Perubahan yang terjadi pada lanjut usia meliputi perubahan fisik, psikologis, dan
sosial. Diawali dengan perubahan fisik, kemudian mengakibatkan perubahan
psikologis dan sosial dan berkembang dalam bentuk gangguan perilaku.
Gangguan perilaku merupakan area keperawatan kesehatan jiwa pada usia lanjut.
PERUBAHAN FISIK
1. Pancaindera
a. Mata
Respons terhadap sinar menurun, adaptasi terhadap gelap menurun,
akomodasi menurun, lapang pandang menurun, dan terjadi katarak atau
gangguan pengelihatan lainnya. Lansia yang mulai tidak jelas
pengelihatannya, sehingga sering menjadi curiga dengan sosok bayangan
yang datang atau berada di rumahnya. Cucunya dianggap pencuri dan
sebagainya, sehingga semakin tidak jelas pengelihatannya, maka semakin
menjadi pencuriga.
b. Telinga
Membran timpani atrofi sehingga terjadi gangguan pendengaran, yaitu
menjadi sangat peka atau berkurang pendengarannya. Respons perilaku
lansia menjadi lebih pencuriga, apalagi jika pengelihatan tidak jelas dan
pendengaran berkurang. Anggota keluarga yang tinggal serumah sering
menjadi sasaran kecurigaan lansia, berbicara keras dianggap marah, serta
berbicara pelan dianggap ngerasani atau menggunjingkan lansia.
c. Perabaan
Kemampuan jari untuk meraba atau menggenggam menjadi menurun
(clumsy), akibatnya tidak mampu memegang sesuatu yang berat, misalnya
makan dengan piring, mudah jatuh dan pecah atau minum dengan gelas,
mudah jatuh dan pecah. Jika diberi piring melamin akan merasa marah,
karena dianggap tidak menghargai orang tua. Selain menjadi pencuriga,
lansia menjadi mudah marah karena perubahan mata, telinga, dan
perabaan.
d. Penciuman
Kemampuan hidung untuk membau harum, gurih, dan lezat sudah
menurun, yang akibatnya nafsu makan menjadi menurun. Permasalahan
perilaku muncul dengan membenci siapa yang masak di rumah, apalagi
jika yang masak adalah menantu. Di sinilah awal mula terjadinya suasana
tidak kondusif antara menantu wanita dengan mertua.
e. Pengecapan
Pada usia lanjut terjadi penurunan kemampuan lidah untuk merasakan rasa
asam, asin, manis, gurih, pedas, dan semua rasa lezat, yang akibatnya
nafsu makan menurun. Terkadang lansia masih menambahkan gula pada
makanan yang sudah manis atau menambahkan garam pada makanan yang
sudah asin. Hal akan menjadi berbahaya apabila lansia memiliki penyakit
diabetes atau tekanan darah tinggi. Dengan keadaan ini, lansia dapat
semakin membenci menantu wanitanya, karena sudah tidak bisa masak
atau jika masak, tidak ada aroma dan rasanya.
Perubahan pancaindera mengakibatkan berbagai perubahan
perilaku pada lansia, menjadi pencuriga, mudah marah, dan membenci
seseorang.
2. Otak
Terjadi penurunan kemampuan berpikir, daya ingat, dan konsentrasi.
Penurunan kemampuan berpikir terutama untuk memikirkan hal baru (new
learning), kalaupun bisa terjadi secara lambat (slow learning). Sering lansia
tidak bisa menerima pemikiran anak muda, karena menganggap bahwa apa
yang lansia pikirkan itulah kebenaran. Lansia menjadi skeptis dengan pola
pikirnya, sehingga sulit menerima sesuatu yang baru.
Meskipun demikian, masih banyak lansia yang tetap pandai pada masa
tuanya, kemampuan kognitifnya sama sekali tidak berkurang, bahkan
cenderung lebih hafal daripada yang muda. Kemampuan asah otak ternyata
sama dengan asah pedang, yaitu semakin sering diasah, maka semakin tajam
pedang itu. Hal ini bergantung pada apa yang dipelajari saat muda. Ibarat
belajar di masa kecil, bagai mengukir di atas batu. Hal yang dipelajari di
masa kecil yang terus digunakan sampai tua akan terukir pada pola pikir.
Sementara belajar sesudah dewasa, bagai mengukir di atas air, yaitu hal yang
dipelajari seolah sudah paham semua, tetapi saat sang guru pergi akan hilang
semua yang telah dipelajari.
Kemampuan konsentrasi yang menurun mengakibatkan lansia mengalami
kesulitan fokus perhatian (sustain attention). Jika bercerita atau mengajar
harus satu-satu, tidak bisa dua topik sekaligus. Selain itu, kewaspadaan juga
menurun, sehingga perlu bantuan dan pengawasan apabila lansia melakukan
aktivitas di luar rumah.
3. Paru
Kekuatan otot pernapasan menurun dan kaku, elastisitas paru menurun,
kapasitas residu meningkat sehingga menarik napas lebih berat, alveoli melebar
dan jumlahnya menurun, kemampuan batuk menurun, serta terjadi penyempitan
pada bronkus.Akibatnya, lansia selalu mengeluh dada sesak, serta bernapas cepat
dan terengah-tengah (breath holding spell dan hyperventilation). Tindakan yang
paling tepat untuk mengatasi hal ini adalah jalan mars setiap hari selama 20 menit
di udara terbuka. Solusi dengan metode farmakologi tidak terlalu disarankan
karena gangguan terjadi karena menurunnya kemampuan anatomi dan fisiologi
paru.
4. Gastrointestinal
Pada sistem ini esofagus melebar, asam lambung menurun, lapar menurun,
dan peristaltik menurun sehingga terjadilah penumpukan makanan. Apabila
daya absorbsi masih baik, maka racun akan ikut terabsorbsi, sehingga terjadi
konstipasi. Ukuran lambung mengecil serta fungsi organ asesori menurun
sehingga menyebabkan berkurangnya produksi hormon dan enzim
pencernaan. Lansia menjadi sangat banyak keluhan terkait gastrointestinal.
5. Saluran kemih
Kondisi ginjal mengecil, aliran darah ke ginjal menurun, penyaringan di
glomerulus menurun, dan fungsi tubulus menurun sehingga kemampuan
mengonsentrasikan urine ikut menurun. Plastisitas buli-buli menurun,
sehingga menjadi sering kencing. Kemampuan sfinkter uri menurun,
sehingga lansia menjadi ngompol. Respons perilaku berupa lansia sering
mengeluh tidak bisa tidur, sering terbangun untuk kencil, ngompol, beser, dan
sebagainya.
6. Otot dan tulang
Cairan tulang menurun sehingga mudah rapuh (osteoporosis), bungkuk
(kifosis), persendian membesar dan menjadi kaku (atrofi otot), kram, tremor,
tendon mengerut, serta mengalami sklerosis. Respons perilaku berupa lansia
menjadi banyak mengeluh dengan sistem muskuloskeletalnya. Hal ini sangat
bergantung pada aktivitas olahraga semasa muda. Tindakan yang sesuai
adalah senam taichi atau jalan mars.
7. Kardiovaskular
Katub jantung menebal dan kaku, kemampuan memompa darah menurun
(menurunnya kontraksi dan volume), elastisitas pembuluh darah menurun,
serta meningkatnya resistansi pembuluh darah perifer sehingga tekanan darah
meningkat. Risiko terjadi infark, stroke, dan sebagainya.
8. Endokrin
Kemampuan tubuh untuk meregulasi endokrin menurun, sehingga mudah
terjadi asam urat, kolesterol, diabetes, dan sebagainya.
PERUBAHAN PSIKOLOGIS
1. Paranoid
Respons perilaku yang ditunjukkan dapat berupa curiga, agresif, atau menarik
diri. Lansia selalu curiga pada orang lain, bahkan curiga pada televisi. Oleh
karena lansia tidak mendengar suara TV, tetapi melihat gambarnya tersenyum
atau tertawa, maka TV dianggap mengejek lansia. Pembantu dianggap
mencuri, karena mengambil gula atau beras untuk dimasak, padahal instruksi
pembantu berasal dari majikan yang tidak diketahui lansia.
Tindakan untuk mengatasi hal ini adalah jangan mendebat, karena kita
dianggap menantang, serta jangan mengiyakan, karena dianggap kita berteman.
Berikan aktivitas sesuai kemampuan lansia, sehingga lansia tidak sempat
memperhatikan apa yang dapat menimbulkan paranoid.
5. Sun downing
Lansia mengalami kecemasan meningkat saat menjelang malam (di rumah),
terus mengeluh, agitasi, gelisah, atau teriak ketakutan. Jika di panti, hal
tersebut dapat memengaruhi lansia yang lain. Keadaan ini terjadi karena
lansia gelisah pada saat malam. Pada zaman dahulu, belum ada listrik,
sehingga saat menjelang malam, kecemasan lansia meningkat. Oleh
karenanya, semua anak dan cucunya dicari dan disuruh pulang, semua hewan
peliharaan harus sudah ada di kandang, serta semua anggota keluarga harus
sudah di dalam rumah. Semua itu terjadi karena kekhawatiran dengan
gelapnya malam.
Tindakan yang dapat dilakukan adalah berikan orientasi realitas, aktivitas
menjelang maghrib, dan penerangan yang cukup.
6. Depresi
Ada banyak jenis depresi yang terjadi pada lansia, di antaranya depresi
terselubung, keluhan fisik menonjol, berkonsultasi dengan banyak dokter
(umum/spesialis), merasa lebih pusing, nyeri, dan sebagainya. Depresi sering
dialami oleh lansia muda wanita karena terjadinya menopause. Apabila lansia
muda wanita tidak siap menghadapi menopause, maka depresi sangat
menonjol akan dialami. Namun, bagi yang siap menghadapi menopause akan
merasa lebih bahagia karena dapat beribadah sepanjang waktu tanpa harus
cuti haid. Pada lansia pria, penyebab depresi terutama karena sindrom
pascakekuasaan (postpower syndrom). Lansia mulai berkurang penghasilan,
teman, dan harga diri.
Tanda yang sering muncul adalah tidur (sleep) meningkat, ketertarikan
(interest) menurun, rasa bersalah (guilty) meningkat, energi (energy)
menurun, konsentrasi (concentration) menurun, nafsu makan (appetite)
menurun, psikomotor (psycomotor) menurun, bunuh diri (suicide) meningkat
—SIGECAPS.
Tindakan yang dilakukan disesuaikan dengan penyebab yang ditemukan.
Selain itu, tingkatkan harga diri lansia, serta yakinkan bahwa lansia masih
tetap dihargai dalam keluarga dan tetap bermanfaat bagi masyarakat.
7. Demensia
Demensia adalah suatu sindrom gejala gangguan fungsi luhur kortikal yang
multipel, seperti daya ingat, daya pikir, daya tangkap, orientasi, berhitung,
berbahasa, dan fungsi nilai sebagai akibat dari gangguan fungsi otak.
Demensia banyak jenisnya yang bergantung pada penyebab dan gejala yang
timbul, di antaranya demensia, multiinfark demensia, alzheimer, atau bahkan
retardasi mental.
Tindakan yang dapat dilakukan adalah berikan aktivitas sesuai kemampuan
dan kolaborasi pengobatan dengan farmakologis.
Hidup sampai tua adalah harapan setiap orang, tetapi ketika sudah tua akan
banyak perubahan yang terjadi dan tidak mungkin dihindari, seperti menurunnya
fungsi organ tubuh dan menjadi sarang penyakit. Oleh karena itu, penanganan
terhadap berbagai masalah yang terjadi pada lansia harus dilakukan secara
holistik, sepanjang hidup (long live), dan jangka panjang (long term). Orang tua
adalah orang yang telah menjadikan kita terhormat, maka hormatilah mereka.
Berikan bantuan dan perawatan sampai kapan pun beliau membutuhkan.
Pengorbanan orang tua jauh lebih besar dibanding bantuan yang akan kita berikan.
Menghormati orang yang sudah meninggal adalah baik, tetapi jauh lebih baik
menghormati yang masih hidup. Jangan sampai menyesal karena kurang
pernghargaan kepada orang tua, sehingga beliau wafat. Oleh karena akan kurang
bermakna jika memberikan pernghargaan ketika beliau sudah wafat.
Kesehatan jiwa masyarakat adalah suatu keadaan setiap manusia dapat mencapai
prestasi kerja semaksimal mungkin, anak sekolah dapat mencapai prestasi belajar
semaksimal mungkin karena tidak adanya hambatan emosi.
Setiap manusia dapat mencapai prestasi kerja semaksimal mungkin, yang ditandai
dengan adanya optimalisasi prestasi, kreativitas dan produktivitas dalam dunia
kerja. Tidak ada upaya saling menghambat, permusuhan, dan menghalangi
pencapaian kinerja seseorang. Setiap orang dalam kelompok saling membantu
menyelesaikan pekerjaan sesuai kemampuan, kewenangan, dan keahliannya.
Dengan demikian, setiap orang dapat mencapai kepuasan dalam menampilkan
prestasi kerja, sehingga terciptalah kesehatan jiwa di masyarakat.
Keluarga adalah merupakan unit terkecil dari masyarakat. Oleh karena itu,
kesehatan jiwa masyarakat ditentukan pula oleh kondisi keluarga. Menurut Good
& Good, kesehatan jiwa masyarakat dapat terjadi apabila keluarga dan masyarakat
dalam keadaan sejahtera.
Terapi modalitas adalah berbagai macam alternatif terapi yang dapat diberikan
pada pasien gangguan jiwa. Gangguan jiwa merupakan berbagai bentuk
penyimpangan perilaku dengan penyebab pasti belum jelas. Oleh karenanya,
diperlukan pengkajian secara mendalam untuk mendapatkan faktor pencetus dan
pemicu terjadinya gangguan jiwa. Selain itu, masalah kepribadian awal, kondisi
fisik pasien, situasi keluarga, dan masyarakat juga memengaruhi terjadinya
gangguan jiwa.
Maramis mengidentifikasi penyebab gangguan dapat berasal dari masalah fisik,
kondisi kejiwaan (psikologis), dan masalah sosial (lingkungan). Apabila gangguan
jiwa disebabkan karena masalah fisik, yaitu terjadinya gangguan keseimbangan
neurotransmiter yang mengendalikan perilaku manusia, maka pilihan pengobatan
pada farmakologi. Apabila penyebab gangguan jiwa karena masalah psikologis,
maka dapat diselesaikan secara psikologis. Apabila penyebab gangguan karena
masalah lingkungan sosial, maka pilihan terapi difokuskan pada manipulasi
lingkungan. Dengan demikian, berbagai macam terapi dalam keperawatan
kesehatan jiwa dapat berupa somatoterapi, psikoterapi, dan terapi lingkungan
(Maramis, 1998).
Terapi kognitif adalah terapi jangka pendek dan dilakukan secara teratur, yang
memberikan dasar berpikir pada pasien untuk mengekspresikan perasaan
negatifnya, memahami masalahnya, mampu mengatasi perasaan negatifnya, serta
mampu memecahkan masalah tersebut.
1. Mengubah pikiran dari tidak logis dan negatif menjadi objektif, rasional, dan
positif.
2. Meningkatnya aktivitas.
3. Menurunkan perilaku yang tidak diinginkan.
4. Meningkatkan keterampilan sosial.
KARAKTERISTIK PASIEN
1. Menarik diri.
2. Penurunan motivasi.
3. Defisit perawatan diri.
4. Harga diri rendah.
5. Menyatakan ide bunuh diri.
6. Komunikasi inkoheran dan ide/topik yang berpindah-pindah (flight of idea).
7. Delusi, halusinasi terkontrol, tidak ada manik depresi, tidak mendapat ECT.
Kemudian sebagai prinsip yang kedua adalah 3 prinsip yang didasari atas
hubungan manusia dengan lingkungannya, yaitu:
1. Kesehatan mental dipengaruhi oleh hubungan interpersonal yang sehat,
khususnya di dalam keluarga.
2. Penyesuaian yang baik dan kedamaian pikiran dipengaruhi oleh kecukupan
individu dalam kepuasan kerja.
3. Kesehatan mental memerlukan sikap yang realistik, yaitu menerima realita
tanpa distorsi dan objektif.
PENDEKATAN SOSIO-KULTURAL.
Memiliki beberapa pendekatan, yaitu: STRATIFIKASI SOSIAL yang membahas
faktor sosial-ekonomi dan seleksi sosial; INTERAKSI SOSIAL yang membahas
fungsi dalam suatu hubungan interpersonal (Teori Psikodinamik, Teori rendahnya
interaksi sosial : isolasi, kesepian); TEORI KELUARGA yang mempelajari
pengaruh pola asuh, interaksi antar anggota keluarga, dan fungsi keluarga
terhadap kesehatan mental individu:
PERUBAHAN SOSIAL, yang mengkaitkan perubahan jangka panjang, migrasi
dan industrialisasi, serta kondisi krisis dengan kondisi mental individu; SOSIAL-
BUDAYA, yang mempelajari pengaruh agama dan budaya pada kondisi mental
seseorang; STRESSOR SOSIAL, yang mempelajari pengaruh berbagai situasi
sosial yang berdampak psikologis (misal: perkawinan, meninggal, kriminalitas,
resesi) terhadap kondisi mental individu.
PENDEKATAN LINGKUNGAN.
Pendekatan ini memiliki dua dimensi:
DIMENSI LINGKUNGAN FISIK, yang terkait dengan: ruang, waktu, dan sarana
(gizi) yang menyertai.
DIMENSI LINGKUNGAN KIMIAWI DAN BIOLOGIS, yang terkait dengan:
polusi, radiasi, virus dan bakteri, populasi makhluk hidup lain.
MOTIVASI
Doronga mencapai suatu tujuan ada yang berasal dari diri orang yang
bersangkutan disebut motivasi intrinsik, sedangkan yang berasal dari luar
(keluarga, teman dan lingkungan masyarakat) disebut motivasi ekstrinsik.
(saam & wahyuni, 2012)
PERILAKU SEHAT
Perilaku sehat bukan hanya sehat secara fisik ataunjasmani. Sehat menurut
who adalah keadaan sempurna yang meliputi aspek fisik, psikis, sosial, dan
spiritual.