Anda di halaman 1dari 22

MAKALAH MANAGEMENT PATIENT SAFETY

MIKROORGANISME DAN PARASITOLOGI SEBAGAI


DASAR UPAYA PENCEGAHAN INFEKSI

DISUSUN OLEH :

TIARA PUSPITA (PO7120119089)

DOSEN PENGAMPUH :
Azwaldi, APP, M.Kes

DIII KEPERATAN PALEMBANG

POLTEKKES KEMENKES PALEMBANG


TAHUN AJARAN 2019/2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur saya panjatkan atas ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat
rahmat dan karunia nya saya dapat menyelesaikan makalah yang berjudul
"Mikroorganisme dan Parasitologi Sebagai Dasar Upaya Pencegahan Infeksi". Tujuan
saya membuat makalah ini adalah dalam rangka memenuhi tugas pada mata kuliah
Management Patient Safety. Dalam penyusunan makalah ini saya banyak menemukan
kesulitan maupun hambatan dalam hal materi yang akan dibahas, buku referensi yang
akan digunakan, keterbatasan buku referensi yang ada di perpustakaan, dan keterbatasan
waktu dalam penyusunan makalah ini. Walaupun ditemukan kesulitan maupun
hambatan dalam penyusunan makalah ini, saya tetap berusaha dan bekerja keras untuk
menghadapi berbagai kesulitan maupun hambatan tersebut, sehingga makalah ini dapat
terselesaikan dengan baik dan maksimal.
Selain mengikuti bimbingan dan arahan, saya juga memperoleh bantuan dan
dukungan dari orang tua penulis di dalam menyusun makalah ini, baik dukungan secara
material maupun non material. Saya mengucapkan terima kasih kepada Bapak Azwaldi,
APP, M.Kes, selaku Dosen Mata Kuliah Management Patient Safety yang telah
mendukung dan membantu, sehingga makalah ini dapat terselesaikan.
Saya sangat mengharapkan kritik dan saran serta koreksi yang bersifat membangun
dari para pembaca makalah ini untuk perbaikan di masa yang akan datang.

Palembang, 31 Maret 2020

Tiara Puspita
DAFTAR ISI

HALAMAN COVER ...............................................................................................i


KATA PENGANTAR..............................................................................................ii
DAFTAR ISI ...........................................................................................................iii

BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang....................................................................................................1
B. Rumusan Masalah...............................................................................................2

BAB II PEMBAHASAN
A. Definisi Mikroorganisme dan Parasitologi........................................................3
B. Jenis Mikroorganisme Parasitologi ...................................................................3
C. Cara Penularan Mikroorganisme Parasitologi...................................................7
D. Kerugian Akibat Mikroorganisme Parasitologi.................................................8
E. Siklus Hidup Mikroorganisme Parasitologi ......................................................9
F. Infestasi Mikroorganisme Parasitologi ............................................................10
G. Standard Precautions ........................................................................................11
H. Langkah-Langkah Keselamatan Pasien ...........................................................13
I. Sasaran Keselamatan Pasien.............................................................................15
J. Tujuan Keselamatan Pasien..............................................................................16

BAB III PENUTUP


A. Kesimpulan.......................................................................................................17
B. Saran..................................................................................................................17

DAFTAR PUSTAKA..............................................................................................18
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Hampir setiap tindakan medik menyimpan potensi resiko. Banyaknya jenis
obat, jenis pemeriksaan dan prosedur, serta jumlah pasien dan staf Rumah Sakit
yang cukup besar, merupakan hal yang potensial bagi terjadinya kesalahan medis
(Medical Errors). Menurut Institute of Medicine (1999), Medical Error
didefinisikan sebagai suatu Kegagalan tindakan medis yang telah direncanakan
untuk diselesaikan tidak seperti yang diharapkan (kesalahan tindakan) atau
perencanaan yang salah untuk mencapai suatu tujuan (kesalahan perencanaan).
Kesalahan yang terjadi dalam proses asuhan medis ini akan berpotensi
mengakibatkan cedera pada pasien, bisa berupa Near Miss dan Adverse Event.
Near Miss atau Nyaris Cedera (NC) merupakan suatu kejadian akibat
melaksanakan suatu tindakan atau tidak mengambil tindakan yang seharusnya
diambil, yang dapat mencederai pasien, tetapi cedera serius tidak terjadi, karena
keberuntungan (misalnya, pasien terima suatu obat kontra indikasi tetapi tidak
timbul reaksi obat), pencegahan (suatu obat dengan overdosis lethal akan diberikan,
tetapi staflain mengetahui dan membatalkannya sebelum obat diberikan), dan
peringanan (suatu obat dengan overdosis lethal diberikan, diketahui secara dini lalu
diberikan antidote nya).
Adverse Event atau Kejadian Tidak Diharapkan (KTD) merupakan suatu
kejadian yang mengakibatkan cedera yang tidak diharapkan pada pasien karena
suatu tindakan atau tidak mengambil tindakan yang seharusnya diambil, dan bukan
karena atau kondisi pasien. Kesalahan tersebut bisa terjadi dalam tahap diagnostik
seperti kesalahan atau keterlambatan diagnosa, tidak menerapkan pemeriksaan yang
sesuai, menggunakan cara pemeriksaan yang sudah tidak dipakai atau tidak
bertindak atas hasil pemeriksaan atau observasi ; tahap pengobatan seperti
kesalahan pada prosedur pengobatan, pelaksanaan terapi, metode penggunaan obat,
dan keterlambatan merespon hasil pemeriksaan asuhan yang tidak layak ; tahap
preventive seperti tidak memberikan terapi provilaktik serta monitor dan follow up
yang tidak adekuat; atau pada hal teknis yang lain seperti kegagalan berkomunikasi,
kegagalan alat atau sistem yang lain. Dalam kenyataannya masalah Medical Error
dalam sistem pelayanan kesehatan mencerminkan fenomena gunung es, karena
yang terdeteksi umumnya adalah Adverse Event yang ditemukan secara kebetulan
saja. Sebagian besar yang lain cenderung tidak dilaporkan, tidak dicatat, atau justru
luput dari perhatian kita semua.

B. Rumusan Masalah
1. Menjelakan Jenis Mikroorganisme Parasitologi.
2. Menjelaskan Siklus Hidup Mikroorganisme Parasitologi.
3. Menjelaskan Cara Berkembang Biak Mikroorganisme Parasitologi.
4. Menjelaskan Cara Penularan Mikroorganisme Parasitologi.
BAB II
PEMBAHASAN

A. Definisi Mikroorganisme dan Parasitologi


Mikroorganisme adalah organisme yang berukuran sangat kecil sehingga untuk
mengamatinya diperlukan alat bantuan. Mikroorganisme disebut juga organisme
mikroskopik. Mikroorganisme sering kali bersel tunggal (uniseluler) maupun bersel
banyak (multiseluler). Namun, beberapa protista bersel tunggal masih terlihat oleh
mata telanjang dan ada beberapa spessies multisel tidak terlihat dengan mata
telanjang.
Parasitologi adalah hewan renik yang bias menurunkan produktivitas hewan
yang ditumpanginya. Parasitologi bisa menyerang manusia dan hewan, seperti
menyerang kulit manusia. Parasitoid ialah parasitologi yang memakai jaringan
mikroorganisme lainnya untuk keperluan nutrisi mereka hingga inang/hospes yang
ditumpangi meninggal karena kehilangan nutrisi atau jaringan yang dibutuhkan.
Hospes adalah makhluk hidup sebagai tempat hidup parasitologi.

B. Jenis Mikroorganisme Parasitologi


1. Berdasarkan Akibat Yang Ditimbulkan
Berdasarkan akibat yang ditimbulkan, parasitologi dapat dibedakan
menjadi Parasitologi ASIS dan Parasitologi OSIS. Parasitologi ASIS yaitu
parasitologi yang belum mampu menimbulkan lesi (jejas) atau tanda klinis
pada hospesnya, sedangkan Parasitologi OSIS yaitu parasitologi yang mampu
menimbulkan lesi (jejas) atau gejala klinis pada hospesnya. Contohnya, infeksi
cacing Ascaris suum pada babi, hasil pemeriksaan tinja ditemukan telur cacing
Ascaris suum tetapi babi tersebut belum menampakkan gejala klinis, sehingga
babi tersebut menderita Ascariasis. Sedangkan jika babi tersebut telah
menampakkan gejala klinis disebut menderita Ascariosis.
Contoh infeksi Protozoa saluran pencernaan (Balantidium sp), hasil
pemeriksaan tinja ditemukan bentuk kista atau tropozoit Balantidium sp, tetapi
hewannya belum menampakkan gejala klinis, sehingga disebut hewan
menderita Balantidiasis dan jika gejala klinisnya sudah nampak disebut
Balantidiosis. Contoh infestasi artropoda kudis kulit (Sarcoptes scabiei
penyebab Scabies). Dari hasil pemeriksaan kerokan kulit ditemukan tungau
Sarcoptes sp, jika hewannya belum menampakkan gejala klinis disebut
menderita Scabiasis dan jika sudah menampakkan gejala klinis disebut
Scabiosis.
2. Berdasarkan Lama Hidup Berparasitologi Pada Hospes
Berdasarkan lama hidup perparasitologi pada hospes, parasitologi dapat
dibedakan menjadi :
a. Parasitologi yang Selama Hidupnya sebagai Parasitologi
Contohnya, Cacing Trichinella spiralis, cacing dewasanya hidup
didalam saluran pencernaan dan larvanya hidup diantara sel-sel daging
serat lintang babi. Protozoa Plasmodium sp, stadium aseksualnya
berparasitologi didalam eritrosit unggas, sedangkan stadium seksualnya
berparasitologi didalam tubuh nyamuk. Artopoda (kutu Menopon
gallinae), sejak dari telur sampai dewasa hidup dan melekat pada bulu
ayam.
b. Parasitologi yang Belum Dewasa sebagai Parasitologi dan setelah Dewasa
Hidup Bebas.
Contohnya, artopoda (lalat Chrysomia sp) dimana larva lalat ini
umumnya hidup disela-sela ceracak kaki sapi sehingga menimbulkan
Miasis, sedangkan lalat dewasanya hidup bebas.
c. Parasitologi yang Dewasa sebagai Parasitologi dan Sebelum Dewasa
Hidup Bebas.
Contohnya, artropoda nyamuk, (Aedes, Anopheles dan Culex) betina
dewasa hidup sebagai parasitologi (menghisap darah), sedangkan jentik
(belum dewasa) hidup bebas didalam air.
d. Parasitologi yang Hampir Seluruh Hidupnya sebagai Parasitologi.
Contohnya, cacing Fasciola gigantica, embrio yang ada didalam telur
hidup bebas, stadium mirasidium, sporokista, redia dan cercaria hidup
sebagai parasitologi pada siput air tawar (Lymnaea sp), stadium
metasercaria hidup bebas dan cacing dewasanya berparasitologi didalam
hati dan kantung empedu herbivora.
3. Berdasarkan Lama Waktu Berparasitologi nya
Berdasarkan lama waktu berparasitologi nya, parasitologi dapat dibedakan
menjadi :
a. Parasitologi Temporer (Berkala = Periodik), adalah parasitology yang
mengunjungi hospesnya pada waktu-waktu tertentu saja. Contohnya,
nyamuk, lalat akan menghisap darah hospesnya pada waktu tertentu saja.
b. Parasitologi Stasioner, adalah parasitologi yang sebagian atau seluruh
hidupnya menetap pada hospes, apabila menetap selama satu stadium
siklus hidupnya disebut Parasitologi Stasioner Berkala (Stasioner Periodik)
dan apabila selama hidupnya menetap dan berparasitologi pada hospes
disebut Parasitologi Stasioner Permanen. Contoh Parasitologi Stasioner
berkala, lalat Gastrophylus sp, karena stadium larva saja yang
berparasitologi didalam lambung kuda, sedangkan lalat dewasa hidup
bebas. Parasitologi Stasioner Permanen, salah satunya kutu (Menopon
gallinae) karena selama hidupnya (telur, larva dan dewasa) hidup pada
bulu unggas. Cacing Trichinella spiralis, baik stadium larva dan
dewasanya hidup didalam tubuh hewan.
4. Berdasarkan Sifat Keparasitologian nya
Berdasarkan sifat keparasitologian nya, parasit dapat dibedakan menjadi :
a. Parasitologi Isidentil, adalah parasitologi yang secara kebetulan ditemukan
pada hospes yang tidak seharusnya (hospes yang tidak wajar). Contohnya,
cacing pita Dipyllidium caninum adalah saluran pencernaan anjing, tetapi
kadang-kadang bisa ditemukan berparasitologi didalam usus manusia
terutama anak-anak. Kejadiannya dimana telur cacing pita termakan oleh
larva pinjal (Ctenocephalides sp) yang merupakan hospes antara cacing
pita tersebut, pinjal yang infektif secara tidak sengaja termakan oleh anak-
anak sehingga didalam ususnya terinfeksi cacing pita anjing.
b. Parasitologi Eratica, adalah parasitologi yang lokasi berparasitologi nya
ditemukan tidak pada target organnya. Contohnya, cacing Ascaris suum
secara normal berpredi leksi (lokasi berparasitologi nya) didalam usus
halus babi, tetapi karena sesuatu sebab yang tidak diketahui secara pasti
bisa ditemukan didalam kantung empedu atau lambung babi. Contoh lain
cacing Ascaridia galli adalah cacing saluran pencernaan ayam, tetapi
pernah ditemukan didalam telur dan uterus ayam.
c. Parasitologi Fakultatif, adalah parasitologi yang dapat hidup bebas atau
hidup sebagai parasitologi. Contohnya, lalat rumah (Musca domestica)
umumnya baik stadium larva dan dewasa hidup bebas, tetapi jika larvanya
hidup didalam luka maka menyebabkan Miasis (Belatungan).
d. Parasitologi Obligat, adalah parasitologi yang hidupnya mutlak sebagai
parasitologi, jadi untuk kelangsungan hidupnya mutlak memerlukan
hospes. Contohnya, cacing hatiFasciola gigantica, Protozoa (Eimeria sp)
dan Artropoda (Sarcoptes sp) kesemuanya mutlak memerlukan hospes,
tanpa hospes akan mati.
e. Parasitologi Spuriosa adalah parasitologi yang dikeluarkan oleh bukan
hospes yang semestinya, dimana parasitologi tersebut tidak mengalami
perkembangan atau menimbulkan kerusakan pada hospes tersebut.
Contohnya, pada pemeriksaan tinja anjing ditemukan telur cacing pita
Taenia saginata yang seharusnya berparasitologi pada manusia,
kemungkinan karena anjing memakan tinja manusia yang mengandung
telur cacing pita tersebut. Contoh lain, pada pemeriksaan tinja ayam
ditemukan telur cacing Ascaris suum yang berparasitologi pada babi,
kemungkinan disebabkan karena ayam memakan bagian tinja babi yang
terkontaminasi telur cacing Ascaris suum.
5. Berdasarkan Jumlah Hospes Yang Diperlukan
Berdasarkan jumlah hospes yang dibutuhkan dalam menyelesaikan siklus
hidupnya, maka parasitologi dibedakan menjadi :
a. Parasitologi Monoxen, adalah parasitologi yang dalam menyelesaikan
siklus hidupnya hanya membutuhkan satu hospes yaitu hospes definitif
saja Contohnya, tungau Sarcoptes membutuhkan hanya satu hospes
definitif saja.
b. Parasitologi Heteroxen (“heteros” = berbeda) sering disebut juga
Diheteroxen, adalah parasitologi yang dalam menyelesaikan siklus
hidupnya melalui stadium-stadium yang setiap stadiumnya memerlukan
hospes yang berlainan. Contohnya, cacing hati Fasciola gigantica
memerlukan siput air tawar Lymnaea sppada stadium (mirasidium,
sporokista, redia dan serkaria) sedangkan dewasanya memerlukan mamalia
sebagai hospes definitifnya.
c. Parasitologi Polixen (“poly” = banyak), adalah parasitologi yang dalam
menyelesaikan siklus hidupnya memerlukan lebih dari satu hospes, tetapi
kesemuanya dari satu jenis. Contohnya, kebanyakan caplak adalah
parasitologi polixen, karena stadium larva, nimpa dan dewasanya
berparasitologi pada satu atau beberapa hewan sejenis.
6. Berdasarkan Tempat Berparasitologi nya
Berdasarkan tempat berparasitologi nya (predi leksinya), parasitologi dapat
dibedakan menjadi :
a. Ektoparasitologi = Ektozoa, adalah parasitologi yang secara umum hidup
pada permukaan luar tubuh (kulit) hospes atau didalam liang (telinga luar
dan rongga hidung) yang berhubungan bebas dengan dunia luar dan
termasuk juga parasitologi datang-pergi (parasitologi yang tidak menetap
didalam tubuh hospes). Contohnya, artropoda (kutu, pinjal, lalat, nyamuk,
caplak dan tungau).
b. Endoparasitologi = Endozoa, adalah parasitologi yang hidup didalam
organ dalam, sistem (alimentarius, sirkulasi, respirasi), rongga dada,
rongga perut, persendian, otot daging atau jaringan lainnya yang tidak
berhubungan langsung dengan dunia luar. Contohnya, cacing saluran
pencernaan, cacing jantung, protozoa saluran cerna dan protozoa darah.

C. Cara Penularan Mikroorganisme Parasitologi


Secara umum parasitologi dapat ditularkan dengan dua cara, yaitu secara
Vertikal dan Horizontal.
1. Penularan Secara Vertikal, adalah penularan yang terjadi melalui induk kepada
anak yang baru dilahirkan nya. Penularan dengan cara ini dapat terjadi melalui
telur, air susu atau plasenta.
2. Penularan Secara Horizontal, adalah cara penularan yang umumnya terjadi
antara individu yang satu dengan individu yang lainnya, atau termasuk juga
yang melalui bahan-bahan tercemar. Berkaitan dengan hal ini, cara penularan
tersebut dapat terjadi melalui :
a. Kontak Langsung, adalah penularan yang terjadi karena adanya kontak
fisik antara dua individu atau lebih. Contohnya, penularan kutu, tungau.
b. Kontak Tidak Langsung, adalah penularan yang terjadi bukan karena
terjadinya kontak fisik antara individu, melainkan karena sarana lain
seperti (bahan yang tercemar oleh parasitologi atau parasitologi sendiri
yang aktif mencari hospes).

D. Kerugian Akibat Mikroorganisme Parasitologi


1. Menghisap Darah, Cairan Getah Bening Atau Eksudat
Contohnya, artropoda (lalat dan nyamuk), helminth (cacing Ancylostoma
sp) dan Protozoa darah (Plasmodium sp, Leucocytozoon sp, Trypanosoma sp)
menghisap darah. Artropoda (lalat jenis tertentu), Helmin (cacing Thelazia sp,
Syngamus sp), protozoa (Trichomonas sp) menghisap cairan getah bening atau
eksudat.
2. Menghisap Makanan Hospes
Contohnya, Helmin (cacing Ascaris sp, Taenia sp), kesemuanya
menghisap makanan hospes.
3. Merusak Jaringan Tubuh
Contohnya, cacing Trematoda Fasciola gigantica merusak jaringan hati,
Protozoa (Eimeria sp) merusak epitel usus, Artopoda larva lalat Gastrophylus
sp merusak dinding lambung.
4. Menimbulkan Gangguan Mekanik
Contohnya, bentuk peralihan cacing pita echinococus granulosus (kista
hidatida) yang berpredi leksi didalam hati, bisa menekan organ hati dan organ
lainnya.
5. Menimbulkan Radang
Contohnya, larva dari cacing Ancylostoma sp bisa menembus kulit dan
menimbulkan radang. Gigitan dari Artropoda (lalat, nyamuk, kutu, pinjal,
caplak dan tungau) ke semuanya menimbulkan radang. Protozoa Eimeria sp
merusak epitel usus dan mengakibatkan terjadinya radang.
6. Memudahkan Masuknya Mikroorganisme
Contohnya, artropda (gigitan nyamuk, caplak), helmin (tempat masuknya
larva cacing Ancylostoma sp) menimbulkan kelukaan dan memudahkan
masuknya mikroorganisme sehingga terjadi infeksi sekunder.
7. Menghasilkan Berbagai Substansi Toksik Seperti (Hemolysin, Histilysine, Anti
koagulan dan Produksi Toksik Dari Metabolismenya).
Contohnya, Protozoa (Trypanosoma sp), artropoda (lalat, nyamuk, caplak)
dan Helmin (cacing Ancylostoma sp) menghasilkan substansi seperti tersebut
terdahulu.
8. Menimbulkan Reaksi Alergi
Contohnya, artropoda (Sarcoptes sp, lalat, nyamuk, kutu dan pinjal),
tempat gigitannya timbul reaksi alergi.
9. Dapat Menstimulir Terjadinya Kanker
Contohnya, cacing Spirocerca lupi telah terbukti dapat menstimulir
(merangsang) terjadinya kanker saluran pencernaan anjing.
10. Membawa Beberapa Penyakit (Vektor)
Contohnya, caplak menularkan Anaplasmosis, lalat menularkan malaria
ungags.
11. Menimbulkan Penyumbatan Secara Mekanis
Contohnya, cacing Ascaris suum jika jumlahnya banyak dapat menyumbat
saluran pencernaan babi.
12. Dapat Menghancurkan Sel, Karena Mengadakan Pertumbuhan Didalamnya
Contohnya, protozoa (Eimeria sp, menghancurkan sel epitel saluran cerna,
Plasmodium sp, Leucocytozoon dan Haemoproteus, menghancurkan sel darah
merah unggas).
13. Menurunkan Resistensi Tubuh Hospes Terhadap Penyakit Lainnya.

E. Siklus Hidup Mikroorganisme Parasitologi


Siklus hidup (daur hidup) parasitologi adalah serangkaian fase (stadium) dari
parasitologi untuk kelangsungan hidupnya. Mengenai siklus hidup parasitologi
sangatlah penting, karena pengendalian penyakit parasitologi tanpa dilandasi
dengan pengetahuan siklus hidup parasitology adalah sia-sia. Siklus hidup
parasitologi secara umum dapat dibedakan menjadi :
1. Siklus Hidup Secara Langsung, untuk melangsungkan hidup parasitologi
memerkulan hanya satu hospes (hospes definitif) dan parasitologi ini biasanya
memiliki fase bebas. Contohnya, cacing Ascaris suum yang menginfeksi babi,
cacing dewasa bertelur dan keluar bersama tinja dan mencemari lingkungan,
telur mengalami perkembangan dimana di dalam telur terbentuk larva stadium
1 dan 2 yang bersifat infektif dan akhirnya tertelan lagi oleh babi dan
berkembang menjadi dewasa. Disini hanya memerlukan satu hospes babi dan
perkembangan telur terjadi diluar tubuh babi(fase bebas).
2. Siklus Hidup Secara Tidak Langsung, untuk kelangsungan hidup parasitologi
membutuhkan satu hospes definitive dan satu atau lebih hospes intermedier.
Contohnya, cacing hati Fasciola gigantica yang menginfeksi sapi, cacing
dewasa yang berpredileksi didalam kantung empedu bertelur dan keluar
bersama tinja dan mencemari lingkungan, dari dalam telur akan keluar
mirasidium yang harus membutuhkan hospes intermedier siput Lymnaea sp
untuk berkembang menjadi sporokista, redia dan serkaria, serkaria akan keluar
dari tubuh siput dan menempel pada rumput menjadi Metaserkaria infektif dan
akhirnya harus tertelan oleh sapi.

F. Infeksi Mikroorganisme Parasitologi


1. Infeksi Cacing
a. Filariasis
Filariasis adalah penyakit di daerah tropis dan subtropis yang
disebabkan oleh infestasi cacing Wuchereria bancrofti atau Brugia malayi
pada saluran limfe, ditularkan melalui gigitan nyamuk. Dalam tahap lanjut
infestasi cacing menyebabkan cacat menetap berupa pembesaran tungkai,
lengan, dan alat kelamin (elephantiasis, penyakit kaki gajah).
b. Ascariasis (Penyakit Cacing Gelang)
Ascariasis adalah penyakit yang disebabkan oleh infestasi cacing
gelang Ascaris lumbricoides pada usus manusia, ditularkan melalui ingesti
telur cacing yang ada pada sayuran mentah atau buah.
c. Ancylostomiasis (Penyakit Cacing Tambang)
Ancylostomiasis adalah penyakit yang disebabkan oleh infestasi
cacing Ancylostoma duodenale pada usus manusia, mengisap darah dan
mengakibakan anemia berat. Penularan terjadi melalui larva yang
menembus telapak kaki telanjang.
d. Schistosomiasis (Bilharziasis)
Schistosomiasis adalah penyakit yang disebabkan oleh infestasi cacing
Schistosoma japonicum pada berbagai organ dalam tubuh, ditularkan
melalui air yang terkontaminasi larva yang berasal dari tempat hidup
semula pada keong air tawar.

G. Standard Precautions
Standard Precautions digunakan untuk semua pasien tanpa memandang status
ekonomi, sosial atau penyakit.
1. Cuci Tangan
a. Cuci tangan setelah menyentuh darah, cairan tubuh, sekresi, ekskresi dan
barang-barang terkontaminasi, meskipun menggunakan sarung tangan.
Cuci tangan segera setelah melepas sarung tangan, diantara kontak dengan
satu pasien dan yang berikutnya, dan kapan saja bila diperlukan untuk
mencegah perpindahan mikroorganisme ke pasien lain atau ke lingkungan.
Kadang-kadang diperlukan mencuci tangan diantara dua tugas atau
prosedur yang berbeda pada pasien yang sama untuk mencegah
kontaminasi silang pada bagian tubuh yang lain.
b. Gunakan zat anti mikroba atau zat anti septik tanpa air untuk keadaan yang
khusus (infeksi hiperendemis).
2. Sarung Tangan
Pakai sarung tangan (bersih dan tidak perlu steril) jika menyentuh darah,
cairan tubuh, sekresi, ekskresi dan barang-barang yang terkontaminasi. Pakai
sarung tangan tepat sebelum menyentuh lapisan mukosa dari kulit yang luka.
Ganti sarung tangan diantara dua tugas dan prosedur berbeda pada pasien yang
sama setelah menyentuh bagian yang kemungkinan mengandung banyak
mikroorganisme. Lepas sarung tangan tepat saat selesai suatu tugas, sebelum
menyentuh barang dan permukaan lingkungan yang tidak terkontaminasi dan
sebelum berpindah ke pasien lain. serta segera cuci tangan untuk mencegah
perpindahan mikroorganisme ke pasien lain atau lingkungan.
3. Masker
Gunakan masker dan pelindung mata atau wajah untuk melindungi lapisan
mukosa pada mata, hidung dan mulut saat melakukan prosedur atau aktifitas
perawatan pasien yang memungkinkan adanya cipratan darah atau cairan tubuh
lainnya.
4. Apron
Gunakan apron (bersih dan tidak perlu steril) untuk melindungi kulit dan
untuk mencegah ternodanya pakaian saat melakukan prosedur dan aktifitas
perawatan pasien yang memungkinkan adanya cipratan darah. Lepas apron
kotor segera dan cuci tangan untuk mencegah perpindahan mikroorganisme ke
pasien lain atau lingkungan.
5. Peralatan Perawatan Pasien
Peralatan perawatan pasien yang terkontaminasi darah, cairan tubuh,
sekresi dan ekskresi hendaknya diperlakukan sedemikian rupa sehingga tidak
bersentuhan dengan kulit dan lapisan mukosa, tidak mengotori pakaian dan
tidak memindahkan mikroorganisme ke pasien lain dan lingkungan. Pastikan
bahwa peralatan yang dapat dipakai ulang tidak dipakai lagi untuk pasien lain
sebelum dibersihkan dan diproses selayaknya.
6. Pengendalian Lingkungan
Rumah sakit harus memiliki prosedur yang memadai untuk perawatan
rutin, pembersihan dan desinfeksi permukaan lingkungan, tempat tidur, tiang-
tiang tempat tidur, peralatan samping tempat tidur dan permukaan lain yang
sering disentuh serta pastikan prosedur ini dilaksanakan.
7. Linen
Tangani, transportasikan dan proseslah linen yang terkontaminasi dengan
darah, cairan tubuh, sekresi dan ekskresi dengan baik sehingga tidak
bersentuhan dengan kulit dan lapisan mukosa, tidak mengotori pakaian dan
tidak memindahkan mikroorganisme ke pasien lain dan lingkungan.
8. Keselamatan Kerja Karyawan Dan Penularan Penyakit Melalui Darah
a. Jangan sampai terluka saat memakai jarum, skapel dan instrumen atau
peralatan lain yang tajam. Saat menangani peralatan tajam setelah selesai
suatu prosedur, saat membersihkan instrumen kotor dan saat membuang
jarum bekas. Jangan memasang kembali tutup jarum atau berbuat apapun
terhadap jarum itu dengan menggunakan kedua tangan atau menggunakan
teknik apapun yang mengarahkan mata jarum ke arah bagian tubuh
manapun tetapi gunakanlah teknik satu tangan atau peralatan khusus untuk
memegang jarum. Jangan melepas jarum bekas dari spuitnya dengan
tangan dan jangan menekuk, mematahkan atau memanipulasi jarum bekas
dengan tangan. Letakkan benda-benda tajam sekali pakai seperti jarum dan
spuit bekas, mata skapel bekas dan peralatan tajam lainnya dalam wadah
yang tahan tusukan yang diletakkan sedekat mungkin dan sepraktis
mungkin di lokasi penggunaan peralatan.
b. Peralatan yang dapat menggantikan pernafasan dari mulut ke mulut seperti
mouthpiece, kantong resusitasi dan peralatan ventilasi lainnya hendaknya
diletakkan di tempat yang sering dibutuhkan.

H. Langkah-Langkah Keselamatan Pasien


Pelaksanaan keselamatan pasien meliputi :
1. Solusi Keselamatan Pasien Di RS (Daud, 2007)
a. Perhatikan nama obat, rupa dan ucapan mirip (Look-Alike, Sound-Alike
Medication Names).
b. Nama obat yang mirip dan membingungkan merupakan salah satu
penyebab terjadinya kesalahan obat. Rekomendasinya adalah memperbaiki
penulisan resep dengan cara memperbaiki tulisan tangan atau membuat
resep elektronik. Obat yang ditulis adalah nama dagang dan nama generik,
dosis, kekuatan, petunjuk pemakaian, dan indikasinya untuk membedakan
nama obat yang terdengar atau terlihat mirip.
c. Pastikan identifikasi pasien.
d. Cek ulang secara detail identifikasi pasien untuk memastikan pasien yang
benar sebelum dilakukan tindakan. Libatkan pasien dalam proses
identifikasi. Pada pasien koma, kembangkan Standar Prosedur Operasional
(SPO) pendekatan non-verbal biometrik.
e. Komunikasi secara benar saat serah terima pasien.
f. Alokasi waktu yang cukup pada petugas untuk bertanya dan memberi
respon. Repeat back dan read back yaitu penerima informasi membacakan
ulang informasi yang telah ditulisnya untuk memastikan bahwa informasi
telah diterima secara benar.
g. Pastikan tindakan yang benar pada sisi tubuh yang benar.
h. Verifikasi pada tahap pre-prosedur untuk pasien yang dimaksud, prosedur,
sisi dan jika ada implant atau protesis. Tugas petugas dalam memberikan
tanda agar tidak terjadi salah persepsi serta harus melibatkan pasien.
Melakukan time out pada semua petugas sebelum memulai prosedur.
i. Kendalikan cairan elektrolit pekat.
j. Memonitor, meresepkan, menyiapkan, mendistribusi, memverifikasi, dan
memberikan cairan pekat seperti Potasium Chloride (KCL) sesuai rencana
agar tidak terjadi KTD. Standarisasi dosis, unit pengukuran, dan
terminology merupakan hal yang penting dalam penggunaan cairan pekat.
Hindari pencampuran antar cairan pekat.
k. Pastikan akurasi pemberian obat pada pengalihan pelayanan.
l. Kesalahan yang sering timbul adalah saat peresepan dan pemberian obat.
Rekonsiliasi obat adalah salah suatu proses yang dirancang untuk
mencegah kesalahan pemberian obat saat pengalihan pasien.
m. Hindari salah kateter dan salah sambung selang.
n. Solusi terbaik adalah mendesain alat yang mencegah salah sambung dan
tepat digunakan untuk memberikan pelayanan kesehatan yang baik.
o. Gunakan alat injeksi sekali pakai.
p. Salah satu kekhawatiran adalah tersebarnya virus HIV, virus hepatitis B,
virus hepatitis C akibat penggunaan jarum suntik yang berulang.
Kembangkan program pelatihan untuk petugas kesehatan mengenai prinsip
pengendalian infeksi, penyuntikan yang aman, dan manajemen limbah
benda tajam.
q. Tingkatkan kebersihan tangan untuk pencegahan infeksi nosokomial.
r. Bukti nyata bahwa kebersihan tangan dapat menurunkan insiden infeksi
nosokomial. Kebijakan yang mendukung adalah tersedianya air secara
terus-menerus dan tersedianya cairan cuci tangan yang mengandung
alkohol pada titik-titik pelayanan pasien.
2. Langkah Menuju Keselamatan Pasien RS Sebagai Panduan Bagi Staf Rumah
Sakit (Depkes RI, 2006)
a. Bangun kesadaran akan nilai keselamatan pasien, ciptakan kepemimpinan
dan budaya yang terbuka dan adil.
b. Pimpin dan dukung staf RS, bangunlah komitmen dan fokus yang kuat dan
jelas tentang keselamatan pasien di RS.
c. Integrasikan aktivitas pengelolaan risiko, kembangkan sistem dan proses
pengelolaan risiko, serta lakukan identifikasi dan penilaian hal yang
potensial bermasalah.
d. Kembangkan sistem pelaporan, pastikan staf dapat dengan mudah
melaporkan kejadian/insiden, serta RS mengatur pelaporan kepada KKP-
RS.
e. Libatkan dan berkomunikasi dengan pasien, kembangkan cara-cara
komunikasi yang terbuka dengan pasien.
f. Belajar dan berbagi pengalaman tentang keselamatan pasien, dorong staf
untuk melakukan analisis akar masalah untuk belajar bagaimana dan
mengapa kejadian itu timbul.
g. Cegah cedera melalui implementasi sistem keselamatan pasien, gunakan
informasi yang ada tentang kejadian/ masalah untuk melakukan perubahan
pada sistem pelayanan.

I. Sasaran Keselamatan Pasien


1. Ketepatan Identifikasi Pasien.
2. Peningkatan Komunikasi Yang Efektif.
3. Peningkatan Keamanan Obat Yang Perlu Di Waspadai.
4. Kepastian Tepat-Lokasi, Tepat-Prosedur, Tepat-Pasien Operasi.
5. Pengurangan Resiko Infeksi Terkait Pelayanan Kesehatan.
6. Pengurangan Resiko Pasien Jatuh.
J. Tujuan Keselamatan Pasien
1. Terciptanya Budaya Keselamatan Pasien Di RS.
2. Meningkatnya Akuntabilitas Rumah Sakit Terhadap Pasien Dan Masyarakat.
3. Menurunkan KTD Di RS.
4. Terlaksananya Program-Program Pencegahan Sehingga Tidak Terjadi
Pengulangan KTD.
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Saat ini isu penting dan global dalam Pelayanan Kesehatan adalah Keselamatan
Pasien (Patient Safety). Isu ini praktis mulai dibicarakan kembali pada tahun 2000-
an, sejak laporan dan Institute of Medicine (IOM) yang menerbitkan laporan to err
ishuman, building a safer health system. Keselamatan pasien adalah suatu disiplin
barudalam pelayanan kesehatan yang mengutamakan pelaporan, analisis, dan
pencegahan medical error yang sering menimbulkan Kejadian Tak Diharapkan
(KTD) dalam pelayanan kesehatan.

B. Saran
Mengingat pelaksanaan penulisan makalah ini baru berjalan sepekan sehingga
hasil yang diperoleh belum maksimal. Oleh karena itu, kami memerlukan saran
yang membangun untuk pembaca makalah ini.
DAFTAR PUSTAKA

Astrid Clara, 2014. Pengantar Mikroorganisme Parasitologi. Http://AstriidClara.


Blogspot.Co.Id/2014/05.Pengantar-Mikroorganisme-Parasitologi.Html. Diakses
Tanggal 27 September 2016 Pukul 16.54.

Om Kicau, 2009. Mikroorganisme Parasitologi dan Gangguannya Terhadap Inang


(Hospes). Https://OmKicau.Com/2009/11/06/Sekilas-Tentang-Mikroorganisme-
Parasitologi-dan-Gangguannya-Terhadap-Inang-Hospes. Diakses Tanggal 27
September 2016 Pukul 17.26.

Radar Pos, 2009. Pembagian Mikroorganisme Parasitologi Di Dunia. Http://Arif


KusumaYuda.Blogspot.Co.id/2012/05/Pembagian-Mikroorganisme-Parasitologi-
Di-Dunia.Html. Diakses Tanggal 27 September 2016 Pukul 17.38.

Joe Orbitnet, 2011. Resume Mikroorganisme Parasitologi. Http://WarnetOrbit.Blogspot.


Co.Id/2011/07/Resume-Mikroorganisme-Parasitologi.Html. Diakses Tanggal 27
September 2016 Pukul 18.56.

Ana Nurulf, 2014. Infeksi Mikroorganisme dan Infeksi Parasitologi . Http://AnaNurulf


29.Blogspot.Co.Id/2014/11/Infeksi-Mikroorganisme-dan-Infeksi-Parasitologi.
Html. Diakses Tanggal 27 September 2016 Pukul 19.12.

Anda mungkin juga menyukai