Anda di halaman 1dari 128

Inovasi Pembelajaran

Matematika dari Sejarah


Matematika:
Belajar Pythagoras dari Problem Solving Ancient China
Persamaan Kuadrat Babilonia Kuno

Achmad Dhany Fachrudin

Penerbit
STKIP PGRI Sidoarjo
i
Inovasi Pembelajaran Matematika dari Sejarah Matematika:
Belajar Pythagoras dari Problem Solving Ancient China
Persamaan Kuadrat Babilonia Kuno

Penulis : Achmad Dhany Fachrudin


ISBN : 978-602-72886-3-8

Desain Sampul : Ahmad Didit Chayono


Penata Letak : Ahmad Didit Chayono
Dimensi Buku : 14,8 x 21 cm,
iv + 123 halaman

Diterbitkan oleh STKIP PGRI SIDOARJO


Jl. Kemiri, Sidoarjo
Telp. (031)8071354
e-mail: stkippgrisda.isbn@gmail.com

Hak cipta dilindungi undang-undang


Dilarang memperbanyak sebagaian atau seluruh isi buku tanpa izin
tertulis dari penerbit

ii
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah Puji syukur kehadirat Allah SWT atas berkat limpahan


rahmat, karunia dan pertolongan-Nya sehingga Buku Inovasi
Pembelajaran Matematika dari Sejarah Matematika dapat diselesaikan.
Buku ini disusun untuk pemerhati pendidikan matematika untuk
mempermudah dalam mempelajari penggunaan sejarah matematika
dalam pembalajaran matematika, pada edisi ini secara khusus diberikan
contoh penerapannya pada materi Pythagoras dan Penyelesaian
Persamaan Kuadrat.

Ucapan terimakasih kepada orang tua yang jasanya tidak mampu untuk
dituliskan, pemerintah melalui ristekdikti yang telah mendanai rangkaian
penelitian sehingga dapat disusun buku ini dan semua pihak yang
berkontribusi dalam penyusunan buku ini. Ucapan terimakasih sebesar-
besarnya untuk Mitra sekaligus pembimbing penelitian, Prof. Dr. Ratu
Ilma, M.Si., Ibu Rooselyna Ekawati, M.Sc, Ph.D, Ahmad Wachidul
Kohar, M.Pd.

Kami menyadari masih terdapat banyak kekurangan dalam buku ini,


untuk itu kritik dan saran yang membangun demi penyempurnaan buku
ini sangat diharapkan. Dan semoga buku ini dapat memberikan maanfaat
bagi peneliti, praktisi dan pemerhati pendidikan matematika atau semua
pihak dari segala lapisan yang membutuhkan,.

Sidoarjo, Februari 2020

Achmad Dhany Fachrudin

iii
DAFTAR ISI

BAB I
Peran Sejarah Matematika dalam Pembelajaran Matematika
...................................................................................................... 1

BAB II
Merancang Desain Pembelajaran Berbasis Sejarah Matematika
...................................................................................................... 56

BAB III
Desain Pembelajaran Teorema Pythagoras dengan Pendekatan
Problem Solving Dari Sejarah Matematika China.................. 67

BAB IV
Desain Pembelajaran Penyelesaian Persamaan Kuadrat dengan
Pendekatan “Naïve Geometry” Babilonia Kuno ..................... 86

iv
BAB I
PERAN SEJARAH MATEMATIKA DALAM PEMBELAJARAN
MATEMATIKA

Radford (1996) menyatakan bahwa konstruksi konsep-konsep


matematika berdasarkan sejarah dapat membantu memberikan
pengetahuan tentang bagaimana pemikiran siswa dalam membangun
pengetahuan mereka tentang matematika. Beberepa peneliti juga
meyarankan tentang penggunaan sejarah dalam pembelajaran
metematika (Fauvel & Van Maanen, 2000; Radford, 2002; Katz, 2000).
Hal tersebut dikarenakan kesulitan pemikiran orang terdahulu saat
menemukan atau mempelajari suatu konsep mungkin serupa dengan
yang dihadapi oleh siswa pada saat ini, walaupun mungkin sudah
menganal beberapa hal yang mungkin tidak dikenal oleh orang
terdahulu. Tentunya seiring dengan banyaknya penemuan-penemuan
dalam bidang matematika yang memudahkan dalam perkembangan ilmu
lain atau matematika itu sendiri (misalnya aljabar, trigonometri dan lain-
lain). Peranan sejarah maatematika dalam pembelajaran tidak hanya
dapat menumbuhkan motivasi, akan tetapi dapat memberi kesempatan
kepada siswa untuk memperluas pengetahuan dalam mencari koneksi
apa yang sedang dipelajarinya terhadap lingkungan sekitarnya.

Jankvist (2009) memberikan dua hal alasan tentang pentingnya sejarah


matematika dalam pembelajaran matematika, yaitu terkait tentang
pertanyaan “Why” dan “How”. Jankvist (2009) memberikan analisis
argumen yang berbeda untuk dan pendekatan untuk menggunakan
sejarah matematika dalam pembelajaran matematika. argumen tersebut
menunjukkan bagaimana “mengapa” dan “bagaimana” penggunaan
sejarah matematika dalam pembelajaran.

Jankvist (2009) mengklasifikasikan dua alasan penggunaan sejarah


matematika dalam pembelajaran (atau kategori “Why”), dimana salah
satunya adalah sejarah matematika “as a tool” atau sebagai alat. Alasan
1
mengenai sejarah sebagai alat berkenaan dengan menggunakan sejarah
dari aspek didaktik matematika karena tiga alasan:

(a) membantu siswa untuk mendapatkan motivasi,


(b) memperkuat kemampuan kognitif matematika siswa, dan
(c) menjadi komponen yang melekat dalam pengembangan konseptual
matematika siswa (yaitu, prinsip genetik).

Jankvist (2009) menyimpulkan bahwa tiga alasan ini juga menjadi alasan
untuk menggunakan sejarah dalam pendidikan matematika serta sebagai
alternatif cara untuk membantu siswa dalam berbagai cara ketika belajar
matematika.

Sedangkan dalam hal kategori “How”, atau terkait dengan bagaimana


cara menggunakan sejarah matematika dalam pembelajaran jankvist
(2009) membagi tiga kategori pendekatan yang dapat digunakan:

(a) Illumination approach


Dalam hal ini, pembelajaran masih berlangsung dengan dengan
menggunakan sumber belajar yang sudah ada, akan tetapi
ditambahkan dan diperkaya dengan beberapa informasi-informasi
historis yang berhubungan dengan materi yang diajarkan, namun
proses pembelajaran masih mengikuti modul yang sudah ada (alur
tidak terkait dengan histori matematika)
(b) Modules approach
Dalam kategori module approach, sejarah matematika digunakan
dalam beberapa bagian atau sub dalam suatu materi dengan
intensitas cukup sering. Dengan kata lain, pada tipe pendekatan ini
sudah termasuk history-based approach, namun pada bagian
tertentu dari sub materi.
(c) History-based approach
Pada kategori ketiga ini, desain pembelajaran benar-benar
dikembangkan berdasarkan perkembangan secara histori konsep
matematika, dengan kata lain pendekatan pembelajaran didesain
dan dikembangkan berdasarkan inspirasi dari sejarah matematika.
2
Siu Man-Keung (1997) menyatakan terdapat empat level penggunaan
contoh ilustrasi dalam sejarah matematika dalam pembelajaran di kelas
yang dikenal dengan singkatan ABCD (Anecdote, Broad Outline,
Content, Development of mathematical ideas), yaitu:

(a) Anecdotes (cerita)


Penggunaan anekdot dapat memberi sedikit sentuhan hiburan,
menginspirasi siswa, menanamkan rasa hormat kepada penemu-
penemu terdahulu dan mengenalkan kebudayaan masa lampau yang
sangat berguna dalam pendidikan.
(b) Broad Outline (garis besar yang penting)
Dalam pembelajaran Keung menjelaskan bahwa sejarah
matematika dapat digunakan untuk menggambarkan pada awal
ataupun review akhir suatu topik. Hal tersebut tentunya akan
menambah memberikan motivasi kepada siswa tentang alasan
mereka mempelajari sutu topik tersebut. Dengan mengetahui
sejarahnya siswa akan bisa membayangkan bagaimana suatu
permasalahan (dalam suatu topik) berkembang dahulu.
(c) Content (materi yang detail)
Dalam hal ini sejarah matematika dapat dipandang dari dua sisi,
yang pertama yaitu sejararah matematika sebagai sejarah dalam
ilmu sains atau melihat sejarah matematika dari segi sejarah budaya,
dan yang kedua sejarah matematika diapandang dari segi
matematika modern.
(d) Development of mathematical ideas (pengembangan gagasan
matematika).
Dalam hal ini, sejalan dengan history-based approach yang
dirumuskan oleh Jankvist.

Man-Keung (2000) menekankan bahwa penggunaan sejarah matematika


dalam pembelajaran tidak semerta-merta membuat siswa dalam sekejap
langsung memperoleh nilai yang tinggi pada suatu topik tertentu dalam
semalam, tetapi dapat membuat pembelajaran matematika menjadi lebih
bermakna bagi siswa.
3
Di sisi lain, Terdapat lima area utama di mana pembelajaran matematika
dapat didukung, diperkaya dan ditingkatkan melalui pengintegrasikan
sejarah matematika dalam pembelajaran (Tzanakis & Arcavi, 2000)
yaitu:

(a) Pembelajaran matematika itu sendiri;


(b) Pengembangan pandangan terhadap matematika dan aktivitas
matematika;
(c) Latar belakang didaktical guru dan repertoir pedagogis mereka;
(d) Kecenderungan dalam bersikap terhadap matematika, dan
(e) Apresiasi pada matematika sebagai suatu budaya manusia.

Secara eksplisit pengintegrasian Sejarah matematika juga berperan untuk


mengatasi permasalahan dalam pembelajaran matematika yang
dijelaskan oleh Grugnetti (2000) yaitu:

(a) Dengan menggunakan masalah lama, siswa dapat membandingkan


strategi mereka dengan yang asli. Ini adalah cara yang menarik
untuk memahami keefektifan proses yang kita gunakan sekarang
(karena pada zaman dahulu belum mengenal simbol-simbol atau
pengembangan konsep tertentu). Dalam mengamati evolusi suatu
konsep secara historis, siswa akan menemukan bahwa matematika
itu sesungguhnya tidak tetap dan definitif.
(b) Sejarah untuk membangun keterampilan dan konsep-konsep
matematika
Dengan mengetahui sejarah pengetahuan penemuan dan
perkembangan konsep matematika, akan membantu meningkatkan
keterampilan dan pola pikir bagaimana suatu konsep tersebut
ditemukan dulunya.
(c) Sebuah analisis historis dan epistemologis memungkinkan guru
untuk memahami mengapa suatu konsep tertentu sulit bagi siswa
(misal, konsep fungsi, konsep pecahan, konsep limit dan lain-lain)
dan dapat membantu dalam pengembangan suatu pendekatan
didaktis.

4
Selain itu, Fauvel menyebutkan beberapa manfaat yang dapat diambil
dari penggunaan sejarah matematika dalam pembelajaran (Sumardyono,
2012), dimana palint tidak terdapat tiga dimensi besar pengaruh positif
sejarah matematika dalam proses belajar siswa:

a) Understanding (pemahaman)
Perspektif sejarah dan perspektif matematika (struktur modern) saling
melengkapi untuk memberikan gambaran yang jelas dan menyeluruh,
yaitu pemahaman yang rinci tentang konsep-konsep dan teorema-
teorema dalam matematika, serta pemahaman yang lebih baik tentang
bagaimana konsep-konsep matematika saling berhubungan dan
bertemu.
b) Enthusiasm (antusiasme)
Sejarah matematika memberikan sisi aktivitas manusia dan tradisi/
kebudayaan manusia. Pada sisi ini, siswa merasa menjadi bagiannya
sehingga menimbulkan antusiasme dan motivasi tersendiri.
c) Skills (keterampilan)
Yang dimaksud dengan skills di sini bukan hanya keterampilan
matematis semata, tetapi keterampilan dalam hal:
keterampilan research dalam menata informasi, keterampilan
menafsirkan secara kritis berbagai anggapan dan hipotesis,
keterampilan menulis secara koheren, keterampilan
mempresentasikan kerja, dan keterampilan menempatkan dan
menerima suatu konsep pada level yang berbeda-beda. Keterampilan-
keterampilan di atas jarang diantisipasi dalam pembelajaran
konvensional/tradisional.

Berdasarkan beberapa paparan dari beberapa ahli tersebut, dapat


disimpulkan bahwa sejarah matematika secara teoritis, bahkan secara
praktik berdasarkan hasil penelitian beberapa peneliti yang mencoba
menerapkan pembelajaran dengan history-based approach, dapat
memberikan dampak positif dalam pembelajaran matematika dalam
domain yang luas, mulai dari motivasi sampai pemahaman konsep
matematika itu sendiri.
5
Di sisi lain, sejarah matematika merupakan salah satu sumber belajar
yang penting bagi seorang guru tentang dua hal sekaligus secara
terintegrasi, yaitu mengenai konsep matematika dan ilmu pedagogis.
Pengetahuan sejarah matematika secara otomatis akan memberikan
kontribusi terhadap pemahaman matematika dan bagaimana hubungan
antar konsep dalam matematika dan bagaimana konsep tersebut
mengalami evolusi. Dengan memahami latar belakang sejarah dari suatu
konsep matematika, akan meningkatkan pemahaman secara holistik atau
menyeluruh yang akan berdampak terhadap kemampuan pedagogis guru.
Pemahaman mulai dari nama tokoh, latar belakang berkembangnya
konsep, bagaimana evolusi dari perkembangan konsep bahkan hubungan
konsep dalam matematika terhubung satu sama lain secara historis. Hal
tersebut tentunya secara otomatis akan memberikan kontribusi terhadap
kemampuan pedagogis guru matematika, baik sebagai bahan motivasi,
evaluasi dari masalah yang muncul dimasa lalu untuk dipetakan
solusinya, dan untuk merancang desain pembelajaran suatu materi
tertentu dengan inspirasi dari sejarah matematika.

MENGGUNAKAN SOAL ATAU PROBLEM SOLVING DARI


SEJARAH MATEMATIKA UNTUK MEMPERKAYA
KUALITAS PEMBELAJARAN

Salah satu cara untuk memperkaya kualitas pembelajaran dengan


mengintegrasikan sejarah matematika adalah dengan memberikan
kesempatan kepada siswa untuk menyelesaikan permasalahan atau
problem solving yang bersumber dari sejarah matematika. Penggunaan
permasalahan sejarah matematika juga merupakan salah satu jawaban
bagi pertanyaan guru “dimana saya dapat menemukan soal problem
solving?”.

Tentunya, dalam menggunakan soal pemecahan masalah dalam


pembelajaran yang bersumber dari sejarah matematika tidaklah harus
selalu “kaku” atau disajikan apa adanya sesuai dengan sumber aslinya.

6
Guru dapat melakukan modifikasi dengan berbagai pertimbangan.
Sebagai contoh untuk relevansi dengan konteks yang sesuai dengan
kondisi saat ini. Akan tetapi, terkadang perlu juga soal sejarah dibiarkan
utuh sesuai dengan aslinya jika melakukan modifikasi dapat
menghilangkan nilai historis yang penting untuk diajarkan. Berikut
adalah beberapa contoh soal problem solving dari sejarah matematika
(untuk topik Pythagoras dan persamaan kuadrat) yang dapat dijadikan
bahan dalam pelaksanaan pembelajaran di kelas.

Soal Problem Solving yang dari Nine Chapter atau Jiuzhang


Suanshu pada bab Gou Gu (bab ke-9 tantang segitiga siku-siku)
(sumber: swetz, 1977)

pada bagian ini diberikan beberapa contoh permasalahan yang


bersumber dari Jiuzhang Suanshu atau dikenal dengan nine chapter
berserta penjelasan dan komentari yang diberikan oleh Liu Hui,
matematikawan china dari sekitar abad ke-3. Konsep yang dipakai
adalah teori segitiga siku-siku china pada Jiuzhang Suanshu. Dalam
segitiga siku-siku, sisi terpendek yang berdekatan dengan sudut siku-siku
disebut Gou. sisi yang lebih panjang yang berdekatan dengan sudut siku-
siku disebut Gu. Sisi yang berhadapan dengan sudut siku-siku disebut
Xien. Gou lebih pendek dari Gu, dan ku lebih pendek dari Xien.

Salah satu aturan yang terdapat pada nine chapter adalah sebagai berikut:

“Tambahkan kuadrat dari Gou dan Gu, maka akar dari penjumlahan
tersebut adalah sama dengan Xien.”

7
Untuk lebih mudah memahami pernyataan di atas, maka Liu Hui
menjelaskannya dalam bentuk geometri seperti pada gambar di bawah
ini.

Liu Hui menjelaskan dengan contoh segitiga yang memiliki pasangan


sisi 3, 4 dan 5 dengan menunjukkan bahwa jumlah luas persegi Gou dan
Gu sama dengan luas persegi Xien

Beberapa satuan yang terdapat dalam Juizhang:

1 Chi’h = 1 kaki, 1 chi’h=10 ts’un, 1 bu= 6 Chi’h, 1 Zhang= 10 chi’h

[soal no. 4, Gou Gu, Nine Chapter]

Diberikan: Sebuah balok kayu berdiameter 2 ch'ih 5 ts'un, sebuah papan


setebal 7 ts'un harus dipotong dari balok itu. Berapa lebar maksimum
papan?

Jawab: 2 ch'ih 4 ts'un.

Metode: Dari kuadrat 2 ch'ih 5 ts'un kurangi kuadrat dari 7 ts'un. Lebar
papan yang diinginkan sama dengan selisih dari akar kuadratnya.

Penjelasan: 2 ch'ih 5 ts'un sama dengan hsien (sisi miring). 7 ts'un sama
dengan gou; lebar papan adalah gu.

Komentar: Aplikasi langsung dari Teorema "Pythagoras" (lihat gambar


1.1).

8
2.5
0.1

𝑥
Gambar 1.1

𝑥 2 + (0.7)2 = (2.5)2
𝑥 = √(2.5)2 − (0.7)2
𝑥 = 2.4 𝑐ℎ′𝑖ℎ

[soal no. 5, Gou Gu, Nine Chapter]

Diberikan: Pohon dengan ketinggian 20 ch'ih memiliki keliling 3 ch'ih.


Ada sebuah tanaman anggur yang tumbuh dari dasar pohon dan berputar
tujuh kali mengeilingi pohon hingga mencapai puncak. Berapa panjang
tanaman anggur tersebut?

Jawab: 29 ch'ih.

Metode: Gu sama dengan hasil kali dari 7 dan 3 ch'ih, 21 ch'ih. Gou
sama dengan ketinggian pohon, 20 ch'ih. Panjang tanaman anggur sama
dengan xien.

Penjelasan: Seseorang dapat memahami masalahnya dengan melilitkan


seutas tali pada alat tulis. Ketika dicabut, dapat dilihat bahwa dihasilkan
satu unit heliks yang membentuk sebuah segitiga. Untuk masalah yang
diperlukan, kita menganggap gu sebagai perkalian dari 7 dan keliling
9
yang diberikan, dan gou sama dengan ketinggian pohon, maka satu-
satunya yang tidak diketahui adalah xien, yang merupakan panjang dari
tanaman anggur yang diperlukan.

Komentar: Para penulis karya ini menyadari bahwa panjang heliks


dapat ditentukan dengan melepaskan heliks dari permukaan silinder yang
di atasnya ia diberi batasan. Jejak heliks kemudian menjadi sisi miring
dari segitiga siku-siku yang kakinya setinggi silinder dan perkalian dari
keliling silinder dan jumlah putaran yang dibatasi oleh heliks. (lihat
gambar. 1.2)

𝑥
7x3

20

Gambar 1.2

𝑥 2 = (7 × 3)2 + (20)2
𝑥 = √(21)2 + (20)2
𝑥 = 29 𝑐ℎ′𝑖ℎ

10
[soal no. 6, Gou Gu, Nine Chapter]

Tepat di tengah kolam yang berbentuk persegi dengan panjang sisi 10


kaki, tumbuh pohon bambu yang puncaknya mencapai 1 kaki di atas
permukaan air. Jika kita menarik pohon bambu tersebut ke arah tepian,
bagian puncaknya akan tepat pada permukaan air. Tentukan kedalaman
kolam dan tinggi pohon bambu tersebut!

Jawab: kedalaman kolam tersebut 12 ch’ih dan Panjang bambu 13 ch’ih

Metode: tentukan kuadrat dari setengah lebar kolam, lalu kurangi


dengan kuadrat 1 ch’ih. Kedalaman air sama dengan hasil selisih dibagi
dengan dua kali ketinggian bambu di atas air (1 ch’ih). Untuk
menentukan ketinggian tanaman kita menambahkan hasil dari
kedalaman kolam dengan 1 Ch’ih.

11
Penjelasan: diasumsikan bahwa ketinggian bambu adalah xien dan
kedalaman kolam adalah gu. Karena jumlah area gou dan gu dari segitiga
harus sama dengan kuadrat dari xien, dengan menempatkan gu di xien,
kita tahu bahwa sisa area (L bentuk area atau gnomon, lihat gambar)
adalah 25 ch’ih kuadrat. Kemudian dengan membentuk kembali gnomon
menjadi persegi panjang, dengan panjang = 25 kaki dan lebar = 1 kaki),

12
akan dengan mudah diperoleh bahwa gu harus 12 kaki (lihat gambar, 4).
Oleh karena itu, akan mudah untuk menentukan nilai xien adalah 13
ch’ih.

[soal no. 7, Gou Gu, Nine Chapter]

Diberikan: Tali yang diikat di atas tiang. Tali tersebut 3 ch'ih lebih
panjang dari tinggi tiang. Jika kita menarik tali (mengencangkannya),
ujungnya akan menyentuh tanah dengan jarak 8 ch'ih dari dasar tiang.
Tentukan panjang tali? (Gambar. 1.3a)

Gambar 1.3a
1
Jawaban: 12 ch'ih.
6

Metode: Temukan kuadrat 8 ch'ih, bagilah hasilnya dengan selisih tali


dan tiang, yaitu, 3 ch'ih. Panjang talinya akan sama dengan setengah
jumlah hasil bagi di atas dan 3 ch'ih.

Penjelasan: Misalkan 8 ch'ih menjadi gou dan panjang tali yang


diinginkan menjadi xien, maka perkalian dari jumlah dan selisih xien dan
gu dikenal sebagai kuadrat dari 8 ch'ih. Karena selisih xien dan gu adalah
3 ch'ih, jumlah dari xien dan gu dapat ditemukan dengan kuadrat 8 dibagi
3 atau dua kali xien dikurangi 3 ch'ih sama dengan kuadrat 8 dibagi 3.
13
Xien kemudian ditemukan menjadi setengah dari jumlah dari kuadrat 8
dibagi 3 dan 3.

Komentar: Kondisi masalah yang diperlihatkan pada gambar. 1.3b.


Pada kotak yang ditunjukkan pada gambar 1.3d, bagian yang diarsir
mewakili perkalian (xien + gu) (xien − gu) dan dalam Teorema
"Pythagoras" sama dengan kuadrat gou, 64. Karena (xien − gu) = 3, lalu
(xien + gu) = 64/3. Dari Gambar. 1.3c dapat terlihat bahwa

(xien + gu) = 2 gu + 3 dan (xien + gu) = 2 xien – 3

Karena itu
64 64 1
(2 xien – 3) = , sehingga xien = ( 3 + 3) ÷ 2 = 12 6
3

𝑥+3
x
(xien)
(gu)

Gambar 1.3b

14
𝑥 𝑥 3
(gu) (gu)

3
(xien – gu)

Xien + gu
Gambar 1.3c

𝑥+3
(xien)

𝑥+3
(xien)

𝑥 3
Gambar 1.3d

[soal no. 8, Gou Gu, Nine Chapter]

Diberikan: ketinggian sebuah dinding adalah 10 ch'ih. Sebuah tongkat


yang panjangnya tidak diketahui bersandar pada dinding sehingga bagian
atasnya sejajar dengan bagian atas dinding. Jika bagian bawah tongkat
15
dipindahkan 1 ch'ih lebih jauh dari dinding, puncak dari tongkat tersebut
akan jatuh ke tanah. Berapa panjang tongkatnya?

Jawab: 50,5 ch'ih.

Metode: Kalikan ketinggian dinding dengan dirinya sendiri (kuadrat


tinggi dinding) dan bagi hasil ini dengan jarak dasar tongkat yang
dipindahkan. Panjang tongkat diperoleh dari setengah jumlah hasil yang
di atas dan 1 chih.

Penjelasan: Sama seperti itu untuk masalah tali sebelumnya.

Komentar:

𝑥
10 ch’ih

𝑥−1
Gambar 1.4

𝑥 2 = 102 + (𝑥 − 1)2
𝑥 2 = 100 − 𝑥 2 − 2𝑥 + 1
100 + 1
𝑥= = 50,5
2

16
[soal no. 9, Gou Gu, Nine Chapter]

Diberikan: Sebuah batang kayu menempel pada dinding. Jika kita


memotong sebagian kayunya, pada kedalaman 1 ts'un, maka lebar balok
yang terlihat ukurannya 1 ch'ih. Berapa diameter balok? (Gambar. 1.5a)
Batang kayu

Permukaan dinding

Gambar 1.5a

Jawaban: 2 ch'ih 6 ts'un.

Metode: Temukan kuadrat dari setengah lebar yang diperoleh, bagi hasil
kedalaman yang dipotong dengan 1 ts'un. Diameter balok akan menjadi
jumlah dari hasil di atas dan 1 ts'un.

Penjelasan: Setengah lebar, 5 ts'un, menjadi gou dan setengah diameter


menjadi xien, maka 1 ts'un harus sama dengan selisih gu dan xien.
Melanjutkan seperti dalam masalah [7], jari-jari ditemukan dari jumlah
setengah lebar kuadrat dibagi dengan 1 dan 1. Dengan menggandakan
jari-jari kita mendapatkan diameter.

17
Komentar: Variasi dari masalah sebelumnya. Karena x pada gambar
1.5b sama dengan ukuran jari-jari lingkaran, 2x sama dengan ukuran
diameter, 2 ch'ih 6 ts'un.

𝑥
(Xien)
dinding 𝑥−1
(Gu)

1 ts’un

5 ts’un
(Gou)

Gambar 1.5b

𝑥 2 = (𝑥 − 0.1)2 + (0.5)2
𝑥 2 = 𝑥 2 − 0.2𝑥 + 0.01 + 0.25
0. 2𝑥 = 0.26
2𝑥 = 2.6

18
[soal no. 10, Gou Gu, Nine Chapter]

Diberikan: Gerbang dua pintu dengan lebar yang tidak diketahui dibuka
sehingga ada celah selebar 2 ts'un di antara dua pintu. Diketahui bahwa
ujung pintu yang terbuka menonjol berjarak 1 ch'ih dari ambang pintu.
Berapa lebar gerbang tersebut?

Gambar 1.6a

Jawaban: 10 ch'ih 1 ts'un.

Metode: Lebar gerbang akan sama dengan jumlah kuadrat dari 1 ch'ih
dan setengah dari lebar celah 2 ts'un.

Penjelasan: misalkan 1 ts'un adalah gou, setengah lebar dari gerbang


adalah xien, selisih gu dan xien akan menjadi setengah 2 ts'un. Lebar dari
gerbang akan sama dengan dua kali xien.

Komentar: Meskipun informasi singkat diberikan mengenai prosedur


solusi, tampaknya metode yang digunakan mirip dengan yang digunakan
dalam masalah sebelumnya. Dari informasi yang diberikan, diketahui
bahwa xien − gu = 0.2/2 = 0.1 dan dari gambar 1.6b jelas bahwa
lebar pintu = 2 xien. Dengan membuat model fisik dalam aljabar (xien −

19
gu) (xien + gu) = (gou)2, menggunakan persamaan ini dan fakta bahwa
(xien − gu) (xien + gu) = 2 xien kita dapatkan.

2 ts’un

1 ch’ih
(Gou)

Gu
lebar
Gambar 1.6b

Xien

Xien − gu

Xien
Xien

Xien + gu

Gu

Gambar 1.6c
20
(gou)2
2 xien = + (xien − gu)
xien − gu

sehingga

(1)2
lebar = + 0.1 = 10.1 ch'ih
0.1
[soal no. 11, Gou Gu, Nine Chapter]

Diberikan: Tinggi pintu adalah 6 ch'ih 8 ts'un lebih panjang dari pada
lebarnya. Diagonalnya 10 ch'ih. Berapa dimensi (ukuran) pintu?
(Gambar. 1.7a)

Gambar 1.7a

Jawab: Lebar = 2 ch'ih 8 ts'un, tinggi = 9 ch'ih 6 ts'un.

Metode: Kuadrat dari 10 ch'ih dikurangi dua kali kuadrat dari setengah
6 ch-ih 8 ts'un. Membagi dua hasil ini dan dapatkan akar kuadratnya.
Lebar pintu sama dengan selisih akarnya dan setengah dari 6 ch'ih 8 ts'un,

21
dan tinggi pintu sama dengan jumlah akar dan setengah dari 6 ch'ih 8
ts'un.

Penjelasan: Jika tinggi pintu adalah gu, lebar adalah gou, dan xien
adalah diagonalnya. Selisih gou dan gu sama dengan 6 ch'ih 8 ts'un.
Kuadrat sepuluh adalah seratus, gandakan dan kurangi kuadrat dari
selisih gou dan gu. Akar kuadrat akan menjadi jumlah dari lebar dan
tinggi, lebar pintu akan menjadi setengah selisih dari akar kuadrat dan 6
ch'ih 8 ts'un. Tingginya akan setengah dari jumlah akar dan 6ch'ih 8 ts'un.

Komentar: Kondisi masalah diilustrasikan pada gambar 1.7b, untuk


menyelesaikan masalah tersebut tiga skema solusi geometris-aljabar
yang berbeda dapat digunakan.

10 ch’ih 𝑥 + 6.8
(xien) (gu)

𝑥
(gou)
Gambar 1.7.b.

22
Gou
Gu

Gou Gu

Gu Gou Xien

Xien

Gambar 1.7c

Pertama, dari gambar 1.7c, persamaan berikut dapat diturunkan:

(gou + gu)2 = 4(gou × gu) + (gu − gou)2


(xien)2 = 2(gou × gu) + (gu − gou)2
(gou + gu)2 = (xien)2 + 2(gou × gu)
(gou + gu)2 = 2(xien)2 − (gu − gou)2

Persamaan terakhir menunjukkan kita sebuah cara yang biasa diterapkan


dengan melibatkan yang tidak diketahui dan yang sudah diberikan
(diketahui):

gou + gu = √2(xien)2 − (gu − gou)2

23
gou + gu = √2(10)2 − (6.8)2
= √153.76
√153.76 − 6.8
lebar = = 2.8 ch' ih
2
√153.76 + 6.8
tinggi = = 9.6 ch'ih
2
Gambar 1.7c, menunjukkan diagram hsuan-thu dari chou pei dan
merupakan salah satu bukti paling awal dari Teorema "Pythagoras."
Dikagumi karena keanggunannya yang sederhana, ia kemudian
menemukan jalannya ke dalam karya Bhäskara India.

Kemampuan orang Cina untuk mencari akar kuadrat dari 153,76


membuktikan kemahiran komputasi mereka yang sangat maju. Dalam
operasi khusus ini, metode matematikawan Han melampaui orang-orang
dari masyarakat kontemporer lainnya.

Solusi kedua mengikuti metode geometri-aljabar dari Chao Chủn-Ching.


Dari gambar 1.7d, dapat dilihat bahwa ukuran sisi kuadrat sama dengan
panjang 2 xien. Luas persegi kemudian sama dengan 4 xien2 dan
hubungan berikut ini berlaku:

(2 xien) = 4 gu2 + 4 gou2


(2 xien)2 − 4 gu2 = 4 gou2
√(2 xien)2 − 4 gu = 2 gou
√(2 xien)2 − 4 gu
= gou
2
Dari diagram tersebut juga dapat dilihat bahwa

2 gou = (gou + xien) − (xien − gou)

24
Gu2

Gou2 Gou2 Gou + xien


Gu2

Gu2
Gou2 Gou2

Gu2 Xien − gou

Gou + xien

Xien − gou

Gambar 1.7d

Sementara identitas geometris-aljabar benar, kegunaannya dalam situasi


masalah khusus ini terbatas. Chao melanjutkan untuk mendapatkan
ungkapan yang sama untuk gu. Dari gambar 1.7e, itu dapat dilihat bahwa

(2 xien)2 = 4 gu2 + 4 kou2


(2 xien)2 − 4 kou2 = 4 gu2
√(2 xien)2 − 4 kou2 = 2 gu
2 gu = (gu + xien) − (xien − gu)

25
Gu2

Gou2 Gou2 Gou + xien


Gu2

Gu2
Gou2 Gou2

Gu2 Xien − gou

Gou + xien

Xien − gou

Gambar 1.7e

[soal no. 12, Gou Gu, Nine Chapter]

Diberikan: Pintu dan tongkat pengukur tidak diketahui dimensinya


(ukurannya). Jika tongkat tersebut digunakan untuk mengukur pintu,
didapatkan bahwa tongkat tersebut 4 ch'h lebih panjang dari lebar pintu,
2 ch'ih lebih panjang dari tinggi pintu dan panjangnya sama dengan
diagonal pintu. Berapa dimensi (ukuran) pintu? (Gambar. 1.8a)

26
Gambar 1.8a

Jawab: Lebar = 6 ch'ih, tinggi = 8 ch'ih, panjang diagonal = 10 ch'ih.

Metode: Temukan perkalian dari selisih panjang tongkat dan lebar pintu
serta selisih panjang tongkat dan tinggi pintu. Gandakan hasil kalinya.
Lebar pintu akan sama dengan akar kuadrat dari hasil kali yang baru ini
ditambah 2 ch'ih. Tinggi pintu akan memenuhi akar kuadrat dari
perkalian ditambah 4 ch’ih.

Penjelasan: Tinggi pintu adalah gu, lebar sebagai gou, dan xien sebagai
diagonal. Selisih xien dan gu adalah 2 ch'ih dan selisih xien dan gou
adalah 4 ch'ih. Hasil kali dari selisih keduanya adalah sama dengan hasil
kali dari xien dan xien dikurangi hasil kali gu dan xien dan gou dan xien
ditambah hasil kali gu dan gou. Gandakan hasil kali dari selisih akan
sama dengan jumlah xien kuadrat, gou kuadrat, gu kuadrat, dan dua kali
hasil kali gu dan gou dikurangi dua kali hasil kali gou dan xien dan gu
27
dan xien, yang sama dengan kuadrat dari jumlah gu dan gou dikurangi
xien. Jadi akar kuadrat dari dua kali hasil kali dari selisih akan sama
dengan jumlah gou dan gu dikurangi xien. Jika kita menambahkan 2 ch'ih
ke hasil ini, kita mendapatkan lebar pintu. Demikian pula, jika kita
menambahkan 4 ch'ih ke hasil ini, kita mendapatkan tinggi pintu.

Komentar: Jika menggunakan notasi modern, situasi masalah


diilustrasikan pada gambar 1.8b. Bentuk masalah dapat diformulasikan
dalam bentuk persamaan di bawah.

𝑥 𝑥−2
(xien) (gu)

𝑥−4
(gou)
Gambar 1.8b

𝑥 2 = (𝑥 − 2)2 + (𝑥 − 4)2
𝑥 2 = 2𝑥 2 − 12𝑥 + 20

Atau

𝑥 2 − 12𝑥 + 20 = 0

(𝑥 − 2)(𝑥 − 10) = 0

Jadi

𝑥 = 2 atau 𝑥 = 10

28
Gu
A B L

Xien − gou

D C J

Gou + gu − xien
Gou
K E F

Xien − gu

M H G
Xien − gu Xien − gu
Gu + gou − xien

Gambar 1.8c

Secara praktis kita dapat menyimpulkan bahwa x = 10 adalah solusi yang


kita cari. Hal tersebut dapat diverifikasi dengan prosedur solusi
geometris aljabar Cina. Dari gambar 1.8c, kita dapatkan persamaan
berikut:

Luas persegi panjang ABCD = Luas persegi panjang EFGH


= (xien – gou) (xien – gu)

(Luas persegi panjang ABCD) + (Luas persegi panjang EFGH) = 2(xien


– gou) (xien – gu) = persegi CJEK
̅̅̅ = gou + gu − xien
𝐶𝐽
̅̅̅̅̅ = (gou + gu − xien) + (xien − gu) = gou
𝑀𝐷

29
̅̅̅̅
𝐵𝐿 = (gou + gu − xien) + (xien − gou) = gu

Jadi, panjang dari gou dan gu dapat ditemukan.

[soal no. 13, Gou Gu, Nine Chapter]

Gambar 1.9a

Diberikan: Sebuah bambu setinggi 10 ch'ih patah di dekat bagian


tengahnya. Susunan dari batang utama dan bagian yang pecah
membentuk segitiga. Bagian atas menyentuh tanah 3 ch'ih dari batang.
Berapa panjang batang yang dibiarkan berdiri? (Gambar. 1.9a).
11
Jawab: 4 20 ch'ih.

Metode: Kuadrat dari 3 adalah 9. Membagi 9 dengan tinggi bambu.


Tinggi tanaman yang tersisa dan masih berdiri ditemukan dengan
mengurangi hasil yang diperoleh dari 10 ch'ih dan membaginya dengan
2.

Penjelasan: Misal 3 ch'ih menjadi gou, bagian tegak dari bambu menjadi
gu, dan bagian miring menjadi xien. Kuadrat dari 3 ch'ih sama dengan
30
selisih kuadrat xien dan gu. Jumlah dari xien dan gu adalah 10 ch'ih.
Selisih xien dan gu diberikan oleh hasil bagi 9 dan 10.

Komentar: Dari gambar 1.9b, kita mendapatkan,

(gou)2 = (xien)2 − (gu)2


= (xien − gu) (xien + 𝑔𝑢)
=9

10 − 𝑥
𝑥 (xien)
(gu)

3
(gou)
Gambar 1.9b

Kita mengetahui bahwa (xien + gu) = 10, oleh karena itu


9
(xien − 𝑔u) = = 0.9
10
(xien + gu) − (xien − 𝑔u) = 9.1
2 gu = 9,1
11
gu = 4 ch'ih
20
Masalah ini juga ditemukan dalam matematika klasik Sansekerta abad
kesembilan Ganita-Sāra (Kompendium Perhitungan) oleh Mahavira.
Kemudian dalam sejarah itu muncul kembali di Florence dalam"
Aritmatika "Filipi Calandri (1491).

31
[soal no. 14, Gou Gu, Nine Chapter]

Diberikan: Dua pria mulai dari titik yang sama mulai berjalan ke arah
yang berbeda. Tingkat perjalanan mereka dalam rasio 7:3. Pria yang
lebih lambat berjalan ke arah timur, rekannya yang lebih cepat berjalan
ke selatan 10 pu dan kemudian berbalik ke arah timur laur dan berlanjut
sampai keduanya bertemu. Berapa pu masing-masing pria berjalan?
1 1
Jawab: Pejalan cepat 24 pu dan pejalan lambat 10 pu
2 2

Metode: Lintasan perjalanan membentuk segitiga siku-siku. Tiga sisi


segitiga berada dalam rasio yang diberikan berdasarkan ukuran berikut:
29
Jalur timur laut, 7
×7 = 29
20
Jalur selatan, × 7 = 20
7
Jalur timur, 3 × 7 = 21

Kemudian jarak ke timur laut dapat ditemukan dengan

[10 × 29] ÷ 20

Dan jarak ke timur

10(3 × 7) ÷ 20

Penjelasan: Pejalan yang lebih cepat (7) dapat mewakili jumlah gou dan
xien dan pejalan yang lebih lambat (3) mewakili gu. Misalkan gou sama
dengan 𝑥 dan xien sama dengan 7 − 𝑥, hal ini diilustrasikan pada gambar
1.10a,

32
Pejalan lambat
3
(gu)

𝑥
7−𝑥
(gou)
(xien)

Pejalan cepat

Gambar 1.10a

Dengan menggunakan cara yang sama seperti dalam menyelesaikan


20
masalah 13. Kita dapat memperoleh rasio gou dan xien sama dengan 7
29
dan 7
. Kalikan setiap rasio dengan 7 untuk membuat hasilnya menjadi
bilangan bulat. Sehingga rasio gu, gou dan xien adalah 21:20:29.

Komentar: Penjelasan tentang cara menyelesaikannya dibenarkan


menggunakan gambar 1.10b

Luas persegi panjang ABCD=(gou + xien)2

Hal tersebut menunjukkan bahwa

Luas persegi panjang EFGH + Luas persegi panjang BHKJ = (gu)2

Karena luas persegi FGKM =(xien)2 dan luas perjegi EBJM = (gou)2.
Luas persegi panjang EFGH sama dengan luas persegi panjang JKLC,
oleh karena itu dapat dilihat bahwa

Luas peersegi panjang AHLD = (gou + xien)2 + gu2

33
= (2 xien) (gou + xien)

2 xien

F G

A E B H

K
M J
Gou + xien

N L
D C

Xien -gou
Gambar 1.10b

Oleh kaerna itu


1
2
luas persegi panjang AHLD = xien (gou + xien)

Yang memberikan nilai perbandingan yang relatif kepada xien.


Demikian pula,

(luas persegi panjang EHLN) – (luas persegi panjang BHLC)


= xien(gou + xien) – (gu)2
= (xien)2 + (gou) (xien) – (gu)2
= (gou)2 + (gou) (xien)
= gou (gou + xien)
34
Yang menunjukkan nilai perbandingan yang relatif terhadap gou. Nilai
perbandingan yang relatif untuk gu ditemukan dengan gu (gou + xien);
jadi
xien gou gu
= =
29 20 21
Mengganti “gou” dengan jarak yang ditempuh ke selatan, 10 pu, kita
mendapatkan jarak yang ditempuh pada arah lainnya:
xien 10 gu
= =
29 20 21
29 1
Jarak ke timur laut (xien) = 2
= 14 2 pu
21 1
Jarak ke timur (gu) = = 10 pu
2 2

1 1
Total jarak yang ditempuh oleh pejalan cepat = 10 + 14 2 = 24 2j pu

35
[soal no. 15, Gou Gu, Nine Chapter]

A B P C Luas persegi panjang ACKH


= gou X gu = 72
Luas segitiga ABC
= luas segitiga GKJ
D = luas segitiga LON
= luas segitiga LOM
Gu Luas persegi BCED
= luas persegi GFJH
Gu + gou F G = luas persegi HJML
Luas segitiga AGF
= luas segitiga DEK

H J K

L M
N O
S
Gambar 1.11a

Diberikan: Segitiga siku-siku dengan gou = 5 pu, gu = 12 pu Berapa


ukuran persegi terbesar yang dapat dimuat dalam segitiga?
9
Jawab: Sebuah persegi dengan sisi 3 17 pu.

Metode: Sisi persegi akan diperoleh dari hasil kali 5 dan 12 dibagi
jumlah 5 dan 12.

Penjelasan: Lihat gambar 1.11a, gunakan gou = 5 dan gu = 12 untuk


menemukan sisi yang diperlukan.

36
Komentar: Penjelasan sebelumnya tidak memberikan bukti rumus yang
diberikan tetapi menunjukkan bahwa itu bekerja dalam contoh khusus.
Persegi panjang ACKH mewakili hasil kali gou dan gu. Daerahnya
didistribusikan kembali untuk membentuk persegi panjang ANOP yang
mewakili area (gu + gou) x S. Karena panjang (gu + gou) diketahui,
panjang S yang diinginkan untuk sisi persegi dapat ditemukan dengan
manipulasi. Rumus tersebut muncul dari menurunkan menggunakan
metode perbandingan yang digunakan orang Cina

Jika kita memberi label pada sudut yang terkandung antara xien dan gou
dari segitiga besar pada gambar 1.11b. “𝜃", maka hasil bagi gu/gou yang
diberikan oleh penulis akan menjadi tan 𝜃. Dengan demikian dalam
metode penyelesaian mereka menggunakan perbandingan,
matematikawan Han sering menggunakan penggunaan fungsi tangen
dasar. Metode penyelesaian ini sangat umum pada saat itu sehingga
diberikan nama khusus, ch’ung-ch’a. Metode penyelesaian ch’ung-ch’a
akan digunakan dalam beberapa masalah berikut.

gu gu-S
=
gou S
gu (S) (gu) = gou (gu − S)
(S) (gu + gou)= gou × gu
gou × gu
S=
gu + gou
S
𝜃

S
gou

Gambar 1.11b

37
[soal no. 16, Gou Gu, Nine Chapter]

A H B

8
gu F

E J
O
D
C
G 6
gou

Gambar 1.12a

Diberikan: Segitiga siku dengan panjang gou 8 satuan dan gu 15 satuan.


Berapa ukuran lingkaran terbesar yang dapat dimuat dalam segitiga ini?
(Gambar 1.11a)

Jawab: Lingkaran dengan diameter 6 unit.

Metode: Temukan panjang xien dari gou dan gu. Diameternya akan
menjadi hasil dari 2 kali hasil kali gou dan gu dibagi jumlah gou, gu, dan
xien.
1
Penjelasan: Luas segitiga ACD = 2 (gou) (gu) yang sama dengan
jumlah luas dari segitiga berikut AFO, AOE, FCO, CGO dan EOGD
persegi panjang. Kemudian

2(gou)(gu) = 4 luas segitiga ACD


= 4 (luas segitiga AFO + luas segitiga AOE)
+4 (luas segitga FCO + luas segitiga CGO)
+4 (luas persegi panjang EODG)

38
Diganti

4 (luas persegi panjang AHOE) + 4 (luas persegi panjang AJCG)


+ 4 (luas persegi panjang EODG) = 2 (jari-jari)(gou + gu + xien)
Oleh karena itu
2 (gou) (gu) = 2 (jari-jari) (gou + gu + xien)

Atau
2 (gou) (gu)
diameter =
gou + gu + xien

Komentar: Sekali lagi penulis memberikan demonstrasi validitas


formula penyelesaian mereka. Dalam penurunan sebelumnya, hubungan
berikut digunakan:
1) (gu × jari-jari) = (luas AHOE) + (luas EOGD)
2) (gou × jari-jari) = (luas EOGD) + ( luas OJCG)
3) (xien × jari-jari) = (luas AHOE) + (luas OJCG)

Jumlahkan kedua sisi persamaan dan sederhanakan, kita mendapatkan:

jari-jari (gu + gou + xien) = 2 (luas AHOE) + 2 (luas OJCG) + 2(luas FOGD)
= (gou) (gu)

Oleh karena itu


(gou) (gu)
jari-jari =
gu + gou + xien
2 (gou) (gu)
diameter =
gu + gou + xien

Dalam derivasi dari (3) di atas, penulis menunjukkan mereka akrab


dengan sifat kongruensi segitiga siku-siku.

Yang Hui dalam komentar abad ke-13 (23) menyediakan formula yang
jauh lebih sederhana untuk menemukan diameter yang diperlukan:
39
diameter = (gou + gu) – xien

“Turunannya "menarik dan layak untuk diteliti.

Jika kita membentuk persegi panjang yang tingginya gu dan yang


basisnya adalah gou, kita dapat sampai pada konfigurasi yang terlihat
pada gambar 1.12b. Jika persegi panjang ini sekarang dibedah dan
potongan-potongannya disusun kembali dengan tambahan yang sesuai,
maka menghasilkan konfigurasi gambar 1.12c. Kemudian area yang
terkandung dalam persegi panjang gambar 1.12c, kemudian

[gu + gou + xien][(gou + gu) − xien] = 2 (gou) (gu)

Xien − gu

Xien − gou
Gu

(Gou + gu) -−xien

(Gou + gu) − xien

Gou
Gambar 1.12b

40
(Gou + gu) − xien

Xien − gou
Gu

(Gou + gu) − xien

Xien − gu

1/2[(gou + gu) – xien] Gou

1/2[(gou + gu) – xien]

Xien

Gambar 1.12c

Karena itu ditetapkan bahwa


2 (gou) (gu)
diameter =
gu + gou + xien

Identittas ini dapat digunakan untuk menyederhanakan formula untuk


diameter:
(gu + gou + xien) (gou + gu) − xien
diameter =
gu + gou + xien

Jadi

41
diameter = (gou + gu) – xien

[soal no. 17, Gou Gu, Nine Chapter]

Diberikan: Dinding sebuah kota berbentuk persegi berukuran 200 pu di


setiap sisi. Gerbang terletak di tengah semua sisi. Jika ada pohon dengan
jarak 15 pu dari gerbang timur, seberapa jauh seseorang harus melakukan
perjalanan dari gerbang selatan untuk dapat melihat pohon itu?
2
Jawab: 666 pu
3

Metode: Temukan hasil bagi yang menggunakan 15 pu sebagai penyebut


dan setengah lebar kota kuadrat sebagai pembilang.

Penjelasan: Rasio gou ke gu adalah 15 hingga 100 (setengah sisi kota).


Sekarang jarak dari gerbang selatan ke sudut timur adalah diketahu
sebagai gou (juga setengah sisi kota). Masalah yang tersisa adalah
menemukan gu untuk gou yang diketahui ini, yang kita temukan menjadi
100 kuadrat dibagi dengan 15.

Komentar: Rumus ini tampaknya diperoleh dengan menggunakan


perbandingan sederhana. Gambar 1.13, menggambarkan situasi masalah
yang dimaksud. Menggunakan fakta bahwa segitiga ABC dan ECD
serupa (sebangun), perbandingan berikut digunakan untuk menemukan
jarak yang tidak diketahui, x:
15 100
=
100 𝑥
(100)2
𝑥=
15
2
𝑥 = 666 pu
3

42
200 pu

15 pu

200 pu A B
100 pu

E
C
𝑥

D
Gambar 1.13

[soal no. 18, Gou Gu, Nine Chapter]

Diberikan: Dinding sebuah kota berbentuk persegi panjang berukuran 7


li di arah timur-barat dan 9 li di arah utara-selatan. Gerbang terletak di
tengah semua sisi. Ada sebuah pohon dengan jarak 15 li dari pintu timur.
Seberapa jauh seseorang harus berjalan dari pintu selatan sebelum dia
dapat melihat pohon itu?

Jawab: 315 kaki atau 1 li dan 15 pu

Metode: Jawabannya akan diperoleh dari hasil bagi di mana pembilang


sama dengan hasil kali jarak dari gerbang timur ke sudut tenggara kota
dan jarak dari gerbang selatan ke sudut tenggara, dan penyebutnya sama
dengan jarak dari gerbang timur ke pohon.

Penjelasan: Sama seperti masalah tentang kota persegi.

43
7 li

15 li

9 li

4.5 li

Gambar 1.14
15 4.5
=
3.5 𝑥
(4.5)(3.5)
𝑥=
15

[soal no. 19, Gou Gu, Nine Chapter]

Kota

Gambar 1.15a
44
Diberikan: Sebuah kota dengan dinding berbentuk persegi dengan
ukuran yang tidak diketahui. Ada gerbang di tengah setiap sisi.
Diketahui bahwa ada pohon dengan jarak 30 pu dari gerbang utara, dan
dari gerbang barat pohon ini berjarak 750 pu. Berpa ukuran kota?
(Gambar. 1.15a)

Jawaban: 300 pu atau 1 li

Metode: Didapatkan dari hasil kali 750 dan 30. Ukuran kota akan sama
dengan akar kuadrat dari hasil kali 4, 750, dan 30.

Penjelasan: Seperti yang dipertimbangkan dalam masalah sebelumnya,


hasil kali dari kedua jarak berjalan sama dengan kuadrat dari setengah
panjang tembok kota.

Komentar: Jawabannya diperoleh dengan menggunakan perbandingan


sederhana. Mengingat situasi yang digambarkan pada gambar 1.15b, kita
dapat
750 𝑥
= → 𝑥 2 = (30)(750)
𝑥 30
2𝑥 = √(4)(30)(750)

45
𝑥 30 pu

2𝑥
750 pu

2𝑥
Gambar 1.15b

Fakta bahwa penulis menggandakan hasilnya untuk mendapatkan solusi


yang diinginkan dengan memasukkan angka 4 dalam aplikasi radicand
tidak efisien secara komputasi dan tetap tidak dapat dijelaskan.

[soal no. 20, Gou Gu, Nine Chapter]

Kota

Gambar 1.16a

Diberikan: Kota berdinding persegi dengan ukuran yang tidak diketahui


dan memiliki empat gerbang, yang terletak di tengah setiap sisi.
46
Sebatang pohon berdiri sejauh 20 pu dari gerbang utara. Seseorang harus
berjalan 14 pu ke selatan dari gerbang selatan dan kemudian berbelok ke
barat dan berjalan 1775 pu sebelum dia bisa melihat pohon itu. Berpa
ukuran kota? (Gambar 1.16a)

Jawab: Masing-masing sisi berukuran 250

Metode: Menggandakan hasil kali dari jarak perjalanan ke utara dan


barat. Hasil kali ini harus sama dengan hasil kali dari lebar kota dan
jumlah dari lebar kota dan jarak perjalanan ke utara dan selatan. Dengan
informasi ini, lebar kota dapat dihitung.

Penjelasan: Misalkan jarak yang dilalui ke barat sebagai gu, dari pohon
ke selatan gerbang selatan, 14 pu sebagai gou. Rasio gou dan gu adalah
20 pu (jarak gerbang utara dengan pohon) dan setengah dari lebar kota;
oleh karena itu hasil kali 20 dan 1775 sama dengan hasil kali setengah
lebar kota dan jumlah dari 20, 14, dan lebar kota

Komentar: Misalkan gambar 1.16b, dengan 𝑥 mewakili panjang yang


tidak diketahui dari tembok kota. Segitiga ABC dan ADE serupa,
meminjamkan diri mereka sendiri untuk menggunakan perbandingan
sederhana untuk mengembangkan ekspresi matematis untuk x:
20 20 + 𝑥 + 14
=
1 1775
2 𝑥
(20) (1775) = 𝑥(20 + 𝑥 + 14)
𝑥 2 + 34𝑥 − 71000 = 0

47
A
20 pu
C
B
Gou
𝑥

14 pu
E
1775 D

Gambar 1.16b

Akar positif dari persamaan kuadrat memberikan solusi yang


diinginkan. Meskipun Cina jelas menggunakan skema komputasi yang
disebut ts'ung faab untuk mengekstrak akar persamaan ini, metode yang
tepat tetap tidak kita ketahui. Gambar 1.16c, seperti yang disampaikan
dalam komentar, Yang menggambarkan konsepsi geometri-aljabar Cina
dari persamaan kuadrat yang terlibat dalam masalah ini. Yang
menggambarkan angka ini sebagai bantuan untuk perhitungan. Dengan
menggunakan gambar, kita sampai pada persamaan berikut,

𝑥 3 + (20 + 14)𝑥 = 71000

Tetapi tidak ada informasi lebih jauh tentang cara mendapatkan


solusinya.

48
Luas total
Lebar 71000
kota

20 +14 = 34

Lebar
kota
Gambar 1.16c

[soal no. 21, Gou Gu, Nine Chapter]

Kota

Gambar 1.17a

Diberikan: Kota berdinding persegi berukuran 10 li di setiap sisi. Di


tengah setiap sisi ada sebuah gerbang. Dua orang mulai berjalan dari
pusat kota. Satu berjalan kearah gerbang selatan, yang lain ke arah
gerbang timur. Orang yang berjalan ke selatan menghasilkan pu yang
tidak diketahui kemudian berbelok ke timur laut dan berlanjut sampai dia
bertemu dengan orang yan berjalan ke arah timur. Rasio kecepatan untuk
orang ke selatan dan ke timur adalah 5:3. Berapa pu masing-masing
berjalan sebelum mereka bertemu? (Gambar. 1.17a)

Jawab: Orang yang berjalan ke selatan menghasilkan 800 pu dari


gerbang, kemudian 4887½ pu ke arah timur laut untuk menemui orang
1
yang berjalan ke timur yang telah berjalan 43132 pu dari gerbang timur.

49
Metode: Temukan kuadrat dari 5, temukan kuadrat dari 3, jumlahkan
keduanya dan bagi dua. Ini akan memberitahu Anda kecepatan yang
digunakan di rute timur laut. Kurangi kecepatan yang ke timur laut
dengan 5 kuadrat. Hasilnya memberitahu kecepatan untuk yang berjalan
ke selatan. Dapatkan hasil kali 3 dan 5, yang memberitahu kecepatan
untuk yang berjalan ke timur. Hitung hasil kali setengah dari lebar kota
(5 li) dan kecepatan berjalan ke selatan. Bagilah hasil ini dengan
kecepatan ke timur dan Anda akan mendapatkan jumlah pu yang
berjalanan ke selatan. Jumlah setengah lebar kota dan hasil di atas akan
memberikan total jarak yang ditempuh ke selatan. Untuk menemukan
jarak ke timur laut dapatkan hasil kali kecepatan ke timur laut dan jarak
ke selatan; untuk menemukan jarak yang ditempuh ke arah timur,
dapatkan hasil kali dari kecepatan ke timur dan jarak ke selatan; bagilah
setiap hasil kali dengan kecepatan ke selatan, dan Anda akan
mendapatkan masing-masing jarak berjalan ke timur laut dan timur.

Komentar: Masalah ini merupakan perpanjangan dari masalah 14. Jalur


yang dilalui membentuk segitiga siku-siku yang sisi-sisinya berada
dalam rasio
25 + 9 25 + 9
∶ 25 − ∶3×5
2 2
17 : 8 : 15

50
10 li 10 li =3000 pu

5 li
A B

F
C

E
Gambar 1.17b

Pada gambar 1.17b, kita berharap untuk menemukan jara 𝑑(AB), 𝑑(AE),
dan 𝑑(EB). Berdasarkan fakta bahwa segitiga BAE dan CFE serupa
(sebangun), kita dapat menggunakan perbandingan
𝑑(𝐸𝐵) 𝑑(𝐴𝐵) 𝑑(𝐴𝐸)
= =
17 15 8
𝑑(𝐴𝐸) = 𝑑(𝐴𝐹) + 𝑑(𝐹𝐸)
3000
𝑑(𝐹𝐸)
= 2
8 15
(8) (1500)
𝑑(𝐹𝐸) = = 800 𝑝𝑢
15
𝑑(𝐴𝐸) = 1500 𝑝𝑢 + 800 𝑝𝑢 = 2500 𝑝𝑢

Lalu
𝑑(𝐸𝐵) 2300
=
17 8
1
𝑑(𝐸𝐵) = 4887 𝑝𝑢
2
Dan

51
𝑑(𝐴𝐵) 2300
=
15 8
1
𝑑(𝐴𝐵) = 4312 𝑝𝑢
2
[soal no. 22, Gou Gu, Nine Chapter]

2
3

1 4
Gambar 1.18a

Diberikan: Sebatang pohon terletak pada jarak yang tidak diketahui dari
suatu titik. Tiga titik tambahan dibuat di atas tanah. Satu titik adalah
collinear (dalam satu garis) dengan pohon dan titik pertama. Dua titik
yang tersisa terletak di sebelah kanan garis yang dibentuk oleh pohon
dan dua titik tadi. Jarak antara setiap titik adalah 10 ch'ih. Pohon diamati
dari titik belakang kanan dan garis pandang melewati titik kanan depan
pada jarak 3 ts'un. Berapa jarak ke pohon? (Gambar 1.18a)
1
Jawab: 333 ch'ih 33 ts'un

Metode: Temukan kuadrat dari 10 ch'ih dan bagi hasil ini dengan 3 ts'un.
1
Hasil bagi adalah 333 ch'ih 33 ts'un.

52
Penjelasan: Anggap 3 ts'un sebagai perbandingan gou dan jarak antara
dua titik yang tepat menjadi perbandingan gu, yang diketahui sama
dengan 10 ts'un. Sekarang gou yang diberikan adalah jarak antara titik
kanan dan kiri. Masalahnya adalah menemukan gu baru sehubungan
dengan gou yang diketahui.

Komentar: Gunakan perbandingan sederhana:


gu∗ 10
=
10 0.3
(10)2 1
gu∗ = = 333 ch' ih 3 ts ' un
0.3 3

10 ch’ih

10 ch’ih
(gu)
𝑥
3 ts’un
(gu*)

Gambar 1.18b

[soal no. 23, Gou Gu, Nine Chapter]

Diberikan: Sebuah bukit terletak di sebelah barat pohon yang tingginya


95 ch'ih. Jarak antara bukit dan pohon diketahui 53 li. Seorang yang
tingginya 7 ch'ih berdiri 3 li dari timur pohon. Jika puncak bukit dan
pohon berada dalam satu garis di jalur penglihatannya, berapakah
ketinggian bukit? (Gambar 1/19a)

53
Gambar 1.19a

Jawab: 1649 ch'ih 6 ts'un

Metode: Pertama kurangkan tinggi pohon tinggi dengan tinggi orang itu.
Kalikan selisih ini dengan 56 ch'ih dan bagi dengan 3; tambah hasilnya
dengan 7 ch'ih dan akan diperoleh jawaban yang diinginkan.

Penjelasan: Perbanding gou sama dengan 95 chih − 7 ch'ih atau 88 ch'ih


dengan gu sama dengan 3 li. Gu diketahui dari 53 li ditambah 3 li atau
56 li. Dapatkan gou baru sehubungan dengan gu yang diketahui. Tinggi
bukit akan menjadi gou baru ditambah 7 ch'ih.

Komentar: Mempertimbangkan situai yang diilustrasikan di gambar


1.19b, kita memiliki
𝑥 ∗ 95 − 7
=
53 3
3𝑥 ∗ = 53(95 − 7)
𝑥 ∗ = 15554.666
33
𝑥 = 𝑥 ∗ + 95 = 1649.666 ch’ih atau 1649 ch;ih 6 50 ts’un

54
𝑥*
𝑥

95 ch’ih
7 ch’ih
53 li 3 li
Gambar 1.19b

55
BAB II

MERANCANG DESAIN PEMBELAJARAN BERBASIS


SEJARAH MATEMATIKA

Pada bab sebelumnya telah dibahas tentang beberapa metode untuk


mengintegrasikan sejarah matematika ke dalam pembelajaran di kelas.
Teori yang pertama adalah yang diungkapkan oleh Siu Man Keung yang
dikenal dengan singkatan A B C D (penjelasan di bab I):

(a) Anecdotes (cerita)


(b) Broad Outline (garis besar yang penting)
(c) Content (materi yang detail)
(d) Development of mathematical ideas (pengembangan gagasan
matematika).

Berdasarkan empat pendekatan tersebut berikut adalah contoh ringkas


implementasi keempat pendekatan tersebut dalam pembelajaran.

Anekdot

Ada banyak anekdot tentang ahli matematika untuk menambahkan


suplemen dan sedikit hiburan ke kelas; mereka dapat memperkenalkan
sejarah yang berkaitan dengan kisah singkat manusia, sejarah budaya
yang terkait dengan matematika, garis bawah tentang konsep tertentu.

Sebagai contoh ada kisah tentang kontes matematika di Italia abad ke-15
selama periode penemuan metode solusi untuk persamaan kubik. Kisah
tentang Archimedes melompat keluar dari bak mandi dan berlari melalui
jalan Syracuse dan berteriak "Eureka" setelah penemuan hukum
hidrostatik. Dan ada Wiles yang menghabiskan pencarian selama tujuh
tahun di loteng untuk menemukan bukti dari Teorema Terakhir Fermat
dan mungkin masih banyak kisah-kisah dari tokoh atau kejadian di masa
lalu yang dapat disampaikan sebagai anekdot untuk memberi motivasi
siswa tentang materi yang akan mereka pelajari.

56
Broad Outline

Sejarah dapat digunakan untuk membuat sketsa garis besar


perkembangan dari sebuah materi sebelum masuk dalam materi tersebut
secara mendalam. Sebagai contoh, sebelum mengajar trigonometri, guru
dapat menjelaskan asal-usul konsep tersebut di Yunani dalam upaya
memecahkan masalah spherical triangle, Hipparchus dan Ptolemy yang
merumuskan tentang CHORD function dimana sampai pada tabel Chord
untuk setiap sudut telah dirumuskan. Selanjutnya saat dikembangkan di
masa India di mana fungsi trigonometri baru dikembangkan dengan
memodifikasi Chord menjadi Half Chord atau yang kita kena sebagai
Sinus, dan ke dunia Islam di mana semua enam fungsi ditabulasi dan
perbaikan dirancang untuk memecahkan masalah segitiga dan spherical
triangle. Akhirnya, trigonometri diperkenalkan kembali ke Eropa dalam
karya beberapa ahli matematika, yang semuanya mempelajari ide-ide
signifikan dari para pendahulu dari masa Islam.

Sebagai contoh lain, sebelum mengajarkan penyelesaian persamaan


kuadrat, guru dapat mendiskusikan aljabar geometri Babilonia dan
Yunani ketika mereka belajar untuk memecahkan masalah yang
sebenarnya merupakan bentuk masalah persamaan kuadrat. Kemudian
dapat beralih ke masa Islam dimana al-Khwarizm dalam merumuskan
aljabar secara lengkap dengan pembuktian secara geometris dalam
bukunya yang fenomenal.

Content

Sejarah topik matematika tertentu dapat membantu siswa memahami


beberapa ide matematika yang halus. Sebagai contoh, sejarah
perkembangan penyelesaian persamaan kuadrat secara historis dapat
mendukung pemahaman siswa. Beberapa penelitian menunjukkan
bahwa banyak siswa dapat memahami konsep penyelesaian persamaan
kuadrat setelah mereka diberikan pemahaman bahwa persamaan kuadrat
57
secara geometris merupakan reshaping permasalahan persegi panjang
menjadi bentuk persegi sehingga mudah untuk dicari akarnya, dimana
hal tersebut sudah ditunjukkan oleh Al Khawarizmi dalam karya
fenomenalnya.

Development of Mathematical Ideas

Untuk pendekatan yang keempat ini, kita perlu melakukan kajian sejarah
suatu konsep, mencari beberapa catatan sejarah dan penemuan-
penemuan yang saling berhubungan dan mempengaruhi perkembangan
dari konsep tersebut. Sebagai salah satu contoh, adalah konsep
Trigonometri. Dalam pembelajaran trigonometri, biasanya seorang guru
mulai dengan menunjukkan definisi sinus dan cosinus, menghitung nilai-
nilai ini untuk 30◦, 45◦, dan 60◦ melalui beberapa sifat geometri dasar,
kemudian memberitahu siswa untuk menggunakan kalkulator mereka
jika mereka ingin menghitung sinus dari 37◦ atau bukan sudut istimewa.
rumus jumlah dan perbedaan atau rumus setengah sudut berada dibahas
kemudian (pada kurikulum saat ini diajarkan pada jenjang kelas yang
berbeda). Hal tersebut membuat beberapa sub bagian dalam trigonometri
tidak terhubung atau terpisah sehingga memiliki potensi dan dampak
trigonometri menjadi kurang bermakna bagi siswa.

Dalam hal ini, guru dapat mengembangkan desain pembelajaran


trigonometri dengan menghubungkan beberapa sejarah yang saling
terkait. Dimulai dengan pendekatan konsep CHORD yang dikenalkan
oleh Ptolemy hampir 1900an tahun yang lalu. Untuk menggunakan
pendekatan Ptolemy, guru perlu memulai dengan definisi trigonometri
dasar (mencatat bahwa di sini kita berbeda dari Ptolemy, yang
menggunakan chord atau tali busur daripada sinus). Sehingga siswa akan
memulai belajar tidak hanya dengan menghitung nilai untuk sudut
istimewa, tapi juga sudut lain misalnya 72°, 18°, 36°, 54° dan lain-lain
dengan menggunakan konsep sudut ganda atau setengah sudut yang
didapat dari pendekatan Ptolemy.

58
Deveopment of mathematical ideas yang dirumuskan oleh Siu di atas
sebenarnya sejalan dengan pendekatan yang dirumuskan oleh Jankvist,
yang penjelasannya telah dibahas di bab I, yaitu:

(a) Illumination approach


(b) Modules approach
(c) History-based approach

Namun Jankvist memberikan pembagian dalam 3 kategori yang lebih


luas dimana memberikan kita ruang yang lebih tentang penggunaan
sejarah matematika dalam pembelajaran.

DESIGN RESEARCH SEBAGAI SALAH SATU ALTERNATIF


MERANCANG DESAIN PEMBELAJARAN BERBASIS
SEJARAH MATEMATIKA.

Dalam merancang aktivitas atau mendesain suatu pembelajaran berbasis


sejarah matematika, misalnya kita menggunakan teori pengintegrasian
history-based approach dari Jankvist, bagian awal dari metode penelitian
pengembangan desain pembelajaran design research dapat digunakan,
dimana terdapat tiga tahap proses pendesainan dan pengembangan dalam
penelitian design research (Gravemeijer & Cobb dalam Akker, 2006),
yaitu: 1) Preparing for Experiment and Preliminary Design; 2) Teaching
Experiment dan 3) Retrospective Analysis. Tahap pertama dari
rangkaian tiga tahap tersebut, yaitu tahap Preparing for Experiment and
Preliminary Design dapat kita gunakan sebagai dasar teori untuk
mendesain pembelajaran.

Dalam tahap Preparing for Experiment and Preliminary Design, secara


umum terdapat dua tahapan utama, yaitu: kajian literatur dan mendesain
Dugaan Lintasan Belajar (hypothetical learning trajectory) atau dikenal
dengan HLT. Secara singkat definisi HLT adalah sebagai berikut.

59
The hypothetical learning trajectory is made up of three
components: the learning goal which defines the direction, the
learning activities, and the hypothetical learning process –a
prediction of how the students’ thinking, and understanding
will evolve in the context of the learning activities. (Simon,
1995)
Berdasarkan pernyataan di atas, disimpulkan bahwa HLT terdiri atas
tujuan pembelajaran, rencana aktivitas pembelajaran, dan hipotesis
proses berlangsungnya pembelajaran dimana guru dan peneliti dapat
mengantisipasi perkembangan matematika secara kolektif dan
bagaimana perkembangan pemahaman siswa karena kegiatan
pembelajaran di kelas berdasarkan desain pembelajaran yang telah
dirancang. Komponen HLT tersebut dapat dituangkan dalam bentuk
perangkat pembelajaran semisal Rencana Pelaksanaan Pembelajaran
(RPP), Lembar Kegiatan Siswa (LKS), Lembar Evaluasi atau bentuk
lain.

Gambar 2.1. komponen HLT

Sedangkan untuk merancang pembelajaran berbasis sejarah matematika,


Furingheti (2000) memberikan gambaran langkah-langkah yang perlu
dipersiapkan oleh guru.

60
Availability
of means

Aims

Context

Gambar 2.2. Proses Penggunaan merancang pembelajaran dengan


pendekatan sejarah matematika.

Dalam kaitannya dengan proses Preliminary design pada proses


pendesainan HLT pada design research, dapat kita tarik hubungan secara
teoritis sebagai berikut.

61
Knowing the source
OUTPUT
Singling out the topics
suitable to class
Preparing for
Experiment and
Analyzing the need of
the class HLT Preliminary
Design
Planning the classroom
activity

Realizing the project

Hypothesis
testing
Teaching Experiment

Evaluating the activity


Hypothesis Retrospective Retrospective
revision analysis
Analysis

Learning Trajectory

Gambar 2.3. Keterkaitan Proses Pendesainan Lintasan Belajar


dengan Metode Penelitian Design Research dan Sejarah
Matematika

62
Oleh karena itu, dalam merancang desain pembeleajaran berbasis sejarah
matematika, kita dapat membuat Hypothetical Learning Trajectory
(HLT) dimana dimensi cakupan dari HLT secara umum adalah:

a) Tujuan Pembelajaran
b) Rencana Aktivitas Pembelajaran
c) Konjektur Pemikiran Siswa atau hipotesis proses
berlangsungnya pembelajaran

Dalam gambar di atas, merupakan proses pendesainan Learning


Trajectory atau lintasan belajar melalui proses penelitian, namun untuk
guru dapat merancang desain pembelajaran tanpa prosedur penelitian
dimana desain yang dibuat sampai pada tahap HLT saja. Secara lebih
rinci, bagaimana contoh desain HLT dijelaskan pada contoh desain di
Bab III dan Bab IV.

DESAIN PENGEMBANGAN DAN DESEMINASI LEARNING


TRAJECTORY PEMBELAJARAN YANG
MENGINTEGRASIKAN SEJARAH MATEMATIKA

Wang, Wang, Li & Rugh (2018) dalam tulisannya yang berjudul A


framework for integrating the history of mathematics into teaching in
Shanghai memberikan gambaran tentang prosedur pengintegerasian dan
pendeseminasian sejarah matematika dalam pembelajaran matematika.
Wang dkk (2018) menyatakan bahwa dalam pengintegrasian sejarah
matematika, secara dasar tidak lepas dari peran guru, peneliti dan
historian. Namun, dalam hal ini kami meyakini bahwa tidak selalu
melibatkan interaksi secara langsung dari tiga komponen ini, karena
peran dari historian bisa dijembatani dengan dengan buku atau publikasi
yang ditulis oleh para historian dalam bidang sejarah matematika. Untuk
selanjutnya dalam merancang pembelajaran dapat dilakukan dengan
kerjasama antara guru dan peneliti dimana hal ini sejalan dengan konsep
pendesainan lintasa belajar dengan metode design research.
63
Wang dkk (2018) juga memberikan suatu gambaran proses bagaimana
langkah awal dari memulai pendesainan pembelajaran dengan integrasi
sejarah matematika hingga tahap publikasi sehingga guru dan praktisi
pengajar matematika dapat mengadopsi atau megadaptasi secara
langsung desain yang teleh dikembangkan melalui proses penelitian.

Gambar 2.4. Lima tahapan design-based integrasi sejarah matematika


dalam pembelajaran menurut Wang dkk (2018).

Berdasarkan gambar di atas, berikut adalah penjelasan tiap tahapan yang


di adaptasi dari desain yang dekembangkan oleh Wang dan proses pada
design research.

Investigasi Pada awal tahap ini, sebelum memulai pendesainan,


dilakukan perlu dilakukan identifikasi masalah dalam pembelajaran
materi tertentu (misal. kesalahpahaman siswa), menganalisis kebutuhan
mengajar, mencari literatur yang relevan, dan membuat rencana untuk
kelayakan awal ide desain pembelajaran. Pertama, guru mengidentifikasi
hal tertentu mengajarkan keprihatinan yang terkait dengan topik
tertentu. Peneliti mencari dan menganalisis literatur tentang
perkembangan sejarah dari topik untuk selanjutnya dapat merancang
rencana aktivitas pembelajaran. Selama tahap ini, peneliti melakukan
64
sebagian besar bekerja untuk membangun jembatan antara literatur
sejarah dan pembelajaran matematika dan mewujudkannya dalam bentuk
lintasan belajar atau HLT. Selain itu perlu juga dipertimbangkan
mengenai hambatan yang mungkin dialami siswa ketika mempelajari ide
baru.

Desain: Peneliti bekerja sama dengan guru mengembangkan desain


instruksional terperinci atau aktivitas pembelajaran dalam bentuk HLT,
berdasarkan rencana dari tahap pertama. Selama tahap kedua ini, peneliti
harus berkolaborasi dengan guru untuk merinci rencana tersebut, yang
mencakup peta jalan pengajaran, solusi untuk masalah pengajaran yang
mungkin muncul, situasi kognitif siswa, dan tujuan pembelajaran. pada
akhirnya, peneliti harus mengidentifikasi faktor-faktor yang dapat
digunakan untuk menganalisis pengajaran, seperti Refleksi siswa dari
wacana di kelas dan pekerjaan rumah, komposisi instruktur membahas
efek bahan sejarah, dan komentar guru lainnya yang dalam tahapan
desain riset merupakan tahap retrospective analysis. Peneliti harus
mempertimbangkan tiga perspektif desain: masalah pengajaran, faktor
yang terkait dengan studi, dan penerapan untuk guru potensial lainnya
yang mungkin mengintegrasikan bahan sejarah ini dalam pengajaran
mereka atau meniru kasus desain yang dikembangkan. Secara umum
pada tahap ini adalah tahap pendesainan dugaan lintasan belajar atau
HLT dengan menggunakan proses design research.

Implementasi: peneliti bekerjasama dengan Guru


mengimplementasikan instruksi desain yang telah
dikembangkan. Peneliti mengumpulkan data secara actual lingkungan
kelas. Tahap ini membutuhkan kerja sama aktif di antara guru dan
peneliti juga siswa. Peneliti harus mempertimbangkan dan
mengumpulkan data kualitatif dan data kuantitatif. Data kualitatif
(misalnya, video dan wawancara) berkontribusi pada pemahaman
tentang penerapan desain yang dikembangkankani dan membantu tim
untuk membentuk ringkasan instruksi atau lintasan belajar dengan
memberikan teks yang kaya deskripsi implementasi. Data kuantitatif
65
membantu tim proyek membangun statistic model yang menggambarkan
hubungan antara metode pembelajaran dan hasil belajar. Pada dasarnya
tahap ini masih masuk dalam tahapan design research yaitu pada tahapan
teaching experiment.

Assestment Peneliti menganalisis dan merevisi instruksi desain atau


HLT yang dikembangkan berdasarkan analisis data yang diperoleh dari
hasil implementasi atau teaching experiment. Jika hasil analisis tidak
memenuhi standard dalam evaluasi, peneliti perlu kembali ke tahap
pertama, seperti yang ditunjukkan garis putus-putus, dan proses akan
diulang sampai desain HLT memenuhi standard yang ditentukan. Tahap
ini sejalan dengan tahap retrospective analysis pada proses pendesainan
desain research, dimana HLT yang dikembangkan diperbandingkan
dengan Actual Learning Trajectory (ALT) sehingga HLT yang melalui
tahap retrospective analysis berkembang menjadi Local Instruction
Theory (LIT).

Publikasi Tim peneliti bekerja sama untuk menerbitkan hasil


pengambangan desain pembelajaran yang mengintegrasikan sejarah
matematika melalui forum ilmiah yang diterbitkan dalam prosiding atau
pada jurnal ilmiah untuk deseminasi sehingga praktisi lain dapat
menggunakan desain tersebut baik secara langsung maupun dengan
melakukan penyesuaian.

66
BAB III

DESAIN PEMBELAJARAN TEOREMA PYTHAGORAS


DENGAN PENDEKATAN PROBLEM SOLVING DARI
SEJARAH MATEMATIKA CHINA

Kajian Teoritis Sejarah “Pythagoras China”

Jiuzhang Suanshu terdiri dari sembilan bagian atau bab yang berbeda:
tiga bab melibatkan survei dan formula teknik, tiga bab dikhususkan
untuk masalah perpajakan dan administrasi birokrasi, dan tiga bab yang
lain untuk teknik komputasi tertentu. Dalam Jiuzhang, masalah disajikan
berserta dengan Teknik untuk mendapatkan solusinya. Karena pada masa
tersebut penulis awal tidak memiliki sistem notasi aljabar seperti yang
kita kenal saat ini, semua eksposisi dalam bentuk kalimat, sering
membingungkan pembaca. Oleh karena itu penjelasan solusi kedalam
bentuk aljabar yang dikenal saat ini diperlukan untuk memberikan
pemahaman kepada pembaca.

Pada Jiuzhang Suanshu di bab ke-9 (yang dikenal juga sebagai bab Gou
Gu) terdapat dua puluh empat (24) problem solving yang terkait dengan
segitiga siku-siku, dimana tiga pertama merupakan metode yang
digunakan untuk penyelesaian masalah. Permasalahan tersebut beberapa
terkait survei yang akurat atas tanah pertanian di China kuno, dimana
menuntut pemahaman dan penerapan Teorema "Pythagoras", misalnya
untuk menentukan tinggi dari sebuah bukit, kedalaman lembah, atau
lebar dari sebuah wilayah tertentu. Isi dari Jiuzhang menjadi bukti
kemampuan serta wawasan matematika dan komputasi yang pada era
Cina kuno. 246 masalah yang terdapat dalam membuat Jiuzhang
menjadi karya kuno yang lebih kaya daripada teks-teks kuno pada era
Mesir atau Babilonia kuno.

Dalam bab kesembilan, yang juga dikenal sebagai bab Gou Gu, terdiri
dari dua puluh empat pemecahan masalah tentang sifat segitiga siku-
67
siku. Liu Hui (matematikawan China pada sekitar abad ke-3)
memberikan penjelasan dan solusi tentang masalah yang terdapat dalam
Gou Gu dengan pendekatan geometris menjadi bukti bahwa china kuno
telah mengenal teorema Pythagoras. Berikut adalah interpretasi
geometris dari argument dan penjelasan Liu yang merupakan bukti
teorema Pythagoras.

Gambar 3.1. Bukti Teorema Pythagoras oleh Liu Hui

Berdasarkan gambar di atas, Liu memberikan bukti bahwa ℎ2 = 𝑎2 +


𝑏 2 (gambar sebelah kanan) dan ℎ2 = (𝑎 − 𝑏)2 + 2𝑎𝑏 (gambar sebelah
kiri)

Dengan memperhatikan representasi geometris dari pembuktian Liu Hui


di atas, kita dapat menyimpulkan bahwa matematikawan China kuno
kuno telah mengetahui konsep Pythagoras dan bahkan salah satu dari
penjabaran dari persamaan kuadrat yang direpresentaskan secara
geometris.

dalam bab Gu Gu, sisi terpendek segitiga yang berdekatan dengan sudut
siku-siku dikenal sebagai Gou. sisi yang lebih panjang yang berdekatan
dengan sudut siku-siku adalah Gu. Sisi yang berseberangan dengan sudut
siku-siku adalah Xien. Xien lebih panjang dari Gu, dan Gu lebih panjang
dari Gou.

68
Aturan dasar dari Gou Gu, yang terdapat dalam permasalahan pertama
di bab kesembilan adalah:

Add the square of Gou and Gu. The square root of the sum is equal to
Xien.

Berikut ini jika penjelasan tersebut diintepretasikan secara geometris.

Gambar 3.2. Hubungan antara Gou, Gu dan Xien dalam Segitiga Siku-
siku

Berdasarkan interpretasi geometris di atas, jelas diketahui bahwa aturan


Gou Gu memiliki kesamaan dengan Teorema Pythagoras. Pasangan sisi
segitiga siku-siku, 3, 4, dan 5 digunakan sebagai contoh untuk
menunjukkan bukti dan telah dikenal luas oleh matematikawan kuno.

Soal “High Order Thinking (HOT)” Segitiga Siku-siku dari Jiuzhang


Suanshu

Berikut ini, kami sajikan beberapa masalah dari 24 masalah yang


terdapat Gou Gu dalam Jiuzhang Suanshu yang sudah dijelaskan oleh
Liu Hui (263 AD) dan sudah diterjemahkan oleh Swetz (1977) yang
dapat digunakan sebagai soal pemecahan masalah dalam desain
pembelajaran dengan pendekatan sejarah matematika Cina kuno pada
69
materi Teorema Pythagoras. Soal tersebut dapat disajikan secara
langsung atau dimodifikasi sedemikian rupa untuk disesuaikan dengan
kondisi siswa dan kebutuhan guru. Dalam hal ini, desain yang kami
moenggunakan kombinasi, baik soal dari sumber sejarah disajikan secara
langsung dan beberapa dimodifikasi.

Masalah yang dapat kita ambil dari Gou Gu yang pertama adalah
masalah ke-5, yaitu masalah tentang Panjang dari tanaman anggur.

Sebuah pohon dengan tinggi 20 kaki memiliki keliling lingkar


batang 3 kaki. Jika ada tumbuhan anggur yang tumbuh
merambat di pohon tersebut dan berputar tujuh kali hingga
mencapai puncak pohon, tentukanlah berapa panjang dari
tanaman anggur tersebut?

Penekanan pada masalah di atas adalah modeling atau bagaimana


mengubah ke dalam bentuk matematika dari permalahan kontekstual
yang diberikan (pembahasan soal ini terdapat pada halaman 9).

Selanjutnya adalah masalah ke-6 pada Gou Gu yang dikenal dengan


“Pond Problem”

Tepat di tengah kolam yang berbentuk persegi dengan panjang


sisi 10 kaki, tumbuh pohon bambu yang puncaknya mencapai 1
kaki di atas permukaan air. jika kita menarik pohon bambu
tersebut ke arah tepian, bagian puncaknya akan tepat pada
permukaan air. Tentukan kedalaman kolam dan tinggi bambu
tersebut?

70
Sumber Gambar: Swetz (1977)

Untuk menyelesaikan masalah tersebut secara aljabar, siswa


membutuhkan pengetahuan tentang rumus kuadrat jumlah atau
selisih aljabar. Namun, tidak semua siswa telah mempelajari tentang
rumus perkalian aljabar tersebut. Kalaupun siswa sudah paham
tentang rumus kuadrat dari jumlah atau selisih dua variable dalam
aljabar, penyelesaian masalah secara aljabar di awal pengenalan
konsep akan mengurangi kebermaknaan dari proses penyelesaian
masalah yang disajikan. Karena seperti kita tahu, bahwa Pythagoras
masuk dalam domain geometri, yang seharusnya dalam mengenalkan
konsepnya juga disajikan secara geometri untuk memberikan
pemahaman konsep di awal secara benar.
Liu memberikan penjelasan penyelesaian permasalahan di atas secara
geometris seperti berikut ini.

71
Gambar 3.3. Penyelesaian permasalahan dengan cara Diagram
Dimisalkan Panjang bambu adalah adalah Xien dan kedalaman kolam
adalah Gu. Sedangkan lebar setengah kolam merupakan Gou yang
memiliki Panjang 5 Chi. Karena jumlah luas persegi Gou dan persegi Gu
dari segitiga sama dengan persegi Xien, dengan menempatkan Gu di
Xien, kita tahu bahwa sisa luas (luasan daerah dengan bentuk L atau
gnomon, lihat Gambar) adalah 25 chi-kuadrat. Kemudian dengan
membentuk kembali gnomon menjadi persegi panjang, dengan panjang
= 25 kaki dan lebar = 1 kaki), akan dengan mudah diperoleh bahwa
panjang Gu adalah 12 kaki (lihat gambar). Oleh karena itu, akan mudah
untuk menentukan nilai Xien adalah 13 Chi.

Manipulasi geometris yang disajikan oleh Liu di atas memberikan


kesempatan kepada siswa untuk memahami permasalahan dan
pemecahannya secara visual. Hal tersebut diharapkan dapat mendukung
penalaran geometris siswa dalam memecahkan masalah terkait dengan
masalah Pythagoras. Disamping itu, penyajian masalah dan solusi secara
diagram diharapkan dapat meningkatkan penalaran geometris dan
menjadi jembatan pemahaman geometri dan aljabar siswa.

72
Dengan menggunakan dua permasalahan yang bersumber dari sejarah
matematika tersebut, dapat disusun rancangan desain pembelajaran
matematika pada materi Pythagoras (dalam bentuk HLT) dengan
pendekatan sejarah matematika. Berikut ini kami sajikan contoh bentuk
HLT pembelajaran Pythagoras yang mengintegrasikan sejarah
Matematika, khususnya yang bersumber dari permasalahan pada Nine
Chapter.

Deskripsi Ringkas Hyphotetical Learning Trajectory (HLT) desain

1. Aktivitas 1
Deskripsi:
a. mengenalkan aturan segitiga Pythagoras china pada Gou Gu
berdasarkan cara Liu Hui
b. Membuktikan dalil Pythagoras dengan aktivitas
menunjukkan bahwa luas persegi Xien sama dengan jumlah
Luas persegi Gou dan Gu.
c. Melalui konsep Gou, Gu, dan Xien ini, diharapkan siswa
juga memahami sifat sisi dari segitiga siku-siku, sehingga
tidak akan tertukar dalam menerapkan konsep Pythagoras
yang biasanya sebagian siswa tertukar dalam memahami sisi
miring dengan berbagai bentuk posisi segitiga.
d. Estimasi total waktu yang diperlukan dalam aktivitas ini
adalah 45 menit.
Starting point:
Pengetauan sifat dan luas dari segitiga, persegi dan persegipanjang
Tujuan:
-Mengenalkan Sejarah Pythagoras di Cina
-Membangun konsep yang berlaku pada segitiga siku-siku bahwa
Xien2=Gu2+Gou2 melalui geometric/ visual/ diagrammatic reasoning
- Membangun konsep bahwa aturan tersebut hanya berlaku untuk
segitiga siku-siku saja.

73
Konjektur Pemikiran siswa:

T.1.1.a. Siswa mampu membuktikan bahwa luas persegi Gou dan persegi
ku sama dengan persegi Xien dengan tanpa memotong persegi Gu.

T.1.1.b. Siswa mampu membuktikan bahwa luas persegi Gou dan persegi
ku sama dengan persegi Xien dengan tanpa memotong persegi Gou.

T.1.1.c. siswa tidak dapat membuktikan secara geometris karena gambar


yang tidak tepat. (dalam hal ini perlu bimbingan guru)
T.1.3. siswa mampu menjelaskan bahwa aturan pertama Gou Gu hanya
berlaku untuk segitiga siku-siku dengan cara menunjukkan bahwa untuk
segitiga lancip dan tumpul tidak berlaku.

74
2. Aktivitas II
Deskripsi:
Menyelesaikan permasalahan segitiga siku-siku “tingkat I” yang terdapat
pada Nine Chapter berdasarkan pemahaman yang telah dibangun pada
aktivitas I
Starting point:
Pengetahuan tentang aturan Pythagoras China secara geometris
Tujuan:
a. Siswa mampu menyelesaikan permasalahan kontekstual
(dalam hal ini yang bersumber dari soal sejarah) yang
melibatkan Pythagoras baik secara aljabar atau geometris/
visual
b. Membangun kemampuan literasi siswa bagaimana dapat
memodelkan permasalahan kontekstual menjadi bentuk
matematika (process category: Formulate)
Konjektur pemikiran siswa:
T.2.1a. Siswa menyelesaikan permasalahan pada aktivitas II secara
aljabar.
T.2.1b. Siswa menyelesaikan permasalahan pada aktivitas II secara
geometris (dengan menggunakan visual reasoning).
T.2.2a. Siswa menyelesaikan permasalahan pada aktivitas II secara
aljabar.
T.2.2b. Siswa menyelesaikan permasalahan pada aktivitas II secara
geometris (dengan menggunakan visual reasoning)

3. Aktivitas III:
Deskripsi:
Memberikan siswa konflik kognitif dalammenyelesaikan permasalahan
segitiga siku-siku “tingkat II” yang terdapat pada Nine Chapter
berdasarkan pemahaman yang telah dibangun pada aktivitas I dan
aktivitas II, namun permasalahan ini siswa tidak bisa menyelesaikan
secara aljabar sebelum mengenal identitas (𝑎 + 𝑏)2 = 𝑎2 + 2𝑎𝑏 + 𝑏 2 .
75
Starting point:
Pengetahuan tentang aturan Pythagoras China secara geometris
(diagrammatic reasoning)
Tujuan:
a. Siswa mampu menyelesaikan permasalahan kontekstual
(dalam hal ini yang bersumber dari soal sejarah) yang
melibatkan Pythagoras secara geometris/ visual.
(membangun diagrammatic reasoning)
b. Membangun kemampuan literasi siswa
Konjektur pemikiran siswa:
T.3.1a. Siswa menghadapi konflik kognitif saat mencoba menyelesaikan
permasalahan secara aljabar sehingga beralih ke metode geometris.
T.3.1b. Siswa menyelesaikan permasalahan pada aktivitas II secara
geometris (dengan menggunakan visual reasoning)
T.3.2a. Siswa menghadapi konflik kognitif saat mencoba menyelesaikan
permasalahan secara aljabar sehingga beralih ke metode geometris.
T.3.2b. Siswa menyelesaikan permasalahan pada aktivitas II secara
geometris (dengan menggunakan visual reasoning)

4. Aktivitas IV
Deskripsi:
menyusun pasangan persegi menjadi segitiga (untuk mengetahi bahwa
hanya tertentu saja yang menjadi sudut siku-siku dan mengetahui
berbagai pasangan sisi segitiga siku-siku atau tripel Pythagoras.
Tujuan:
Memperoleh pengetahuan variasi bilangan triple Pythagoras dan
bagaimana cara mendapatkannya
Konjektur pemikiran siwa:
T.4.1. Siswa mampu menyusun pasangan persegi sehingga didapatkan
bilangan triple Pythagoras (3, 4, 5), (5, 12, 13), (8, 15, 17) dll
secara lebih ringkas lagi, HLT (khususnya urutan lintasan belajar) dapat
digambarkan seperti pada gambar berikut ini.

76
Aktivitas pembelajaran secara ringkas dapat ditunjukkan oleh
gambar bagan di bawah.

77
Desain pembelajaran di atas dapat juga dituangkan dalam bentuk lembar
Kerja Siswa (LKS) dimana terdapat penugasan secara terstruktur.

78
79
80
81
82
83
84
85
BAB IV

DESAIN PEMBELAJARAN PENYELESAIAN PERSAMAAN


KUADRAT DENGAN PENDEKATAN “NAÏVE GEOMETRY”
BABILONIA KUNO

Persamaan Kuadrat dalam Perspektif Sejarah

Al-Khawarizmi memberikan kontribusi yang sangat besar dalam


perkembangan matematika pada cabang aljabar melalui tulisannya yang
berjudul Hisob al-jabr wa’l muqabalah. Merzbach & Boyer (2011)
dalam bukunya yang berjudul “A History of Mathematics”
mengasumsikan bahwa kata “al-jabr” bermakna “restoration”
(perbaikan) atau “completion” (melengkapkan). Sementara itu,
muqabalah bermakna “reduction” (reduksi) atau “balancing”
(penyetaraaan). Dari judul tulisannya tersebut pula akhirnya dikenalkan
“Aljabar” sebagai salah satu cabang dari matematika.

Merzbach & Boyer (2011) juga menjelaskan bahwa Hisob al-jabr wa’l
muqabalah telah diterjemahkan versi latin dan dibagi menjadi 6 bab
singkat. Bab IV, V dan VI marupakan bab yang secara khusus membahas
tentang masalah penyelesaian persamaan kuadrat yang dibagi dalam 3
bentuk berbeda. Al-Khawarizmi dalam penjelasannya mengenai solusi
dari permasalahan persamaan kuadrat juga tidak hanya menjelaskan dari
aspek aritmatik. Dalam konteks ini, pembuktian dari solusi suatu
persamaan kuadrat juga dilakukan secara geometris.

Pada persamaan kuadrat 𝑥 2 + 10𝑥 = 39 yang terdapat pada bab IV pada


yang dijelaskan oleh Merzbach & Boyer (2011), al-Kahawarizmi
menyajikan pembuktian secara geometris dengan cara menggambar
sebuah persegi yang sisinya tidak diketahui untuk merepresentasikan 𝑥 2 .
1
Selanjutnya meletakkan empat persegi panjang yang memiliki lebar 2
2
satuan pada tiap-tiap sisi persegi tersebut untuk merepresentasikan 10𝑥.
86
Jumlah luas dari persegi dan persegipanjang tersebut adalah 39 satuan
luas. Untuk membentuk sebuah persegi baru yang lebih besar menjadi
utuh (gambar 2.2), harus ditambahkan empat persegi pada tiap sudut
1 1 2
dengan sisi 2 . Sehingga luas persegi baru adalah 39 + 4 ∙ (2 ) = 64
2 2
satuan luas. Karena persegi baru luasnya adalah 64 satuan luas maka
didapatkan panjang sisi persegi baru tersebut adalah 8 satuan. Sehingga
didapatkan dengan mudah bahwa 𝑥 = 3.

Gambar 4.1 Interpretasi Geometris Al-Khawarizmi pada Pembuktian


Bab IV

Di lain pihak, bab V menyajikan penyelesaian bentuk lain dari


persamaan kuadrat, yaitu 𝑥 2 + 21 = 10𝑥. Intepretasi secara geometris
juga disajikan oleh al-Khawarizmi. Sedikit berbeda dengan interpretasi
pada masalah di bab IV, sebuah persegi dengan sisi yang tidak diketahui
dan sebuah persegipanjang yang panjang dan luas gabungannya (lihat
gambar 3) adalah 10 satuan dan 10𝑥 satuan luas. Di bawah ini adalah
pembuktian secara lebih jelas yang diberikan oleh al-Khawarizmi.

87
Gambar 4.2. Interpretasi Geometris Al-Khawarizmi Permasalahan bab V

Bangun di atas digunakan untuk merepresentasikan 𝑥 2 dan 21 (luas


persegipanjang), dengan total luas 10𝑥 satuan luas. Panjang 𝐴𝐺 dibagi
dua pada titik 𝐻 dan dibuat ruas garis 𝐻𝐽 yang tegak lurus dengan 𝐵𝐹
sedemikian hingga 𝐻𝐽 sama dengan 𝐻𝐺. Dengan demikian didapatkan
persegi 𝐻𝐽𝐿𝐺. Karena 𝐴𝐻 = 𝐻𝐽 dan 𝐴𝐼 = 𝐻𝐷 maka didapatkan 𝐼𝐻 =
𝐶𝐷 = 𝐷𝐽. Selanjutnya didapatkan luas persegipanjang 𝐼𝐻𝐷𝐶 = 𝐸𝐾𝐿𝐹
(𝐷𝐸 dibuat sedemikian hingga sama dengan 𝐷𝐶). Luas bangun
𝐻𝐷𝐸𝐾𝐿𝐺 = 𝐼𝐶𝐹𝐺 dimana luasnya adalah 21 satuan luas, sedangkan
luas 𝐻𝐷𝐽𝐾𝐿𝐺 adalah 25 satuan luas (panjang sisinya 5 satuan) maka
persegi 𝐷𝐽𝐾𝐸 memiliki luas 4 satuan luas. Sehingga diperoleh 𝐷𝐸 =
𝐶𝐷 = 2 satuan. Karena 𝐴𝐻 = 5 maka didapatkan 𝑥 = 3 satuan.

88
Gambar 4.3 Interpretasi geometris al-Khawarizmi pada pembuktian bab
V

Berdasarkan pembuktian al- Khawarizmi secara geometris pada masalah


persamaan kuadrat di atas, dapat dipahami bahwa persamaan kuadrat
yang dianggap abstrak ternyata memiliki hubungan yang sangat erat dan
tidak lepas dari cabang geometri. Tentunya, al-Khawarizmi tidak
semerta-merta melakukan pembuktian tersebut tanpa berbagai alasan
pendukung. Yang mungkin salah satunya dikarenakan pada saat itu al-
Khawarizmi mengenalkan sesuatu yang bisa dikatakan baru, maka beliau
menunjukkan hal baru tersebut dengan sesuatu yang sudah dikenal di
masa itu (greek geometry). Sejalan dengan itu, pendekatan secara
geometris ini tentunya apabila diterapkan dalam pembelajaran akan
membantu siswa untuk memahami konsep penyelesaian persamaan
kuadrat karena konteks geometri lebih realistik dalam pandangan siswa.
Sehubungan dengan itu, Kilgore & Capraro (2010) juga berpendapat
bahwa penggunaan visual deskripsi akan memperkuat pemahaman siswa
terhadap konsep yang dipelajari. Tentunya hal ini sejalan dengan
pendapat Freudenthal (1991) yang menjelaskan bahwa proses belajar
hanya akan terjadi ketika pengetahuan yang dipelajari bermakna untuk
siswa. berkaitan dengan itu, suatu pengetahuan akan menjadi bermakna
bagi siswa jika proses pembelajaran dilakukan dalam suatu konteks
(CORD, 1999). Sebagai kesimpulan, diyakini bahwa dengan melibatkan
sejarah (dalam hal ini penggunaan permasalahan sejarah dan metode
geometris untuk memahami konsep menyelesaiakan persamaan kuadrat)
dalam pembelajaran, akan membuat pembelajaran lebih bermakna bagi
siswa.

Metode Geometris Babilonia: Naïve Geometry

Secara implisit persamaan kuadrat telah dikenal dan dikembangkan pada


pada masa Babilonia. Hal tersebut ditunjukkan dengan penemuan
beberapa naskah atau prasati (Gambar 4.4). Hǿyrup (1990) menyatakan
bahwa masyarakat Babilonia pada masa Babilonia kuno (2000 B.C.-

89
1600 B.C.) telah mengenal dan mampu memecahkan persamaan kuadrat
(walau masih terbatas). Metode yang digunakan para matematikawan
Babilonia pada waktu itu berupa metode geometri sederhana dan mereka
gunakan untuk menyelesaikan permasalahan aljabar yang juga mirip
dengan metode yang digunakan oleh al-Khawarizmi yang telah dibahas
sebelumnya. Metode ini dikenalkan oleh J. Hǿyrup dengan nama Naïve
geometry.

Gambar 4.4. Naskah Babilonian BM 13901

Sumber Gambar: http://www.britishmuseum.org

Berikut adalah contoh dari permasalahan Babilonia sederhana (sudah


diterjemahkan), yaitu menemukan panjang sisi dari persegi, yang
ditemukan pada naskah (prasasti) yang tersimpan di British Meseum
yang dikenal dengan BM 13901.

90
“The surface and my confrontation (the square-line) I have accumulated
45’, 1 the wāsitum” (Hǿyrup, 1990).

Atau apabila kita menggunakan simbol aljabar yang kita kenal sekarang
dapat diinterpretasikan seperti berikut.
1
𝑥2 + 𝑥 = 4

Permasalahan di atas adalah untuk mencari sisi dari sebuah persegi,


dengan diketahui bahwa jumlah dari luas dari persegi dengan luas dari
3
sisinya adalah (untuk selanjutnya akan dijelaskan tentang definisi dari
4
sisi persegi menurut pemahaman Babilonia). Solusi dari permasalahan di
atas tidak dijelaskan secara penuh pada prasasti tersebut. Hanya terdapat
instruksi atau petunjuk dalam penyelesainnya saja. Berikut adalah
terjemahan dari petunjuk yang terdapat dalam prasasti BM 13901.

“You pose. The moiety of 1 you break, 30’ and 30’ you make span,
15’ to 45’ you append: 1 makes 1 equaliteral. 30 which you have made span
In the inside of 1 you tear out: 30’ the confrontation.” (Hǿyrup, 1990)
1 3 1
Keterangan: 30′ = 2 , 45′ = 4 , 15′ = 4

Hǿyrup (1990) menjelaskan terjemahan di atas bahwa “Confrontation”


pada faktanya adalah “side of the square” atau sisi dari persegi.
Semantara itu “moiety” berarti “half” atau setengah. Berikut adalah versi
terjemahan dari Radford dan Gurette (2000) yang juga mengutip dari
tulisan Hǿyrup.

“1 the projection you put down. The half of 1 you break, 1/2 and 1/2 'You
make span (a rectangle, here a square), 1/4 to 3/4 you append: 1, make
1 equilateral. 1/2 which you made span you tear out inside 1: 1/2 the
square-line.”
Permasalahan dan langkah penyelesaian yang ditulis oleh
matematikawan Babilonia di atas akan terlihat lebih sederhana apabila
diinterpretasikan ke dalam simbol aljabar seperti berikut.
91
1) The surface and my 𝟑
𝒙𝟐 + 𝒙 =
confrontation (the square-line) 𝟒
𝟑
I have accumulated
𝟒
2) The half of 1 you break, 1/2 1 1
∙1=
and 1/2 'You make span (a 2 2
rectangle, here a square) 1 2 1
( ) =
2 4

3) 1/4 to 3/4 you append: 1, 1 1 2 3 1


make 1 equilateral 𝑥2 + 2 ∙ ∙ 𝑥 + ( ) = + = 1
2 2 4 4
1
𝑥 + = √1 = 1
2
4) 1/2 which you made span you 1 1
𝑥 =1− =
tear out inside 1: 1/2 the square- 2 2
line
Berdasarkan beberapa fakta di atas, dapat deketahui bahwa masayarakat
Babilonia sudah memiliki sebuah metode kalkulasi angka bahkan untuk
menyelesaikan persamaan kuadrat. Hǿyrup menginterpretasikan
permasalahan dalam bentuk geometris. Akan tetapi sebelumnya kita
perlu mengetahui bahwa interpretasi geometri yang digunakan akan
sedikit berbeda dari apa yang kita kenal selama ini. Square atau persegi
tidaklah memiliki sisi seperti persegi biasa akan tetapi memiliki memiliki
sebuah sisi yang berproyeksi, atau disebut sisi dengan proyeksi kanonik
(gambar 4.6). Proyeksi tersebut berbentuk persegipanjang dengan
3
panjang 1 dan lebar 𝑥. Sedangkan Luas daerah yang diketahui sebesar 4
adalah merupakan total luas dari persegi dan proyeksi kanonisnya.
Interpretasi geometris permasalahan di atas yang dijelaskan oleh Hǿyrup
(1990) seperti terdapat pada gambar.

92
Gambar 4.5a. Persegi Gambar 4.5b. Sisi Persegi

Gambar 4.6. Sisi dengan Proyeksi Kanonis

Gambar 4.7. Interpretasi Geometris BM 13901 No.1 (Hǿyrup,1990)

Intepretasi geometris pada permasalahan di atas tentunya menjadikan


permasalahan tampak lebih sederhana. Metode yang digunakan juga
ternyata mirip dengan yang digunakan al-Khawarizmi dalam pembuktian
persamaan kuadrat secara geometris yang telah dibahas pada sub bab
sebelumnya. Permasalahan dimulai dengan jumlah luas dari persegi dan
persegipanjang yang diketahui panjangnya 1 satuan (lihat gambar 2.8.1)
3
adalah 4
satuan luas. Untuk menemukan panjang sisi persegi,

93
persegipanjang dibagi menjadi dua bagian dan menempatkan setengah
bagiannya pada salah satu sisi persegi sehingga dapat dibentuk peresgi
baru yang lebih besar (lihat gambar 2.8.3). Persegi baru memiliki luas 1
satuan luas dan diperoleh panjang sisinya adalah 1 satuan. Sehingga
1
diperoleh sisi dari persegi yang ditanyakan adalah 2 satuan.

Pada BM 13901 juga terdapat masalah lain yang sedikit berbeda dengan
sebelumnya. berikut adalah terjemahan dari permasalahan kedua yang
terdapat dalam prasati (Hǿyrup,1990).

My confrontation inside of the surface I have torn out: 14`30°. 1 the


wasitum; You pose. The moiety (half) of 1 you break, 30’ and 30’ you
make span; 15’ to 14`30° you append: 14`30°15′ makes 29°30′
equilateral. 30′which you have made span to 29`30° you append; 30 the
confrontation.
1 1 1
Keterangan: 14`30° = 870 , 30′ = , 15′ = , 14`30°15′ = 870 ,
2 4 4
wāsitum: sesuatu yang dikeluarkan.

Permasalahan BM 19301 No.2 di atas hampir sama dengan yang


sebelumnya. hanya saja kali ini luas yang diketahui adalah setelah sisi
persegi dikurangi dengan luas persegipanjang. Berikut adalah
interpretasi secara geometris dan simbol aljabar permasalahan di atas
(Hǿyrup,1990).

Tabel 2.1. Interpretasi Permasalahan BM 19301 No.2

94
Pernyataan Interpretasi Geometris Simbol Aljabar
My confrontation 𝑥 2 − 𝑥 = 870
inside of the
surface I have
torn out: 𝟏𝟒`𝟑𝟎°
(𝟖𝟕𝟎). 1 the
wasitum;

You pose. The 1 1


∙1=
moiety of 1 you 2 2
𝟏
break, 𝟑𝟎’ ( ) and 1 2 1
𝟐 ( ) =
𝟏
𝟑𝟎’ ( ) you make 2 4
𝟐
span;

𝟏
𝟏𝟓’ ( ) to 𝟏𝟒`𝟑𝟎° 1 1
𝟒 𝑥2 − 2 ∙ ∙ 𝑥 +
(𝟖𝟕𝟎) you 2 4
1
append: = 870
𝟏𝟒`𝟑𝟎°𝟏𝟓′ 4
𝟏
(𝟖𝟕𝟎 )makes 1 1
𝟒 𝑥− = √870
𝟐𝟗°𝟑𝟎′ 2 4
equilateral 1
= 29
2

𝟏
𝟑𝟎′ ( ) which you 1 1
𝟐 𝑥− = 29
have made span to 2 2
𝟏 𝑥 = 30
𝟐𝟗°𝟑𝟎′ (𝟐𝟗 ) you
𝟐
append; 30 the
confrontation.

95
Hampir sama dengan pnyelesaian pada BM 13901 No.1, Ide dasar dari
metode yang digunakan oleh matematikawan Babilonia pada masalah
yang terdapat pada BM 13901 No.2 tersebut adalah dengan
melengkapkan kuadrat sempurna (menyempurnakan bentuk persegi).
Interpretasi secara geometris juga membuat permasalahan tersebut
menjadi lebih mudah dipahami. Matematikawan pada masa itu memang
belum mengenal simbol aljabar, akan tetapi berdasarkan interpretasi
secara geometris dan aljabar yang disajikan di atas, dapat dikatakan
mereka telah mengenal persamaan kuadrat dan bagimana mencari
solusinya, walaupun penggunaannya masih terbatas untuk bentuk
persamaan kuadrat bentuk tertentu dan solusi bilangan positif saja.

Berikut adalah contoh dari permasalahan serupa yang muncul pada


Arithmetica Book I Problem 27 yang ditulis oleh Diophantus (sekitar
tahun 250 M) (Radford, 1996): “Find two numbers such that their sum
and their product equal the given numbers”. Radford (1996)
menjelaskan bahwa solusi dari permasalahan tersebut dapat ditemukan
melalui interpretasi dan manipulasi geometris. Dimana metode tersebut
serupa dengan naïve geometry. Berikut adalah solusi dari permasalahan
di atas apabila bilangan dimaksud sudah diberikan (diketahui jumlah dua
bilangan 20 dan hasil kalinya 96).

96
Gambar 4.8. Metode Geometris pada pemecahan masalah problem 27
Book 1 Arithmetica

Pembelajaran Menyelesaikan Persamaan Kuadrat dengan Metode


Naïve Geometry
Menemukan rumus bukanlah merupakan penekanan utama dalam
desain pembelajaran yang dikembangkan, akan tetapi bagaimana siswa
dapat memahami arti simbol aljabar (persamaan kuadrat) melalui
intepretasi geometris, memahami bentuk lain dari suatu persamaan untuk
memudahkan dalam memfaktorkan, dan memfaktorkan melalui ide
melengkapkan kuadrat sempurna melalui interpretasi geometris dan
metode naïve geometry sehingga siswa dapat memahami konsep
memfaktorkan persamaan kuadrat. Secara garis besar pembelajaran
dilaksanakan melalui serangkaian aktifitas yang memiliki tujuan untuk:
memahami konsep dasar persamaan kuadrat melalui pendekatan
geometris, membangun model dan memahami bentuk lain dari suatu
97
persamaan kuadrat, menemukan rumus bentuk umum untuk
menyelesaikan persamaan kuadrat. berdasarkan kerangka teoritis yang
telah dibahas sebelumnya. Berikut adalah garis besar pembelajaran
tersebut dibuat berdasarkan kerangka teoritis yang telah dibahas
sebelumnya.

Tabel 4.1 Gambaran Umum Pembelajaran Persamaan Kuadrat Melalui


Metode Naïve Geometry
Aktivitas Konsep atau keterampilan yang dibangun
Mengenal naïve Memahami prosedur naïve geometry dan
geometry/ membangun pengetahuan tentang aljabar
Menyelesaikan geometris (developing algebraic geometric
permasalahan thinking)
awal yang
diberikan
Menggunakan Meningkatkan pemahaman tentang naïve
metode naïve geometry dan penggunaannya, secara tidak
geometry untuk langsung memahami ekuivalensi bentuk
menyelesaikan persamaan kuadrat dan memahami konsep
masalah. faktorisasi dengan melengkapkan kuadrat
sempurna.
Mengkontruksi Memahami keterkaitan antara naïve geometry
rumus dan persamaan kuadrat (linking between
persamaan geometry and algebra), membangun konsep
kuadrat menyelesaikan persamaan kuadrat.

Hypothetical Learning Trajectory desain pembelajaran persamaan


kuadrat

1. Mengenal metode geometris (naïve geometry) (Aktivitas I).

a. Starting Point

Starting point atau titik awal pembelajaran yang digunakan adalah


pengetahuan atau keterampilan yang sudah dikenal oleh siswa untuk
mendukung pembelajaran dan pemahaman siswa pada materi
98
pernyelesaian persamaan kuadrat yang diajarkan. Starting point aktivitas
pertama pada desain yang dibuat adalah siswa harus mengenal konsep
luas dan keliling persegi dan persegipanjang dan pengetahuan dasar
mengenai operasi hitung aljabar sederhana yang telah mereka pelajar
pada kelas 7 atau kelas 8 SMP.

b. Tujuan Pembelajaran

Tujuan utama dari aktivitas pertama ini adalah siswa mengenal dan
mampu melakukan manipulasi geometris (dengan metode naïve
geometry) untuk memecahkan masalah mencari ukuran persegigipanjang
jika luas dan kelilingnya diberikan. Selain itu, aktivitas ini juga bertujuan
agar siswa mampu memahami dan mengeksplorasi permasalahan
tersebut dengan cara mereka sendiri.

c. Deskripsi Aktivitas Pembelajaran dan Konjektur Pemikiran Siswa

Pembelajaran dimulai dengan pemberian soal geometri yang diinspirasi


dari permasalahan sejarah (Arithmetica Book I Problem 27 (Radford,
1996)). Berikut adalah permasalahan pertama pada aktivitas 1.

Diberikan sebuah persegi dengan Panjang sisi 10 satuan. Buatlah


persegipanjang yang kelilingnya sama (dengan keliling persegi)!
Gambarkan hasil pekerjaanmu pada tempat yang disediakan

siswa diminta untuk menyelesaikan permasalahan tersebut dengan


sebarang metode yang mereka pahami. Rata-rata siswa menyelesaikan
permasalahan tersebut dengan metode trial and error atau mencoba-coba
nilai yang mungkin. Selanjutnya dengan menggunakan alat peraga
berupa potongan kertas guru menunjukkan cara penyelesaian dengan
menggunakan metode geometris, Naïve Geometry, melalui manipulasi
bentuk persegi menjadi persegipanjang.

Siswa diminta untuk menyelesaikan permasalahan tersebut secara


berkelompok dengan menggunakan strategi apapun. Dengan kata lain
guru tidak memberi batasan metode tertentu yang harus digunakan oleh
99
siswa. Pada hakikatnya, hal ini dimaksudkan agar mereka dapat
memahami dan melakukan eksplorasi permasalahan yang diberikan.

Setelah memberi kesempatan pada tiap-tiap kelompok untuk


mempresentasikan dan berdiskusi tentang jawaban beserta metode apa
yang mereka gunakan, guru membagikan Lembar Aktivitas Siswa 1.2
yang juga berisi masalah yang sama (pada kegiatan 2) dan alat peraga
yang akan digunakan. Berbeda dengan sebelumnya, kali ini siswa
dibimbing melalui langkah-langkah kerja yang terdapat pada LAS.
Selanjutnya diharapkan siswa dapat menemukan kembali metode
manipulasi secara terbimbing melalui aktivitas yang terdapat pada LAS
dan diskusi kelas. Setelah itu, guru memberi informasi kepada siswa
bahwa metode yang telah mereka temukan tersebut bernama “naïve
geometry” yang digunakan oleh matematikawan Babilonia pada sekitar
tahun 1500 SM. Guru juga memberi sedikit informasi sejarah tentang
Babilonia dengan harapan dapat memberi motivasi kepada siswa.

Selanjutnya siswa disajikan permasalahan lanjutan di bawah ini:

Tentukan panjang dan lebar sebuah persegipanjang apabila diketahui


luasnya adalah 84 satuan luas dan kelilingnya adalah 40 satuan?

Dengan memecahkan masalah tersebut, siswa memahami bahwa dengan


melakukan manipulasi geometris dengan metode Naïve Geometry,
panjang persegipanjang diperoleh dengan menambahkan sisi persegi
terbentuk di awal dengan sisi yang dipotong dari persegi (dibuang untuk
mencocokkan area persegi panjang yang diinginkan ). Karena sisi
persegi yang terbentuk di awal adalah 10 unit dan sisi persegi yang
dihilangkan adalah 4 unit, dimensi persegi panjang adalah 10 + 4 = 14
(panjang) dan 10-4 = 6 (lebar).

Selanjutnya pada kegiatan 3

Tentukan panjang dan lebar suatu persegipanjang apabila diketahui


luasnya adalah 58 satuan luas dan kelilingnya adalah 32 satuan! Gunakan
metode yang sama dengan sebelumnya.
100
d. Konjektur Pemikiran Siswa:

• Pada aktivitas pertama kemungkinan siswa menggunakan metode


trial and error karena guru tidak memberi batasan tentang
penggunaan metode tertentu. Dari permasalahan ini mereka
memahami bahwa permasalahan yang diberikan adalah mencari
panjang persegi panjang jika diketahui luas dan kelilingnya.

• Pada kegiatan 2, berikut adalah contoh dari konjektur pemikiran


siswa saat menggunakan metode geometris (dengan mengikuti
langkah-langkah kerja pada LAS 2) dalam menyelesaikan
permasalahan yang diberikan.

Gambar 4.1. Konjektur Pemikiran Siswa Masalah pada LAS 2

• Pada permasalahan di kegiatan 3, kemungkinan siswa mengalami


kesulitan dalam mengambil bagian luas yang harus dibuang. Hal
tersebut dikarenakan bagian luas yang harus dibuang tersebut
bukan merupakan kuadrat sempurna (persegi). Berikut kesalahan
siswa yang mungkin muncul.

101
Gambar 4.2. Konjektur Pemikiran Siswa Masalah kegiatan 3

Sementara sebagian dari siswa mungkin menyadari bahwa bagian yang


harus diambil haruslah berupa persegi (dengan sisi √6 satuan)

Pada kegiatan ketiga, peran guru sangat dibutuhkan dalam memberi


arahan atau pertanyaan-pertanyaan hingga siswa dapat mencapai
jawaban yang dimaksudkan. Pada permasalahan ketiga, luas daerah yang
harus dibuang bukan berupa bilangan kuadrat, hal ini dimaksudkan agar
siswa dapat mengeksplorasi dan memahami bahwa daerah tersebut harus
berupa persegi agar selanjutnya dapat dimanipulasi menjadi
persegipanjang, penggunaan masalah sejarah juga diharapkan dapat
meningkatkan motivasi siswa.

2. Menggunakan metode Naïve Geometry untuk menyelesaikan


masalah (aktivitas II)

a. Starting point

Berdasarkan pembelajaran sebelumnya, siswa telah belajar dan


mengenal tentang metode naïve geometry. Jadi diharapkan siswa pada
aktivitas kedua ini telah mampu menggunakan metode naïve geometry,
memahami bahwa konsep dasar dalam melakukan manipulasi geometris
102
(pada metode naïve geometry) adalah dengan mengubah persegipanjang
menjadi persegi baru.

b. Tujuan pembelajaran

Siswa lebih memahami penggunaan naïve geometry dan langkah-


langkahnya dalam menyelesaikan permasalahan.

c. Deskripsi aktivitas pembelajaran

Pada aktivitas kedua ini, siswa mengerjakan LAS secara berkelompok.


permasalahan yang diberikan pada aktivitas ini hampir sama dengan
permasalahan yang sebelumnya, tetapi yang diketahui adalah selisih
panjang dan lebar dari persegipanjang. Berikut adalah permasalahan
pada aktivitas II yang merupakan permasalahan sejarah yang terdapat
dalam prasasti Babilonia kuno.

• Diketahui lebar suatu persegipanjang 4 satuan dan panjangnya


tidak diketahui. Jika sebuah sisi persegi dihimpitkan pada sisi
panjang persegipanjang (seperti pada gambar di bawah) luasnya
gabungan keduanya menjadi 117 satuan luas, tentukan panjang
dari persegipanjang tersebut!?

• Berdasarkan jawaban soal no.1 kalian, tuliskan bentuk aljabar


pada tiap langkah-langkah manipulasi geometri penyelesaian
kalian.

Seperti pada aktivitas sebelumnya, siswa diminta untuk menemukan


solusi dari permasalahan tersebut dengan menggunakan metode naïve
geometry secara berkelompok. Permasalahan ini bertujuan agar siswa
lebih memahami konsep dari metode naive geometry karena sedikit
berbeda dengan masalah sebelumnya. Kali ini siswa harus menentukan
bentuk persegipanjang terlebih dahulu untuk selanjutnya dimanipulasi
menjadi persegi untuk menentukan ukuran panjang atau lebar terlebih
dahulu. Tidak hanya itu, siswa juga diminta untuk berdiskusi dalam
kelompok dan menuliskan secara terurut langkah-langkah penyelesaian
103
dua macam masalah yang telah mereka selesaikan. Siswa juga diminta
untuk berdiskusi lebih lanjut tentang kondisi yang menyebabkan solusi
dari permasalahan tidak dapat ditemukan.

d. Konjektur pemikiran siswa

• Pada saat menyelesaikan LAS pada permasalahan pertama, siswa


kemungkinan dan jawaban siswa yang diharapkan.

Gambar 4.3. Konjektur Pemikiran Siswa pada Aktivitas II

• Kemungkinan sebagian siswa mengalami kesulitan dalam


menuliskan secara umum dan menggeneralisasikan kondisi tertentu
yang menyebabkan solusi dari permasalahan menemui suatu
kendala saat diselesaikan dengan naïve geometry dan bagaimana
cara memecahkannya, Meskipun secara praktik mungkin siswa
mampu untuk menyelesaikan permasalahan tersebut. Pada bagian
mengubah permasalahan menjadi bentuk aljabar siswa mungkin
juga akan mengalami kesulitan. Mengubah bentuk geometri ke
aljabar merubakan langkah awal siswa dapat memahami esensi dari
bentuk aljabar dan langkah penyelesaian aljabar dalam bentuk
geometri yang sederhana.

104
3. Menemukan Hubungan antara proses Manipulasi geometri dan
simbol umum aljabar dan Mengkontruksi rumus persamaan
kuadrat (Aktivitas III)

a. Starting Point

Berdasarkan pembelajaran pada aktivitas sebelumnya, maka berikut


adalah kemampuan-kemampuan yang diharapkan telah dimiliki siswa.

• Siswa sudah menguasai penggunaan metode naïve geometry untuk


berbagai macam permasalahan.

• Siswa telah mengetahui kondisi yang menyebabkan suatu persegi


tidak bisa dimanipulasi menjadi persegipanjang atau sebaliknya
dalam metode naïve geometry.

• Diharapkan pada tahap ini siswa sudah mulai membangun


kemampuan dalam menggeneralisasikan suatu ide atau pernyataan
matematika (dalam hal ini bagaimana menggeneralisasikan langkah
metode naïve geometry).

b. Tujuan Pembelajaran

Pembelajaran kali ini bertujuan agar siswa meningkatkan pemahaman


mereka mengenai penggunaan metode naive geometry melalui masalah
dengan tingkat kesulitan lebih tinggi. Selain itu, siswa diharapkan
mampu memahami keterkaitan antara permasalahan geometris yang
telah mereka pelajari sebelumnya dengan persamaan kuadrat. Melalui
manipulasi geometris siswa juga dapat belajar memahami bentuk lain
atau equivalensi dari suatu bentuk persamaan kuadrat.

c. Deskripsi Aktivitas Siswa

Seperti aktivitas sebelumnya, siswa diberi LAS yang berisi


permasalahan dan bekerja dalam kelompok untuk menyelesaikannya.

105
Permasalahan yang diberikan adalah pengajuan masalah. Dalam
pengajuan masalah ini siswa diminta untuk membuat soal yang serupa
dengan masalah sebelumnya tetapi dengan ukuran yang berbeda.
Tujuannya adalah agar siswa lebih memahami neive geometri dan
langkah-langkahnya lebih mendalam melalui pengajuan masalah dan
penyelesaiannya. Permasalahan yang diberikan terinspirasi dari masalah
yang terdapat pada Prasasti Babilonia BM 13901 No.1 (Hǿyrup, 1990).
Berikut adalah masalah yang diberikan.

• Dengan menentukan (sebarang) ukuran Lebar dan Luas gabungan


pada gambar di bawah dengan bilangan bulat, tentukan panjang
dari persegipanjang tersebut!

• Tuliskan langkah-langkah penyelesaian (pada permasalahan di


atas) dalam bentuk simbol aljabar!

Seperti halnya pada aktivitas sebelumnya, siswa diberi kesempatan untuk


mempresentasikan dan berdiskusi tentang hasil pekerjaannya.

Selanjutnya permasalahan yang diberikan sama dengan sebelumnya,


tetapi sudah melibatkan penggunaan variabel. Pada bagian ini siswa
diberi kesempatan untuk mengkontruksi sendiri rumus penyelesaian
persamaan kuadrat melalui metode naïve geometri.

106
1. Sebuah persegipanjang yang lebarnya 𝑏 dan panjangnya x, apabila dihimpitkan
dengan persegi yang sisinya x maka luas gabungannya menjadi 𝑐 satuan luas.
Tentukan
a. Bentuk aljabar permasalahan tersebut!
b. nilai x (nyatakan dalam b dan c)!

𝑏
𝑥

Selanjutnya masalah kedua pada aktivitas ini adalah

1. Berdasarkan jawaban kalian pada permasalahan no.1, jika bentuk aljabar dari
suatu permasalahan berbentuk 𝑎𝑥 2 + 𝑏𝑥 + 𝑐 = 0, tentukan nilai 𝑥 (nyatakan
dalam a, b dan c)

Dimana permasalahan di atas bertujuan untuk menemukan rumus bentuk


umum penyelesain persamaan kuadrat dengan bentuk umum 𝑎𝑥 2 +
𝑏𝑥 + 𝑐 = 0 .

d. Konjektur Pemikiran Siswa

• Sebagian siswa mungkin akan mengalami kesulitan dikarenakan


tidak semua siswa terbiasa dengan pengajuan masalah.

Karena siswa sudah mempelajari metode naïve geometry pada dua


pertemuan sebelumnya, maka sebagian siswa yang benar-benar
memahami konsep dasar dari metode ini akan mampu menyelesaikan
permasalahan yang diberikan. Dalam menyelesaikan manipulasi
geometris, siswa kemungkinan tidak mengalami kesulitan. Akan tetapi,
dalam menyatakan nilai x dalam b dan c, sebagian siswa akan mengalami

107
kesulitan. Dalam menjawab permasalahan pertama, jawaban yang
diharapkan muncul dari siswa adalah sebagai berikut.

Berdasarkan manipulasi geometris tersebut, maka secara aljabar proses


penyelesaian masalah menjadi seperti berikut ini.

𝑥 2 + 𝑏𝑥 = 𝑐

1 2 1
(𝑥 + 𝑏) = 𝑐 + 𝑏 2
2 4

1 1
𝑥 + 𝑏 = √𝑐 + 𝑏 2
2 4

1 2 1
𝑥 = √𝑐 + 𝑏 − 𝑏
4 2

Dengan demikian penyelesaian 𝑥 2 + 𝑏𝑥 = 𝑐 adalah

108
1 2 1
𝑥 = √𝑐 + 𝑏 − 𝑏
4 2

Untuk selanjutnya, siswa diminta untuk mencari rumus penyelesaian


persamaan kuadrat apabila persamaan yang diberikan adalah 𝑎𝑥 2 +
𝑏𝑥 + 𝑐 = 0 (yang sebelumnya 𝑥 2 + 𝑏𝑥 − 𝑐 = 0). Dengan membagi
persamaan dengan “a” maka didapatkan.

𝑎𝑥 2 + 𝑏𝑥 + 𝑐 = 0
𝑏 𝑐
𝑥2 + 𝑥 + = 0
𝑎 𝑎
𝑏 𝑐
Sehingga dengan mengganti nilai 𝑏 dengan dan 𝑐 dengan − dengan
𝑎 𝑎
bimbingan guru siswa di arahkan untuk menemukan solusi dari bentuk
umum 𝑎𝑥 2 + 𝑏𝑥 + 𝑐 = 0 adalah:

−𝑏 ± √𝑏 2 − 4𝑎𝑐
𝑥12 =
2𝑎

109
Lintasan belajar secara ringkas dan kerangka desain aktivitas dapat
ditunjukkan oleh gambar di bawah.

110
Desain pembelajaran di atas dapat juga dituangkan dalam bentuk lembar
Kerja Siswa (LKS) dimana terdapat penugasan secara terstruktur.

111
112
113
114
115
116
117
118
119
120
121
Daftar Pustaka

Boyer, C. B., & Merzbach, U. C. (2011). A history of mathematics. John


Wiley & Sons.
CORD.(1999). Teaching Mathematics Contextually. Waco:CORD.
Fachrudin, A. D., Ekawati, R., Kohar, A. W., Widadah, S., Kusumawati,
I. B., & Setianingsih, R. (2019, December). Ancient China history-
based task to support students’ geometrical reasoning and
mathematical literacy in learning Pythagoras. In Journal of
Physics: Conference Series (Vol. 1417, No. 1, p. 012042). IOP
Publishing.
Fachrudin, A. D., Putri, R. I. I., Kohar, A. W., & Widadah, S. (2018,
November). Developing a Local Instruction Theory for Learning
the Concept of Solving Quadratic Equation Using Babylonian
Approach. In Journal of Physics: Conference Series (Vol. 1108,
No. 1, p. 012069). IOP Publishing.
Fauvel, J., & Van Maanen, J. (Eds.). (2000). History in mathematics
education. Dordrecht, theNetherlands: Kluwer Academic
Publishers.
Freudenthal. (1991). Revisiting Mathematics Education: China Lectures.
Dordrecht, the Netherlands: Kluwer Academic Publisers.
Furinghetti, F. (1997). History of mathematics, mathematics education,
school practice: Case studies in linking different domains. For the
learning of mathematics, 17(1), 55-61.
Furinghetti, F. (2000). The long tradition of history in mathematics
teaching: an old Italian case. PALEONTOLOGICAL SOCIETY
PAPERS, 6, 49-58.
Gravemeijer, K., & Cobb, P. (2006). Design research from a learning
design perspective. Educational design research, 17-51.
Grugnetti, L.(2000). The History of Mathematics and its Influence on
Pedagogical Problems. In Katz, V. (Ed), Using history to teach
mathematics: an international perspective (pp. 29-35). USA: The
Mathematical Association of America.
Hǿyrup, J. (1990b). Algebra and naive geometry. An investigation of
some basic aspects of old babylonian mathematical thought II.
Altorientalische Forschungen, 17, 262-254.
Jankvist, U. T. (2009). A categorization of the “whys” and “hows” of
using history in mathematics education. Educational studies in
122
Mathematics, 71(3), 235-261.
Katz, V. (2000). Using history to teach mathematics: an international
perspective. USA: The Mathematical Association of America.
Keung, S. M. (2000). The ABCD of Using History of Mathematics in the
(Undergraduate) Clasroom. In Katz, V. (Ed), Using history to
teach mathematics: an international perspective (pp. 69-75). USA:
The Mathematical Association of America.
Radford, L. (1996). The roles of geometry and arithmetic in the
development of algebra: Historical remarks from a didactic
perspective. In Approaches to algebra (pp. 39-53). Springer
Netherlands.

Radford, L. (2002). The historical origins of algebraic


thinking. Perspectives on school algebra, 13-36.
Radford, L. & Guerette, G. (2000). Second degree equations in the
classroom: a Babylonian approach. In Katz, V. (Ed), Using history
to teach mathematics: an international perspective (pp. 69-75).
USA: The Mathematical Association of America.
Simon, M. A. (1995). Reconstructing mathematics pedagogy from a
constructivist perspective. Journal for research in mathematics
education, 114-145.
Sumardyono. (2012). “Pemanfaatan Sejarah Matematika di Sekolah”.
http://p4tkmatematika.org/2012/08/pemanfaatan-sejarah-
matematika-di-sekolah/ (diakses tanggal 15 Juni 2013).
Swetz, F. (1977). Was Pythagoras Chinese?: an examination of right
triangle theory in ancient China (No. 40). Penn State Press.
Tzanakis, C & Archavi, A. (2000). Integrating history of mathematics in
the classr GHFHoom: an analytic survey. In Fauvel, J. & Maanen,
J. V. (Eds), History in mathematics education: the ICMI study (pp.
201-240). New York: Kluwer Academic Publishers.
Wang, K., Wang, X. Q., Li, Y., & Rugh, M. S. (2018). A framework for
integrating the history of mathematics into teaching in
Shanghai. Educational Studies in Mathematics, 98(2), 135-155.

123

Anda mungkin juga menyukai