Case Report - Stroke
Case Report - Stroke
PENDAHULUAN
1
BAB II
ILUSTRASI PASIEN
2.2 ANAMNESIS
Pemeriksaan 11 Mei 2019
Keluhan Utama :
Kaki kiri lemah tiba-tiba sejak 1 hari SMRS
Keluhan Tambahan :
Pusing
Riwayat Penyakit Sekarang :
Pasien datang dibawa anaknya ke UGD RSUD Cut Mutia dengan
keluhan kaki kiri lemah tiba tiba sejak 1 hari sebelum masuk Rumah Sakit.
Pasien mengaku, tiba-tiba jatuh saat selesai sholat ashar, karena kaki kirinya
tiba-tiba tidak dapat menopang badannya. Kaki kanan masih dapat
digerakkan, namun tidak kuat berdiri lama. Keluhan kelemahan pada tangan
dan mulut pelo disangkal. Demam, mual, dan muntah disangkal. Keluhan
disertai pusing, sejak 1 hari sebelum masuk Rumah Sakit. Pasien mengaku
terkadang memeriksakan tekanan darah, dan dikatakan tensi tinggi, namun
tidak pernah mengkonsumsi obat darah tinggi. Riwayat gula darah tinggi
disangkal.
2
Riwayat Penyakit Dahulu :
Hipertensi
Riwayat Penyakit Keluarga :
Tidak Ada
3
Palpasi : vokal fremitus kiri dan kanan sama
Perkusi : sonor kanan = kiri
Auskultasi : VBS ka=ki, ronkhi -/-, wheezing -/-, Bunyi Jantung I
dan II normal, murmur (-), gallop (-)
Abdomen
Inspeksi : datar
Auskultasi : bu (+) normal,
Perkusi : tympani
Palpasi : supel, nyeri tekan (-), turgor kembali cepat, hepar lien
tidak teraba
Kulit : ikterik (-), petechie (-)
Ekstremitas : akral hangat, crt<2detik
Sistem saraf
Kekuatan otot : latelarisasi sinistra (+)
4
2.6 TATALAKSANA
Rawat inap
IVFD RL 20 tpm
Ondansetron 10mg / 12 jam IV
Omeprazole 40mg / 12 jam IV
Citicolin 500mg / 12 jam IV
Mecobalamin 500mg /12jam IV
Amlodipin 1x10mg
CT scan Kepala
5
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
6
2. Stroke non-hemoragik (stroke iskemik, infark otak, penyumbatan)
a) Aterosklerosis (hipoperfusi, emboli arteriogenik)
b) Penetrating artery disease (Lacunes)
c) Emboli kardiogenik (fibrilasi atrial, penyakit katup jantung, trombus
ventrikal)
d) Cryptogenic stroke
e) Lain-lain (kadar protrombin, dissections, arteritis, migrain/vasospasm,
ketergantungan obat)
Berdasarkan waktu terjadinya :
1. Transient Ischemic Attack (TIA) : merupakan gangguan neurologis fokal yang
timbul mendadak dan menghilang dalam beberapa menit sampai kurang 24
jam.
2. Reversible Ischemic Neurologic Deficit (RIND)
3. Stroke In Evolution (SIE) / Progressing Stroke : perjalanan stroke berlangsung
perlahan meskipun akut. Kondisi stroke di mana defisit neurologisnya terus
bertambah berat.
4. Completed stroke / serangan stroke iskemik irreversible : gangguan
neurologis maksimal sejak awal serangan dengan sedikit perbaikan. Kondisi
stroke di mana defisit neurologisnya pada saat onset lebih berat, dan
kemudiannya dapat membaik/menetap.4-7
7
2. Stroke iskemik :
- Penderita rata-rata lebih tua
- Terjadi dalam keadaan istirahat
- Ada dislipidemia (LDL tinggi), DM, disaritmia jantung
- Nyeri kepala
- Gangguan kesadaran jarang.
8
Hemi plegi Parese parese
Kaku kuduk + - -
Deviation conjugree + - -
Gangguan N. III, IV, VI + - -
Bradikardi + - hari ke-4
Papiledema + - -
9
Pada tingkatan makroskopik, stroke non hemoragik paling sering disebabkan
oleh emboli ekstrakranial atau trombosis intrakranial. Selain itu, stroke non
hemoragik juga dapat diakibatkan oleh penurunan aliran serebral. Pada tingkatan
seluler, setiap proses yang mengganggu aliran darah menuju ke otak akan
menyebabkan timbulnya kaskade iskemik yang berujung pada terjadinya kematian
neuron dan infark serebri.4-7
1. Emboli
Sumber embolisasi dapat terletak di arteri karotis atau vertebralis akan tetapi
dapat juga di jantung dan sistem vaskuler sistemik.
a) Embolus yang dilepaskan oleh arteri karotis atau vertebralis, dapat berasal dari
“plaque atherosclerotic” yang berulserasi atau dari trombus yang melekat
pada intima arteri akibat trauma tumpul pada daerah leher.
b) Embolisasi kardiogenik dapat terjadi pada :
Penyakit jantung dengan shunt yang menghubungkan bagian kanan
dengan bagian kiri atrium atau ventrikel
Penyakit jantung rheumatoid akut atau menahun yang meninggalkan
gangguan pada katup mitralis
Fibrilasi atrium
Infarksio kordis akut
Embolus yang berasal dari vena pulmonalis
Kadang-kadang pada kardiomiopati, fibrosis endokardial, jantung
miksomatosus sistemik
c) Embolisasi akibat gangguan sistemik dapat terjadi sebagai :
Emboli septik, misalnya dari abses paru atau bronkiektasis
Metastasis neoplasma yang sudah tiba di paru
Embolisasi lemak dan udara atau gas
Emboli dapat berasal dari jantung, arteri ekstrakranial, ataupun dari right
sided circulation (emboli paradoksikal). Penyebab terjadinya emboli kardiogenik
10
adalah trombi valvular seperti pada mitral stenosis, endokarditis, katup buatan,
trombi mural (seperti infark miokard, atrial fibrilasi, kardiomiopati, gagal jantung
kongestif) dan atrial miksoma. Sebanyak 2-3% stroke emboli diakibatkan oleh
infark miokard dan 85% diantaranya terjadi pada bulan pertama setelah terjadinya
infark miokard.
2. Trombosis
Stroke trombotik dapat dibagi menjadi stroke pada pembuluh darah besar
(termasuk sistem arteri karotis) dan pembuluh darah kecil (termasuk sirkulus
Willisi dan sirkulus posterior). Tempat terjadinya trombosis yang paling sering
adalah titik percabangan arteri serebral utamanya pada daerah distribusi dari arteri
karotis interna. Adanya stenosis arteri dapat menyebabkan terjadinya turbulensi
aliran darah (sehingga meningkatkan resiko pembentukan trombus aterosklerosis
atau ulserasi plak, dan perlengketan platelet.
Penyebab lain terjadinya trombosis adalah polisitemia, anemia sickle cell,
defisiensi protein C, displasia fibromuskular dari arteri serebral, dan
vasokonstriksi yang berkepanjangan akibat gangguan migren. Setiap proses yang
menyebabkan diseksi arteri serebral juga dapat menyebabkan terjadinya stroke
trombotik (contoh: trauma, diseksi aorta torasik, arteritis).4-7
11
Gangguan penglihatan pada 1 mata (amaurosis fugaks) atau pada 2 belahan
mata (hemianopsia homonim)
Bila mengenai daerah subkortikal, gejala hanya gangguan motorik murni
2) Sindroma arteri serebri anterior
Monoparese tungkai kontralateral, kadang-kadang lengan bagian proksimal
dapat terkena
Inkontinensia urin
Grasp refleks (+)
Apraksia dan gangguan kognitif lainnya.
Ada suatu penilaian sederhana yang dikenal dengan singkatan FAST (Face, Arms
drive, Speech, dan Three of signs) yang merupakan gejala awal stroke yang harus
diwaspadai.
F = Face (wajah)
Wajah tampak mencong sebelah atau tidak simetris. Sebelah sudut mulut
tertarik ke bawah dan lekukan antara hidung ke sudut mulut atas tampak
mendatar.
12
A = Arms Drive (gerakan lengan)
Angkat tangan lurus sejajar kedepan (90 derajat) dengan telapak tangan
terbuka ke atas selama 30 detik. Apabila terdapat kelumpuhan lengan yang
ringan dan tidak disadari penderita, maka lengan yang lumpuh tersebut akan
turun (menjadi tidak sejajar lagi). Pada kelumpuhan yang berat, lengan yang
lumpuh tersebut sudah tidak bisa diangkat lagi bahkan sampai tidak bisa
digerakkan sama sekali.
S = Speech (bicara)
Bicara menjadi pelo (artikulasi terganggu) atau tidak dapat berkata-kata
(gagu) atau dapat bicara akan tetapi tidak mengerti pertanyaan orang lain
sehingga komunikasi verbal tidak nyambung.
T = Three of signs (ketiga tanda diatas)
Ada ketiga-tiga gejala yaitu perubahan wajah, kelumpuhan, dan bicara.
Patofisiologi
Stroke iskemik ini dibagi menjadi 3 jenis, yaitu :8-10
1) Stroke trombotik/ateriosklerotik fokal
Jenis stroke ini terjadi ketika gumpalan darah (trombus) terbentuk di salah
satu arteri yang memasok darah ke otak yang berangsur-angsur menyempit dan
akhirnya tersumbat. Bekuan biasanya terbentuk di kawasan yang rusak oleh
aterosklerosis yaitu penyakit di mana arteri tersumbat oleh timbunan lemak
13
(plak). Proses ini dapat terjadi dalam satu dari dua arteri karotis leher yang
membawa darah ke otak, serta di arteri lain dari leher atau otak. Trombosis
(penyakit trombo-oklusif) merupakan penyebab stroke yang paling sering.
Arteriosklerosis serebral dan perlambatan sirkulasi serebral adalah penyebab
utama trombosis serebral. Tanda-tanda trombosis serebral bervariasi, sakit kepala
adalah awitan yang tidak umum. Beberapa pasien mengalami pusing, perubahan
kognitif atau kejang dan beberapa awitan umum lainnya. Secara umum trombosis
serebral tidak terjadi secara tiba-tiba, dan kehilangan bicara sementara,
hemiplegia atau parestesia pada setengah tubuh dapat mendahului awitan paralisis
berat pada beberapa jam atau hari.
Proses aterosklerosis ditandai oleh plak berlemak pada pada lapisan intima
arteri besar. Bagian intima arteri sereberi menjadi tipis dan berserabut, sedangkan
sel – sel ototnya menghilang. Lamina elastika interna robek dan berjumbai,
sehingga lumen pembuluh sebagian terisi oleh materi sklerotik tersebut. Plak
cenderung terbentuk pada percabangan atau tempat-tempat yang melengkung.
Trombi juga dikaitkan dengan tempat-tempat khusus tersebut. Pembuluh-
pembuluh darah yang mempunyai resiko dalam urutan yang makin jarang adalah
sebagai berikut: arteria karotis interna, vertebralis bagian atas dan basilaris
bawah. Hilangnya intima akan membuat jaringan ikat terpapar. Trombosit
menempel pada permukaan yang terbuka sehingga permukaan dinding pembuluh
darah menjadi kasar. Trombosit akan melepasakan enzim, adenosin difosfat yang
mengawali mekanisme koagulasi. Sumbat fibrinotrombosit dapat terlepas dan
membentuk emboli, atau dapat tetap tinggal di tempat dan akhirnya seluruh
arteria itu akan tersumbat dengan sempurna.
2) Stroke embolik
Penderita embolisme biasanya lebih muda dibanding dengan penderita
trombosis. Kebanyakan emboli serebri berasal dari suatu trombus dalam jantung,
sehingga masalah yang dihadapi sebenarnya adalah perwujudan dari penyakit
14
jantung. Setiap bagian otak dapat mengalami embolisme, tetapi embolus
biasanya embolus akan menyumbat bagian-bagian yang sempit. Tempat yang
paling sering terserang embolus sereberi adalah arteria sereberi media, terutama
bagian atas.
15
Gambar 2:
Patofisiologi stroke sehingga meningkatkan tekanan intracranial
1. Proses nekrosis, ledakan sel akut akibat penghancuran sitoskeleton sel, reaksi
inflamasi dan proses fagositosis debris nekrotik. Berhubungan dengan
exitotoxic injury dan free radical injury.
2. Proses apoptosis atau silent death, sitoskeleton neuron menciut tanpa reaksi
inflamasi seluler. Kaskade iskemik, lambat, dan berhubungan proses pompa
ion natrium dan kalium.
Diagnosis Stroke
16
CT scan (Computerised Tomography Scanning) merupakan pemeriksaan baku
emas (Gold Standard) untuk mendiagnosis penyakit stroke. Mengingat bahwa alat
tersebut saat ini hanya dijumpai di kota tertentu, maka dalam menghadapi kasus
dengan kecurigaan stroke, langkah pertama yang ditempuh adalah menentukan lebih
dahulu apakah benar kasus tersebut kasus stroke, karena abses otak, tumor otak,
infeksi otak, trauma kepala, juga dapat memberikan kelainan neurologis yang sama,
kemudian menentukan jenis stroke yang dialaminya. Dengan perjalanan waktu, gejala
klinis stroke dapat mengalami perubahan. Untuk membedakan stroke tersebut
termasuk jenis hemoragik atau non hemoragik atau keduanya, dapat ditentukan
berdasarkan pemeriksaan berikut:8
1. Anamnesis
2. Pemeriksaan klinis
3. Pemeriksaan klinis neurologis :
Pada pemeriksaan ini dicari tanda-tanda (sign) yang muncul, bila dibandingkan
antara keduanya akan didapatkan hasil sebagai berikut:8
Tabel 3. Perbedaan stroke hemoragik dan stroke infark berdasarkan tanda-tandanya:8
Kaku kuduk + -
17
GEJALA/TANDA KORTIKAL SUBKORTIKAL
Afasia ++ -
Astereognosis ++ -
Graphesthesi terganggu ++ -
Extinction phenomenon ++ -
Dystonic posture - ++
18
a. Penetapan jenis stroke berdasarkan Algoritma Stroke Gajah Mada
Algoritma,yaitu :
19
1. Kesadaran (0) Kompos mentis
(1) Mengantuk X 2,5 +
(2) Semi koma / koma
5. Ateroma
a. DM (1) Tidak X (-3) -
b. Angina pectoris (2) Ya
c. Klaudikasio
intermiten
20
a. Funduskopi Perdarahan retina dan Crossing phenomen
korpus vitreum Silver wire artries
b. Pungsi lumbal
- Tekanan Meningkat Normal
- Warna Merah Jernih
c. Arteriografi Ada shift Oklusi
d. CT Scan *
e. MRI **
21
dikelilingi oleh area hipodens (edema)
11 hari – 2 bulan - Menjadi hipodens dengan penyangatan
disekelilingnya (peripheral ring
enhancement) merupakan deposisi
hemosiderin dan pembesaran
homolateral ventrikel
> 2 bulan - Daerah isodens (hematoma yang besar
dengan defect hipodens)
TATALAKSANA STROKE
1. Terapi umum
a) Stabilisasi jalan nafas dan pernafasan
Observasi status neurologis, nadi, tekanan darah, suhu tubuh, dan
saturasi oksigen
Perbaikan jalan nafas dengan pemasangan pipa orofaring/ETT, bila >
dua minggu dianjurkan trakeostomi
Pada pasien hipoksia saturasi O2 < 95%, diberi suplai oksigen
22
Pasien stroke iskemik akut yang non hipoksia tidak perlu terapi O2
b) Stabilisasi hemodinamik
Berikan cairan kristaloid atau koloid intravena (hindari cairan hipotonik)
Optimalisasi tekanan darah
Bila tekanan darah sistolik < 120 mmHg dan cairan sudah mencukupi,
dapat diberikan obat-obat vasopressor titrasi dengan target TD sistolik
140 mmHg
Pemantauan jantung harus dilakukan selama 24 jam pertama
Bila terdapat CHF, konsul ke kardiologi
23
Hindari penekanan vena jugulare
Hindari pemberian cairan glukosa atau cairan hipotonik
Hindari hipertermia
Jaga normovolemia
Osmoterapi atas indikasi: manitol 0,25-0,50 gr/kgBB, selama > 20
menit, diulangi setiap 4-6 jam, kalau perlu diberikan furosemide dengan
dosis inisial 1 mg/kgBB IV
Intubasi untuk menjaga normoventilasi.
Drainase ventrikuler dianjurkan pada hidrosefalus akut akibat stroke
iskemik serebelar
24
iskemik akut
Aspirin jangan diberikan bila akan diberikan trombolitik
Tidak boleh diganti sebagai pengganti tindakan intervensi akut, yaitu
rtPA intravena.
Clopidogrel sahaja atau kombinasi dengan aspirin tidak dianjurkan
kecuali pada pasien dengan indikasi spesifik seperti non-Q-wave MI,
recent stenting, pengobatan harus diberikan sampai 9 bulan pengobatan.
Pemberian antiplatlet intravena yang menghambar reseptor glikoprotein
IIb/IIa tidak dianjurkan.
6. Citicoline 2x1000 mg 3 hari iv lanjut dengan 2x1000 mg 3 minggu oral.
Pemakaian obat-obatan neuroprotektan belum menunjukkan hasil yang
efektif sehingga sampai saat ini belum dianjurkan. Namun sampai saat ini
masih memberikan manfaat pada stroke akut.
7. Pengobatan terhadap hipertensi pada stroke akut
Pasien stroke iskemik akut, tekanan darah diturunkan 15 % (sistolik
maupun diastolik) dalam 24 jam pertama setelah awitan apabila tekanan
darah sistolik (TDS) > 220 mmHg atau tekanan diastolik > 120 mmHg.
Pada pasien stroke iskemik akut, akan diberi terapi trombolitik (rtPA),
supaya tekanan darah diturunkan sehingga TDS < 185 mmHg dan TDD <
110 mmHg. Selanjutnya tekanan darah harus dipantau sehingga TDS <
180 mmHg dan TDD < 105 mmHg selama 24 jam setelah pemberian
rtPA. Obat anti hipertensi yang digunakan adalah labtalol, nitropaste,
nitropusid, nikardipun, atau ditialzem intravena.
Apabilan TDS >180 mmHg atau MAP >130 mmHg, disertai dengan
gejala dan tanda peningkatan tekanan intrakranial, dilakukan pemantauan
tekanan intrakranial. Tekanan darah diturunkan dengan menggunakan
obat antihipertensi intravena secara kontinu atau intermiten dengan
pemantauan tekanan perfusi serebral ≥ 60mmHg.
25
Apabila TDS >180 mmHg atau MAP > 130 mmHg tanpa disertai gejala
dan tanda peningkatan tekanan intrakranial, tekanan darah diturunkan
secara hati-hati dengan menggunakan obat antihipertensi intravena
kontinu atau intermiten dengan pemantauan tekanan darah setiap 15
menit hingga MAP < 110 mmHg atau tekanan darah 160/90 mmHg. Pada
studi INTERACT 2010, penurunan tekanan darah hingga 140 mmHg
masih diperbolehkan.
Penanganan nyeri penting dalam mengontrol tekanan darah pasien.
Pemakaian obat antihipertensi perenteral golongan beta blocker (labetolol
dan esmolol), penyekat kanal kalsium (nikardipin dan ditialzem)
intravena dipakai dalam upaya di atas.
Hidralasin dan nitropusid sebaiknya tidak dipakai karena menyebabkan
peningkatan tekanan intrakranial meskipun bukan kontraindikasi mutlak.
Pemberian obat yang dapat menyebabkan hipertensi tidak
direkomendasikan diberikan pada kebanyakan stroke iskemik.
8. Pengobatan terhadap hipoglikemia atau hiperglikemia
Hiperglikemia terjadi hampir 60 % patient stroke aku non diabetes.
Hiperglikemia yang terjadi berhubungan dengan luasnya volume infark
dan gangguan kortikal dan berhubungan dengan buruknya keluaran.
Tidak banyak data penelitian yang menyebutkan bahwa dengan
menurunkan kadar gula darah secara aktif akan memperbaiki keluaran.
Hindari gula darah lebih 180 mg/dL, disarankan dengan infuse saline dan
menghindari larutan glukosa dalam 24 jam pertama setelah serangan
stroke.
Hipoglikemia (<50 mg/dL) mungkin akan memperlihatkan gejala mirip
dengan stroke infark, dan dapat diatasi dengan pemberian bolus dekstrosa
atau infus glukosa 10-20% sampai kadar gula darah 80-110 mg/dL
Syarat-syarat pemberian insulin adalah stroke hemoragik dan non
26
hemoragik dengan IDDM atau NIDDM. Bukan stroke lakunar dengan
diabetes mellitus.
Kontrol gula darah selama fase akut stroke dengan pemberian insulin
subkutan mengikut sliding scale. Sasaran gula darah 80-180 mg/dL (80-
110 untuk ICU). Standard drip insulin 100 U/100mL 0.9% NaCl via
infuse (1 U/mL). Infus insulin harus dihentikan apabila penderita makan
dan menerima dosis pertama dari insulin subkutan.
Memantau gula darah dengan memeriksa gula darah kapiler tiap jam
sampai pada target gula darah selama 4 jam, kemudian diturunkan tiap 2
jam. Bila gula darah tetap stabil, infuse insulin dapat dikurangi tiap 4
jam. Pemantauan tiap jam untuk penderita sakit kritis walaupun gula
darah stabil.
9. Hemodiluasi dengan atau tanpa venaseksi dan ekspansi volume tidak
dianjurkan dalam terapi stroke iskemik akut.
10. Pemakaian vasodilator seperti pentoksifilin tidak dianjurkan dalam terapi
iskemik akut.
11. Dalam keadaan tertentu vasopressor terkadang digunakan untuk
memperbaiki aliran darah ke otak. Pada keadaan tersebut, pemantauan
kondisi neurologis dan jantung harus dilakukan secara ketat.
12. Tindakan endarterektomi carotid pada stroke iskemik akut dapat
mengakibatkan risiko serius dan keluaran yang tidak menyenangkan.
Tindakan endovascular belum menunjukkan hasilyang bermanfaat,
sehingga tidak dianjurkan.6-12
Komplikasi Stroke
a) Komplikasi neurologik : Edema otak, kejang, peningkatan tekanan
intrakranial, infark berdarah, stroke iskemik berulang, delirium akut, depresi
b) Komplikasi paru-paru : Obstruksi jalan nafas, hipoventilasi, aspirasi,
27
pneumonia
c) Komplikasi kardiovaskular : Aritmia, dekompensasio kordis, hipertensi, DVT,
d) Komplikasi nutrisi/GIT : Ulkus, perdarahan lambung, konstipasi, dehidrasi,
gangguan elektrolit, malnutrisi, hiperglikemia
e) Komplikasi traktus urinarius : Inkontinensia, infeksi
f) Komplikasi Ortopedi-Kulit : Dekubitus, kontraktur, nyeri sendi bahu, jatuh-
fraktur
28
laboratorium)
Kadar gula darah puasa kurang dari 100 mg/dl (hasil laboratorium)
Tekanan darah dipertahankan 120/80 mmHg
2. Edukasi
Edukasi adalah upaya pencegahan agar tidak terkena stroke berulang dengan
cara :
Mengendalikan faktor resiko yang telah ada seperti mengontrol darah
tinggi, kadar kolesterol, gula darah, asam urat
Merubah gaya hidup
Minum obat sesuai anjuran dokter secara teratur
Kontrol ke dokter secara teratur
Prognosis
1. Prognosis bervariasi tergantung dari keparahan stroke, lokasi dan volume
perdarahan.
2. Semakin rendah nilai GCS maka prognosis semakin buruk dan tingkat
mortalitasnya tinggi.
3. Semakin besar volume perdarahan maka prognosis semakin buruk, dan
adanya darah di dalam ventrikel berhubungan dengan angka mortalitas yang
tinggi.
4. Adanya darah di dalam ventrikel meningkatkan angka kematian sebanyak 2
kali lipat (Nassisi, 2009). Hal ini mungkin diakibatkan oleh obstructive
hydrocephalus atau efek massa langsung dari darah ventrikular pada struktur
periventrikular, yang mana berhubungan dengan hipoperfusi global korteks
yang didasarinya. Darah ventrikular juga mengganggu fungsi normal dari CSF
dengan mengakibatkan asidosis laktat lokal.
5. Prognosis ad vitam tergantung berat stroke dan komplikasi yang timbul,
29
sementara prognosis ad functionam dapat dinilai dengan parameter Activity
Daily Living (Barthel Index) dan NIH Stroke Scale (NIHSS). Risiko
kecacatan dan ketergantungan fisik/kognitif setelah 1 tahun adalah 20 – 30%.
BAB IV
RESUME
Pasien datang dibawa anaknya ke UGD RSUD Cut Mutia dengan keluhan
kaki kiri lemah tiba tiba sejak 1 hari sebelum masuk Rumah Sakit. Pasien
30
mengaku, tiba-tiba jatuh saat selesai sholat ashar, karena kaki kirinya tiba-tiba
tidak dapat menopang badannya. Kaki kanan masih dapat digerakkan, namun
tidak kuat berdiri lama. Keluhan kelemahan pada tangan dan mulut pelo
disangkal. Demam, mual, dan muntah disangkal. Keluhan disertai pusing, sejak 1
hari sebelum masuk Rumah Sakit. Pasien mengaku terkadang memeriksakan
tekanan darah, dan dikatakan tensi tinggi, namun tidak pernah mengkonsumsi
obat darah tinggi. Riwayat gula darah tinggi disangkal.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum tampak sakit sedang,
kesadaran Compos Mentis. Pada pemeriksaan tanda vital, didapatkan tekanan
darah 160/100, lain-lain dalam batas normal. Pada pemeriksaan motorik terdapat
penurunan kekuatan motorik pada kaki kiri.
Terapi yang telah diberikan adalah RL 20 tpm, Ondansetron 10 mg/12jam
IV, Omeprazole /12jam 40mg IV, Citicolin 500mg/ 12jam, Mecobalamin 500mg /
12jam, amlodipine 1x10mg, CT Scan Kepala, Diet rendah garam rendah lemak
1500 kkal per hari.
DAFTAR PUSTAKA
31
1. Baehr M, Frotscher M. Suplai darah dan gangguan vaskular sistem darah
pusat. Dalam: Diagnosis Topik Neurologi DUUS: Anatomi, fisiologi, Tanda,
Gejala). Edisi 4. EGC, Jakarta. 2005;371–438.
2. Sutrisno, Alfred. Stroke. You Must Know Before you Get It. PT. Gramedia
Pustaka Utama: Jakarta; 2007.hal.1-13. (5)
3. Feigin, Valery. Panduan bergambar tentang pencegahan dan pemulihan
stroke. PT. Bhuana Ilmu Populer: Jakarta; 2006
4. Rasyid Al, Soertidewi L. Unit Stroke Manajemen Stroke secara
Komprehensif. Balai Penerbit FKUI, Jakarta, 2011.
5. Mardjono M, Sidharta P. Mekanisme Gangguan Vaskular Susunan Saraf:
Neurologi Klinis Dasar. Cetakan ke-14. Penerbit Dian Rakyat, Jakarta.
2009;267–292.
6. Soetjipto H, Muhibbi S. Stroke: Pengenalan & Penatalaksanaan Kasus-kasus
Neurologi. Ed II. Departemen Saraf RSPAD GS Ditkesad, Jakarta. 2007;18–
34.
7. Misbach J, Lamsudin R, Aliah A, Basyiruddin A, Suroto, Rasyid Al, et al.
Guideline Stroke tahun 2011. Pokdi Stroke PERDOSSI, Jakarta. 2011.
8. Sidiarto L, kusumoputro S. Cermin Dunia Kedokteran no.34. Afasia sebagai
gangguan komunikasi pada kelainan otak. Bagian Neurologi Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta.
9. Price SA, Wilson LM. Bagian IX : Penyakit Neurologi, Pemeriksaan
Neurologis, Evaluasi Penderita Neurologis. Patofisologi : Konsep Klinis
Proses Penyakit Edisi 4. Penerbit Buku Kedokteran EGC,Jakarta.1995.
10. Peter Duus. Diagnosis Topik Neurologis : Anatomi, Fisiologis, Tanda,Gejala
Edisi IV. Penerbit Buku kedokteran EGC,Jakarta. 2010.
11. Lumbantobing SM. Neurologi Klinis. Pemeriksaan Fisik dan Mental. Bab XI :
Berbahasa. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta. 2008.
12. Iseki K, Fukiyama K. Predictors of stroke in patients receiving chronic
hemodialysis. Kidney Int. 1996;50:1672–5.
32
13. Parfrey PS. Cardiac and cerebro vascular diseases in chronic uremia. Am J
Kidney Dis. 1993;21:77–80.
14. Mansjoer, Arif,DKK.2001. Kapita Selekta Kedokteran.Jakarta:Media
Aesculapius Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia
15. Kolegium Psikiatri Indonesia. Program pendidikan dokter spesialis psikiatri.
Modul psikiatri geriatric. Jakarta: Kolegium Psikiatri Indonesia; 2008.
33