Materi Ekonomi Makro Islam
Materi Ekonomi Makro Islam
Kelompok 6 ( ES 4I)
1. Putri Diyah Anggraini ( 12402183381)
2. Elya tri risyanti (122402183383)
3. M Nabhana Tabi’il Huda ( 12402183396)
Puji syukur dipanjatkan kepada Allah SWT yang Maha Pengasih lagi
Maha Penyayang yang telah melimpahkan rahmat serta hidayah-Nya, sehingga
makalah tentang Pendapatan Nasional Dalam Perspektif Ekonomi Islam ini dapat
diselesaikan dengan baik. Makalah ini disusun dengan sebaik-baiknya tentu saja
mendapat bantuan dari berbagai pihak. Untuk itu disampaikan banyak terima
kasih kepada semua pihak yang telah bekerjasama dalam pembuatan makalah ini.
Terlepas dari semua itu, disadari sepenuhnya bahwa masih ada kekurangan
baik dari segi susunan kalimat maupun lainnya. Oleh karena itu, diperlukan kritik
dan saran agar makalah ini dapat dievaluasi kembali. Akhir kata diharapkan
semoga makalah yang disusun ini dapat bermanfaat bagi semua.
Penulis
ii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.........................................................................................I
DAFTAR ISI.......................................................................................................II
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang.........................................................................................1
B. Rumusan Masalah....................................................................................1
C. Tujuan......................................................................................................1
BAB II PEMBAHASAN
A. Kesimpulan..............................................................................................13
DAFTAR PUSTAKA..........................................................................................14
iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Tingginya tingkat pendapatan nasional dapat mencerminkan besarnya
barang dan jasa yang dapat diproduksi. Besarnya kapasits produksi
tersebut dapat menunjukan tingginya tingkat kemakmuran masyarakat
dalam suatu Negara. Baik Negara yang sedang berkembang maupun
Negara-negara maju, semua menginginkan tingkat pertumbuhan ekonomi
yang tinggi.
Pendapatan nasional merupakan tolak ukur yang paling baik untuk
menunjukan keberhasilan dan kegagalan perekonomian suatu Negara, dari
tingkat kesempatan kerja, tingkat harga barang, dan posisi neraca
pembayaran luar negri, serta pendapatan per kapitalnya. Jika faktor-faktor
yang mempengaruhi tersebut menunjukan posisi yang sangat
menguntungkan, maka tingkat keberhasilan atau tingkat kemajuan
ekonomi suatu Negara akan mudah tercapai, dan begitu pula sebaliknya.
Dalam perhitungan ekonomi islam terdapat prinsipyang harus di
pegang teguh dalam perhitungan pendapatan nasional agar tujuan Negara
dapat terlaksana dengan baik dan masyarakat mendapatkan kesejahteraan
dan kebahagiaan dalam bernegara.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimanakah Pengertian Dan Ruang Lingkup Pendapatan Nasional?
2. Bagaimanakah Pendapatan Nasional Dalam Perspektif Islam?
C. Tujuan
Untuk mengetahui dan memahami pengertian dan ruang lingkup
pendapatan nasional, dan seperti apa pendapatan nasional dalam perspektif
islam.
1
BAB II
PEMBAHASAN
Gambar diatas menjelaskan tentang adanya dua arus (flow), yaitu barang
dan uang.
1
Sukirno Sadono, Makro Ekonomi Teori dan Pengantar (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada,
2004). Hlm. 36
2
1) Arus barang berupa peneyerahan factor produksi dari rumah tangga
konsumen ke rumah tangga produsen dan penyerahan barang-barang
dan jasa dari rumah tangga produsen ke rumah tangga konsumen.
2) Sedangkan arus (flow) uang terjadi penerimaan pendapatan yang
diperoleh rumah tangga konsumen dari rumah tangga produsen dan
pengeluaran yang dilakukan rumah tangga konsumen pada rumah
tangga produsen.
Pendapatan nasional yang merupakan ukuran terhadap aliran uang dan
barang dalam perekonomian dapat dihitung dengan tiga pendekatan, yaitu:
1) Pendekatan produksi (production approach)
2) Pendekatan pendapatan (income approach)
3) Pendekatan pengeluaran ( expenditure approach)
1. Pendapatan Nasional dengan Pendekatan Produksi (Gross
Domestik Product/GDP )
Perhitungan pendapatan nasional dengan pendekatan produksi
diperoleh dengan menjumlahkan nilai tambah bruto ( gross value
added) dari semua sektor produksi. Penggunaan konsep nilai tambah
dilakukan guna menghindari terjadinya perhitungan ganda (double-
count). Sebagai contoh kita tidak akan memasukkan seluruh harga
sebuah pakaian kedalam perhitungan pendapatan nasional dan
kemudian juga memasukkan kain, benang, ataupun kapas sebagai
bagian dari perhitungan pendapatan nasional. Komponen-komponen
pakaian,seperti kain, benang, ataupun kapas merupakan barang antara (
intermediary goods) yang tidak dimasukkan dalam komponen
perhitungan pendapatan nasional. Jadi, yang dimasukkan dalam
perhitungan pendapatan nasional hanya barang jadi atau barang siap
pakai (final goods).
Perhitungan pendapatan nasional dengan pendekatan produksi di
Indonesia dilakukan dengan menjumlahkan semua sektor industri yang
ada, sektor industry tersebut dikelompokkan menjadi 11 sektor atas
dasar ISIC ( International Standard Industrial Classification) yang
meliputi :
3
1) Sektor produksi pertanian
2) Setor produksi pertambangan dan penggalian
3) Sektor industry manufaktur
4) Sektor produksi listrik,gas, dan air minum
5) Sektor produksi bangunan
6) Sektor produksi perdagangan, hotel dan restoran
7) Sektor produksi transportasi dan komunikasi
8) Sektor produksi bank dan lembaga keuangan lainnya
9) Sektor produksi sewa rumah
10) Sektor produksi pemerintahan dan pertanahan
11) Sektor produksi jasa lainnya
4
d) Pengeluaran ekspor dan impor (export-import/X-M).
5
Hal ini berarti penghasilan penduduk suatu Negara yang bekerja
diluar negeri akan sama besar bila dibandingkan dengan penhasilna
orang asing dinegara itu.
6
pendapatan nasional pada periode tertentu menurut harga yang
ditentukan (harga pada tahun dasar atau dikenal dengan istilah harga
konstan/constant price). Sebagai ilustrasi dapat dijelaskan dengan
menggunakan data sebagai berikut:
2
Nurul Huda, dkk, 2008, Ekonomi Makro Islam, Jakarta : Kencana. Hlm. 26
7
B. Pendapatan Nasional dalam Perspektif Ekonomi Islam
Pendekatan ekonomi konvensional menyatakan GDP atau GNP riil
dapat dijadikan sebagai suatu ukuran kesejahteraan ekonomi (measure of
economic welfare) atau kesejahteraan pada suatu Negara. Pada waktu GNP
naik, maka diasumsikan bahwa rakyat secara materi bertambah baik
posisinya atau sebaliknya, tentunya setelah di bagi dengan jumlah penduduk
(GNP per kapita). Kritik terhadap GNP sebagai ukuran kesejahteraan
ekonomi muncul dan para pengkritik mengatakan bahwa GNP/ kapita
merupakan ukuran kesejahteraan yang tidak sempurna. Sebagai contoh, jika
nilai output turun sebagai akibat orang-orang mengurangi jam kerja atau
menambah waktu leisure/ istirahatnya tentunya hal itu bukan
menggambarkan keadaan orang itu menjadi lebih buruk. Secara sederhana
formulasi konsep MEW :
MEW : C- public expenditures – durable goods concumtion – loos of
welfare due to pollution, urbanization and congestion + value of durables
actually consumed during the year + value of non- market services + value
of leisure.
Bagaimana ekonomi islam mengkritis perhitungan GDP rill/ kapita
yang di jadikan indikator bagi kesejahteraan suatu negara? Satu hal yang
membedakan sistim ekonomi Islam dengan sistim ekonomi lainnya adalah
penggunaan parameter falah. Falah adalah kesejahteraan yang hakiki,
kesejahteraan yang sebenar- benarnya, di mana komponen-komponen
rohaniah masuk ke dalam pengertian falah ini.3 Kesejahteraan yang
seringnya diwujudkan dengan peningkatan GNP yang tinggi, yang jika
dibagi dengan jumlah penduduk maka akan menghasilkan pendapatan
perkapita yang tinggi pula. Jika hanya itu ukuranya maka kapitalis modern
akan mendapat angka yang maksimal4
Nordhaus dan Tobin dari Yale bersama- sama dalam tahun 1972
mengajukan konsep MEW ( Measure Of Economic Welfare), tetapi sayang
konsep ini tidak berkembang dan sampai saat ini masih cenderung
3
Heri sudarsono, 2004, konsep ekonomi islam, Yogyakarta : ekonisia, hlm. 25
4
Nasution dkk, Pengenalan Eksklusif Ekonomi Islam (Jakarta: Kencana Prenada Group, 2006).
Hlm. 44
8
penggunaan GDP riil/kapita sebagai ukuran kesejahteraan suatu Negara
masih digunakan. Beberapa keberatan penggunaan GDP riil/kapita sebagai
indikator kesejahteraan suatu Negara sebgai berikut :
1. Umumnya hanya produk yang masuk pasar yang dihitung dalam GNP.
Produk yang dihasilkan dan dikonsumsi sendiri, tidak tercakup dalam
GNP.
2. GNP juga tidak menghitung nilai waktu istirahat (leisure time), padahal
ini sangat besar pengaruhnya dalam kesejahteraan. Semakin kaya
seseorang akan semakin menginginkan waktu istirahat.
3. Kejadian buruk seperti bencana alam tidak dihitung dalam GNP,
padahal kejadian tersebut jelas mengurangi kesejahteraan.
4. Masalah polusi juga sering tidak dihitung dalam GNP. Banyak sekali
pabrik – pabrik yang dalam kegiatan produksinya menghasilkan polusi
air maupun udara. Ini jelas akan merusak lingkungan.
Ekonomi Islam dalam arti sebuah sistem ekonomi ( nidhom al-
iqtishad) merupakan sebuah sistem yang dapat mengantar umat manusia
kepada real welfare (falah), kesejahteraan yang sebenarnya. Memang benar
bahwa semua sistem ekonomi baik yang sudah tidak eksis lagi dan telah
terkubur oleh sejarah maupun yang saat ini sedang berada di puncak
kejayaanya, bertujuan untuk mengantarkan kesejahteraan kepada para
pemeluknya. Namun lebih sering kesejahteraan itu diwujudkan pada
peningkatan GNP yang tinggi, yang kalau dibagi dengan jumlah penduduk
akan menghasilkan per capita income yang tinggi. Jika hanya itu
ukurannya, maka kapitalis modern akan mendapat angka maksimal. Akan
tetapi, pendapatan per kapita yang tinggi bukan satu-satunya komponen
pokok yang menyususn kesejahteraan. Ia hanya merupakan necessary
condition dalam isu kesejahteraan dan bukan sufficien condition. Al- Falah
dalam pengertian islam mengacu pada konsep islam tentang manusia itu
sendiri. Dalam islam, esensi manusia ada pada ruhaniyahnya. Karena itu
seluruh kegiatan duniawi termasuk dalam aspek ekonomi diarahkan tidak
saja untuk memenuhi tuntutan fisik jasadiyah melainkan juga memenuhi
kebutuhan ruhani dimana roh merupaka esensi manusia.
9
Maka dari itu, selain harus memasukkan unsur falah dalam
menganalisis kesejahteraan, perhitungan pendapatan nasional berdasarkan
islam juga harus mampu mengenali bagaimana interaksi instrument
instrument wakaf, zakat, dan sedekah dalam meningkatkan kesejahteraan
umat.
Pada intinya, ekonomi islam harus mampu menyediakan suatu cara
untuk mengukur kesejahteraan ekonomi dan kesejahteraan sosial
berdasarkan sistem moral dan sosial islam. setidaknya ada empat hal yang
semestinya bisa diukur dengan pendekatan pendapatan nasional berdasarkan
ekonomi islam, sehingga tingkat kesejahteraan bisa dilihat secara lebih
jernih dan tidak bias. Empat hal tersebut adalah :
1. Pendapatan Nasional Harus Dapat Mengukur Penyebaran Pendapatan
Individu Rumah Tangga
Kendati GNP dikatakan dapat mengukur kinerja kegiatan ekonomi
yang terjadi dipasar, GNP tidak dapat menjelaskan komposisi dan
distribusi nyata dari output per kapita. Semestinya, penghitungan
pendapatan nasional islami harus dapat mengenali penyebaran alamiah
dari output perkapita tersebut, karena dari sinilah nilai-nilai sosial dan
ekonomi islam bisa masuk. Jika penyebaran pendapatan individu secara
nasional bisa dideteksi secara akurat, maka akan dengan mudah dikenali
seberapa besar rakyat yang masih hidup dibawah garis kemiskinan.
GNP tidak mampu mendeteksi kegiatan produksi yang tidak di
transaksikan di pusat. Itu artinya kegiatan produktif keluarga yang
langsung dikonsumsi dan tidak memasuki ke pasar tidak tercatat di
dalam GNP.
Persoalan lainnya adalah, di dalam perhitungan GNP konvensional,
produksi barang-barang mewah memiliki bobot yang sama dengan
produksi barang-barang kebutuhan pokok. Maksudnya produksi beras
yang menghasilkan uang Rp 10 juta, sama nilainya dengan produksi
perhiasan emas yang juga menghasilkan Rp 10 juta. Maka untuk lebih
mendekatkan pada ukuran kesejahteraan ekonomi islam menyarankan
10
agar produksi kebutuhan pokok memiliki bobot yang lebih berat
ketimbang produksi barang-barang mewah.
2. Pendapatan Nasional Harus Dapat Mengukur Produksi Di Sekitar
Pedesaan
Sangatlah disadari bahwa tidaklah mudah mengukur secara akurat
produksi komoditas subsisten, namun bagaimanapun juga perlu satu
kesepakatan untuk memasukkan angka produksi komoditas yang
dikelola secara subsisten ke dalam perhitungan GNP. Paling tidak,
dugaan kasar dari hasil produksi subsisten tersebut harus masuk ke
dalam perhitungan pendapatan nasional. Komoditas subsisten ini,
khususnya pangan, sangatlah penting di Negara-negara muslim yang
baru dalam beberapa decade ini masuk dalam percaturan perekonomian
dunia.
Untuk mengetahui tingkat produksi komoditas subsisten ini, harus
diketahui terlebih dahulu tingkat harga yang digunakan. Pada umumnya
ada dua jenis harga pasar, yakni harga yang secara nyata diterima petani
atau diharapkan akan diterima oleh petani, dan satu set harga lainya
adalah nilai yang dibayar oleh konsumen dipasar eceran. Peningkatan
produksi pertanian ditingkat rakyat pedesaab umumnya justru
mencerminkan penurunan harga produk-produk pangan di tingkat
konsumen suburban, atau sekaligus mencerminkan peningkatan
pendapatan para pedagang perantara, yang posisinya berada diantara
petani dan konsumen. Ketidakmampuan mendeteksi secara akurat
pendapatan dari sektor subsisten ini jelas satu kelemahan yang harus
segera diatasi, karena di sektor inilah bergantung nafkah rakyat dalam
jumlah besar, dan disinilah inti masalah dari sitribusi pendapatan.
11
kebutuhan efektif atau kebutuhan dasar akan barang dan jasa, sebagai
presentase total konsumsi. Hal itu perlu dilakukan karena, kemampuan
untuk menyediakan kebutuhan dasar seperti pangan, rumah, pelayanan
kesehatan, pendidikan, air bersih, dan pelayanan public lainya.,
sesungguhnya bisa menjadi ukuran bagaimana tingkat kesejahteraan
dari suatu bangsa atau Negara.
Kalau GNP mengukur hasil, maka MEW (Measures For
Economics Welfare) merupakan ukuran dari konsumsi rumah tangga
yang memberi kontribusi kepada kesejahteraan manusia. Perkiraan
MEW didasarkan kepada asumsi bahwa kesejahteraan rumah tangga
yang sangat bergantung pada tingkat konsumsinya.
Tiga kategori kosumsi :
1) Belanja untuk keperluan public, seperti membuat jalan,
jembabatan, jasa polisi dan lain-lain
2) Belanja rumah tangga, seperti membeli TV, mobil, dan barang-
barang yang habis pakai.
3) Memperkirakan berkurangnya kesejahteraan sebagai akibat
urbanisasi, polusi, dan kemacetan.
12
Disejumlah Negara muslim, jumlah dan kisaran dari kegiatan dan
transaksi yang didasarkan pada keinginan untuk melakukan alam
kebsajukan, memiliki peran lebih penting dibanding di Negara Barat.5
BAB III
PENUTUP
5
Huda Nurul, dkk, 2008, Ekonomi Makro Islam, Jakarta : Kencana. Hlm. 27
13
Kesimpulan
DAFTAR PUSTAKA
14
Sadono Sukirno. 2004. .akro Ekonomi Teori dan Pengantar. Jakarta: PT Raja Grafindo
Persada.
Nasution. dkk. 2006. Pengenalan Eksklusif Ekonomi Islam. Jakarta: Kencana Prenada
Group.
15