Anda di halaman 1dari 27

BAB II

LANDASAN TEORI

2.1 Pondasi

2.1.1 Pengertian Pondasi


Pondasi ialah bagian dari satu system rekayasa yang meneruskan beban yang di
topang oleh pondasi dan beratnya sendiri ke dalam tanah dan batuan yang terletak
dibawahnya. Tegangan-tegangan tanah yang dihasilkan kecuali pada permukaan
tanah merupakan tambahan kepada beban-beban yang sudah ada dalam masa
tanah dari bobot sendiri bahan dan sejarah geologisnya.
Struktur atas merupakan istilah yang biasa dipakai untuk menjelaskan
bagian-bagian dari system rekayasa yang membawa beban kepada pondasi atau
struktur dibawahnya. Istilah struktur atas mempunyai arti khusus untuk bangunan-
bangunan dan jembatan-jembatan, akan tetapi, pondasi tersebut dapat juga hanya
menopang mesin-mesin, mendukung peralatan industrial (pipa, manara, tangka),
bertindak sebagai alas atau papan iklan dan sejenisnya. Karena sebab inilah maka
lebih baik menggambarkan pondasi sebagai bagian dari satu system rekayasa
pendukung beban yang mempunyai bidang antara (interfacing) terhadap tanah
(Joseph E. Bowles, 1997: 1).

2.1.2 Macam-Macam Pondasi


Pondasi adalah bagian terendah dari bangunan yang meneruskan beban
bangunan ke tanah atau batuan yang berada dibawahnya. Terdapat dua klasifikasi
pondasi yaitu pondasi dangkal dan pondasi dalam. Pondasi dangkal di definisikan
sebagai pondasi yang mendukung bebannya secara langsung, seperti: pondasi
telapak, pondasi memanjang, dan pondasi rakit. Pondasi dalam didefinisikan
sebagai pondasi yang meneruskan beban bangunan ke tanah keras atau batu yang
relative jauh dari permukaan, contohnya pondasi sumruran dan pondasi tiang.
macam –macam contoh tipe pondasi diberikan dalam gambar 2.1
(H.C.Hardiyatmo, 1996: 62).

4
5

Gambar 2.1 Macam macam pondasi


a. Pondasi memanjang
b. Pondasi telapak
c. Pondasi rakit
d. Pondasi sumuran
e. Pondasi tiang
(Sumber: H.C. Hardiyatmo, 1996: 63)

2.1.3 Pondasi Tiang Bor


Pondasi tiang bor adalah salah satu jenis pondasi dalam berbentuk
tabung yang terdiri dari campuran beton bertulang dengan dimensi dan ukuran
tertentu sesuai dengan perhitungan dan dipasang di dalam tanah dengan
menggunakan metode pengeboran sampai pada kedalaman yang memiliki tingkat
kekerasan tanah yang cukup untuk menopang beban dari satu bangunan.
6

Pemasangan tiang bor biasanya dimulai dengan proses melubangi tanah


sampai kedalaman tertentu dengan dimensi vertikal menggunakan teknik
pengeboran dengan mesin tiang bor, ada dua teknik pengeboran yang biasa
dipakai yaitu memakai teknik metode bor kering atau bisa menggunakan teknik
pengeboran basah. Pelubangan dilakukan sampai dengan kedalaman yang telah
ditentukan sebelumnya atau sampai tanah keras yang memenuhi perhitungan daya
dukung yang telah diperhitungkan sebelumnya yang biasanya mengikuti data
sondir penyelidikan daya dukung tanah sebelum proses pelaksanaan pekerjaan
tiang bor. Biasanya ukuran pondasi yang sering sipakai adalah diameter 20 cm, 30
cm dan 40 cm, sesuai dengan tersedianya mata bor. Seperti layaknya pondasi
tiang, maka pondasi pada dudukan beton pile (pile cap). Fungsi dudukan beton
adalah mengikatkan tulangan pondasi pada kolom dan sloof. Selain itu fungsinya
adalah untuk transfer tekanan beban di atasnya.
Beberapa keuntungan dalam pemakaian pondasi tiang bor yaitu pada
proses pelaksanaannya tidak menimbulkan gangguan suara dan getaran yang
membahayakan atau menganggu bangunan atau penduduk di sekitarnya, pondasi
tiang bor dapat dipasang menembus batuan, diameter tiang memungkinkan dibuat
besar bila diperlukan ujung bawah tiang bor dapat dibuat lebih besar untuk
memperbesar kapasitas daya dukungnya.
Adapun kelemahan dari pondasi tiang bor yaitu pengecoran tiang bor
dipengaruhi oleh kondisi cuaca, pengecoran akan lebih sulit apabila dipengaruhi
air tanah karena mutu beton tidak dapat dikontrol dengan baik, mutu beton hasil
pengecoran tidak terjamin keseragamannya di sepanjang badan tiang bor sehingga
mengurangi kapasitas dukung tiang bor terutama bila tiang bor cukup dalam,
pengeboran dapat mengakibatkan gangguan kepadatan bila tanah berupa pasir
atau tanah yang berkerikil, air yang mengalir ke dalam lubang tiang bor dapat
mengakibatkan gangguan tanah, sehingga mengurangi kapasitas daya dukung
tiang, akan terjadi tanah runtuh jika tindakan pencegahan tidak dilakukan maka
dipasang temporary casing untuk mencegah terjadinya kelongsoran. (Nunik Dwi
Wibarini, 2016: 22-23).
7

2.2 Pembebanan
Pada bangunan tinggi biasanya menggunakan analisa yang telah selesai
tanpa memperhatikan saat proses pembangunan gedung atau bangunan.
Pembebanan seperti ini mengasumsikan berat sendiri dan berbagai beban yang
ada tidak bekerja pada saat pembangunan dan bekerja pada saat bangunan telah
selesai dikerjakan. Perhitungan seperti ini disebut sebagai perhitungan yang
menggunakan metode langsung. Berikut adalah berbagai beban yang bekerja pada
bangunan gedung.

2.2.1 Beban Mati / Dead Load (D)

Menuturut SNI 1727, 2013 beban mati adalah berat seluruh bahan
konstruksi bangunan gedung yang terpasang, termasuk dinding, lantai, atap,
plafon, tangga, dinding partisi tetap, finishing, klading gedung dan komponen
arsitektural dan struktural lainnya serta peralatan layan terpasang lain termasuk
berat keran.

2.2.2 Beban Hidup / Live Load (L)

Menurut SNI 1727, 2013 beban hidup adalah beban yang diakibatkan
oleh pengguna dan penghuni bangunan gedung atau stuktur lain yang tidak
termasuk beban konstruksi dan beban lingkungan, seperti beban angin, beban
hujan, beban gempa, beban banjr, atau beban mati.
2.2.3 Beban Gempa / Earthquake Load (E)

Beban gempa adalah semua beban statik ekuivalen yang bekerja pada
gedung atau bagian gedung yang menirukan pengaruh dari gerakan tanah akibat
gempa itu. Dalam hal ini pengaruh gempa pada struktur gedung dapat ditentukan
berdasarkan suatu analisa dinamik, yang dimaksud dengan beban gempa disni
adalah gaya-gaya didalam struktur tersebut yang terjadi oleh gerakan tanah akibat
gempa itu (Peraturan Pembebanan Untuk Gedung Pasal 1.0. No. 4 Tahun 1983).

Beban gempa ialah beban yang diakibatkan oleh adanya pergerakan


lempeng tanah yang berada dibawah struktur suatu gedung atau banguanan.
Akibat pergerakan tanah tersebut membuat struktur bangunan yang berada di
8

atasnya menjadi bergoyang. Goyangan tersebut di asumsikan sebagai beban


horizontal terhadap struktur bangunan atau gedung di atasnya dan kemudian di
formutasikan sebagai beban gempa (Anugrah Pamungkas dan Erny Harianti, 2013
: 4).

SNI 1726:2012 tentang “Tata cara perencanaan ketahanan gempa untuk


struktur bangunan gedung dan non gedung” menjadi acuan dalam menganalisa
beban gempa yang terjadi pada gedung dan non gedung. Dalam perencanaan
pondasi tiang bor pada Hotel dan Apartemen Arnava ini menggunakan dua
metode analisa gempa yakni metode analisa respon spectrum dan analisa static
ekivalen.

Berdasarkan SNI 1726:2012 tentang “Tata cara perencanaan ketahanan


gempa untuk struktur bangunan gedung dan non gedung”, peta-peta gerak tanah
seismik dan koefisien risiko dari gempa maksimum yang dipertimbangkan
(Maximum Considered Earthquake, MCE) yang ditunjukkan pada gambar 2.2 dan
gambar 2.3 yaitu parameter respons spektral percepatan gemba MCER terpetakan
untuk pireoda 0,2 detik (Ss) dan parameter respons spektral perencanaan gempa
MCER terpetakan untuk perioda 1,0 detik (Ss).

Gambar 2.2 Ss, Gempa Maksimum yang Dipertimbangkan Risiko Tertarget


(MCER) Kelas Situs SB

(Sumber SNI 1726, 2012: 134)


9

Gambar 2.3 Ss, Gempa Maksimum yang Dipertimbangkan Resiko Tertarget


(MCER) Kelas Situs SB

(Sumber SNI 1726, 2012: 135)

2.2.4 Beban Kombinasi Terfaktor

Dari berbagai beban yang ada kemudian dimasukan kedalam kombinasi


pembebanan sesuai dengan SNI 03-1726-2012. Berbagai komponen dan elemen-
elemen struktur termasuk pondasi harus dirancang untuk mampu menahan
berbagai pengaruh beban yang ada. Seluruh elemen struktur yang dirancang harus
mampu menahan beban dengan kombinasi sebagai berikut.

Tabel 2.1 Kombinasi Beban Untuk Metode Ultimit dan Metode Tegangan Ijin

Beban Metode Ultimate Metode Tegangan Ijin


Beban Mati 1,4 D D
Beban Hidup D+L
1,2 D + 1,6 L +0,5 (Lr atau R) D + (Lr atau R)
D + 0,75 L + 0,75 (Lr atau R
Beban Angin 1,2 D + 1,6 (Lr atau R)+(L atau 0,5 W) 0,6 D + 0,6 W
1,2 D + 1,0 W +L + 0,5 (Lr atau R) 0,6 D + 0,7 E
0,9 D + 1,0 W D +(0,6W atau 0,7 E)
Beban Gempa D + 0,75 (0,6W atau 0,7 E)
1,2 D +1,0 W + L D + 0,75 (0,6W atau 0,7 E) +
0,9 D + 1,0 E 0,75 L + 0,75 (Lr atau R)

(Sumber : SNI-1726- 2012:15-16)


10

2.3 Daya Dukung Ijin Tiang


Daya dukung ijin tiang ditinjau berdasarkan dua hal yakni kekuatan ijin
tekan dan kekuatan ijin tarik. Hal tersebut dipengaruhi oleh berbagai kondisi tanah
dan kekuatan material dari tiang itu sendiri (Anugrah Pamungkas dan Erny
Harianti, 2013 : 42).
2.3.1 Daya Dukung Ijin Tekan

Analisis daya dukung ijin tekan pondasi tiang terhadap kekuatan tanah
mempergunakan formula sebagai berikut :
Berdasarkan data N SPT (Meyerhof)
𝒒𝒄 𝒙𝑨𝒑 𝑻𝒇 𝒙𝑨𝒔𝒕
𝑷𝒂 = + (2.1)
𝑭𝑲𝟏 𝑭𝑲𝟐

dimana:
P𝑎 = daya dukung ijin tekan tiang
qc = tahanan ujung konus sondir
Ap = luas penampang tiang
Tf = total friksi/jumlah hambatan pelekat
Ast = keliling penampang tiang
FK1, FK2 = faktor keamanan, 3 dan 5

(Sumber : Anugrah Pamungkas dan Erny Harianti, 2013 : 42)


2.3.2 Daya Dukung Ijin Tarik

Analisis daya dukung ijin tarik pondasi tiang terhadap kekuatan tanah
mempergunakan formula sebagai berikut:
Berdasarkan Data sondir (Guy Sangrelat, Mayerhof)
(𝑻𝒇 𝒙𝑨𝒔𝒕 )𝒙 𝟎,𝟕𝟎
𝑷𝒕𝒂 = + 𝑾𝒑
𝑭𝑲𝟐

(2.2)

P𝑡𝑎 = daya dukung ijin tarik tiang

Wp = berat pondasi

(Sumber : Anugrah Pamungkas dan Erny Harianti, 2013 : 50)


11

2.4 Jumlah Tiang yang Dibutuhkan


Perhitungan jumlah tiang yang diperlukan pada satu titik kolom
menggunakan beban aksial dengan kombinasi beban DL+LL (beban tak
berfaktor). Jumlah tiang yang diperlukan ditentukan dengan cara dengan membagi
gaya aksial yang terjadi dengan daya dukung tiang.
𝑷
np = (2.3)
𝑷𝒂𝒍𝒍

dimana:
np = jumlah tiang
P = gaya aksial yang terjadi
P all = daya dukung ijin tiang
(Sumber : Anugrah Pamungkas dan Erny Harianti, 2013 : 50).
2.5 Efisiensi Kelompok Tiang
Perhitungan jumlah tiang yang ada pada pasal 2.4 masih belum sempurna
dikarenakan belum dikurangi dengan adanya pengurangan daya dukung yang
disebabkan oleh tumpeng tindihnya garis-garis tegangan dari tiang yang saling
berdekatan (group action). Pengurangan daya dukung ini biasanya dinyatakan
dalam satu angka efisiensi Perhitungan efisiensi kelompok tiang berdasarkan
rumus Converse-Labbare dari Uniform Building Code AASHTO adalah:

(𝒏′ − 𝟏)𝒎 + (𝒎 − 𝟏)𝒏′


𝐄𝐠 = 𝟏 – 𝛉 (2.4)
𝟗𝟎 𝒎𝒏′
Dimana:

Eg = efisiensi kelompok tiang


𝜃 = arc tg (D/s) (derajat)
D = ukuran penampang tiang
s = jarak antar tiang (as ke as)
m = jumlah tiang dalam satu kolom
n = jumlah tiang dalam satu baris
Daya dukung ijin kelompok tiang = Eg x jumlah tiang x daya dukung ijin tiang.
Daya dukung kelompok tiang pada saat direncanakan harus lebih besar dari gaya
aksial yang terjadi (Anugrah Pamungkas dan Erny Harianti, 2013 : 50).
12

2.6 Jarak antar Tiang dalam Kelompok


Tiang-tiang jarang dipasang pada lokasi yang benar-benar lurus seperti
yang sudah direncanakan. Hal ini menyebabkan masih ada momen lentur kolom
yang harus ditahan oleh kepala tiang. Sehingga disarankan untuk mengggunakan
paling sedikit 3 tiang untuk pondasi kolom utama dan dua tiang untuk pondasi
dinding memanjang. Menurut Teng 1962 dalam H.C.Hariyatmo Jarak antar tiang
dalam tiang kelompok disarankan pada tabel 2.2 sebagai berikut (sumber: H.C.
Hardiyatmo, 2008: 192-193).

Tabel 2.2 jarak tiang minimum


Fungsi tiang Jarak as-as tiang minimum
Tiang dukung ujung dalam tanah keras 2-2,5d atau 75 cm
Tiang dukung ujung pada batuan keras 2d atau 60 cm
Tiang gesek 3-5d atau 75 cm
(Sumber: H.C. Hardiyatmo, 2008: 192-193)

Gambar 2.4 Jarak Pusat ke Pusat Tiang


(Sumber : H.C.Hariyatmo, 2008: 194)
13

2.7 Beban Maksimum Tiang pada Kelompok Tiang


Tiang-tiang akan mengalami gaya tekan atau Tarik yang diakibatkan oleh
adanya beban-beban vertical yang mempengaruhi formasi tiang dalam satu
kelompok. Oleh karena itu perlu dilakukan pengontrolan untuk memastikan setiap
tiang masih sanggup menahan beban struktur sesuai dengan daya dukungnya
masing-masing. Beban aksial dan momen yang bekerja akan disalurkan ke
kelompok tiang dan pile cap dengan rumus elastisitas dengan menggang bahwa
pile cap kaku sempurna, sehingga pengaruh beban yang bekerja tidak
menyebabkan pile cap melengkung atau terdeformasi.

𝑷𝒖 𝑴𝒚 . 𝑿𝒎𝒂𝒙 𝑴𝒙 . 𝒀𝒎𝒂𝒙
𝐏𝐦𝐚𝐤𝐬 = ± 𝟐
± (2.5)
𝒏𝒑 𝒏𝒚 Ʃ𝑿 𝒏𝒙 Ʃ𝒀𝟐
dimana:
P max = beban maksimum tiang
Pu = gaya aksial yang terjadi (terfaktor)
My = momen yang bekerja tegak lurus sumbu y
Mx = momen yang bekerja tegak lurus sumbu x
X max = jarak tiang arah sumbu x terjauh
Y max = jarak tiang arah sumbu y terjauh
Ʃx² = jumlah kuadrat X
Ʃy² = jumlah kuadrat Y
nx = banyak tiang dalam satu baris arah sumbu x
ny = banyak tiang dalam satu baris arah sumbu y
np = jumlah tiang
Bila P maksimum yang terjadi bernilai positif, maka pile mendapatkan
gaya tekan. Bila P maksimum yang terjadi bernilai negatif, maka pile
mendapatkan gaya tarik. Dari hasil-hasil tersebut dapat dilihat apakah masing-
masing tiang masih mampu menahan gaya tekan atau gaya Tarik bila ada
(Anugrah Pamungkas dan Erny Harianti, 2013 : 57-58).
14

2.8 Penurunan Tiang Bor


Penurunan tiang bor dibedakan menjadi dua yaitu penurunan tiang tunggal
dan penuruna kelompok tiang. Besar punurunan tiang di pengaruhi oleh
karekteristik tanah dibawanya dan penyebaran tekanan pondasi dibawahnya
(Anugrah Pamungkas dan Erny Harianti, 2013 : 73).

2.8.1 Penurunan tiang tunggal


Metode poulus dan davis (1980) dalam Anugrah Pamungkas dan Erny
Harianti (2013 : 73).
2.8.1.1 Untuk tiang apung (floating pile)
𝑷𝒖 𝑰
S = 𝑬𝒔 𝒅 (2.6)

I = IoRkRhRµ (2.7)
dimana
S = penurunan kepala tiang
Pu = beban terfaktor yang bekerja pada tiang
Io = factor pengaruh penurunan tiang yang tidak mudah mampat
(incompressible) dalam masa semi tak terhingga (gambar 2.5)
Rk = factor koreksi kemudahmampatan (compressible) tiang untuk µ = 0,5
(gambar 2.6)
Rh = factor koreksi untuk ketebalan lapisan pada tanah keras (gambar 2.7)
Rµ = factor koreksi angka poisson µ (gambar 2.8)
H = kedalaman total lapisan tanah

2.8.1.2 Untuk tiang dukung ujung

𝑷𝒖 𝑰
S = 𝑬𝒔 𝒅 (2.8)

I = IoRkRhRµ (2.9)
dimana
S = penurunan kepala tiang
Pu = beban terfaktor yang bekerja pada tiang
15

Io = factor pengaruh penurunan tiang yang tidak mudah mampat


(incompressible) dalam masa semi tak terhingga (gambar 2.5)
Rk = factor koreksi kemudahmampatan (compressible) tiang untuk µ = 0,5
(gambar 2.6)
Rh = factor koreksi untuk ketebalan lapisan pada tanah keras (gambar 2.7)
Rµ = factor koreksi angka poisson µ (gambar 2.8)
H = kedalaman total lapisan tanah
Faktor penurunan Io didapat dari gambar 2.5 berikut:

Gambar 2.5 faktor penurunan Io


(Sumber : Paulus dan Davis, 1980 dalam Anugrah Pamungkas dan Erny Harianti,
2013 : 75)
Koreksi kompresi , Rk didapat dari gambar 2.6 berikut:
16

Gambar 2.6 koreksi kompresi , Rk


(Sumber : Paulus dan Davis, 1980 dalam Anugrah Pamungkas dan Erny Harianti,
2013 : 75)

Koreksi kedalaman, Rh didapat dari gambar 2.7 berikut:

Gambar 2.7 koreksi kedalaman, Rh


17

(Sumber : Paulus dan Davis, 1980 dalam Anugrah Pamungkas dan Erny Harianti,
2013 : 76)
Angka koreksi poisson, Rµ didapat dari gambar 2.8 berikut:

Gambar 2.8 angka koreksi poisson, Rµ


(Sumber : Paulus dan Davis, 1980 dalam Anugrah Pamungkas dan Erny Harianti,
2013 : 76)
2.8.2 Penurunan Kelompok Tiang
Penurunan tiang pada kelompok tiang merupakan hasil dari jumlah
penurunan elastis atau penurunan yang terjadi dalam waktu dekat (immediate
settlement atau elastic settlement) Si dan penurunan yang terjadi dalam jangka
waktu yang panjang (long term consolidation settlement). Sehingga penurunan
total merupakan hasil dari penjumlahan kedua penurunan tersebut (Anugrah
Pamungkas dan Erny Harianti, 2013 : 79) .
S = Si+Sc (2.10)
S = penurunan total
Si = immediate settlement
Sc = consolidation settlement
Penurunan kelompok tiang yang diijinkan menurut RSNI Geoteknik 2017
ialah harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:

𝐛 (𝐜𝐦)
𝐒 < 𝟏𝟓 + (2.11)
𝟔𝟎𝟎
S = Penurunan total (cm)
b = Lebar pondasi (cm)
18

2.8.2.1 Penurunan Segera


Penurunan segera adalah penurunan yang dihasilkan oleh distorsi
massa tanah yang tertekan dan terjadi pada volume konstan. Menurut Janbu,
Olerrum, dan Kjaernsti (1956) dalam Anugrah Pamungkas dan Erny Harianti,
(2013), hal itu dirumuskan sebagai berikut:

𝐪𝐁
𝐒𝐢 = µ𝟏 µ𝟎 (2.12)
𝐄

Dimana :

Si : Penurunan segera [m]

q : Tekanan yang terjadi [Pu/A]

B : Lebar kelompok tiang [m]

E : Modulus deformasi pada kondisi undrained [kN/m2]

µi : Faktor koreksi untuk lapisan tanah dengan tebal terabatas H (Gambar2.9)


µo :: Faktor koreksi untuk kedalaman pondasi Df (Gambar 2.9)

nilai µi dan µo didapat dari grafik pada gambar 2.9 berikut:


19

Gambar 2.9 Grafik hubungan µi, µo, kedalaman pondasi (Df) dan lebar
pondasi(B)
(Sumber: Janbu, Bjerrum dan Kjaernsli, 1956 dalam Anugrah Pamungkas dan
Erny Harianti, 2013 : 35 )
2.8.2.2 Penurunan Konsolidasi (Consolidation Settlement)
Konsolidasi adalah suatu proses mengecilnya isi tanah jenuh secara
perlahan-lahan dengan permeabilitas rendah akibat keluarnya air dari pori tanah.
Proses tersebut akan berlangsung terus menerus sampai kelebihan tekanan air pori
yang disebabkan oleh kenaikan tegangan total menjadi benar-benar hilang. Pada
kondisi konsolidasi tanah yang terkonsolidasi normal, jika tebal lapisan tanah
sama dengan H maka penurunan yang terjadi:
𝐞𝟎 −𝐞
Sc = .𝐇 (2.13)
𝟏+ 𝐞𝟎

Dengan subtitusi persamaan menjadi:


𝐞𝟎 −𝐞 𝐇 𝐏𝟎 + ∆𝐏
Sc = .𝐇 = . 𝐂𝐜 . 𝐋𝐨𝐠 (2.14)
𝟏+ 𝐞𝟎 𝟏+ 𝐞𝟎 𝐏𝐨

Dimana :
20

Sc : penurunan konsolidasi (m).


H : tebal lapisan tanah (m).
e0 : angka pori pada tegangan Po (angka pori asli).
e : angka pori pada tegangan P.
Cc : indeks pemampatan (compression index).
: 0,156 . e0 + 0,0107 (Rendon-Herrero-1980) (2.15)
Po : tegangan efektif pada lapisan tanah (t/m2).
: γ1 x h1 + (γ sat – γw) x h2 + … (2.16)
Δp : perubahan tegangan pada lapisan tanah (t/m2).
𝐀
: 𝐀𝟎 . 𝐪 (2.17)
𝟏

Gambar 2.10 Penurunan Konsolidasi Kelompok Tiang


(Sumber: Sardjono, 1991)
2.9 Perencanaan Pile Cap
Pile cap memiliki fungsi sebagai pengikat tiang-tiang pondasi menjadi
satu kesatuan dan menyalurkan beban dari kolom ke tiang pondasi. Pile cap
biasanya terbuat dari beton bertulang dengan anggapan bahwa (Anugrah
Pamungkas dan Erny Harianti, 2013 : 87 ).
21

1. Pile cap sangat kaku.

2. Ujung atas tiang menggantung pada pile cap. Karena itu, tidak ada
momen lentur yang diakibatkan oleh pile cap ke tiang.
3. Tiang merupakan kolom pendek dan elastis. Karena itu, distribusi tegangan
dan deformasi membentuk bidang rata (Anugrah Pamungkas dan Erny
Harianti, 2013 : 87 ).

2.9.1 Dimensi pile cap


Jarak dari tiang mempengaruhi ukuran pile cap. Jarak tiang pada kelompok
tiang biasanya diambil 2,5D – 3D, dimana D adalah diameter tiang. Jarak tiang
pada pile cap dijelaskan pada Gambar 2.11

Gambar 2.11 Jarak tiang

SNI-03-2847-2002 pasal 17.7


Ketebalan pondasi telapak yang berada di atas lapisan tulangan bawah
tidak boleh kurang dari 300 mm untuk pondasi telapak di atas.

SNI-03-2847-2002 pasal 9.7


Tebal selimut beton minimum untuk beton yang dicor langsung yang
berada di atas tanah dan selalu berhubungan dengan tanah adalah 75 mm Kontrol
geser.

SNI-03-2847-2002 pasal 13.12


22

Kuat geser pondasi telapak di sekitar kolom, beban terpusat, atau daerah
reaksi ditentukan oleh kondisi terberat dari dua hal berikut :

1) Aksi balok satu arah di mana masing-masing penampang kritis yang akan
ditinjau menjangkau sepanjang bidang yang memotong seluruh lebar
pondasi telapak.
2) Aksi dua arah di mana masing-masing penampang kritis yang akan
ditinjau harus ditempatkan sedimikian hingga perimeter penampang
adalah minimum.

Perhitungan gaya geser 1 arah dan 2 arah untuk pile cap sama dengan
perhitungan gaya geser 1 arah dan 2 arah pada pondasi telapak (Anugrah
Pamungkas dan Erny Harianti, 2013 : 87-88).

2.9.2 Penulangan pile cap


Penulangan pile cap dianggap sama seperti penulangan balok.
Perencanaan penulangan pile cap memiliki langkah-langkah sebagai berikut
(Rusdianto, 2005: 118).
1) Rencanakan sebagai balok persegi dengan lebar (b) dan tinggi efektif (d).

𝑴𝒖
Kperlu = 𝒃 . (2.18)
𝒅𝟐

dimana:
Mu : momen yang terjadi pada balok (kgm)
b : lebar balok (m)
h : tinggi balok (m)
d : tinggi efektif (m) = h – 60 mm

2) Rasio penulangan dapat diperoleh dengan persamaan:


(2.19)
𝑲
𝝎 = 𝟎, 𝟖𝟓 − √𝟎, 𝟕𝟐 − 𝟏, 𝟕
𝑭𝒄′
23

𝑭𝒄′ (2.20)
𝝆= 𝝎.
𝑭𝒚

𝟎, 𝟖𝟓 . 𝑭𝒄′ 𝟔𝟎𝟎 (2.21)


𝝆𝒃 = . 𝜷𝟏 . ( )
𝑭𝒚 𝟔𝟎𝟎 + 𝑭𝒚

𝝆𝒎𝒂𝒙 = 𝟎, 𝟕𝟓 𝝆𝒃 (2.22)

𝟏, 𝟒 (2.23)
𝝆𝒎𝒊𝒏 =
𝑭𝒚
Pemeriksaan terhadap rasio tulangan tarik : ρ min < ρ < ρ max
dimana:
Fc’ : mutu beton (MPa)
Fy : mutu baja (Mpa)
β1 : 0,85
3) Bila harga rasio penulangan tarik memenuhi syarat maka dilanjut dengan
perhitungan luas tulangan.
𝑨𝒔 = 𝝆 . 𝒃 . 𝒅𝒓𝒆𝒏𝒄𝒂𝒏𝒂 (2.24)
dimana:
As : luas tulangan (mm²)

4) Dengan hasil luas tulangan yang telah diketahui, maka dapat dilanjut
dengan merencanakan diameter dan jarak tulangan yang disesuaikan
dengan luas tulangan yang telah dihitung.
5) Pemeriksaan terhadap tinggi efektif yang dipakai (d pakai > d rencana)
𝟏
𝒅𝒑𝒂𝒌𝒂𝒊 = 𝒉 − 𝒔𝒆𝒍𝒊𝒎𝒖𝒕 𝒃𝒆𝒕𝒐𝒏 − ∅𝒔𝒆𝒏𝒈𝒌𝒂𝒏𝒈 − ∅ (2.25)
𝟐 𝒕𝒖𝒍𝒂𝒏𝒈𝒂𝒏

2.9.3 Tinjauan Terhadap Geser


Perilaku pile cap sama dengan perilaku pondasi yang mana terhadap geser
tidak berbeda dengan balok dan pelat (Y. Rusdianto, 2005).
2.9.3.1 Kontrol Terhadap Geser Pons yang Bekerja Satu Arah
Penampang kritis terhadap geser pada pelat pondasi terletak sejarak d dari
muka reaksi terpusat dan terletak pada bidang yang melintang pada seluruh lebar
24

pelat seperti terlihat pada Gambar 2.12. Apabila hanya geser dan lentur yang
bekerja, maka kekuatan yang disumbangkan beton adalah,
𝟏
Vc = 𝟔 √𝐟𝐜′ . 𝐛𝐰 . 𝐝 (2.26)

Gaya geser nominal penampang sejarak d dari muka kolom harus lebih
kecl atau sama dengan kekuatan geser beton sehingga Vn ≤ Vc.

Gambar 2.12 Penampang Kritis pada Pelat Pondasi pada Geser Satu Arah
Maka:
𝐕𝐮 𝟏
≤ 𝟔 √𝐟𝐜′ . 𝐛𝐰 . 𝐝 (2.27)
𝛟

dimana:
Vu : gaya geser sejarak d dari muka kolom
Vc : geser beton
bw : lebar pondasi (m)
d : h – d’ (h adalah tinggi pelat dan d’ adalah selimut beton)
ϕ : 0,6 (reduksi kekuatan untuk geser)
25

2.9.3.2 Kontrol Terhadap Geser Pons yang Bekerja Dua Arah


Bidang penampang kritis yang tegak lurus bidang pelat mempunyai
keliling dengan masing-masing sisi sebesar b0 dimana penampang kritis terjadi
sejarak ½ d dari muka tumpuan yang diperlihatkan pada Gambar 2.13. Kekuatan
geser beton pada penampang kritis tersebut adalah,

Gambar 2.13 Daerah Geser Aksi Dua Arah Pada Pelat Pondasi
𝟐
Vc = (𝟏 + ) 𝟐 . √𝐟𝐜′ . 𝐛𝐨 . 𝐝 (2.28)
𝛃𝟎

dimana:
bo : keliling daerah kritis
: 2 (bo + ho) (2.29)
h
βo :b ; h (sisi panjang kolom) (2.30)

; b (sisi pendek kolom)


d : tinggi efektif penampang (m)

Gaya geser nominal penampang:


𝐕𝐮
= 𝐕𝐧 ≤ 𝐕𝐜 + 𝐕𝐬 ≤ 𝟒. √𝐟𝐜′ . 𝐛𝐰 . 𝐝 (2.31)
𝛟

Vs : kuat geser tulangan geser.


𝐏𝐮
Vu = (𝐡𝐨𝟐 − 𝐛𝐨𝟐 ) (2.32)
𝐀

Pu : beban berfaktor pada kolom


A : luas pondasi (B x L)
26

2.10 Penulangan Pondasi Tiang Bor (Bored Pile)


gambar penampang melintang tiang bor diperlihatkan pada gambar 2.14
berikut:

Gambar 2.14 Penulangan dan Potongan A-A Pondasi Tiang Bor


Penulangan pada pondasi tiang bor (bored pile) sama halnya penulangan
pada kolom, hanya saja penumpang yang digunakan ialah bentuk penampang
bulat/lingkaran, mempunyai beberapa langkah sebagai berikut:
 Menentukan luas tulangan longitudinal (Ast) yang akan digunakan. Menurut
SNI 2847:2013, luas tulangan struktur komponen tekan tidak boleh kurang
dari 0,01 Ag atau lebih dari 0,08 Ag.
Ag = ¼ . 𝝅 . D2 (2.33)
Ast = ¼ . 𝝅 . Dst2 . n (2.34)
dimana:
Ag : luas penampang beton (mm2)
27

Ast : luas tulangan (mm2)


D : diameter penampang beton (mm)
Dst : diameter tulangan (mm)
n : jumlah tulangan
 Penampang pondasi tiang bor (bored pile) yang berbentuk lingkaran
selanjutnya diekuivalenkan menjadi penampang segi empat guna
menentukan eksentrisitas dalam keadaan seimbang (balance) seperti pada
gambar 2.15 berikut.

Gambar 2.15 Penampang Lingkaran dan Penampang Ekuivalen Persegi

1. Tebal ekuivalen penampang segi empat


heq = 0,8 x D (2.35)
2. Lebar ekuivalen penampang segi empat
𝟏
. 𝝅 . 𝑫𝟐
𝟒
beq = (2.36)
𝒉𝒆𝒒

3. Luas tulangan total Ast didistribusikan pada dua lapis


As = As’ = ½ . Ast (2.37)
4.Jarak antar lapis tulangan
𝟐
Dseq = x Ds (2.38)
𝟑
dimana:
Ds = tinggi efektif penampang (mm)
 Cek eksentrisitas rencana yang diberikan (e) dibandingkan terhadap
eksentrisitas balance (eb).
28

𝒉𝒆𝒒 −𝑫𝒔𝒆𝒒
deq = Dseq + (2.39)
𝟐
𝟔𝟎𝟎
Cb = x deq (2.40)
𝟔𝟎𝟎+𝒇𝒚

Ab = 𝜷1 x Cb (2.41)

Gambar 2.16 Diagram Regangan Penampang Ekuivalen Persegi dan Diagram


Tegangan Penampang Ekuivalen Persegi
Regangan pada baja tulangan
𝜺s’ = (2.42)
Tegangan leleh baja tulangan
Fs’ = Es x 𝜺s’ (2.43)
Gaya aksial tekan dalam keadaan seimbang (balance)
Pub = (0,85 x fc’ x Ab x Beq) + (As’ x fs’ – As x fy) (2.44)
Momen dalam keadaan seimbang (balance)
𝒉𝒆𝒒 −𝑫𝒔𝒆𝒒
Mub = 0,85 . fc’ . Ab. Beq . (1/2 heq – ½ Ab) + As’ . fs’ . (1/2 heq - )
𝟐
+ As . fy . (deq – ½ heq) (2.45)
𝑴𝒖
e = (2.46)
𝑷𝒖
𝑴𝒖𝒃
eb = (2.47)
𝑷𝒖𝒃

- Jika keadaan Pu < Pb atau e > eb, maka keruntuhan yang terjadi adalah
keruntuhan tarik dengan eksentrisitas besar.
- Jika keadaan Pu > Pb atau e < eb, maka keruntuhan yang terjadi adalah
keruntuhan tekan dengan eksentrisitas kecil.
29

Whitney juga memberikan persamaan pendekatan empiris untuk dimensi


penampang kolom bulat, baik hancur tekan maupun tarik (Istimawan, 1993).
- Persamaan untuk penampang bulat dengan hancur tarik menentukan:
𝝆𝒈 𝒎𝑫𝒔
Pn = 0,85 fc’ h2 (√(𝟎,𝟖𝟓𝒉 𝒆𝒃 − 𝟎, 𝟑𝟖)𝟐 + 𝟐,𝟓 𝒉
𝟎,𝟖𝟓 𝒆𝒃
−(
𝒉
− 𝟎, 𝟑𝟖)) (2.48)

- Persamaan untuk penampang bulat dengan hancur tekan menentukan:


𝑨𝒔 .𝒇𝒚 𝑨𝒈 .𝒇𝒄′
Pn = 𝟑𝒆 + 𝟗,𝟔 𝒉 𝒆 (2.49)
+𝟏,𝟎 +𝟏,𝟏𝟖
𝑫𝒔 (𝒐,𝟖 𝒉+𝟎,𝟔𝟕 𝑫𝒔)𝟐

dimana:
h = diameter penampang
Ds = diameter lingkaran tulangan terjauh dari sumbu
e = eksentrisitas terhadap pusat plastis penampang
𝑨𝒔𝒕 𝒍𝒖𝒂𝒔 𝒑𝒆𝒏𝒖𝒍𝒂𝒏𝒈𝒂𝒏 𝒕𝒐𝒕𝒂𝒍
𝝆g = =𝒍𝒖𝒂𝒔 𝒑𝒆𝒏𝒂𝒎𝒑𝒂𝒏𝒈 𝒃𝒓𝒖𝒕𝒐 (2.50)
𝑨𝒈
𝒇𝒚
m = (2.51)
𝟎,𝟖𝟓 𝒇𝒄′

Syarat : ∅Pn ≥ Pu (2.52)

2.11 Perencanaan Sengkang


Tulangan pengikat yang digunakan untuk pondasi tiang bor (bored pile)
adalah tulangan spiral. Berikut ketentuan-ketentuan mengenai tulangan spiral
menurut SNI 2847-2013:
A. Untuk konstruksi cor di tempat, ukuran spiral tidak boleh kurang dari
diameter 10 mm.
B. Spasi bersih antar spiral tidak boleh melebihi 75 mm, atau tidak kurang dari
25 mm.
C. Rasio volume tulangan spiral 𝜌s tidak boleh kurang dari nilai yang diberikan
oleh
𝑨𝒈 𝒇′𝒄
𝝆s = 0,45 ( − 𝟏) (2.53)
𝑨𝒄𝒉 𝒇𝒚𝒕
30

dimana:
𝑣𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒 𝑡𝑢𝑙𝑎𝑛𝑔𝑎𝑛 𝑠𝑝𝑖𝑟𝑎𝑙 𝑠𝑎𝑡𝑢 𝑝𝑢𝑡𝑎𝑟𝑎𝑛
𝜌s : 𝑣𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒 𝑖𝑛𝑡𝑖 𝑘𝑜𝑙𝑜𝑚 𝑠𝑒𝑡𝑖𝑛𝑔𝑔𝑖 𝑠

s : jarak spasi tulangan spiral pusat ke pusat


Ag : luas penampang lintang kotor dari kolom
Ach : luas penampang lintang inti kolom (tepi luar ke tepi luar spiral)
fy : tegangan leleh tulangan baja spiral, tidak lebih dari 400 MPa.

Anda mungkin juga menyukai