OLEH :
INES KURNIASIH
NIM. 18031027
2020
Scanned by TapScanner
Scanned by TapScanner
DAFTAR PUSTAKA LAPORAN PENDAHULUAN
Marmi, K. (2015). Asuhan Neonatus, Bayi, Balita, dan Anak Prasekolah. Yogyakarta: Pustaka
Pelajar
Mathindas,S., Wilar, R., Wahani, A. (2013). Hiperbilirubinemia Pada Neonatus. Jurnal Biomedik, Volume
5, Nomor 1, Suplemen, Maret 2013, hlm. S4-10
Sembiring,J Br. (2019). Asuhan Neonatus, Bayi, Balita, Anak Pra Sekolah. Yogyakarta: CV Budi Utama.
Soegijanto,S. (2016). Kumpulan Makalah Penyakit Tropis dan Infeksi di Indonesia Jilid 5. Surabaya:
Airlangga
University.
INES KURNIASIH (18031027)
Kelompok 1 2018A Preklinik Kep. Anak 1
Hasil pengkajian didapatkan Berat bayi saat ini 2900 gram, PB: 48 cm.
kesadarn compos mentis frekuensi nadi 148x/menit, frekuensi nafas 45x/menit,
suhu 36,5˚C aksila. Tampak kuning diarea kepala hingga dada. Kepala simetris,
konjungtiva merah muda, sklera ikterik. Hidung simetris, tidak ada napas cuping
hidung, tidak ada menggunakan alat bantu pernapasan. Mukosa bibir lembab,
tidak ada sianosis. Bentuk dada simetris, terdaoat ikterik di bagian dada, tidak ada
retraksi dinding dada, pergerakan dada simetris, bunyi napas vesikuler, bunyi
jantung s1 s2 tunggal, perkusi paru resonan. Abdomen datar, tampak ikterik, tidak
ada distensi abdoem, tidak ada lesi dan tanda-tanda infeksi pada umbilicus, bsisng
usus normal, perkusi timpani. Akral hangat, ekstremitas ikterik, tidak ada ptekie,
CRT < 3 detik. Reflex hisap kuat namun bayi malas menyusu sejak sakit. Bayi
mendapatkan ASI 8x40 cc/ hari. BAB dan BAK normal. Saat ini bayi menjalai
fototherapy.
Pemeriksaan Penunjang
Pasien Laboratorium:
1. Pemeriksaan Darah Lengkap
2. Pemeriksaan Faal
Hati Bil Direct 0,44
mg/dl
Bil Total 16,48 mg/d
Identitas Klien
Nama Klien (Inisial) : Bayi R
Tempat/Tanggal Lahir : Tidak ada data
Usia : 12 Hari
Nama Ayah : Tidak ada data
Pendidikan Ayah : Tidak ada data
Nama Ibu : Tidak ada data
Pendidikan Ibu : Tidak ada data
Pekerjaan Ayah : Tidak ada data
Alamat : Tidak ada data
Pekerjaan Ibu : Tidak ada data
Agama : Tidak ada data
Suku/Bangsa : Tidak ada data
Dx Medis : Hiperbilirubinemia
Riwayat Penyakit
a. Keluhan Utama : Badan kuning seluruh tubuh
b. Riwayat Penyakit Dahulu : Sejak berusia 2 hari seluruh badan bayi
kuning. Pada usia 5 Hari, bayi diare kurang lebih 10 kali, cair, ada
ampasnya. Berwarna kuning kehijauan, ada lendirnya, berbusa, berbau
amis.
c. Riwayat Penyakit Sekarang : Badan kuning seluruh tubuh sejak bayi
berusia 2 hari, lalu pada usia 5 hari bayi mengalami diare kurang lebih 10
kali, cair, ada ampasnya. Berwarna kuning kehijauan, ada lendirnya,
berbusa, berbau amis. Namun, anak tidak ada demam selama di rumah.
Riwayat Alergi
- Tidak ada riwayat alergi
Riwayat Operasi
- Tidak ada riwayat operasi
Riwayat Imunisasi
- Tidak ada data
Riwayat Sosial
1. Yang mengasuh : Keluarga
2. Hubungan dengan anggota keluarga : Baik, keluarga tampak memberi
perhatian penuh pada bayi
3. Hubungan dengan teman sebaya : Belum bias dikaji, bayi baru lahir
usia 12 hari
4. Pembawa/sifat secara umun : Belum bias dikaji, bayi baru lahir
usia 12 hari
5. Lingkungan Rumah : Tidak ada data
Masalah Keperawatan: Tidak ada
Kebutuhan Dasar
1. Makanan yang disukai/tidak disukai
a. Alat makan yang digunakan : Tidak ada, bayi full ASI
b. Pola makan/jam : ASI 8x 40 cc/hari
c. Kebiasaan waktu makan (jika ada): Tidak ada
2. Pola Tidur/jam
a. Kebiasaan sebelum tidur : Tidak ada
b. Kebiasaan sewaktu makan (jika ada) : Tidak ada
3. Mandi : 2x sehari
4. Aktivitas bermain : Tidak ada
5. Eliminasi : BAB dan BAK normal
Masalah Keperawatan: Tidak ada
Keadaan Kesehatan
1. Status Nutrisi
- BB (Berat Badan) : 2.900 gram
- TB (Tinggi Badan) : 48 cm
- LK (Lingkar Kepala) : 34 cm
- LILA (Lingkar lengan atas) : 12 cm
- BB/U : -1 SD
- TB/U : -1 SD
2. Status Cairan : Tidak ada data
3. Obat – obatan : Tidak ada penggunaan obat-obatan
4. Pemeriksaan Penunjang
- Hasil Laboratorium
1. Pemeriksaan Darah Lengkap
2. Pemeriksaan Faal
Hati
Bil Direct 0,44 mg/dl
Bil Total 16,48 mg/d
Pemeriksaan Fisik
Keadaan umum : Kesadaran compos mentis
Integumen
- Warna dan pigmen kulit : Kuning di area kepala-dada, tidak ada
ptekie
- Kelembapan, tekstur : Akral hangat
- Turgor Kulit : Elastis, bekas cubitan kembali cepat
- Edema : Tidak ada edema
- Lesi, pruritas : Tidak ada lesi
- Tanda Lahir : Tidak terdapat tanda lahir
- Kuku dan rambut : Kuku agak panjang dan melewati jari-jari,
rambut kepala tipis, pertumbuhan rambut merata
- Masalah keperawatan: Ikterus neonatorum
Mata
- Simetrisitas : Simetris kiri dan kanan
- Alis dan kelopak mata : Normal, tidak ada pembengkakan
- Konjungtiva dan sklera : Konjungtiva merah muda, sklera ikterik
- Refleks pupil : Normal, pupil mengecil saat mata disinari
cahaya dan kembali normal saat tidak disinari cahaya
- Refleks kornea : Normal, mengedip saat limbus kornea
disentuh dengan kapas
- Masalah keperawatan: Tidak ada
Sistem Kardiovaskuler
- Inspeksi : Tidak ada sianosis, bercak dan edema, crt < 3 detik
- Palpasi : N = 148x/menit
- Denyut apikal TIM (titik impuls maksimum) : cela intercostal ke-4
- Perkusi (batas jantung) : cela intercostal ke 4
- Auskultasi (bunyi tambahan) : Tidak ada bunyi tambahan (s1 s2 tunggal)
Masalah keperawatan: Tidak ada
Abdomen
- Kontur abdomen : Datar, tidak ada ditensi abdomen
- Warna dan keadaan kulit abdomen : Tampak ikterik
- Bising usus : Normal
- Hepar (batas, konsistensi, permukaan dan ukuran): Teraba dibawah bats
iga kanan, tepi hati tegas dan licin
- Limpa (batas, konsistensi, permukaan dan ukuran): Tepi limpa teraba 1 cm
dibawah batas iga kiri
- Masalah keperawatan : Ikterik neonatorum
Sistem Limpatik (palpasi nodus limpa dikepala, leher, aksila dan lipatan
paha)
- Tidak dikaji
Sistem Muskuloskeletal
- Cara berjalan : Tidak dikaji
- Lengkung tulang belakang : Tidak dikaji
- Mobilitas tulang belajang : Tidak dikaji
- Rom ekstremitas : Tidak dikaji
- Geni varum dan geni valgum clubfoot: Tidak dikaji
- Iritasi meningeal (tanda kering) : Tidak dikaji
- Dislokasi panggul kongenital : Tidak dikaji
- Squating test : Tidak dikaji
- Streaching test : Tidak dikaji
- Masalah keperawatan:
Sistem Persyarafan
Pemeriksaan Refleks
No. Refleks Temuan
1. Moro Ada
2. Rooting Ada
3. Isap Ada, Kuat
4. Menggenggam Ada
5. Babinski Ada
6. Asymetric tonic neck reflex Ada
Masalah keperawatan : Tidak ada
2. Pemeriksaan Faal
Hati
Bil Direct 0,44 mg/dl
Bil Total 16,48 mg/d
ikterik
Ekskremitas ikterik
Trombosit 554.000
Sebagian masuk kembali
(melebihi batas
ke siklus amerohepatik
normal)
Bilirubin total 16,48
mg/dl
Bilirubin indirek
meningkat
DS:
Badan kuning diketahui
keluarga sejak bayi
Hiperbilirubinemia
berusia 2 hari, kuning
neonatal
seluruh tubuh
Ikterus
Indikasi fototerapi
Resiko kerusakan
integritas kulit
Resiko kerusakan
integritas kulit
Resiko devisien volume
cairan
DO: Icterus
N = 148 x/menit
RR = 45 x/menit fototerapi
S = 36,5 ℃
Tampak kuning di area
kepala hingga dada efek fototerapi (Diare)
Sklera ikterik
Terdapat ikterik di
bagian dada Bayi malas menyusu
Abdomen tampak
ikterik
Asupan cairan tidak
Ekskremitas ikterik
adekuat
Trombosit 554.000
(melebihi batas
normal) Resiko devisien volume
cairan
Bilirubin total 16,48
mg/dl
DS:
Badan kuning diketahui
keluarga sejak bayi
berusia 2 hari, kuning
seluruh tubuh
Bayi malas
menyusu sejak sakit
Bayi mengalami diare
pada usis 5 hari
Diagnosa Keperawatan
1. Hiperbilirubinemia neonatal b.d, kelainan fisiologis d.d profil darah
abnormal, sklera kuning, kulit kuning.
2. Risiko kerusakan integritas kulit b.d efek fototerapi
3. Risiko devisien volume cairan b.d asupan cairan yang tidak adekuat
FORMAT RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN
EBN
Abstrak
Hiperbilirubinemia merupakan komplikasi yang sering terjadi pada masa neonatal. Terapi modalitas dibutuhkan
karena fototerapi sebagai prosedur penatalaksanaan hiperbilirubinemia di rumah sakit berpotensi menimbulkan
efek samping. Field massage sebagai terapi adjuvan, diduga dapat meningkatkan ekskresi bilirubin selama bayi
mendapat fototerapi. Namun, penelitian field massage sebelumnya baru melaporkan penurunan kadar bilirubin
diduga seiring meningkatnya frekuensi buang air besar sebagai efek massage. Tujuan penelitian untuk
mengetahui pengaruh field massage sebagai adjuvan terhadap kadar bilirubin serum bayi hiperbilirubinemia
yang menjalani fototerapi. Desain penelitian menggunakan kuasi eksperimen dengan non equivalen pre test-post
test design with control group. Sampel diambil secara consecutive terbagi menjadi kelompok intervensi (16
responden) dan kelompok kontrol (16 responden). Data dianalisis menggunakan Dependen T-Test, Independen
T-Test, dan Analysis of Covarians. Hasil menunjukkan rata-rata kadar bilirubin serum setelah intervensi pada
kelompok intervensi (8,09+1,21) sedangkan kelompok kontrol (10,05+2,17). Penurunan rata-rata kadar bilirubin
serum kelompok intervensi (7,20+1,59), sedangkan kelompok kontrol (4,64+1,25), antara kedua kelompok
terdapat perbedaan penurunan yang bermakna (p=0,001). Kontribusi variabel confounding tidak berpengaruh
terhadap penurunan rata-rata kadar bilirubin serum, setelah dikontrol variabel confounding pada kelompok
intervensi memiliki nilai bersih (7,23+0,37), kelompok kontrol memiliki nilai bersih (4,61+0,37). Kesimpulan
didapatkan field massage sebagai terapi adjuvan dapat menurunkan kadar bilirubin serum secara efektif.
Berdasarkan hasil penelitian Field massage bisa menjadi salah satu alternatif intervensi keperawatan yang
dapat digunakan dalam penatalaksanaan bayi hiperbilirubinemia di rumah sakit.
Abstract
Hyperbilirubinemia is the common complication that occurs in neonatal period. Therapeutic modality is
needed since phototherapy as a standard procedure for hiperbilirubinemia in hospital is often give side effects.
Field massage is an adjuvant therapy might increases the excretion of infant bilirubin serum in procedure of
phototherapy. However, previous research used field massage noticed that decreased levels of bilirubin allegedly
increased with the frequency of defecation as massage effect. The purpose of this study was to determine effect
of field massage as adjuvant to level of bilirubin serum in neonatal with phototherapy.The research design used
quasi experiments with non equivalent pre test-post test design. The sample was recruited by consecutive
sampling of 16 respondents in intervention group and 16 respondents in control group. Data were analyzed by
using Dependent T-Test, Independent T-Test, and Analysis Covarians. Results showed that the mean serum
bilirubin level after intervention in intervention group showed (8.09+1.21), while the control group were about
10.05+2.17. Decreasing mean serum bilirubin level in the intervention group (7.20+1.59) and the control group
(4.64+1.25), between two groups showed that there had significant decrease (p=0.001). Contribution of
confounding variables did not affect to the decreased mean serum bilirubin level, whereas after controlled
confounding variables in the intervention group showed had net value (7.23+0.37), and for the control
group (4.61+0.37). It can be concluded that field massage is effective and useful in decreasing bilirubin serum
levels. Results of this study can be used as one of alternative nursing interventions in managing neonatal
hyperbilirubinemia in hospitals.
Hasil Penelitian
Tabel 2 Perbedaan Rata-rata (Mean) Kadar Bilirubin Serum Sebelum dan Setelah Intervensi
pada Kelompok Kontrol dan Kelompok Intervensi
Variabel Kelompok Pengukuran Mean SD p-value
Kadar bilirubin Kontrol Sebelum 14,69 2,25 0.001*
serum
sebelum Setelah 10,05 2,17
– setelah Intervensi Sebelum 15,26 2,00 0.001*
intervensi Setelah 8,09 1,21
*Paired T-Test, bermaknα pada α< 0.05
Tabel 3 Perbandingan Selisih (Penurunan) Rata-Rata Kadar Bilirubin Serum Antara Kelompok
Kontrol dan Kelompok Intervensi
Variabel Kelompok n Mean SD Mean p-value
Difference
Penurunan Kontrol 16 4,64 1,25 2,56 0.001*
kadar Intervensi 16 7,20 1,59
bilirubin
serum
*Independent T-Test, bermakna pada α < 0.05
Tabel 5 Analisis Multivariat Rata-Rata Kadar Bilirubin Serum Setelah Intervensi dan
Penurunannya yang Dikontrol Variabel Perancu
Variabel Kelompok Sebelum
Dikontrol Setelah Dikontrol
Kovariat Kovariat
Mean SD Mean SD
Kadar bilirubin serum setelah Kontrol 10,05 2,17 10,00 0.449
intervensi 8,09 1,21 8,13 0.449
Intervensi
intervensi field massage menghasilkan nilai dan Syah (2013) melaporkan sebanyak 68%
p=0,007 (nilai p<0,05). Artinya, field kasus hiperbilirubinemia terjadi pada bayi
massage berpengaruh terhadap kadar laki-laki. Sejalan dengan hasil penelitian
bilirubin setelah intervensi. ini, didapatkan sebagian besar responden
HasilujiANCOVApadavariabelpenurunan berjenis kelamin laki-laki. Faktor resiko
rata-rata kadar bilirubin serum menunjukkan hiperbilirubinemia dapat pula disebabkan
nilai p sebesar 0,265 (variabel jenis minum) oleh jenis kelahiran. Kelahiran bayi dengan
dan nilai p sebesar 0.918 (variabel jumlah tindakan memiliki risiko infeksi lebih besar
minum). Kedua variabel memiliki nilai p > dibanding persalinan spontan (Kosim et
nilai alpha, menunjukkan bahwa jenis al., 2007). Dalam penelitian ini, sebagian
minum dan jumlah minum responden tidak besar responden, memiliki riwayat lahir
secara signifikan berkontribusi terhadap dengan tindakan, baik Sectio Caesarea
rata-rata penurunan kadar bilirubin serum. maupun vakum ekstraksi. Sesuai penelitian
Sedangkan intervensi field massage Kosim et. al (2007) bahwa 40% bayi yang
menghasilkan nilai p=0,000. Artinya, field lahir dengan tindakan dapat mengalami
massage berpengaruh terhadap penurunan hiperbilirubinemia.
kadar bilirubin serum. Karakteristik bayi yang berpotensi untuk
Output uji ANCOVA juga menghasilkan menjadi faktor confounding dalam
nilai rata-rata (mean) kadar bilirubin serum penelitian ini adalah jenis minum dan jumah
yang dikontrol oleh kovariat (adjusting minum bayi selama perawatan. Pemenuhan
mean). Berikut gambaran rata-rata kadar hidrasi yang adekuat pada bayi
bilirubin serum yang telah dikontrol oleh hiperbilirubinemia untuk mencegah
kedua kovariat. dehidrasi selama bayi menjalani fototerapi
Rata-rata kadar bilirubin serum setelah merupakan tanggung jawab perawat
dikontrol oleh variabel confounding pada (Hockenberry & Wilson, 2015). Hidrasi
kelompok kontrol memiliki nilai bersih yang tidak adekuat menyebabkan kurangnya
(10,00+0,44), dan kelompok intervensi efektifitas fototerapi, sehingga upaya
memiliki nilai bersih (8,09+0,44). mempertahankan hidrasi yang adekuat
Perubahan nilai rata-rata dengan sangat penting untuk meningkatkan
pengontrolan oleh faktor confounding sangat efektifitas fototerapi (American Academy of
kecil, yaitu (0,05) dan (0,04) pada kedua Pediatrics, 2004;Maisels & McDonagh,
kelompok. Selisih (penurunan) rata-rata 2008).
kadar bilirubin serum setelah dikontrol Berdasarkan karakteristik jenis minum
variabel confounding pada kelompok kontrol bayi, didapatkan sebagian besar responden
memiliki nilai bersih (4,61+0,37) sedangkan pada kedua kelompok diberi minum ASI
pada kelompok intervensi memiliki nilai saja, sedangkan sisanya diberikan ASI+susu
bersih (7,23+0,37). Perubahan nilai sebelum formula. ASI diketahui ikut berperan dalam
dan setelah pengontrolan oleh faktor menghambat terjadinya bilirubin serum
confounding sangat kecil yaitu (0,03) pada yang kembali ke sirkulasi enterohepatik
masing-masing kelompok. Kedua nilai pada neonatus (Blackburn, 2013 dalam
bersih yang didapatkan menunjukkan bahwa Hockenberry & Wilson, 2015). Sehingga
variabel confounding memiliki kontribusi dibutuhkan edukasi dan pemberian motivasi
sangat kecil, sehingga tidak berpengaruh yang kuat baik dari petugas maupun
secara signifikan. keluarga agar ibu optimal dalam
memberikan ASI pada bayinya (Nurbaeti &
Lestari, 2013; Pramukti, Hill, & Isa, 2014).
Pembahasan Karakteristik jumlah minum responden,
didapatkan hampir seluruh responden pada
Hiperbilirubinemia merupakan salah satu kedua kelompok diberikan minum 8-
masalah kegawatan pada bayi baru lahir, 12x/hari (100–150/ KgBB/hari) dengan
dimana salah satu prediktor terjadinya jumlah minum ASI saat dicoba diperah oleh
hiperbilirubinemia adalah jenis kelamin ibunya sebanyak + 30 cc/2 jam. Menurut
(Keren, Luan, Friedman, Saddlemire, & Pedoman The American Academy of
Cnaan, 2008; Kosim, Garina, Chandra, & Pediatrics On Nutrition (2009), pada bayi
Adi, 2007). Penelitian Tazami, Mustarim, yang mendapat fototerapi diberikan minum
dengan frekuensi meningkat, yaitu
antara 8–12x/ hari (Muchowski et al., 2014). pada beberapa bagian tubuh, bayi malas
Berdasarkan kebutuhan cairan bayi baru menetek, dll. Saat dilakukan pengukuran
lahir cukup bulan, mulai hari ke-3 sejak pertama, bayi diketahui mengalami
kelahiran dibutuhkan 100-150 peningkatan kadar bilirubin serum 5-6
ml/KgBB/hari (Murray & McKinney, 2007). mg/dL pada hari ke 2-5 kelahiran sampai
Keadekuatan pemberian Air Susu Ibu hari ke 12-14 kelahiran (Hockenberry &
pada bayi Hiperbilirubinemia menjadi Wilson, 2015). Pemberian fototerapi, akan
tantangan tersendiri bagi perawat dalam dipertimbangkan jika kadar bilirubin serum
pemenuhan hidrasi pada bayi yang > 12 mg/dL (Kosim, Yunanto, Dewi, Sarosa,
menjalani fototerapi. Selain resiko dehidrasi &Usman, 2012). Namun dalam Pedoman
karena paparan sinar fototerapi, bayi dan Panduan Pelayanan Pasien di RSUD
hiperbilirubinemia juga biasanya malas Kabupaten Sumedang, pemberian fototerapi
menetek. Oleh karena itu perawat perlu mulai dipertimbangkan saat kadar bilirubin
optimalisasi dalam mempertahankan status serum total bayi > 10 mg/dL (RSUD Kab.
hidrasi bayi agar terpenuhi sesuai Sumedang, 2013).
kebutuhan (Rahmah et al., 2012). Sehingga Hasil penelitian menyimpulkan bahwa
dalam penelitian ini, karakteristik responden pada derajat kepercayaan 95% terdapat
terkait pemenuhan hidrasi yaitu jenis minum perbedaan penurunan rata-rata kadar
dan jumlah minum responden tidak bilirubin serum yang signifikan antara
dijadikan kriteria inklusi maupun eksklusi kelompok yang diberikan field massage
penelitian untuk menghindari dibanding kelompok kontrol dimana
ketidakefektifan pemenuhan status hidrasi penurunan lebih besar didapatkan pada
responden yang dapat berpengaruh kurang kelompok intervensi. Hasil penelitian ini
baik terhadap responden selama menjalani telah menjawab hipotesis mayor penelitian,
fototerapi. bahwa terdapat pengaruh pemberian field
Karakteristik frekuensi buang air besar massage sebagai terapi adjuvan terhadap
(BAB) responden dibahas karena ekskresi kadar bilirubin serum pada bayi
bilirubin yang sudah dikonjugasi maupun hiperbilirubinemia yang menjalani
bilirubin yang sudah dipecah oleh sinar fototerapi. Kontribusi variabel confounding
fototerapi sebagian besar melalui feses menunjukkan bahwa variabel jenis minum
(85%), hanya sedikit saja (1%) bilirubin dan jumlah minum responden selama
yang diekskresikan melalui urin (Behrman, perawatan atau pemberian intervensi tidak
Kliegman, & Robert, 2004; Maisels et al., secara signifikan berkontribusi baik terhadap
2008). Frekuensi BAB merupakan salah satu kadar bilirubin serum setelah intervensi
indikator keadekuatan pemberian hidrasi maupun terhadap penurunan rata-rata kadar
bayi selama fototerapi. Frekuensi BAB bilirubin serum, karena perubahan nilai rata-
minimal 3-4x/hari menunjukkan pemberian rata sebelum dan setelah pengontrolan oleh
cairan terpenuhi sesuai kebutuhan bayi faktor confounding sangat kecil pada kedua
(Muchowski et al., 2014). Berdasarkan kelompok tersebut.
hasil penelitian, responden pada kelompok Penurunan kadar bilirubin serum yang
intervensi mengalami peningkatan frekuensi lebih besar memungkinkan pemberian durasi
BAB lebih banyak dibanding kelompok fototerapi dapat dipersingkat. Adapun untuk
kontrol.Sejalan dengan beberapa penelitian penghentian fototerapi, belum ada standar
sebelumnya, kelompok yang diberikan prosedur yang pasti, namun fototerapi dapat
field massage menunjukkan frekuensi BAB dihentikan bila kadar Bilirubin Serum Total
secara signifikan lebih baik, meningkat (BST) sudah berada dibawah nilai cut off
dalam batas normal dibandingkan kelompok point dari setiap kategori. Penurunan kadar
kontrol (Chen et al., 2011; Karbandi, Lotfi, bilirubin serum 6%-20% merupakan hal
& Boskabadi, 2016; Kianmehr et al., yang diharapkan setelah pemberian
2014;Lin, Yang, Cheng, & Yen, 2015). fototerapi (Muchowski et al., 2014).
Bayi yang mengalami Hiperbilirubinemia Berdasarkan hasil penelitian, kelompok
fisiologis dapat diidentifikasi dengan yang diberikan field massage mengalami
pengukuran kadar bilirubin serum saat penurunan kadar bilirubin serum setelah
mengalami tanda dan gejala seperti ikterus intervensi sekitar 30-50%, sedangkan pada
kelompok kontrol
penurunan kadar bilirubin serum setelah hari dan pengukuran level bilirubin serum
perawatan standar sekitar 13,5% - 40%. setelah intervensi pada hari ke-4 (Chen et
Kadar bilirubin serum responden pada al., 2011;Kianmehr et al., 2014;Naufal &
pengukuran pertama (sebelum intervensi) Widodo, 2016).Sedangkan penelitian ini,
pada kedua kelompok memiliki nilai intervensi field massage dilakukan dalam
maksimum dalam kategori zona high waktu 3 (tiga) hari. Hal tersebut berkaitan
risk menurut Normogram Bhutani (hour- dengan prosedur medis penatalaksanaan
specific bilirubin normogram), atau tingkat Hiperbilirubinemia di RSUD Kabupaten
bilirubin membahayakan karena berada pada Sumedang, untuk meminimalkan lama
> persentil 95. Begitupula nilai minimum waktu rawat pasien, setelah hari ke-3
kadar bilirubin serum pada kedua kelompok manajemen penatalaksanaan
berada pada zona high intermediate. Zona Hiperbilirubinemia,
resiko tinggi merupakan kondisi yang dilakukan pengukuran kadar bilirubin serum
memerlukan pemantauan intensif, bayi kedua. Jika level bilirubin serum berada
beresiko mengalami Kern icterus bahkan dibawah 10 mg/dL, maka bayi
dapat mengalami Ensefalopati Bilirubin diperbolehkan pulang. Namun, waktu
(Usman, 2007). Meskipun Kern icterus atau pelaksanaan massage dalam penelitian ini
Ensefalopati Bilirubin sering terjadi pada sejalan dengan penelitian Lin et. al (2015),
bayi dengan defisiensi enzim G6PD sebagai yang memberikan infant massage dalam
penyebab hiperbilirubinemia, namun kadar waktu 3 hari dan pengukuran kadar bilirubin
bilirubin serum pada zona resiko tinggi serum hari ke-3, pemberian massage dalam
menjadi faktor resiko mayor, dan zona high waktu 3 hari dapat memberikan hasil yang
intermediate menjadi faktor resiko minor bermakna, dimana terdapat perbedaan
terjadinya kondisi tersebut (Usman, 2007). signfikan (p=0,03) antara kelompok yang
Sehingga manajemen penatalaksanaan diberikan infant massage dibanding
Hiperbilirubinemia yang tepat dan efektif kelompok kontrol.
sangat diperlukan untuk mencegah Field massage sebagai terapi adjuvan
terjadinya Kern icterus dan Ensefalopati dapat meningkatkan ekskresi bilirubin yang
Bilirubin. telah dipecah melalui mekanisme fototerapi.
Kadar bilirubin serum setelah intervensi Bilirubin hasil konversi oleh sinar fototerapi
berdasarkan hasil penelitian pada kelompok (lumirubin) seharusnya dapat diekskresikan
intervensi berada dibawah garis “low risk dengan cepat melalui feses maupun urine.
zone” menurut Normogram Bhutani. Zona Namun pada bayi baru lahir, aktifitas
resiko rendah merupakan zona yang aman intestinal untuk mengeluarkan mekonium
bagi bayi, karena setelah hari ke 7-10, belum sempurna berkaitan dengan asupan
kondisi hepar bayi akan lebih mudah nutrisi belum optimal dan proses pencernaan
mengkonjugasi bilirubin. Namun pada belum matang. Sehingga lumirubin tidak
kelompok kontrol, kadar bilirubin serum mudah dihidrolisis dan direduksi oleh
pengukuran kedua berada pada zona “low bakteri usus untuk diekskresikan melalui
risk zone” dan sebagian masih pada zona feses dan urine, bahkan isomer bilirubin dan
“low intermediate risk”. Dalam zona lumirubin tersebut sangat mudah untuk
intermediet, bayi masih mempunyai resiko direabsorpsi kembali melalui siklus
terjadi “rebound effect”, dimana bilirubin enterohepatik (Kianmehr et al, 2014).
serum dapat naik kembali setelah fototerapi Melalui teknik-teknik dalam field
dihentikan (Hockenberry & Wilson, 2015). massage, stimulus yang diberikan pada kulit
Hasil-hasil yang didapatkan dalam bayi dapat langsung dikirim ke exteroceptor
penelitian ini hampir sama dengan penelitian sebagai sensorik terminal di kulit. Stimulus
sebelumnya yang menunjukkan adanya tersebut akan menginduksi aliran darah,
penurunan rata-rata kadar bilirubin lebih getah bening, dan cairan di jaringan
baik pada kelompok intervensi. Adapun subkutan. Massage juga dapat meningkatkan
perbedaan dalam penelitian ini adalah tonus nervus vagus (stimulasi vagal), dimana
waktu pelaksanaan massage. Pada sebagian salah satu cabang nervus vagus akan
besar penelitian sebelumnya, intervensi menginversi traktus gastrointestinal. Nervus
field massage dilakukan dalam waktu 4-5 vagus merupakan komponen kunci dalam
regulasi sistem saraf otonom dan fungsi
sosioemosional yang
zona resiko rendah (zona aman) bagi bayi. and Development, 42, 22–26. https://doi.
Sehingga dapat menghindari resiko terjadi org/10.1016/j.infbeh.2015.10.009
rebound effect. Field massage dapat menjadi
salah satu intervensi keperawatan yang Dalili, H., Sheikhi, S., Shariat, M., &
efektif untuk menyelesaikan masalah Haghnazarian, E. (2016b). Effects of baby
keperawatan yang dialami bayi massage on neonatal jaundice in healthy
hiperbilirubinemia fisiologis. Field massage Iranian infants: A pilot study. Infant
merupakan intervensi yang mudah Behavior and Development, 42, 22–26.
dilaksanakan, aman dan tanpa efek samping. https://doi. org/10.1016/j.infbeh.2015.10.009
Orangtua bayi dapat dilatih agar dapat
melaksanakan massage secara mandiri. Dewi, Kardana, & S. (2016). Efektivitas
Field massage dapat dilanjutkan dirumah Fototerapi Terhadap Penurunan Kadar
untuk mendapatkan manfaat lainnya, yaitu Bilirubin Total pada Hiperbilirubinemia
meningkatkan kualitas tidur, kemampuan Neonatal di RSUP Sanglah. Sari Pediatri,
bayi menetek, dan meningkatkan berat 18(2), 81–86.
badan bayi.
Escobar, G. J. (2005). Rehospitalisation
after birth hospitalisation: patterns among
Daftar Pustaka infants of all gestations. Archives of Disease
in Childhood, 90(2), 125–131. https://doi.
Academy, A., & Pediatrics, S. on org/10.1136/adc.2003.039974.
hyperbilirubinemia. (2004). Management of
Hyperbilirubinemia in The Newborn Infant Field, A. (2009). Statistics, Discovering
35 or More Weeks of Gestation. Pediatrics, Spss, Using (Third Edit). Los Angeles:
114(1), 297–316. https://doi.org/10.1542/ SAGE Publication Ltd.
peds.114.1.297.
Field, T. (Ed). (2004). Touch and
Barbara, J. (2008). The Fetus and the Massagein Early Child Development. (Field
Neonatal Infant. Nelson text book of Tiffany Touch Research Institutes, Ed.),
pediatrics. (S. B. Kliegman RM, Behrman Child Development. United States of
RE, Jenson HB, Ed.) (18th Editi). America: Johnson & Johnson Pediatric
Philadelphia: Saunders. Institute.
Behrman, R.E., Kliegman, Robert M., J. Field, T. M. (1998). Massage Therapy Effects.
(2004). Nelson Textbook of Pediatrics. (17th American Psychologist, 53(12), 1270–1281.
Editi). Philadelphia: Saunders.
Hastuti, D., & Juhaeriah, J. (2016). Efek
Champlain Maternal Newborn Regional Stimulasi Taktil Kinestetik erhadap
Programme/ CMNRP. (2015). Neonatal Perkembangan Bayi Berat Badan Lahir
Hyperbilirubinemia A Self Learning Rendah. Jurnal Keperawatan Padjadjaran,
Module. 4(1).
Chen, J., Sadakata, M., Ishida, M., Sekizuka, Hockenberry MJ & Wilson D. (2015).
N., & Sayama, M. (2011). Baby massage Wong’s Nursing Care Of Infant And
ameliorates neonatal jaundice in full-term Children (10th Editi). Missouri: Mosby
newborn infants. The Tohoku Journal of Elsevier.
Experimental Medicine, 223(2), 97–102.
Ilmiasih, R., Nurhaeni, N., & Waluyanti, F.
Dahlan, S. (2009). Statistika Untuk T. (2007). Aplikasi teori. Jurnal
Kedokteran dan Kesehatan. Jakarta: Keperawatan, 6(I), 27–33.
Salemba Medika.
Karbandi, S., Lotfi, M., Boskabadi, H., &
Dalili, H., Sheikhi, S., Shariat, M., & Esmaily, H. (2016). The Effects of Field
Haghnazarian, E. (2016a). Effects of baby Massage Technique on Bilirubin Level and
massage on neonatal jaundice in healthy the Number of Defecations in Preterm
Iranian infants: A pilot study. Infant Infants.
Behavior
JKP - Volume 5 Nomor 3 Desember 2017 325
Novi Novianti : Pengaruh Field Massage sebagai Terapi Adjuvan
Evidence Based Care Journal. Volume 5 (4): Muchowski, K. E., Hospital, N., Pendleton,
7-16 Available at http://ebcj.mums.ac.ir/ C., Medicine, F., Program, R., & Pendleton,
article_6057_616.html C. (2014). Evaluation and Treatment of
Neonatal Hyperbilirubinemia.
Keren, R., Luan, X., Friedman, S.,
Saddlemire, S., & Cnaan, A. (2008). A Murray, S.S. & McKinney, S. A. (2007).
Comparison of Alternative Risk-Assessment Foundation Of Maternal Newborn Nursing
Strategies for Predicting Significant (4th Editio). Singapore: Elsevier.
Neonatal Hyperbilirubinemia in Term and
Near-Term Infants. Pediatrics, 121(8), Naufal, A. F., & Widodo, A. (2016). THE
e170=e178. EFFECT OF STIMULATING MASSAGE
https://doi.org/10.1542/peds.2006-3499. IN DECREASING NEONATES ’
BILIRUBIN LEVEL AT DR . MOEWARDI
Kianmehr, M., Moslem, A., Moghadam, HOSPITAL
K. B., Naghavi, M., Noghabi, S. P., & SURAKARTA. In International Conference
Moghadam, M. B. (2014). The effect of on Health andWell Being (pp. 382–391).
massage on serum bilirubin levels in term Surakarta: Universitas Muhammadiyah
neonates with hyperbilirubinemia Surakarta.
undergoing phototherapy. Nautilus, 128(1),
36–41. Retrieved from Nurbaeti, I., & Lestari, K. B. (2013).
https://www.researchgate. Efektivitas Comprehensive Breastfeeding
net/publication/260210325%0AThe. Education terhadap Keberhasilan Pemberian
Air Susu Ibu Postpartum. Jurnal
Kolcaba, K., & DiMarco, M. A. (2005). Keperawatan Padjadjaran, 1(2).
Comfort theory and its application to
pediatric nursing. Pediatric Nursing. 31(3), Polit., D.F., & Beck, C.T. (2008). Nursing
pp. 187-194 Research. Principles And Methods (Seventh
Ed). Philadelphia: Lippincot Williams &
Kosim, M. S., Garina, L. A., Chandra, Wilkins.
T., & Adi, M. S. (2007). Hubungan
Hiperbilirubinemia dan Kematian Pasien Polit, D.F., & Beck C.T. (2014). Essentials
yang Dirawat di NICU RSUP Dr Kariadi of Nursing Research. Appraising Evidence
Semarang. Sari Pediatri, 9(4), 270–273. for Nursing Practice (8th Edition).
Philadelphia: Wolters Kluwer; Lippincot
Kosim, M. S., Soetandio, R., & Sakundarno, Willims & Wilkins.
M. (2008). Dampak Lama Fototerapi
Terhadap Penurunan Kadar Bilirubin Total Pramukti, I., Hill, M., & Isa, N. B. M.
pada Hiperbilirubinemia Neonatal. Sari (2014). Mother and Family’s View on
Pediatri, 10(3), 201–206. Exclusive Breastfeeding in Developing
Country. Jurnal Keperawatan Padjadjaran,
Lin, C.-H., Yang, H.-C., Cheng, C.-S., & 2(3).
Yen, C.-E. (2015). Effects of infant massage
on jaundiced neonates undergoing Pudjiadi, Hegar, Handryastuti, Idris,
phototherapy. Italian Journal of Pediatrics, Gandaputra, Harmoniati, Yuliarti. (2011).
41(1), 94. https://doi.org/10.1186/s13052- Pedoman Pelayanan Medis Ikatan Dokter
015-0202-y. Anak Indonesia (Edisi II). Jakarta: Badan
Penerbit Ikatan Dokter Anak Indonesia.
Maisels, M. J., & McDonagh, A. F. (2008).
Phototherapy for neonatal jaundice. New Rahmah, Yetti, K., & Besral. (2012).
England Journal of Medicine, 358(9), 920– Pemberian Asi Efektif Mempersingkat
928. Durasi Pemberian Fototerapi. Keperawatan
Indonesia, 15, 39–46.
Montgomery C Douglas. (2001). Design
And Analysis of Experiments.pdf. (Arizona Regional Programme Champlain
State University, Ed.) (Fifth Edit). Newyork: Maternal Newborn. (2015). Newborn
John Willey & Sons. INC.