undang-undang yang lama di Indonesia Juni Tahun 2018 lalu Presiden Republik
sudah tidak relevan dan bahkan disebut Tindak Pidana Terorisme ini dan tepat
yang menjadi alasan utama adanya telah diperbaharui ini diharapkan menjadi
tindak pidana terorisme, serta untuk ini telah dilakukan pemerintah dalam
masyarakat, maka atas hal itu dengan Detasemen Khusus 88 Anti Teror pada
Tahun 2002 tentang Pemberantasan 2010, tidak hanya itu karena pada tahun
Tindak Pidana Terorisme itu diharapkan 2018 ini di dalam Undang-undang yang
mendapat izin dari Densus 88. berdasarkan data hasil analisis yang
Konsekuensi dan kultur hukum telah dilakukan dan telah tertuang dalam
collaborator bekerja-sama
atas kajian-kajian diatas Penulis Undang-undang Nomor 05
mengambil kesimpulan sebagai berikut : Tahun 2018 yang sudah di
perbaharui hingga sah
1. Kebijakan hukum pidana di
menjadi pengaturan hukum
Indonesia saat ini dalam
baru atas pemberantasan
penanganan tindak pidana
tindak pidana terorisme
terorisme terkait dengan
tersebut, apabila dikaji dari
dikeluarkannya Undang-
beberapa perspektif hukum,
Undang Nomor O5 Tahun
maka dapat disimpulkan
2018 tentang perubahan
bahwa dalam UU Nomor 05
kedua atas Undang-Undang
Tahun 2018 tersebut banyak
Nomor 15 Tahun 2003
pasal demi pasal baru yang
sebagai pengesahannya
bermunculan maupun pasal
menjadi undang-undang
yang sebagai perubahan
atas Peraturan Pemerintah
adalah bertentangan, baik
Pengganti Nomor 1 Tahun
itu dari sisi HAM ataupun
2002 tentang
Pancasila misalnya seperti
Pemberantasan Tindak
pada pasal 15 UU Nomor 05
Pidana Terorisme, dimana
Tahun 2018 dimana pasal
Undang-undang
yang telah mengalamai
Pemberantasan Tindak
perubahan ini mengatur
Pidana Terorisme ini telah
tentang permufakatan jahat,
mengalami frase perubahan
dalam perspektif HAM setiap
demi perubahan dalam
orang memilik hak untuk
waktu yang cukup panjang.
mengeluarkan ide atau
Kegentingan, keadaan
pendapat dan memiliki hak
mendesak atas
untuk memilih. Menurut
keamananan negara
Pasal 15, bahwa perbuatan
Indonesia ini menjadikannya
berupa permufakatan,
sebagai suatu aturan hukum
persiapan, percobaan, atau
yang benar-benar
pembantuan untuk tindak
dibutuhkan negara ini.
pidana terorisme sudah serta pemenuhan komitmen
merupakan kejahatan, konstitusional pula. Pembuat
meskipun itu belum undang-undang juga tidak
dilakukan dan selanjutnya lupa kiranya membedakan
hukuman yang dijatuhkan antara Pelanggaran dan
atas kejahatan-kejahatan Kejahatan dalam ketentuan
tersebut juga sama dengan hukum pidana, karena harus
pelaku yang memang telah diingat bahwa ini bukan hal
terbukti melakukan tindak yang bisa untuk disama-
pidana terorisme tersebut. ratakan. Selanjutnya apabila
Apabila dikaji dari sila kedua ditinjau dari sisi Sistem
dalam Pancasila, yang Peradilan Pidana atau
dalam hal ini adalah hukum acara pidana dimana
kemanusiaan yang adil dan ini harusnya sesuai dengan
beradab berdasarkan KUHAP maka dalam aturan
perspektif HAM dan keadilan hukum kejahatan
yang bermartabat, pemberantasan tindak
pemberian hukum yang pidana terorisme tersebut
diatur dalam pasal ini tidak banyak yang melenceng dari
sesuai dengan konstitusi KUHAP seperti lamanya
dan komitmen Indonesia masa penahanan dan
dalam bidang hak asasi penyidikan yang berbeda
manusia. Sanksi atas jauh dengan yang diatur
tindakan hukum berupa KUHAP, selain itu masa
kejahatan, harus ada penahanan dan penyidikan
peninjauan kembali yang yang sangat lama ini akan
lebih mendalam dan tetap sangat merugikan tersangka
mengingat keberadaan atas haknya untuk disidang
konstitusi yaitu pasal demi dalam suatu peradilan yang
pasal dalam UUD 1945, cepat dan dengan biaya
harus bersifat perlindungan ringan sesuai dengan yang
atur dan ditetapkan dalam ditetapkan sebagai Lembaga
KUHAP. Belum adanya pula yang berwenang dan wajib
ketetapan yang tegas dari melindungi Justice
pemerintah dalam hal collabolator akan tetapi
penunjukkan lembaga yang faktanya hingga kini,
berwenang sebagai penyidik kepolisian yang tampak lebih
dan berhak menetapkan sering melindungi para saksi
atas korban hingga kini pelaku dalam penanganan
masih simpang siur, ketika tindak pidana khusus,
lembaga mengeluarkan dimana bukan menjadi
data, akan sangat rahasia bahwa untuk
membingungkan sehingga terorisme hal ini pun masih
perlu ada penetapan satu sangat jarang terlihat
lembaga yang berhak lembaga LPSK melindungi
menetapkan korban saksi pelaku tersebut,
danlembaga tersebut saja bahkan pelibatan Justice
yang berhak mengeluarkan collabolator dalam beracara
haknya. Selanjutnya atas penanganan tindak
mengenai ketegasan pidana terorisme pun masih
lembaga yang berwenang awam terdengar dan sangat
dalam melindungi korban jarang terlihat diterapkan.
atau leading sector yaitu
2. Kebijakan formulasi hukum
LPSK pada faktanya belum
pidana di indonesia dalam
tampak ada ketegasan,
penanganan tindak pidana
misalnya saja untuk
terorisme melalui penerapan
perlindungan korban disini
Justice collaborator sebagai
masih jelas terlihat bahwa
alat bukti (saksi pelaku) di
masalah ini dipegang oleh
masa mendatang harus
kepolisian. Begitu juga atas
yang sesuai dengan
perlindungan saksi pelaku,
Konstitusi dan HAM, serta
meskipun LPSK telah
KUHAP, yaitu dimana perlu
adanya aturan perlindungan Densus 88, hingga pada
yang tidak hanya korban pihak pengadilan yaitu para
namun juga terhadap saksi, hakim yang memutus.
saksi pelaku, penyidik, Melalui Justice collaborator
penuntut umum, serta hakim yang telah memiliki lembaga
dalam menangani perkara perlindungan hukum melalui
tindak pidana terorisme, dan penetapan matang dan
ini membutuhkan aturan tegas pastinya penemuan
hukum lanjutan seperti atas pelaku kejahatan
peraturan pemerintah. terorganisir ini bukan
Pelibatan saksi pelaku atau menjadi hal yang sulit lagi,
Justice collaborator harus seperti sekarang ini.
memiliki ketegasan hukum, Indonesia saat ini
hal ini akan sangat membutuhkan solusi baru
membantu penegak hukum dalam mengungkap extra
dalam mengungkap banyak ordinary crimes jadi
pihak yang terlibat dalam memberantas terorisme ini
tindak pidana terorisme ini. tidak bisa hanya dengan
Ini bisa dicontoh dari serangan balasan melalui
pengungkapan kasus senjata dan vonis hukuman,
TIPIKOR di Indonesia yang karena NKRI bukan negara
saat ini banyak Amerika Serikat yang lebih
menggunakan bantuan mendahulukan Bukti
Justice collaborator, kerja daripada Saksi dalam
sama yang efektif demi proses hukum, Indonesia
mengungkap keterlibatan lebih banyak menggunakan
para pihak dalam kejahatan saksi dalam proses
terorganisir akan sangat hukumnya.
membantu dan
Daftar Pustaka
mempermudah kerja Jaksa
penuntut umum, BNPT dan
Amirudin,. & Asikin, Zainal. (2013). dalam Diskusi Panel
Pengatar Metode
dengan tema “Undang-
Penelitian Cetakan Ke-
Undang Perindungan
7. Jakarta: Rajawali
Press. Saksi dan Korban di
Arief, Barda N. (2008). Masalah
Indonesia”,
Penegakan Hukum Dan
diselenggarakan oleh
Kebijakan Hukum
Pidana Dalam United States
Penanggulangan
Department of Justice,
Kejahatan. Jakarta:
Office of Overseas
Kencana.
Arief, Barda N. (2010). Bunga Prosecution
Rampai Kebijakan
Development
Hukum Pidana, Edisi 2.
Assistance and Training
Jakarta: Kencana.
Arief. Barda N. (2017). RUU KUHP (OPDAT), 12-14 Juni
BARU Sebuah
2007),
Restrukturisasi/Rekonst
ruksi Sistem Hukum Amirudin dan Asikin.Z., Metode
Pidana Indonesia,
Penelitian Hukum, Jakarta: Raja
Cetakan ke-7.
Semarang: Pustaka Grafindo, 2010
Magister Semarang.
Andrisman,T, Hukum Pidana Asas-
Adji, IS, “Prospek Perlindungan
Asas Dan Aturan
Saksi dan Korban
Umum Hukum Pidana
dalam Sistem Peradilan
Indonesia Unila. 2009
Pidana Indonesia,
Anwar, H.A.K.M, Beberapa
makalah disampaikan
Ketentuan Umum
Dalam Buku Pertama Arief, Barda.N, Bunga Rampai
Pasca Sarjana
Universitas Indonesia,
Jakarta, 2012
H.L. Hart, The Concept of Law, New Jaya, Nyoman Serikat P. (2008).
Arah Pengembangan
Hamzah, A., Bunga Rampai Hukum
Hukum Pidana.
Pidana dan Acara
Bandung: Citra Aditya
Pidana. Ghalia
Bakti.
Indonesia Jakarta, 2001
KUHAP
Huibers, Theo Falsafat Hukum,
KUHP
Yogyakarta: Kanisius, 1990
2006), M.HH-
11.HM.03.02.th,2011,
PER-045/A/JA/12/2011,
02/01-55/12/2011, 4
Tertentu.