Anda di halaman 1dari 7

A.

Pembahasan

Postulat Koch adalah metode yang digunakan untuk mengetahui ada tidaknya virus yang

menginfeksi suatu tumbuhan. Postulat Koch berkembang pada abad ke-19 sebagai panduan

umum untuk mengidentifikasi patogen yang dapat diisolasikan dengan teknik tertentu. Waktu

dalam masa Koch, dikenal beberapa penyebab infektif yang memang bertanggung jawab pada

suatu penyakit dan tidak memenuhi semua postulatnya. Usaha untuk menjalankan postulat Koch

semakin kuat saat mendiagnosis penyakit yang disebabkan virus pada akhir abad ke-19. Masa itu

virus belum dapat dilihat atau diisolasi dalam kultur. Hal ini merintangi perkembangan awal dari

virologi (Rivers, 1989).

Menurut Bollard (1993), pada tahun 1880, Koch memanfaatkan kemajuan metoda

laboratorium dan menentukan kriteria yang diperlukan untuk membuktikan bahwa mikroba

spesifik merupakan penyebab penyakit tertentu. Kriteria ini dikenal dengan Postulat Koch yaitu:

1. Mikroorganisme tertentu selalu ditemukan berasosiasi dengan penyakit yang

ditimbulkan.

2. Mikroorganisme dapat diisolasi dan ditumbuhkan sebagai biakan murni di laboratorium.

3. Biakan murni tersebut bila diinjeksikan pada tanaman yang sesuai dapat menimbulkan

penyakit.

4. Mikroorganisme tersebut dapat diisolasi kembali dari tanaman yang telah terinfeksi

tersebut.
Definitif untuk menghubungkan penyebab patogen yaitu dengan mengamati gejala yang

tampak, yang menunjukkan Postulat Koch, isolasi dari individu yang sakit dari biakan murni

patogen yang kemudian digunakan untuk menginduksi gejala pada host yang sebelumnya sehat.

Persyaratan tersebut, pertama kali dijelaskan pada tahun 1890, yang dimaksudkan untuk

menetapkan metodologi standar sebagai bukti hubungan sebab-akibat. Virus adalah patogen

obligat, tidak mungkin untuk mendapatkan kultur murni, sebab beberapa virus sulit untuk

mengirimkan mekanisme transmisi spesifik virus baru yang mungkin tidak diketahui. Penyakit

yang disebabkan oleh spesies virus tunggal dalam postulat koch dapat dipenuhi dalam penafsiran

luas, yaitu patogen yang diisolasi dari tanaman bergejala menjadi tuan rumah eksperimental dan

kemudian kembali diinokulasi ke dalam spesies inang asli untuk mencoba dan meniru gejala

awal.

Namun, di mana kompleks virus mungkin mempengaruhi host atau di mana mungkin ada

pengaruh lingkungan atau agronomi pada pengembangan gejala (suhu, kelembaban, waktu dari

paparan, waktu dalam tahap pertumbuhan tanah atau tanaman, dan sebagainya) yang berusaha

untuk menghubungkan deteksi patogen dengan gejala menggunakan konvensional sebab-akibat.

Oleh karena itu pendekatan statistik telah digunakan untuk menunjukkan kemungkinan pengaruh

satu atau beberapa patogen terhadap ekspresi gejala dalam populasi sampel (Adams et al., 2014).

Postuat Koch dapat dingunakan dan diterapkan pada berbagai bidang dengan aplikatifnya

sesuai dengan kebutuhannya masing-masing. Berbagai bidang yang menerapkan Postulat Koch

diantaranya yaitu bidang mikrobiologi, bidang pertanian, peternakan, dan bidang pangan. Contoh

pada bidang pertanian yaitu postulat koch dapat digunakan ketika terdapat serangan oleh

pathogen pada pertanaman agroforestry, kemudian dalam bidang mikrobiologi postulat koch
dapat digunakan untuk mengetahui peranan mikroba sebagai penyebab penyakit yang

diterangkan secara jelas dengan postulat (batasan) tertentu (Nasir, 2003).

Virus tanaman merupakan penyebab beberapa penyakit yang dapat menimbulkan

kerugian produksi pertanian seperti misalnya tanaman tomat (bercak hitam pada tomat), jagung

dan tebu (tumor) dan kentang (penyakit kuning kentang). Virus dapat menyebabkan perubahan

warna pada tanaman, menghambat pertumbuhan, dan menyebabkan kebusukan pada tanaman.

Beberapa tanaman dapat bertindak sebagai inang sementara dan hanya menampakkan gejala

tanpa disertai kerusakan lebih lanjut. Sel-sel tumbuhan terlindung dari penyakit oleh dinding sel

yang bersifat impermeable. Virus masuk ke dalam tanaman melalui luka yang dibawa oleh

parasit tanaman lain seperti nematoda, fungi dan kebanyakan insekta yang mengisap cairan

tanaman. Sekali tanaman tersebut terinfeksi oleh virus maka tanaman tersebut dapat

menyebarkan infeksinya pada tanaman lain melalui pollen atau benihnya (Yayan, 2012).

Daur infeksi virus tumbuhan dimulai dengan virus masuk ke dalam sitoplasma melalui

bantuan vektor atau perlakuan secara mekanis. Virus melepaskan genom virus (asam nukleat

DNA atau RNA) dari virion (uncoating) setelah berada dalam sitoplasma sel inang. Asam

nukleat virus bergabung dengan perangkap metabolisme inang untuk translasi protein virus.

Ekspresi gen virus diperlukan untuk replikasi genom virus dan patogenesis virus. Replikasi

genom virus ditujukan untuk sintesis virus baru (DNA atau RNA) (Bos, 1983).

Virus tumbuhan tidak mengandung suatu enzim, toksin atau zat lain yang pada patogen

lain dapat terlibat dalam patogenisitas dan menyebabkan berbagai macam gejala pada tanaman

inangnya. Asam nukleat virus (RNA) merupakan satu-satunya penentu penyakit, tetapi adanya

RNA atau virion di dalam tanaman meskipun dalam jumlah banyak tidaklah cukup sebagai
alasan penyebab gejala penyakit.Hal ini disebabkan karena beberapa tumbuhan yang

mengandung konsentrasi virus lebih tinggi menunjukkan gejala yang kurang berat dibandingkan

dengan tumbuhan lainnya yang kandungan virusnya lebih sedikit, atau kadang-kadang mereka

itu hanya sebagai tanaman pembawa virus yang tidak menunjukkan gejala (Suseno, 1990).

Gejala secara umum yang ditimbulkan virus tanaman adalah gejala eksternal dan gejala

internal. Gejala eksternal merupakan gejala penyakit yang kasat mata, dapat dilihat langsung

tanpa bantuan mikroskop. Gejala eksternal diakibatkan oleh infeksi primer pada sel yang

diinokulasikan oleh infeksi sekunder akibat penyebaran virus dari situs infeksi primer ke bagian

lain dari tanaman inang. Gejala infeksi primer pada daun yang diinokulasi disebut gejala lokal.

Gejala tersebut dapat dibedakan dengan jaringan di sekitarnya yang berbentuk bercak. Gejala

internal yaitu perubahan histologi pada bagian tanaman yang terinfeksi virus khususnya daun,

daun lembaga, dan cabang tanaman, dapat dibagi menjadi tiga kelompok, yaitu nekrosis atau

kematian sel, hiperplasia atau pertumbuhan sel yang berlebihan, serta hipoplasia atau penurunan

pertumbuhan sel (Akin, 2006).

Mekanisme umum penyebaran virus tanaman ada dua yaitu transmisi horizontal dan

transmisi vertikal. Transmisi horizontal yaitu virus tanaman ditularkan sebagai hasil dari sumber

eksternal. Virus menembus lapisan luar pelindung tanaman. Tanaman yang telah rusak oleh

cuaca, pemangkasan, atau vektor seperti bakteri, jamur dan serangga biasanya lebih rentan

terhadap virus. Transmisi horizontal juga terjadi dengan metode buatan tertentu reproduksi

vegetatif biasanya dipekerjakan oleh hortikulturis dan petani. Tanaman pemotongan dan

penyambungan adalah mode umum yang digunakan virus tanaman dapat ditularkan. Transmisi

vertikal yaitu virus ini diwariskan dari induk. Jenis penularan terjadi dalam reproduksi aseksual

dan seksual. Metode reproduksi aseksual seperti perbanyakan vegetatif, keturunannya


berkembang dari dan secara genetik identik dengan tanaman tunggal. Ketika tanaman baru

berkembang dari batang, akar, umbi, dan lain-lain dari tanaman induk, virus ini diteruskan

kepada tanaman berkembang. Pada reproduksi seksual, penularan virus terjadi sebagai akibat

dari infeksi benih (Nasir, 2003).

Virus tumbuhan sangat bermacam-macam, namun ada beberapa karakteristik atau sifat

virus yang dapat digunakan untuk mengelompokkan virus tumbuhan. Pengelompokan virus

tumbuhan didasarkan pada susunan genom virus, homologi runutan nukleotida, hubungan

serologi, hubungan dengan vektor, kisaran inang, patogenisitas, gejala penyakit, serta

penyebaran geografi. Berdasarkan hubungan dengan vektornya misalnya pada virus yang secara

alami menyerang kedelai yaitu soybean stunt virus (SSV), Indonesian soybean swarf virus (I-

SDV), soybean mosaic virus (SMV), Cowpea mild mottle virus (CPMMV) dan hanya CPMMV

yang dapat ditularkan oleh Bemisia tabacci. Berdasarkan susunan genom virus, virus dengan

genom DNA misalnya Cauliflower mosaic virus (Akin, 2006).

Virus tumbuhan dalam beberapa hal berbeda dengan virus yang menyerang hewan atau

bakteri. Perbedaan tersebut, salah satunya adalah mekanisme penetrasi virus ke dalam sel inang.

Virus tumbuhan hanya dapat masuk ke dalam sel tumbuhan melalui luka yang terjadi secara

mekanis atau yang disebabkan oleh serangga vektor. Hal ini disebabkan karena virus tumbuhan

tidak mempunyai alat penetrasi untuk menembus dinding sel tumbuhan. Virus yang menyerang

hewan dan bakteri dapat melakukan penetrasi langsung melalui selaput sel, seperti bakteriofag

(virus yang menyerang bakteri) mempunyai alat penetrasi yang dapat menembus selaput sel

bakteri (Bos, 1983).


Tanaman kacang-kacangan (leguminosae) merupakan tanaman yang sering digunakan

untuk uji Postulat Koch. Hal ini disebabkan karena pertumbuhan tanaman yang relatif cepat

sehingga mudah diamati gejala yang ditimbulkan apabila terdapat penyakit yang disebabkan oleh

berbagai macam agen penginfeksi. Penyakit yang menyerang pertanaman kacang tanah di

Indonesia, pada umumnya adalah penyakit layu bakteri, bercak daun awal, bercak daun lambat,

dan karat yang masing-masing disebabkan oleh Ralstonia solanacearum, Cercospora

arachidicola, Cercosporidium personatum, dan Puccinia arachidis. Penyakit karat daun

Puccinia arachidis merupakan penyakit yang cukup berbahaya pada pertanaman kacang tanah.

Puccinia arachidis sendiri merupakan cendawan parasit obligat yang tidak dapat hidup sebagai

secara saprofit. Virus yang menyerang kacang-kacangan misalnya PStv dan PmoV yang dapat

menimbulkan gejala bilur (blotch) pada kacang tanah (Semangun, 1996).

Proses pembuatan sap diakukan dengan menggunakan 5 lembar daun sakit yang diduga

diakibatkan oleh virus kemudian dimasukkan ke dalam mortar dan ditambahkan dengan akuades,

dan dimaserasi dengan pestle, kemudian sari atau cairan yang didapatkan disaring dengan kertas

whatman 41, lalu disaring kembali dengan milipore yang menggunkan kertas membran 0,45 µl.

Sap yang didapatkan dioleskan ke seluruh permukaan daun berusia 14 hari yang sebelumnya

telah dilukai oleh cotton bud yang telah diolesi oleh arang. Daun tersebut keudian dibungkus

dengan plastik transparan dan dilakukan inkubasi selama 9x24 jam di dalam green house. Hal

tersebut sesuai dengan yang dilakukan oleh Putri et al., (2013) yang dilakukan pada tanaman

kacang kedelai, yang berbeda hanya pada penggunaan bahan dan alat pada perlakuannya.

Pembuatan sap SMV (Soybean Mosaic Virus) dengan penularan virus menggunakan cara

mekanis.
Kemudian inokulum SMV untuk percobaan disiapkan dalam bentuk sap. Daun tanaman

kedelai yang menampakkan gejala sakit karena infeksi SMV dicuci dan dipotong-potong. Daun

yang sudah dipotong-potong diambil 5gram dan ditumbuk dengan mortar. Setelah daun lunak

ditambahkan larutan buffer phospat 10 ml (0,01M). Sap diperoleh dengan cara melakukan

penyaringan menggunakan kain kasa. Penularan sap dilakukan pada daun muda kedelai yang

berumur 15 hari setelah tanam. Permukaan daun kedelai yang akan diinokulasi ditaburi dengan

karborundum 600 mesh. Sap tanaman dioleskan menggunakan jari pada daun kedelai yang telah

ditaburi karborundum 600 mesh. Sebelum permukaaan daun kering dari sap daun dibasahi

dengan aquades menggunakan spray.

Berdasarkan hasil pengamatan bahwa tanaman kontrol pada kelompok 2, 3 dan 5

menunjukkan hasil negatif, ini berarti tanaman tidak mengalami gejala seperti pada tanaman

yang diberi sap sedangkan tanaman kontrol pada kelompok 1,4, dan 6 menunjukkan hasil yang

positif sebab terdapat gejala yang sama seperti pada tanaman yang diberi sap. Tanaman dengan

perlakuan pemberian sap menunjukkan hasil yang positif yaitu tanaman milik kelompok 1, 4 dan

6, hal ini berarti tanaman dengan perlakuan menunjukkan gejala yang sama dengan tanaman

terkena virus yang diambil sapnya. Gejala yang diperlihatkan oleh tanaman dengan perlakuan ini

adalah daunnya menguning, pada daun terdapat bercak coklat dan terlihat layu, juga daun

mengalami nekrosis. Hal ini sesuai dengan pernyataan Bos (1983) bahwa tanaman dengan

perlakuan menunjukkan gejala sama seperti pada tanaman terserang virus yang diambil sapnya,

berarti memenuhi keempat kriteria pada Postulat Koch. Keempat kriteria tersebut harus dipenuhi

untuk menentukan hubungan sebab akibat antara virus dan penyakit yang ditimbulkan.

Anda mungkin juga menyukai