Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
PERCOBAAN IV
ANALISIS KUALITATIF METABOLIT SEKUNDER SENYAWA TANIN
Kelas : 1A
Kelompok : IV A
Dosen Pembimbing : M. Farhan Baharudin, S. Farm,. Apt
LABORATORIUM KIMIA
AKADEMI FARMASI YARSI PONTIANAK
2020
I. TUJUAN PRAKTIKUM
1. Mahasiswa terampil dalam melakukan analisis kualitatif metabolit sekunder tanin.
2. Mahasiswa mampu menjelaskan setiap proses yang terjadi pada analisis kualitatif
metabolit sekunder tanin.
Alat : Tabung reaksi, pipet tetes, penjepit, beaker glass, batang pengaduk.
Bahan : ekstrak tanin air, ekstrak tanin etanol, daun dan batang daun surian, pereaksi
FeCl3, stiasny L
Uji Fitokimia
A. Uji Tanin
II. Rambutan
c. Tanin kompleks
Uji fitokimia
Uji tinin
Pembanding 5,65 %
II. Rambutan
15 30 45 60 75
Tannin FeCl3 1% ++ ++ ++ ++ ++
IV. Daun Ketapang
15 30 45 60 75
V. Daun Surian
Kandungan kimia Ekstrak air daun Ekstrak etanol Ektrak etanol kulit
daun batang
Tanin + + +
VI. PEMBAHASAN
I. Belimbing Wuluh
Metode ini menggunakan prinsip titrasi oksidasi yaitu dengan adanya penggunaan
senyawa pengoksidasi kalium permanganat. Penentuan kadar tanin dalam metode ini
adalah berdasarkan jumlah gugus pada senyawa tanin. Saat di titrasi dengan larutan
kalium permanganate. Gugus fenol pada tanin akan teroksidasi. Jumlah gugus fenol
berbanding lurus dengan jumlah kalium permanganat yang diperlukan untuk titrasi
(Sudarmaji, 1984). Serbuk simplisia dan daun segar masing- masing ditambahkan
akuades kemudian dididihkan dan disaring (filtrat 1). Diambil filtrat 1 dan ditambahkan
indikator redoks yaitu menggunakan indigokarmin. Warna akan berubah menjadi biru,
kemudian dititrasi dengan kalium permanganat sampai warna kuning keemasan
kemudian dicatat banyaknya KMnO4 yang dibutuhkan. Proses selanjutnya adalah
menentukan senyawa fenol selain tanin, filtrat 1 ditambahkan larutan gelatin, NaCl dan
serbuk kaolin. Penambahan tersebut adalah untuk mengendapkan senyawa tanin yang
terdapat dalam ekstrak. Larutan gelatin dengan senyawa tanin akan mengendap
menghasilkan endapan putih karena gelatin merupakan salah satu jenis protein. Senyawa
tanin akan bereaksi dengan protein yang terdapat dalam suatu sampel, tanin mempunyai
sifat menyerupai kolagen kulit hewan jika direaksikan dengan protein sehingga terjadi
proses penyamakan berupa endapan (Harborne, 1987). Penambahan garam pada suasana
asam adalah untuk mengendapkan tanin terkondensasi, karena apabila tanin
terkondensasi direaksikan dengan asam pada kondisi panas beberapa ikatan karbon-
karbon penghubung satuan terputus dan dibebaskanlah monomer antosianin. Menurut
Robinson (1995) senyawa tanin jika dilakukan dengan penggaraman dengan NaCl akan
terbentuk endapan dan endapan akan larut kembali jika ditambahkan dengan aseton
sehingga endapan akan terbentuk yang warnanya sedikit kecoklatan. Warna sampel yang
telah dicampur dengan larutan gelatin, NaCl dan serbuk kaolin setelah dikocok, berubah
menjadi putih dan terbentuk endapan. Terbentuknya endapan menunjukkan adanya
senyawa tanin di dalam ekstrak. Larutan disaring kemudian filtrat ditambahkan dengan
indigokarmin. Warna ekstrak berubah dari bening dan sedikit kekuningan menjadi biru,
dan dititrasi dengan KMnO4 sampai berwarna kuning emas. Banyaknya KMnO4 yang
dibutuhkan untuk titrasi merupakan banyaknya gugus fenol selain tanin misalkan
flavonoid yang masih terdapat dalam sampel (Sudarmaji, 1984). Sebagai pembanding
digunakan rimpang jahe merah + asam tanat dilakukan perlakuan yang sama dengan
daun belimbing wuluh.
II. Rambutan
Untuk mengetahui tanin yang terkandung dalam kulit rambutan maka uji kualitatif yang
dapat dilakukan adalah dengan menambahkan gelatin pada sampel. Gelatin adalah suatu
protein, berdasarkan sifat tanin yang dapat menggumpalkan protein (Robinson, 1995).
Adanya endapan putih menunjukan adanya tanin yang menggumpalkan protein dari
gelatin (Robinson, 1995). Sedangkan reaksi FeCl3 melibatkan struktur tanin yang
merupakan senyawa polifenol, dimana dengan adanya gugus fenol akan berikatan
dengan FeCl3 membentuk kompleks berwarna hitam kebiruan. Sifat yang spesifik dari
kompleks biru dari tanin yang berikatan dengan FeCl3 ini adalah kompleksnya tidak
stabil dengan penambahan H2SO4 encer (Depkes RI, 1979).
Pada peneltian ini akan dilakukan uji penentuan jenis tanin pada kulit buah rambutan
secara kualitatif. Metode ini diharapkan akan menunjukan adanya senyawa-senyawa
golongan fenolik yang nantinya diharapkan akan menunjukan jenis yang terdapat pada
kulit buah rambutan.
Untuk pengujian tanin kompleks, ekstrak kulit buah rambutan ditambah dengan
pereaksi Stiassny dan direfluks selama 30 menit, tidak termasuk endapan warna merah.
Hal ini menunjukan tidak adanya tanin terkondensasi. Setelah disaring dan difiltrat dan
ditambah dengan FeCl3, terjadi perubahan warna menjadi bitu tinta atau biru kehitaman
yang menunjukan adanya tanin terhidrolisis. Dari hasil yang diperoleh menunjukan
bahwa kulit buah rambutan ini hanya mengandung jenis tanin terhidrolisis.
Pengujian senyawa tannin pada ekstrak etanol kulit bawang yaitu mengambil 1 ml
ekstrak dan kemudian ditambahkan 5 tetes larutan FeCl3 1 %. Dan hasil yang didapatkan
pada ekstrak terbentuk warna hijau kehitaman yang menandakan terbentuknya senyawa
kompleks antara tannin dan Fe3+ . Uji fitokimia dengan menggunakan FeCl3 digunakan
untuk menentukan apakah sampel mengandung gugus fenol. Adanya gugus fenol
ditunjukkan dengan warna hijau kehitaman atau biru tua setelah ditambahkan dengan
FeCl3, sehingga apabila uji fitokimia dengan FeCl3 memberikan hasil positif
dimungkinkan dalam sampel terdapat senyawa fenol dan dimungkinkan salah satunya
adalah tannin karena tannin merupakan senyawa polifenol. Cara klasik untuk mendeteksi
senyawa fenol sederhana yaitu menambahkan ekstrak dengan larutan FeCl3 1 % dalam
air, yang menimbulkan warna hijau, merah, ungu, biru atau hitam yang kuat.
Terbentuknya warna hijau kehitaman atau biru tinta pada ekstrak setelah ditambahkan
dengan FeCl3 karena tannin akan membentuk senyawa kompleks dengan ion Fe3+ .
Pada praktikum kali ini dilakukan uji senyawa tanin pada ekstrak daun ketapang dengan
tujuan untuk mengidentifikasi adanya senyawa tanin pada daun ketapang. Pada uji tanin
kali ini digunakan metode uji dengan larutan Besi(III) Klorida atau FeCl3.
Tanin merupakan aneka senyawa polifenol berukuran besar yang mengandung cukup
banyak gugus hidroksil dan gugus lain yang sesuai (misalnya karboksil) untuk
membentuk perikatan kompleks yang kuat dengan protein dan makromolekul yang lain.
Tanin merupakan astrigen tanaman berasa pahit yang dapat mengikat dan
mengendapkan protein. Umumnya tanin digunakan untuk penyamakan kulit, tetapi tanin
juga banyak aplikasinya di bidang pengobatan, misalnya untuk pengobatan diare,
hemostatik (menghentikan pendarahan), dan wasir (Yellia, 2009).
Senyawa-senyawa tanin ditemukan pada banyak jenis tumbuhan. Tanin berperan penting
untuk melindungi tumbuhan dari pemangsaan oleh herbivora dan hama, serta dalam
pengaturan pertumbuhan. Tanin lebih banyak pada daun yang muda (pucuk).
Adapun cara kerja pada uji tanin dengan larutan FeCl 3 adalah, yang pertama dimasukan
ekstrak daun ketapang yang telah dibuat sebelumnya sebanyak 1 mL dan dimasukkan
kedalam tabung reaksi, kemudian ditambahkan 5 tetes larutan FeCl 3 sebanyak 5 tetes ke
dalam tabung reaksi yang telah berisi ekstrak daun ketapang tadi. Pereaksi FeCl3
memang digunakan secara luas untuk mengidentifikasi senyawa fenol atau polifenol
atau tanin. Pereaksi FeCl3 digunakan untuk menentukan apakah sampel mengandung
gugus fenol atau tidak. Adanya gugus fenol ditandai dengan berubahnya warna menjadi
berwarna biru hitam ataupun hijau hitam.
Dari hasil praktikum didapatkan hasil yang positif yaitu berubahnya warna menjadi
berwarna biru hitam atau hijau hitam pada ekstrak daun ketapang pada setiap waktu
ekstraksi,, yang menandakan terbentuknya senyawa kompleks antara tanin dan Fe 3+. Hal
ini mengidentifikasikan bahwa pada daun ketapang terdapat senyawa polifenol yaitu
Tanin. Hal ini diperkuat oleh (Harborne, 1996), yang menyatakan bahwa cara klasik
untuk mendeteksi senyawa fenol yaitu menambahkan ekstrak dengan larutan FeCl3 1 %
dalam air, yang menimbulkan warna hijau, merah, ungu, biru atau hitam yang kuat.
Terbentuknya warna hijau kehitaman atau biru tinta pada ekstrak setelah ditambahkan
dengan FeCl3 karena tanin akan membentuk senyawa kompleks dengan ion Fe3+.
V. Daun Surian
Tanin merupakan salah satu metabolit sekunder berupa senyawa polifenol kompleks
alami yang terdapat pada semua jenis tumbuhan hijau baik tumbuhan tingkat tinggi
maupun tingkat rendah dengan jenis tanin berbeda (poedjirahajoe et al.2011).
identifikasi jenis tanin bertujuan untuk mengetahui secara kualitatif jenis tanin yang ada
pada ekstrak daun dan kulit batang surian. Hasil penelitian menunjukan bahwa ekstrak
daun dan kulit batang surian. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ekstrak daun dan
kulit batang surian memiliki jenis tanin yang berbeda. Ekstrak daun surian mengandung
jenis tanin terhidrolisis yaitu galat dan turunannya sedangkan ekstrak kulit batang surian
mengandung jenis tanin terkondensasi yaitu tanin katekol. Menurut Sari et al. (2013),
beberapa penelitian menunjukkan bahwa daun surian mengandung senyawa fenolik
seperti asam galat dan turunannya, galotanin sedangkan menurut Harborne (1987) tanin
terkondensasi banyak terdapat pada jenis tumbuhan berkayu dan surian merupakan salah
satu tumbuhan berkayu.
Uji fitokimia
Uji fitokimia merupakan analisis awal untuk mengetahui kandungan senyawa metabolit
sekunder yang ada pada daun dan kulit batang surian. Hasil uji fitokimia kedua jenis
sampel disajikan pada Tabel 2. Hasil penelitian menunjukkan bahwa semua sampel yang
diuji menunjukkan adanya kandungan flavonoid, triterpenoid, dan tanin namun tidak
mengandung alkaloid sedangkan uji saponin negatif hanya untuk ekstrak etanol kulit
batang. Hasil yang hampir sama ditunjukkan oleh hasil penelitian bahwa ekstrak etanol
daun dan kulit surian tidak mengandung alkaloid dan saponin. Selain itu berbeda dengan
penelitian ekstrak metanol daun surian positif mengandung alkaloid. Menurut Kardono
(2003) kandungan metabolit sekunder yang berbeda pada jenis tanaman yang sama
dipengaruhi oleh variasi genetik, umur tanaman, kondisi geografis tempat tanaman
tumbuh dan pelarut yang digunakan.
VII. KESIMPULAN
I. Belimbing Wuluh
Kadar tanin tertinggi terdapat pada daun segar. Hasil kemungkinan dikarenakan
tidak dilakukannya proses pengeringan, sehingga senyawa tanin tidak mengalami
kerusakan. Tanin yang dikeringkan dalam oven pada suhu tertentu atau diangin-
anginkan pada suhu sekitar dapat mengalami kerusakan karena tanin mengandung gugus
polifenol yang mudah teroksidasi dengan adanya panas.
Proses pengeringan dan metode analisis dapat mempengaruhi kadar tanin daun
belimbing wuluh.
II. Rambutan
Dari percobaan analisis kualitatif metabolit sekunder tanin ini maka dapat disimpulkan
bahwa :
1. Kulit buah rambutan ini hanya mengandung 1 jenis tanin yaitu tanin terhidrolisis
2. Tanin ialah suatu senyawa metabolit sekunder dari beberapa tanaman
3. Tanin berfungsi mengikat dan mengendapkan protein
4. Tanin terhidrolisis diprekusor oleh asam dehydroshikimic, sedangkan tanin
kondensasi disintetis dari prekusor flavonoid
5. Didapatkan hasil yang positif pada pengujian tanin pada daun bawang, karena
berdasarkan uji dengan FeCl3, didapatkan perubahahan warna pada ekstrak daun
ketapang menjadi berwarna hijau hitam ataupun biru hitam, yang menandakan
terbentuknya senyawa kompleks antara tanin dan Fe 3+
V. Daun Surian
Hasil penelitian menunjukkan bahwa ekstrak daun dan kulit batang surian memiliki jenis
tanin yang berbeda. Ekstrak daun surian mengandung jenis tanin terhidrolisis yaitu galat
dan turunannya sedangkan ekstrak kulit batang surian mengandung jenis tanin
terkondensasi yaitu tanin katekol. Sedangkan hasil fitokimia Hasil penelitian
menunjukkan bahwa semua sampel yang diuji menunjukkan adanya kandungan
flavonoid, triterpenoid, dan tanin namun tidak mengandung alkaloid sedangkan uji
saponin negatif hanya untuk ekstrak etanol kulit batang.
1. Agustian., Rian, Erni R, Mira M. 2015. Formulasi Minuman Serbuk Ekstrak Biji
Alpukat (Persea americana Mill) Dengan Variasi Pengisi Tepung Talas (Colocasia
esculenta (L.) Schott) Dan Susu Krim. Jurnal Farmasi FMIPA UNPAK. Bogor
2. Asmara, Adhy. 1980. Jamu Jawa. Nur Cahya. Yogyakarta
3. Dasuki, U. 1991. Siitematika Tumbuhan Tinggi. Pusat Universitas Ilmu Hayati ITB.
Bandung
4. Day. R. A. and Underwood. 2002. Analisis Kimia Kuantitatif. Edisi VI. PT
Erlangga. Jakarta. Hal 43
II. Rambutan
1. Lanzotti, V., Scala, F. and Bonanomi, G. 2014. Compounds from Allium species
with cytotoxic and antimicrobial activity. Phytochemistry Reviews. 13: 769-791.
2. Hagerman, A.E. 2002. The Tannin Handbook. Miami University, Oxford, Ohio,
USA.
3. Maldonado, R. A. P. 1994. The Chemical Nature and Biologycal Activity of Tannins
in Forages Legumes Fed to Sheep and Goat. Thesis. Departement of Agriculture
Australia. University of Quensland Australia, Australia
V. Daun Surian