Manusia terpapar terutama melalui konsumsi ikan yang terkontaminasi oleh methylmercury, terutama mereka yang memiliki tingkat konsumsi ikan yang tinggi. Pada 1950-an, di Minamata, Jepang, orang yang makan ikan terkontaminasi oleh metilmerkuri tingkat tinggi mengalami kerusakan neurologis seperti visual, auditori, dan gangguan sensorik, mati rasa, dan kesulitan berjalan. Mereka yang terpapar dalam rahim mengalami efek yang lebih serius, termasuk keterbelakangan mental, cerebral palsy, tuli, dan kebutaan. Di Irak pada tahun 1970-an, orang-orang terpapar methlymercury dengan kadar yang tinggi dengan memakan roti yang terbuat dari biji-bijian yang diolah dengan merkuri yang mengandung fungisida. Terjadi efek pada kesehatan termasuk mati rasa; masalah dengan penglihatan, bicara, dan pendengaran; serta kematian pada orang dewasa dan efek neurologis yang lebih serius pada keturunan wanita hamil yang terpajan. Badan Perlindungan Lingkungan AS (EPA) menetapkan RfD untuk merkuri yaitu 0,1 μg kg berat badan−1 hari−1 serta menyarankan wanita hamil dan anak-anak untuk menghindari makan ikan tinggi methylmercury, seperti tuna, hiu dan ikan pedang. Merkuri diregulasi secara domestic di negara negara industri sejak tahun 1950 dan menjadi regulasi internasional sejak 1970. Beberapa kebijakan internasional tentang merkuri telah dikembangkan dalam konteks kerjasama kualitas air terhadap bahan bahan berbahaya. Upaya baru dari UNEP tentang merkuri menjadi aktivitas paling sering untuk mengatasi permasalahan merkuri. Pada februari 2009 ditetapkan aktivitas sukarela tentang program merkuri. Pada tahun 2000, amerika meregulasi emisi merkuri dari pembangkit listik, dimana mewajibkan pembangkit listrik untuk menekan jumlah emisi merkuri dan akhirnya diganti dengan regulasi mengontrol merkuri melalui sistem cap dan perdagangan dengan adanya batas jumlah emisi merkuri. Meskipun sistem tersebut berhasil, masih ada perdebatan tentang regulasi emisi merkuri.