Anda di halaman 1dari 10

Tingkat

Infestasi Schistosomiasis.......... (Anis Nur Widayati, dkk.)

Tingkat Infestasi Schistosomiasis Pada Tikus di Daerah Endemis


Napu, Kabupaten Poso, Provinsi Sulawesi Tengah
Schistosomiasis Infestation Rate Of Rats In Endemic Area Of Napu,
Poso Regency, Central Sulawesi Province

Anis Nur Widayati*, Hayani Anastasia, Yuyun Srikandi, Tri Juni Wijatmiko,
dan Murni
Balai Litbang Kesehatan Donggala, Badan Litbang Kesehatan, Kementerian Kesehatan RI
Jl. Masitudju No. 58 Labuan Panimba, Donggala, Sulawesi Tengah, Indonesia

INFO ARTIKEL A B S T R A C T / A B S T R A K
Article History: Rats are known as the natural reservoir of several worm infections that are important for
Received: 02 Dec. 2019 public health, one of which is schistosomiasis. This study aimed to identify the species
Revised: 12 Mar. 2020 variety of rats and infection rate of schistosomiasis in rats in schistosomiasis Napu
Accepted: 17 Mar. 2020 endemic areas, especially in Dodolo and Kaduwaa villages, Poso District, Central Sulawesi.
This research was an observational study that conducted from May to June 2018. Trap the
Kontribusi: rats was carried out for three consecutive nights using 100 traps that were conducted in
Anis Nur Widayati dan different places, namely cacao fields, bamboo groves, corn fields, and shrubs. The total
Hayani Anastasia number of rats caught in Dodolo Village was 15 of the 100 traps. The species of rats found
berperan sebagai were Rattus argentiventer, Rattus sp., R.tanezumi, R.exulans, Maxomys muschenbroekii,
Kontributor Utama. and Paruromys dominator. The number of rats infected with schistosomiasis was 7
Yuyun Srikandi, Tri Juni (46,67% infection rate). The total number of rats caught in Kaduwaa Village was 13 of the
Wijatmiko, dan Murni 100 traps. The species oof rats found were Rattus argentiventer, R.tanezumi, and
berperan sebagai R.exulans. The number of rats infected with schistosomiasis were 3 (23,07% infection
Ko n t r i b u to r A n g g o t a rate). From the results can be concluded that sylvatic transmission of schistosomiasis still
dalam artikel ini. occured in endemic areas.

Keywords: Tikus dikenal sebagai reservoir alami dari beberapa infestasi cacing yang penting bagi
Schistosomiasis, kesehatan masyarakat, salah satunya schistosomiasis. Tikus mengandung telur cacing
Rat, Schistosoma japonicum yang dapat ditularkan ke manusia secara tidak langsung
Schistosoma japonicum, melalui hospes keong perantara schistosomiasis. Penelitian ini bertujuan untuk
Central Sulawesi mengidentifikasi jenis tikus dan tingkat infestasi cacing S. japonicum pada tikus di
daerah endemis schistosomiasis Napu, khususnya di Desa Dodolo dan Kaduwaa,
Kabupaten Poso, Sulawesi Tengah. Penelitian ini merupakan studi observasional yang
dilakukan pada bulan Mei sampai Juni tahun 2018. Penangkapan tikus dilakukan selama
Kata kunci: tiga malam berturut-turut menggunakan 100 perangkap mati yang dipasang pada
Schistosomiasis, tempat yang berbeda, yaitu daerah fokus keong kebun cokelat, kebun bambu, kebun
Tikus, aren, kebun enau, aliran air, padang rumput, dan sawah. Jumlah total tikus yang
Schistosoma japonicum tertangkap di Desa Dodolo adalah 15 ekor. Jenis tikus yang ditemukan yaitu Rattus
Sulawesi Tengah argentiventer, Rattus sp., R.tanezumi, R.exulans, Maxomys muechenbroekii, dan
Paruromys dominator. Jumlah tikus yang terinfestasi schistosomiasis sebanyak 7 ekor
(infection rate 46,67%). Jumlah total tikus yang tertangkap di Desa Kaduwaa adalah 13
ekor dari 100 perangkap yang dipasang selama tiga malam. Jenis tikus yang ditemukan
yaitu Rattus argentiventer, R.tanezumi, dan R.exulans. Jumlah tikus yang terinfestasi
schistosomiasis adalah 3 ekor (infection rate 23,07%). Berdasarkan temuan tikus yang
terinfestasi schistosomiasis tersebut dapat disimpulkan bahwa penularan
schistosomiasis yang melibatkan hewan liar masih terjadi di daerah endemis Napu,
Kabupaten Poso, Sulawesi Tengah.

© 2020 Jurnal Vektor Penyakit. All rights reserved


*Alamat Korespondensi : email : anisnurw21@gmail.com

PENDAHULUAN lindoensis. Penularannya terjadi dengan cara


Schistosomiasis di Indonesia serkaria S. japonicum menginfestasi hospes
disebabkan oleh cacing trematoda jenis mamalia melalui kulit. Prevalensi
Schistosoma japonicum dengan hospes schistosomiasis pada manusia di Napu, Lindu
perantara keong Oncomelania hupensis dan Bada cenderung menurun dari tahun

https://doi.org/10.22435/vektorp.v14i1.2509 27
2016 sampai 2018. Prevalensi di Napu tahun Diantara penyakit kecacingan yang
2016 sampai 2018 yaitu sebesar 1,18%, ditularkan oleh tikus, beberapa diantaranya
0,84% dan 0,35%. Prevalensi di Lindu bersifat zoonosis, disebabkan oleh S.
ditemukan sebesar 0,77% pada tahun 2016, japonicum, Capillaria hepatica, Hymenolepis
0,36% tahun 2017, dan 0,19% tahun 2018. spp. dan Trichinella spiralis.4 Penularan agen
Prevalensi di Bada ditemukan 0,86% tahun penyakit tersebut dapat terjadi melalui
2016, 0,84% tahun 2017, dan 0,43% di tahun kontak langsung dengan feses tikus infektif
2018.1 atau melalui vektor yang berupa pinjal dan
Angka infestasi schistosomiasis pada tungau. Disamping itu, penularan lainnya
tikus tahun 2011-2017 relatif stabil, dapat melalui keong perantara seperti kasus
2
meskipun tidak tersedia data di Napu tahun schistosomiasis.
2014 dan 2016. Pada tahun 2011 tidak Tikus merupakan hewan yang
tersedia data angka infestasi schistosomiasis habitatnya berdekatan dengan lingkungan
di daerah Lindu. Angka infestasi manusia. Keberadaannya merupakan faktor
schistosomiasis di Lindu terjadi penurunan risiko penularan beberapa jenis penyakit
pada tahun 2013, kemudian mulai meningkat z o o n o s i s ,5 - 7 s a l a h s a t u n y a i a l a h
sejak tahun 2015 sampai 2017.1 schistosomiasis. Sampai dengan tahun 2018,
Penularan schistosomiasis prevalensi schistosomiasis di Indonesia
membutuhkan keong sebagai perantara, di masih luktuatif. Kondisi ini dipengaruhi oleh
Indonesia keong perantara schistosomiasis masih tingginya prevalensi pada hewan
adalah keong O. hupensis lindoensis. Penularan ternak, pengendalian fokus (habitat keong
schistosomiasis di Indonesia adalah sebagai perantara) yang masih terbatas, dan belum
berikut: telur cacing S. japonicum dikeluarkan maksimalnya pemberdayaan masyarakat
bersama dengan tinja penderita, kemudian serta peran lintas sektor di tingkat desa
dalam air menetas menjadi mirasidium yang sebagai garda terdepan dalam pencegahan,
akan menembus tubuh keong O. hupensis deteksi dini, dan pengendalian
lindoensis. Dalam tubuh keong mirasidium schistosomiasis.8
akan mengalami perkembangan menjadi Data prevalensi schistosomiasis pada
sporokista, kemudian menjadi serkaria yang hewan reservoir masih sangat terbatas,
akan keluar dari tubuh keong. Serkaria/larva karena terkendala pembiayaan untuk
cacing infektif keluar dari keong, kemudian surveilans terhadap hewan. Studi
berenang di perairan, dan akan menembus schistosomiasis pada hewan di daerah
kulit manusia atau hewan mamalia yang endemis Lindu pada tahun 2013 menunjukan
melewati daerah perairan yang mengandung rerata prevalensi yang tinggi (24,66%) pada
serkaria. Dalam tubuh manusia, akan berbagai hewan.9 Situasi tersebut tidak
berkembang menjadi cacing dewasa di banyak berubah berdasarkan studi tahun
pembuluh darah hati (cacing dapat hidup 2016 menunjukkan prevalensi
selama 5-10 tahun). Pada saat akan bertelur, schistosomiasis pada hewan mamalia di
cacing akan menuju pembuluh darah usus, Dataran Tinggi Lindu sebesar 40%, Napu
kemudian telur menembus usus, supaya telur sebesar 36,44%, dan Bada sebesar 5,56%.10
dapat keluar bersama tinja. Selain menyerang Dalam rangka mempercepat upaya
(menginfestasi) manusia, cacing juga eliminasi schistosomiasis japonica, Organisasi
menyerang hewan mamalia, misalnya sapi, Kesehatan Dunia (WHO) telah
kerbau, kuda, anjing, babi, musang, rusa, dan merekomendasikan kriteria eliminasi yang
berbagai jenis tikus.2 harus dipenuhi oleh suatu negara/wilayah,
Tikus dikenal sebagai reservoir yaitu sebagai berikut:11
penyakit sejak tahun 1320 sebelum Masehi. 1. Tingkat kejadian infestasi pada manusia
Beberapa penyakit yang bersumber dari tikus menjadi nol;
antara lain 31 jenis disebabkan oleh cacing, 28 2. Tingkat kejadian infestasi pada hewan
jenis disebabkan oleh virus, 26 jenis menjadi nol;
disebabkan oleh bakteri, 14 jenis disebabkan 3. Jumlah keong yang terinfestasi menjadi
oleh protozoa, dan delapan jenis disebabkan nol.
oleh riketsia.3 Status eliminasi tersebut akan diberikan

28
Tingkat Infestasi Schistosomiasis.......... (Anis Nur Widayati, dkk.)

WHO melalui proses veri ikasi yang dilakukan d i l a k u k a n p e n g u k u ra n b e ra t b a d a n ,


setelah periode surveilan pascaintervensi pengukuran panjang total badan dan ekor
selama minimal lima tahun berturut-turut yang meliputi ukuran dari ujung hidung
setelah tidak ada infestasi baru yang sampai ujung ekor (Panjang total = PT),
dilaporkan pada manusia, hewan mamalia, panjang ekor, ukuran dari pangkal sampai
serta keong hospes perantara.11 ujung (Panjang Ekor = PE), panjang telapak
Dalam rangka menuju eliminasi kaki belakang, dari tumit sampai ujung kuku
schistosomiasis, maka data tingkat infestasi (Panjang kaki belakang=K), panjang telinga,
schistosomiasis pada hewan mamalia salah dari pangkal daun telinga sampai ujung daun
satunya tikus diperlukan untuk mengetahui telinga (T), berat badan, dan jumlah puting
adanya penularan schistosomiasis secara susu pada tikus betina, yaitu jumlah puting
silvatik. Selain itu tikus juga merupakan susu di bagian dada dan perut (Dada (D) +
hewan sentinel yang menjadi penanda bahwa Perut (P)). Contoh 2 + 3 = 10 artinya dua
di sekitar lokasi tikus positif terinfestasi pasang di bagian dada dan tiga pasang di
schistosomiasis ditemukan, terdapat keong b a g i a n p e r u t s a m a d e n ga n 1 0 b u a h .
2
perantara schistosomiasis. Oleh karena itu, Pengukuran dalam satuan milimeter (mm)
Penelitian ini bertujuan untuk dan gram (gr). Hasil pengukuran dan
mengidenti ikasi jenis tikus dan tingkat pengamatan dicocokkan dengan kunci
infestasi S. japonicum pada tikus di daerah identi ikasi tikus.13
endemis schistosomiasis Napu, khususnya di Setelah diidenti ikasi, tikus dibedah
Desa Dodolo dan Kaduwaa, Kabupaten Poso, menggunakan peralatan bedah / dissecting kit
Sulawesi Tengah. yang steril. Organ hepar dan intestin (usus)
untuk diperiksa keberadaan telur cacing
BAHAN DAN METODE S.japonicum pada jaringan hepar dan
Penelitian dilakukan setelah pembuluh darah di sekitar usus. Selanjutnya,
mendapatkan ijin dari Komisi Etik Badan diambil sedikit potongan dari organ hepar,
Litbang Kesehatan, Kemenkes RI berdasarkan dibuat preparat dengan cara diambil sedikit
surat no. LB.02 011/2/KE.022/2018. dan dihaluskan di atas kaca objek lalu ditutup
Penangkapan tikus dilakukan menggunakan dengan kaca penutup. Pemeriksaan preparat
perangkap mati 100 buah selama tiga malam ini dilakukan di bawah mikroskop compound
dengan umpan kelapa bakar. Pada penelitian untuk mendeteksi telur cacing S. japoncium
ini digunakan perangkap mati untuk dengan pembesaran 10 kali, selanjutnya
memudahkan penanganan tikus dalam u n t u k m e m p e rj e la s te lu r di la ku ka n
pemeriksaan cacing schistosomiasis. pemeriksaan dengan pembesaran 40 kali.14
Pemasangan perangkap pada habitat non- Telur S. japonicum berbentuk oval membulat,
pemukiman ditandai dengan pita jepang, dengan duri/spina tumpul di bagian lateral
diletakkan di semak-semak dekat akar pohon, (tidak selalu terlihat, tergantung posisi telur
batang pohon tumbang, dan lubang tanah. dalam preparat). Dalam telur terlihat calon
Jarak pemasangan antar perangkap kurang mirasidium yang akan menetas apabila telur
lebih 10 m. Perangkap dipasang di dua lokasi, terkena air. Telur berukuran 95-135 x 50-60
yaitu di Desa Dodolo dan Desa Kaduwaa, mikron.14 Cacing S. japonicum dewasa dicari
Kecamatan Lore Utara, Kabupaten Poso, dengan menggunakan pinset pada pembuluh
Provinsi Sulawesi Tengah pada Mei – Juni darah vena hati dan vena mesentrika (usus).14
2018. Pemilihan lokasi pada studi ini
berdasarkan data dari Dinas Kesehatan HASIL
Provinsi Sulawesi Tengah yang melaporkan Jumlah dan jenis tikus yang tertangkap
bahwa kedua desa tersebut memiliki di Desa Dodolo dan Kaduwaa dapat dilihat
prevalensi Schistosomiasis paling tinggi pada Tabel 1. Berdasarkan hasil tikus yang
diantara daerah lainnya. 12 tertangkap, jenis tikus yang ditemukan di
Penentuan jenis tikus digunakan tanda- Desa Dodolo lebih variatif yaitu (enam
tanda morfologi luar yang meliputi: warna spesies) bila dibandingkan dengan Desa
dan jenis rambut, warna dan panjang ekor, Kaduwaa (tiga spesies). Berdasarkan jumlah
bentuk dan ukuran tengkorak. Selain itu tikus yang tertangkap di Desa Desa Dodolo

29
(15 ekor) juga lebih banyak dibandingkan argentiventer, R.tanezumi, dan R. exulans
jumlah tikus di Desa Kaduwaa. (Tabel 1).
Jumlah total tikus yang tertangkap di Pada penelitian ini ditemukan spesies
Desa Dodolo sebanyak 15 ekor. Jenis tikus endemis Sulawesi, yaitu P. dominator. Tikus
yang ditemukan, yaitu Rattus argentiventer, tersebut memiliki ciri yang sangat khas yaitu
Rattus sp., R.tanezumi, R.exulans, Maxomys ekor bicolor atau dua warna, yaitu hitam dan
muechenbroekii, dan Paruromys dominator putih.15 Tikus endemis tersebut memiliki
(Tabel 1). Jumlah total tikus yang tertangkap bobot yang paling besar dibandingkan spesies
di Desa Kaduwaa adalah 13 ekor perangkap. tikus lain yang tertangkap. Rerata bobot
J e n i s t i ku s ya n g d i t e m u k a n ya i t u R . badaan setiap jenis spesies yang tertangkap

Tabel 1. Jumlah dan spesies tikus yang tertangkap di daerah endemis Schistosomiasis
Napu pada tahun 2018.

Lokasi Spesies tikus


Jum lah Positif S.japonicum

Desa Dodolo Rattus argentiventer


2 0
Maxomys musschenbroeckii
1 0
R. tanezumi 7 5
Rattussp. 3 2
R. exulans 1 0
Paruromys dominator 1 0
Total 15 7

Desa Kaduwaa R.exulans 8 2


R.argentiventer
2 0
R. tanezumi 3 1
Total 13 3

dapat dilihat pada Tabel 2. 3/13).


Berdasarkan jumlah spesies tikus yang Ditinjau dari lokasi pemasangan perangkap di
tertangkap, R. exulans dan R. tanezumi Desa Dodolo, terbukti bahwa perangkap yang
merupakan spesies yang paling banyak dipasang di daerah fokus sekitar bendungan
terdistribusi di Desa Kaduwaa dan Desa didapatkan tikus lebih banyak dibandingkan
Dodolo. Namun demikian, jumlah R. Exulans dengan lokasi yang lain. pada lokasi tersebut
yang tertangkap di Desa Kaduwaa lebih ditemukan empat ekor tikus dari tiga jenis
banyak daripada di Desa Dodolo, yaitu spesies tikus, R.tanezumi, R.exulans, dan
berturut-turut 61,5% (8/13) dan 6,67% Rattus sp. (Tabel 3). Pada saat dilakukan
(1/15). Sebaliknya, R. tanezumi ditemukan survei, di daerah fokus keong sekitar
lebih banyak di Desa Dodolo (46,67%; 7/15) bendungan sedang ditanami jagung oleh
dibandingkan di Desa Kuwadaa (23,07%; warga, sehingga mungkin saja banyak tikus

Tabel 2. Rerata Bobot Tikus yang Tertangkap di Lokasi Survei.


Rerata Bobot Tikus
No Spesies Tikus
(gram)
1 Rattus argentiventer 108,5
2 Maxomys musschenbroeckii 46
3 Rattus tanezumi 146,7
4 Rattus exulans 45,1
5 Paruromys dominator 237
6 Rattus sp. 131,5

30
Tingkat Infestasi Schistosomiasis.......... (Anis Nur Widayati, dkk.)

yang tertangkap. Akan tetapi di lokasi ditemukan paling banyak di daerah fokus
tersebut tidak ditemukan tikus yang keong di sekitar kebun cokelat. Ditemukan
terinfestasi S.japonicum. Tikus yang positif dua ekor tikus jenis R.tanezumi dan R.exulans
S.japonicum di Desa Dodolo ditemukan di positif S.japonicum dari lokasi pemasangan
lokasi pemasangan perangkap daerah fokus perangkap kebun cokelat.
keong kebun cokelat dan sekitar pohon aren, Hasil penelitian juga menunjukkan
yaitu masing – masing ditemukan dua tikus bahwa 46,67 % (7/15) jumlah tikus yang
positif S.japonicum dari jenis R.tanezumi. tertangkap di Desa Dodolo terinfestasi
Jumlah tikus yang ditemukan di Desa schistosomiasis yang terdiri atas R. tanezumi
Kaduwaa paling banyak ditemukan di daerah 33,33% (5/15) dan Rattus sp. 13,33%
fokus keong di sawah belakang gereja, yaitu (2/15). Jumlah tikus yang tertangkap dan
ditemukan tujuh ekor tikus, terdiri atas tiga terinfestasi schistosomiasis di Desa Kaduwaa
jenis spesis, yaitu R. exulans, R.argentiventer, adalah 23,07% yang terdiri atas R. exulans
dan R.tanezumi (Tabel 3). Serupa dengan hasil 15,38% (2/13), dan R. tanezumi 7,69%
pemeriksaan tikus di Desa Dodolo, tikus (1/13).
positif S.japonicum di Desa Kaduwaa

Tabel 2. Tikus yang Tertangkap Berdasarkan Lokasi Pemasangan Perangkap.



Lokasi Pemasangan Tikus Tertangkap
No S. japonicum
Perangkap Jenis Jumlah
Desa Dodolo
1 Daerah fokus keong Rattus argentiventer 1 -
kebun bambu Maxomys musschenbroeckii 1 -
Rattus sp. 1 +

2 Daerah fokus keong R. tanezumi 1 +
saluran air

3 Daerah fokus keong R.tanezumi 2 + (2)
pohon aren

4 Daerah fokus keong R.tanezumi 2 + (2)
kebun cokelat

5 Daerah fokus keong R.tanezumi 2 -
sekitar bendungan Rattus sp. 1 -
R. exulans 1 -

6 Daerah fokus keong Paruromys dominator 1 -
pohon enau Rattus sp. 1 +

7 Daerah fokus keong R. argentiventer 1 -
padang rumput

Desa Kaduwaa
1 Daerah fokus keong Rattus exulans 3 +(1)
kebun cokelat R.tanezumi 1 +
R.argentiventer 1 -

2 Daerah fokus sawah R. exulans 1 -
Kampung Toraja

3 Daerah fokus sawah R. exulans 4 + (1)
belakang gereja R.argentiventer 1 -
R.tanezumi 2 -

Total 28 10

31
PEMBAHASAN juga menjadi hospes de initif schistosomiasis
19,20
Tikus endemis yang ditemukan di di Afrika Barat.
Sulawesi dilaporkan sebanyak 53 spesies. Pada penelitian ini ditemukan empat
Spesies yang sudah terkon irmasi positif jenis tikus yang terinfestasi schistosomiasis,
schistosomiasis adalah sebanyak empat jenis, yaitu R. exulans, R. tanezumi, Rattus sp., dan
yaitu R. exulans, R. marmosurus, R. norvegicus, Paruromys dominator. Rattus tanezumi
2
R. palellae. Keragaman spesies tikus pada diketahui memiliki habitat yang dekat dengan
daerah endemis tersebut diduga akan terus pemukiman. Apabila populasi tikus yang
bertambah karena eksplorasi studi tikus di positif schistosomiasis tinggi dan bersirkulasi
Sulawesi masih terbatas, baik melalui bebas di sekitar pemukiman, maka kondisi ini
ekspedisi penelitian teraktual maupun akan menempatkan masyarakat pada tingkat
analisis lanjut spesimen tikus tersimpan. risiko penularan schistosomiasis yang tinggi
Seperti wilayah lain di Asia Tenggara, pula. Tikus mampu menyebarkan telur cacing
Sulawesi juga mengalami deforestasi yang S. japonicum disepanjang daerah
terus meningkat akibat perubahan tata guna penyebarannya.
lahan. Hal tersebut mengakibatkan kerusakan Berdasarkan lokasi pemasangan
ekosistem dan habitat fauna terutama tikus, perangkap, R. exulans juga diketahui memiliki
perubahan respon pada setiap spesies tikus habitat di sekitar ladang tempat penduduk
terhadap perubahan struktur habitat yang beraktivitas. Di Desa Dodolo dan Kaduwaa
berujung pada perubahan distribusi tikus banyak ditemukan daerah fokus. Daerah
serta peningkatan risiko penularan penyakit fokus keong adalah tempat atau lokasi yang
15,16
yang dibawanya. menjadi habitat keong perantara
Penyebab schistosomiasis di Indonesia schistosomiasis. daerah fokus keong di Desa
adalah cacing trematoda S. japonicum. Cacing Dodolo dan Kaduwaa banyak ditemukan di
S.japonicum dewasa hidup di vena hepatika lokasi kebun cokelat dan persawahan milik
d a n v e n a m e s e n t e r i k a . A k i b a t ya n g penduduk. Banyaknya tikus positif
ditimbulkan oleh schistosomiasis tingkat schistosomiasis dari jenis tikus komensal dan
lanjut adalah terjadinya pembengkakan peridomestik, yaitu R. tanezumi dan R.exulans
hepar, limpa sehingga menimbulkan ascites menunjukkan bahwa masih terjadi siklus
atau pembengkakan perut penderita. Apabila penularan yang melibatkan satwa liar yang
tidak diobati schistosomiasis dapat berada di sekitar area penduduk beraktivitas.
menimbulkan kematian.17 Sebuah penelitian di Pulau Corsica
Penularan schistosomiasis menunjukkan bahwa tikus Rattus rattus dan
membutuhkan keong sebagai hospes Mus musculus berperan dalam penularan
perantara, di Indonesia keong perantara schistosomiasis di wilayah tersebut.21
schistosomiasis adalah keong O. hupensis Beratnya infestasi S.japonicum dapat
lindoensis. Ada 13 mamalia yang diketahui terlihat pada organ hepar tikus yang dibedah.
terinfestasi oleh schistosomiasis antara lain: Pada tikus dengan infestasi schistosomiasis
sapi (Bos sundaicus), kerbau (Bubalus yang berat, terlihat organ hepar berwarna
bubalis), kuda (Equus cabalus), anjing (Canis hitam dan jaringannya lebih keras dan
familiaris), babi (Sus sp), musang (Vivera tampak bergranula. Berbeda dengan tikus
tangalunga), rusa (Cervus timorensis), yang terinfestasi sedikit cacing S.japonicum,
b e r b a g a i j e n i s t i k u s ( R . e x u l a n s , R . organ hepar terlihat masih berwarna merah
2
marmosurus, R. norvegicus, R. palellae). meskipun agak kehitaman. Hal tersebut
Berdasarkan literatur diketahui bahwa terjadi akibat reaksi imunologis tubuh tikus
rodents, kambing, sapi, kerbau, dan anjing dalam merespon telur cacing yang
juga berperan dalam penularan terperangkap dalam jaringan hepar tikus.
schistosomiasis di China. Prevalensi pada Telur cacing harusnya dikeluarkan bersama
rodents ditemukan 0-9,21%, anjing 0-18,7%, dengan tinja melalui usus, akan tetapi ada
dan kambing sebesar 6,9-46,4%.18 Sebuah sebagian yang terbawa aliran darah ke hepar
penelitian di Afrika Barat pada tahun 2017 dan terperangkap dalam jaringan hepar.
menunjukkan bahwa hewan rodents dari jenis Reaksi tersebut berupa terbentuknya
Arvicanthis niloticus dan Mastomys huberti jaringan ibrosis pada hepar, sehingga

32
Tingkat Infestasi Schistosomiasis.......... (Anis Nur Widayati, dkk.)

menimbulkan kerusakan jaringan hepar O.hupensis lindoensis. Di dalam tubuh keong,


diikuti dengan kematian sel dan mirasidium akan berkembang menjadi
pembengkakan organ, yang dikenal dengan serkaria induk yang akan menjadi banyak
hepatomegali. serkaria yang akan keluar dari tubuh keong
Berdasarkan lokasi pemasangan dan mencari hospes mamalia lain.
perangkap, tikus yang paling banyak Stadium cacing S. japonicum yang
d i t e m u k a n a d a l a h d i d a e ra h s e k i t a r ditemukan pada tikus positif S. japonicum
bendungan dan kebun cokelat. Hal tersebut adalah stadium cacing dewasa dan stadium
dimungkinkan karena pada saat dilakukan telur. Kedua stadium tersebut bukan
survei, di daerah sekitar fokus keong merupakan stadium infektif dari cacing
bendungan, sedang ditanam jagung dan S.japonicum. Namun, keberadaan tikus positif
sudah mulai berbuah, sehingga cacing S.japonicum di sekitar daerah aktivitas
dimungkinkan untuk tertangkap banyak tikus penduduk, apalagi di daerah tersebut juga
di daerah tersebut, karena aktivitas tikus ditemukan keong perantara schistosomiasis,
mencari makanan. Begitu juga di daerah perlu dijadikan suatu kewasapadaan, karena
kebun cokelat, sebagian besar buah cokelat hal tersebut berarti sumber penularan
pada lokasi tersebut sudah mulai masak, schistosomiasis masih ada di sekitar tempat
sehingga banyak tikus beraktivitas mencari penduduk beraktivitas sehari – hari.
makanan di daerah tersebut. Akan tetapi, Keberadaan keong perantara di daerah yang
jumlah tikus yang terinfestasi S.japonicum ditemukan tikus positif cacing S. japonicum
ditemukan di daerah fokus keong yang berada akan menyebabkan siklus penularan atau
di sekitar kebun cokelat penduduk, baik di siklus hidup cacing tersebut akan terus
Desa Dodolo maupun Desa Kaduwaa. berlangsung.
Frekuensi penduduk beraktivitas di Hasil pemeriksaan organ hepar cacing
kebun cokelat di Desa Dodolo dan Desa dengan cara digerus dan diamati di bawah
Kaduwaa cukup tinggi, mulai dari memangkas mikroskop, ditemukan telur cacing
dahan cokelat, membersihkan aliran air di S.japonicum dalam jumlah cukup banyak dan
kebun cokelat, sampai memetik buah cokelat. bergerombol. Telur dalam jaringan hepar
Penduduk yang beraktivitas di lokasi tersebut merupakan telur yang tidak bisa dikeluarkan
berisiko tertular karena fase infektif cacing bersama dengan tinja, sehingga terbawa
S.japonicum, berupa serkaria yang keluar dari aliran darah dan terperangkap dalam jaringan
keong perantara, O.hupensis lindoensis berada h e p a r. Ke r u s a k a n j a r i n g a n b i a s a nya
di aliran air di kebun cokelat tersebut. disebabkan karena banyaknya telur yang
17
Penduduk bisa terinfestasi schistosomiasis terperangkap dalam hepar.
apabila beraktivitas di daerah tersebut dan Pada pemeriksaan tikus juga
tidak menggunakan alat pelindung diri ditemukan jenis cacing lain selain
berupa sepatu boot dan sarung tangan. S.japonicum, yaitu Hymenolepis diminuta, dan
Pada penelitian ini ditemukan tiga Capillaria hepatica. Cacing C.hepatica
spesies tikus yang positif S.japonicum, yaitu merupakan salah satu jenis Nematoda (cacing
R.tanezumi, R.exulans, dan Rattus sp. Apabila bulat) yang terdistribusi secara luas di
dilihat dari spesies tikus, maka R.tanezumi seluruh dunia dan memiliki peran yang
merupakan tikus yang paling banyak penting di bidang kesehatan, karena telah
terinfestasi. Rattus tanezumi tersebut diketahui dapat menyebabkan penyakit
merupakan tikus domestik, yang memiliki infestasi yang disebut Capillariasis. Cacing C.
habitat dan daerah jelajah di sekitar hepatica pertama kali ditemukan oleh
pemukiman maupun aktivitas manusia. Hal Brancorf pada tahun 1893 dan diberi nama
t e r s e b u t d a p a t m e n i n g k a t k a n r i s i ko Hepaticola hepatica, tetapi ada juga orang
penularan schistosomiasis, karena tikus yang menyebutnya Calodium hepaticum.
dapat mengeluarkan tinja yang bisa saja Cacing ini paling banyak ditemukan dalam
mengandung telur cacing S.japonicum di tubuh rodeno (hewan pengerat) dan
mana saja. Apabila telur tersebut menyentuh lagomorpha (kelompok kelinci) selain itujuga
air, maka akan menetas menjadi mirasidium ditemukan pada tupai, anjing dan kera.
ya n g a k a n b e r e n a n g m e n c a r i k e o n g Namun secara aksidental dapat pula

33
menginfestasi manusia. Infestasi dapat terjadi Lingkungan Hidup, dan Balai Besar Taman
secara kebetulan karena menelan telur C. Nasional Lore Lindu.28
hepatica yang infektif yang terdapat di tanah Peran lintas sektor dalam pengendalian
yang berasal dari kotoran hewan yang saat ini sudah berjalan akan tetapi kurang
4,22,23
terinfestasi cacing tersebut. maksimal. Hasil penelitian menunjukkan
Capillariasis pada tikus di Indonesia 53,6% kegiatan yang direncanakan dalam
pernah dilaporkan di Banjarnegara, Jawa roadmap tidak terlaksana tahun 2018.
4,24
Tengah dan di Lampung. Capillaria Perbandingan jumlah fokus yang ditemukan
menimbulkan lesi pada hepar tikus seperti pada akhir tahun 2018 tidak jauh berbeda
22
yang pernah dilaporkan di Brazil. dengan sebelum kegiatan pengendalian.
Genus Hymenolepis diketahui dapat Prevalensi schistosomiasis pada manusia
menimbulkan efek patologis pada berbagai tahun 2018 berkisar 0-5,1%. Prevalensi
organ mamalia, khususnya tikus. Infestasi H. schistosomiasis pada hewan berkisar 0-
29
diminuta pada manusia jarang terjadi. 10%. Sektor kesehatan saat ini masih
Infestasi H. diminuta pada manusia seringkali berperan sebagai leading sector dalam
4
tanpa gejala. Kasus Hymenolepis yang pernah pengendalian schistosomiasis.
dilaporkan pada manusia yaitu di India,
25,27
Spanyol, Odisha, dan Sisilia Timur. KESIMPULAN
Berdasarkan survei yang dilakukan Tingkat infestasi schistosomiasis pada
oleh Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi tikus di Desa Dodolo ditemukan sebesar 46,67
Te n g a h m e n u n j u k k a n b a h w a k a s u s % yang terdiri dari R. tanezumi 33,33% dan
schistosomiasis masih ber luktuasi dari Rattus sp. 13,33%. Tingkat infestasi pada
tahun 2011-2018 pada manusia, pada keong tikus di Desa Kaduwaa adalah 23,07% yang
dan tikus tahun 2011-2017, serta terjadi terdiri dari R. exulans 15,38% dan R. tanezumi
kecenderungan peningkatan angka 7,69%.
prevalensinya. Upaya pengendalian yang
dilakukan pemerintah setempat meliputi SARAN
survei tinja penduduk, deteksi serkaria pada Pengendalian schistosomiasis
keong dan pemeriksaan tikus. Selain itu juga hendaknya dilakukan secara terintegrasi oleh
dilakukan pengobatan penduduk dengan berbagai lintas sektor mengingat penularan
praziquantel dan pemberantasan keong yang melibatkan hewan liar masih terjadi.
secara mekanik, kimia dan biologi.1 Hal
tersebut mengindikasikan bahwa UCAPAN TERIMA KASIH
pengendalian schistosomiasis tidak dapat Terimakasih penulis ucapkan kepada
dilaksanakan oleh sektor kesehatan saja, tapi Kepala Balai Litbang Kesehatan Donggala atas
selayaknya dilakukan secara terintegrasi oleh dukungan dana dalam pelaksanaan
berbagai lintas sektor, termasuk juga p e n e l i t i a n . Te r i m a ka s i h ke p a d a t i m
pertanian, kehutanan, dan berbagai sektor Laboratorium Schistomiasis Napu, Tim
lain. penelitian, dan semua pihak yang tidak dapat
Peran lintas sektor dalam pengendalian disebutkan satu per satu.
schistosomiasis sudah ditetapkan dengan SK
G u b e r n u r S u l a w e s i Te n g a h N o m o r : DAFTAR PUSTAKA
443.2/201/DISKESDA-G.ST/2012 tentang 1. Nurwidayati A, Sumolang PPF. Fluktuasi
Tim Terpadu Pengendalian Schistosomiasis Schistosomiasis di Daerah Endemis Provinsi
Sulawesi Tengah Tahun 2011-2018. Bul Penelit
Provinsi Sulawesi Tengah tahun 2012-2016.
Kesehat. 2019;47(3):199206.
Tim tersebut terdiri dari Dinas Kesehatan, doi:https://doi.org/10.22435/bpk.v47i3.1276
Balai Litbang P2B2 Donggala, Balitbang 2. Sudomo M. Penyakit Parasitik Yang Kurang
Daerah, Dinas Pertanian, Dinas Peternakan Diperhatikan di Indonesia. In: Orasi
dan Kesehatan Hewan, Dinas PU, Dinas Pengukuhan Profesor Riset Bidang Entomologi
Kehutanan, Dinas Perkebunan, Dinas dan Moluska. Jakarta: Badan Litbang
Kesehatan; 2008.
Pendidikan dan Pengajaran, Dinas Perikanan
3. Ristiyanto, Wibawa T, Budiharta S, Supargiono.
dan Kelautan, Bappeda, Badan pemberdayaan Prevalensi Tikus Terinfeksi Leptospira
masyarakat dan pemerintahan desa, Badan interogans di Kota Semarang Jawa Tengah.

34
Tingkat Infestasi Schistosomiasis.......... (Anis Nur Widayati, dkk.)

Vektora. 2015;7(2):8592. BANJARNEGARA. 2018;1(16).


4. Widiastuti DNPNTA. Identifikasi telur cacing 17. Hadidjaja P. Schistosomiasis di Indonesia.
zoonotik pada feses. 2014;10(02):5358. Jakarta: UI Press; 1985.
5. Khairiyah. Zoonosis dan upaya pencegahannya 18. Van Dorssen CF, Gordon CA, Li Y, et al.
(kasus sumatera utara). J Litbang Pertan. Rodents, goats and dogs - Their potential roles in
2011;30(1):117124. the transmission of schistosomiasis in China.
6. Khariri. Survei keanekaragaman tikus sebagai P a r a s i t o l o g y. 2 0 1 7 ; 1 4 4 ( 1 2 ) : 1 6 3 3 1 6 4 2 .
hewan pembawa bakteri Leptospira di Provinsi doi:10.1017/S0031182017000907
Jawa Tengah Survey of mouse diversity as an 19. Krautz-Peterson G, Debatis M, Tremblay JM, et
animal carrying Leptospira bacteria in Central al. Schistosoma mansoni Infection of Mice, Rats
Java Province. In: Prosiding Seminar Nasional and Humans Elicits a Strong Antibody
Masyarakat Biodiversity Indonesia. Vol 5. ; Response to a Limited Number of Reduction-
2019:4245. doi:10.13057/psnmbi/m050109 Sensitive Epitopes on Five Major Tegumental
7. Suyanto A, Wiroreno W, Saim A. Jenis - Jenis Membrane Proteins. PLoS Negl Trop Dis.
Ti k u s d a n C a c i n g P a r a s i t n y a d i D A S 2 0 1 7 ; 1 1 ( 1 ) : 1 2 1 .
Sekampung, Lampung. Berua Biol. doi:10.1371/journal.pntd.0005306
1984;2:217221. 20. Miranda GS, Rodrigues GM, Gabriela M, et al.
8. Faozan M. Pengendalian Schistosomiasis Schistosoma mansoni Infection in Holochilus
Berbasis Masyarakat (Model Bada). Donggala; sciureus Shows Sex-Related Differences in
2019. Parasitological Patterns. Open J Anim Sci.
9. Gunawan, Hayani Anastasia, Phetisya Pamela 2019;9:173182. doi:10.4236/ojas.2019.92015
F.S R. Kontribusi Hewan Mamalia Sapi, 21. O l e a g a A , R e y O , P o l a c k B , e t a l .
Kerbau, Kuda, Babi dan Anjing dalam Epidemiological surveillance of
Penularan Schistosomiasis di Kecamatan Lindu schistosomiasis outbreak in Corsica (France):
Kabupaten Sigi Propinsi Sulawesi Tengah Are animal reservoir hosts implicated in local
Tahun 2013. Media Litbangkes. 2014;Vol. t r a n s m i s s i o n ? 2 0 1 9 .
24(No. 4):209214. doi:10.1371/journal.pntd.0007543
10. Ginger Budiono N, Satrija F, Ridwan Y, Nur D, 22. Gomes AT, Cunha LM, Bastos CG, Medrado BF,
Hasmawati . Trematodoses in Cattle and Buffalo Assis BCA, Andrade ZA. Capillaria hepatica in
Around Schistosomiasis Endemic Areas in rats  : focal parasitic hepatic lesions and septal
Central Sulawesi Province of Indonesia. J Ilmu fibrosis run independent courses.
P e r t a n I n d o n e s . 2 0 1 8 ; 2 3 ( 2 ) : 11 2 1 2 6 . 2006;101(December):895898.
doi:10.18343/jipi.23.2.112 23. Astuti NTDW. Capillaria hepatica. BALABA J
11. Kementerian KKP dan. Roadmap Eradikasi L I T B A N G P e n g e n d a l i P E N YA K I T
Penyakit Demam Keong (Schistosomiasis) B E R S U M B E R B I N ATA N G
2018 - 2025.; 2018. BANJARNEGARA. 2008;06(01):2122.
12. Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi Tengah. 24. Priyanto D, Ningsih DP. Identification of
Laporan Schistosomiasis Sulawesi Tengah endoparasites in rats of various habitats.
(2011-2018).; 2018. 2014;5(1):4953.
13. Suyanto A. Penuntun Identifikasi Tikus di Jawa 25. Saha R. Human Infection with Hymenolepis
(Field Guide of Rats From Java). Fauna diminuta  : First Case Report from North India.
Indones. 2001;5(1):725. :3637.
14. Subdit Pengendalian Filariasis dan Kecacingan, 26. Patamia I, Cappello E, Castellano-chiodo D,
Direktorat Pengendalian Penyakit Bersumber Greco F, Nigro L, Cacopardo B. CASE
Binatang, Ditjen Pengendalian Penyakit dan REPORT A Human Case of Hymenolepis
Penyehatan Lingkungan KR. Petunjuk diminuta in a Child from Eastern Sicily.
Pengendaian Schistosomiasis di Indonesia. 1 ed. 2 0 1 0 ; 4 8 ( 2 ) : 1 6 7 1 6 9 .
Jakarta: Subdit Pengendalian Penyakit dan doi:10.3347/kjp.2010.48.2.167
Penyehatan Lingkungan; 2015. 27. Gimeno C, Pe AT, Tena D, Illescas S,
15. Suripto BA, Seno A. Jenis-jenis Tikus Amondarain I, Gonza A. Human Infection with
(Rodentia: Muridae) dan Pakan Alaminya di Hymenolepis diminuta  : Case Report from
Daerah Pertanian Sekitar Hutan di Kabupaten Spain. 1998;36(8):23752376.
Banggai, Sulawesi Tengah. J Perlindungan 28. Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi Tengah.
Tanam Indones. 2002;8(1):6374. Laporan Schistosomiasis SUlawesi Tengah.;
16. Aryo, Ardanto; bernadus, Yuliadi; Ika, 2015.
Martiningsih; Dimas, Bagus Wicaksono Putro; 29. Hayani, Anastasia; Junus, Widjaja; Anis,
Arum Sih, Joharina; Anis N. Leptospirosis pada Nurwidayati;, Samarang; Intan, Tolistiawati;
Tikus Endemis Sulawesi (Rodentia: Muridae) Meiske, Koraag; Malonda, Maksud; Yuyun
dan Potensi Penularannya antar Tikus dari SRLM. Evaluasi Pengendalian Schistosomiasis
Provinsi Sulawesi Selatan. BALABA J oleh Lintas Sektor Tahun 2018. Bul Penelit
L I T B A N G P e n g e n d a l i P E N YA K I T Kesehat. 2019;47(4):217226.
B E R S U M B E R B I N ATA N G

35
36

Anda mungkin juga menyukai