Anda di halaman 1dari 21

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA ORGANIK

PERCOBAAN IV
ANALISIS KUALITATIF METABOLIT SEKUNDER SENYAWA TANIN

Nama Kelompok : 1. Riska Yolanda


2. Rivaldo Nanda Pratama
3. Salsabila A Sianturi
4. Sandra Agista Putri
5. Sherin Martinda

Kelas : 1A
Kelompok : IV A
Dosen Pembimbing : M. Farhan Baharudin, S. Farm,. Apt

LABORATORIUM KIMIA
AKADEMI FARMASI YARSI PONTIANAK
2020
I. TUJUAN PRAKTIKUM
1. Mahasiswa terampil dalam melakukan analisis kualitatif metabolit sekunder tanin.
2. Mahasiswa mampu menjelaskan setiap proses yang terjadi pada analisis kualitatif
metabolit sekunder tanin.

II. DASAR TEORI


Tinin adalah beberapa antioksidan berjenis polifenol (yang mencegah
atau mentralisasi efek radiakl bebas yang merusak) yang menyatu dan mudah
teroksidasi menjadi asam tanat. Asam tanat berfungsi membekukan protein
yang berefek negatif pada mukosa lambung. Mukosa lambung orang - orang
yang secara teratur minum teh (baik itu teh hijau, teh cina, teh hitam) atau kopi
yang mengandung banyak asam tanat, baisanya telah menipis karena atrofi.
Perubahan atrofi yang kronis atau mag kronis dapat dengan mudah berkembang
menjadi kanker lambung. Jenis teh yang dijual sekarang ini banyak yang
menggunakan zat - zat kimia pertanian dalam proses penanamannya.
Tanin menyebabkan beberapa tumbuhan dan buah - buah memiliki rasa
I
"pahit". Tanin mudah teroksidasi melalui udara ataupun saat terkena air panas.
Lebih dari itu, asam tanant berfungsi membekukan protein.
Hasil penelitian Faharani, (2009) dan Hayati, dkk., (2010) menyatakan
bahwa ekstrak daun belimbing wuluh mengandung flavonoid, saponin,
triterpenoid dan tanin. Secara kualitatif pengujian fitokimia senyawa tanin
terhadap ekstrak aseton-air (7:3) daun belimbing wuluh dengan reagen FeCl3,
gelatin dan campuran formalin : HCl menunjukkan adanya golongan senyawa
tanin (Hayati, dkk., 2009). Menurut Kamilah dkk., (2010) ekstrak daun
belimbing wuluh yang dianalisa dengan metode kromatografi lapis tipis
mengandung senyawa tanin.
Rambutan (Nephelium lappaceum L) merupakan tanaman buah hortikultura
berupa pohon dengan famili sapindaceae. Selain enak dimakan, rambutan juga
II memiliki sejumlah khasiat bagi kesehatan. Berbagai referensi menyebutkan,
khasiat rambutan yang baik untuk kesehatan tidak lepas dari kandungan kimia di
dalamnya. Salah satu bagian dari tanaman rambutan yang dapat berguna untuk
kesehatan adalah daun rambutan. Daun rambutan mengandung tanin dan saponin
(Dalimartha, 2007). Tanin merupakan kelompok besar dari senyawa kompleks
yang didistribusikan merata pada berbagai tanaman. Hampir setiap famili
tanaman mempunyai spesies yang mengandung tanin. Tanin biasanya terdapat
pada bagian tanaman yang spesifik seperti daun, buah, kulit dahan dan batang.
Tanin adalah polifenol tanaman yang berfungsi mengikat dan mengendapkan
protein. Tanin juga dipakai untuk menyamak kulit (Harborne, 1987).
Metode penentuan kualitatif tanin dapat dilakukan dengan mengidentifikasi
jenis tanin umtuk membedakan apakah termasuk jenis tanin terhidrolisis atau
kompleks. Pengujian tersebut dilakukan dengan uji FeCl3, uji HCL, uji asam
asetat ditambah Pb asetat, uji KBr dan uji penambahan pereaksi formaldehid 3%
- asam klorida. (Poucher, 1978). Dalam penelitian ini metode yang digunakan
adalah penetapan kadar tanin secara permanganometri. Penetapan kadar tanin
total secara permanganometri dilakukan dengan cara serbuk disari dengan air
panas kemudian di pipet volume tertentu, ditambahkan asam indigo sulfonat
sebagai indikator, lalu dititrasi dengan Kalium Permanganat(KMnO4) yang telah
dibakukan dengan asam oksalat(H2C2O4.2H2O). titik akhir titrasi pada
penetapan kadar tanin ditunjukan dari warna larutan biru menjadi berwarna
kuning emas. (Depkes RI, 1995).
Bawang putih (Allium sativum L) merupakan genus Alliaceae yang telah
digunakan oleh manusia selama lebih dari 7000 tahun terutama tumbuh di Asia
Tengah (Ensminger, 1994). Bawang putih digunakan sebagai bumbu pada
hampir semua masakan Indonesia, juga merupakan ramuan obat tradisional dan
modern. Bawang putih juga dapat diolah dalam bentuk minyak bawang putih,
ekstrak bawang putih dan bubuk bawang putih dengan perbedaan komposisi
III
kimia dan kandungan senyawa bioaktif (Lanzotti et al. 2014). Tanin merupakan
senyawa polifenol yang memiliki berat molekul 500-300 Dalton (Da) dan terdiri
dari gugus hidroksil dan karboksil. Tanin dapat dijumpai pada hampir semua
tumbuhan hijau (buah, kulit, daun, akar, tunas, batang). Tanin adalah senyawa
polifenol yang merupakan metabolit sekunder seperti alkaloid, terpene, dan
fenolik. Golongan polifenol ini dicirikan adanya cincin aromatik dengan satu atau
dua gugus hidroksil. Metabolisme fenolik pada tanaman bersifat kompleks, dan
menghasilkan beragam senyawa dari pigmen bunga (antosianin) sampai lignin.
Tetapi kelompok senyawa fenolik dikenal sebagai tanin yang perbedaannya jelas
dari sifat reaksi kimia dan aktivitas biologinya. Meskipun senyawa-senyawa ini
fungsinya tidak bertindak sebagai yang utama seperti biosintesis, biodegradasi
dan konversi energi lainnya, senyawa-senyawa ini memiliki beragam aktivitas
biologis mulai dari sifat toksisitasnya, mimikri, melindungi tanaman dari hewan
herbivora dan penyakit (Hagerman, 2002).
Tanin merupakan suatu senyawa fenol yang memiliki berat molekul besar yang
terdiri dari gugus hidroksi dan beberapa gugus yang bersangkutan seperti
karboksil untuk membentuk kompleks kuat yang efektif dengan protein dan
beberapa makromolekul. Tanin terdiri dari dua jenis yaitu tanin terkondensasi
dan tanin terhidrolisis. Kedua jenis tanin ini terdapat dalam tumbuhan, tetapi yang
paling dominan terdapat dalam tanaman adalah tanin terkondensasi (Hayati,
2010). Tanin terhidrolisis merupakan jenis tanin yang mempunyai struktur
poliester yang mudah dihidrolisis oleh asam atau enzim, dan sebagai hasil
hidrolisisnya adalah suatu asam polifenolat dan gula sederhana. Golongan tanin
ini dapat dihidrolisis dengan asam, mineral panas dan enzim-enzim saluran
pencernaan. Sedangkan tanin terkondensasi, yang sering disebut proantosianidin,
IV
merupakan polimer dari katekin dan epikatekin (Maldonado, 1994). Menurut
Susanti (2000), sifat utama tanin pada tanaman tergantung pada gugus fenolik-
OH yang terkandung dalam tanin. Secara garis besar sifat tanin dapat dijabarkan
sebagai berikut:
1. Tanin secara umum memiliki gugus fenol dan bersifat koloid.
2. Semua jenis tanin dapat larut dalam air, kelarutannya besar dan akan
bertambah besar apabila dilarutkan dalam air panas. Begitu pula dalam
pelarut organic seperti metanol, etanol, aseton dan pelarut organik lainnya.
3. Reaksi warna terjadi bila disatukan dengan garam besi. Reaksi ini digunakan
untuk menguji klasifikasi tanin. Reaksi tanin dengan garam besi akan
memberikan warna hijau dan biru kehitaman, tetapi uji ini kurang baik
karena selain tanin yang dapat memberikan reaksi warna, zat-zat lain juga
dapat memberikan reaksi warna yang sama.
4. Tanin mulai terurai pada suhu 98,8˚C.
5. Tanin dapat dihidrolisis oleh asam, basa, dan enzim.
6. Ikatan kimia yang terjadi antara tanin-protein atau polimer lainnya terdiri
dari ikatan hidrogen, ikatan ionik, dan ikatan kovalen.
7. Tanin mempunyai berat molekul tinggi dan cenderung mudah dioksidasi
menjadi suatu polimer, sebagian besar tanin amorf (tidak berbentuk) dan
tidak mempunyai titik leleh.
8. Warna tanin akan menjadi gelap apabila terkena cahaya atau dibiarkan di
udara terbuka.
9. Tanin mempunyai sifat bakteristatik dan fungistatik.
Surian merupakan tanaman kayu yang cepat dan mudah tumbuh serta tersebar
dikawasan asia. Bagian dari buah, daun, kulit, kayu, dan akar memiliki banyak
manfaat. Secara ilmiah bagian tanaman surian seperti daun memiliki aktifitas
antioksidan terhadap sel kanker, memberikan efek proteksi terhadap
aterosklerosis, dan dapat dijadikan sebagai krim pencegah gigitan nyamuk.
Daun surian mengandung bioaktif flafonoid, alkaloid, terpen dan antraquinon
yang berperan dalam pengobatan antidiabetes dengan cara menghambat
aktifitas a-glukosidase yang terletak pada dinding usus halus (Mataputun et al,
2013, Zhao et al. 2019). Menurut Trina et al (2014) banyak tanaman yang
V
berpotensi sebagai obat tradisional antidiabetes belum di ketahui nilai total tanin
dan jenis taninnya.
Tanin merupakan senyawa polifenol yang memiliki berat molekul tinggi dan
berperan sebagai antinitrient serta penghambat enzim. Yang mengakibatkan
respon terhadap gula darah pada hewan menurun.
Tanin mempunyai kemampuan mengendapkan protein, karena tanin
mengandung sejumlah kelompok ikatan fungsional yang kuat dengan molekul
protein yang selanjutnya akan menghasilkan ikatan silang yang besar dan
komplek yaitu protein tanin.
III. ALAT & BAHAN
I. Belimbing Wuluh
Alat :. Tabung reaksi, pipet tetes
Bahan : Daun belimbing wuluh (Averrhoa bilimbi L) yang masih muda (pucuk daun ke
3-5), etanol 95% pekat, feri klorida 1%.
II. Rambutan
Alat : Timbangan analitik, gelas beaker, batang pengaduk, kapas atau kertas saring, pipet
volume 25 ml, pipet tetes, erlenmeyer, corong kaca, waterbath.
Bahan : Kulit rambutan, FeCl3, gelatin 1%, aquadest, besi (III) amoniumsulfat, kalium
besi (III) sianida, larutan ammonia, asam klorida, asam asetat, Pb asetat 10%, KBr, Na
asetat, stiassny formaldehid.
III. Kulit Bawang
Alat : Tabung reaksi, pipet tetes
Bahan : kulit bawang, FeCl3
IV. Daun ketapang
Alat : Tabung reaksi, pipet tetes
Bahan : Ekstrak kental daun ketapang, Larutan FeCl3 1%
V. Daun Surian

Alat : Tabung reaksi, pipet tetes, penjepit, beaker glass, batang pengaduk.
Bahan : ekstrak tanin air, ekstrak tanin etanol, daun dan batang daun surian, pereaksi
FeCl3, stiasny L

IV. CARA KERJA


I. Belimbing Wuluh

Uji Fitokimia

A. Uji Tanin

1. Sebanyak 20 mg serbuk simplisia yang telah dihaluskan dan daun segar


masing-masing ditambah etanol sampai sampel larut.
2. Sebanyak 1 mL larutan tersebut dipindahkan ke dalam tabung reaksi dan
ditambahkan 2-3 tetes larutan FeCl3 1%.
3. Hasil positif ditunjukkan dengan terbentuknya warna hitam kebiruan atau
hijau.

II. Rambutan

Uji Kualitatif Tanin Pada Kulit Rambutan

1. Pembuatan ekstrak kulit buah rambutan

- Ditimbang 2 gram kulit rambutan


- Diberi aquadest sebanyak 50 ml di gelas beaker
- Dipanaskan dalam tangas air selama 30 menit
- Diendapkan dan disaring dengan kapas atau kertas saring
- Diambil ekstrak

2. Uji identifikasi adanya tanin

- Ditambahkan FeCl3 pada ekstrak (terbentuk endapan hijau hitam, mengandung


tanin)
- Ditambahkan larutan gelatin 1% yang mengandung NaCl pada ekstrak (terbentuk
endapan, mengandung tanin)
- Ditambahkan Kalium ferrisianida dan ammonia pada ekstrak (terbentuk warna
coklat tua, mengandung tanin)
- Ditambahkan larutan ammonia dan dipijar dengan udara (terbentuk warna hijau,
mengandung tanin)

3. Uji identifikasi jenis tanin

a. Tanin terhidrolisis (hydrolysable tannin = pyrogallotannin)

- Ditambahkan FeCl3 pada ekstrak (terbentuk warna biru hitam)


- Ditambahkan HCL pada ekstrak dan dipanaskan (terbentuk warna merah)
- Ditambahkan asam asetat 2 ml dan larutan Pb asetat 10% 1 ml pada ekstrak
(terbentuk endapan)
- Ditambahkan pereaksi bromine (KBr) pada ekstrak (tidak terbentuk endapan)
b. Tanin terkondensasi (condensed tanin = nonhydrolysed tannin = catechol tannin)

- Ditambahkan FeCl3 pada ekstrak (terbentuk warna hitam kehijauan)


- Ditambahkan cathecin dipanaskan bersamaan dengan HCL terbentuk
phloroglucinol (Terbentuk warna pink atau merah pada batang korek api)
- Ditambahkan HCL pada ekstrak dan dipanaskan (terbentuk warna merah yang
tidak larut)
- Ditambahkan asam asetat 2 ml dan larutan Pb asetat 10% 1 ml (Tidak terbentuk
endapan)
- Ditambahkan pereaksi bromine (KBr) pada ekstrak (terbentuk endapan)

c. Tanin kompleks

- Ditambahkan pereaksi stiasny L formaldehid 3% - asam klorida (2:1)


- Direfluks selama 30 menit, sambil diaduk (terbentuk endapan merah, adanya
tanin katekol)
- Disaring endpan yang terbentuk
- Dinentralkan filtrat dengan natrium asetat
- Ditambahkan FeCl3 1% pada filtrat (terbentuk warna biru tinta atau hitam,
adanya tanin galat)

III. Kulit Bawang

Uji kualitatif tanin

1. Pemeriksaan senyawa tannin dilakukan dengan cara menambahkan 5 tetes FeCl3


1% (b/v) ke dalam ekstrak kental sebanyak 1 ml.
2. Perubahan warna larutan menjadi biru tua atau hitam kehijauan yang terbentuk
menunjukkan adanya tannin.

IV. Daun Ketapang

Uji Tanin dengan FeCl3

1. Dimasukkan ekstrak kental daun ketapang sebanyak 1 mL.


2. Ditambahkan FeCl3 1% sebanyak 5 tetes.
3. Diamati perubahan warna yang terjadi.
V.Daun Surian

Uji identifikasi jenis tanin

1. Disiapkan alat dan bahan


2. Di larutkan kedalam 50ml air panas ekstrak tanin air, ekstrak tanin etanol daun
dan kulit batang surian.
3. Disaring campuran dan filtrat diambil masing-masing 5ml.
4. Dimasukan kedalam tabung reaksi dan ditambahkan dengan pereaksi FeCl3 dan
stiasny.
5. Ditambahkan FeCl3 10% pada filtrat akan terbentuk warna biru tinta atau
hitam menunjukan adanya tanin galat (tanin terhidrolisis), endapan biru hitam
menunjukan gallotanin/elagitanin ( tanin terhidrolisis ) endapan hitam
kehijauan menunjukan tanin terkondensasi.
6. Ditambahkan filtrat dengan stiasny L formaldehid 30%, kemudian panaskan
selama 30 menit
7. Setelah reaksi jika terjadi endapan merah menunjukan adanya tanin katekol
(tanin terkondensasi), dan bila tidak terjadi endapan merah menunjukan adanya
tanin terhidrolisis

Uji fitokimia

1. Dibuat larutan uji dengan mereaksikan 10mg sampel dengan 50 mL


2. Dipanaskan hingga mendidih selama 5menit dan filtrate disaring
3. Dimasukan larutan sebanyak 5mL kedalam tabung rekasi
4. Ditambahkan beberapa tetes FeCL3 1M
Hasil positif ditandai dengan terbentuknya warna biru tua atau hitam kehijauan
V. HASIL PERCOBAAN
I. Belimbing Wuluh

Uji tinin

Perlakuan Kadar tannin

Hasil pengeringan dengan oven 7,44 %

Hasil pengeringan diangin-anginkan 7,61 %

Daun segar 15,52 %

Pembanding 5,65 %

II. Rambutan

1. Uji identifikasi adanya tanin

No Sampel Pereaksi Hasil Pustaka Kesimpulan

1 Ekstrak kulit FeCl3 Berwarna Berwarna +


rambutan biru hitam biru hitam
atau hijau
hitam

2 Ekstrak kulit Gelatin Adanya Adanya +


rambutan endapan endapan

3 Ekstrak kulit Kalium ferri Berwarna Berwarna +


rambutan sianida + coklat tua coklat tua
ammonia
4 Ekstrak kulit Test for Berwarna Berwarna +
rambutan chlorogenic hijau ssat hijau saat
acid dipijar dipijar

2. Uji identifikasi jenis tanin

No Sampel Pereaksi Hasil Pustaka Kesimpulan

1 Ekstrak kulit FeCl3 Berwarna Berwarna +


rambutan biru hitam biru hitam

2 Ekstrak kulit HCL + Tidak Tidak +


rambutan dipanaskan terbentuk terbentuk
warna warna merah
merah

3 Ekstrak kulit Asam asetat Terbentuk Terbentuk +


rambutan 2 ml + Pb endapan endapan
asetat 10% 1
ml

4 Ekstrak kulit KBr Tidak Tidak +


rambutan terbentuk terbentuk
endapan endapan

5 Ekstrak kulit Catechin test Batang Batang korek +


rambutan korek api api tidak
tidak berubah
berubah menjadi
menjadi warna merah
warna
merah
3. Penentuan kualitatif jenis tanin kompleks

No Sampel Pereaksi Hasil Pustaka Kesimpulan

1 Ekstrak kulit Stiassny Tidak Menimbulkan -


rambutan menimbulkan endapan
endapan merah =
merah Tanin
terkondensasi

2 Ekstrak kulit FeCl3 Terbentuk Terbentuk +


rambutan warna biru warna biru
tinta kehitaman =
Tanin
terhidrolisis

III. Kulit Bawang

Uji kualitatif tanin

Metode pengujian Waktu Ekstraksi (menit)

15 30 45 60 75

Tannin FeCl3 1% ++ ++ ++ ++ ++
IV. Daun Ketapang

Uji Tanin dengan FeCl3

Sampel Metode Waktu Ekstraksi Teori


Pengujian (menit)

15 30 45 60 75

Ekstrak daun FeCl3 1% ++ ++ ++ ++ ++ Berwarna biru


ketapang hitam atau hijau
hitam

V. Daun Surian

Uji identifikasi jenis tanin (Tabel 1)

Jenis ekstrak FeCl3 10% Stiasny L Jenis tanin Tanin

Warna biru Tidak ada Terhidrolisis galat


Ekstrak air
hitam endapan
daun
merah
Endapan biru Tidak ada Terhidrolisis Gallotanin/
Ekstrak etanol
hitam endapan ellagotanin
daun
merah katekol

Endapan hitam Ada endapan Terkondensi Katekol


Ekstrak etanol
kehijauan merah
kulit batang

Senyawa fitokimia (Tabel 2)

Kandungan kimia Ekstrak air daun Ekstrak etanol Ektrak etanol kulit
daun batang

Tanin + + +
VI. PEMBAHASAN
I. Belimbing Wuluh
Metode ini menggunakan prinsip titrasi oksidasi yaitu dengan adanya penggunaan
senyawa pengoksidasi kalium permanganat. Penentuan kadar tanin dalam metode ini
adalah berdasarkan jumlah gugus pada senyawa tanin. Saat di titrasi dengan larutan
kalium permanganate. Gugus fenol pada tanin akan teroksidasi. Jumlah gugus fenol
berbanding lurus dengan jumlah kalium permanganat yang diperlukan untuk titrasi
(Sudarmaji, 1984). Serbuk simplisia dan daun segar masing- masing ditambahkan
akuades kemudian dididihkan dan disaring (filtrat 1). Diambil filtrat 1 dan ditambahkan
indikator redoks yaitu menggunakan indigokarmin. Warna akan berubah menjadi biru,
kemudian dititrasi dengan kalium permanganat sampai warna kuning keemasan
kemudian dicatat banyaknya KMnO4 yang dibutuhkan. Proses selanjutnya adalah
menentukan senyawa fenol selain tanin, filtrat 1 ditambahkan larutan gelatin, NaCl dan
serbuk kaolin. Penambahan tersebut adalah untuk mengendapkan senyawa tanin yang
terdapat dalam ekstrak. Larutan gelatin dengan senyawa tanin akan mengendap
menghasilkan endapan putih karena gelatin merupakan salah satu jenis protein. Senyawa
tanin akan bereaksi dengan protein yang terdapat dalam suatu sampel, tanin mempunyai
sifat menyerupai kolagen kulit hewan jika direaksikan dengan protein sehingga terjadi
proses penyamakan berupa endapan (Harborne, 1987). Penambahan garam pada suasana
asam adalah untuk mengendapkan tanin terkondensasi, karena apabila tanin
terkondensasi direaksikan dengan asam pada kondisi panas beberapa ikatan karbon-
karbon penghubung satuan terputus dan dibebaskanlah monomer antosianin. Menurut
Robinson (1995) senyawa tanin jika dilakukan dengan penggaraman dengan NaCl akan
terbentuk endapan dan endapan akan larut kembali jika ditambahkan dengan aseton
sehingga endapan akan terbentuk yang warnanya sedikit kecoklatan. Warna sampel yang
telah dicampur dengan larutan gelatin, NaCl dan serbuk kaolin setelah dikocok, berubah
menjadi putih dan terbentuk endapan. Terbentuknya endapan menunjukkan adanya
senyawa tanin di dalam ekstrak. Larutan disaring kemudian filtrat ditambahkan dengan
indigokarmin. Warna ekstrak berubah dari bening dan sedikit kekuningan menjadi biru,
dan dititrasi dengan KMnO4 sampai berwarna kuning emas. Banyaknya KMnO4 yang
dibutuhkan untuk titrasi merupakan banyaknya gugus fenol selain tanin misalkan
flavonoid yang masih terdapat dalam sampel (Sudarmaji, 1984). Sebagai pembanding
digunakan rimpang jahe merah + asam tanat dilakukan perlakuan yang sama dengan
daun belimbing wuluh.

II. Rambutan
Untuk mengetahui tanin yang terkandung dalam kulit rambutan maka uji kualitatif yang
dapat dilakukan adalah dengan menambahkan gelatin pada sampel. Gelatin adalah suatu
protein, berdasarkan sifat tanin yang dapat menggumpalkan protein (Robinson, 1995).
Adanya endapan putih menunjukan adanya tanin yang menggumpalkan protein dari
gelatin (Robinson, 1995). Sedangkan reaksi FeCl3 melibatkan struktur tanin yang
merupakan senyawa polifenol, dimana dengan adanya gugus fenol akan berikatan
dengan FeCl3 membentuk kompleks berwarna hitam kebiruan. Sifat yang spesifik dari
kompleks biru dari tanin yang berikatan dengan FeCl3 ini adalah kompleksnya tidak
stabil dengan penambahan H2SO4 encer (Depkes RI, 1979).
Pada peneltian ini akan dilakukan uji penentuan jenis tanin pada kulit buah rambutan
secara kualitatif. Metode ini diharapkan akan menunjukan adanya senyawa-senyawa
golongan fenolik yang nantinya diharapkan akan menunjukan jenis yang terdapat pada
kulit buah rambutan.
Untuk pengujian tanin kompleks, ekstrak kulit buah rambutan ditambah dengan
pereaksi Stiassny dan direfluks selama 30 menit, tidak termasuk endapan warna merah.
Hal ini menunjukan tidak adanya tanin terkondensasi. Setelah disaring dan difiltrat dan
ditambah dengan FeCl3, terjadi perubahan warna menjadi bitu tinta atau biru kehitaman
yang menunjukan adanya tanin terhidrolisis. Dari hasil yang diperoleh menunjukan
bahwa kulit buah rambutan ini hanya mengandung jenis tanin terhidrolisis.

III. Kulit Bawang

Uji kualitatif tanin

Pengujian senyawa tannin pada ekstrak etanol kulit bawang yaitu mengambil 1 ml
ekstrak dan kemudian ditambahkan 5 tetes larutan FeCl3 1 %. Dan hasil yang didapatkan
pada ekstrak terbentuk warna hijau kehitaman yang menandakan terbentuknya senyawa
kompleks antara tannin dan Fe3+ . Uji fitokimia dengan menggunakan FeCl3 digunakan
untuk menentukan apakah sampel mengandung gugus fenol. Adanya gugus fenol
ditunjukkan dengan warna hijau kehitaman atau biru tua setelah ditambahkan dengan
FeCl3, sehingga apabila uji fitokimia dengan FeCl3 memberikan hasil positif
dimungkinkan dalam sampel terdapat senyawa fenol dan dimungkinkan salah satunya
adalah tannin karena tannin merupakan senyawa polifenol. Cara klasik untuk mendeteksi
senyawa fenol sederhana yaitu menambahkan ekstrak dengan larutan FeCl3 1 % dalam
air, yang menimbulkan warna hijau, merah, ungu, biru atau hitam yang kuat.
Terbentuknya warna hijau kehitaman atau biru tinta pada ekstrak setelah ditambahkan
dengan FeCl3 karena tannin akan membentuk senyawa kompleks dengan ion Fe3+ .

IV. Daun Ketapang

Pada praktikum kali ini dilakukan uji senyawa tanin pada ekstrak daun ketapang dengan
tujuan untuk mengidentifikasi adanya senyawa tanin pada daun ketapang. Pada uji tanin
kali ini digunakan metode uji dengan larutan Besi(III) Klorida atau FeCl3.

Tanin merupakan aneka senyawa polifenol berukuran besar yang mengandung cukup
banyak gugus hidroksil dan gugus lain yang sesuai (misalnya karboksil) untuk
membentuk perikatan kompleks yang kuat dengan protein dan makromolekul yang lain.
Tanin merupakan astrigen tanaman berasa pahit yang dapat mengikat dan
mengendapkan protein. Umumnya tanin digunakan untuk penyamakan kulit, tetapi tanin
juga banyak aplikasinya di bidang pengobatan, misalnya untuk pengobatan diare,
hemostatik (menghentikan pendarahan), dan wasir (Yellia, 2009).

Senyawa-senyawa tanin ditemukan pada banyak jenis tumbuhan. Tanin berperan penting
untuk melindungi tumbuhan dari pemangsaan oleh herbivora dan hama, serta dalam
pengaturan pertumbuhan. Tanin lebih banyak pada daun yang muda (pucuk).

Adapun cara kerja pada uji tanin dengan larutan FeCl 3 adalah, yang pertama dimasukan
ekstrak daun ketapang yang telah dibuat sebelumnya sebanyak 1 mL dan dimasukkan
kedalam tabung reaksi, kemudian ditambahkan 5 tetes larutan FeCl 3 sebanyak 5 tetes ke
dalam tabung reaksi yang telah berisi ekstrak daun ketapang tadi. Pereaksi FeCl3
memang digunakan secara luas untuk mengidentifikasi senyawa fenol atau polifenol
atau tanin. Pereaksi FeCl3 digunakan untuk menentukan apakah sampel mengandung
gugus fenol atau tidak. Adanya gugus fenol ditandai dengan berubahnya warna menjadi
berwarna biru hitam ataupun hijau hitam.

Dari hasil praktikum didapatkan hasil yang positif yaitu berubahnya warna menjadi
berwarna biru hitam atau hijau hitam pada ekstrak daun ketapang pada setiap waktu
ekstraksi,, yang menandakan terbentuknya senyawa kompleks antara tanin dan Fe 3+. Hal
ini mengidentifikasikan bahwa pada daun ketapang terdapat senyawa polifenol yaitu
Tanin. Hal ini diperkuat oleh (Harborne, 1996), yang menyatakan bahwa cara klasik
untuk mendeteksi senyawa fenol yaitu menambahkan ekstrak dengan larutan FeCl3 1 %
dalam air, yang menimbulkan warna hijau, merah, ungu, biru atau hitam yang kuat.
Terbentuknya warna hijau kehitaman atau biru tinta pada ekstrak setelah ditambahkan
dengan FeCl3 karena tanin akan membentuk senyawa kompleks dengan ion Fe3+.

V. Daun Surian

Identifikas jenis tanin

Tanin merupakan salah satu metabolit sekunder berupa senyawa polifenol kompleks
alami yang terdapat pada semua jenis tumbuhan hijau baik tumbuhan tingkat tinggi
maupun tingkat rendah dengan jenis tanin berbeda (poedjirahajoe et al.2011).
identifikasi jenis tanin bertujuan untuk mengetahui secara kualitatif jenis tanin yang ada
pada ekstrak daun dan kulit batang surian. Hasil penelitian menunjukan bahwa ekstrak
daun dan kulit batang surian. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ekstrak daun dan
kulit batang surian memiliki jenis tanin yang berbeda. Ekstrak daun surian mengandung
jenis tanin terhidrolisis yaitu galat dan turunannya sedangkan ekstrak kulit batang surian
mengandung jenis tanin terkondensasi yaitu tanin katekol. Menurut Sari et al. (2013),
beberapa penelitian menunjukkan bahwa daun surian mengandung senyawa fenolik
seperti asam galat dan turunannya, galotanin sedangkan menurut Harborne (1987) tanin
terkondensasi banyak terdapat pada jenis tumbuhan berkayu dan surian merupakan salah
satu tumbuhan berkayu.
Uji fitokimia

Uji fitokimia merupakan analisis awal untuk mengetahui kandungan senyawa metabolit
sekunder yang ada pada daun dan kulit batang surian. Hasil uji fitokimia kedua jenis
sampel disajikan pada Tabel 2. Hasil penelitian menunjukkan bahwa semua sampel yang
diuji menunjukkan adanya kandungan flavonoid, triterpenoid, dan tanin namun tidak
mengandung alkaloid sedangkan uji saponin negatif hanya untuk ekstrak etanol kulit
batang. Hasil yang hampir sama ditunjukkan oleh hasil penelitian bahwa ekstrak etanol
daun dan kulit surian tidak mengandung alkaloid dan saponin. Selain itu berbeda dengan
penelitian ekstrak metanol daun surian positif mengandung alkaloid. Menurut Kardono
(2003) kandungan metabolit sekunder yang berbeda pada jenis tanaman yang sama
dipengaruhi oleh variasi genetik, umur tanaman, kondisi geografis tempat tanaman
tumbuh dan pelarut yang digunakan.

VII. KESIMPULAN
I. Belimbing Wuluh

Kadar tanin tertinggi terdapat pada daun segar. Hasil kemungkinan dikarenakan
tidak dilakukannya proses pengeringan, sehingga senyawa tanin tidak mengalami
kerusakan. Tanin yang dikeringkan dalam oven pada suhu tertentu atau diangin-
anginkan pada suhu sekitar dapat mengalami kerusakan karena tanin mengandung gugus
polifenol yang mudah teroksidasi dengan adanya panas.
Proses pengeringan dan metode analisis dapat mempengaruhi kadar tanin daun
belimbing wuluh.

II. Rambutan

Dari percobaan analisis kualitatif metabolit sekunder tanin ini maka dapat disimpulkan
bahwa :

1. Kulit buah rambutan ini hanya mengandung 1 jenis tanin yaitu tanin terhidrolisis
2. Tanin ialah suatu senyawa metabolit sekunder dari beberapa tanaman
3. Tanin berfungsi mengikat dan mengendapkan protein
4. Tanin terhidrolisis diprekusor oleh asam dehydroshikimic, sedangkan tanin
kondensasi disintetis dari prekusor flavonoid

III. Kulit Bawang


Pengujian secara kualitatif terhadap ekstrak kulit bawang yang diperoleh waktu ekstraksi
terhadap kandungan alkaloid dan tannin menunjukkan bahwa semua ekstrak
mengandung alkaloid dan tannin. Sedangkan berdasarkan pengujian kuantitatif
menggunakan spektrofotometer Uv-Vis pada kadar tannin yang telah dilakukan dengan
variasi waktu, diperoleh variasi waktu yang paling efektif pada waktu ekstraksi 30 menit
dengan kadar 1,1498%. Dengan demikian ekstrak kulit bawang berpotensi sebagai
pengendali hama tanaman. Meskipun demikian pengujian kandungan alkaloid secara
kuantitatif dan pengujian lainnya masih diperlukan untuk mengetahui efek toksiknya.

IV. Daun Ketapang

Berdasarkan hasil praktikum yang telah didapat, dapat disimpulkan bahwa:

1. Tanin merupakan senyawa polifenol dengan bobot molekulnya yang tinggi.


2. Tanin merupakan astrigen, polifenol tanaman terasa pahit yang dapat mengikat serta
mengendapkan protein.
3. Tanin merupakan salah satu senyawa metabolit sekunder yang terdapat pada
tanaman dan disintesis oleh tanaman.
4. Pereaksi FeCl3 digunakan untuk menentukan apakah sampel mengandung gugus
fenol atau tidak, ditandai dengan berubahnya warna menjadi berwarna biru hitam
ataupun hijau hitam.

5. Didapatkan hasil yang positif pada pengujian tanin pada daun bawang, karena
berdasarkan uji dengan FeCl3, didapatkan perubahahan warna pada ekstrak daun
ketapang menjadi berwarna hijau hitam ataupun biru hitam, yang menandakan
terbentuknya senyawa kompleks antara tanin dan Fe 3+

V. Daun Surian
Hasil penelitian menunjukkan bahwa ekstrak daun dan kulit batang surian memiliki jenis
tanin yang berbeda. Ekstrak daun surian mengandung jenis tanin terhidrolisis yaitu galat
dan turunannya sedangkan ekstrak kulit batang surian mengandung jenis tanin
terkondensasi yaitu tanin katekol. Sedangkan hasil fitokimia Hasil penelitian
menunjukkan bahwa semua sampel yang diuji menunjukkan adanya kandungan
flavonoid, triterpenoid, dan tanin namun tidak mengandung alkaloid sedangkan uji
saponin negatif hanya untuk ekstrak etanol kulit batang.

VIII. DAFTAR PUSTAKA


I. Belimbing Wuluh

1. Agustian., Rian, Erni R, Mira M. 2015. Formulasi Minuman Serbuk Ekstrak Biji
Alpukat (Persea americana Mill) Dengan Variasi Pengisi Tepung Talas (Colocasia
esculenta (L.) Schott) Dan Susu Krim. Jurnal Farmasi FMIPA UNPAK. Bogor
2. Asmara, Adhy. 1980. Jamu Jawa. Nur Cahya. Yogyakarta
3. Dasuki, U. 1991. Siitematika Tumbuhan Tinggi. Pusat Universitas Ilmu Hayati ITB.
Bandung
4. Day. R. A. and Underwood. 2002. Analisis Kimia Kuantitatif. Edisi VI. PT
Erlangga. Jakarta. Hal 43

II. Rambutan

1. Giancoli, Douglas C, 2001. Fisika Dasar. Jakarta : Erlangga


2. Mawarda, Adi. 2009, Konsep Fisika. Bandung : ITB
3. White, Walter. 1988, Fisika Jilid 1. Jakarta : Erlangga
4. Praweda, Adi. 2000, Fisika Untuk Universitas. Jakarta : Erlangga
5. Lachman, Paul. 1989, Fisika Mekanika Klasik. Jakarta : Esis
6. Kalie M. B. 1994, Budidaya Rambutan Varietas Unggul, Yogyakarta : Kanisius
7. Robinson T, 1995, Kandungan Organik Tumbuhan Tinggi, Bandung : ITB

III. Kulit Bawang

1. Lanzotti, V., Scala, F. and Bonanomi, G. 2014. Compounds from Allium species
with cytotoxic and antimicrobial activity. Phytochemistry Reviews. 13: 769-791.
2. Hagerman, A.E. 2002. The Tannin Handbook. Miami University, Oxford, Ohio,
USA.
3. Maldonado, R. A. P. 1994. The Chemical Nature and Biologycal Activity of Tannins
in Forages Legumes Fed to Sheep and Goat. Thesis. Departement of Agriculture
Australia. University of Quensland Australia, Australia

IV. Daun ketapang

1. Harborne JB. 1996. Metode Fitokimia: Cara Menganalisis Tanaman. Terjemahan


K. Padmawinata & I Sudiro. Bandung: ITB
2. Hayati, Elok Kamilah, A. Ghanaim Fasyah, dan Lailis Sa’adah. 2010. Fraksinasi
dan identifikasi senyawa tanin pada daun belimbing wuluh (Averrohoa bilimbi L.).
Jurnal Kimia.
3. Maldonado, R. A. P. 1994. The Chemical Nature and Biologycal Activity of Tannins
in Forages Legumes Fed to Sheep and Goat. Thesis. Departement of Agriculture
Australia. University of Quensland Australia, Australia.
4. Susanti, C. M. E. 2000. Autokondensat tanin sebagi perekat kayu lamina. Jurusan
IPK. Program pasca sarjana IPB. Bogor.
5. Yellia, Mangan. 2009. Solusi Sehat Mencegah dan Mengatasi Kanker. Jakarta:
Agromedia Pustaka.

V. Daun Surian

1. Mattjik AA. 2002. Rancangan Percobaan. Bogor: IPB Pr.


2. Pambayun R, Gardjito M, Sudarmadji S, Kuswanto KR. 2007. Kandungan fenol
dan sifat antibakteri dari berbagai jenis ekstrak produk gambir (Uncaria gambir
Roxb).
3. Majalah Farmasi Indones. 3:141-146. Poedjirahajoe E, Widyorini R, Mahayani
NPD. 2011. Kajian ekosistem mangrove hasil rehabilitasi pada berbagai tahun
tanam untuk estimasi kandungan ekstrak tanin di pantai utara Jawa Tengah. J Ilmu
Kehutanan 5(2):99-107.
4. Sancheti S, Sandesh S, Seo SY. 2009. Chaenomoles Sinensis : A Potent αand β-
Glucosidase Inhibitor. Am J Pharmacol Toxicol. 4(1):8-11

Anda mungkin juga menyukai