45.275 46.499 47.115 47.963 48.809
yang dilayani kegiatan
pengangkutan sampah
(jiwa)
4 Kapasitas Kendaraan 25 25 25 30 30
Pengangkutan
Sampah (m3)
6 Jumlah Truk Sampah 5 5 5 6 6
(unit)
7 Motor Sampah (unit) 20 20 20
8 Kwalitas penangan 7 7 7 7 7
(TPS)
9 Lama Timbulan 2 2 2 2 2
Sampah (hari)
Sumber : Badan Lingkungan Hidup Kabupaten Sumba Barat Tahun 2016

B. Persentase Penduduk Terakses Air Minum


Untuk memenuhi kebutuhan air minum sehari-hari masyarakat di Kabupaten
Sumba Barat memperoleh air dari berbagai sumber baik dengan
menggunakan sistem perpipaan maupun sistem non perpipaan. Penggunaan
penangkap air hujan sebagai sumber air bersih terutama dilakukan oleh
masyarakat yang kesulitan, mendapatkan sumber air minum, dimana
alternatif sumber air lainnya baik sistem perpipaan maupun sistem lain tidak
memungkinkan. Di Kabupaten Sumba Barat penduduk dengan akses air
minum tahun 2015 sebesar 94 % penduduk. Prosentase penggunaan
sumber air minum di Kabupaten Sumba Barat dapat dilihat pada tabel di
bawah ini.

II-90
Tabel 2.68.
Proporsi Jumlah Penduduk yang Mendapatkan
Akses Air Minum dan Jumlah Penduduk
Tahun 2011 s.d 2015
Kabupaten Sumba Barat
No Uraian 2011 2012 2013 2014 2015
1. Jumlah penduduk yang 3.150 3.827 44.437 - 114.655
mendapatkan akses air
minum (Jiwa)
2. Jumlah penduduk (Jiwa) 113.189 116.621 117.787 119.907 121.921
3. Prosentase penduduk 2,78 3,28 38 - 94
berakses air bersih (%)
Sumber : Dinas Kesehatan Kabupaten Sumba Barat Tahun 2016

2.3.2.6. Administrasi Kependudukan dan Pencatatan Sipil


Pelaksanaan urusan wajib kependudukan dan catatan sipil dilaksanakan
terutama aspek koordinasinya untuk meningkatkan penduduk melaksanakan
rasio penduduk ber KTP per satuan penduduk, rasio pasangan berakte nikah,
kepemilikan KTP non elektroniks kepemilikan akte kelahiran per 1.000
penduduk dan penerapan KTP Nasional bersasis NIK. Dengan ditetapkannya
kebijakan pemerintah melaksanakan E-KTP tanpa biaya berdampak pada
peningkatan penduduk memiliki KTP. Tabel berikut.
Tabel 2.69.
Jumlah Penduduk Menurut Kepemilikan KTP, Akte Nikah, KTP Non elektronik,
Akte Kelahiran dan KTP Nasional Tahun 2011 s.d 2015
Kabupaten Sumba Barat
No Uraian 2011 2012 2013 2014 2015
Prosentase Penduduk
1 ber KTP per satuan 16,22 25,77 26,91 51,55 54,88
penduduk
Prosentase pasangan
2 1,67 1,89 2,24 2,31 2,34
berakte nikah
Kepemilikan KTP non
3 7.983 20.215 23.536 - -
elektrik
Kepemilikan akta
4 kelahiran per 1000 115 219 241 249 250
penduduk
Penerapan KTP Nasional
5 7.983 10.215 23.536 46.430 50.135
berbasis NIK
Sumber : Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Tahun 2016

II-91
2.3.2.7. Pemberdayaan Masyarakata dan Desa
A. Rata-Rata Jumlah Kelompok Binaan (PKK)
Pemberdayaan dan Kesejahteraan Keluarga selanjutnya disingkat PKK,
adalah gerakan nasional dalam pembangunan masyarakat yang tumbuh
dari bawah yang pengelolaanya dari, oleh dan untuk masyarakat menuju
terwujudnya keluarga yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang
Maha Esa, Berakhlak mulia dan berbudi luhur, sehat sejahtera, maju dan
mandiri, kesejahteraan dan keadilan gender serta kesadaran hukum dan
lingkungan.
Rata-rata jumlah kelompok binaan PKK adalah banyaknya kelompok
binaan PKK dalam 1 (satu) tahun dibagi dengan jumlah PKK.
Kelompok binaan PKK adalah kelompok-kelompok masyarakat yang
berada di bawah Tim Penggerak PKK Desa/Kelurahan, yang dapat
dibentuk berdasarkan kewilayahan atau kegiatan seperti kelompok
dasawisma dan kelompok sejenis.
Tim Penggerak PKK adalah mitra kerja pemerintah dan organisasi
kemasyarakatan, yang berfungsi sebagai fasilitator, perencana,
pelaksana, pengendali dan penggerak pada masing-masing jenjang
untuk terlaksananya program PKK.
Untuk menghitung Jumlah PKK maka dihitung dari jumlah tim penggerak
PKK dalam lingkup wilayah pemerintah daerah. Tim penggerak PKK
beranggotakan warga masyarakat baik laki-laki maupun perempuan,
perorangan, bersifat sukarela, tidak mewakili organisasi, golongan partai
politik, lembaga atau instansi, dan berfungsi sebagai perencana,
pelaksana pengendali Gerakan PKK.
Berikut gambaran kelompok binaan (PKK) berdasarkan data Badan
Pemberdayaan Masyarakat atau yang biasa disingkat BPM dari kurun
waktu 5 tahun kebelakang dapat dilihat pada tabel di bawah ini.

II-92
Tabel 2.70.
Kelompok Binaan PKK Tahun 2011 s.d 2015
Kabupaten Sumba Barat
No Tahun Rata-rata Jumlah Kleompok
Binaan (PKK)
1 2011 126
2 2012 148
3 2013 148
4 2014 148
5 2015 148
Sumber : Badan Pemberdayaan Masyarakat Desa 2016
Semakin besar rata-rata jumlah kelompok binaan PKK maka
menggambarkan keaktifan masyarakat untuk ikut serta dalam
pembangunan daerah melalui PKK. Besarnya rata-rata jumlah kelompok
binaan PKK juga menunjukkan besarnya pelayanan penunjang yang
dapat diciptakan oleh pemerintah daerah dalam memberdayakan
masyarakat untuk berperan aktif dalam pembangunan daerah melalui
PKK.
B. Jumlah LSM yang aktif
Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) adalah Organisasi/Lembaga yang
dibentuk oleh anggota masyarakat Warga Negara Republik Indonesia
secara sukarela atas kehendak sendiri dan berminat serta bergerak
dibidang kegiatan tertentu yang ditetapkan oleh organisasi/lembaga
sebagai wujud partisipasi masyarakat dalam upaya meningkatkan taraf
hidup dan kesejahteraan masyarakat, yang menitik beratkan kepada
pengabdian secara swadaya.
Jumlah LSM dihitung berdasarkan jumlah LSM aktif dalam satu (1)
tahun. Untuk menghitung LSM yang aktif di Kabupaten Sumba Barat
berdasarakan data Badan Pemeberdayaan Masyarakat atau yang biasa
disingkat BPM dari kurun waktu 5 tahun kebelakang dapat dilihat pada
tabel di bawah ini.
Tabel 2.71.
Jumlah LSM Aktif Tahun 2011 s.d 2015
Kabupaten Sumba Barat
No Uraian 2011 2012 2013 2014 2015
1 Jumlah LSM 12 9 9 8 8
Sumber : Badan Pemberdayaan Masyarakat Desa Tahun 2016

II-93
Besarnya jumlah LSM aktif akan menggambarkan kapasitas yang dimiliki
oleh daerah untuk mewujudkan partisipasi masyarakat dalam
pembangunan daerah sebagai upaya meningkatkan taraf hidup dan
kesejahteraan masyarakat daerah.
Besarnya jumlah LSM aktif juga menunjukkan ketersediaan fasilitas
penunjang penyelenggaraan pemerintahan daerah untuk meningkatkan
keterlibatan masyarakat secara aktif dalam pembangunan daerah.

2.3.2.8. Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana


Salah satu indikator keberhasilan keluarga berencana adalah penurunan
rata-rata jumlah anak per keluarga. Berikut gambaran uumum tentang kondisi
keluarga berencana dan keluarga sejahtera di Kabupaten Sumba Barat dari
tahun 2011 sampai dengan 2015 dapat dilihat pda tabel di bawah ini.
Tabel 2.72.
Perkembangan Keluarga Berencana (KB) dan Keluarga Sejahtera (KS)
Tahun 2011 s.d 2015 Kabupaten Sumba Barat
Aspek, Fokus &
No 2011 2012 2013 2014 2015
Indikator
1 Rata-rata jumlah anak
3 3 3 3 3
per keluarga
2 Rasio akseptor KB 75,59 60,85 6.434,00 47,07 55,62
3 Cakupan peserta KB
12.235 11.593 12.626 9.550 8.793
aktif
4 Keluarga Pra Sejahtera
dan Keluarga Sejahtera 20.838 20.228 21.258 21.260 19.281
I (KK)
5 Jumlah PUS yang tidak
5.967 8.096 6.999 10.738 7.015
ber KB
6 Jumlah keluarga
anggota BKB peserta 315 380 410 120 135
KB
7 Jumlah keluarga
anggota BKB berstatus 115 372 395 109 172
PUS
8 Jumlah desa dan
63 74 74 74 74
kelurahan
9 Jumlah pelayanan KB - - - - -
10 Jumlah materi kegiatan
- - - - -
kelompok BKB
11 Jumlah kader BKB
- - - - -
terlatih
12 Jumlah kegiatan BKB 12 12 12 12 12
13 Jumlah kelompok BKB - 38 41 6 8

II-94
Aspek, Fokus &
No 2011 2012 2013 2014 2015
Indikator
14 Jumlah pertemuan
- 456 492 72 -
kelompok BKB
15 Jumlah PLKB/PKB 17 17 17 17 23
16 Jumlah PPKBD 63 74 74 74 74
17 Jumlah penyedian alat
- - - - -
dan kontrasepsi
18 Jumlah PPM PB 4.775 3.420 3.390 3.940 2.117
19 Jumlah PPM PA 15.822 15.822 13.248 12.897 -
20 Jumlah peserta PUS - - - - -
21 Jumlah peserta KB
- - - - -
Mandiri
Sumber : Dina Pemberdayaan Perempuan Dan KB Tahun 2016

2.3.2.9. Perhubungan
A. Jumlah Arus Penumpang Angkutan Umum
Untuk menghitung jumlah arus penumpang angkutan umum di
Kabupaten Sumba Barat disajikan tabel sebagai berikut.
Tabel 2.73.
Jumlah Penumpang Angkutan Umum
Tahun 2011 s.d 2015 Kabupaten Sumba Barat
No Tahun Jumlah
Penumpang Bus
1 2011 1.897
2 2012 1.966
3 2013 1.672
4 2014 1.844
5 2015 1.465
Total 8.844
Sumber : Dinas Perhubungan, Informasi dan Komunikasi Tahun 2016

B. Jumlah Terminal BUS


Terminal bus dapat diartikan sebagai prasarana transportasi jalan untuk
keperluan menurunkan dan menaikkan penumpang, perpindahan intra
dan/atau antar moda transportasi serta mengatur kedatangan dan
pemberangkatan kendaraan umum.
Untuk menghitung jumlah terminal Bis di Kabupaten Sumba Barat
disajikan tabel sebagai berikut.

II-95
Tabel 2.74.
Jumlah Pelabuhan Laut/Udara/terminal Bis
Tahun 2011 s.d 2015
Kabupaten Sumba Barat
No Uraian 2011 2012 2013 2014 2015
1. Jumlah terminal bis 1 1 1 1 1
Sumber : Dinas Perhubungan Informasi dan Komunikasi 2016

C. Jumlah Angkutan Orang dan Barang


Berikut jumlah angkutan orang dan barang dalam kurun waktu 5 tahun
kebelakang di Kabupaten Sumba Barat dapat dilihat pada tabel di bawah
ini.
Tabel 2.75.
Jumlah Angkutan Orang dan Barang
Tahun 2011 s.d 2015 Kabupaten Sumba Barat
No Uraian 2011 2012 2013 2014 2015
1 Jumlah Angkutan
158 206 254 164 154
Orang
2 Jumlah Angkutan
533 532 293 567 588
Barang
Sumber : Dinas Perhubungan Informasi dan Komunikasi 2016

D. Jumlah Orang/Barang melalui Terminal per tahun


Berikut jumlah orang/barang melalui dermaga/bandara/terminal per
tahun dalam kurun waktu 5 tahun kebelakang di Kabupaten Sumba
Barat dapat dilihat pada tabel di bawah ini.
Tabel 2.76.
Jumlah Orang/Barang Melalui Dermaga/Bandara/Terminal
Tahun 2010 s.d 2014 Kabupaten Sumba Barat
No Uraian 2011 2012 2013 2014 2015
1 Jumlah Penumpang
Datang 1.897 1.966 1.672 1.844 1.465
2 Jumlah Penumpang
Berangkat 1.642 1.360 877 1.830 976
Sumber : Dinas Perhubungan, Informasi dan Komunikasi Tahun 2016

II-96
2.3.2.10. Komunikasi dan Informasi
A. Rasio Wartel/Warnet Terhdap Penduduk
Rasio wartel/warnet atau rasio ketersediaan wartel/warnet adalah jumlah
wartel/warnet per 1.000 penduduk.
Wartel atau warung telekomunikasi adalah tempat usaha komersial yang
dimiliki oleh perorangan atau badan hukum yang memberikan jasa
sambungan telekomunikasi kepada masyarakat dan akan menerima
pembayaran dari konsumen secara langsung setelah jasa diberikan.
Warnet atau warung internet adalah tempat usaha komersial yang
dimiliki oleh perorangan atau badan hukum yang memberikan jasa
sambungan internet kepada masyarakat dan akan menerima
pembayaran dari konsumen secara langsung setelah jasa diberikan.
Selanjutnya hasilnya sajikan dalam tabel sebagai berikut.
Tabel 2.77.
Rasio Wartel/Warnet per 1.000 penduduk Tahun 2011 s.d 2015
Kabupaten Sumba Barat
No Aspek, Fokus & 2011 2012 2013 2014 2015
Indikator
1 Jumlah wartel 2 2 2 1 1
2 Jumlah warnet 2 3 2 1 1
3 Jumlah Penduduk 113.189 116.621 117.787 119.907 121.921
4 Rasio 0,03 0,04 0,03 0,01 0,01
Sumber : Hasil Survey 2011-2015

Semakin besar rasio wartel/warnet per 1000 penduduk akan


menggambarkan semakin besar ketersediaan fasilitas jaringan internet
dan fasilitas jaringan komunikasi data sebagai pelayanan penunjang
dalam menyelenggarakan pemerintahan daerah.
B. Jumlah Penyiaran Radio/TV Lokal
Jumlah penyiaran radio/TV lokal adalah banyaknya penyiaran radio/TV
nasional maupun radio/TV lokal yang masuk daerah.
Untuk menghitung jumlah penyiaran radio/TV lokal di Kabupaten Sumba
Barat berdasarkan data Dinas Informasi dan Komunikasi selama kurun
waktu 5 tahun kebelakang dapat disusun tabel sebagai berikut:

II-97
Tabel 2.78.
Jumlah Penyiaran Radio/TV Lokal Tahun 2011 s.d 2015
Kabupaten Sumba Barat
No Aspek, Fokus & Indikator 2011 2012 2013 2014 2015
1 Jumlah penyiaran radio/TV lokal - - - - -
2 Website milik pemerintah daerah 1 1 1 1 1
3 Pameran/expo 2 2 2 2 2
4 Jumlah Media Baru (Website,
- - - - -
media dan on line)
5 Jumlah media tradisional
- - - - -
(pertunjukan rakyat)
6 Jumlah kelompok informasi
6 6 6 6 6
masyarakat
Sumber : BAPPEDA Tahun 2016

2.3.2.11. Koperasi, Usaha Kecil dan Menengah


A. Prosentase Koperasi Aktif
Koperasi adalah badan usaha yang beranggotakan orang atau badan
hukum koperasi dengan melandaskan kegiatannya berdasarkan prinsip
koperasi sekaligus sebagai gerakan ekonomi rakyat yang berdasar atas
azas kekeluargaan.
Koperasi Aktif adalah koperasi yang dalam dua tahun terakhir
mengadakan RAT (Rapat Anggota Tahunan) atau koperasi yang dalam
tahun terakhir melakukan kegiatan usaha.
Selanjutnya hasilnya disajikan dalam bentuk tabel sebagai berikut.
Tabel 2.79.
Prosentase Koperasi Aktif Tahun 2011 s.d 2015 Kabupaten Sumba Barat
No Uraian 2011 2012 2013 2014 2015
1. Jumlah koperasi aktif 53 56 59 62 81
2. Jumlah koperasi 66 76 76 96 141
3. Prosentase koperasi aktif 80 74 78 65 57
Sumber : Dinas Koperasi Dan UKM Tahun 2016

Semakin besar jumlah persentase ini maka akan semakin besar


pelayanan penunjang yang dimiliki daerah dalam menggerakkan
perekonomian melalui koperasi.

II-98
2.3.2.12. Penanaman Modal
A. Jumlah Investor berskala Nasional (PMDN/PMA)
Penanaman modal dalam negeri (PMDN) adalah penggunaan modal
dalam negeri bagi usaha-usaha yang mendorong pembangunan
ekonomi pada umumnya.
Penanaman modal asing (PMA) merupakan penanaman modal asing
secara langsung yang dilakukan menurut atau berdasarkan ketentuan
perundang-undang di Indonesia, dalam arti bahwa pemilik modal secara
langsung menanggung resiko dari penanaman modal tersebut.
Jumlah investor PMDN/PMA dihitung dengan menjumlahkan banyaknya
investor PMDN berskala nasional dengan banyaknya investor PMA
berskala nasional yang aktif berinvestasi di daerah dan pada suatu
periode tahun pengamatan.
Untuk menghitung jumlah investor PMDN/PMA di Kabupaten Sumba
Barat dapat disusun tabel sebagai berikut.
Tabel 2.80.
Jumlah Investor PMDN/PMA Tahun 2011 s.d 2015
Kabupaten Sumba Barat
Tahun Uraian PMDN/PMA
2009 Jumlah Investor 2
2010 Jumlah Investor 3
2011 Jumlah Investor 3
2012 Jumlah Investor 3
2013 Jumlah Investor 4
2014 Jumlah Investor 4
2015 Jumlah Investor 5
Sumber : Kantor PPTSP 2016

Semakin banyak jumlah investor maka akan semakin menggambarkan


ketersediaan pelayanan penunjang yang dimililiki daerah berupa
ketertarikan investor untuk meningkatkan investasinya di daerah.
B. Jumlah Nilai Investasi Berskala Nasional (PMDN/PMA)
Jumlah nilai investasi investor PMDN/PMA dihitung dengan
menjumlahkan jumlah realisasi nilai proyek investasi berupa PMDN dan
nilai proyek investasi PMA yang telah disetujui oleh Badan Koordinasi
Penanaman Modal (BKPM). Banyaknya investasi PMDN berskala

II-99
nasional dengan banyaknya investasi PMA berskala nasional dihitung
dari total nilai proyek yang telah terealisasi pada suatu periode tahun
pengamatan.
Untuk menghitung nilai PMDN/PMA di Kabupaten Sumba Barat dapat
disusun tabel sebagai berikut.
Tabel 2.81.
Jumlah Nilai Investasi PMDN/PMA Tahun 2011 s.d 2015
Kabupaten Sumba Barat
Tahun Nilai Investasi (PMDN/PMA)
2011 24.000.000.000
2012 24.000.000.000
2013 59.400.000.000
2014 51.430.000.000
2015 94.280.000.000
Sumber : Kantor KPPST Tahun 2016
Semakin banyak nilai realisasi investasi maka akan semakin
menggambarkan ketersediaan pelayanan penunjang yang dimililiki
daerah berupa ketertarikan investor untuk meningkatkan investasinya di
daerah. Semakin banyak realisasi proyek maka akan menggambarkan
keberhasilan daerah dalam memberi fasilitas penunjang pada investor
untuk merealisasikan investasi yang telah direncanakan.
C. Rasio Daya Serap Tenaga Kerja
Rasio daya serap tenaga kerja adalah perbandingan antara jumlah
tenaga kerja bekerja pada perusahaan PMA/PMDN dengan jumlah
seluruh PMA/PMDN.
Jumlah tenaga kerja bekerja pada perusahaan PMA/PMDN dihitung dari
banyaknya tenaga kerja yang bekerja pada investasi PMA/PMDN yang
terealisasi pada suatu tahun. Jumlah seluruh PMA/PMDN dihitung dari
banyaknya proyek investasi yang terealisasi di daerah pada suatu tahun
berdasarkan data BKPM.
Selanjutnya hasilnya disajikan dalam bentuk tabel sebagai berikut.

II-100
Tabel 2.82.
Rasio Daya Serap Tenaga Kerja Tahun 2011 s.d 2015
Kabupaten Sumba Barat
No Uraian 2011 2012 2013 2014 2015
1. Jumlah tenaga kerja yang
bekerja pada perusahaan 130 230 267 376 1146
PMA/PMDN
2. Jumlah seluruh PMA/PMDN 3 4 4 4 5
3. Rasio daya serap tenaga kerja 1:43 1:57 1:67 1:94 1:229
Sumber : Hasil Olahan BAPPEDA Tahun 2016

Semakin besar rasio daya serap tenaga kerja pada PMA dan PMDN
akan mencerminkan besarnya daya tampung proyek investasi
PMA/PMDN untuk menyerap tenaga kerja di suatu daerah.

2.3.2.13. Kepemudaan dan Olahraga


Indikator pemuda dan olah raga berdasarkan data dari Dinas Pendidikan
dan Olahraga Tahun 2015 terdiri dari jumlah cabang olahraga 14 unit, jumlah
lapangan olahraga 5 unit. Untuk lebih jelasnya lihat tabel dibawah ini.
Tabel 2.83.
Perkembangan Pemuda dan Olahraga Tahun 2015
Kabupaten Sumba Barat
Uraian Jumlah
No (Unit)
1 Jumlah cabang olahraga 14
2 Lapangan olahraga 5
3 Jumlah museum budaya -
Sumber : Dinas Pendidikan dan Olahraga 2016

2.3.2.14. Statistik
Untuk menunjang data di wilayah pembangunan Kabupaten Sumba
Barat telah diadakan data statistk yang berisi data-data secara umum di
Kabupaten Sumba Barat. Data ini bermanfaat bagi pemerintah daerah maupun
masyarakat khususnya berkaitan dengan kebijakan pembangunan daerah.
Adapun jenis data yang sudah ada dan dipublikasikan setiap tahun meliputi :
1. Kabupaten Dalam Angka;
2. Kecamatan Dalam Angka;
3. PDRB Kabupaten; dan
4. Potensi Desa.

II-101
2.3.2.15. Persandian
Persandian pada dasarnya merupakan SKPD yang berkaitan dengan
penyampaian pelaksanaan pembangunan di daerah baik yang bersifat rahasia
maupun umum dalam pengertian dapat dipublikasi kepada masyarakat. Sesuai
dengan perkembangan teknologi, komunikasi dan informasi maka pelaksanaan
persandian dilakukan dengan mengikuti perkembangan teknologi di Kabupaten
Sumba Barat. Pelaksanaan persandian di Kabupaten Sumba Barat dilakukan
oleh Dinas Komunikasi dan Informatika, Persandian dan Statistik.

2.3.2.16. Kebudayaan
Kabupaten Sumba Barat malakukan pembangunan dibidang
kebudayaan yang ada diantaranya adalah : (1) pasola, (2) pajura (3) ritual wulla
poddu (4) Kampung-kampung Adat/Situs. Pelestarian budaya ini dilakukan
melalui : pengkajian, pembinaan, pendataan, pelestarian, pengembangan nilai
tradisional, kepercayaan kepada Tuhan Yang Maha Esa, kesenian dan bahasa
dan sastra.

2.3.2.17. Perpustakaan
A. Jumlah Perpustakaan
Perpustakaan adalah suatu wadah atau tempat dimana di dalamnya
terdapat bahan pustaka untuk masyarakat, yang disusun menurut sistem
tertentu, yang bertujuan untuk meningkatkan mutu kehidupan
masyarakat serta sebagai penunjang kelangsungan pendidikan.
Jumlah perpustakaan dihitung berdasarkan jumlah perpustakaan umum
yang dapat diakses secara langsung oleh masyarakat yang beroperasi di
wilayah pemerintah daerah.
Perpustakaan umum merupakan perpustakaan yang bertugas
mengumpulkan, menyimpan, mengatur dan menyajikan bahan
pustakanya untuk masyarakat umum.

II-102
Untuk menghitung jumlah perpustakaan di Kabupaten Sumba Barat
berdasarkan data Kantor Arsip Daerah dapat disusun tabel sebagai
berikut.
Tabel 2.84.
Jumlah Perpustakaan dan Koleksi Buku Tahun 2011 s.d 2015
Kabupaten Sumba Barat
No Uraian 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015
1 Jumlah perpustakaan
yang ada
a. Milik PEMDA 1 1 1 1 1 1 1
b. Non PEMDA - - - - - - -
c. Perpustakaan desa 5 21 21 33 38 38 38
d. Perpustakaan
8 9 9 9 10 10 10
kelurahan
e. Perpustakaan SD - - - - - - 92
f. Perpustakaan SMP - - - - - - 38
g. Perpustakaan SMA - - - - - 49
h. Perpustakaan
1 1 1 1 1 1 1
Puskesmas
2 Jumlah koleksi 6.237 10.117 12.237 13.405 14.972 16.515 17.095
Sumber : Dinas Perpustakaan dan Kearsipan, Dokumen Tahun 2016
Banyaknya jumlah perpustakaan akan menggambarkan kapasitas yang
dimiliki oleh daerah untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat
umum dalam memberikan bahan pustaka kepada masyarakat pengguna
perpustakan.
Besarnya jumlah perpustakaan juga menunjukkan ketersediaan fasilitas
penunjang penyelenggaraan pemerintahan daerah untuk meningkatkan
mutu kehidupan masyarakat serta sebagai penunjang kelangsungan
pelayanan pendidikan.
B. Jumlah Pengunjung Perpustakaan Per Tahun
Pengunjung perpustakaan adalah pemakai perpustakaan yang
berkunjung ke perpustakaan untuk mencari bahan pustaka dalam satu
(1) tahun. Pengunjung perpustakaan dihitung berdasar pengunjung yang
mengisi daftar kehadiran atau berdasar data yang diperoleh melalui
sistem pendataan pengunjung.
Untuk menghitung jumlah pengunjung perpustakaan di Kabupaten
Sumba Barat berdasarkan data pada Dinas Perpustakaan dan Kearsipan
dapat disusun tabel sebagai berikut.

II-103
Tabel 2.85.
Jumlah Pengunjung Perpustakaan Milik Pemda
Tahun 2011 s.d 2015
Kabupaten Sumba Barat
No Tahun Orang
1 2009 213
2 2010 5.347
3 2011 1.135
4 2012 1.090
5 2013 376
6 2014 483
7 2015 917
Sumber : Dinas Perpustakaan dan Kearsipan, Dokumen
Tahun 2016

Banyaknya jumlah pengunjung perpustakaan menggambarkan tingginya


minat baca di daerah.
Dengan jumlah pengunjung perpustakaan yang tinggi merupakan
indikator efektifitas penyediaan pelayanan perpustakaan di daerah.
Besarnya jumlah perpustakaan juga menunjukkan ketersediaan fasilitas
penunjang penyelenggaraan pemerintahan daerah sebagai peluang
untuk meningkatkan mutu kehidupan masyarakat serta sebagai
penunjang kelangsungan pelayanan pendidikan.

2.3.2.18. Kearsipan
Dalam pelaksanaan pembangunan di Kabupaten Sumba Barat maka
berbagai informasi pembangunan yang telah dilaksanakan harus didokumentasi
dan disimpan sehingga dapat diketahui perkembangan pelaksanaan
pembangunan. Untuk itu diperlukan sistem kearsipan yang baik dan terpelihara
sehingga diperlukan perangkat daerah khusu untuk menangani hal tersebut.
Pengelolaan Sistem kearsipan yang baik ini ditunjang oleh kelengkapan alat
kearsipan yang memadai di seluruh perangkat daerah serta dukungan Tim
pemilih Arsip yang telah dibentuk.

II-104
2.3.3. Fokus Layanan Urusan Pilihan
2.3.3.1. Kelautan dan Perikanan
Kabupaten Sumba Barat masih memiliki kekayaan laut yang masih butuh
pengembangan. Komoditi potensial yang ada antara lain ikan merah, kerapu,
kakap, ekor kuning, cucut, tongkol, julung-julung, ikan tembang, kembung,
tengiri, tuna, cakalang, ikan terbang, cumi-cumi, dan jenis ikan lainnya.
Sedangkan untuk jenis komoditi perikanan lainnya yang paling berpotensi untuk
dikembangkan adalah rumput laut. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel
berikut ini.
Tabel 2.86.
Jumlah Produksi Perikanan Laut Menurut Jenis Ikan Tahun 2014
Jumlah
No Jenis Ikan
(ton)
1 Paperek/ Pobu Fish 5,23
2 Ikan Merah/ Red Snappers 272,60
3 Kerapu/ Groupers 169,08
4 Kakap/ Barramundi Bream 88,26
5 Ekor Kuning/ Yellow tail 18,48
6 Cucut/ Shurks 18,72
7 Alu-alu/ Barraendas 33,72
8 Sela/ Treballies 5,63
9 Tongkol/ Eastern Tuna 635,56
10 Julung-julung/ Garfish and Half Beaks 125,43
11 Teri/ Anchovies 12,59
12 Tembang/ Fringescale Sardinella 399,36
13 Kembung/ Indo Pacific Mackerel 124,35
14 Tenggiri/ Narrow Barred 22,41
15 Tuna / Cakalang/ Tunas / Skipjack Tuna 33,53
16 Pari 7,17
17 Kurisi 3,60
18 Biji Nangka 7,00
19 Belanak 9,16
20 Lemadang 5,15
21 Bawal Putih 3,10
22 Bawal Hitam 2,58
23 Layang 10,79
24 Marlin 3,44
25 Sese/ Sunglir 5,29
26 Lalosi Biru 5,80

II-105
Jumlah
No Jenis Ikan
(ton)
27 Cendro 13,72
28 Sardin 15,54
29 Lemuru 4,54
30 Golok-golok 25,51
31 Terbang 10,79
32 Kuwe/Mubarak 20,49
33 Ikan Lainnya 178,17
34 Udang Barong/ Prawn 0,87
35 Udang Lain/ Shrimp -
36 Cumi-cumi/ Squid 7,54
37 Teripang/ Sea Cucumbar 0,62
38 Rumput Laut/ Sea Weed 60,00
39 Komoditas Laut Lainnya/ Others 17,41
Sumber : Kabupaten Sumba Barat Dalam Angka Tahun 2015
2.3.3.2. Pariwisata
A. Ketersediaan Penginapan
Ketersediaan penginapan/hotel merupakan salah satu aspek yang
penting dalam meningkatkan daya saing daerah, terutama dalam menerima
dan melayani jumlah kunjungan dari luar daerah.
Semakin berkembangnya investasi ekonomi daerah akan meningkatkan
daya tarik kunjungan ke daerah tersebut. Dengan semakin banyaknya jumlah
kunjungan orang dan wisatawan ke suatu daerah perlu didukung oleh
ketersediaan penginapan/hotel.
Untuk gambaran umum ketersediaan penginapan dan perkembangan
kunjungan wisatawan di Kabupaten Sumba Barat dapat dilihat pada tabel di
bawah ini.
Tabel 2.87.
Jumlah Penginapan Tahun 2011 s.d 2015 Kabupaten Sumba Barat
No Uraian 2011 2012 2013 2014 2015
1 Hotel 9 9 9 9 9
2 Wisma 1 1 1 1 1
Penginapan Lainnya /
3 2 2 2 2 2
Homestay
Total/Jumlah 2 12 12 12 12
Sumber : Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Tahun 2016

II-106
Tabel 2.88.
Perkembangan Kunjungan Wisatawan
Tahun 2011 s.d 2015
Kabupaten Sumba Barat
Wisatawan Wisatawan
Tahun Jumlah
Nusantara Asing
2011 3498 1494 4.992
2012 1330 333 1.663
2013 2739 680 3.419
2014 2500 678 3.178
2015 2860 9727 12.587
Sumber : Dinas Pariwisata dan Kebudayaan, Tahun 2016

2.3.3.3. Pertanian
A. Tanaman Pangan
Komoditas pertanian tanaman pangan di Kabupaten Sumba Barat
meliputi padi sawah, padi ladang, jabung, ubi kayu, ubi jalar, kacang tanah,
kedelai, dan kacang hijau. Perkembangan rata-rata produksi tanaman pangan
dari tahun 2011 hingga tahun 2015 mengalami fluktuasi yang kurang stabil.
Produksi tanaman pangan yang cenderung mengalami peningkatan adalah
tanaman padi sawah dan kacang hijau. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada
tabel di bawah ini
Tabel 2.89.
Perkembangan Rata-Rata Produksi Per Hektar Tanaman Pangan
Di Sumba Barat Tahun 2011- 2015
Tahun
No Jenis Tanaman
2011 2012 2013 2014 2015
1 Padi Sawah 23,06 29,88 29,13 27,01 34,76
Padi Ladang 33,90 38,98 35,91 34,11 4,37
2 Jagung 19,62 24,98 22,42 21,73 14,28
3 Ubi Kayu 98,46 97,33 99,50 106,04 20,49
4 Ubi Jalar 79,32 80,62 80,15 71,83 1,27
5 Kacang Tanah 12,50 11,3 10,44 10,49 11
6 Kedelai 11,25 8,72 7,69 7,84 6,22
7 Kacang Hijau 9,41 9,24 9,21 7,71 11,00
Sumber : Kabupaten Sumba Barat Dalam Angka Tahun 2011-2016

II-107
B. Perkebunan
Sub sektor perkebunan di Kabupaten Sumba Barat tergolong
perkebunan rakyat sehingga belum dapat berkembang dan dikelola secara
baik. Komoditas perkebunan pada tahun 2015 dari kabupaten ini adalah kelapa,
kopi, kakao, dan lainnya. Komoditas perkebunan tertinggi adalah kelapa dan
tanaman perkebunan lainyya yaitu 1.132 ton dan 1.194 ton. Komoditas kelapa
banyak diproduksi di Kecamatan Wanukaka sebesar 739 ton dengan luas
tanaman 3.845 Ha. Komoditas kopi banyak diproduksi di Kecamatan Laboya
Barat sebesar 93 ton dengan luas tanaman 730 Ha. Komoditas kakao banyak
diproduksi di Kecamatan Lamboya sebesar 25 ton dengan luas tanaman 789
Ha. Sedangkan untuk jenis tanaman lainnya banyak diproduksi di Kecamatan
Tana Righu yaitu sebesar 616 ton dengan luas tanaman mencapai 3.554 Ha.
Untuk lebih jelasnya dapat dilihat tabel di bawah ini
Tabel 2.90.
Luas dan Produksi Tanaman Perkebunan Menurut Kecamatan
dan Jenis Tanaman di Kabupaten Sumba Barat Tahun 2015
Luas Tanaman Perkebunan (Ha) Produksi Tanaman Perkebunan (Ha)
No Kecamatan Kelapa Kopi Kakao Lainnya Kelapa Kopi Kakao Lainnya
1 Lamboya 789 138 123 283 92 12 25 67
2 Wanukaka 3,854 203 15 4,254 730 8 2 336
3 Laboya Barat 730 524 373 306 75 93 10 31
4 Loli 260 41 6 1,108 12 10 2 142
Kota
5 Waikabubak 368 147 56 14 36 19 4 2
6 Tana Righu 1,872 896 45 3,554 187 160 3 616
Jumlah 7,873 1,949 618 9,519 1,132 302 46 1,194
Sumber : Kabupaten Sumba Barat Dalam Angka Tahun 2016

II-108
C. Peternakan
Jenis–jenis ternak yang saat ini diusahakan di Kabupaten Sumba Barat
berbagi dalam 3 (tiga) kategori yaitu ternak besar yang terdiri dari sapi, kerbau
dan kuda; ternak kecil yang terdiri dari babi, kambing dan domba; dan ternak
unggas yaitu ayam kampung, ayam ras pedaging, ayam petelur, dan itik/itik
manila. Tidak semua jenis hewan ternak mengalami peningkatan kuantitas.
Hanya kerbau, kuda, babi, kambing, dan ternak unggas mengalami
peningkatan yang cukup drastis dari tahun 2014 sampai tahun 2015. Ternak
kerbau mengalami kenaikan menjadi 11.264 ekor di tahun 2015 dari 10.176
ekor di tahun 2014. Populasi kuda juga meningkat menjadi 4.328 ekor di tahun
2015 dari populasi 4.082 ekor di tahun 2014. Populai ternak kecil seperti
kambing babi dan kambing juga mengalami peningkatan populasi di tahun 2015
yaitu sebesar 52.237 ekor dan 2.464 ekor dari 45.813 ekor dan 2.432 ekor di
tahun 2014. Populasi semua jenis ternak unggas yang mengalami kenaikan di
tahun 2015, dimana ayam kampung naik menjadi 204.703 ekor, populasi ayam
ras pedaging sebesar 115.744 ekor, populasi ayam petelur sebesar 11.656
ekor, dan populasi itik sebesar 12.342 ekor. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat
pada tabel di bawah ini.
Tabel 2.91.
Jumlah Ternak Besar Kabupaten Sumba Barat Tahun 2014 - 2015
Tahun 2014 Tahun 2015
No Uraian
Sapi Kerbau Kuda Sapi Kerbau Kuda
1 Lamboya 242 2.827 1.044 183 2.987 1.184
2 Wanokaka 255 1.827 674 165 2.162 787
3 Laboya Barat 211 1.355 498 132 1.819 506
4 Loli 153 1.942 691 348 1.891 796
5 Kota Waikabubak 105 1.357 604 95 1.422 621
6 Tana Righu 609 868 571 373 983 434
Jumlah 1.575 10.176 4.082 1.296 11.264 4.328
Sumber : Kabupaten Sumba Barat Dalam Angka Tahun 2015 dan Tahun 2016

II-109
Tabel 2.92.
Jumlah Ternak Kecil Kabupaten Sumba Barat Tahun 2014 - 2015
Tahun 2014 Tahun 2015
No Uraian
Babi Kambing Domba Babi Kambing Domba
1 Lamboya 10.725 563 - 12.414 563 -
2 Wanokaka 6.538 248 2 9.249 248 -
3 Laboya 6.924 429 - 7.671 461 7
Barat
4 Loli 7.724 145 6 8.049 145 -
5 Kota 6.383 93 - 6.339 93 6
Waikabubak
6 Tana Righu 7.549 954 7 8.515 954
Jumlah 45.813 2.432 15 52.237 2.464 13
Sumber : Kabupaten Sumba Barat Dalam Angka Tahun 2015 dan Tahun 2016

Tabel 2.93.
Jumlah Ternak Unggas Kabupaten Sumba Barat Tahun 2014
Tahun 2014 Tahun 2015

No Uraian Ayam Itik/ Ayam Itik/


Ayam Ayam Ayam Ayam
Ras Itik Ras Itik
Kampung Petelur Kampung Petelur
Pedaging Manila Pedaging Manila

1 Lamboya 37.976 1.216 120 241 38576 5613 135 883


2 Wanokaka 12.130 1.190 150 4 18969 3557 167 1423
3 Laboya 29.355 546 98 487 29355 2213 102 670
Barat
4 Loli 31.118 4.500 5.450 542 35624 37583 11656 3921
5 Kota 57.111 21.873 15.720 422 57111 63378 16.802 4787
Waikabubak
6 Tana Righu 9.438 355 215 24 25068 3400 230 658
Jumlah 177.128 29.680 5.450 1.720 204.703 115.744 11.656 12.342
Sumber : Kabupaten Sumba Barat Dalam Angka Tahun 2015 dan Tahun 2016

2.3.3.4. Kehutanan
Luas kawasan hutan Kabupaten Sumba Barat sebesar 10.274,34 Ha
atau 13,93% dari luas daratan wilayah Kabupaten Sumba Barat. Kondisi ini
menunjukkan bahwa Sumba Barat berada jauh di bawah standar luas hutan
ideal suatu daerah yaitu sekitar 30% dari luas wilayah. Dengan luas kawasan
hutan yang masih dibawah 30%, kerusakan hutan masih terus terjadi.
Kerusakan kawasan hutan terutama disebabkan karena pembakaran hutan

II-110
yang tidak terkendali, sistem perladangan berpindah-pindah dan adanya
keinginan untuk memperoleh keuntungan ekonomi jangka pendek menimbulkan
keinginan untuk mengeksploitasi hasil hutan secara berlebihan sehingga
merusak sumber daya alam dan lingkungan hidup. Kondisi tersebut akan
mengancam kelestarian dan mengarah pada kepunahan 70 jenis tumbuhan
yang merupakan habitat asli serta 9 jenis burung langka yang ada. Berdasarkan
fungsi hutan, luas dan letak dapat dilihat pada tabel di bawah ini.
Tabel 2.94.
Nama-nama Kawasan Hutan dirinci menurut
Luas Areal, Fungsi dan Lokasi
Luas Areal Fungsi
No Nama Kawasan RTK Lokasi/Kecamatan
(Ha) Hutan
Poronombu
1. 1.649,25 HL/HP 4 Loli,T.Righu,W.Timur
Rabawawi
2. Pogobina 350,00 HT 19 Loli
3. Ombakaporota 250,00 HP 21 Kota Waikabubak
4. Kanungga Rara 776,30 HP 52 Tana Righu
5. Lamboya 5.000,00 HL/HT 43 Lamboya,Loli,W.Sel
6. Kalada Wogo 800,00 HP 20 Loli,Katikutana,Kota
7. Kabota 200,00 HP 66 Lamboya,Wanokaka
8. Gollu Kare 700,00 HP 59 Laboya Barat
9. Matikatilu 500,00 HT 29 Lamboya
10. Rangga Dongu 48,79 HP 76 Kota Waikabubak
11. Waipada 1500,00 HPT 54 Loli-Sumba Tengah
12. Polapare Cako 1400,00 HP 27 Laboya Barat-SBD
Wanokaka - Sumba
11. Manupeu *) 87.984,86 HTN -
Tengah
Jumlah 13.174,34 430
Ket. : HL : Hutan Lindung; HT : Hutan Produksi Terbatas; HP : Hutan Produksi
Tetap;
HTN : Taman Nasional, RTK : Register Tanah Kehutanan
*) : Dikelola oleh Taman Nasional (belum ada batas tetap, Luas aset Kab.
Sumba Barat belum dapat diketahui)
Sumber : Sumba Barat dalam Angka Tahun 2014

Berdasarkan data tersebut, luas fungsi hutan didominasi oleh hutan produksi
sebesar 89,00%. Hal ini menunjukkan bahwa kawasan hutan di Kabupaten
Sumba Barat berpotensi memproduksi hasil hutan untuk memenuhi kebutuhan
masyarakat antara lain untuk bahan bangunan, industri, bahkan dapat dijadikan
sebagai jenis komiditi daerah yang diantar pulaukan sehingga pada gilirannya
menambah pendapatan daerah. Namun di sisi lain, persentase hutan lindung
hanya sebesar 11,00%, sehingga perlu dilestarikan dan ditingkatkan sehingga

II-111
dapat menjamin kelestarian lingkungan hidup. Beberapa masalah yang
mengancam kelestarian hutan adalah kebakaran padang dan pencurian kayu
(illegal logging).

2.3.3.5. Energi dan Sumber daya Mineral


A. Ketersediaan Daya Listrik
Untuk gambaran umum ketersediaan daya listrik di Kabupaten Sumba
Barat 5 tahun terakhir dapat dilihat pada tabel dibawah ini
Tabel 2.95.
Perkiraan Kebutuhan Beban Tenaga Listrik
Tahun 2011 s.d 2015 Kabupaten Sumba Barat
No Uraian 2011 2012 2013 2014 2015
1 Produksi Listrik (KWh) 11.006.779 10.556.376 11.488.771 11.405.984 11.240.509
2 Listrik Terjual (Kwh) 10.833.107 10.311.252 11.162.257 11.257.575 11.124.905
3 Dipakai Sendiri (KWh) 173.672 245.124 326.514 148.409 115.604
4 Susut/Hilang (Kwh) 429.660 393.481 494.496 - -
Sumber : Sumba Barat Dalam Angka Tahun 2011-2015

B. Banyaknya Pelanggan Listrik


Penyediaan tenaga listrik bertujuan untuk meningkatkan perekonomian
serta memajukan kesejahteraan masyarakat. Bila tenaga listrik telah
dicapai pada suatu daerah atau wilayah maka kegiatan ekonomi dan
kesejateraan pada daerah tersebut dapat meningkat. Untuk mewujudkan
hal tersebut maka Pemerintah Daerah berkewajiban untuk melistriki
masyarakat tidak mampu dan daerah terpencil. Indikator yang digunakan
untuk melihat pencapaian sasaran pemerintah daerah tersebut adalah
persentase rumah tangga yang menggunakan listrik.
Untuk lebih jelasnya tentang gambaran umum banyaknya pelanggan
listrik di Kabupaten Sumba Barat dalam kurun waktu 5 tahun kebelakang
dapat dilihat pada tabel di bawah ini.

II-112
Tabel 2.96.
Banyaknya Pelanggan Listrik
Tahun 2011 s.d 2015 Kabupaten Sumba Barat
No Kecamatan 2011 2012 2013 2014 2015
1 Prabayar 5.815 5.718 2.439 9.980 -
2 Paska Bayar - - - 82 -
3 Sehen - - - 1.566 -
Sumber : Sumba Barat Dalam Angka 2012-2016

2.3.3.6. Perindustrian dan Perdagangan


A. Industri
Kegiatan sektor industri di Kabupaten Sumba Barat terus berkembang
dari tahun ke tahun. Jenis kegiatan di sektor industri masih terbatas pada
industri kecil dan rumah tangga. Industri yang banyak menyerap tenaga kerja
adalah industri yang bergerak pada bidang tekstil, pakaian jadi dan kulit.
Industri di Kabupaten Sumba Barat memiliki jumlah industri 417 perusahaan
dengan jumlah tenaga kerja mencapai 858 orang. Untuk lebih jelasnya dapat
dilihat pada tabel di bawah ini.
Tabel 2.97.
Jumlah Perusahaan dan Tenaga Kerja Menurut Klasifikasi Industri
Tahun 2015
Jumlah
Jumlah
No Klasifikasi Industri Tenaga
Perusahaan
Kerja
1 Mesin dan Perlengkapan 75 126
2 Barang logam, bukan mesin dan peralatannya
31 80
3 Makanan 71 191
4 Minuman 5 15
5 Barang Galian Bukan Logam 8 21
6 Pakaian Jadi 15 25
7 Furniture 46 125
8 Tekstil 126 161
9 Kulit, Barang dari kulit dan alas kaki 2 4
10 Percetakan dan reproduksi medi arekaman 2 16
11 Kayu, barang dari kayu dan gabus (tidak 20 43
termasuk furnitue) dan barang anyaman
12 Barang lainnya dari kayum barangd ari gabusa 15 50
dan barang anyaman daeri jerami, rotan, bambu,
dan sejenisnya

II-113
Jumlah
Jumlah
No Klasifikasi Industri Tenaga
Perusahaan
Kerja
13 Pengolahan lainnya 1 1
Jumlah 417 858
Sumber : Sumba Barat dalam angka tahun 2016

B. Ketersediaan Restoran
Ketersediaan restoran pada suatu daerah menunjukan tingkat daya tarik
investasi suatu daerah. Banyaknya restoran dan rumah makan menunjukkan
perkembangan kegiatan ekonomi suatu daerah dan peluang-peluang yang
ditimbulkannya.
Pengertian restoran adalah tempat menyantap makanan dan minuman
yang disediakan dengan dipungut bayaran, tidak termasuk usaha jenis tataboga
atau catering. Sedangkan pengusahaan usaha restoran dan rumah makan
adalah penyediaan jasa pelayanan makanan dan minuman kepada tamu
sebagai usaha pokok.
Gambaran umum ketersediaan restoran di Kabupaten Sumba Barat
dalam kurun waktu 5 tahun terakhir dapat dilihat pada tabel di bawah ini.
Tabel 2.98.
Jumlah Restoran Tahun 2011 s.d 2015
Kabupaten Sumba Barat
No Uraian 2011 2012 2013 2014 2015
1 Restoran/Rumah Makan 21 21 24 25 27
Total/Jumlah 21 21 24 25 27
Sumber : Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Tahun 2016

2.3.3.7. Transmigrasi
Penyebaran kawasan tranmigrasi di Kabupaten Sumba Barat sampai
dengan tahun 2015 mendapatkan kepercayaan dari pemerintah pusat untuk
melaksanakan program pengembangan kawasan transmigrasi meliputi :
1. Lokasi Transmigrasi Desa Wetana dan Gaura di Kecamatan Laboya
Barat;
2. Lokasi Transmigrasi Desa Kobukarudi di Kecamatan Lamboya;

II-114
3. Lokasi Transmigrasi Lamaloku dan Hoba Jangi di Desa Baliloku
Kecamatan Wanukaka;
4. Lokasi Transmigrasi Desa Baliledo di Kecamatan Loli dan Tebara Kec. Kota;

2.3.4. Fokus Layanan Urusan Penunjang (Perencanaan Pembangunan)


Perencanaan pembangunan dilakasanakan untuk mendukung koordinasi
antar pelaku pembangunan; menjamin terciptanya intergrasi, sinkronisasi dan
sinergi baik antar Daerah, antar ruang, antar waktu, antar fungsi pemerintahan
maupun antara pusat dan daerah; menjamin keterkaitan dan konsistensi antar
perencanaan, penganggaran, pelaksanaan, dan pengawasan; mengoptimalkan
partisipasi masyarakat; dan menjamin tercapainya penggunaan sumber daya
secara efisien, efektif, berkeadilan dan berkelanjutan. Selama tahun 2015
perencanaan pembangunan daerah didukung dokumen perencanaan
pembangunan yang ditetapkan dalam peraturan (PERDA) dan Peraturan Bupati
(Perbu) sebagaimana terlihat pada tabel di bawah ini.
Tabel 2.99.
Dokumen Perencanaan Pembangunan Tahun 2015
No Jenis Regulasi
Dokumen Perencanaan Pembangunan
Perda Perbup
1 RPJPD Kabupaten Sumba Barat Tahun √ -
2005-2025
2 RPJMD Kabupaten Sumba Barat Tahun √ -
2005-2010
3 RPJMD Kabupaten Sumba Barat Tahun √ -
2011-2015
4 RKPD Kabupaten Sumba Barat Tahun - √
2017
Sumber : Bappeda Kabupaten Sumba Barat Tahun 2016

Berdasarkan dokumen perencanaan pembangunan tersebut maka


sinergi pembangunan dapat dilaksanakan lebih optimal dengan menjadikan
desa/kelurahan sebagai satuan terkecil wilayah pembangunan. Ditetapkan
kebijakan pembangunan daerah terpadu berbasis desa/kelurahan memberikan
arahan bahwa setiap perencanaan pembangunan yang dilaksanakan yang
bersumber dari dana APBD Kabupaten sumber pendanaan lainnya harus
menetapkan lokasi secara jelas yaitu desa/kelurahan.

II-115
2.4. ASPEK DAYA SAING DAERAH
Daya saing daerah merupakan salah satu aspek tujuan penyelenggaraan
otonomi daerah sesuai dengan potensi, kekhasan, dan unggulan daerah. Suatu
daya saing (competitiveness) merupakan salah satu faktor kunci keberhasilan
pembangunan ekonomi yang berhubungan dengan tujuan pembangunan
daerah dalam mencapai tingkat kesejahteraan yang tinggi dan berkelanjutan.
2.4.1 Fokus Kemampuan Ekonomi Daerah
Kemampuan ekonomi daerah dalam kaitannya dengan daya saing
daerah adalah bahwa kapasitas ekonomi daerah harus memiliki daya tarik
(attractiveness) bagi pelaku ekonomi yang telah berada dan akan masuk ke
suatu daerah untuk menciptakan multiplier effect bagi peningkatan daya saing
daerah.
Kemampuan ekonomi daerah memicu daya saing daerah dalam
beberapa tolok ukur, sebagai berikut.
2.4.1.1. Pengeluaran konsumsi rumah tangga per kapita (Angka
konsumsi RT per kapita)
Indikator pengeluaran konsumsi rumah tangga per kapita dimaksudkan
untuk mengetahui tingkat konsumsi rumah tangga yang menjelaskan seberapa
atraktif tingkat pengeluaran rumah tangga. Semakin besar rasio atau angka
konsumsi RT semakin atraktif bagi peningkatan kemampuan ekonomi daerah.
Pengeluaran konsumsi rumah tangga per kapita dapat diketahui dengan
menghitung angka konsumsi RT per kapita, yaitu rata-rata pengeluaran
konsumsi rumah tangga per kapita. Angka ini dihitung berdasarkan
pengeluaran penduduk untuk makanan dan bukan makanan per jumlah
penduduk. Makanan mencakup seluruh jenis makanan termasuk makanan jadi,
minuman, tembakau, dan sirih. Bukan makanan mencakup perumahan,
sandang, biaya kesehatan, sekolah, dan sebagainya.

II-116
Tabel 2.100.
Angka Konsumsi RT Per Kapita Tahun 2011 s.d 2015
Kabupaten Sumba Barat
No Uraian 2011 2012 2013 2014 2015
1 Pengeluaran 221.294 241.546 224.877 244.371 282.127
konsumsi rumah
tangga per kapita
(rupiah)
2 Pengeluaran 142.173 212.132 145.976 159.710 198.116
konsumsi non
pangan perkapita
(rupiah)
Sumber: Kabupaten Sumba Barat Dalam Angka Tahun 2012-2016

2.4.1.2. Nilai Tukar Petani (NTP)


Nilai Tukar Petani (NTP) yang diperoleh dari perbandingan indeks harga
yang diterima petani terhadap indeks harga yang dibayar petani (dalam
persentase) merupakan salah satu indikator untuk melihat tingkat
kemampuan/daya beli petani di pedesaan. NTP juga menunjukkan daya tukar
(term of trade) dari produk pertanian dengan barang dan jasa yang dikonsumsi
maupun untuk biaya produksi. Semakin tinggi NTP secara relatif semakin kuat
pula tingkat kemampuan/daya beli petani.
Berdasarkan hasil pemantauan harga-harga di Kabupaten Sumba Barat
pada Januari 2015 NTP di Kabupaten Sumba Barat mengalami penurunan
dibanding Desember 2014 yaitu sebesar 0,14 persen. Hal ini disebabkan
kenaikan indeks harga hasil produksi pertanian lebih kecil dibandingkan dengan
kenaikan indeks harga barang dan jasa yang dikonsumsi oleh rumah tangga
maupun untuk keperluan produksi pertanian. Ditinjau per subsektor dengan
membandingkan NTP Januari 2015 dengan NTP Desember 2014 maka sub
sektor tanaman perkebunan rakyat dan subsektor peternakan mengalami
penurunan, sedangkan 3 subsektor lainnya mengalami peningkatan. Sub sektor
yang mengalami penurunan adalah sebesar 2,10 persen untuk sub sektor
tanaman perkebunan rakyat, dan 0,36 persen untuk sub sektor peternakan.
Sub sektor yang mengalami peningkatan adalah 0,93 persen untuk sub sektor

II-117
padi dan palawija, 0,75 persen untuk sub sektor hortikultura dan 1,93 persen
untuk sub sektor perikanan.
Indeks harga yang diterima petani dari ke lima sub sektor menunjukkan
fluktuasi harga beragam komoditas pertanian yang dihasilkan petani. Pada
Januari 2015, indeks harga yang diterima petani naik sebesar 0,28%
dibandingkan Desember 2014 yaitu dari 116,59 menjadi 116,92.
Melalui indeks harga yang dibayar petani dapat dilihat fluktuasi harga
barang dan jasa yang dikonsumsi oleh masyarakat pedesaan, khususnya
petani yang merupakan bagian terbesar di pedesaan serta fluktuasi harga
barang dan jasa yang diperlukan untuk memproduksi hasil pertanian. Pada
Januari 2015 indeks harga yang dibayar petani dilaporkan mengalami
peningkatan dibandingkan Desember 2014 yaitu 115,40 menjadi 115,89 atau
meningkat sebesar 0,4%.

Tabel 2.101.
Nilai Tukar Petani (NTP) Tahun 2014-2015
Kabupaten Sumba Barat
No. Uraian 2014 2015
1. Indeks Harga yang Diterima Petani (It) 116,59 116,92
2. Indeks Harga yang Dibayar Petani (Ib) 115,40 115,89
3. Rasio 101,03 100,89
Sumber: Kabupaten Sumba Barat Dalam Angka Tahun 2012-2016

II-118
2.4.1.3. Pengeluaran Konsumsi Non Pangan Perkapita (Persentase
Konsumsi Rt Untuk Non Pangan)
Untuk mengetahui persentase konsumsi RT non-pangan perkapita,
dapat disajikan ke dalam tabel sebagai berikut.
Tabel 2.102.
Persentase Konsumsi RT Non-Pangan
Tahun 2011 s.d 2015
Kabupaten Sumba Barat
Persentase
Tahun Konsumsi RT
Non-Pangan
2011 39,12%
2012 46,76%
2013 39,36%
2014 39,52%
2015 41,25%
Sumber: Kabupaten Sumba Barat Dalam
Angka Tahun 2012-2016

2.4.1.4. Incremental Capital Output Ratio (ICOR)


Bagi investor, informasi mengenai potensi investasi dan iklim investasi
daerah sangat diperlukan sebagai bahan pertimbangan dalam pengambilan
keputusan lokasi untuk investasi. Tetapi hal ini tidak cukup sampai sebatas
ketersediaan informasi saja. Diperlukan rangkaian upaya untuk memberikan
gambaran yang lebih komprehensif mengenai iklim investasi di berbagai
daerah, untuk membantu para investor dalam membuat keputusan lokasi
investasinya. Pemeringkatan daya saing investasi daerah yang dilakukan oleh
Kabupaten Sumba Barat salah satunya adalah untuk menjawab permasalahan
di atas, disamping juga untuk membantu pemerintah daerah dalam melihat
daya saingnya terhadap investasi dibandingkan dengan daerah lainnya.

II-119
Tabel 2.103.
Incremental Capital Output Ratio (ICOR)
Tahun 2012 s.d 2015
Kabupaten Sumba Barat
Penambahan
Tahun Investasi PDRB-ADHB ICOR
PDRB-ADHB
2011 24,000,000,000 930,855,100,000 -
2012 24,000,000,000 1,040,985,300,000 110,130,200,000 0.22
2013 59,400,000,000 1,164,083,900,000 123,098,600,000 0.48
2014 51,430,000,000 1,313,732,800,000 149,648,900,000 0.34
2015 94,280,000,000 1,467,872,900,000 154,140,100,000 0.61
Sumber: BAPPEDA Data diolah Tahun 2016

Dari tabel di atas dapat dikatakan bahwa dengan ICOR sebesar 0.22
(2011), maka untuk menghasilkan pertumbuhan PDRB 1 persen Kabupaten
Sumba Barat membutuhkan investasi sebesar 0,22% dari penambahan PDRB.
Begitu pula untuk tahun 2015, untuk menghasilkan pertumbuhan PDRB 1
persen Kabupaten Sumba Barat membutuhkan investasi sebesar 0,61% dari
penambahan PDRB. Nilai ICOR tersebut < 1, artinya investasi yang dilakukan
Kabupaten Sumba Barat adalah efisien.

2.4.1.5. Produktivitas Total Daerah


Produktivitas total daerah dihitung untuk mengetahui tingkat produktivitas
tiap sektor per angkatan kerja yang menunjukan seberapa produktif tiap
angkatan kerja dalam mendorong ekonomi daerah per sektor. Produktivitas
Total Daerah dapat diketahui dengan menghitung produktivitas daerah per
sektor (17 sektor) yang merupakan jumlah PDRB dari setiap sektor dibagi
dengan jumlah angkatan kerja dalam sektor yang bersangkutan.

II-120
Tabel 2.104.
Produktivitas Total Daerah
Kabupaten Sumba Barat Tahun 2014
2014
Kategori Lapangan Usaha Produktivitas
PDRB-ADHB
Daerah
A Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan 303.40 0.60%
B Pertambangan dan Penggalian 12.62 0.02%
C Industri Pengolahan 19.53 0.04%
D Pengadaan Listrik dan Gas 0.57 0.00%
E Pengadaan Air, Pengelolaan Sampah, Limbah dan Daur Ulang 0.11 0.00%
F Konstruksi 74.03 0.15%
G Perdagangan Besar dan Eceran; Reparasi Mobil dan Sepeda Motor 191.34 0.38%
H Transportasi dan Pergudangan 25.33 0.05%
I Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum 3.74 0.01%
J Informasi dan Komunikasi 72.38 0.14%
K Jasa Keuangan dan Asuransi 55.67 0.11%
L Real Estate 29.87 0.06%
M,N Jasa Perusahaan 2.31 0.00%
O Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib 193.12 0.38%
P Jasa Pendidikan 105.35 0.21%
Q Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial 16.25 0.03%
R,S,T,U Jasa lainnya 23.48 0.05%
PDRB 1,129.10 2.23%
Jumlah Angkatan Kerja 50,649

Sumber: BAPPEDA Data diolah Tahun 2016

Dari tabel di atas diketahui bahwa produktivitas total daerah yang


terbesar ada pada sektor Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan, yaitu sebesar
0,60%. Sedangkan produktivitas yang terkecil ada pada sektor Pengadaan
Listrik dan Gas, yaitu sebesar 0,00% dan sektor Pengadaan Air, Pengelolaan
Sampah, Limbah dan Daur Ulang, yaitu sebesar 0,00%. Sedangkan
produktivitas total (PDRB) sebesar 2,23%.

2.4.1.6. Rasio Gini


Merupakan suatu ukuran kemerataan yang dihitung dengan
membandingkan luas antara diagonal dan kurva lorenz (daerah A) dibagi
dengan luas segitiga di bawah diagonal. Kegunaan : Untuk mengukur derajat
ketidakmerataan distribusi penduduk. Keterangan : Rasio Gini bernilai antara 0
dan 1. Nilai 1 menunjukkan complete inequality atau perfectly inequal, dimana

II-121
seluruh penduduk menempati satu lokasi di suatu negara dan tidak ada
penduduk di lokasi lainnya. Nilai 0 menunjukkan perfectly equal, yaitu penduduk
terdistribusikan sempurna di seluruh wilayah suatu negara. Jadi, semakin besar
nilai rasio konsentrasi Gini, semakin besar ketidakmerataan antara distribusi
penduduk dan jumlah lokasi.
Tabel 2.105.
Rasio Gini
Tahun 2011 s.d 2015
Kabupaten Sumba Barat
Tahun Rasio Gini
2011 0,36
2012 0,36
2013 0,35
2014 0,36
2015 0,34
Sumber: Hasil Olahan Bappeda Kab. Sumba Barat
Tahun 2016

Dari tabel di atas, bila pada 2011 rasio gini tercatat sebesar 0,36%, maka
pada 2015, angka itu menurun menjadi 0,34. Hal itu berarti kesenjangan antara
orang kaya dengan orang miskin di Kabupaten Sumba Barat semakin mengecil.

2.4.1.7. Potensi Sektoral Kabupaten Sumba Barat


Location quotient (LQ) adalah suatu perbandingan antara besarnya
peran suatu sektor di Kabupaten Sumba Barat terhadap besarnya peran sektor
tersebut di tingkat yang lebih tinggi, yaitu Provinsi Nusa Tenggara Timur.
Tabel di bawah ini melaporkan hasil analisa LQ Kabupaten Sumba Barat
sehubungan dengan (with respect to atau w.r.t.) Provinsi Nusa Tenggara Timur.
Dibandingkan dengan Provinsi Nusa Tenggara Timur (Tabel 2.6), sektor basis
Kabupaten Sumba Barat adalah sektor:
1. Industri Pengolahan
2. Perdagangan Besar dan Eceran; Reparasi Mobil dan Sepeda Motor
3. Jasa Keuangan dan Asuransi
4. Real Estate
5. Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib

II-122
6. Jasa Pendidikan
Sedangkan sektor non basis Kabupaten Sumba Barat adalah:
1. Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan
2. Pertambangan dan Penggalian
3. Pengadaan Listrik dan Gas
4. Pengadaan Air, Pengelolaan Sampah, Limbah dan Daur Ulang
5. Konstruksi
6. Transportasi dan Pergudangan
7. Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum
8. Informasi dan Komunikasi
9. Jasa Perusahaan
10. Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial
11. Jasa lainnya
Tabel 2.106.
Analisa LQ Kabupaten Sumba Barat (pada Harga Konstan)
Tahun Basis/Non Basis
Kategori Lapangan Usaha
2010 2014 2010 2014
A Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan Non
0,93 0,93 Non Basis
Basis
B Pertambangan dan Penggalian Non
0,72 0,77 Non Basis
Basis
C Industri Pengolahan 1,42 1,39 Basis Basis
D Pengadaan Listrik dan Gas Non
0,94 0,81 Non Basis
Basis
E Pengadaan Air, Pengelolaan Sampah, Non
0,13 0,13 Non Basis
Limbah dan Daur Ulang Basis
F Konstruksi Non
0,61 0,62 Non Basis
Basis
G Perdagangan Besar dan Eceran;
1,45 1,50 Basis Basis
Reparasi Mobil dan Sepeda Motor
H Transportasi dan Pergudangan Non
0,46 0,45 Non Basis
Basis
I Penyediaan Akomodasi dan Makan Non
0,55 0,56 Non Basis
Minum Basis
J Informasi dan Komunikasi Non
0,80 0,75 Non Basis
Basis
K Jasa Keuangan dan Asuransi 1,37 1,29 Basis Basis
L Real Estate 1,02 1,02 Basis Basis
M,N Jasa Perusahaan 0,75 0,70 Non Non Basis

II-123
Tahun Basis/Non Basis
Kategori Lapangan Usaha
2010 2014 2010 2014
Basis
O Administrasi Pemerintahan,
1,34 1,36 Basis Basis
Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib
P Jasa Pendidikan 1,15 1,06 Basis Basis
Q Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial Non
0,71 0,68 Non Basis
Basis
R,S,T,U Jasa lainnya Non
0,95 0,96 Non Basis
Basis
Sumber: BAPPEDA Data diolah, Tahun 2016

Berdasarkan analisa LQ sehubungan dengan Provinsi Nusa Tenggara


Timur pada tabel 2.6, tahun 2014 di Kabupaten Sumba Barat terdapat 6 sektor
ekonomi yang memiliki keunggulan komparatif (nilai LQ>1), yaitu : Sektor
Industri Pengolahan, sektor Perdagangan Besar dan Eceran; Reparasi Mobil
dan Sepeda Motor, sektor Jasa Keuangan dan Asuransi, sektor Real Estate,
sektor Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib, dan
sektor Jasa Pendidikan. Ini mengindikasikan bahwa wilayah ini telah mampu
memenuhi sendiri kebutuhannya disektor tersebut dan dimungkinkan untuk
mengekspor keluar daerah barang dan jasa pada sektor ini.

2.4.1.8. Perubahan Struktur Ekonomi Kabupaten Sumba Barat


Analisa LQ (Location quotient) tidak memberikan penjelasan tentang
faktor penyebab perubahan variabel PDRB, sedangkan analisa SS (shift share)
memerinci penyebab perubahan suatu variabel dengan mengisolasi berbagai
faktor yang menyebabkan perubahan PDRB sektoral di suatu daerah dari satu
kurun waktu ke kurun waktu berikutnya. Untuk mengetahui bagaimana analisa
SS berkerja, dapat dilihat pada tabel berikut yang menunjukkan perubahan
PDRB atau output sektoral Kabupaten Sumba Barat dari 2010 hingga 2014.

II-124
Tabel 2.107.
Perubahan Output Sektoral Kabupaten Sumba Barat
Sejak 2010 Hingga 2014
PDRB ADHK Perubahan
Kategori Lapangan Usaha (Milyar Rupiah) (PDRB Persen
2010 2014 ADHK)
A Pertanian, Kehutanan, dan
275,06 303,40 28,34 10,30
Perikanan
B Pertambangan dan Penggalian 9,68 12,62 2,94 30,38
C Industri Pengolahan 16,68 19,53 2,85 17,06
D Pengadaan Listrik dan Gas 0,44 0,57 0,13 29,50
E Pengadaan Air, Pengelolaan
0,09 0,11 0,02 26,78
Sampah, Limbah dan Daur Ulang
F Konstruksi 57,73 74,03 16,30 28,23
G Perdagangan Besar dan Eceran;
146,82 191,34 44,52 30,32
Reparasi Mobil dan Sepeda Motor
H Transportasi dan Pergudangan 21,06 25,33 4,26 20,24
I Penyediaan Akomodasi dan Makan
2,92 3,74 0,82 28,20
Minum
J Informasi dan Komunikasi 59,38 72,38 13,01 21,90
K Jasa Keuangan dan Asuransi 40,80 55,67 14,87 36,45
L Real Estate 25,15 29,87 4,73 18,80
M,N Jasa Perusahaan 2,01 2,31 0,30 15,19
O Administrasi Pemerintahan,
Pertahanan dan Jaminan Sosial 146,47 193,12 46,65 31,85
Wajib
P Jasa Pendidikan 91,99 105,35 13,36 14,53
Q Jasa Kesehatan dan Kegiatan
14,11 16,25 2,14 15,14
Sosial
R,S,T,U Jasa lainnya 20,47 23,48 3,00 14,66
PDRB 930,86 1.129,10 198,24 21,30
Sumber: BAPPEDA Data diolah, Tahun 2016

Tabel di atas menunjukkan bahwa total perubahan output Kabupaten


Sumba Barat sejak 2010 hingga 2014 adalah 198,24 (milyar rupiah) atau
pertumbuhan PDRB-nya pada periode tersebut adalah sebesar 21,30%. Yang
dipersoalkan oleh analisa SS adalah apakah penyumbang perubahan atau
pertumbuhan itu. Karena itu, analisa memerinci perubahan itu dengan
meletakkan Kabupaten Sumba Barat dalam wilayah yang lebih tinggi, yang
dalam hal ini adalah Provinsi Nusa Tenggara Timur.
Nusa Tenggara Timur adalah sebuah provinsi dimana Kabupaten Sumba
Barat adalah salah satu daerah di dalamnya. Total PDRB atau total output yang

II-125
dihasilkan dari provinsi itu, dalam periode 2010-2014, dan perubahannya
seperti yang terlihat pada tabel berikut. Dalam periode tersebut, Provinsi Nusa
Tenggara Timur mengalami pertumbuhan sebesar 23,40%. Ini berarti dalam
periode tersebut, pertumbuhan ekonomi Kabupaten Sumba Barat (21,30%)
lebih rendah daripada pertumbuhan ekonomi Provinsi Nusa Tenggara Timur
(23,40%).
Tabel 2.108.
Perubahan Output Sektoral Provinsi Nusa Tenggara Timur
Sejak 2010 Hingga 2014
PDRB ADHK (Milyar Perubahan
Kategori Lapangan Usaha Rupiah) (PDRB Persen
2010 2014 ADHK)
A Pertanian, Kehutanan, dan
13.963,14 15.610,60 1.647,46 11,80
Perikanan
B Pertambangan dan
629,95 780,67 150,72 23,93
Penggalian
C Industri Pengolahan 555,18 674,63 119,45 21,52
D Pengadaan Listrik dan Gas 22,12 33,80 11,68 52,80
E Pengadaan Air, Pengelolaan
Sampah, Limbah dan Daur 31,77 39,15 7,38 23,23
Ulang
F Konstruksi 4.436,39 5.733,39 1.297,00 29,24
G Perdagangan Besar dan
Eceran; Reparasi Mobil dan 4.753,75 6.112,18 1.358,43 28,58
Sepeda Motor
H Transportasi dan
2.152,92 2.702,26 549,34 25,52
Pergudangan
I Penyediaan Akomodasi dan
247,89 318,29 70,40 28,40
Makan Minum
J Informasi dan Komunikasi 3.508,93 4.595,31 1.086,38 30,96
K Jasa Keuangan dan Asuransi 1.403,00 2.070,59 667,59 47,58
L Real Estate 1.161,58 1.402,82 241,24 20,77
M,N Jasa Perusahaan 125,80 157,72 31,92 25,37
O Administrasi Pemerintahan,
Pertahanan dan Jaminan 5.135,32 6.785,67 1.650,35 32,14
Sosial Wajib
P Jasa Pendidikan 3.767,84 4.770,35 1.002,51 26,61
Q Jasa Kesehatan dan Kegiatan
931,50 1.148,84 217,34 23,33
Sosial
R,S,T,U Jasa lainnya 1.019,51 1.172,22 152,71 14,98
PDRB 43.846,61 54.108,48 10.261,87 23,40
Sumber: BAPPEDA Data Diolah, Tahun 2016

II-126
Apabila pertumbuhan ekonomi Kabupaten Sumba Barat disamakan (di-
trend-kan) dengan pertumbuhan ekonomi Provinsi Nusa Tenggara Timur (yaitu
sebesar 23,40%), maka output atau PDRB yang dihasilkan Kabupaten Sumba
Barat adalah sebesar 217,86 (milyar rupiah). Ini dinamakan sebagai provincial
growth share (PGS). Faktanya pertumbuhan ekonomi Kabupaten Sumba Barat
adalah lebih rendah dari itu, yaitu sebesar 21,30%, yang membuat PDRB nya
menjadi 198,24 (milyar rupiah). Selisih negatif dari angka ini merupakan loss
bagi Kabupaten Sumba Barat.
Tabel 2.109.
Provincial Growth Share (PGS)
PGS
Kategori Lapangan Usaha (milyar
persen
rupiah)
A Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan 162,41 23,40
B Pertambangan dan Penggalian 64,37 23,40
C Industri Pengolahan 2,27 23,40
D Pengadaan Listrik dan Gas 3,90 23,40
E Pengadaan Air, Pengelolaan Sampah,
0,10 23,40
Limbah dan Daur Ulang
F Konstruksi 0,02 23,40
G Perdagangan Besar dan Eceran; Reparasi
13,51 23,40
Mobil dan Sepeda Motor
H Transportasi dan Pergudangan 34,36 23,40
I Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum 4,93 23,40
J Informasi dan Komunikasi 0,68 23,40
K Jasa Keuangan dan Asuransi 13,90 23,40
L Real Estate 9,55 23,40
M,N Jasa Perusahaan 5,89 23,40
O Administrasi Pemerintahan, Pertahanan
0,47 23,40
dan Jaminan Sosial Wajib
P Jasa Pendidikan 34,28 23,40
Q Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial 21,53 23,40
R,S,T,U Jasa lainnya 3,30 23,40
Total 217,86 23,40
Sumber: BAPPEDA Data diolah, Tahun 2016

Pertumbuhan total output (PDRB) tidaklah selalu seragam, melainkan


bervariasi. Ada PDRB kota/kabupaten yang tumbuh dengan tinggi, ada pula
yang tumbuh dengan rendah relatif terhadap pertumbuhan ekonomi di wilayah

II-127
yang lebih tinggi. Apabila pertumbuhan per sektor Kabupaten Sumba Barat
masing-masing “ditimbang” dengan total pertumbuhan PDRB Provinsi Nusa
Tenggara Timur, maka dihasilkan industrial mix share (IMS) sebesar 6,18
(milyar rupiah) seperti tampak pada Tabel di bawah. Ini berarti bahwa ketika
struktur ekonomi Kabupaten Sumba Barat sama dengan struktur ekonomi
Provinsi Nusa Tenggara Timur (tetapi lepas dari pengaruh total pertumbuhan
ekonomi Provinsi Nusa Tenggara Timur), maka Kabupaten Sumba Barat
mempunyai peningkatan output sebesar 7,23 (milyar rupiah).
Tabel 2.110.
Industrial Mix Share (IMS)
IMS
Kategori Lapangan Usaha (milyar
persen
rupiah)
A Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan -31,92 -11,61
B Pertambangan dan Penggalian 0,05 0,52
C Industri Pengolahan -0,32 -1,89
D Pengadaan Listrik dan Gas 0,13 29,40
E Pengadaan Air, Pengelolaan Sampah, 0,00 -0,17
Limbah dan Daur Ulang
F Konstruksi 3,37 5,83
G Perdagangan Besar dan Eceran; Reparasi 7,59 5,17
Mobil dan Sepeda Motor
H Transportasi dan Pergudangan 0,44 2,11
I Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum 0,15 5,00
J Informasi dan Komunikasi 4,49 7,56
K Jasa Keuangan dan Asuransi 9,86 24,18
L Real Estate -0,66 -2,64
M,N Jasa Perusahaan 0,04 1,97
O Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan 12,79 8,73
Jaminan Sosial Wajib
P Jasa Pendidikan 2,95 3,20
Q Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial -0,01 -0,07
R,S,T,U Jasa lainnya -1,72 -8,43
Total 7,23 68,87
Sumber: BAPPEDA Data Diolah, Tahun 2016

Pertumbuhan sektoral tidaklah pula selalu seragam melainkan bervariasi.


Ada sektor (local industry) yang tumbuh lebih cepat, ada pula yang tumbuh
lebih lambat dibanding sektor yang relevan di wilayah yang lebih tinggi. Local

II-128
share (LS) adalah untuk mengukur apakah pertumbuhan per sektor di
Kabupaten Sumba Barat sama, lebih cepat, atau lebih lambat dibanding
pertumbuhan per sektor yang sama di Provinsi Nusa Tenggara Timur. Tabel di
atas melaporkan bahwa pertumbuhan sektoral Kabupaten Sumba Barat lebih
lambat daripada pertumbuhan sektoral Provinsi Nusa Tenggara Timur. Lebih
lambatnya pertumbuhan sektoral Kabupaten Sumba Barat tersebut adalah
negatif 26,84 (milyar rupiah).
Tabel 2.111.
Local Share (LS)
LS
Kategori Lapangan Usaha (milyar
persen
rupiah)
A Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan -4,11 -1,50
B Pertambangan dan Penggalian 0,62 6,45
C Industri Pengolahan -0,74 -4,45
D Pengadaan Listrik dan Gas -0,10 -23,30
E Pengadaan Air, Pengelolaan Sampah, Limbah dan Daur 0,00 3,55
Ulang
F Konstruksi -0,58 -1,00
G Perdagangan Besar dan Eceran; Reparasi Mobil dan 2,56 1,74
Sepeda Motor
H Transportasi dan Pergudangan -1,11 -5,28
I Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum -0,01 -0,20
J Informasi dan Komunikasi -5,38 -9,06
K Jasa Keuangan dan Asuransi -4,54 -11,13
L Real Estate -0,50 -1,97
M,N Jasa Perusahaan -0,20 -10,18
O Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan -0,42 -0,29
Sosial Wajib
P Jasa Pendidikan -11,11 -12,08
Q Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial -1,16 -8,19
R,S,T,U Jasa lainnya -0,06 -0,32
Total -26,84 -77,20
Sumber: BAPPEDA Data diolah, Tahun 2016

Dari hasil perhitungan tiga komponen di atas, dapat dilakukan checking


sebagai berikut:
Komponen Provincial Growth Share (PGS) : 217,86
Komponen Industrial Mix Share (IMS) : 7,23
Komponen Local Share (LS) : -26,84 +
Perubahan Output Kabupaten Sumba Barat 198,24

II-129
Dari hasil analisa Shift Share (SS) Kabupaten Sumba Barat terhadap
Provinsi Nusa Tenggara Timur dapat disimpulkan sebagai berikut:
1) Sektor Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan, mengalami perubahan
perekonomian sebesar 64,37 (milyar rupiah) yang dipengaruhi oleh
perekonomian Nusa Tenggara Timur (PGS) sebesar 23,40%. Bauran
industri (IMS) mempengaruhi perubahan penurunan output ekonomi
sebesar -31,92 (milyar rupiah) atau -11,61%. Ini menunjukkan bahwa sektor
Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan mempunyai pertumbuhan yang
lambat di banding kawasan Nusa Tenggara Timur. Daya saing daerah (LS)
mempengaruhi perubahan penurunan output ekonomi sebesar -4,11 (milyar
rupiah) atau -1,5%. Ini berarti pada sektor Pertanian, Kehutanan, dan
Perikanan di Kabupaten Sumba Barat memilki daya saing yang lemah di
banding kawasan Nusa Tenggara Timur.
2) Sektor Pertambangan dan Penggalian, mengalami perubahan
perekonomian sebesar 2,27 (milyar rupiah) yang dipengaruhi oleh
perekonomian Nusa Tenggara Timur (PGS) sebesar 23,40%. Bauran
industri (IMS) mempengaruhi perubahan peningkatan output ekonomi
sebesar 0,05 (milyar rupiah) atau 0,52%. Ini menunjukkan bahwa sektor
Pertambangan dan Penggalian mempunyai pertumbuhan agak cepat di
banding kawasan Nusa Tenggara Timur. Daya saing daerah (LS)
mempengaruhi perubahan penurunan output ekonomi sebesar 0,62 (milyar
rupiah) atau 6,45%. Ini berarti pada sektor Pertambangan dan Penggalian
di Kabupaten Sumba Barat memilki daya saing yang kuat dibanding
kawasan Nusa Tenggara Timur.
3) Sektor Industri Pengolahan, mengalami perubahan perekonomian sebesar
3,90 (milyar rupiah) yang dipengaruhi oleh perekonomian Nusa Tenggara
Timur (PGS) sebesar 23,4%. Bauran industri (IMS) mempengaruhi
perubahan penurunan output ekonomi sebesar -0,32 (milyar rupiah) atau -
1,89%. Ini menunjukkan bahwa sektor Industri Pengolahan mempunyai
pertumbuhan yang lambat di banding kawasan Nusa Tenggara Timur. Daya
saing daerah (LS) mempengaruhi perubahan peningkatan output ekonomi

II-130
sebesar -0,74 (milyar rupiah) atau -4,45%. Ini berarti pada sektor Industri
Pengolahan di Kabupaten Sumba Barat memilki daya saing yang lemah
dibanding kawasan Nusa Tenggara Timur.
4) Sektor Pengadaan Listrik dan Gas, mengalami perubahan perekonomian
sebesar 0,10 (milyar rupiah) yang dipengaruhi oleh perekonomian Nusa
Tenggara Timur (PGS) sebesar 23,40%. Bauran industri (IMS)
mempengaruhi perubahan peningkatan output ekonomi sebesar 0,13
(milyar rupiah) atau 29,40%. Ini menunjukkan bahwa sektor Pengadaan
Listrik dan Gas mempunyai pertumbuhan yang cepat dibanding kawasan
Nusa Tenggara Timur. Daya saing daerah (LS) mempengaruhi perubahan
penurunan output ekonomi sebesar -0,10 (milyar rupiah) atau -23,30%. Ini
berarti pada sektor Pengadaan Listrik dan Gas di Kabupaten Sumba Barat
memilki daya saing yang lemah dibanding kawasan Nusa Tenggara Timur.
5) Sektor Pengadaan Air, Pengelolaan Sampah, Limbah dan Daur Ulang,
mengalami perubahan perekonomian sebesar 0,02 (milyar rupiah) yang
dipengaruhi oleh perekonomian Nusa Tenggara Timur (PGS) sebesar
23,40%. Bauran industri (IMS) mempengaruhi perubahan penurunan output
ekonomi sebesar 0,00 (milyar rupiah) atau -0,17%. Ini menunjukkan bahwa
sektor Pengadaan Air, Pengelolaan Sampah, Limbah dan Daur Ulang
mempunyai pertumbuhan yang lambat dibanding kawasan Nusa Tenggara
Timur. Daya saing daerah (LS) mempengaruhi perubahan penurunan
output ekonomi sebesar 0,00 (milyar rupiah) atau 3,55%. Ini berarti pada
sektor Pengadaan Air, Pengelolaan Sampah, Limbah dan Daur Ulang di
Kabupaten Sumba Barat memilki daya saing yang lemah di banding
kawasan Nusa Tenggara Timur.
6) Sektor Konstruksi, mengalami perubahan perekonomian sebesar 13,51
(milyar rupiah) yang dipengaruhi oleh perekonomian Nusa Tenggara Timur
(PGS) sebesar 23,40 persen. Bauran industri (IMS) mempengaruhi
perubahan peningkatan output ekonomi sebesar 3,37 (milyar rupiah) atau
5,83%. Ini menunjukkan bahwa sektor Konstruksi mempunyai pertumbuhan
yang cepat dibanding kawasan Nusa Tenggara Timur. Daya saing daerah

II-131
(LS) mempengaruhi perubahan penurunan output ekonomi sebesar -0,58
(milyar rupiah) atau -1,0%. Ini berarti pada sektor Konstruksi di Kabupaten
Sumba Barat memilki daya saing yang lemah di banding kawasan Nusa
Tenggara Timur.
7) Sektor Perdagangan Besar dan Eceran; Reparasi Mobil dan Sepeda Motor,
mengalami perubahan perekonomian sebesar 34,36 (milyar rupiah) yang
dipengaruhi oleh perekonomian Nusa Tenggara Timur (PGS) sebesar
23,40%. Bauran industri (IMS) mempengaruhi perubahan peningkatan
output ekonomi sebesar 7,59 (milyar rupiah) atau 5,1%. Ini menunjukkan
bahwa sektor Perdagangan Besar dan Eceran; Reparasi Mobil dan Sepeda
Motor mempunyai pertumbuhan yang cepat dibanding kawasan Nusa
Tenggara Timur. Daya saing daerah (LS) mempengaruhi perubahan
penurunan output ekonomi sebesar 2,56 (milyar rupiah) atau 1,74%. Ini
berarti pada sektor Perdagangan Besar dan Eceran; Reparasi Mobil dan
Sepeda Motor di Kabupaten Sumba Barat memilki daya saing yang kuat
dibanding kawasan Nusa Tenggara Timur.
8) Sektor Transportasi dan Pergudangan, mengalami perubahan
perekonomian sebesar 4,93 (milyar rupiah) yang dipengaruhi oleh
perekonomian Nusa Tenggara Timur (PGS) sebesar 23,4%. Bauran industri
(IMS) mempengaruhi perubahan peningkatan output ekonomi sebesar 0,44
(milyar rupiah) atau 2,11%. Ini menunjukkan bahwa sektor Transportasi dan
Pergudangan mempunyai pertumbuhan yang cepat dibanding kawasan
Nusa Tenggara Timur. Daya saing daerah (LS) mempengaruhi perubahan
penurunan output ekonomi sebesar -1,11 (milyar rupiah) atau -5,28%. Ini
berarti pada sektor Transportasi dan Pergudangan di Kabupaten Sumba
Barat memilki daya saing yang lemah dibanding kawasan Nusa Tenggara
Timur.
9) Sektor Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum, mengalami perubahan
perekonomian sebesar 0,68 (milyar rupiah) yang dipengaruhi oleh
perekonomian Nusa Tenggara Timur (PGS) sebesar 23,40%. Bauran
industri (IMS) mempengaruhi perubahan peningkatan output ekonomi

II-132
sebesar 0,15 (milyar rupiah) atau 5,00%. Ini menunjukkan bahwa sektor
Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum mempunyai pertumbuhan yang
cepat dibanding kawasan Nusa Tenggara Timur. Daya saing daerah (LS)
mempengaruhi perubahan penurunan output ekonomi sebesar -0,01 (milyar
rupiah) atau -0,20%. Ini berarti pada sektor Penyediaan Akomodasi dan
Makan Minum di Kabupaten Sumba Barat memilki daya saing yang lemah
dibanding kawasan Nusa Tenggara Timur.
10) Sektor Informasi dan Komunikasi, mengalami perubahan perekonomian
sebesar 13,90 (milyar rupiah) yang dipengaruhi oleh perekonomian Nusa
Tenggara Timur (PGS) sebesar 23,40%. Bauran industri (IMS)
mempengaruhi perubahan peningkatan output ekonomi sebesar 4,49
(milyar rupiah) atau 7,56%. Ini menunjukkan bahwa sektor Informasi dan
Komunikasi mempunyai pertumbuhan yang cepat dibanding kawasan Nusa
Tenggara Timur. Daya saing daerah (LS) mempengaruhi perubahan
penurunan output ekonomi sebesar -5,38 (milyar rupiah) atau -9,06%. Ini
berarti pada sektor Informasi dan Komunikasi di Kabupaten Sumba Barat
memilki daya saing yang lemah dibanding kawasan Nusa Tenggara Timur.
11) Sektor Jasa Keuangan dan Asuransi, mengalami perubahan perekonomian
sebesar 9,55 (milyar rupiah) yang dipengaruhi oleh perekonomian Nusa
Tenggara Timur (PGS) sebesar 23,40%. Bauran industri (IMS)
mempengaruhi perubahan peningkatan output ekonomi sebesar 9,86
(milyar rupiah) atau 24,18%. Ini menunjukkan bahwa sektor Jasa Keuangan
dan Asuransi mempunyai pertumbuhan yang cepat dibanding kawasan
Nusa Tenggara Timur. Daya saing daerah (LS) mempengaruhi perubahan
penurunan output ekonomi sebesar -4,54 (milyar rupiah) atau -11,13%. Ini
berarti pada sektor Jasa Keuangan dan Asuransi di Kabupaten Sumba
Barat memilki daya saing yang lemah dibanding kawasan Nusa Tenggara
Timur.
12) Sektor Real Estate, mengalami perubahan perekonomian sebesar 5,89
(milyar rupiah) yang dipengaruhi oleh perekonomian Nusa Tenggara Timur
(PGS) sebesar 23,40%. Bauran industri (IMS) mempengaruhi perubahan

II-133
penurunan output ekonomi sebesar -0,66 (milyar rupiah) atau -2,64%. Ini
menunjukkan bahwa sektor Real Estate mempunyai pertumbuhan yang
lambat dibanding kawasan Nusa Tenggara Timur. Daya saing daerah (LS)
mempengaruhi perubahan peningkatan output ekonomi sebesar -0,50
(milyar rupiah) atau -1,97%. Ini berarti pada sektor Real Estate di
Kabupaten Sumba Barat memilki daya saing yang lemah dibanding
kawasan Nusa Tenggara Timur.
13) Sektor Jasa Perusahaan, mengalami perubahan perekonomian sebesar
0,47 (milyar rupiah) yang dipengaruhi oleh perekonomian Nusa Tenggara
Timur (PGS) sebesar 23,40%. Bauran industri (IMS) mempengaruhi
perubahan peningkatan output ekonomi sebesar 0,04 (milyar rupiah) atau
1,97%. Ini menunjukkan bahwa sektor Jasa Perusahaan mempunyai
pertumbuhan yang cepat dibanding kawasan Nusa Tenggara Timur. Daya
saing daerah (LS) mempengaruhi perubahan peningkatan output ekonomi
sebesar -0,20 (milyar rupiah) atau -10,18%. Ini berarti pada sektor Jasa
Perusahaan di Kabupaten Sumba Barat memilki daya saing yang lemah
dibanding kawasan Nusa Tenggara Timur.
14) Sektor Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib,
mengalami perubahan perekonomian sebesar 34,28 (milyar rupiah) yang
dipengaruhi oleh perekonomian Nusa Tenggara Timur (PGS) sebesar
23,40%. Bauran industri (IMS) mempengaruhi perubahan peningkatan
output ekonomi sebesar 12,79 (milyar rupiah) atau 8,73%. Ini menunjukkan
bahwa sektor Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial
Wajib mempunyai pertumbuhan yang cepat dibanding kawasan Nusa
Tenggara Timur. Daya saing daerah (LS) mempengaruhi perubahan
peningkatan output ekonomi sebesar -0,42 (milyar rupiah) atau -0,29%. Ini
berarti pada sektor Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan
Sosial Wajib di Kabupaten Sumba Barat memilki daya saing yang lemah
dibanding kawasan Nusa Tenggara Timur.
15) Sektor Jasa Pendidikan, mengalami perubahan perekonomian sebesar
21,53 (milyar rupiah) yang dipengaruhi oleh perekonomian Nusa Tenggara

II-134
Timur (PGS) sebesar 23,40%. Bauran industri (IMS) mempengaruhi
perubahan peningkatan output ekonomi sebesar 2,95 (milyar rupiah) atau
3,20%. Ini menunjukkan bahwa sektor Jasa Pendidikan mempunyai
pertumbuhan yang cepat dibanding kawasan Nusa Tenggara Timur. Daya
saing daerah (LS) mempengaruhi perubahan peningkatan output ekonomi
sebesar -11,11 (milyar rupiah) atau -12,08%. Ini berarti pada sektor Jasa
Pendidikan di Kabupaten Sumba Barat memilki daya saing yang lemah
dibanding kawasan Nusa Tenggara Timur.
16) Sektor Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial, mengalami perubahan
perekonomian sebesar 3,30 (milyar rupiah) yang dipengaruhi oleh
perekonomian Nusa Tenggara Timur (PGS) sebesar 23,40%. Bauran
industri (IMS) mempengaruhi perubahan penurunan output ekonomi
sebesar -0,01 (milyar rupiah) atau -0,07%. Ini menunjukkan bahwa sektor
Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial mempunyai pertumbuhan yang
lambat dibanding kawasan Nusa Tenggara Timur. Daya saing daerah (LS)
mempengaruhi perubahan penurunan output ekonomi sebesar -1,16 (milyar
rupiah) atau -8,19%. Ini berarti pada sektor Jasa Kesehatan dan Kegiatan
Sosial di Kabupaten Sumba Barat memilki daya saing yang lemah
dibanding kawasan Nusa Tenggara Timur.
17) Sektor yang terakhir adalah sektor Jasa lainnya, mengalami perubahan
perekonomian sebesar 4,79 (milyar rupiah) yang dipengaruhi oleh
perekonomian Nusa Tenggara Timur (PGS) sebesar 23,40%. Bauran
industri (IMS) mempengaruhi perubahan penurunan output ekonomi
sebesar -1,72 (milyar rupiah) atau -8,43%. Ini menunjukkan bahwa sektor
Jasa lainnya mempunyai pertumbuhan yang lambat dibanding kawasan
Nusa Tenggara Timur. Daya saing daerah (LS) mempengaruhi perubahan
penurunan output ekonomi sebesar -0,06 (milyar rupiah) atau -0,32%. Ini
berarti pada sektor Jasa lainnya di Kabupaten Sumba Barat memilki daya
saing yang lemah dibanding kawasan Nusa Tenggara Timur.
Dari hasil perhitungan shift share, sektor yang termasuk berkembang di
Kabupaten Sumba Barat (IMS) yaitu :

II-135
1. Sektor Pertambangan dan Penggalian
2. Sektor Pengadaan Listrik dan Gas
3. Sektor Konstruksi
4. Sektor Perdagangan Besar dan Eceran; Reparasi Mobil dan
Sepeda Motor
5. Sektor Transportasi dan Pergudangan
6. Sektor Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum
7. Sektor Informasi dan Komunikasi
8. Sektor Jasa Keuangan dan Asuransi
9. Sektor Jasa Perusahaan
10. Sektor Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan
Sosial Wajib
11. Sektor Jasa Pendidikan
Sedangkan sektor yang termasuk kurang berkembang, yaitu:
1. Sektor Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan
2. Sektor Industri Pengolahan
3. Sektor Pengadaan Air, Pengelolaan Sampah, Limbah dan Daur
Ulang
4. Sektor Real Estate
5. Sektor Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial
6. Sektor Jasa lainnya
Sementara itu sektor yang memiliki daya saing tinggi (LS) di Kabupaten
Sumba Barat untuk kawasan Nusa Tenggara Timur ada 3 sektor, yaitu:
1. Sektor Pertambangan dan Penggalian
2. Sektor Pengadaan Air, Pengelolaan Sampah, Limbah dan Daur
Ulang
3. Sektor Perdagangan Besar dan Eceran; Reparasi Mobil dan
Sepeda Motor
Sedangkan sektor yang memilki daya saing yang lemah, yaitu:
1. Sektor Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan
2. Sektor Industri Pengolahan

II-136
3. Sektor Pengadaan Listrik dan Gas
4. Sektor Konstruksi
5. Sektor Transportasi dan Pergudangan
6. Sektor Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum
7. Sektor Informasi dan Komunikasi
8. Sektor Jasa Keuangan dan Asuransi
9. Sektor Real Estate
10. Sektor Jasa Perusahaan
11. Sektor Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan
Sosial Wajib
12. Sektor Jasa Pendidikan
13. Sektor Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial
14. Sektor Jasa lainnya

Shift Share Perhitungan Pergeseran Bersih


Pergeseran bersih (PB) diperoleh dari hasil penjumlahan antara
Industrial Mix Share (IMS) dan Local Share (LS) di setiap sektor perekonomian.
Apabila PB > 0, maka pertumbuhan sektor di Kabupaten Sumba Barat
termasuk dalam kelompok yang progresif (maju). Sedangkan PB<0 artinya
sektor perekonomian di Kabupaten Sumba Barat termasuk kelompok yang
degresif (lamban).
Berdasarkan hasil perhitungan, secara agregat pergeseran bersih di
Kabupaten Sumba Barat menghasilkan nilai negatif, yang turut memberikan
sumbangan terhadap pertumbuhan PDRB pada periode 2010-2014 di
Kabupaten Sumba Barat sebesar -37,29 (milyar rupiah). Hal ini juga
menunjukkan bahwa secara umum, Kabupaten Sumba Barat termasuk
kedalam kelompok daerah yang degresif (lamban).
Ditingkat sektoral, sektor yang memiliki nilai PB > 0 yaitu sektor Industri
Pengolahan, sektor Pengadaan Listrik dan Gas, sektor Konstruksi, sektor
Perdagangan Besar dan Eceran; Reparasi Mobil dan Sepeda Motor, sektor
Transportasi dan Pergudangan, sektor Penyediaan Akomodasi dan Makan

II-137
Minum, sektor Jasa Keuangan dan Asuransi, sektor Real Estate, sektor Jasa
Perusahaan, sektor Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan
Sosial Wajib, dan sektor Jasa Pendidikan.
Sedangkan sektor yang memiliki PB < 0 yaitu sektor Pertanian,
Kehutanan, dan Perikanan, sektor Pertambangan dan Penggalian, sektor
Pengadaan Air, Pengelolaan Sampah, Limbah dan Daur Ulang, sektor
Informasi dan Komunikasi, sektor Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial, dan
sektor Jasa lainnya.
Tabel 2.112.
Pergeseran Bersih
PB
Kategori Lapangan Usaha (milyar
persen
rupiah)
A Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan -36,03 -13,10
B Pertambangan dan Penggalian 0,68 6,97
C Industri Pengolahan -1,06 -6,34
D Pengadaan Listrik dan Gas 0,03 6,10
E Pengadaan Air, Pengelolaan Sampah, 0,00 3,38
Limbah dan Daur Ulang
F Konstruksi 2,79 4,83
G Perdagangan Besar dan Eceran; Reparasi 10,15 6,92
Mobil dan Sepeda Motor
H Transportasi dan Pergudangan -0,67 -3,16
I Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum 0,14 4,79
J Informasi dan Komunikasi -0,89 -1,50
K Jasa Keuangan dan Asuransi 5,32 13,05
L Real Estate -1,16 -4,61
M,N Jasa Perusahaan -0,16 -8,21
O Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan 12,37 8,44
Jaminan Sosial Wajib
P Jasa Pendidikan -8,17 -8,88
Q Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial -1,17 -8,26
R,S,T,U Jasa lainnya -1,79 -8,74
Total -19,62 -8,33
Sumber: BAPPEDA Data diolah, Tahun 2016

II-138
Analisis Kuadran
Dengan melihat besaran IMS dan LS, maka suatu daerah/sektor dapat
dikategorikan menjadi empat kelompok/kuadran. Dengan menggunakan alat
analisa Shift Share, dapat dilihat dari pendekatan IMS dan LS sekaligus.

Gambar 2. 10
Industrial Mix Share (IMS) dan Local Share (LS)
Sektor Ekonomi di Kabupaten Sumba Barat periode 2010-2014
Sumber: Data diolah, 2016

Pada kuadran I (IMS positif dan LS positif), ditempati sektor 2 dan 7,


yaitu:
1. Sektor Pertambangan dan Penggalian
2. Sektor Perdagangan Besar dan Eceran; Reparasi Mobil dan
Sepeda Motor
Pada kuadran ini memberikan pengertian bahwa sektor tersebut memiliki
laju pertumbuhan yang cepat. Sektor tersebut juga mampu bersaing dengan
sektor-sektor perekonomian dari wilayah lain di Nusa Tenggara Timur.
Pada kuadran II (IMS Negatif dan LS Positif), ditempati oleh sektor 5
yaitu:
1. Sektor Pengadaan Air, Pengelolaan Sampah, Limbah dan Daur Ulang

II-139
Sektor ini memberikan pengertian bahwa sektor tersebut mempunyai
kecenderungan sebagai sektor yang tertekan tetapi berpotensi (highly
potential). Kelompok sektor ini memiliki laju pertumbuhan yang lambat tetapi
mempunyai daya saing yang kuat.
Pada kuadran III (IMS Positif dan LS negatif) ditempati oleh sektor 4, 6,
8, 9, 10, 11, 13, 14 dan 15, yaitu :
1. Sektor Pengadaan Listrik dan Gas
2. Sektor Konstruksi
3. Sektor Transportasi dan Pergudangan
4. Sektor Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum
5. Sektor Informasi dan Komunikasi
6. Sektor Jasa Keuangan dan Asuransi
7. Sektor Jasa Perusahaan
8. Sektor Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan
Sosial Wajib
9. Sektor Jasa Pendidikan
Sektor-sektor ini dikategorikan sebagai sektor ekonomi yang memiliki
daya saing yang lemah tetapi laju pertumbuhannya cepat.
Sementara itu, di kuadran IV (IMS negatif dan LS negatif) terdapat sektor
1, 3, 12, 16, dan 17 yaitu :
1. Sektor Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan
2. Sektor Industri Pengolahan
3. Sektor Real Estate
4. Sektor Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial
5. Sektor Jasa lainnya
Hal ini menunjukkan bahwa sektor tersebut dikategorikan sebagai sektor
yang terbelakang dan berdaya saing lemah atau dikategorikan terbelakang
(depressed).
Dari analisa LQ, SS, PB dan Kuadran tersebut di atas, diringkas untuk
mendapatkan gambaran yang lebih jelas mengenai posisi masing-masing

II-140
sektor dilihat dari tingkat basis, kecepatan pertumbuhan, daya saing dan
perkembangannya.
Tabel 2.113.
Ringkasan Hasil Analisa LQ, SS, PB dan Kuadran
Kabupaten Sumba Barat Terhadap
Provinsi Nusa Tenggara Timur
No. Kategori Lapangan Usaha
LQ SS Kua
PB
2010 2014 PGS IMS LS dran
1. A Pertanian, Kehutanan,
0,93 0,93 64,37 -31,92 -4,11 -36,03 IV
dan Perikanan
2. B Pertambangan dan
0,72 0,77 2,27 0,05 0,62 0,68 I
Penggalian
3. C Industri Pengolahan 1,42 1,39 3,90 -0,32 -0,74 -1,06 IV
4. D Pengadaan Listrik dan
0,94 0,81 0,10 0,13 -0,10 0,03 III
Gas
5. E Pengadaan Air,
Pengelolaan Sampah, 0,13 0,13 0,02 -0,00 0,00 0,00 II
Limbah dan Daur Ulang
6. F Konstruksi 0,61 0,62 13,51 3,37 -0,58 2,79 III
7. G Perdagangan Besar
dan Eceran; Reparasi
1,45 1,50 34,36 7,59 2,56 10,15 I
Mobil dan Sepeda
Motor
8. H Transportasi dan
0,46 0,45 4,93 0,44 -1,11 -0,67 III
Pergudangan
9. I Penyediaan Akomodasi
0,55 0,56 0,68 0,15 -0,01 0,14 III
dan Makan Minum
10. J Informasi dan
0,80 0,75 13,90 4,49 -5,38 -0,89 III
Komunikasi
11. K Jasa Keuangan dan
1,37 1,29 9,55 9,86 -4,54 5,32 III
Asuransi
12. L Real Estate 1,02 1,02 5,89 -0,66 -0,50 -1,16 IV
13. M,N Jasa Perusahaan 0,75 0,70 0,47 0,04 -0,20 -0,16 III
14. O Administrasi
Pemerintahan,
1,34 1,36 34,28 12,79 -0,42 12,37 III
Pertahanan dan
Jaminan Sosial Wajib
15. P Jasa Pendidikan 1,15 1,06 21,53 2,95 -11,11 -8,17 III
16. Q Jasa Kesehatan dan
0,71 0,68 3,30 -0,01 -1,16 -1,17 IV
Kegiatan Sosial
17 R,S,T,U Jasa lainnya 0,95 0,96 4,79 -1,72 -0,06 -1,79 IV
Total 217,86 7,23 -26,84 -19,62
Sumber : BAPPEDA Data diolah Tahun 2016
2.4.2. Penataan Wilayah
2.4.2.1. Ketaatan Terhadap RTRW
Selama ini Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten Sumba
Barat telah menjadi pedoman dan acuan diantaranya :

II-141
a. Di dalam pertimbangan dan pedoman pembangunan
b. Di dalam Pedoman dan pertimbangan di dalam penyusunan rencana
kawasan lebih detail dan rinci. Dan sampai saat ini terdapat 4 (empat)
pusat perkotaan yang telah dirinci dalam Rencana Detail Tata Ruang
(RDTR) dan Peraturan Zonasinya, yaitu Kawasan Perkotaan Waikabubak,
Kawasan Perkotaan Wanukaka, Kawasan perkotaan Lamboya dan
Kawasan Perkotaan Nggongi. Namun semua rencana detail tersebut
belum ada yang dilegal standingkan atau ditindak lanjuti menjadi
Peraturan Daerah.
c. Rencana Tata Ruang wilayah Kabupaten Sumba Barat juga menjadi salah
satu acuan dalam penyusunan Rencana Pembangunan Jangka
Menengah Daerah (RPJMD) Kabupaten Sumba Barat.
d. Dalam Hal perijinan sejauh ini telah berjalan dengan baik, dan setiap akan
melakukan proses perijinan selalu mempertimbangkan arahan dari RTRW
sebagai acuan didalam pemberian rekomendasi dan adviceplan.

2.4.2.2. Luas Wilayah Produktif


Wilayah produktif yaitu wilayah yang sangat berpotensi sebagai
penghasil produk seperti pertanian, perkebunan dan lain-lain, di Kabupaten
Sumba Barat luas wilayah produktif dapat dilihat pada tabel berikut.
Tabel 2.114.
Luas Wilayah Produktif Tahun 2011-2015
Kabupaten Sumba Barat
Tahun Luas (Ha)
2011 111.390
2012 114.987
2013 120.589
2014 120.589
Sumber : Kabupaten Sumba Barat Dalam Angka
Tahun 2011-2014

II-142
2.4.2.3. Kawasan Rawan Longsor
Kawasan rawan bencana longsor di Kabupaten Sumba Barat terdapat di
Kecamatan Wanukaka; Kecamatan Laboya Barat; Kecamatan Lamboya,
Kecamatan Kota Waikabubak dan Kecamatan Loli seluas kurang lebih 1.407,9
Ha. Pada lokasi ini sering mengalami gerakan tanah atau longsor terutama
pada musim hujan atau saat gempa bumi terjadi.

2.4.2.4. Luas Wilayah Kebanjiran


Kawasan rawan bencana banjir hampir meliputi seluruh wilayah
sepanjang pinggir sungai yang dapat menimbulkan kerugian bagi masyarakat
yaitu tergenangnya areal pertanian karena terletak di dekat sungai. Kawasan
rawan bencana banjir yang ada di Kabupaten Sumba Barat berada di sekitar
sungai meliputi seluruh wilayah di pinggir sungai antara lain yaitu Sungai
Kadengar di Kecamatan Lamboya, Sungai Loku Bakul di Kecamatan
Wanukaka, Sungai Loko Kalada di Kecamatan Loli, dan Sungai Tabaka Dana di
Kecamatan Kota Waikabubak.

2.4.2.5. Rawan Abrasi pantai


Kabupaten Sumba Barat memiliki panjang garis pantai sekitar kurang
lebih 59 km dan seperti kabupaten lain di Indonesia juga memiliki masalah
dengan ekosistem pantainya terutama dengan masalah abrasi pantai. Kawasan
rawan abrasi pantai di Kabupaten Sumba Barat meliputi Kawasan Pantai Rua,
Pantai Wanukaka dan Pantai Karewe.

2.4.2.6. Luas Wilayah Kekeringan


Di Kabupaten Sumba Barat terdapat beberapa lokasi yang memiliki
potensi rawan bencana, yaitu lokasi yang berada di sekitar daerah aliran sungai
antara lain wilayah Kadengara, Lahi Kaninu dan wilayah pesisir antara lain
Waihura, Rua, Kkere Wei, marosi dan Mambang. Selain itu, potensi bencana
yang diperkirakan dapat terjadi antara lain : bencana kekeringan akibat musim
kemarau yang panjang diikuti munculnya berbagai penyakit antara lain : busung
lapar, kekurangan gizi, diare, dan penyakit tanaman yang dapat menurunkan

II-143
produksi pertanian serta berbagai jenis penyakit ternak yang dapat
mempengaruhi produktivitas ternak dan menimbulkan masalah kesehatan pada
manusia. Untuk mengatasi potensi bencana tersebut, ada berbagai kegiatan
yang dilakukan pemerintah daerah, yakni sosialisasi kepada masyarakat untuk
mencegah dan menanggulangi kemungkinan bencana alam dengan
membentuk tim reaksi cepat penanggulangan bencana alam, yang juga telah
melaksanakan upaya sosialisasi di tingkat kecamatan.

2.4.2.7. Luas Wilayah Perkotaan


Luas Wilayah Perkotaan Kabupaten Sumba Barat yaitu :
1. Perkotaan Waikabubak dengan luas 2.633,76 Ha
2. Perkotaan Lamboya dengan luas 231,52 Ha
3. Perkotaan Doka Kaka, dengan luas 1.666 Ha
4. Perkotaan Malata, dengan luas 1.796 Ha
5. Perkotaan Taramanu, dengan luas 800 Ha
6. Perkotaan Gaura, dengan luas 170 Ha

2.4.3. Fokus Iklim Berinvestasi


2.4.3.1. Kemudahan Perizinan
Investasi yang akan masuk ke suatu daerah bergantung kepada daya
saing investasi yang dimiliki oleh daerah yang bersangkutan. Daya saing
investasi suatu daerah tidak terjadi dengan serta merta.
Pembentukan daya saing investasi, berlangsung secara terus menerus
dari waktu ke waktu dan dipengaruhi oleh banyak faktor, salah satunya
kemudahan perijinan.
Kemudahan perijinan adalah proses pengurusan perijinan yang terkait
dengan persoalan investasi relatif sangat mudah dan tidak memerlukan waktu
yang lama. Lama proses perijinan merupakan rata-rata waktu yang dibutuhkan
untuk memperoleh suatu perijinan (dalam hari). Untuk lebih jelasnya tentang
gambaran umum perijinan di Kabupaten Sumba Barat dapat dilihat pada tabel
di bawah ini.

II-144
Tabel 2.115.
Lama Proses Perijinan
Tahun 2011 s.d 2015
Kabupaten Sumba Barat
No Uraian 2011 2012 2013 2014 2015
1 Izin Usaha - 147 135 217 255
2 Data badan usaha 372
3 Tanda daftar usaha - 65 70 131 152
Sumber : KPPTSP Tahun 2016

2.4.3.2. Penegakan Peraturan Daerah (PERDA) yang Mendukung Iklim


Usaha
Perda merupakan sebuah instrumen kebijakan daerah yang sifatnya
formal, melalui perda inilah dapat diindikasikan adanya insentif maupun
disinsentif sebuah kebijakan di daerah terhadap aktivitas perekonomian. Perda
yang mendukung iklim usaha dibatasi yaitu perda terkait dengan perizinan,
perda terkait dengan lalu lintas barang dan jasa, serta perda terkait dengan
ketenagakerjaan.
Berikut gambaran umum penegakan peraturan daerah di Kabupaten
Sumba Barat.
Tabel 2.116.
Jumlah Penegakan Perda
Tahun 2011 s.d 2015
Kabupaten Sumba Barat
No Uraian 2011 2012 2013 2014 2015
1 Penegakan PERDA - - 4 4 5
Sumber : Kantor Satuan Polisi Pamong Praja Tahun 2016

2.4.3.3. Status Desa (Prosentase desa berstatus swasembada terhadap


total desa)
Pembangunan desa dalam jangka panjang ditujukan untuk memperkuat
dasar-dasar sosial ekonomi pedesaan yang memiliki hubungan fungsional yang
kuat dan mendasar dengan kota-kota dan wilayah di sekitarnya. Pembangunan
desa dan pembangunan sektor yang lain di setiap pedesaan akan
mempercepat pertumbuhan desa menjadi desa swasembada yang memiliki
ketahanan di segala bidang dan dengan demikian dapat mendukung

II-145
pemantapan ketahanan nasional. Dalam rangka mencapai tujuan itu
pembangunan desa diarahkan untuk mengembangkan sumber daya
manusianya yang merupakan bagian terbesar penduduk Indonesia, dengan
meningkatkan kualitas hidup, kemampuan, keterampilan dan prakarsanya,
dalam memanfaatkan berbagai potensi desa maupun peluang yang ada untuk
berkembang.
Berdasarkan kriteria status, desa/kelurahan diklasifikasikan menjadi 3
(tiga), yakni desa swadaya (tradisional); desa swakarya (transisional); dan desa
swasembada (berkembang). Pengertian masing-masing klasifikasi desa
tersebut adalah sebagai berikut :
1. Desa Terbelakang atau Desa Swadaya
Desa terbelakang adalah desa yang kekurangan sumber daya manusia
atau tenaga kerja dan juga kekurangan dana sehingga tidak mampu
memanfaatkan potensi yang ada di desanya. Biasanya desa terbelakang
berada di wilayah yang terpencil jauh dari kota, taraf berkehidupan miskin
dan tradisional serta tidak memiliki sarana dan prasarana penunjang yang
mencukupi.
2. Desa Sedang Berkembang atau Desa Swakarsa
Desa sedang berkembang adalah desa yang mulai menggunakan dan
memanfaatkan potensi fisik dan nonfisik yang dimilikinya tetapi masih
kekurangan sumber keuangan atau dana. Desa swakarsa belum banyak
memiliki sarana dan prasarana desa yang biasanya terletak di daerah
peralihan desa terpencil dan kota. Masyarakat pedesaan swakarsa masih
sedikit yang berpendidikan tinggi dan tidak bermata pencaharian utama
sebagai petani di pertanian saja serta banyak mengerjakan sesuatu
secara gotong royong.
3. Desa Maju atau Desa Swasembada
Desa maju adalah desa yang berkecukupan dalam hal sumber daya
manusia dan juga dalam hal dana modal sehingga sudah dapat
memanfaatkan dan menggunakan segala potensi fisik dan non fisik desa
secara maksimal. Kehidupan desa swasembada sudah mirip kota yang

II-146
modern dengan pekerjaan mata pencarian yang beraneka ragam serta
sarana dan prasarana yang cukup lengkap untuk menunjang kehidupan
masyarakat pedesaan maju.
Dalam upaya peningkatan daya saing daerah salah satu potensi yang
perlu dikembangkan adalah melalui peningkatan dan percepatan pertumbuhan
status desa menjadi desa swasembada. Indikator peningkatan daya saing
terkait pertumbuhan desa swasembada dapat dilihat dari persentase
desa/kelurahan berstatus swasembada terhadap total desa/kelurahan.
Berikut gambaran status desa di Kabupaten Sumba Barat dalam kurun
waktu 4 tahun terakhir.
Tabel 2.117.
Jumlah Desa Swasembada
Tahun 2011 s.d 2014
Kabupaten Sumba Barat
No Uraian 2011 2012 2013 2014 2015
1 Jumlah Desa Swadaya 9 9 1 - 1
2 Jumlah Desa Swakarsa 64 64 72 72 72
3 Jumlah Desa Swasembada - - - - -
4 Jumlah Desa Keseluruhan 74 74 74 74 74
5 Prosentase Desa berstatus swasembada - - - - -
Sumber : Badan Pemberdayaan Masyarakat Desa Tahun 2016

2.4.3.4. Fasilitas Bank dan Non Bank


Fasilitas bank dan non bank diukur dengan jenis dan jumlah bank dan
cabang-cabangnya, dan jenis dan jumlah perusahaan asuransi dan cabang-
cabangnya.
Bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat
dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam
bentuk kredit dan atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf
hidup rakyat banyak. Menurut fungsinya, bank dibagi menjadi bank umum dan
bank perkreditan rakyat.
Bank Umum adalah bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara
konvensional dan atau berdasarkan Prinsip Syariah yang dalam kegiatannya
memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran.

II-147
Bank Perkreditan Rakyat adalah bank yang melaksanakan kegiatan
usaha secara konvensional atau berdasarkan Prinsip Syariah yang dalam
kegiatannya tidak memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran.
Untuk lebih jelasnya tentang jumlah bank di Kabupaten Sumba Barat
dalam kurn waktu 5 tahun terakhir dapat dilihat pada tabel di bawah ini
Tabel 2.118.
Jumlah Bank dan Cabangnya
Tahun 2011 s.d 2015 Kabupaten Sumba Barat
No Tahun Unit
1 2011 4
2 2012 5
3 2013 7
4 2014 7
5 2015 8
Sumber : BAPPEDA Tahun 2016

2.4.4. Fokus Sumber Daya Manusia


Peningkatan kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) merupakan kunci
keberhasilan pembangunan nasional dan daerah. Hal ini dapat disadari oleh
karena manusia sebagai subyek dan obyek dalam pembangunan. Mengingat
hal tersebut, maka pembangunan SDM diarahkan agar benar-benar mampu
dan memiliki etos kerja yang produktif, terampil, kreatif, disiplin dan profesional.
Disamping itu juga mampu memanfaatkan, mengembangkan dan menguasai
ilmu dan teknologi yang inovatif dalam rangka memacu pelaksanaan
pembangunan nasional.
Kualitas sumber daya manusia juga memiliki peranan penting dalam
meningkatkan daya saing daerah dan perkembangan investasi di daerah.
Indikator kualitas sumber daya manusia dalam rangka peningkatan daya saing
daerah dapat dilihat dari kualitas tenaga kerja dan tingkat ketergantungan
penduduk untuk melihat sejauh mana beban ketergantungan penduduk.

2.4.4.1. Kualitas Tenaga Kerja (Rasio Lulus S1/S2/S3)


Salah satu faktor penting yang tidak dapat diabaikan dalam kerangka
pembangunan daerah adalah menyangkut kualitas sumber daya manusia

II-148
(SDM). Kualitas SDM ini berkaitan erat dengan kualitas tenaga kerja yang
tersedia untuk mengisi kesempatan kerja di dalam negeri dan di luar negeri.
Kualitas tenaga kerja di suatu wilayah sangat ditentukan oleh tingkat
pendidikan. Artinya semakin tinggi tingkat pendidikan yang ditamatkan
penduduk suatu wilayah maka semakin baik kualitas tenaga kerjanya. Kualitas
tenaga kerja pada suatu daerah dapat dilihat dari tingkat pendidikan penduduk
yang telah menyelesaiakan S1, S2 dan S3.
Rasio lulusan S1/S2/S3 adalah jumlah lulusan S1/S2/S3 per 10.000
penduduk, untuk lebih jelasnya tentang rasio lulus S1/S2/S3 di Kabupaten
Sumba Barat dapat dilihat pada tabel di bawah ini.
Tabel 2.119.
Rasio Lulusan S1/S2/S3
Tahun 2011 s.d 2015
Kabupaten Sumba Barat
No Uraian 2011 2012 2013 2014 2015
1 Jumlah Lulusan S1 2.898 3.276 4.048 4.191 4.262
2 Jumlah Lulusan S2 58 79 87 89 92
3 Jumlah Lulusan S3 - -
4 Jumlah Total (S1/S2/S3) 2.956 3.355 4.135 4.280 4.354
5 Jumlah Penduduk 113.189 116.621 117.787 119.907 121.921
6 Rasio Lulusan (S1/S2/S3) 261 287 351 356 357
Sumber : Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga Tahun 2016

2.4.4.2. Tingkat Ketergantungan


Rasio ketergantungan digunakan untuk mengukur besarnya beban yang
harus ditanggung oleh setiap penduduk berusia produktif terhadap penduduk
yang tidak produktif.
Penduduk muda berusia dibawah 15 tahun umumnya dianggap sebagai
penduduk yang belum produktif karena secara ekonomis masih tergantung
pada orang tua atau orang lain yang menanggungnya. Selain itu, penduduk
berusia diatas 65 tahun juga dianggap tidak produktif lagi sesudah melewati
masa pensiun. Penduduk usia 15-64 tahun, adalah penduduk usia kerja yang
dianggap sudah produktif. Atas dasar konsep ini dapat digambarkan berapa
besar jumlah penduduk yang tergantung pada penduduk usia kerja. Meskipun

II-149
tidak terlalu akurat, rasio ketergantungan semacam ini memberikan gambaran
ekonomis penduduk dari sisi demografi.
Rasio ketergantungan (dependency ratio) dapat digunakan sebagai
indikator yang secara kasar dapat menunjukkan keadaan ekonomi suatu
negara apakah tergolong negara maju atau negara yang sedang berkembang.
Dependency ratio merupakan salah satu indikator demografi yang penting.
Semakin tingginya persentase dependency ratio menunjukkan semakin
tingginya beban yang harus ditanggung penduduk yang produktif untuk
membiayai hidup penduduk yang belum produktif dan tidak produktif lagi.
Sedangkan persentase dependency ratio yang semakin rendah menunjukkan
semakin rendahnya beban yang ditanggung penduduk yang produktif untuk
membiayai penduduk yang belum produktif dan tidak produktif lagi.
Rasio ketergantungan adalah perbandingan jumlah penduduk usia <15
tahun dan >64 tahun terhadap jumlah penduduk usia 15-64 tahun, untuk lebih
jelasnya tentang gambaran umum tingkat ketergantungan di Kabupaten Sumba
Barat dapat dilihat pada tabel sebagai berikut.
Tabel 2.120.
Rasio Ketergantungan
Tahun 2011 s.d 2014
Kabupaten Sumba Barat
No Uraian 2011 2012 2013 2014 2015
1 Jumlah Penduduk Usia < 15 Tahun 46.423 46.994 46.317 46.782 47.947
2 Jumlah Penduduk Usia > 64 Tahun 5.053 4.466 4.603 4.698 4.774
3 Jumlah Penduduk Usia Tidak Produktif 51.476 51.460 50.920 51.480 52.721
4 Jumlah Penduduk Usia 15-64 Tahun 61.710 65.161 66.867 68.427 69.200
5 Rasio Ketergantungan 0,8 0,7 0,7 0,7 0,7
Sumber : Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil, diolah Th. 2016

II-150
Tabel 2.121.
Hasil Analisis Gambaran Umum Kondisi Daerah Terhadap Capaian Kinerja Penyelenggaraan Urusan Pemerintahan
Kabupaten Sumba Barat
ASPEK/FOKUS/BIDANG
Capaian kinerja Interpretasi belum
URUSAN/ INDIKATOR
No. Standar tercapai (<) sesuai (=)
KINERJA PEMBANGUNAN
melampaui (>)
DAERAH 2011 2012 2013 2014 2015
1 Kesejahteraan Masyarakat
1.1 Kesejahteraan dan Pemerataan Ekonomi
1.1.1 Otonomi Daerah, Pemerintahan Umum, Administrasi Keuangan Daerah, Perangkat Daerah, Kepegawaian dan Persandian
PDRB Per kapita (ADHK)
1.1.1.1 975,76 1.024,89 1.077,82 1.129,10
(Rp)
PDRB Per kapita (ADHB)
1.1.1.2 1.040,99 1.164,08 1.313,73 1.467,87
(Rp)
Laju dan pertumbuhan
1.1.1.3 4,82% 5,03% 5,17% 4,76%
ekonomi (%)
1.1.1.4 Pendapatan per kapita (Rp) 1.040,99 1.164,08 1.313,73 1.467,87
1.1.1.5 Tingkat inflasi (%) 6,68 6,47 7,31 6,66
1.1.1.6 ICOR 0,22 0,48 0,34 0,61
1.1.1.7 Rasio Indeks Gini 0,36 0,36 0,35 0,36 0,34
Indeks Ketimpangan
1.1.1.8
Williamson
1.2 Kesejahteraan Sosial
Indeks Pembangunan
1.2.1 63,85 64,88 65,49 66,51
Manusia
1.2.2 Angka Harapan Hidup (tahun) 65 65,75 65,85 66
1.2.3 Angka Melek Huruf (%) 81,44 81,88 82,16 82,81
Rata-rata lama sekolah
1.2.4 6,42 6,54 6,64 6,74
(Tahun)
Pengeluaran per kapita (Ribu
1.2.5 612,59 615,31 620,15 623,39
Rp)
1.2.6 Pendidikan
1.2.6.1 Angka melek huruf (%) 19,68 18,15 16,63 15,1 82,81

II-151
ASPEK/FOKUS/BIDANG
Capaian kinerja Interpretasi belum
URUSAN/ INDIKATOR
No. Standar tercapai (<) sesuai (=)
KINERJA PEMBANGUNAN
melampaui (>)
DAERAH 2011 2012 2013 2014 2015
Angka rata-rata lama sekolah
1.2.6.2 6,42 6,44 6,62 6,64 6,38
(%)
1.2.6.3 Angka Partisipasi Murni (APM)
Angka Partisipasi Murni
1.2.6.3.1 93,46 95,36 94,36 95 95,04
(APM) SD/MI/Paket A
Angka Partisipasi Murni
1.2.6.3.2 56,05 39,26 59,86 73,82 75,32
(APM) SMP/MTs/Paket B
Angka Partisipasi Murni
1.2.6.3.3 35,01 43,25 46,3 62,53 72,06
(APM) SMA/SMK/MA/Paket C
1.2.6.4 Angka partisipasi kasar
1.2.6.4.1 SD/Sederajat 129 115 145 121 116,47
1.2.6.4.2 SMP/Sederajat 91 85 99 88 100,89
1.2.6.4.3 SMA/Sederajat 74 87 73 73 69,06
1.2.6.5 Angka Pendidikan yang ditamatkan
1.2.6.5.1 Tidak Sekolah 48,1 40,34 48,54 47,89 34,73
1.2.6.5.2 Belum tamat SD/Sederajat
1.2.6.5.3 SD/Sederajat 23,81 26,7 21,19 24,51 28,23
1.2.6.5.4 SMP/Sederajat 11,18 14,18 11,66 12,92 15,58
1.2.6.5.5 SMA/Sederajat 11,89 13,72 13,24 12,06 17,18
1.2.6.5.6 D-I/D-II 0,69 0,69 0,44 0,18 0,28
1.2.6.5.7 Akademi/D-III/Sarjana Muda 1,19 1,79 1,15 0,23 1,17
1.2.6.5.8 D-IV/Strata-I 3,14 2,58 3,79 2,19 2,84
1.2.6.5.9 Strata-II/III 3,14 2,58 3,79 2,19 2,84
1.2.7 Kesehatan
1.2.7.1 Angka Kematian Ibu, Bayi dan Balita
1.2.4.7.1 Ibu 2 3 4 4
1.2.4.7.2 Bayi 4 3 5 7

II-152
ASPEK/FOKUS/BIDANG
Capaian kinerja Interpretasi belum
URUSAN/ INDIKATOR
No. Standar tercapai (<) sesuai (=)
KINERJA PEMBANGUNAN
melampaui (>)
DAERAH 2011 2012 2013 2014 2015
1.2.4.7.3 Balita 3 7 11 4
1.2.7.2 Angka umur kematian Neonatus
1.2.7.2.1 Umur < 1 minggu
1.2.7.2.2 Umur 1 minggu – 1 bulan
Angka ibu hamil mengalami
1.2.7.2.3
KEK
1.2.7.2.4 Angka Usia Harapan Hidup 65,75 65,85 66 66,05
Persentase balita gizi buruk
1.2.7.2.5 5,44 4,2 3,6 2,07
(%)
1.2.7.3 Jaminan Pemeliharaan Kesehatan Masyarakat Miskin
1.2.7.3.1 Jamkesmas 77,2 75,71 67,77 - 67,1
1.2.7.3.2 Jamkesda - - 9,86 - 9,76
1.2.7.3.3 JPK Jamsostek - - - - -
1.2.7.3.4 Tunjangan Perusahaan - - - - -
1.2.7.3.5 JPK PNS/Veteran/Pensiunan 4,59 4,5 1,65 - 8,95
1.2.7.3.6 Asuransi Kesehatan Swasta - - - - -
JPK MM/Kartu Sehat/JPK
1.2.7.3.7 87,3 97,19 - - -
Gakin/ Kartu Miskin
1.2.7.3.8 Dana Sehat - - - - -
1.2.7.3.9 JPKM/JPK Lain 10,36 10,16 - - -
1.2.7.4 Ketenagakerjaan 81.231 85.294 95.170 99.340 99.449
1.2.7.4.1 Rasio penduduk yang bekerja
Tingkat partisipasi angkatan
1.2.7.4.2 72,83 72,8 72,76 69,09 67,17
kerja
1.3 Seni Budaya dan Olahraga
1.3.1 Pemuda dan Olahraga
1.3.1.1 Jumlah cabang olahraga

II-153
ASPEK/FOKUS/BIDANG
Capaian kinerja Interpretasi belum
URUSAN/ INDIKATOR
No. Standar tercapai (<) sesuai (=)
KINERJA PEMBANGUNAN
melampaui (>)
DAERAH 2011 2012 2013 2014 2015
1.3.1.2 Lapangan olahraga 2 2 2 6 6
1.3.1.3 Jumlah Kampung Situs (Unit) - - - 25 25
1.3.1.4 Jumlah Grup Kesenian
2 Pelayanan Umum
2.1 Layanan Urusan Wajib
2.1.1 Pendidikan
2.1.1.1 Pendidikan dasar
2.1.1.1.1 Angka partisipasi sekolah
a. SD/Sederajat 24.253 24.390 24.052 24.533 24.027
b. SMP/Sederajat 6.375 6.838 7.429 8.269 9.071
c. SMA/Sederajat
2.1.1.1.2 Rasio ketersediaan sekolah/penduduk usia sekolah
87 91 92 92 92
a.SD/MI unit/24.253 unit/24.390 unit/24.052 unit/24.533 unit/24.027
murid murid murid murid murid
33 36 37
37 unit/8.269 38 unit/9.071
b.SMP/MTs unit/6.375 unit/6.838 unit/7.429
murid murid
murid murid murid
2.1.1.1.3 Rasio guru/murid
a.SD/MI 431 458 440 511 505
b.SMP/MTs 762 761 870 750 750
2.1.1.2 Pendidikan menengah
Rasio ketersediaan sekolah
2.1.1.2.1 terhadap penduduk usia
sekolah (SMA/SMK/MA)
2.1.1.2.2 Rasio guru terhadap murid
2.1.1.3 Angka Putus Sekolah

II-154
ASPEK/FOKUS/BIDANG
Capaian kinerja Interpretasi belum
URUSAN/ INDIKATOR
No. Standar tercapai (<) sesuai (=)
KINERJA PEMBANGUNAN
melampaui (>)
DAERAH 2011 2012 2013 2014 2015
Angka Putus Sekolah (APS)
2.1.1.3.1 26 13 6 0 0
SD/MI
Angka Putus Sekolah (APS)
2.1.1.3.2 34 21 12 6 4
SMP/MTs
Angka Putus Sekolah (APS)
2.1.1.3.3 12 8 6 4 2
SMA/Ma
2.1.1.4 Angka Kelulusan
2.1.1.4.1 Angka Kelulusan (AL) SD/MI 2.504 2.775 3.136 3.339 -
Angka Kelulusan (AL)
2.1.1.4.2 1.815 1.943 2.136 2.374 -
SMP/MTs
Angka Kelulusan (AL)
2.1.1.4.3 756 1.106 1.435 1.457 -
SMA/SMk/MA
2.1.2 Kesehatan
Rasio posyandu per satuan
2.1.2.1 - - - 1:41 1:18
balita
Rasio
2.1.2.2 1,582 1,46 1,45 1,47 1,50
puskesmas/poliklinik/pustu
Rasio Rumah Sakit per
2.1.2.3 1 : 56.594 1 : 58.310 1:58.893 1:59.953 1:60.960
satuan penduduk
Rasio dokter per satuan 2,42291666 2,65347222 2,52013888
2.1.2.4 2,420138889 2,961111111
penduduk 7 2 9
Rasio tenaga medis per 0,37013888 0,31319444
2.1.2.5 0,45 0,30625 0,310416667
satuan penduduk 9 4
2.1.3 Pekerjaan Umum
2.1.3.1 Jalan
Proporsi panjang jaringan
2.1.3.1.1 158,52 157,37 145,07 136,95 120,74
jalan dalam kondisi baik (%)
Panjang jalan dalam kondisi
2.1.3.1.2 135,43 153,5 151,9 147,17 213,16
sedang (Km)
Panjang jaringan jalan dalam
2.1.3.1.3 108,82 117,53 125,07 139,62 164,09
kondisi rusak (Km)

II-155
ASPEK/FOKUS/BIDANG
Capaian kinerja Interpretasi belum
URUSAN/ INDIKATOR
No. Standar tercapai (<) sesuai (=)
KINERJA PEMBANGUNAN
melampaui (>)
DAERAH 2011 2012 2013 2014 2015
Panjang jaringan jalan dalam
2.1.3.1.4 131,54 105,96 112,31 110,61 120,67
kondisi rusak berat (Km)
Panjang jaringan jalan
menurut pemerintahan yang
2.1.3.1.5 15 15 15 15 15
berwenang - Jalan Negara
(Km)
Panjang jarngan jalan
menurut pemerintahan yang
2.1.3.1.6 74,54 74,54 74,54 74,54 74,54
berwenang - Jalan Provinsi
(Km)
Panjang jarngan jalan
menurut pemerintahan yang
2.1.3.1.7 444,81 444, 81 444, 81 444, 81 444, 81
berwenang - Jalan
Kabupaten (Km)
Panjang jalan menurut jenis
2.1.3.1.8 338,44 345,73 345,03 378,01 384.71
permukaan - Aspal (Km)
Panjang jalan Menurut Jenis
2.1.3.1.9 180,74 181,09 182,09 150,14 144,14
Permukaan - Kerikil (Km)
Panjang jalan Menurut Jenis
2.1.3.1.10 10,17 7.1 6,8 6,2 5,5
Permukaan- Tanah (Km)
Panjang jalan dilalui roda 4
2.1.3.1.11 534,35 534,35 534,35 534,35 534,35
(Km)
Panjang jalan kabupaten
2.1.3.1.12 dalam kondisi baik 519,18 526,82 527,12 528,15 528,85
(>40km/jam)
Panjang jalan yang memiliki
trotoar dan drainase/saluran
2.1.3.1.13 3,6 4,2 5,3 6 6,7
pembuangan air (minimal 1,5
meter)
Rasio panjang jalan per 0,08541666
2.1.3.1.14 1:34 1:58 0,088888889 0,091666667
jumlah kendaraan 7
2.1.3.2 Rasio jaringan irigasi
2.1.3.3 Banyaknya pelanggan PDAM 28

II-156
ASPEK/FOKUS/BIDANG
Capaian kinerja Interpretasi belum
URUSAN/ INDIKATOR
No. Standar tercapai (<) sesuai (=)
KINERJA PEMBANGUNAN
melampaui (>)
DAERAH 2011 2012 2013 2014 2015
Persentase cakupan air
2.1.3.4
bersih perdesaan
2.1.4 Perencanaan Pembangunan
Tersedianya dokumen
perencanaan RPJPD yang
2.1.4.1
telah ditetapkan dengan
Perda
Tersedianya dokumen
perencanaan RPJMD yang
2.1.4.2
telah ditetapkan dengan
Perda/Perbup
Tersedianya dokumen
perencanaan RKPD yang
2.1.4.3
telah ditetapkan dengan
Perbup
Penjabaran program RPJMD
2.1.4.4
kedalam RKPD
2.1.5 Perhubungan
Jumlah arus penumpang
2.1.5.1 1.897 1.966 1.672 1.844 1.465
angkutan umum
Jumlah pelabuhan
2.1.5.2
laut/udara/terminal bus
Rasio panjang jalan per 0,08541666
2.1.5.3 1:34 1:58 0,088888889 0,091666667
jumlah kendaraan 7
Jumlah arus penumpang
2.1.5.4
angkutan umum
Jumlah pelabuhan
2.1.5.5
laut/udara/terminal bis
2.1.5.6 Jumlah pelabuhan laut
2.1.5.7 Jumlah pelabuhan udara
2.1.5.8 Jumlah terminal bis 1 1 1 1 1

II-157
ASPEK/FOKUS/BIDANG
Capaian kinerja Interpretasi belum
URUSAN/ INDIKATOR
No. Standar tercapai (<) sesuai (=)
KINERJA PEMBANGUNAN
melampaui (>)
DAERAH 2011 2012 2013 2014 2015
2.1.5.9 Jumlah angkutan orang dan barang
2.1.5.9.1 Jumlah Angkutan Orang 158 206 254 164 154
2.1.5.9.2 Jumlah Angkutan Barang 533 532 293 567 588
Jumlah orang/barang melalui
2.1.5.10
dermaga/bandara/terminal
2.1.5.13 Terminal
a.Jumlah Penumpang Datang 1.897 1.966 1.672 1.844 1.465
b.Jumlah Penumpang
1.642 1.360 877 1.830 976
Berangkat
2.1.6 Lingkungan Hidup
Persentase penduduk
2.1.6.1 2,78 3,28 38 - 94
berakses air minum
2.1.6.2 Persampahan
Jumlah sampah yang
2.1.6.2.1 40 40 50 55 55
ditangani (%)
Jumlah volume timbulan
2.1.6.2.2 4.563 5018 5475 5932 6388
sampah (m3)
Jumlah Penduduk yang
2.1.6.2.3 dilayani kegiatan 45.275 46.499 47.115 47.963 48.809
pengangkutan sampah (jiwa)
Kapasitas Kendaraan
2.1.6.2.4 25 25 25 30 30
Pengangkutan Sampah (m3)
2.1.6.2.5 Jumlah Truk Sampah (unit) 5 5 5 6 6
2.1.6.2.6 Motor Sampah (unit) 20 20 20
2.1.6.2.7 Kualitas penanganan 7 7 7 7 7
Lama Timbulan Sampah
2.1.6.2.8 2 2 2 2 2
(hari)
2.1.9 Pertanahan
Banyak Sertifikat yang
2.1.9.1 17.593 19.394 20.903 21.562 24.431
dikeluarkan Menurut Jenis

II-158
ASPEK/FOKUS/BIDANG
Capaian kinerja Interpretasi belum
URUSAN/ INDIKATOR
No. Standar tercapai (<) sesuai (=)
KINERJA PEMBANGUNAN
melampaui (>)
DAERAH 2011 2012 2013 2014 2015
Hak Atas Tanah (Hak Milik)

Banyak Sertifikat yang


2.1.9.2 dikeluarkan Menurut Jenis 530 530 530 533 533
Hak Atas Tanah (HGB)
Banyak Sertifikat yang
2.1.9.3 dikeluarkan Menurut Jenis 1 1 1 1 1
Hak Atas Tanah (HGU)
Banyak Sertifikat yang
2.1.9.4 dikeluarkan Menurut Jenis 549 554 564 567 570
Hak Atas Tanah (Hak Pakai)
2.1.7 Kependudukan dan Catatan Sipil
Rasio penduduk ber-KTP per
2.1.7.1 16,22 25,77 26,91 51,55 54,88
satuan penduduk
Rasio pasangan berakte
2.1.7.2 1,67 1,89 2,24 2,31 2,34
nikah
2.1.7.3 Kepemilikan KTP non elektrik 7.983 20.215 23.536 - -
Kepemilikan akte kelahiran
2.1.7.4 115 219 241 249 250
per 1000 penduduk
Penerapan KTP Nasional
2.1.7.5 7.983 10.215 23.536 46.430 50.135
berbasis NIK
2.1.8 Pemberdayaan Perempuan
Persentase partisipasi
2.1.8.1 perempuan di lembaga 179 215 244 278 305
pemerintah
Partisipasi perempuan di
2.1.8.2 26.816 27.302 27.519 28.715 29.671
lembaga swasta (Jiwa)
2.1.8.3 Rasio KDRT (Kasus) 51 65 61 53 59
Persentase jumlah tenaga
2.1.8.4 12,75 12,63 12,1 12,05 12,01
kerja dibawah umur (%)
Partisipasi angkatan kerja
2.1.8.5 42.449 44.317 42.469 46.712 48.540
perempuan

II-159
ASPEK/FOKUS/BIDANG
Capaian kinerja Interpretasi belum
URUSAN/ INDIKATOR
No. Standar tercapai (<) sesuai (=)
KINERJA PEMBANGUNAN
melampaui (>)
DAERAH 2011 2012 2013 2014 2015
Penyelesaian pengaduan
2.1.8.6 perlindungan perempuan dan 1 1 1 2 2
anak dari tindakan kekerasan
Jumlah perkara yang
diputuskan pengadilan
dengan dasar perundang-
2.1.8.7 - - 1 - -
undangan yang berkaitan
dengan kekerasan terhadap
perempuan dan anak
Jumlah perkara kekerasan
2.1.8.8 terhadap perempuan dan - - 1 - -
anak yang disidangkan
Jumlah perempuan dan anak
2.1.8.9 korban kekerasan yang 67 69 62 53 59
tercatat di UPT
2.1.10 Keluarga Berencana dan Keluarga Sejahtera
Rata-rata jumlah anak per
2.1.10.1 3 3 3 3 3
keluarga
2.1.10.2 Rasio akseptor KB 75,59 60,85 6.434,00 47,07 55,62
Keluarga Pra Sejahtera dan
2.1.10.3 20.838 20.228 21.258 21.260 19.281
Keluarga Sejahtera I
Jumlah PUS yang tidak ber
2.1.10.4 5.967 8.096 6.999 10.738 7.015
KB
Jumlah keluarga anggota
2.1.10.5 315 380 410 120 135
BKB peserta KB
Jumlah keluarga anggota
2.1.10.6 115 372 395 109 172
BKB berstatus PUS
2.1.10.7 Jumlah desa dan kelurahan 63 74 74 74 74
2.1.10.8 Jumlah pelayanan KB - - - - -
Jumlah materi kegiatan
2.1.10.9 - - - - -
kelompok BKB
2.1.10.10 Jumlah kader BKB terlatih - - - - -

II-160
ASPEK/FOKUS/BIDANG
Capaian kinerja Interpretasi belum
URUSAN/ INDIKATOR
No. Standar tercapai (<) sesuai (=)
KINERJA PEMBANGUNAN
melampaui (>)
DAERAH 2011 2012 2013 2014 2015
2.1.10.11 Jumlah kegiatan BKB 12 12 12 12 12
2.1.10.12 Jumlah kelompok BKB - 38 41 6 8
Jumlah pertemuan kelompok
2.1.10.13 - 456 492 72 -
BKB
2.1.10.14 Jumlah PLKB/PKB 17 17 17 17 23
2.1.10.15 Jumlah PPKBD 63 74 74 74 74
Jumlah penyedian alat dan
2.1.10.16 - - - - -
kontrasepsi
2.1.10.17 Jumlah PPM PB 4.775 3.420 3.390 3.940 2.117
2.1.10.18 Jumlah PPM PA 15.822 15.822 13.248 12.897 -
2.1.10.19 Jumlah peserta PUS - - - - -
2.1.10.20 Jumlah peserta KB Mandiri - - - - -
2.1.10.21 Cakupan peserta KB aktif 12.235 11.593 12.626 9.550 8.793
2.1.11 Sosial
2.1.11.1 Angka kriminalitas (%) 0,32% 0,32% 0,29% 0,30% 0,30%
Penyandang masalah
2.1.11.2 kesejahteraan sosial dan
kriminalitas
Sarana sosial seperti panti
2.1.11.3 asuhan, panti jompo dan panti 8 8 8 9 9
rehabilitasi (unit)
Persentase penduduk diatas
2.1.11.4 29,84 29,84 29,84 29,84 29,84
garis kemiskinan (%)
2.1.11.5 Anak balita terlantar - - 2 2 2
2.1.11.6 Anak terlantar 198 212 215 297 239
Anak berhadapan dengan
2.1.11.7 - - 5 9 18
hukum
2.1.11.8 Anak jalanan - - - - -
2.1.11.9 Lanjut usia terlantar 40 60 60 40 50

II-161
ASPEK/FOKUS/BIDANG
Capaian kinerja Interpretasi belum
URUSAN/ INDIKATOR
No. Standar tercapai (<) sesuai (=)
KINERJA PEMBANGUNAN
melampaui (>)
DAERAH 2011 2012 2013 2014 2015
2.1.11.10 Wanita rawan sosial ekonomi - - 169 450 25
RTSM/ Kepala Keluarga
2.1.11.11 3571 - - 17.066
Miskin
2.1.11.12 Rumah tidak layak huni 7112 6920 6015 5472 4670
Keluarga bermasalah sosial
2.1.11.13 - - - - -
psikologi
2.1.11.14 Korban bencana alam 30 98 68 77 63
2.1.11.15 Komunitas adat terpencil 50 50 50 60 50
2.1.11.16 Korban bencana sosial - - - - -
2.1.11.17 Pekerja migran terlantar - - - - -
2.1.11.19 Penyandang HIV/AIDS - - - - 3
2.1.11.20 Jumlah RT Miskin (Jiwa) 2013 2014
2.1.11.21 Jumlah Penduduk (Jiwa) 16.650 17.066
2.1.11.22 Prosentase Penduduk Miskin 117.787 119.907
2.1.11.23 Jumlah Desa Swadaya 9 9 1 - 1
2.1.11.24 Jumlah Desa Swakarsa 64 64 72 72 72
2.1.11.25 Jumlah Desa Swasembada - - - - -
2.1.11.26 Jumlah Desa Keseluruhan 74 74 74 74 74
Prosentase Desa berstatus
2.1.11.27 - - - - -
swasembada
2.1.12 Tenaga Kerja
2.1.12.1 Rasio penduduk yang bekerja 70,58 72,12 74,18 75,21 77,15
Jumlah Tenaga Kerja Yang di
2.1.12.2 176 392 72 88 10
Latih (jiwa)
Jumlah pendaftar pelatihan
2.1.12.3 - - - - -
berbasis kompetensi (jiwa)
Jumlah pendaftar pelatihan
2.1.12.4 738 957 481 197 50
berbasis masyarkat

II-162
ASPEK/FOKUS/BIDANG
Capaian kinerja Interpretasi belum
URUSAN/ INDIKATOR
No. Standar tercapai (<) sesuai (=)
KINERJA PEMBANGUNAN
melampaui (>)
DAERAH 2011 2012 2013 2014 2015
Jumlah pendaftar pelatihan
2.1.12.5 - 304 156 203 87
kewirausahaan
Jumlah pencari kerja yang
2.1.12.6 362 565 481 197 50
ditempatkan
2.1.12.7 Jumlah pencari kerja terdaftar - 656 1210 606 320
Jumlah pekerja/buruh peserta
2.1.12.8 250 300 300 1.036 1.038
program jamsostek
2.1.12.9 Jumlah pekerja/buruh 953 1.028 1.037 1.720 1.723
Angka partisipasi angkatan
2.1.12.10 - - - - -
kerja (Jiwa)
Angka sengketa pengusaha-
2.1.12.11 - - - - -
pekerja per tahun
Tingkat partisipasi angkatan
2.1.12.12 72,83 72,8 72,76 69,09 67,17
kerja (%)
Pencari kerja yang
2.1.12.13
ditempatkan
Tingkat pengangguran
2.1.12.14 - - - - -
terbuka
Keselamatan dan
2.1.12.15 - - - - -
perlindungan
Perselisihan buruh dan
2.1.12.16 pengusaha terhadap - - - - -
kebijakan pemerintah daerah
Jumlah Tenaga Kerja yang
2.1.12.17 bekerja pada perusahaan 953 1.028 1.037 1.720 1.723
PMA/PMDN
2.1.12.18 Pekerja anak usia 5-14 tahun 78 66 57 43 38
Jumlah pekerja usia 15 tahun
2.1.12.19
keatas
2.1.13 Koperasi dan Usaha Kecil Menengah
2.1.13.1 Persentase koperasi aktif (%) 80 74 78 65 57

II-163
ASPEK/FOKUS/BIDANG
Capaian kinerja Interpretasi belum
URUSAN/ INDIKATOR
No. Standar tercapai (<) sesuai (=)
KINERJA PEMBANGUNAN
melampaui (>)
DAERAH 2011 2012 2013 2014 2015
Jumlah UKM non BPR/LKM
2.1.13.2
UKM
2.1.13.3 Jumlah BPR/LKM
2.1.13.4 Usaha Mikro dan Kecil
2.1.14 Penanaman Modal
2.1.14.1 Jumlah investor PMDN 3 3 4 4 5
Jumlah nilai investasi 24.000.000. 24.000.000. 59.400.000. 51.430.000.0 94.280.000.0
2.1.14.2
(PMDN/PMA) (juta) 000 000 000 00 00
Rasio daya serap tenaga 0,08819444
2.1.14.3 1:43 1:57 0,106944444 0,200694444
kerja 4
2.1.15 Kebudayaan
Penyelenggaraan festival seni
2.1.15.1
dan budaya
Sarana penyelenggaraan seni
2.1.15.2
dan budaya
2.1.16 Kepemudaan dan Olahraga
2.1.16.1 Jumlah cabang olahraga - - - - 14
2.1.16.2 Lapangan olahraga - - - - 5
2.1.17 Kesatuan Bangsa dan Politik Dalam Negeri
Kegiatan pembinaan terhadap
2.1.17.1
LSM, Ormas dan OKP
Kegiatan pembinaan politik
2.1.17.2
daerah
2.1.18 Otonomi Daerah, Pemerintahan Umum, Administrasi Keuangan Daerah, Perangkat Daerah, Kepegawaian dan Persandian
Rasio jumlah Polisi Pamong
2.1.18.1 0,3 0,28 0,25 0,26 0,29
Praja per 10.000 penduduk
Jumlah Linmas per Jumlah
2.1.18.2 98,06 95,18 96,65 96,65 96,65
10.000 Penduduk
Rasio Pos Siskamling per
2.1.18.3 1:04 1:04 1:04 1:04 1:04
jumlah desa/kelurahan

II-164
ASPEK/FOKUS/BIDANG
Capaian kinerja Interpretasi belum
URUSAN/ INDIKATOR
No. Standar tercapai (<) sesuai (=)
KINERJA PEMBANGUNAN
melampaui (>)
DAERAH 2011 2012 2013 2014 2015
2.1.18.4 Penegakan PERDA 4 4 6 6 8
Cakupan patroli petugas
2.1.18.5 210 225 229 231 240
Satpol PP
Tingkat penyelesaian
pelanggaran K3 (ketertiban,
2.1.18.6 10 9 10 8 6
ketentraman, keindahan) di
Kabupaten
Petugas Perlindungan
2.1.18.7 Masyarakat (Linmas) di 1.480 1.480 1.480 1.480 1.480
Kabupaten
Pembentukan forum
2.1.18.8 kerukunan umat beragama 6 6 6 6 6
(FKUB) tingkat kecamatan
Pembentukan forum
2.1.18.9 pambauran kebangsaan 6 6 6 6 6
(FKP)
Penguatan kelembagaan FKP
2.1.18.10 6 6 6 6 6
dan FKUB
Peningkatan wawasan
kebangsaan berupa seminar,
2.1.18.11 lomba cerdas cermat dan 10 10 10 10 10
lomba pidato antar pelajar
SMA dan SMP
Peningkatan toleransi antar
umat beragama berupa lomba
2.1.18.14 3 3 3 3 3
volley ball antar umat
beragama
Pembentukan forum
kewaspadaan dini
2.1.18.15 6 6 6 6 6
masyarakat (FKDM) tingkat
kecamatan
Pengawasan dan
2.1.18.16 - - - - -
pengendalian narkoba berupa

II-165
ASPEK/FOKUS/BIDANG
Capaian kinerja Interpretasi belum
URUSAN/ INDIKATOR
No. Standar tercapai (<) sesuai (=)
KINERJA PEMBANGUNAN
melampaui (>)
DAERAH 2011 2012 2013 2014 2015
tes urine anggota DPRD dan
pejabat daerah
Pengawasan orang asing dan
2.1.18.17 3 3 3 3 3
lembaga asing di daerah
2.1.18.18 Bimtek narkoba 2 2 2 2 2
Penanganan konflik sosial
2.1.18.19 dan pembuatan rencana 4 5 6 6 7
aksinya
Penguatan forum
kewaspadaan dini
2.1.18.20 6 6 6 6 6
masyarakat (FKDM) tingkat
kecamatan
Persentase Penduduk
2.1.18.21 14,1 14,2
Kemiskinan (%)
2.1.19 Pemberdayaan Masyarakat dan Desa
Rata-rata jumlah kelompok
binaan lembaga
2.1.19.1
pemberdayaan masyarakat
(LPM)
2.1.19.2 LPM Berprestasi
Swadaya Masyarakat
2.1.19.3 terhadap Program
pemberdayaan masyarakat
Pemeliharaan Pasca Program
2.1.19.4 pemberdayaan masyarakat
(Kecamatan)
2.1.19.5 Jumlah PKK
2.1.19.6 Jumlah kelompok binaan PKK 126 148 148 148 148
2.1.19.7 Rasio Kelompok Binaan PKK
2.1.19.8 Jumlah LSM 12 9 9 8 8
2.1.20 Statistik

II-166
ASPEK/FOKUS/BIDANG
Capaian kinerja Interpretasi belum
URUSAN/ INDIKATOR
No. Standar tercapai (<) sesuai (=)
KINERJA PEMBANGUNAN
melampaui (>)
DAERAH 2011 2012 2013 2014 2015
Buku ”kabupaten dalam
2.1.20.1
angka”
2.1.20.2 Buku ”PDRB kabupaten”
2.1.21 Perpustakaan (Kearsipan)
2.1.21.1 Jumlah perpustakaan 32 44 50 50 229
Jumlah pengunjung
2.1.21.2 1.135 1.090 376 483 917
perpustakaan per tahun
Koleksi buku yang tersedia di
2.1.21.3 6.237 10.117 12.237 13.405 14.972 16.515 17.095
perpustakaan daerah
2.1.2.24 Komunikasi dan Informatika
2.1.2.24.1 Jaringan komunikasi
2.1.2.24.2 Jumlah Jaringan Komunikasi 9 9 9 9 9
Jumlah Pelanggan Telepon
2.1.2.24.3
Pemerintah
Jumlah Pelanggan Telepon
2.1.2.24.4
Swasta
Jumlah Jaringan Telepon
2.1.2.24.5
stasioner
Jumlah Penduduk yang
2.1.2.24.6
memiliki telepon PSTN
Jumlah Penduduk yang
2.1.2.24.7
memiliki HP
Rasio wartel/warnet per 1.000
2.1.2.24.8 0,03 0,04 0,03 0,01 0,01
penduduk
Jumlah surat kabar
2.1.2.24.9
nasional/local
2.1.2.24.1 Jumlah penyiaran radio/TV
- - - - -
0 lokal
2.1.2.24.1 Website milik pemerintah
1 1 1 1 1
1 daerah
2.1.2.24.1 Pameran/expo 2 2 2 2 2

II-167
ASPEK/FOKUS/BIDANG
Capaian kinerja Interpretasi belum
URUSAN/ INDIKATOR
No. Standar tercapai (<) sesuai (=)
KINERJA PEMBANGUNAN
melampaui (>)
DAERAH 2011 2012 2013 2014 2015
2
2.1.2.24.1 Jumlah Media Baru (Website,
- - - - -
3 media dan on line)
2.1.2.24.1 Jumlah media tradisional
- - - - -
4 (pertunjukan rakyat)
2.1.2.24.1 Jumlah kelompok informasi
6 6 6 6 6
5 masyarakat
2.1.2.24.1 Persentase penduduk
6 menggunakan telepon/HP
3 Layanan Urusan Pilihan
3.1 Pertanian
3.1.1. Jumlah produktivitas Tanaman Pangan (kw/ha)
a. Padi Sawah 23,06 29,88 29,13 27,01 34,76
b. Padi Ladang 33,9 38,98 35,91 34,11 4,37
c.Jagung 19,62 24,98 22,42 21,73 14,28
d.Ubi Kayu 98,46 97,33 99,5 106,04 20,49
e.Ubi Jalar 79,32 80,62 80,15 71,83 1,27
f.Kacang Tanah 12,5 11,3 10,44 10,49 11
g.Kacang Kedelai 11,25 8,72 7,69 7,84 6,22
h.Kacang Hijau 9,41 9,24 9,21 7,71 11
Jumlah produktivitas
3.1.2
Perkebunan (kw/ha)
a.Kelapa 1,132
b.Jambu Mete
c.Kopi 302
d.Kakao 302
e.Kemiri
f.Kapuk

II-168
ASPEK/FOKUS/BIDANG
Capaian kinerja Interpretasi belum
URUSAN/ INDIKATOR
No. Standar tercapai (<) sesuai (=)
KINERJA PEMBANGUNAN
melampaui (>)
DAERAH 2011 2012 2013 2014 2015
g.Cengkeh
h.Pinang
i.Vanili
j.Sirih
k.Jarak Pagar
l.Tembakau
3.1.3 Jumlah Populasi Peternakan (ekor)
a.Sapi 1.575 1.296
b.Kuda 4.082 4.328
c.Kerbau 10.176 11.264
d.Babi 45.813 52.237
e.Kambing 2.432 2.464
f.Domba 15 13
g. Ayam Kampung 177.128 204.703
h. Ayam ras pedaging 29.680 115.744
i. Ayam petelur 5.450 11.656
j. Itik Manila 1.720 12.342
3.1.4 Kelompok tani (unit poktan)
a.Pemula
b.Lanjut
c.Madya
3.2 Kehutanan
3.2.1 Persentase luasan Kehutanan
a.Hutan Lindung
b.Hutan Produksi Tetap

II-169
ASPEK/FOKUS/BIDANG
Capaian kinerja Interpretasi belum
URUSAN/ INDIKATOR
No. Standar tercapai (<) sesuai (=)
KINERJA PEMBANGUNAN
melampaui (>)
DAERAH 2011 2012 2013 2014 2015
c.Hutan Produksi Terbatas
d.Wanna Riset
e.Taman Nasional
3.3 Energi dan sumberdaya mineral
3.3.1 Ketersediaan daya listrik
3.3.2 Produksi Listrik (KWh) 11.006.779 10.556.376 11.488.771 11.405.984 11.240.509
3.3.3 Listrik Terjual (Kwh) 10.833.107 10.311.252 11.162.257 11.257.575 11.124.905
3.3.4 Dipakai Sendiri (KWh) 173.672 245.124 326.514 148.409 115.604
3.3.5 Susut/Hilang (Kwh) 429.660 393.481 494.496 - -
3.3.6 Jumlah pelanggan listrik 5.815 6.718 2.439 11.628 -
3.4 Pariwisata
3.4.1 Jumlah penginapan (unit) 2 12 12 12 12
Jumlah perkembangan
3.4.2
kunjungan wisatawan (jiwa)
a. Mancanegara 1.494 333 680 678 9.727
b. Dalam negeri 3.498 1.330 2.739 2.500 2.860
3.5 Kelautan dan Perikanan
3.5.1 Jumlah produksi kelautan dan perikanan (ton)
3.5.2 Perikanan Tangkap
3.5.3 Perikanan Budidaya
3.5.4 Rumput Laut 60.00
3.6 Perdagangan
Ketersediaan pasar desa dan
3.6.1
toko/kios
Ketersediaan restoran/pub
3.6.2 21 21 24 25 27
karaoke
4 Daya Saing Daerah

II-170
ASPEK/FOKUS/BIDANG
Capaian kinerja Interpretasi belum
URUSAN/ INDIKATOR
No. Standar tercapai (<) sesuai (=)
KINERJA PEMBANGUNAN
melampaui (>)
DAERAH 2011 2012 2013 2014 2015
4.1 Kemampuan Ekonomi Daerah
4.1.1 Otonomi Daerah, Pemerintahan Umum, Administrasi Keuangan Daerah, Perangkat Daerah, Kepegawaian dan Persandian
Pengeluaran konsumsi rata-
rata per kapita sebulan
4.1.1.1
menurut kelompok barang
makanan
Pengeluaran konsumsi rata-
rata per kapita sebulan
4.1.1.2
menurut kelompok barang
bukan makanan
4.1.1.3 Nilai Tukar Petani 101,03 100,89
4.1.1.4 Produktivitas total daerah
4.1.2 Penataan Ruang
4.1.2.1 Ketaatan terhadap RTRW
1 1 1 1
4.1.2.2 Luas wilayah produktif (ha)
11.390 14.987 20.589 20.589
4.1.2.3 Luas wilayah kebanjiran (ha)
4.1.2.4 Luas wilayah kekeringan (ha)
4.1.2.5 Luas wilayah perkotaan (ha)
4.3 Iklim Berinvestasi
4.3.1 Kemudahan Perijinan
4.3.1.2 Lama proses perijinan
4.3.1.2.1 Izin usaha - 147 135 217 255
4.3.1.2.2 Data badan usaha 372
4.3.1.2.3 Tanda daftar usaha - 65 70 131 152
Jumlah dan macam pajak
4.3.2
serta retribusi daerah
4.3.3 Penegakan PERDA

II-171
ASPEK/FOKUS/BIDANG
Capaian kinerja Interpretasi belum
URUSAN/ INDIKATOR
No. Standar tercapai (<) sesuai (=)
KINERJA PEMBANGUNAN
melampaui (>)
DAERAH 2011 2012 2013 2014 2015
Jumlah Perda yang
4.3.3.1 4 4 6 6 8
mendukung iklim usaha
4.3.4 Status Desa
Persentase desa berstatus
4.3.4.1 swasembada terhadap total - - - - -
desa
4.3.5 Fasilitas Bank dan Non Bank
Jenis dan jumlah bank dan
4.3.5.1 4 5 7 7 8
cabang
4.4 Sumber Daya Manusia
4.4.1 Kualitas tenaga kerja
4.4.1.1 Rasio lulusan S1/S2/S3 261 287 351 356 357
4.4.1.2 Rasio ketergantungan 0,8 0,7 0,7 0,7 0,7

II-172

Anda mungkin juga menyukai