Anda di halaman 1dari 20

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT, karena atas segala
nikmat dan kesempatan yang diberikan-Nya, kami dapat berkumpul dan
mengerjakan makalah yang berjudul “Sertifikasi Halal” dengan tepat waktu dan
sebaik mungkin.

Makalah ini disusun guna menyelesaikan tugas Hukum Konsumen yang


akan dikumpulkan dalam waktu dekat ini. Makalah ini juga dikerjakan untuk
memberi pengetahuan kepada pembaca serta pada khususnya untuk memenuhi
nilai tugas dan mendapatkan nilai yang sebaik mungkin seperti yang kami
harapkan.

Terima kasih ditujukan kepada ibu Hj. Rabiah Z. Harahap, SH., MH.,
selaku dosen Hukum Konsumen atas waktu yang diberikan kepada kami untuk
menyelesaikan makalah ini. Terima kasih kepada teman-teman kelompok VII
yang sudah menyisihkan waktunya untuk mencari bahan sebanyak mungkin dan
bersama-sama mengerjakan makalah ini.

Dalam penyusunan makalah ini, kami selaku penyusun masih merasa


banyak kekurangan yang harus diperbaiki di makalah ini. Oleh karena itu, kami
dengan senang hati menerima masukan-masukan positif ataupun kritik yang
membangun dari para pembaca. Kami berharap agar makalah ini dapat bermanfaat
bagi para pembaca.

Medan, Oktober 2015

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR............................................................................................1

BAB I: PENDAHULUAN......................................................................................3

A. LATAR BELAKANG..................................................................................3
B. RUMUSAN MASALAH..............................................................................4

BAB II: PEMBAHASAN.......................................................................................5

A. TINJAUAN PUSTAKA...............................................................................5
B. PEMBAHASAN...........................................................................................6
1. PRODUK HALAL.................................................................................6
2. SERTIFIKASI HALAL..........................................................................9
3. PENGAWASAN PENGGUNAAN SERTIFIKAT HALAL...................13

BAB III: PENUTUP.............................................................................................17

A. KESIMPULAN...........................................................................................17
B. SARAN.......................................................................................................18

DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................19

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Indonesia merupakan negara yang majemuk. Masyarakat Indonesia


terdiri dari berbagai suku, ras, dan agama yang berbeda. Namun,
kemajemukan inilah yang menjadi ciri khas Indonesia. Kemajemukan yang
justru menciptakan rasa kesatuan di Indonesia melalui semboyan “Bhinneka
Tunggal Ika” yang artinya berbeda-beda namun tetap satu jua. Di Indonesia,
kemajemukan ternyata mampu meningkatkan rasa toleransi dari masing-
masing orang. Bila ditinjau dari segi agama, Indonesia mengakui 6 agama,
yaitu Islam, Kristen Katolik, Kristen Protestan, Hindu, Buddha, dan
Konghucu.

Berdasarkan pengamatan para peneliti sosial, Indonesia dinyatakan


sebagai negara dengan mayoritas penduduk beragama Islam terbesar di
dunia. Sekitar 85% penduduk Indonesia menganut agama Islam. Banyaknya
umat Islam di Indonesia sedikit banyak menyebabkan terintegrasinya
ajaran-ajaran Islam dalam berbagai aspek kehidupan masyarakat Indonesia.
Contohnya saja dalam hal Undang-Undang, ada Undang-Undang tertentu
yang mengakomodir kebutuhan umat Islam Indonesia dalam menjalankan
kegiatan yang berkaitan dengan hal keagamaan, seperti Undang-Undang
Nomor 41 Tahun 2004 tentang Wakaf, Undang-Undang Republik Indonesia
Nomor 13 Tahun 2008 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji, dan lain
sebagainya.

Islam sebagai agama yang sangat memperhatikan kehalalan dari setiap


aspek kehidupan, mempengaruhi hak-hak konsumen terhadap barang yang

1
akan dibelinya. Bagaimana tidak, umat Islam diwajibkan untuk
mengkonsumsi setiap makanan yang halal. Di Indonesia, masalah kehalalan
suatu produk makanan, ditangani oleh suatu lembaga yang disebut MUI
(Majelis Ulama Indonesia). MUI mempunyai wewenang untuk menerbitkan
tanda kehalalan suatu produk, Tiap-tiap produk yang ingin mendapat
sertifikat halal dari MUI harus melakukan prosedur tertentu. Label halal
yang diberikan MUI berdampak besar bagi kepercayaan masyarakat Islam
terhadap produk yang bersangkutan. Masyarakat Islam yang sangat
memperhatikan aspek kehalalan tentunya dimudahkan dengan adanya label
halal ketika hendak membeli suatu produk untuk dikonsumsi.
Sertifikasi halal sepertinya memberi keuntungan terhadap berbagai
pihak, baik kepada konsumen yang beragama Islam maupun bagi produsen
produk yang mendapat sertifikat halal karena terdongkrak kepercayaan
masyarakat terhadap produknya yang telah mempunyai label halal. Untuk
itu, rasanya sangat penting mendapatkan pemahaman yang lebih mendalam
mengenai produk halal, sertifikasi halal, maupun pengawasan penggunaan
sertifikasi halal, sehingga kedepannya konsumen yang beragama Islam
dapat lebih terlindungi hak-haknya dalam memperoleh kepastian mengenai
kehalalan produk.

B. RUMUSAN MASALAH
1. Bagaimana sebenarnya yang dimaksud dengan produk halal?
2. Bagaimana pemahaman yang benar mengenai sertifikasi halal?
3. Bagaimana cara pengawasan penggunaan sertifikasi halal?

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. TINJAUAN PUSTAKA
Indonesia sebagai negara dengan mayoritas penduduk muslim
tentunya harus mampu mengakomodir kebutuhan penduduknya akan
produk-produk yang halal. Di Indonesia, tiap produk yang ingin
mencantumkan label halal yang resmi di kemasannya harus melalui proses
sertifikasi. Setelah proses sertifikasi selesai, barulah Majelis Ulama
Indonesia menerbitkan sertifikat halal bagi produk yang dimohonkan
sertifikasinya. Namun, sertifikasi halal tidak berakhir disitu saja. Sistem
jaminan halal yang telah dibuat oleh produsen harus terus dipertahankan
jika ingin produknya tetap berstatus halal. Untuk menjamin tetap
terselenggaranya sistem jaminan halal, diadakan pengawasan tertentu dari
berbagai pihak terhadap produk yang bersangkutan.
Terdapat beberapa orang yang telah mengkaji tentang sertifikasi halal,
antara lain adalah sebagai berikut:
Zulham (2013). Judul buku Hukum Perlindungan Konsumen. Di
dalam buku ini di salah satu bab, ia menjelaskan bagaimana yang dimaksud
dengan produk pangan yang halal, bagaimana proses sertifikasi halal, serta
bagaimana pengawasan terhadap produsen yang telah punya sertifikat halal.
Aisjah Girindra (2005). Judul buku Pengukir Sejarah Labelisasi Halal.
Di dalam buku ini, ia lebih fokus terhadap penjelasan mengenai lembaga
yang berwenang memproses sertifikasi halal dalam kaitannya dengan
perubahan dari sertifikasi menuju labelisasi.
Dalam tinjauan pustaka yang telah ada ini, dapat dilihat bahwa pada
intinya pembahasan sertifikasi halal tidak akan jauh dari aspek produk halal,
proses sertifikasi halal, dan pengawasan penggunaan sertifikasi halal. Oleh
karena itu, di dalam makalah ini akan lebih dikonsentrasikan dalam hal-hal
yang telah diuraikan di atas.

3
B. PEMBAHASAN

1. PRODUK HALAL
Kemajuan dalam bidang ilmu pengetahuan dan teknologi serta
keberhasilan pembangunan akhir-akhir ini telah merambah seluruh aspek
bidang kehidupan umat manusia1, termasuk dalam hal kesadaran
keberagamaan umat Islam di berbagai negeri. Sebagai konsekuensi logis,
setiap timbul persoalan, penemuan, maupun aktivitas baru sebagai produk
dari kemajuan tersebut, umat senantiasa bertanya-tanya, bagaimanakah
kedudukan hal tersebut dalam pandangan ajaran hukum Islam.2
Permasalahan riskan yang sedang dihadapi umat Islam adalah ketika
membanjirnya produk makanan dan minuman olahan, obat-obatan, dan
kosmetika. Ajaran Islam yang bersumber dari Al-Qur’an dan Hadist
menghendaki agar produk-produk yang akan dikonsumsi adalah produk
yang terjamin kehalalan dan kesuciannya. Kata “halal” sendiri berasal dari
akar kata yang berarti “lepas” atau “tidak terikat”. Sesuatu yang halal adalah
yang terlepas dari bahaya duniawi dan ukhrawi. Dalam bahasa hukum, kata
ini mencakup segala sesuatu yang dibolehkan agama.3
Pada dasarnya, Islam mengatur mengenai masalah kehalalan demi
kemashlahatan umat. Al-Qur’an mengisyaratkan, bahwa dalam
mengonsumsi atau menggunakan suatu produk, tidak hanya aspek halal saja
yang perlu diperhatikan, melainkan juga harus memperhatikan aspek
thayyib. Adapun konsep thayyib dalam ajaran Islam sesuai dengan hasil
penemuan dan penelitian para ahli ilmu gizi, antara lain sehat, proporsional,
dan aman.4 Tidak semua produk halal akan menjadi thayyib bagi
1
Hasyim Asy’ari. 2011. Kriteria Sertifikasi Makanan Halal dalam Perspektif Ibnu Hazm
dan MUI. Skripsi Mahasiswa Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta, halaman 44

2
Ibid.

3
M. Quraish Shihab. 2007. “Membumikan” Al-Qur’an: Fungsi dan Peran Wahyu dalam
Kehidupan Masyarakat. Jakarta: Mizan, halaman 196

4
Masthu. 1995. Makanan Indonesia dalam Pandangan Islam. Jakarta: Kantor Menteri
Negara Urusan Pangan Republik Indonesia, halaman 58

4
konsumennya. Misalnya penderita penyakit diabetes, dalam kondisi sakit
dengan kadar gula yang tinggi dalam tubuhnya, namun tetap saja dia
mengonsumsi gula. Hal ini tentu saja membahayakan kesehatan konsumen
tersebut. Jadi, walaupun gula tersebut halal dikonsumsi namun tidak
baik/thayyib bagi konsumen tersebut.5
Adapun produk halal adalah produk yang memenuhi syarat kehalalan
sesuai dengan syariat Islam6, antara lain:
1. Tidak mengandung babi dan bahan berasal dari babi;
2. Tidak mengandung khamar dan produk turunannya;
3. Semua bahan asal hewan harus berasal dari hewan halal yang
disembelih menurut tata cara syariat Islam.7 Penyembelihan hewan
yang sesuai dengan syariat Islam akan menghasilkan daging yang
berkualitas dan higienis8;
4. Tidak mengandung bahan-bahan lain yang diharamkan atau tergolong
najis seperti: bangkai, darah, bahan-bahan yang berasal dari organ
manusia, kotoran dan lain sebagainya.
5. Semua tempat penyimpanan, penjualan, pengolahan, pengelolaan dan
alat transportasi untuk produk halal tidak boleh digunakan untuk babi
atau barang tidak halal lainnya dan kemudian akan digunakan untuk
produk halal, maka terlebih dahulu harus dibersihkan sesuai dengan
cara yang diatur menurut syariat Islam. Penggunaan fasilitas produksi
untuk produk halal dan tidak halal secara bergantian tidak
diperbolehkan.9

5
Zulham. 2013. Hukum Perlindungan Konsumen. Jakarta: Kencana, halaman 110

6
Departemen Agama RI. 2008. Panduan Sertifikasi Halal. Jakarta: Direktorat Jenderal
Bimbingan Masyarakat Islam dan Penyelenggaraan Haji, halaman 2

7
Aisjah Girindra. 2005. Pengukir Sejarah Sertifikasi Halal. Jakarta: LP POM MUI,
halaman 124-125

8
Aisjah Girindra (selanjutnya disebut Aisjah II). 2008. Dari Sertifikat Manuju Labelisasi
Halal. Jakarta: Pustaka Jurnal Halal, halaman 25

9
Aisjah Girindra. Loc. Cit.

5
Maka, dapat disimpulkan bahwa makanan dan minuman yang haram
terdiri dari binatang dan tumbuh-tumbuhan sebagai berikut:
1. Binatang bangkai, darah, babi dan hewan disembelih dengan nama
selain Allah. Hewan yang dihalalkan akan berubah statusnya menjadi
haram apabila mati karena tercekik, terbentur, jatuh tertanduk, dan
diterkam binatang buas, kecuali ikan dan belalang boleh dikonsumsi
tanpa disembelih.
Binatang yang dipandang jijik dan kotor menurut naluri manusia,
binatang dan burung buas yang bertaring dan memiliki cakar,
binatang-binatang yang oleh ajaran Islam diperintahkan untuk
membunuhnya seperti ular, gagak, tikus, anjing galak, burung elang,
dan sejenisnya, binatang-binatang yang dilarang membunuhnya
seperti lebah dan burung hudhud, binatang yang hidup di dua jenis
alam seperti kodok, penyu, dan buaya.
2. Tumbuh-tumbuhan, sayur-sayuran dan buah-buahan boleh dimakan
kecuali yang mendatangkan bahaya atau memabukkan baik secara
langsung maupun melalui proses. Maka semua jenis tumbuh-
tumbuhan yang bisa memabukkan haram dimakan.
3. Semua jenis minuman adalah halal kecuali minuman yang
memabukkan seperti arak dan yang dicampur dengan benda-benda
najis, baik sedikit maupun banyak.10

10
Zulham. Op. Cit., halaman 111--112

6
2. SERTIFIKASI HALAL
Pengaturan penggunaan produk halal di Indonesia memiliki dua hal
yang saling terkait, yaitu sertifikasi dan labelilasi.11 Sertifikasi halal adalah
suatu proses untuk memperoleh sertifikat halal melalui beberapa tahap
untuk membuktikan bahwa bahan, proses produksi dan sistem jaminan halal
memenuhi standar LPPOM MUI (Lembaga Pengkajian Pangan, Kosmetik,
dan Obat-obatan Majelis Ulama Indonesia).12 Sertifikasi halal diperlukan
bagi usaha yang bergerak di bidang produksi makanan, minuman, kosmetik,
dan obat-obatan. Sertifikat halal adalah suatu fatwa tertulis dari MUI yang
menyatakan kehalalan suatu produk sesuai dengan syariat Islam.13 Sertifikat
halal sendiri dikeluarkan oleh MUI setelah melalui pemeriksaan dan
pengujian. Yang berwenang memeriksa adalah LPPOM MUI. Tujuan
pelaksanaan sertifikasi halal pada produk pangan, obat-obatan, dan
kosmetika adalah untuk memberikan kepastian kehalalan suatu produk
sehingga dapat menentramkan batin yang mengonsumsinya.14
Adanya sertifikat halal merupakan syarat untuk mendapatkan izin
labelisasi halal atau pencantuman label halal pada kemasan produk dari
instansi pemerintah yang berwenang (Badan POM). Dengan kata lain, izin
pencantuman label halal pada kemasan produk yang dikeluarkan oleh Badan
POM didasarkan rekomendasi dari MUI dalam bentuk sertifikat halal MUI
yang dikeluarkan oleh MUI berdasarkan hasil pemeriksaan LPPOM MUI.15
Pelaku usaha yang mengajukan permohonan pemeriksaan halal
kepada lembaga pemeriksa halal wajib memberikan tembusan kepada

11
Ibid.

12
Majelis Ulama Indonesia. 2008. Panduan Umum Sistem Jaminan Halal LPPOM – MUI.
Jakarta: Lembaga Pengkajian Pangan Obat-Obatan Dan Kosmetika MUI, halaman 8

13
Muhammad Lailatul Qodri Z. 2014. Panduan Lengkap HRD (Human Resources
Division) & GA (General Affair). Jakarta: Penebar Swadaya, halaman 47

14
Singgih Wibowo. 2010. Petunjuk Mendirikan Perusahaan Kecil (Edisi Revisi). Jakarta:
Penebar Swadaya, halaman 56

15
Zulham. Op. Cit., halaman 113

7
Departemen Agama, dan disyaratkan membuat beberapa pernyataan dan
mempersiapkan Sistem Jaminan Halal, yaitu:
1. Membuat pernyataan bahwa pemeriksaan sistem jaminan halal dapat
dilaksanakan sesuai dengan ruang lingkup produk yang diajukan.
2. Membuat pernyataan tidak akan menyalahgunakan sertifikat halal.
3. Membuat pernyataan tidak akan memberikan informasi yang
menyesatkan atau tidak sah berkaitan dengan setifikat halal.
4. Sistem Jaminan Halal (Halal Assurance System) harus
didokumentasikan secara jelas dan rinci serta merupakan bagian dari
kebijakan manajemen perusahaan.
5. Dalam pelaksanaanya, Sistem Jaminan Halal ini diuraikan dalam
bentuk Panduan Halal (Halal Manual), yang berfungsi sebagai
rujukan tetap dalam melaksanakan dan memelihara Sistem Jaminan
Halal tentang kehalalan produk tersebut.
6. Produsen menjabarkan Panduan Halal secara teknis dalam bentuk
Prosedur Baku Pelaksanaan (Standard Operation Procedure) untuk
mengawasi setiap proses yang kritis agar kehalalan produknya
terjamin.
7. Baik Panduan Halal maupun Prosedur Baku Pelaksanaan yang
disiapkan harus disosialisasikan dan diuji coba di perusahaan,
sehingga seluruh jajaran manajemen dari tingkat direksi hingga
karyawan memahami betul bagaimana memproduksi produk halal
yang baik.
8. Sistem Jaminan Halal dan pelaksanaannya dimonitor dan dievaluasi
melalui suatu sistem audit halal internal yang ditetapkan oleh
perusahaan.
9. Koordinasi pelaksanaan Sistem Jaminan Halal dilakukan oleh Tim
Auditor Halal Internal yang mewakili seluruh bagian yang terkait
dengan produksi halal yang ditetapkan oleh perusahaan. Koordinator
Tim Auditor Halal Internal harus beragama Islam.16

16
Zulham. Op. Cit., halaman 115-116

8
Setiap produsen yang mengajukan Sertifikasi Halal terhadap
produknya, harus melampirkan:
1. Formulir mengenai segala sesuatu yang berkaitan dengan informasi
skala perusahaan.
2. Surat keterangan telah memenuhi persyaratan cara produksi yang baik
dari instansi yang berwenang.
3. Spesifikasi yang menjelaskan komposisi dan alur proses
pembuatannya.
4. Spesifikasi dan sumber bahan baku, bahan tambahan, bahan bantu,
serta bahan penolong.
5. Dokumen Sistem Jaminan Halal yang diuraikan dalam Panduan Halal
beserta Prosedur Baku Pelaksanannya.
Tim Auditor LPPOM MUI akan melakukan pemeriksaan/audit ke
lokasi produsen setelah formulir beserta lampirannya diperiksa oleh
LPPOM MUI. Hasil pemeriksaan/audit dan hasil laboratorium dievaluasi
dalam Rapat Auditor LPPOM MUI. Jika telah memenuhi persyaratan, maka
dibuat laporan hasil audit untuk diajukan kepada Sidang Komisi Fatwa MUI
untuk diputuskan status kehalalannya. Sidang Komisi Fatwa MUI dapat
menolak laporan hasil audit jika dianggap belum memenuhi persyaratan
yang ditentukan. Sertifikat Halal dikeluarkan oleh Majelis Ulama Indonesia
setelah ditetapkan status kehalalannya oleh Komisi Fatwa MUI. Sertifikat
Halal berlaku selama 2 (dua) tahun sejak tanggal diterbitkan dan harus
mengikuti prosedur perpanjangan Sertifikat Halal untuk mendapatkan
Sertifikat Halal yang baru.17
Sertifikat halal yang diterbitkan oleh MUI berdasarkan sidang Komisi
Fatwa telah mendapatkan legitimasi yang kuat berdasarkan Peraturan
Pemerintah Nomor 69 Tahun 1999 tentang Label dan Iklan Pangan serta
Piagam Kerja Sama Tahun 1996 tentang Pelaksanaan Pencantuman Label
Halal. Oleh karena itu, sertifikat halal menjadi landasan dan pijakan

17
Aisjah Girindra. Op. Cit., halaman 126

9
kewenangan Departemen Kesehatan cq. Direktorat Jenderal POM untuk
menerbitkan izin pencantuman label halal pada kemasan suatu produk.18
Perlu ditegaskan bahwa pemegang Sertifikat Halal MUI bertanggung
jawab dalam memelihara kehalalan produk yang diproduksinya. Sertifikat
Halal MUI tidak bisa dipindahtangankan, dan jika berakhir masa
berlakunya, termasuk salinannya tidak boleh digunakan lagi untuk maksud
apa pun.19

18
Ibid., halaman 70

19
Zulham. Op. Cit., halaman 121

10
3. PENGAWASAN PENGGUNAAN SERTIFIKAT HALAL
Pada dasarnya pencantuman label halal dalam kemasan produk yang
dipasarkan sampai saat ini masih belum merupakan suatu kewajiban. Dalam
kenyataannya sering kali pihak produsen mencantumkan label halal pada
produk yang mereka jual namun tidak sesuai dengan kondisi barang yang
sebenarnya ataupun pencantuman tersebut tidak sesuai dengan ketentuan
yang berlaku.
Sebagaimana disebutkan dalam ketentuan Undang-Undang Nomor 8
Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, bahwa yang menjadi salah
satu hak konsumen adalah memperoleh informasi yang benar dan jelas
perihal produk yang dibelinya. Pencantuman label halal yang tidak sesuai
dengan ketentuan yang seharusnya pada akhirnya baik secara langsung
maupun tidak langsung telah merugikan konsumen karena dalam kondisi
yang demikian telah menimbulkan suatu keragu-raguan atas kebenaran label
yang tertera tersebut. Perbuatan pencantuman label halal yang tidak sesuai
dengan standar yang berlaku pada produk yang dijualnya pada dasarnya
telah melanggar hak konsumen dan ketentuan syarat administratif yang ada.
Oleh karena itu demi menegakkan dan menjamin hak-hak konsumen, maka
diperlukan adanya pengawasan terhadap barang yang beredar di pasaran.20
Dalam hal pengawasan Sertifikat Halal yang telah diterbitkan kepada
suatu perusahaan atau produsen suatu produk, LPPOM MUI hanya
mensyaratkan perusahaan wajib menandatangani perjanjian untuk menerima
Tim Inspeksi Mendadak LPPOM MUI sewaktu-waktu dan perusahaan
berkewajiban menyerahkan laporan audit internal setiap enam bulan setelah
terbitnya Sertifikat Halal.21 Apabila melalui inspeksi terbukti bahwa
produsen tidak lagi memenuhi sistem jaminan kehalalan, maka pihak
LPPOM berhak untuk menyampaikan rekomendasi kepada Badan POM

20
Ega Megawati. 2009. Implementasi Pasal 30 Undang-Undang No 8 Tahun 1999 Tentang
Perlindungan Konsumen (Pengawasan Terhadap Peredaran Produk Maknaan Berlabel Halal).
Tesis Mahasiswi Fakultas Hukum Universitas Indonesia Jakarta, halaman 21-22

21
Zulham. Op. Cit., halaman 123

11
untuk memberikan sanksi administrasi sebagaimana di atur dalam PP
Nomor 66 Tahun 1999 tentang Label dan Iklan, berupa:
a. peringatan secara tertulis;
b. larangan untuk mengedarkan untuk sementara waktu dan atau perintah
untuk menarik produk pangan dari peredaran;
c. pemusnahan pangan jika terbukti membahayakan kesehatan dan jiwa
manusia;
d. penghentian produksi untuk sementara waktu;
e. pengenaan denda paling tinggi Rp. 50.000.000 (lima puluh juta
rupiah); dan/atau
f. pencabutan izin produksi atau izin usaha.22
Selain sanksi administrasi, produsen dapat pula dikenakan sanksi pidana dan
perdata, tergantung dari pelanggaran dan kesalahan yang dilakukan oleh
produsen itu sendiri.
Untuk mengawasi tiap-tiap produk yang beredar di masyarakat terkait
dengan kehalalannya, Undang-Undang Konsumen yang menjadi payung
hukum bagi setiap hal yang berkaitan dengan perlindungan konsumen telah
merumuskan ketentuan sebagaimana dimaksud di Pasal 30, yaitu:
1. Pengawasan terhadap penyelenggaraan perlindungan konsumen serta
penerapan ketentuan peraturan perundang-undangannya di
selenggarakan oleh pemerintah, masyarakat, dan lembaga
perlindungan konsumen swadaya masyarakat.
2. Pengawasan oleh pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilaksanakan oleh menteri dan/atau menteri teknis terkait.
3. Pengawasan oleh masyarakat dan lembaga perlindungan konsumen
swadaya masyarakat dilakukan terhadap barang dan/atau jasa yang
beredar di pasar.
4. Apabila hasil pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (3)
ternyata menyimpang dari peraturan perundang-undangan yang
22
Kurniawan, dkk. 2014. Tanggung Jawab Pelaku Usaha Terhadap Pemberian Label
Halal Pada Produk Makanan Dan Minuman Perspektif Hukum Perlindungan Konsumen. Jurnal
Penelitian UNRAM yang diterbitkan pada bulan Februari 2014, halaman 94-95

12
berlaku dan membahayakan konsumen, menteri dan/atau menteri
teknis terkait mengambil tindakan sesuai dengan peraturan perundang-
undangan yang berlaku.
5. Hasil pengawasan yang diselenggarakan masyarakat dan lembaga
perlindungan konsumen swadaya masyarakat dapat disebarluaskan
kepada masyarakat dan dapat disampaikan kepada Menteri dan
menteri teknis.
Melalui Pasal 30 ini, dapat disimpulkan bahwa partisipasi masyarakat
dalam mengawasi barang yang beredar di pasar juga dibutuhkan untuk
memberikan perlindungan bagi konsumen. Adapun bentuk pengawasan
yang dapat dilakukan masyarakat diatur dalam Pasal 9 Peraturan
Pemerintah Nomor 58 Tahun 2001 tentang Pembinaan dan Pengawasan
Penyelenggaraan Perlindungan Konsumen, yaitu:
1. Pengawasan oleh masyarakat dilakukan terhadap barang dan/atau jasa
yang beredar di pasar.
2. Pengawasan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan dengan
cara penelitian, pengujian dan/atau survei.
3. Aspek pengawasan meliputi pemuatan informasi tentang risiko
penggunaan barang jika diharuskan, pemasangan label, pengiklanan,
dan lain-lain yang disyaratkan berdasarkan ketentuan peraturan
perundang-undangan dan kebiasaan dalam praktik dunia usaha.
4. Hasil pengawasan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2), dapat
disebarluaskan kepada masyarakat dan dapat disampaikan kepada
Menteri dan menteri teknis.
Ketentuan pengawasan yang diperankan oleh masyarakat tersebut
praktis sama dengan ketentuan pengawasan yang diperankan oleh
Lembaga Perlindungan Konsumen Swadaya Masyarakat (LPKSM), haya
saja pengawasan yang diperankan oleh LPKSM mensyaratkan bahwa
penelitian, pengujian, dan survei yang dilakukan harus didasarkan pada
adanya dugaan bahwa produk tersebut tidak memenuhi unsur keamanan,

13
kesehatan, kenyamanan, dan keselamatan konsumen.23 Dengan kata lain,
dapat disimpulkan bahwa LPKSM baru bisa menjalankan fungsi
pengawasan apabila ada laporan pengaduan dari masyarakat terkait dugaan
tidak terpenuhinya unsur keamanan, kesehatan, kenyamanan, dan
keselamatan konsumen dikarenakan oleh suatu produk yang beredar dalam
masyarakat.
Begitu banyaknya pihak yang diturutsertakan ke dalam pengawasan
produk yang beredar di masyarakat akan berdampak positif. Tentunya
dengan ini dapat terlindungi hak-hak konsumen untuk memperoleh produk
yang terjamin kebenaran infomasinya, khususnya dari segi kehalalannya,
sehingga ke depannya tidak perlu ada keragu-raguan dalam membeli dan
menggunakan produk yang tersedia di masyarakat.

23
Zulham. Op. Cit., halaman 128-129

14
BAB III
PENUTUP

A. KESIMPULAN
1. Produk halal adalah produk yang memenuhi syarat kehalalan sesuai
dengan syariat Islam, berupa:
- Tidak mengandung babi dan bahan berasal dari babi;
- Tidak mengandung khamar dan produk turunannya;
- Semua bahan asal hewan harus berasal dari hewan halal yang
disembelih menurut tata cara syariat Islam
- Tidak mengandung bahan-bahan lain yang diharamkan atau
tergolong najis seperti: bangkai, darah, bahan-bahan yang berasal
dari organ manusia, kotoran dan lain sebagainya.
- Semua tempat penyimpanan, penjualan, pengolahan, pengelolaan
dan alat transportasi untuk produk halal tidak boleh digunakan
untuk babi atau barang tidak halal lainnya dan kemudian akan
digunakan untuk produk halal, maka terlebih dahulu harus
dibersihkan sesuai dengan cara yang diatur menurut syariat Islam.
2. Sertifikasi halal adalah suatu proses untuk memperoleh sertifikat halal
melalui beberapa tahap untuk membuktikan bahwa bahan, proses
produksi dan sistem jaminan halal memenuhi standar LPPOM MUI
(Lembaga Pengkajian Pangan, Kosmetik, dan Obat-obatan Majelis
Ulama Indonesia). Sertifikasi halal penting bagi produsen agar bisa
mendapatkan labelisasi halal di produknya. Sertifikasi halal sendiri
hanya bisa diperoleh setelah sebelumnya didapati persetujuan melalui
sidang fatwa MUI berdasarkan rekomendasi LPPOM MUI yang telah
melakukan audit lapangan.

15
3. Pengawasan penggunaan sertifikasi halal dilakukan dengan cara
inspeksi ke lokasi produksi dari suatu produk dalam waktu yang tidak
ditentukan. Pengawasan berkala juga dilakukan setiap 6 bulan sekali
melalui dokumen audit yang wajib diserahkan produsen kepada
LPPOM MUI. Selain itu, masyarakat dan LSM juga diberikan
kewenangan untuk melakukan pengawasan terkait dengan produk-
produk halal yang beredar di masyarakat.

B. SARAN
1. Umat muslim diharapkan lebih jeli dan selektif dalam memilih, membeli,
dan mempergunakan produk-produk yang beredar di pasar meskipun
produk tersebut telah mencantumkan label halal di produknya.
2. Kepada pemerintah diharapkan lebih memperketat aturan-aturan dan
kriteria yang berkaitan dengan proses sertifikasi halal suatu produk agar
masyarakat dapat lebih nyaman dalam mengonsumsi dan menggunakan
suatu produk.
3. Kepada masyarakat luas diharapkan turut berperan aktif dalam hal
pelaporan produk-produk yang berisi informasi yang tidak benar dan
membahayakan kemashlahatan banyak orang.

16
DAFTAR PUSTAKA

A. Buku-buku
Aisjah Girindra. 2005. Pengukir Sejarah Sertifikasi Halal. Jakarta: LP POM MUI
--------------------. 2008. Dari Sertifikat Manuju Labelisasi Halal. Jakarta: Pustaka
Jurnal Halal
Departemen Agama RI. 2008. Panduan Sertifikasi Halal. Jakarta: Direktorat
Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam dan Penyelenggaraan Haji
M. Quraish Shihab. 2007. “Membumikan” Al-Qur’an: Fungsi dan Peran Wahyu
dalam Kehidupan Masyarakat. Jakarta: Mizan
Majelis Ulama Indonesia. 2008. Panduan Umum Sistem Jaminan Halal LPPOM
– MUI. Jakarta: Lembaga Pengkajian Pangan Obat-Obatan Dan Kosmetika
MUI
Masthu. 1995. Makanan Indonesia dalam Pandangan Islam. Jakarta: Kantor
Menteri Negara Urusan Pangan Republik Indonesia
Muhammad Lailatul Qodri Z. 2014. Panduan Lengkap HRD (Human Resources
Division) & GA (General Affair). Jakarta: Penebar Swadaya
Singgih Wibowo. 2010. Petunjuk Mendirikan Perusahaan Kecil (Edisi Revisi).
Jakarta: Penebar Swadaya
Zulham. 2013. Hukum Perlindungan Konsumen. Jakarta: Kencana

B. Lain-lain
Ega Megawati. 2009. Implementasi Pasal 30 Undang-Undang No 8 Tahun 1999
Tentang Perlindungan Konsumen (Pengawasan Terhadap Peredaran
Produk Maknaan Berlabel Halal). Tesis Mahasiswi Fakultas Hukum
Universitas Indonesia Jakarta

17
Hasyim Asy’ari. 2011. Kriteria Sertifikasi Makanan Halal dalam Perspektif Ibnu
Hazm dan MUI. Skripsi Mahasiswa Fakultas Syariah dan Hukum
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta
Kurniawan, dkk. 2014. Tanggung Jawab Pelaku Usaha Terhadap Pemberian
Label Halal Pada Produk Makanan Dan Minuman Perspektif Hukum
Perlindungan Konsumen. Jurnal Penelitian UNRAM yang diterbitkan pada
bulan Februari 2014

18

Anda mungkin juga menyukai