Anda di halaman 1dari 65

ILMU KESEHATAN TELINGA HIDUNG TENGGOROK KEPALA LEHER

BUKU PANDUAN BELAJAR KOAS

ILMU KESEHATAN TELINGA


HIDUNG TENGGOROK
KEPALA LEHER

i
BUKU PANDUAN BELAJAR KOAS

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta

Lingkup Hak Cipta


Pasal 1
1. Hak Cipta adalah hak eksklusif pencipta yang timbul secara otomatis berdasarkan
prinsip deklaratif setelah suatu ciptaan diwujudkan dalam bentuk nyata tanpa
mengurangi pembatasan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Ketentuan Pidana
Pasal 113
1. Setiap Orang yang dengan tanpa hak melakukan pelanggaran hak ekonomi sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) huruf I untuk Penggunaan Secara Komersial dipidana
dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun dan / atau pidana denda paling
banyak Rp. 100.000.000,00 (seratus juta rupiah).
2. Setiap Orang yang dengan tanpa hak dan / atau tanpa izin Pencipta atau pemegang Hak
Cipta melakukan pelanggaran hak ekonomi Pencipta sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 9 ayat (1) huruf c, huruf d, huruf f, dan / atau huruf h untuk Penggunaan Secara
Komersial dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan / atau pidana
denda paling banyak Rp. 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).

ii
ILMU KESEHATAN TELINGA HIDUNG TENGGOROK KEPALA LEHER

BUKU PANDUAN BELAJAR KOAS

ILMU KESEHATAN TELINGA


HIDUNG TENGGOROK
KEPALA LEHER

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS UDAYANA
RUMAH SAKIT UMUM PUSAT SANGLAH
DENPASAR
2017

iii
BUKU PANDUAN BELAJAR KOAS

BUKU PANDUAN BELAJAR KOAS

ILMU KESEHATAN TELINGA HIDUNG


TENGGOROK KEPALA LEHER
Tim Penyusun:
Made Sudipta
Made Lely Rahayu
Luh Made Ratnawati
Komang Andi Dwi Saputra
Eka Putra Setiawan
Sari Wulan Dwi Sutanegara
I Dewa Gede Arta Eka Putra
I Wayan Sucipta
I Made Wiranadha
Agus Rudi Asthuta
I Gde Ardika Nuaba
I Ketut Suanda

Tim Editor:
I Gde Haryo Ganesha
IGA Sri Darmayani

Cover & Ilustrasi:


Repro

Lay Out:
I Putu Mertadana

Diterbitkan oleh:
Udayana University Press
Kampus Universitas Udayana Denpasar,
Jl. P.B. Sudirman, Denpasar - Bali Telp. (0361) 255128

Cetakan Pertama:
2017, xvii + 46 hlm, 15,5 x 23 cm

ISBN:

Hak Cipta pada Penulis.


Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang :
Dilarang mengutip atau memperbanyak sebagian atau seluruh isi buku ini
tanpa izin tertulis dari penerbit.

iv
ILMU KESEHATAN TELINGA HIDUNG TENGGOROK KEPALA LEHER

PRAKATA

P uji syukur kami panjatkan kehadapan Tuhan Yang Maha


Esa, karena Buku Panduan Belajar Ilmu Kesehatan
Telinga Hidung Tenggorok Kepala Leher ini dapat terselesaikan.
Buku ini dibuat sebagai pegangan bagi mahasiswa
pendidikan dokter tingkat profesi (koas) agar lebih terarah dalam
mengikuti proses belajar mengajar di Bagian Telinga Hidung dan
Tenggorok, maupun saat bertugas di bagian lain.
Buku ini mengacu pada Standar Kompetensi Dokter
Indonesia tahun 2012 yang berisi daftar kasus klinik dan
keterampilan klinik yang harus dikuasai oleh seorang dokter
muda. Pendekatan dalam buku ini menggunakan pendekatan
terhadap gejala klinis (symptom approached) dari keluhan pada
penyakit di bidang Ilmu Kesehatan Telinga Hidung dan Tenggorok
yang sering dijumpai. Berdasarkan gejala yang didapatkan,
maka dokter muda diajak untuk berpikir secara sistematis dan
komprehensif melalui melakukan proses anamnesis, pemeriksaan
fisik, dan pemeriksaan penunjang, perumusan masalah atau
diagnosis klinis, hingga menetapkan menejemen terapi pada
kasus tersebut.
Ucapan terima kasih kami haturkan kepada semua pihak
yang telah membantu tersusunnya buku ini, terutama kepada
Dekan, Wakil Dekan Bidang Akademik dan Kemahasiswaan, Tim
Pendidik Klinik, Department of Medical Education, dan Seluruh Staf
Bagian Ilmu Kesehatan Telinga Hidung dan Tenggorok Fakultas
Kedokteran Universitas Udayana.

v
BUKU PANDUAN BELAJAR KOAS

Kami menyadari buku ini belumlah sempurna dan akan


terus mengalami perbaikan seiring perkembangan kemajuan
pendidikan kedokteran, utamanya di bidang Telinga Hidung
dan Tenggorok, sehingga masukan untuk perbaikan di masa
yang akan datang sangat kami nantikan. Akhirnya kami berharap
semoga Buku Panduan ini dapat memberikan manfaat utamanya
bagi calon dokter umum yang akan menjalankan kepaniteraan
klinik di Bagian Telinga Hidung dan Tenggorok.

Januari, 2017
Tim Penyusun

vi
CARA MENGGUNAKAN
PANDUAN BELAJAR

Buku panduan belajar ini ditujukan untuk mempelajari kasus


klinis dan keterampilan klinik di bidang Ilmu Kesehatan Telinga
Hidung Tenggorok Kepala Leher saat bertugas stase di Bagian
Ilmu Kesehatan Telinga Hidung dan Tenggorok. Kompetensi
yang tercakup dalam buku panduan ini adalah kompetensi
minimal seorang dokter umum yang harus anda kuasai saat anda
belajar dan bertugas di rotasi pendidikan klinik.
Buku ini tersusun atas 4 (empat) bab, berdasarkan kasus
yang dapat ditangani seorang dokter umum. Setiap bab memuat
tujuan belajar, pertanyaan terkait kesiapan dokter muda, daftar
keterampilan/ prosedur klinik, dan algoritma kasus yang harus
dikuasai.
Hal yang perlu diperhatikan dalam menggunakan buku
panduan ini adalah:
1. Bacalah daftar kompetensi kasus klinis dan keterampilan
klinik yang harus anda kuasai selama anda belajar dan
bertugas di Bagian Ilmu Kesehatan Telinga Hidung
Tenggorok Kepala Leher. Daftar kompetensi ini juga dapat
anda temukan di Buku Kerja Harian (buku log dokter
muda).
2. Pada setiap bab, bacalah tujuan belajar yang harus dicapai saat
mempelajari bab tersebut. Selanjutnya cobalah memjawab
pertanyaan-pertanyaan yang tersedia dengan menggunakan
prior knowledge anda. Apabila anda mengalami kesulitan saat
menjawabnya, anda dapat menggunakan buku referensi
yang dianjurkan, tercantum pada bagian akhir buku

vii
BUKU PANDUAN BELAJAR KOAS

ini. Setelah anda mampu menjawab semua pertanyaan


pertanyaan tersebut, mulailah membaca algoritma kasus
yang digunakan. Anda dapat menggunakan referensi untuk
mengklarifikasi algoritma tersebut. Baca juga beberapa
keterangan tambahan yang terdapat pada algoritma kasus.
3. Kemudian bacalah daftar keterampilan yang diperlukan
untuk menangani kasus yang bersangkutan. Beberapa
prosedur penting yang belum anda peroleh di Skill Lab
dijelaskan dalam buku ini.

Jika terdapat pertanyaan yang berkaitan dengan materi


yang ada dalam buku panduan belajar ini, dan anda kesulitan
mendapat jawabannya meskipun telah membaca referensi yang
ada, tanyakan dan diskusikan pada saat kegiatan pendidikan
klinik.

viii
STANDAR KOMPETENSI DOKTER
INDONESIA ILMU KESEHATAN TELINGA
HIDUNG TENGGOROK KEPALA LEHER

Dalam melaksanakan praktek kedokteran, seorang dokter


harus mampu bekerja berdasarkan keluhan/ masalah pasien,
melakukan pemeriksaan, menganalisis data klinis sehingga
dapat membuat diagnosis yang tepat agar dapat melakukan
penatalaksanaan yang sesuai. Untuk itu diperlukan pembelajaran
dan pelatihan yang berkesinambungan. Agar pembelajaran
terarah maka dibuatlah standar minimal yang harus dimiliki
seorang dokter dengan diterbitkannya Standar Kompetensi
Dokter Indonesia. Diharapkan lulusan dokter dapat memiliki
keterampilan minimal sesuai yang telah ditetapkan. Untuk
mencapai kompetensi sesuai Standar Kompetensi Dokter
Indonesia diperlukan strategi pembelajaran dengan menerapkan
target. Target tingkat kompetensi dibagi menjadi 4, yaitu:
1. Tingkat kompetensi 1 (Knows)
Mampu mengetahui pengetahuan teroritis termasuk aspek
biomedik dan psikososial keterampilan tersebut sehingga
dapat menjelaskan kepada pasien/ klien dan keluarganya,
teman sejawat, serta profesi lainnya tentang prinsip, indikasi,
dan komplikasi yang mungkin timbul. Keterampilan ini
dapat dicapai mahasiswa melalui perkuliahan, diskusi,
penugasan, dan belajar mandiri, sedangkan penilaiannya
dapat menggunakan ujian tulis.
2. Tingkat Kompetensi 2 (Knows How)
Pernah melihat atau didemonstrasikan. Menguasai
pengetahuan teoritis dari keterampilan ini dengan
penekanan pada clinical reasoning dan problem solving serta

ix
BUKU PANDUAN BELAJAR KOAS

berkesempatan untuk melihat dan mengamati keterampilan


tersebut dalam bentuk demonstrasi atau pelaksanaan
langsung pada pasien/ masyarakat.
3. Tingkat Kompetensi 3 (Shows)
Pernah melakukan atau pernah menerapkan di bawah
supervisi. Menguasai pengetahuan teori keterampilan ini
termasuk latar belakang biomedik dan dampak psikososial
keterampilan tersebut, berkesempatan untuk melihat dan
mengamati keterampilan tersebut dalam bentuk demonstrasi
atau pelaksanaan langsung pada pasien/ masyarakat, serta
berlatih keterampilan tersebut pada alat peraga dan/ atau
standardized patient.
4. Tingkat kompetensi 4 (Does)
Mampu melakukan secara mandiri. Dapat memperlihatkan
keterampilannya tersebut dengan menguasai seluruh
teori, prinsip, indikasi, langkah-langkah cara melakukan,
komplikasi, dan pengendalian komplikasi. 4A. Kompetensi
yang dicapai pada saat lulusdokter.

Pada akhir stase, kompetensi yang harus dimiliki seorang


Koas di Bagian Ilmu Kesehatan Telinga Hidung dan Tenggorok
berdasarkan Standar Kompetensi Dokter Indonesia tahun 2012:
1. Mampu mendiagnosis/mengenali kelainan-kelainan
telinga yang mengganggu fungsi pendengaran dan fungsi
keseimbangan dan yang mengancam fungsi pendengaran.
2. Mampu mendiagnosis/mengenali kelainan-kelainan hidung
dan saluran nafas yang mengganggu fungsi saluran nafas
dan fungsi hidung, serta kelainan yang mengancam jiwa.
3. Mampu mendiagnosis/mengenali kelianan-kelainan
tenggorok yang mengganggu fungsi digesti dan mengancam
jiwa.
4. Mampu mendiagnosis dan menentukan rencana
penatalaksanaan (baik yang harus dirujuk, pertolongan
pertama, atau ditangani secara mandiri).

x
ILMU KESEHATAN TELINGA HIDUNG TENGGOROK KEPALA LEHER

5. Mampu melakukan penatalaksanaanbagi kasus yang


memerlukan penanganan sementara untuk kemudian
dirujuk, serta kasus yang bisa ditangani secara definitif.
6. Mampu menjelaskan indikasi, prosedur, dan kemungkinan
hasil pada tindakan-tindakan di bidang Ilmu Kesehatan
Telinga Hidung dan Tenggorok yang sering dilakukan oleh
spesialis Ilmu Kesehatan Telinga Hidung dan Tenggorok
(operasi tonsilektomi, operasi polipektomi, mastoidektomi,
operasi tumor sederhana, dll).

Mampu melakukan penapisan kasus-kasus di bidang


Ilmu Kesehatan Telinga Hidung dan Tenggorok yang potensial
menimbulkan gangguan fungsi organ-Organ Ilmu Kesehatan
Telinga Hidung dan Tenggorok.

xi
BUKU PANDUAN BELAJAR KOAS

xii
DAFTAR KOMPETENSI KLINIK

No. Daftar Kasus / Diagnosis Klinis Tingkat Kompetensi


1 Telinga, pendengaran, dan keseimbangan
Inflamasi pada aurikular 3A
Herpes zoster pada telinga 3A
Fistula pre-aurikular 3A
Otitis eksterna 4A
Otitis media akut 4A
Otitis media serosa 3A
Otitis media kronik 3A
Mastoiditis 3A
Miringitis bullosa 3A
Benda asing 3A
Perforasi membrane timpani 3A
Otosklerosis 3A
Presbiakusis 3A
Serumen prop 4A
Mabuk perjalanan 4A
Trauma akustik akut 3A
Trauma auricular 3B
2 Hidung dan sinus hidung
Furunkel pada hidung 4A
Rhinitis akut 4A

xiii
BUKU PANDUAN BELAJAR KOAS

Rhinitis vasomotor 4A
Rhinitis alergika 4A
Rhinitis kronik 3A
Rhinitis medikamentosa 3A
Sinusitis 3A
Sinusitis kronik 3A
Benda asing 4A
Epistaksis 4A
3 Kepala dan leher
Tortikolis 3A
Abses bezold 3A

NO Daftar Kompetensi Keterampilan Klinik Target Kompetensi


Inspeksi Aurikula, Posisi Telinga, Dan Mastoid 4A
Pemeriksaan Meatus Auditorius Externus Dengan
4A
Otoskop
Pemeriksaan Membran Timpani Dengan Otoskop 4A
Menggunakan Cermin Kepala 4A
Menggunakan Lampu Kepala 4A
Tes Pendengaran, Pemeriksaan Garpu Tala
4A
(Weber, Rinne, Schwabach)
Tes Pendengaran, Tes Berbisik 4A
Pemeriksaan Pendengaran Pada Anak-Anak 4A
Pembersihan Meatus Auditorius Eksternus
4A
Dengan Usapan
Manuver Valsalva 4A
Pengambilan Serumen Menggunakan Kait Atau
4A
Kuret
Pengambilan Benda Asing Di Telinga 4A
Menghentikan Perdarahan Hidung 4A

xiv
ILMU KESEHATAN TELINGA HIDUNG TENGGOROK KEPALA LEHER

Pengambilan Benda Asing Dari Hidung 4A


Inspeksi Bentuk Hidung Dan Lubang Hidung 4A
Penilaian Obstruksi Hidung 4A
Uji Penciuman 4A
Rinoskopi Anterior 4A
Transluminasi Sinus Frontalis & Maksila 4A
Penilaian Pengecapan 4A
Intepretasi Hasil Audiometri - Tone & Speech
3
Audiometry

Interpretasi Radiologi Sinus 3


Flood Ocular Tissue 3

xv
BUKU PANDUAN BELAJAR KOAS

xvi
ILMU KESEHATAN TELINGA HIDUNG TENGGOROK KEPALA LEHER

DAFTAR ISI

PRAKATA ..........................................................................................v

CARA MENGGUNAKAN PANDUAN BELAJAR ................ vii

STANDAR KOMPETENSI DOKTER INDONESIA


ILMU KESEHATAN TELINGA HIDUNG
TENGGOROK KEPALA LEHER .................................................ix

DAFTAR KOMPETENSI KLINIK ............................................xiii

BAB 1 PENURUNAN PENDENGARAN ....................................1

BAB 2 HIDUNG TERSUMBAT...................................................12

BAB 3 GANGGUAN MENELAN ...............................................24

BAB 4 KEDARURATAN DI BIDANG THT .............................28

xvii
BUKU PANDUAN BELAJAR KOAS

xviii
BAB 1
PENURUNAN PENDENGARAN

Tujuan Pembelajaran Dokter Muda

Mahasiswa diharapkan mampu:


1. Mampu menjelaskan anatomi organ pendengaran.
2. Mampu menjelaskan fisiologi pendengaran.
3. Mampu melakukan pemeriksaan telinga luar.
4. Melakukan pemeriksaan pendengaran sederhana.
5. Menentukan pemeriksaan tambahan yang diperlukan, sesuai
dengan kasus.

Tujuan Pembelajaran Mahasiswa


1. Keadaan apa saja yang menyebabkan gangguan/ penurunan
pendengaran?
2. Bagaimana karakteristik pada masing-masing penyebab?
3. Bagaimana perjalanan penyakit tersebut?
4. Apa gejala-gejala lain yang menyertai/ mendahului
gangguan/ penurunan pendengaran?
5. Pemeriksaan apa saja yang harus dilakukan untuk
membuktikan hipotesis (diagnosis banding)?
6. Apa tujuan penanganan pada pasien dengan kelainan
tersebut?
7. Penanganan apa yang anda pilih? Mengapa?
8. Bagaimana prognosis masing-masing kelainan tersebut?
9. Seberapa besar pengaruh pengaruh kelainan tersebut
terhadap permasalahan kesehatan masyarakat?

1
BUKU PANDUAN BELAJAR KOAS

Penjelasan Dokter Muda

Batasan
Penurunan pendengaran adalah gangguan hantaran
gelombang suara untuk mencapai telinga dalam, dimana terletak
”end organ “ pendengaran. Untuk memahami tentang hal ini
perlu dipelajari lebih lanjut mengenai anatomi telinga, fisiologi
pendengaran, dan cara memeriksa pendengaran.

Anantomi telinga
Telinga dibagi menjadi 3 bagian yaitu, telinga luar, telinga
tengah, dan telinga dalam.
1. Telinga Luar
Telinga luar terdiri dari daun telinga dan liang telinga
sampai membran timpani. Pada sepertiga luat kulit liang telinga
banyak terdapat kelenjar serumen dan rambut. Kelenjar keringat
terdapat pada seluruh kulit liang telinga. Pda duapertiga bagian
dalamnya hanya sedikit dijumpai kelenjar keringat.
Membran timpani berbentuk bundar dan cekung bila dilihat
dari arah liang telinga. Bagian atasnya disebut pars flaksida dan
bagian bawahnya disebut pars tensa. Bagian penonjolan bagian
bawah maleus pada membrane timpani disebut umbo. Dari
umbo bermula satu reflek cahaya (cone of light) ke arah bawah
yaitu pada pukul 7 untuk membran timpani kiri dan pukul 5
untuk membran timpani kanan.
Bila melakukan miringotomi atau parasintesis, dibuat insisi
di bagian bawah belakang membran timpani, sesuai dengan arah
serabut membran timpani.

2. Telinga Tengah
Telinga tengah berbentuk kubus dengan:
- Batas luar: membrane timpani
- Batas depan: tuba esutachius

2
ILMU KESEHATAN TELINGA HIDUNG TENGGOROK KEPALA LEHER

- Batas bawah: vena jugularis


- Batas belakang: aditus ad antrum, kanalis fasialis pars
vertikalis
- Batas atas: tegmen timpani (otak)
- Batas dalam: berturut-turut dari atas ke bawah kanalis
semi sirkularis horizontal, kanalis fasialis, tingkap
lonjong, tingkap bundar, dan promontorium

3. Telinga Dalam
Telinga dalam terdiri dari koklea (rumah siput) dan vestibuler
yang terdiri dari 3 buah kanalis semisirkularis.

Fisiologi pendengaran
Proses mendengar diawali dengan ditangkapnya energi
bunyi oleh daun telinga dalam bentuk gelombang yang
dialirkan melalui udara atau tulang ke koklea. Getaran tersebut
menggetarkan membran timpani diteruskan ke telinga tengah
melalui tulang-tulang pendengaran untuk diamplifikasi. Energi
ini kemudian diteruskan ke stapes, kemudian menggerakkan
tingkap lonjong dan perilimfe. Getaran diteruskan melalui
membran Reissner yang kemudian menggerakkan membran
basilaris dan tektoria, sehingga terjadi defleksi stereosilia sel-
sel rambut dan membuka kanal ion dan ion bermuatan listrik
dari badan sel terlepas. Keadaan ini menimbulkan proses
depolarisasi sel rambut dan terjadi pelepasan neurotransmiter
ke dalam sinapsis yang akan menimbulkan potensial aksi pada
saraf auditorius, lalu dilanjutkan ke nukleus auditorius sampai
ke korteks pendengaran di lobus temporalis.
Dibedakan tiga jenis penurunan pendengaran yang harus
ditentukan terlebih dahulu sebelum penatalaksanaan, yaitu:
1. Kurang pendengaran konduksi, dimana terjadi gangguan
hantaran suara dan disebabkan oleh kelainan atau penyakit
di telinga luar atau telinga tengah.

3
BUKU PANDUAN BELAJAR KOAS

Penyebab: Cerumen, otitis media akut, otitis media kronis,


otitis media serosa, barotrauma, otosklerosis.
2. Kurang pendengaran neurosensoris, dimana kelainan
terdapat pada koklea, Nervus VIII atau di pusat
pendengaran.
Penyebab: kongenital, trauma akustik, obat-obat ototoksisk,
penyakit Menier, penyakit infeksi oleh vius (campak,
parotitis, herpes otikus, influenza), meningitis, trauma
kepala, kelainan pembuluh darah koklea, tumor saraf otikus,
dan presbikusis.
3. Kurang pendengaran campuran, disebabkan oleh kombinasi
antara penyebab konduksi dan neurosensoris (misalnya:
otosklerosis yang lanjut)

Jadi, jenis ketulian sesuai dengan letak kelaianan.


Suara yang didengar dapat dibagi menjadi:
- Bunyi: frekuensi 20 Hz – 18.000 Hz. Merupakan frekuensi
nada murni yang dapat didengar oleh telinga normal.
- Nada murni (pure tone): hanya dari satu frekuensi, misalnya
dari garpu tala atau piano.
- Bising (noise), dibedakan antara: NB (narrow band), terdiri
atas beberapa frekuensi spektrumnya terbatas dan WN
(white noise), yang terdiri dari banyak frekuensi.

Diagnosis penurunan pendengaran dapat ditentukan dengan


melakukan pemeriksaan:
1. Tes suara bisik: pemeriksaan ini bersifat semi kuantitatif,
menentukan derajat ketulian secara kasar. Hal yang perlu
diperhatikan adalah ruangan yang cukup tenang, dengan
panjang minimal 6 meter. Nilai normal untuk tes berbisik
adalah: 5/6 – 6/6.
2. Tes garpu tala: merupakan tes kualitatif. Terdapat berbagai
macam tes garpu tala, seperti tes Rinne, tes Weber, tes
Schwabach, tes Bing, dan tes Strenger.

4
ILMU KESEHATAN TELINGA HIDUNG TENGGOROK KEPALA LEHER

Tes Rinne: tes untuk membandingkan hantaran melalui udara


dan hantaran melalui tulang pada telinga yang diperiksa.
Cara pemeriksaan: garpu tala digetarkan, tangkainya
diletakkan pada prosesus mastoid, setelah tidak terdengar
garpu tala dipegang di depan telinga kira-kira 2,5 cm. bila masih
terdengar disebut Rinne (+), bila tidak didengar disebut Rinne
(-).

Tes weber: tes pendengaran untuk membandingkan hantara


tulang telinga yang sakit dan telinga yang sehat.
Cara pemeriksaan: garpu tala digetarkan dan tangkai garpu
tal diletakkan pada garis tengah kepala (di vertex, dahi, pangkal
hidung, di tengah-tengah gigi seri, atau di dagu). Apabila bunyi
garpu tala terdengar lebih keras pada salah satu telinga disebut
Weber lateralisasi ke telinga tersebut. Bila tidak dapat dibedakan
ke arah telinga mana bunyi terdengar lebih keras, disebut weber
tidak ada lateralisasi.

Tes Schwabach: tes pendengaran untuk membandingkan


hantaran tulang orang yang diperiksa dengan pemeriksa yang
pendengarannya normal.
Cara pemeriksaan: garpu tala digetarkan, tangkai garpu tala
diletakkan pada prosesus mastoideus sampai tidak terdengar
bunyi. Kemudian tangkai garpu tala segera dipindahkan pada
prosesus mastoideus telinga pemeriksa yang pendengarannya
normal. Bila pemeriksa masih dapat mendengar disebut
Schwabach memendek, bila pemeriksa tidak dapat mendengar,
pemeriksaan diulang dengan cara sebaliknya yaitu penala
diletakkan pada prosesus mastoideus pemeriksa lebih dulu.
Bila pasien maish dapat mendengar bunyi disebut Schwabach
memanjang dan bila pasien dan pemeriksa kira-kira sama-sama
mendengarya disebut Schwbach sama dengan pemeriksa.

5
BUKU PANDUAN BELAJAR KOAS

Tes Bing (Tes Oklusi):


Cara pemeriksaan: tragus telinga yang diperiksa ditekan
sampai menutup liang telinga, sehingga terdapat tuli konduktif
kira-kira 30 Db. Garpu tala digetarkan dan diletakkan pada
pertengahan kepala (seperti pada tes Weber).
Penilaian: bila terdapat lateralisasi ke telinga yang ditutup,
berarti telinga tersebut normal. Bila bunyi pada telinga yang
ditutup tidak bertambah keras, berarti telinga tersebut menderita
tuli konduktif.

Tes Stenger: digunakan untuk memeriksa tuli anorganik (simulasi


atau pura-pura tuli).
Cara pemeriksaan: menggunakan prinsip masking.

3. Tes Audiometri
Untuk membuat audiogram diperlukan alat audiometri.
Pada pemeriksaan audiometri nada murni perlu dipahami
beberapa hal seperti:
Nada murni: merupakan bunyi yang hanya mempunyai
satu frekuensi, dinyatakan dalam jumlah getaran per detik.
Bising: merupakan bunyi yang mempunyai banyak
frekuensi, terdiri dari narrow band: spektrum terbatas dan white
noise: spektrum luas.
Frekuensi: nada murni yang dihasilkan oleh getaran suatu
benda yang sifatnya harmonis sederhana. Jumlah getaran per

Bunyi/suara yang dapat didengar oleh telinga manusia

bunyi suprasonik (ultrasonic).


Intensitas bunyi: dinyatakan dalam dB (decibel). Dikenal
adanya dB HL (hearing level), dB SL (sensation level), dB SPL (sound
pressure level). dB HL dan dB SL dasarnya adalah subjektif dan

6
ILMU KESEHATAN TELINGA HIDUNG TENGGOROK KEPALA LEHER

inilah yang biasanya digunakan pada audiometer, sedangkan dB


SPL digunakan apabila ingin mengetahui intensitas bunyi yang
sesungguhnya secara fisika.
Ambang dengar: bunyi nada murni yang terlemah pada
frekuensi tertentu yang masih dapat didengar oleh telinga
manusia. Terdapat ambang dengar menurut konduksi udara
(AC) dan menurut konduksi tulang (BC). Bila ambang dengar ini
dihubung-hubungkan dengan garis, baik AC maupun BC, maka
akan didaptkan audiogram. Dari audiogram dapat diketahui jeis
dan derajat ketulian.
Nilai nol audiometrik: dalam dB HL dan dB SL, yitu
intensitas nada murni yang terkecil pada suatu frekuensi tertentu
yang masih dapat didengar oleh telinga rata-rata orang dewasa
muda yang normal. Pada tiap frekuensi intensitas nol audiometrik
tidak sama.
Notasi pada audiogram: untuk pemeriksaan audiogram,
dipakai grafik AC, yaitu dibuat dengan garis lurus penuh
(intensitas yang diperiksa antara 125-8000 Hz) dan grafik BC yaitu
dibuat dengan garis terputus-putus (intensitas yang diperiksa
250-4000 Hz).
Untuk telinga kiri dipakai warna biru, sedangkan untuk
telinga kanan dipakai warna merah.

JENIS DAN DERAJAT KETULIAN SERTA GAP

Dari audiogram dapat diketahui apakah pendengaran


seseorang normal atau tuli. Seperti telah disebutkan di atas,
jenis ketulian yang dapat terjadi adalah tuli konduktif, uli
sensorineural, dan tuli campuran. Derajat ketulian dapat dihitung
dengan menggunakan indeks Fletcher yaitu:

Ambang dengar (AD) = AD 500 Hz + AD 1000 Hz + AD 2000 Hz


+ AD 4000 Hz
4

7
BUKU PANDUAN BELAJAR KOAS

Dapat dihitung ambang dengar hantaran udara (AC) atau


hantaran tulang (BC).
Pada interpretasi audiogram harus dituliskan telinga
yang mana, apa jenis ketuliannya, dan bagaimana derajatnya,
misalnya: telinga kiri tuli campur sedang. Dalam menentukan
derajat ketulian, yang dihitung hanya ambang dengar hantaran
udara saja.

Derajat ketulian menurut ISO:


0-25 dB : normal
>25-40 dB : tuli ringan
>40-55 dB : tuli sedang
>55-70 dB : tuli sedang berat
>70-90 dB : tuli berat
>90 dB : tuli sangat berat

Dari hasil pemeriksaan audiogram disebut ada gap apabila


antara AC dan BC terdapat perbedaan lebih atau sama dengan 10
Db, minimal pada dua frekuensi yang berdekatan.
Padapemeriksaan audiometri kadang perlu diberi masking.
Suara masking yang diberikan dapat berupa suara seperti angin
(bising), pada head phone telinga yang tidak diperiksa supaya
telinga yang tidak diperiksa tidak dapat mndengar bunyi yang
diberikan pada telinga yang diperiksa.
Pemeriksaan dengan masking dilakukan apabila telinga
yang diperiksa mempunyai pendengaran yang mencolok
bedanya dari telinga yang satu lagi. Oleh Karena AC pada 45
dB atau lebih dapat diteruskan melalui tengkorak ke telinga
kontralateral, maka pada telinga yang kontralateral (yang tidak
diperiksa) diberi bising supaya tidak dapat mendengar bunyi
yang diberikan pada telinga yang diperiksa.
- Narrow band noise (NB) ialah masking yang diberikan pada
audiometri nada murni
- (WN) ialah masking yang diberikan pada audiometri tutur
(speech)

8
ILMU KESEHATAN TELINGA HIDUNG TENGGOROK KEPALA LEHER

PENYAKIT/KELAINAN YANG MENYEBABKAN KETULIAN


Kelainan telinga dapat menyebabkan tuli konduktif atau tuli
sensorineural.
Tuli konduktif disebabkan oleh kelainan yang terdapat di
telinga luar atau telinga tengah. Kelainan pada telinga luar yang
menyebabkan tuli konduktif ialah atresia liang telinga, sumbatan
oleh serumen, otitis eksterna sirkumskripta, osteoma liang telinga.
Sedangkan kelaianan di telinga tengah yang menyebabkan tuli
konduktif ialah tuba katar/sumbatan tuba eustachius, otitis
media, otosklerosis, timpanosklerosis, hemotimpanum, dan
dislokasi tulang pendengaran.
Tuli sensorineural dibagi dalam tuli sensorineural koklea
dan retrokoklea.
Tuli sensorineural koklea disebabkan oleh aplasia
(kongenital), labirinitis (oleh bakteri/virus), intoksikasi obat
streptomisin, kanamisin, garamisin, neomisin, kina, asetosal, atau
alcohol. Selain itu dapat juga disebabkan oleh tuli mendadak,
trauma kapitis, trauma akustik, dan pajanan bising.
Tuli sensorineural retrokoklea disebabkan oleh neuroma
akustik, tumor sudut pons serebelum, myeloma multiple, cedera
otak, perdarahan otak, dan kelainan otak lainnya.
Kerusakan telinga oleh obat, pengaruh suara keras dan usia
lanjut akan menyebabkan kerusakan pada penerimaan nada
tinggi di bagian basal koklea.
Presbikusis ialah penurunan kemampuan mendengar pada
usia lanjut.

9
BUKU PANDUAN BELAJAR KOAS

Alogaritma Penurunan Pendengaran

Alogaritma Penurunan Pendengaran

10
ILMU KESEHATAN TELINGA HIDUNG TENGGOROK KEPALA LEHER

1. Pemeriksaan kondisi telinga luar.


2. Evakuasi cerumen prop.
3. Pemeriksaan ketajaman pendengaran dengan voice test dan
garpu tala.

Penjabaran Prosedur
1. Pemeriksaan kondisi telinga luar lihat pada petunjuk skills
lab.
2. Pemeriksaan ketajaman pendengaran dengan voice test dan
garpu tala lihat pada petunjuk skills lab.

11
BAB 2
HIDUNG TERSUMBAT

Tujuan Pembelajaran Dokter Muda

Mahasiswa diharapkan mampu:


1. Mampu menjelaskan anatomi hidung.
2. Mampu menjelaskan fisiologi hidung sebagai organ respirasi
dan organ penghidu.
3. Mampu menjelaskan keadaan-keadaan yang menyebabkan
gangguan fungsi tersebut di atas.
4. Melaksanakan pemeriksaan rinoskopi anterior.
5. Melaksanakan pemeriksaan patensi hidung sederhana.

Pertanyaan dan Kesiapan Dokter Muda


1. Bagaimana fisiologi hidung sebagai organ respirasi?
2. Bagaimana fisiologi hidung sebagai organ penghidu
3. Keadaan apa saja yang menyebabkan gangguan fungsi
respirasi?
4. Keadaan apa saja yang menyebabkan gangguan fungsi
penghidu?
5. Keadaan apa saja yang menyebabkan hidung tersumbat?
Kelainan-kelainan apa saja?
6. Bagaimana karakteristik pada masing-masing penyebab?
7. Bagaimana perjalanan penyakitnya?
8. Apa gejala-gejala lain yang menyertai/ mendahului hidung
tersumbat?

12
ILMU KESEHATAN TELINGA HIDUNG TENGGOROK KEPALA LEHER

9. Pemeriksaan apa saja yang harus dilakukan untuk


membuktikan hipotesis (diagnosis banding)?
10. Apa tujuan penanganan pada pasien dengan hidung
tersumbat?
11. Apa yang anda pilih? Mengapa?
12. Bagaimana prognosis masing-masing kelainan tersebut?
13. Seberapa besar pengaruh kelainan tersebut terhadap
permasalahan kesehatan masyarakat?
a. Apakah yang dimaksud dengan ekspertise THT?

Penjelasan Dokter Muda


Batasan
Hidung tersumbat adalah penyumbatan saluran hidung
akibat peradangan pada lapisan hidung. Peradangan ini
terutama disebabkan oleh pembengkakakn pembuluh darah di
hidung dan kelebihan produksi lender. Hidung tersumbat dapat
menyebabkan nyeri wajah, sakit kepala, kesulitan bernafas, dan
ketidaknyamanan umum.
Beberapa sebab yang sering mengakibatkan hidung
tersumbat adalah:
1. Alergi
2. Infeksi virus maupun bakteri
3. Non alergi dan non infeksi seperti: rhinitis vasomotor,
rhinitis medikamentosa, dan polip hidung.

Polip Hidung
Polip hidung adalah massa lunak yang mengandung banyak
cairan di dalam rongga hidung, berwarna putih keabu-abuan,
yang terjadi akibat inflamasi mukosa.

Anamnesis
Keluhan utama penderita polip hidung ialah hidung
tersumbat dari yang ringan sampai berat, rinore mulai yang

13
BUKU PANDUAN BELAJAR KOAS

jernih sampai purulen, hiposmia atau anosmia. Mungkin disertai


bersin-bersin, rasa nyeri pada hidung disertai sakit kepala di
daerah frontal.

Pemeriksaan Fisik
Polip hidung yang masif dapat menyebabkan deformitas
hidung luar sehingga hidung tampak mekar karena pelebaran
batang hidung. Pada pemeriksaan rinoskopi anterior terlihat
sebagai massa yang berwarna pucat yang berasal dari meatus
medius dan mudah digerakkan.
Pembagian stadium polip menurut Mackay dan Lund (1997),
stadium 1: polip masih terbatas di meatus medius, stadium
2: polip sudah keluar dari meatus medius, tampak di rongga
hidung tapi belum memenuhi rongga hidung, stadium 3: polip
yang massif.

Penatalaksanaan
Tujuan utama pada pengobatan pada kasus polip hidung
adalah menghilangkan keluhan-keluhan, mencegah komplikasi
dan mencegah rekurensi polip. Pemberian kortikosteroid
untuk menghilangkan polip hidung disebut juga polipektomi
medikamentosa. Dapat diberikan topikal atau sistemik. Polip
tipe eosinofilik memberikan respons yang lebih baik terhadap
pengobatan kortikosteroid intranasal dibandingkan polip
tipe neutrofilik. Kasus polip yang tidak membaik dengan
medikamentosa atau polip yang sangat masif dipertimbangkan
untuk terapi bedah. Dapat dilakukan ekstraksi polip (polipektomi)
menggunakan senar polip atau cunam dengan analgesi lokal,
etmoidektomi intranasal atau etmoidektomi ekstranasal untuk
polip etmoid, operai Caldwell-Luc untuk sinus maksila. Yang
terbaik ialah bila tersedia fasilitas endoskop maka dapat dilakukan
tindakan BSEF (Bedah Sinus Endoskopi Fungsional).

14
ILMU KESEHATAN TELINGA HIDUNG TENGGOROK KEPALA LEHER

Kelainan Septum
Kelainan septum yang sering ditemukan ialah deviasi
septum, hematoma septum dan abses septum. Ketiga kelainan
septum ini menyebabkan terjadinya sumbatan hidung.

Deviasi Septum
Deviasi septum yang ringan tidak akan mengganggu,
akan tetapi bila deviasi itu cukup berat, akan menyebabkan
penyempitan pada satu sisi hidung. Bentuk deformitas septum
ialah: 1) Deviasi, biasanya berbentuk huruf C atau S; 2) Dislokasi,
yaitu bagian bawah kartilago septum keluar dari krista maksila
dan masuk ke dalam rongga hidung; 3) Penonjolan tulang atau
tulang rawan septum, bila memanjang dari depan ke belakang
disebut krista, dan bila sangat runcing dan pipih disebut spina;
4) Bila deviasi atau krista septum bertemu dan melekat dengan
konka dihadapannya disebut sinekia. Bentuk ini akan menambah
beratnya obstruksi.
Gejala klinik pada deviasi septum yang paling sering adalah
sumbatan hidung baik unilateral maupun bilateral, sebab pada
sisi yang deviasi terdapat konka yang hipotropi, sedangkan pada
sisi sebelahnya terjadi konka yang hipertropi, sebagai akibat
mekanisme kompensasi. Keluhan lainnya adalah rasa nyeri di
kepala dan di sekitar mata.
Penanganan tidak perlu dilakukan bila gejala tidak ada atau
keluhan sangat ringan. Apabila terdapat keluhan nyata dapat
dilakukan tindakan koreksi septum. Ada 2 jenis tindakan operatif
yang dapat dilakukan yaitu reseksi submukosa dan septoplasti.

Hematoma Septum
Sebagai akibat trauma, pembuluh darah submukosa akan
pecah dan darah akan berkumpul di antara perikondrium dan
tulang rawan septum dan membentuk hematoma pada septum.
Gejala yang menonjol pada hematoma septum adalah sumbatan
hidung dan rasa nyeri.

15
BUKU PANDUAN BELAJAR KOAS

Pada pemeriksaan ditemukan pembengkakan unilateral


atau bilateral pada septum bagian depan, berbentuk bulat, licin
dan berwarna merah. Pembengkakan dapat meluas sampai ke
dinding lateral hidung, sehingga menyebabkan obstruksi total.
Drainase yang segera dilakukan dapat mencegah terjadinya
nekrosis tulang rawan. Dilakukan pungsi dan kemudian
dilanjutkan dengan insisi pada bagian hematoma yang paling
menonjol. Setelah insisi, dipasang tampon untuk menekan
perikondrium ke arah tulang rawan di bawahnya. Antibiotik
harus diberikan untuk mencegah terjadinya infeksi sekunder.

Abses Septum
Kebanyakan abses septum disebabkan oleh trauma yang
kadang-kadang tidak disadari oleh pasien. Seringkali didahului
oleh hematoma septum yang kemudian terinfeksi kuman dan
menjadi abses.
Gejala abses septum ialah hidung tersumbat progresif
disertai dengan rasa nyeri berat, terutama terasa di puncak
hidung. Tampak pembengkakan septum yang berbentuk bulat
dengan permukaan licin.
Abses septum harus segera diobati sebagai kasus darurat
karena komplikasinya dapat berat, yaitu dalam waktu yang
tidak lama dapat menyebabkan nekrosis tulang rawan septum.
Terapinya, dilakukan insisi dan drainase nanah serta diberikan
antibiotika dosisi tinggi. Untuk nyeri dan demamnya diberikan
analgetika. Untuk mencegah terjadinya deformitas hidung, bila
sudah ada destruksi tulang rawan perlu dilakukan rekonstruksi
septum.

Rinitis Alergi
Rinitis alergi adalah penyakit inflamasi yang disebabkan
oleh reaksi alergi pada pasien atopi yang sebelumnya sudah
tersensitisasi dengan alergen yang sama serta dilepaskannya suatu
mediator kimia ketika terjadi paparan ulangan denganalergen
spesifik tersebut (von Pirquet, 1986).

16
ILMU KESEHATAN TELINGA HIDUNG TENGGOROK KEPALA LEHER

Rinitis alergi merupakan penyakit simtomatis pada


membran mukus hidung akibat inflamasi yang dimediasi oleh
IgE pada lapisan membran yang diinduksi oleh paparan alergen.
Pada tahun 1929 ditetapkan 3 gejala utamanya antara lain bersin
– bersin, hidung tersumbat dan keluarnya sekret hidung. Selain
itu juga terdapat gejala hidung gatal dan gejala – gejala tersebut
berlangsung lebih dari 1 jam sehari dalam dua hari berurutan atau
lebih. Rinitis alergi merupakan manifestasi penyakit alergi tipe I
yang paling sering ditemui di masyarakat, jika tidak mendapatkan
penanganan dapat terjadi komplikasi berupa asma, rinosinusitis,
konjungtivitis alergi, polip hidung, otitis media dengan efusi,
dan maloklusi gigi.
Definisi Rinitis alergi menurut WHO ARIA adalah kelainan
pada hidung dengan gejala bersin-bersin, rinore, rasa gatal
dan tersumbat setelah mukosa hidung terpapar alergen yang
diperantarai oleh IgE.
Rinitis alergi merupakan penyakit multifaktorial yang
meliputi interaksi antara faktor genetik dan lingkungan. Faktor
genetik pada rinitis alergi dapat dilihat dari hubungan fenotipik
yang erat antara pilek alergi dan asma bronkial (penyakit
diturunkan). Penyakit alergi bersifat diturunkan dalam keluarga.
Jika hanya salah satu orang tuanya menderita alergi, maka
risiko anaknya terkena alergi adalah 50%. Dan jika kedua orang
tua memiliki alergi, risiko anaknya terkena alergi adalah 75 %.
Penelitian dengan imigran sebagai subyek, menunjukkan bahwa
terdapat faktor genetik yang mempengaruhi pola IgE yang
diturunkan dari orang tua, khususnya dari ibu.

Berdasarkan cara masuknya, allergen dibagi atas :


1. Allergen inhalan, yang masuk bersama dengan udara
pernapasan, misalnya tungau debu rumah, kecoa, serpihan
epitel kuliut binatang, rerumputan, serta jamur.
2. Allergen ingestan yang masuk ke saluran cerna, berupa
makanan, misalnya susu, sapi, coklat, ikan laut, udang
kepiting dan kacang-kacangan

17
BUKU PANDUAN BELAJAR KOAS

3. Allergen injektan, yang masuk melalui suntikan atau


tusukan, misalnya penisilin dan sengatan lebah.
4. Allergen kontaktan, yang masuk melalui kontak kulit atau
jaringan mukosa, misalnya bahan kosmetik, perhiasan.

Satu macam allergen dapat merangsang lebih dari satu organ


sasaran, sehingga memberi gejala campuran.

Klasifikasi rhinitis alergi


Dahulu rhinitis alergi dibedakan dalam 2 macam berdasarkan
sifat berlangsungnya, yaitu :
1. Rhinitis alergi musiman. Di Indonesia tidak dikenal rhinitis
alergi musiman, hanya ada di negara yang mempunyai 4
musim. Allergen penyebabnya spesifik, yaitu serbuk dan
spora jamur.
2. Rhinitis alergi sepanjang tahun. Gejala penyakit ini timbul
intermiten atau terus menerus, tanpa variasi musim, jadi
dapat ditemukan sepanjang tahun. Penyebab paling

Klasifikasi dari WHO ARIA


Berdasarkan sifat berlangsungnya:
1) Intermiten : bila gejala kurang dari 4 hari/minggu atau
kurang dari 4 minggu
2) Persisten : bila gejala lebih dari 4 hari/minggu dan lebih dari
4 minggu

Berdasarkan berat ringannya penyakit:


1) Ringan : bila tidak ditemukan gangguan tidur, gangguan
aktifitas harian, bersantai, berolahraga, belajar, bekerja dan
hal-hal lain yang mengganggu.
2) Sedang – berat : bila terdapat satu atau lebih dari gangguan
tersebut diatas.

18
ILMU KESEHATAN TELINGA HIDUNG TENGGOROK KEPALA LEHER

Patofisiologi rhinitis alergi


Reaksi hipersensitivitas pada mukosa hidung yang memicu
bermacam – macam respon hidung terhadap paparan alergen
merupakan proses dinamis yang disebabkan oleh alergen
yang spesifik. Pada proses ini terlibat berbagai macam tipe sel,
mediator, dan mekanisme yang berbeda pada setiap jenjang dan
level yang berbeda.25
Rinitis alergi merupakan suatu penyakit inflamasi yang
diawali dengan tahap sensitisasi dan diikuti dengan reaksi alergi.
Reaksi alergi terdiri dari 2 fase yaitu immediate phase allergic
reaction atau reaksi alergi fase cepat (RAFC) yang berlangsung
sejak kontak dengan alergen sampai 1 jam setelahnya dan late
phase allergic reaction atau reaksi alergi fase lambat (RAFL) yang
berlangsung 2-4 jam dengan puncak 6-8 jam (fase hiperreaktivitas)
setelah pemaparan dan dapat berlangsung 24-48 jam

Pemeriksaan Fisik
Pada rinoskopi anterior tampak mukosa edema, basah,
berwarna pucat atau livid disertai adanya sekret encer. Bila
gejala persisten konka tampak hipertrofi. Tampak allergic shiner,
allergic salute, allergic crease dan geographic tongue.

Rinosinusitis
Sinusitis didefinisikan sebagai inflamasi mukosa sinus
paranasal, umumnya dipicu oleh rhinitis sehingga sering disebut
rinosinusitis. Keluhan utama rinosinusitis akut adalah hidung
tersumbat disertai rasa nyeri/tekanan pada wajah dan ingus
purulent yang seringkali turun ke tenggorok (post nasal drip).
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan foto Waters atau
CT-scan.
Menurut American Academy of Otolaryngology – Head &
Neck Surgery 1996 istilah sinusitis diganti dengan rinosinusitis
karena dianggap lebih tepat dengan alasan :

19
BUKU PANDUAN BELAJAR KOAS

1. Secara embriologis mukosa sinus merupakan lanjutan


mukosa hidung
2. Rinosinusitis hampir selalu didahului dengan rinitis
3. Gejala-gejala obstruksi nasi, rhinorrhea dan hiposmia
dijumpai pada rinitis ataupun rinosinusitis.

Menurut European Position Paper on Rhinosinusitis and Nasal


Polyps (EPOS) 2012, rinosinusitis biasanya disertai dua atau lebih
dari gejala berupa hidung tersumbat, sekret hidung (anterior
maupun posterior nasal drip) dan dapat disertai:
1. Nyeri fasial
2. Hiposmia

Atau dengan endoskopi dapat ditemukan:


1. Polip nasi
2. Sekret mukopurulen terutama dari meatus nasi medius dan/
atau
3. Oedem atau obstruksi mukosa terutama meatus nasi
medius

Atau dapat disertai dengan hasil pemeriksaan CT scan


berupa:

1. Perubahan mukosa kompleks ostiomeatal dan/ atau sinus


parasanal
Berdasarkan derajat berat ringannya penyakit, rinosinusitis
diklasifikasikan menjadi Mild, Moderate, dan Severe. Klasifikasi ini
ditentukan mengacu pada total severity visual analogue scale (VAS)
score (0-10)
- Mild : VAS 0-3
- Moderate : VAS > 3-7
- Severe : VAS > 7-10

20
ILMU KESEHATAN TELINGA HIDUNG TENGGOROK KEPALA LEHER

Untuk menilai derajat keparahan total, pasien ditanya


agar dapat menunjukkan nilai dari VASnya. VAS > 5 akan
mempengaruhi kualitas hidup penderitanya.
Penyebab utamanya adalah selesma (common cold) yang
merupakan infeksi virus, yang selanjutnya dapat diikuti infeksi
bakteri. Bila mengenai beberapa sinus disebut multisinusitis,
sedangkan bila mengenai semua sinus disebut pansinusitis. Sinus
yang paling sering terkena adalah sinus etmoid dan maksila, dan
yang paling jarang terkena adalah sinus sfenoid. Sinus maksila
disebut juga antrum highmore. Rinosinusitis dentogen disebabkan
karena adanya fokal infeksi dari gigi. Biasanya terjadi pada
sinus maksila. Infeksi gigi mudah menyebar ke sinus maksila
karena letaknya dekat akar gigi rahang atas. Rinosinusitis
dapat menyebabkan komplikasi ke orbita dan intrakranial serta
meningkatkan serangan asma yang sulit diobati.

Etiologi dan faktor predisposisi


Beberapa etiologi dan faktor predisposisi rinosinusitis antara
lain ISPA akibat virus, bermacam rinitis terutama rinitis alergi,
rinitis hormonal pada wanita hamil, polip hidung, kelainan
anatomi seperti septum deviasi atau hipertrofi konka, konka
bulosa, konka media paradoksal, sumbatan kompleks osteo-
meatal (KOM), infeksi gigi, kelainan imunologik, diskinesia
silia seperti pada sindroma kartagener dan di luar negri adalah
penyakit fibrosis kistik.
Pada anak, hipertrofi adenoid merupakan faktor penting
penyebab rinosinusitis sehingga perlu dilakukan adenoidektomi
untuk menghilangkan sumbatan dan menyembuhkan
rinosinusitisnya. Hipertofi adenoid dapat didiagnosis dengan
foto polos leher posisi lateral.
Menurut berbagai penelitian, bakteri utama yang ditemukan
pada rinosinusitis akut adalah Streptococcus pneumonia (30-50%),
Hemophylus influenza (20-40%) dan Moraxella catarrhalis (4%). Pada
anak, Moraxella catarrhalis lebih banyak ditemukan (20%). Faktor

21
BUKU PANDUAN BELAJAR KOAS

lain yang juga berpengaruh adalah lingkungan berpolusi, udara


dingin dan kering serta kebiasaan merokok. Keadaan ini lama
– lama menyebabkan perubahan mukosa dan merusak silia.

Alogaritme Hidung Tersumbat

1. Pemeriksaan Rhinoskopi anterior.


2. Pemeriksaan patensi hidung/ rinomamometri.
3. Pemeriksaan Rhinoskopi posterior.
4. Pemeriksaan fungsi penghidu sederhana.

22
ILMU KESEHATAN TELINGA HIDUNG TENGGOROK KEPALA LEHER

1. Pemeriksaan Rhinoskopi anterior, Rhinoskopi posterior lihat


pada buku petunjuk skills lab.
2. Pemeriksaan patensi hidung dapat dilihat pada referensi.
3. Pemeriksaan fungsi penghidu sederhana dapat dilihat pada
referensi.

Penjabaran Prosedur
1. Rasyad S, dkk. 2009. THT Diagnostik. Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia. Edisi ke-2, cetakan ke-4. Jakarta.

23
BAB 3
GANGGUAN MENELAN

Tujuan Pembelajaran Dokter Muda

Mahasiswa diharapkan mampu:


1. Mampu menjelaskan anatomi organ digesti.
2. Mampu menjelaskan fisiologi proses menelan.
3. Mampu menjelaskan keadaan-keadaan yang bisa
mengganggu proses menelan.
4. Melakukan pemeriksaan sederhana.
5. Mampu menentukan pemeriksaan tambahan yang
diperlukan, sesuai dengan kasus.

Pertanyaan dan Kesiapan Dokter Muda


1. Bagaimana fisiologi proses menelan?
2. Keadaan apa saja yang menyebabkan gangguan menelan?
3. Bagaimana karakteristik pada masing-masing penyebab?
4. Bagaimana perjalanan penyakit pada masing-masing
penyebab?
5. Apa gejala-gejala lain yang menyertai gangguan menelan?
6. Pemeriksaan apa saja yang harus dilakukan untuk
membuktikan hipotesis (diagnosis banding)?
7. Apa tujuan penanganan pada pasien dengan kelainan
tersebut?
8. Apa yang anda pilih? Mengapa?
9. Bagaimana prognosis pada masing-masing kelainan
tersebut?

24
ILMU KESEHATAN TELINGA HIDUNG TENGGOROK KEPALA LEHER

10. Seberapa besar pengaruh kelainan tersebut terhadap


permasalahan di masyarakat?
1. Bagaimana gambaran radiografi pada edema paru?

Penjelasan Dokter Muda


Batasan
Gangguan menelan (disfagia) merupakan suatu keadaan
dimana proses penyaluran makanan atau minuman dari mulut
ke dalam lambung akan membutuhkan usaha yang lebih besar
dan waktu yang lebih lama dibandingkan kondisi seseorang
yang sehat.
Gejala serta tanda-tanda yang dapat menyertai gangguan
menelan antara lain:
1. Rasa nyeri saat menelan.
2. Makanan terasa tersangkut di dalam tenggorokan atau
dada.
3. Tersedak atau batuk ketika makan dan minum.
4. Mengeluarkan air liur terus menerus.
5. Penurunan berat badan.
6. Makanan yang sudah ditelan keluar kembali.
7. Asam lambung yang sering naik ke tenggorok.
8. Rasa sakit ulu hati.

Klasifikasi disfagia:
1. Disfagia mekanik. Disfagia mekanik adalah sumbatan lumen
esofagus oleh massa tumor dan benda asing. Penyebab lain
adalah akibat peradangan mukosa esofagus, striktur lumen
esofagus, serta akibat penekanan lumen esofagus dari luar,
misalnya oleh pembesaran kelenjar timus, kelenjar tiroid,
kelenjar getah bening di mediastinum, pembesaran jantung
dan elongasi aorta.
2. Disfagia motorik. Disfagia motorik disebabkan oleh kelainan
neuromuscular yang berperan dalam proses menelan. Lesi

25
BUKU PANDUAN BELAJAR KOAS

di pusat menelan di batang otak, kelainan saraf otak n.V,


n.VII, n.IX, n.X dan n.XII, kelumpuhan otot faring dan lidah
serta gangguan peristaltic esofagus.
3. Disfagia akibat gangguan emosi atau tekanan jiwa (globus
histerikus).

Alogaritme Gangguan Menelan

26
ILMU KESEHATAN TELINGA HIDUNG TENGGOROK KEPALA LEHER

1. Pemeriksaan rongga mulut.


2. Pemeriksaan orofaring.
3. Pemeriksaan laringoskopi indirek.
4. Pemeriksaan leher.

Penjabaran Prosedur
1. Pemeriksaan rongga mulut, orofaring, laringoskopi indirek,
dan pemeriksaan leher lihat pada petunjuk skills lab.

27
BAB 4
KEDARURATAN DI BIDANG THT

Tujuan Pembelajaran Dokter Muda

Mahasiswa diharapkan mampu:


1. Mampu menjelaskan keadaan-keadaan kedaruratan di
bidang THT.
2. Mampu mendiagnosis kedaruratan di bidang THT.
3. Mampu melakukan pertolongan pertama pada keadaan
tersebut di atas.

Pertanyaan dan Kesiapan Dokter Muda


1. Kondisi apa saja yang merupakan kedaruratan di bidang
THT?
2. Bagaimana karakteristik pada masing-masing kondisi?
3. Bagaimana perjalanan penyakit pada masing-masing
kondisi?
4. Apa tujuan penanganan pada pasien dengan kedaruratan di
bidang THT?
5. Apa yang anda pilih? Mengapa?
6. Bagaimana prognosis pada masing-masing kedaruratan
tersebut?
a. Bagaimana gambaran radiografi pada edema paru?

28
ILMU KESEHATAN TELINGA HIDUNG TENGGOROK KEPALA LEHER

Penjelasan Dokter Muda

Batasan
Kasus kegawatan di bidan THT-Kl antara lain: Epistaksis,
Abses Leher Dalam, Obstruksi Saluran Nafas Atas, Benda Asing
Saluran Nafas, dan Trauma Laring.

Epistaksis
Perdarahan dari hidung yang dapat terjadi akibat sebab
lokal maupun sebab kelainan sistemik. Epistaksis sering kali
merupakan gejala atau manifestasi penyakit. Kebanyakan ringan
dan sering kali berhenti sendiri tanpa perlu bantuan medis,
tetapi epistaksis yang berat dan sulit ditangani merupakan suatu
kegawatdaruratan yang harus segera ditanggulangi.
Epistaksis seringkali timbul spontan tanpa dapat diketahui
penyebabnya, kadang-kadang jelas disebabkan karena trauma.
Seperti telah disebutkan sebelumnya epistaksis dapat disebabkan
oleh kelainan local pada hidung atau kelainan sistemik. Kelainan
local misalnya trauma, kelainan anatomi, kelainan pembuluh
darah, infeksi local, benda asing, tumor dan pengaruh udara
lingkungan. Kelainan sistemik seperti penyakit kardiovaskular,
kelainan darah, infeksi sistemik, kelainan hormonal dan
kelainan kongenital. Melihat dari asal perdarahan, epistaksis
dibagi menjadi epistaksis anterior dan epistaksis posterior.
Untuk penatalaksanaanya penting untuk menentukan sumber
perdarahan walaupun kadang-kadang sulit.
Epistaksis anterior sering berasal dari pleksus Kisselbach
di septum bagian anterior. Perdarahan pada septum anterior
umumnya ringan karena keadaan mukosa yang hiperemis
dan kebiasaan mengorek hidung dan kebanyakan terjadi pada
anak, seringkali berulang dan dapat berhenti sendiri. Epistaksis
posterior dapat berasal dari arteri etmoidalis posterior atau
arteri sfenopalatina. Perdarahan biasanya lebih hebat dan jarang

29
BUKU PANDUAN BELAJAR KOAS

dapat berhenti sendiri. Sering ditemukan pada pasien dengan


hipertensi, arteriosclerosis atau pada pasien dengan penyakit
kardiovaskuler karena pecahnya arteri sfenopalatina.
Prinsip penatalaksanaan epistaksis ialah perbaiki keadaan
umum, cari sumber perdarahan, hentikan perdarahan, cari faktor
penyebab untuk mencegah berulangnya perdarahan. Bila pasien
datang dengan epistaksis, perhatikan keadaan umumnya, nadi,
pernapasan serta tekanan darahnya. Bila ada kelainan, atasi
terlebih dahulu misalnya dengan memasang infus. Jalan napas
dapat tersumbat oleh darah atau bekuan darah, perlu dibersihkan
tau dihisap. Untuk dapat menghentikan perdarahan perlu dicari
sumbernya apakah perdarahan anterior atau posterior. Alat-
alat yang diperlukan untuk pemeriksaan ialah lampu kepala,
speculum hidung dan alat penghisap. Anamnesis yang lengkap
sangat membantu dalam menentukan sebab perdarahan. Pasien
dengan epistaksis diperiksa dalam posisi duduk, biarkan darah
mengalir keluar dari hidung sehingga bias dimonitor. Kalau
keadaan umum lemah sebaiknya posisi setengah duduk atau
berbaring dengan kepala ditinggikan. Harus diperhatikan agar
jangan sampai darah mengalir ke saluran napas bawah. Sumber
perdarahan dicari untuk membersihkan hidung dari darah dan
bekuan darah dengan bantuan alat penghisap. Kemudian tampon
sementara yaitu kapas yang telah dibasahi dengan adrenalin
1/5000-1/10000 dan pantocain atau lidocain 2% dimasukkan ke
dalam rongga hidung untuk menghentikan perdarahan dan
mengurangi rasa nyeri pada saat dilakukan tindakan selanjutnya.
Tampon tersebut dibiarkan selama 10-15 menit, setelah terjadi
vasokonstriksi biasanya dapat dilihat apakah perdarahan berasal
dari bagian anterior atau posterior. Perdarahan anterior seringkali
berasal dari pleksus Kisselbach di septum, bagian depan.
Apabila tidak berhenti dengan sendirinya perdarahan anterior
terutam pada anak dapat dicoba dengan dihentikan dengan
menekan hidung dari luar selama 10-15 menit, biasanya cara
ini berhasil menghentikan perdarahan. Bila sumber perdarahan

30
ILMU KESEHATAN TELINGA HIDUNG TENGGOROK KEPALA LEHER

dapat terlihat, tempat asal perdarahan dikaustik dengan larutan


Nitras Argenti (AgNO3) 25-30%. Sesudahnya area tersebut
diberi krim antibiotic. Bila dengan cara ini perdarahan masih
terus berlangsung, maka perlu dilakukan pemasangan tampon
anterior yang terbuat dari kapas atau kassa yang diberi pelumas
vaselin atau salep antibiotic. Pemakaian pelumas ini agar tampon
mudah dimasukkan dan tidak menimbulkan perdarahan baru
saat dimasukkan atau dicabut. Tampon dimasukkan sebanyak 2-
4 buah, disusun dengan teratur dan harus dapat menekan asal
perdarahan. Tampon dipertahankan selama 2x24 jam, setelah
itu tampon harus dikeluarkan untuk mencegah infeksi hidung.
Selama 2 hari dilakukan pemeriksaan penunjang untuk mencari
faktor penyebab epistaksis. Bila perdarahan belum berhenti
dipasang tampon baru.
Perdarahan posterior lebih sulit diatasi, sebab biasanya terjadi
perdarahan hebat dan sulit dicari sumbernya dengan pemeriksaan
rinoskopi anterior. Untuk menanggulangi perdarahan posterior
dilakukan pemasangan tampon posterior yang disebut tampon
Bellocq. Tampon ini dibuat dari kassa padat dibentuk kubus atau
bulat dengan diameter 3cm. pada tampon ini terikat 3 utas benang,
2 buah di satu sisi dan sebuah di sisi berlawanan. Untuk memasang
tampon posterior pada perdarahan satu sisi digunakan bantuan
kateter karet yang dimasukkan dari lubang hidung sampai di
orofaring, lalu ditarik keluar dari mulut. Pada ujung kateter
ini diikatkan 2 benang tampon Bellocq tadi, kemudian kateter
ditarik kembali melalui hidung sampai benang keluar dan dapat
ditarik. Tampon perlu didorong dengan bantuan jari telunjuk
untuk dapat melewati palatum mole masuk ke nasofaring. Bila
masih ada perdarahan maka dapat ditambah tampon anterior ke
dalam kavum nasi. Kedu benang yang keluar dari hidung diikat
pada sebuah gulungan kain kasa di depan nares anterior, supaya
tampon yang terletak di nasofaring tetap pada tempatnya. Benang
lain yang keluar dari mulut dikaitkan secara longgar pada pipi
pasien. Gunanya adalah untuk menarik tampon keluar melalui

31
BUKU PANDUAN BELAJAR KOAS

mulut setelah 2-3 hari. Hati-hati saat mencabut tampon karena


dapat menyebabkan laaserasi mukosa. Bila perdarahan berat dari
kedua sisi misalnya pda kasus angiofibroma digunakan bantuan
2 kateter masing-masing melalui kavum nasi kanan dan kiri dan
tampon posterior terpasang di tengah-tengah nasofaring. Sebagai
pengganti tampon Bellocq dapat digunakan kateter Folley dengan
balon. Akhir-akhir ini juga tersedia tampon butan pabrik dengan
balo khusus untuk hidung atau tampon dari bahan gel hemostatik.
Dengan semakin meningkatnya pemakaian endoskopi, khir-
khir ini juga dikembangkan teknik kauterisasi atau ligase arteri
sfenopalatina dengan panduan endoskopi.
Komplikasi dapat terjadi sebagai akibat dari epistaksisnya
sendiri atau sebagai akibat dari usaha penanggulangan epistaksis.
Akibat perdarahan hebat dapat terjadi aspirasi darah ke dalam
saluran napas bawah, juga dapat menyebabkan syok, anemia dan
gagal ginjal. Turunnya tekanan darah secara mendadak dapat
menimbulkan hipotensi, hipoksi, iskemia serebri, insufisiensi
coroner sampai infark miokard sehingga dapat menyebabkan
kematian. Akibat pembuluh darah yang terbuka dapat terjadi
infeksi sehingga perlu diberikan antibiotik. Pemasangan tampon
dapat menyebabkan rinosinusitis, otitis media, septikemia atau
toxic shock syndrome. Oleh karena itu harus selalu diberikan
antibiotic pada setiap pemasangan tampon hidung dan setelah
2-3 hari tampon harus dicabut. Bila perdarahan masih berlanjut
dipasang tampon baru. Selain dapat terjadi hemotimpanum
sebagai akibat mengalirnya darah melalui tuba Eustachius dan
airmata berdarah (bloody tears) akibat mengalirnya darah secara
retrograde melalui duktus nasolakrimalis. Pemasangan tampin
posterior dapat menyebabkan laserasi palatum mole atau sudut
bibir jika benangyang keluar dari mulut terlalu ketat dilekatkan
pada pipi. Kateter balon atau tampon balon tidak boleh dipompa
terlalu keras karena dapat menyebabkan nekrosis mukosa
hidung atau septum. Setelah perdarahan untuk sementara dapat
diatasi dengan pemasangan tampon, selanjutnya perlu dicari

32
ILMU KESEHATAN TELINGA HIDUNG TENGGOROK KEPALA LEHER

penyebabnya. Perlu dilakukan pemeriksaan laboratorium darah


lengkap, fungsi hepar dan ginjal, gula darah, faal hemostasis.
Pemeriksaan foto polos atau CT scan sinus bila dicurigai ada
sinusitis. Konsul ke penyakit dalam atau kesehatan anak bila
dicurigai ada kelainan sistemik.

Abses Leher Dalam: Nyeri dan demam disertai dengan


terbatasnya gerakan membuka mulut, harus dicurigai adanya
abses leher dalam. Abses leher dalam terbentuk di dalam
ruang potensial diantara fasia leher dalam sebagai akibat
penjalaran infeksi dari berbagai sumber seperti gigi, mulut, sinus
paranasal, telinga tengah, dan leher. Tanda klinis brua nyeri dan
pembengkakan di leher dalam yang terlibat. Kebanyakan kuman
penyebab adalah golongan Streptococcus dan Staphylococcus.
Abses leher dalam dapat berupa abses peritonsil, abses retrofiring,
abses parafaring, abses submandibular, dan Angina Ludovici.

Obstruksi Laring: Dimana obstruksi dapat bersifat partial


maupun total. Obstruksi mengakibatkan sesak hingga sianosis,
bahkan hingga penurunan kesadaran. Obstruksi total bila tidak
ditolong dengan segera dapat menyebabkan kematian. Kondisi
ini dapat disebabkan oleh radang akut dan radang kronis, benda
asing, trauma, tumor dan kelumpuhan nervus rekuren bilateral.
Gejala dan tanda obstruksi laring atas ialah:
- Suara serak (disfoni) sampai afoni
- Sesak napas (dispnea)
- Stridor (napas berbunyi yang terdengar pada waktu
inspirasi)
- Tampak adanya retraksi
- Gelisah
- Warna uka pucat dan terakhir menjadi sianosis karena
hipoksia

33
BUKU PANDUAN BELAJAR KOAS

Jackson membagi sumbatan laring yang progresif dalam 4


stadium dengan tanda dan gejala:
Stadium 1 : retraksi terdapat pada waktu inspirasi di
suprasternal, stridor pada waktu inspirasi dan
pasien masih tenang.
Stadium 2 : retraksi pada waktu inspirasi di daerah
suprasternal makin dalam, ditambah lagi
dengan timbulny retraksi di daerah epigastrium.
Pasien sudah mulai gelisah. Stridor terdengar
pada waktu inspirasi.
Stadium 3 : retraksi selain di daerah suprasternal,
epigastrium juga terdapat di infraklavikula
dan interkostalis, pasien sangat gelisah dan
dispnea, stridor terdengar pada waktu inspirasi
dan ekspirasi.
Stadium 4 : retraksi diatas bertambah jelas, pasien sangat
gelisah, sianosis. Jika keadaan ini berlangsung
terus maka pasien akan kehabisan tenaga,
pusat pernapasan paralitik karena hiperkapnea.
Pasien lemah dan tertidur akhirnya, akhirnya
meninggal karena asfiksia.

Diagnosis ditegakkan dengan anamnesis, pemeriksan klinis


dan laringoskopi. Pada orang dewasa dilakukan laringoskopi
tidak langsung, dan pada anak laringoskopi langsung.
Dalam penanggulangan sumbatan laring pada prinsipnya
diusahakan supaya jalan napas lancer kembali. Tindakan
konservatif dengan pemberian antiinflamasi, anti alergi,

saumbatan laring stadium 1 yang disebabkan oleh peradangan.


Tindakan operatif atau resusitasi untuk membebaskan jalan
napas ini dapat dilakukan dengan memasukan pipa endotrakea
melalui mulut (intubasi orotrakea) atau melalui hidung
(intubasi nasotrakea), membuat trakeostromi atau melakukan

34
ILMU KESEHATAN TELINGA HIDUNG TENGGOROK KEPALA LEHER

krikotirotomi. Intubasi endotrakea dan trakeostomi dilakukan


pada pasien dengan sumbatan laring stadium 2 dan 3, sedangklan
krikotirotomi dilakukan pada stadium 4. Tindakan operatif atau
resusitasi dapat dilakukan berdasarkan analisa gas darah. Bila
fasilitas tersedia maka intubasi endotrakea merupakan pilihan
pertama, sedangkan jika ruangan perawatan intensif tidak
tersedia sebaiknya dilakukan trakeostomi.

Benda asing saluran nafas:


Benda asing di dalam suatu organ adalah benda yang berasal
dari luar tubuh atau dari dalam tubuh, yang dalam keadaan
normal tidak ada. Benda asing yang berasal dari luar tubuh
disebut dengan benda asing eksogen, biasanya masuk melalui
hidung atau mulut. Sedangkan benda asing yang berasal dari
dalam tubuh disebut dengan benda asing endogen. Benda asing
eksogen terdiri dari benda padat, cair, atau gas.

Etiologi dan Faktor Predisposisi


Faktor yang mempermudah terjadinya aspirasi benda asing
ke dalam saluran nafas antara lain, faktor personal (umur, jenis
kelamin, pekerjaan, kondisi social, dan tempat tinggal), kegagalan
mekanisme proteksi yang normal (keadaan tidur, kesadaran
menurun, alkoholisme, dan epilepsy), faktor fisik (kelainan dan
penyakit neurologic), proses menelan yang belum sempurna
pada anak, faktor dental, medical, dan surgical (tindakan bedah,
ekstraksi gigi, belum tumbuhnya gigi molar pada anak berumur
<4 tahun), faktor kejiwaan (emosi, gangguan psikis), ukuran,
dan bentuk serta sifat dari benda asing, faktor kecerobohan
(meletakkan benda asing di mulut, persiapan makanan yang
kurang baik, makan atau minum yang tergesa-gesa, makan
sambil bermain), memberikan kacang atau permen pada anak
yang gigi molarnya belum lengkap.

35
BUKU PANDUAN BELAJAR KOAS

Patogenesis
Benda asing mati di hidung cenderung menyebabkan edema
dan inflamasi mukosa hidung, dapat terjjadi ulserasi, epistaksis,
jaringan granulasi, dan dapat berlanjut menjadi sinusitis. Benda
asing hidup menyebabkan reaksi inflamasi dengan derajat
bervariasi, dari infeksi local sampai destruksi massif tulang
rawan dan tulang hidung dengan membentuk daerah supurasi
yang dalam dan berbau.
75% dari benda asing di bronkus ditemukan pada anak
dibawah umur 2 tahun, dengan riwayat khas, yaitu pada saat
benda atau makanan berada di dalam mulut, anak tertawa, atau
menjerit, sehingga saat inspirasi laring terbuka dan makanan
atau benda asing masuk ke dalam laring. Pada saat benda asing
itu terjepit di spinkter laring, pasien batuk berulang-ulang
(paroksismal), sumbatan di trakea, mengi, dan sianosis. Bila benda
asing telah masuk ke dalam trakea atau bronkus, kadang-kadang
terjadi fase asimtomatik selama 24 jam atau lebih, kemudian
diikuti dengan fase pulmonum dengan gejala yang tergantung
pada derajat sumbatan bronkus.
Benda asing organic, seperti kacang-kacangan mempunyai
sifat higroskopik, mudah menjadi lunak dan mengembang oleh
air, serta menyebabkan iritasi pada mukosa. Mukosa bronkus
menjadi edema, dan meradang, serta dapat pula terjadi jaringan
granulasi di sekitar benda asing, sehingga gejala sumbatan
pada bronkus makin hebat. Akibatnya akan muncul gejala
laringotrakeobronkitis, toksemia, batuk, dan demam yang tidak
terus menerus.
Benda asing anorganik menimbulkan reaksi jaringan yang
lebih ringan, dan lebih mudah didiagnosis dengan pemeriksaan
radiologic, karena umumnya benda asing anorganik bersifat
radioopak. Benda asing yang terbuat dari metal dan tipis, seperti
jarum, penit, dapat masuk ke dalam bronkus yang lebih distal,
dengan gejala batuk spasmodic. Benda asing yang lama berada
di bronkus dapat menyebabkan perubahan patologik jaringan,

36
ILMU KESEHATAN TELINGA HIDUNG TENGGOROK KEPALA LEHER

sehingga menimbulkan komplikasi, antara lain penyakit paru


kronik supuratif, bronkiektasis, abses paru, dan jaringan granulasi
yang menutupi benda asing.

DIAGNOSIS
Diagnosis klinis benda asing di saluran nafas ditegakkan
berdasarkan anamnesis adanya riwayat tersedak sesuatu, tiba-
tiba timbul “choking” (rasa tercekik), gejala, tanda, pemeriksaan
fisik dengan auskultasi, palpasi dan pemeriksaan radiologic
seperti pemeriksaan penunjang. Diagnosis pasti benda asing di
saluran nafas ditegakkan setelah dilakukan tindakan endoskopi
atas indikasi diagnostic dan terapi. Anamnesis yang cermat perlu
ditegakkan karena kasus aspirasi benda asing sering tidak segera
dibawah ke dokter pada saat kejadian. Sangat perlu diketahui
macam benda atau bahan yang teraspirasi dan telah berapa lama
tersedak benda asing itu.

GEJALA DAN TANDA


Gejala sumbatan benda asing di dalam saluran nafas
tergantungpada lokasi benda asing, derajat sumbatan, sifat,
bentuk, dan ukuran dari benda asing. Benda asing yang masuk
melalui hidung dapat tersangkut di hidung, nasofaring, laring,
trakea, dan bronkus. Benda yang masuk melalui mulut dapat
terhenti di orofaring, hipofaring, tonsil, dasar lidah, sinus
piriformis, esophagus, atau dapat juga tersedak masuk ke laring,
trakea, dan bronkus.
Seseorang yang mengalami aspirasi benda asing akan
mengalami 3 stadium, stadium pertama merupakan gejala
permulaan, yaitu batuk hebat secara tida-tiba, rasa tercekik
(choking), rtasa tersumbat di tenggorok(gagging), bicara

dengan segera. Pada stadium kedua, gejala stadium permulaan


diikuti oleh interval asimtomatik. Hal ini karena benda asing
tersebut tersangkut, reflex-refleks akan melemah dan gejala

37
BUKU PANDUAN BELAJAR KOAS

rangsangan akut akan menghilang. Stadium ini berbahaya,


sering menyebabkan keterlambatan diagnosis atau cenderung
mengabaikan kemungkinan aspirasi benda asing karena
gejala dan tanda tidak jelas. Pada stadium ketiga, telah terjadi
komplikasi dengan obstruksi, erosi, atau infeksi sebagai akibat
reaksi terhadap benda asing, sehingga timbul batuk-batuk,
hemoptysis, pneumonia, dan abses paru.
Bila seorang pasien, terutama anak, diketahui mengalami
rasa tercekik atau manifestasi lainnya, rasa tersumbat di
tenggorok, batuk batuk saat sedang makan, maka keadaan ini
haruslah dianggap sebagai gejala aspirasi benda asing.
Benda asing di laring dapat menutup laring, tersangkut
diantara pita suara atau berada di subglotis. Gejala sumbatan
laring tergantung pada besar, bentuk, letak benda asing. Sumbatan
total di laring akan menimbulkan keadaan yang gawat biasanya
kematian mendadak karena terjadi asfiksia dalam waktu singkat.
Hal ini disebabkan oleh timbulnya spasme laring dengan gejala
antara lain disfonia sampai afonia, ape, dan sianosis. Sumbatan
tidak total di laring dapat menyebabkan suara parau, disfonia
sampai afonia, batuk yang disertai sesak, odinofagia, mengi,
sianosis, hemoptysis dan rasa subjektif (pasien akan menunjukkan
lehernya sesuai dengan letak benda asing itu tersangkut) dan
dyspnea dengan derajat bervariasi. Gejala dan tanda ini jelas bila
benda asing masih tersangkut di laring, dapat juga benda asing
sudah turun ke trakea, tetapi masih meninggalkan reaksi laring
oleh karena edema laring.
Benda asing di trakea di samping gejala batuk dengan tiba-
tiba yang berulang-ulang dengan rasa tercekik, rasa tersumbat
di tenggorok, terdapat gejala patognomonik yaitu audible
slap, palpatory thud, ashmatoid wheeze (nafas berbunyi pada
saat ekspirasi). Benda asing trakea yang masih daoat bergerak,
pada saat benda itu sampai di karina, dengan timbulnya batuk,
benda asing itu akan terlempar ke laring. Sentuhan benda asing
itu pada pita suara dapat terasa merupakan getaran di daerah

38
ILMU KESEHATAN TELINGA HIDUNG TENGGOROK KEPALA LEHER

tiroid, yang disebut oleh Jackson sebagai palpatory thud, atau


dapat didengar dengan stetoskop di daerah tiroid, yang disebut
audible slap. Selain itu terdapat pula gejala suara serak, dyspnea,
dan sianosis, tergantung pada besar benda asing dan lokasinya.
Gejala palpatory thud dan audible slap lebih jelas teraba atau
terdengar bila pasien terlentang dengan mulut terbuka saat batuk,
sedangkan gejala mengi (asthmatoid wheeze) dapat didengar
pada saat pasien membuka mulut dan tidak ada hubungannya
dengan penyakit asma bronkial. Benda asing yang tersangkut di
karina, yaitu percabangan antara bronkus kanan dan kiri, dapat
menyebabkan atelectasis pada satu paru dan emfisema paru sisi
lain tergantung pada derajat sumbatan yang diakibatkan oleh
benda asing tersebut.
Benda asing di bronkus, lebih banyak masuk ke dalam
bronkus kanan, karena bronkus kanan hamper merupakan garis
lurus dengan trakea, sedangkan bronkus kiri membuat sudut
dengan trakea. Pasien dengan benda asing di bronkus yang dating
ke rumah sakit kebanyakan beradda pada fase asimptomatik.
Pada fase ini keadaan umum pasien masih baik dan foto rontgen
thoraks belum memperlihatkan kelainan.
Pada fase pulmonum, benda asing berada di bronkus dan
dapat bergerak ke perifer. Pada fase ini udara yang masuk ke
segmen paru terganggu secara progresif, dan pada auskultasi
terdengar ekspirasi memanjang disertai dengan mengi. Derajat
sumbatan bronkus dan gejala yang ditimbulkan bervarioasi,
tergantung pada bentuk, ukuran, dan sifat benda asing dan dapt
timbul emfisema, atelectasis, drowned lung, dan abses paru.
Benda asing di hidung pada anak sering luput dari perhatian
orang tua karena tidak ada gejala dan bertahan untuk waktu
yang lama. Dapat timbul rinolith di sekitara benda asing. Gejala
yang paling sering adalahhidung tersumbat, rinore unilateral
dengan cairan kental dan berbau. Kadang-kadang terdapat rasa
nyeri, demam, epistaksis, dan bersin. Pada pemeriksaan, tampak
edema dengan inflamasi mukosa hidung unilateral dan dapat

39
BUKU PANDUAN BELAJAR KOAS

terjadi ulserasi. Benda asing biasanya tertutup oleh mukopus,


sehingga disangka sinusitis.
Benda asing di prpfaring dan hipofaring dapat tersangkut
antara lain di tonsil, dasar lidah, valekula, sinus piriformis yang
menimbulkan rasa nyeri pada waktu menelan, baik makanan
atau ludah, terutama bila benda asing tajam seperti tulang ikan,
tulang ayam. Untuk memeriksanya diperlukan kaca tenggorok
yang besar. Benda asing di sinus piriformis menunjukkan
tanda Jackson yaitu akumulasi ludah di sinus piriformis tempat
benda asing tersangkut. Bila benda asing menyumbat introitus
esophagus, maka tampak ludah tergenang di kedua sinus
piriformis.

Penatalaksanaan
Untuk dapat menanggulangi kasus aspirasi benda asing
dengan cepat dan tepat perlu diketahui dengan baik gejala di
tiap lokasi tersangkutnya benda asing tersebut. Secara prinsip
benda asing harus diatasi dengan pengangkatan segera dengan
endoskoik dalam kondisi yang paling aman, dengan trauma yang
minimum.
Benda asing di laring harus diberi pertolongan dengan
segera, karena asfiksia dapat terjadi dalam waktu hanya beberapa
menit. Pada anak dengan sumbatan total pada laring, dapat
dicoba dengan menolongnya dengan memegang anak dengan
posisi terbalik, kepala ke bawahm kemudian daerah punggung
atau tengkuk dipukul, sehingga diharapkan benda asing dapat
dibatukkan keluar. Cara lain untuk mengeluarkan benda asing
yang menyumbat laring secara total secara total dalah perasat
Heimlich dapat dilakukan pada anak ataupun dewasa. Dengan
perasat ini dilakukan penekanan pada paru. Caranya ialah
bila pasien masih dapat berdirim maka penolong berdiri di
belakangh pasien, kepalan tangan kanan penolong diletakkan
diatas prosessus xypoideus sedangkan tangan kirinya diletakkan
diatasnya. Kemudian dilakukan penekanan ke belakang dank

40
ILMU KESEHATAN TELINGA HIDUNG TENGGOROK KEPALA LEHER

e atas kea rah paru beberapa kali, sehingga diharapkan benda


asing akan terlempar keluar dari mulut pasien.
Komplikasi perasat Heimlich adalah kemungkinan terjadinya
rupture lambung atau hati, dan fraktur iga, oleh karena itu pada
anak cara menolongnya tidak dengan menggunakan kepalan
tangan, tetapi cukup dengan dua buah jari kiri dan kanan. Pada
sumbatan laring tidak todal, perasat ini tidap dapat dilakukan.
Dalam keadaan ini pasien masih dapat dibawa ke rumah sakit
terdekat untuk diberikan pertolongan dengan menggunakan
laringoskop atau bronkoskop, atau alat-alat yang tersedia, dan
bila diperlukan dilakukan trakeostomi.
Benda asing di trakea dikeluarkan dengan bronkoskopo.
Tindakan ini merupakan tindakan yang harus segera dilakukan
dengan pasien tidur telentang posisi Tredelenburg, supaya
benda asing tidak lebih turun ke bronkus. Bila tidak ada fasilitas
bronkoskopi, dapat dilakukan tindakan trakeostomi. Dan bila
diperlukan harus segera dirujuk ke fasilitas yang memiliki
endoskopi.
Benda asing di bronkus dikeluarkan dengan tindakan
bronkoskopi, menggunakan bronkoskopi kaku atau serat optic
dengan memakai cunam yang sesuai dengan benda asing
tersebut. Tindakan bronkoskopi harus segera dilakukan apalagi
bila benda asing tersebut bersifat organic. Bila diperlukan dapat
dilakukan servikotomi atau torakotomi untuk emngeluarkan
benda asing tersebut.
Benda asing di hidung dikeluarkan dengan menggunakan
pengait yang dimasukkan ke dalam hidung di bagian atas,
menyusuri atap kavum nasi sampai menyentuh nasofaring.
Setelah itu pengait diturunkan seedikit dan ditarik ke depan.
Pemberian antibiotic sistemik dapat diberikan selama 5-7 hari
hanya diberikan pada kasus yang telah menimbulkan infeksi
hidung ataupun pada sinus. Benda asing di tonsil dapat diambil
dengan pinset atau cunam.

41
BUKU PANDUAN BELAJAR KOAS

Trauma laring:
Trauma pada laring dapat berupa trauma tumpul atau
trauma tajam akibat luka sayat, luka tusuk dan luka tembak.
Trauma tumpul pada daerah leher selain dapat merusak struktur
laring juga menyebabkan cedera pada jaringan lunak seperti otot,
saraf, pembuluh darah, dan seterusnya. Hal ini sering terjadi
dalam kehidupan sehari-hari seperti leher terpukul oleh tangkai
pompa air, leher membentur dash board dalam kecelakaan
mobil, tertendang atau terpukul waktu berolahraga bela diri,
berkelahi, dicekik atau usaha bunuh diri dengan menggantung
diri (strangulasi) atau seorang pengendara motor terjerat tali
yang terentang di jalan (clothesline injury).
Pasien dengan trauma seringkali datang dengan berbagai
kerusakan yang menyulitkan. Terapi yang tepat pada pasien
seperti ini haruslah menempatkan keutuhan jalan nafas sebagai
prioritas utama. Cedera pada laring dapat bervariasi dari cedera
mukosa hingga fraktur dan pecahnya tulang rawan. Berbagai
kombinasi cedera sepanjang saluran akan berakibat pada
kagawatdaruratan jalan nafas. Meskipun kemajuan dalam teknik
foto radiologi telah menyempurnakan diagnosis, angka kejadian
trauma laring yang jarang disertai terbatasnya jumlah spesialis
tht yang berpengalaman dengan trauma ini, telah membuat
trauma laring menjadi sangat sulit untuk diatasi. Pendekatan
trauma laring yang terorganisir dapat mencegah dari kesalahan
diagnosis dan penatalaksanaan yang tidak adekuat.

Ballanger membagi penyebab trauma laring atas :


1. Trauma mekanik eksternal (trauma tumpul, trauma tajam,
komplikasi trakeostomi atau krikotirotomi ) dan mekanik
internal (akibat tindakan endoskopi, intubasi endotrakea
atau pemasangan pipa nasogaster).
2. Trauma akibat luka bakar oleh panas (gas atau cairan
yang panas) dan kimia (cairan alcohol, amoniak, natrium
hipoklorit dan lisol) yang terhirup.

42
ILMU KESEHATAN TELINGA HIDUNG TENGGOROK KEPALA LEHER

3. Trauma akibat radiasi pada pemberian radioterapi tumor


ganas leher.
4. Trauma otogen akibat pemakaian suara yang berlebihan
(vocal abuse), misalnya akibat berteriak, menjerit keras dan
bernyanyi dengan suara keras.

Cedera laring secara khusus dapat dikategorikan


berdasarkan kausanya, yakni cedera tajam atau tumpul dan
kemudian dikategorikan lagi dalam kecepatan tinggi atau
kecepatan rendah. Sebagian besar trauma laring adalah akibat
dari kecelakaan kendaraan bermotor atau akibat cedera terjerat
tali yang terentang di jalan (clothesline injury). Sebagian kecil
kasus disebabkan oleh cedera olahraga, korban tindak kejahatan,
tergantung, tercekik, menelan benda korosif, inhalasi asap dan
kasus-kasus efek samping pengobatan (iatrogenik).
Gejala Klinik Pasien trauma laring sebaiknya dirawat untuk
observasi dalam 24 jam pertama. Timbulnya gejala stridor
yang perlahan-lahan makin menghebat atau timbul mendadak
merupakan tanda adanya sumbatan jalan nafas. Suara serak
(disfoni) atau suara hilang (afoni) timbul bila terdapat kelainan
pada pita suara akibat trauma seperti edema , hematoma, laserasi
atau parese pita suara. Stridor juga mungkin akan ditemukan.
Emfisema subkutis terjadi bila ada robekan mukosa laring
atau trakea atau fraktur tulang-tulang rawan laring hingga
mengakibatkan udara pernafasan akan keluar dan masuk ke
jaringan subkutis leher. Emfisema leher dapat meluas sampai
ke daerah muka, dada dan abdomen dan pada perabaan terasa
sebagai krepitasi kulit. Hemoptisis terjadi akibat laserasi mukosa
jalan nafas dan bila jumlahnya banyak dapat menyumbat jalan
nafas. Perdarahan ini biasanya terjadi akibat luka tusuk,luka sayat,
luka tembak maupun luka tumpul. Disfagia (sulit menelan) dan
odinofagia (nyeri menelan) dapat timbul akibat ikut bergeraknya
laring yang mengalami cedera pada saat menelan.

43
BUKU PANDUAN BELAJAR KOAS

Alogaritme Kasus
Algoritma kasus kedaruratan di bidang THT dapat dilihat pada
referensi.

1. Tampon hidung anterior.


2. Evakuasi benda asing di telinga.
3. Evakuasi benda asing di hidung.
4. Evakuasi benda asing di rongga mulut.
5. Trakeostomi/ intubasi.
6. Perasat Heimlich.
7. Reposisi mandibular.

Penjabaran Prosedur

Penjabaran prosedur tindakan kedaruratan di bidang THT dapat


dilihat pada referensi.

1. Decision Making in Ear, Nose, and Throat Disorders. Cuneyt


M Alper, Eugene N Myers, David E Eibling. W.B. Saunders
Company, Philadelphia.
2. An Atlas of Head and Neck Surgery.Lore & Medina. Elsevier
Saunders, Philadelphia.
3. Penyakit Telinga, Hidung, Tenggorok, kepala dan leher. John
Jacob Ballenger.
4. Buku Ajar Ilmu Penyakit Telinga Hidung Tenggorok.
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

44
ILMU KESEHATAN TELINGA HIDUNG TENGGOROK KEPALA LEHER

45
BUKU PANDUAN BELAJAR KOAS

46

Anda mungkin juga menyukai