nl1 08 - Edited
nl1 08 - Edited
Negosiasi yang saya alami pada minggu ini adalah ketika lampu kamar mandi kost saya rusak. Secara otomatis, saya dan
teman-teman kost saya mendiskusikan siapa yang akan membeli lampu pengganti. Sebenarnya permasalahannya
sederhana, akan tetapi, berhubung saya masih berhutang uang kepada beberapa teman-teman saya, timbul usul jika saya
yang membeli lampu baru, dengan efek timbal balik hutang saya dianggap lunas.
Awalnya saya menolak, secara logis, saya sudah hutang, kok masih harus keluar uang, sementara dana penghidupan
semakin menipis. Setelah saling mengeluarkan argumen untuk beberapa saat, pada akhirnya saya menyetujui usul tersebut,
dengan syarat, saya hanya akan membelikan lampu yang lebih murah dengan watt kecil. Teman-teman saya pun juga setuju,
(mungkin) dengan pemikiran asal dapat mandi dengan penerangan lagi. Kemudian saya membeli lampu neon spiral bermerk
tidak familiar dengan daya 9 watt, seharga Rp. 6.800,00 (hahaha..). Demikianlah, akhirnya masalah dapat terselesaikan.
Setelah melalui negosiasi tersebut, saya merasa bahwa hasil terakhirnya adalah win-win. Karena apa yang tercapai bersifat
integratif. Selain itu, uang yang saya keluarkan untuk membeli lampu baru tidak sebanding dengan jumlah hutang saya.
Kepentingan teman-teman kost dan saya sendiri untuk mandi dengan penerangan-lah yang menjadi fokus utama.
1
merenungkan dan memikirkan (frame) apa yang sahabat saya inginkan. Akhirnya kepentingan saya tercapai (makan karena
saya sudah lapar) sedangkan dia tidak merasa terintimidasi oleh saya yang memaksanya untuk makan, walaupun saya
sendiri kemudian menyadari bahwa saya gagal memaksanya untuk ikut makan, tetapi setidaknya kami berdua menemukan
formula yang pas dalam permasalahan ini.
Wahyuningsih
Semalam saya bersama dengan ke-6 teman, pergi berbuka puasa bersama. Ketika hendak meninggalkan tempat berbuka
puasa, saya menemukan uang sebesar Rp 50000 di parkiran ( tepat di bawah sepeda motor saya ). Lantas saya menanyakan
kepada teman - teman apakah uang mereka ada yang jatuh. Setelah menanyakan dan memastikan bahwa itu bukan uang
teman - teman dan saya, kami berunding sebaiknya diapakan uang yang kami temukan itu.
Di dalam pembicaraan, ke-6 teman saya terbelah suaranya menjadi dua kelompok. Salah satu kelompok menyarankan
kepada saya agar uang yang ditemukan di berikan kepada ibu pemilik rumah makan, karena mereka beranggapan bahwa
akan ada yang menanyakan kepada pemilik tempat makan apakah menemukan uang jatuh. Namun kelompok kedua, lebih
setuju jika uang itu saya bawa lalu dimasukkan ke dalam kotak di masjid. Mereka berpikir bahwa tidak akan mungkin orang
tersebut kembali ke rumah makan, karena uang tercecer sangat sulit untuk di lacak. Jika saya menaruh di masjid maka uang
tersebut aman di tangan yang membutuhkan.
Saya sebagai yang pertama menemukan uang itu bingung harus menentukan sikap. Setelah melalui sedikit perdebatan,
akhirnya kami sepakat untuk membawa uang tersebut untuk selanjutnya di masukkan ke kotak di masjid. Karena jika di taruh
di masjid, kami sebagai yang menemukan tidak merasa berdosa karena uang tersebut berada di tangan yang tepat. Di pihak
lain dengan dimasukkan ke masjid, pemilik uang juga akan memperoleh pahala serta uang yang jatuh tidak akan mubadzir
karena uangnya diamalkan ke masjid.
Dalam kasus di atas, perundingan yang kami lakukan merupakan negosiasi yang berupa problem solving. Kami berupaya
mencari jalan yang terbaik agar uang yang kami temukan kelak tidak menimbulkan masalah. Kami tidak akan merasa berdosa
karena menggunakan uang tersebut tidak pada tempatnya, serta si pemilik uang dapat beramal tanpa ia sadari. Jika kami
lebih memilih menyelesaikan dengan metode bargaining, maka kami akan lebih mementingkan menggunakan uang tersebut
untuk urusan kami sendiri ( mis: untuk mengisi uang kas gerakan anti kresek yang kami buat ) tanpa memedulikan bahwa si
empunya uang sedang bingung mencari uangnya.
Assed Lussak
Negosiasi terpenting yang saya lakukan minggu ini adalah ketika membujuk tiga teman agar mempertahankan pilihan pada
mata kuliah (MK) Politik Kerjasama Internasional (PKI). MK ini diampu oleh seorang dosen senior yang bersifat humoris dan
santai, serta seorang lagi dosen yunior yang terkesan serius dan kaku. Pada pertemuan pertama, suasana kelas sangat
membosankan dan melelahkan karena hanya diampu oleh dosen yunior. Oleh karena itu, banyak mahasiswa yang berencana
men-drop kuliah ini pada saat revisi KRS, termasuk tiga teman saya. Karena malas kehilangan beberapa teman, yang dirasa
nyaman ketika mengerjakan tugas bersama, maka saya meyakinkan mereka semua untuk tetap mengambil MK ini. Saya
katakan terus menerus bahwa MK ini seiring sejalan dengan beberapa MK lain yang diambil. Akhirnya setelah beberapa kali
membujuk dan mengutarakan hal rasional mengenai kuliah ini, mereka akhirnya tetap mempetahankan MK PKI pada saat
revisi KRS.
Isu utama yang ada adalah diambil / tidaknya MK PKI. Kepentingan saya terhadap diambilnya MK ini adalah kesesuaian MK
ini dengan dua MK lain serta mendapatkan teman untuk tugas kelompok, sedangkan kepentingan ketiga teman saya adalah
mencari MK lain yang lebih menarik untuk diikuti. Saya kemudian membingkai ulang masalah kekurangtertarikan pada dosen,
menjadi permasalahan tentang kesesuaian substansi MK PKI dengan dua MK lain (NRK dan Strategi). Karena kepentingan
sasaran yang sama, negosiasi saya lakukan secara bersamaan (dalam satu forum) kepada mereka bertiga. Akhirnya, hasil
kompromi didapatkan yaitu mereka tetap mengambil MK PKI, dengan konsesi saya harus siap menjelaskan ulang isi kuliah
PKI apabila mereka masih belum mengerti.
2
ban motor yang saya inginkan. Saya membeli sepasang ban motor baru dengan ukuran yang lebih besar daripada ukuran
ban motor saya yang lama. Saya senang sekaligus bingung, masalahnya mau dikemanakan ban motor saya yang lama ini.
Saya ingat kalau saya punya teman bengkel yang punya banyak koneksi anak- anak motor, akhirnya saya putuskan untuk
segera kesana.
Sesampainya dibengkel teman saya, saya mengutarakan kebingungan saya pada teman saya itu. Saya ingin agar ada orang
yang mau membeli sepasang ban motor lama saya itu dengan harga yang saya tentukan karena alasan kondisi sepasang
ban itu masih cukup bagus. Awalnya teman saya menolak untuk membantu saya menjualkan ban itu dengan alas an sangat
sulit untuk mencari orang yang mau membeli ban bekas. Berbekal taktik bernegosiasi yang saya miliki akhirnya saya mencari
jalan keluar dari masalah itu. Saya menawarkan pada teman saya itu apabila dia berhasil menjual sepasang ban itu dengan
harga yang saya tentukan, maka dia akan mendapat 10% dari uang yang saya dapat. Teman saya itu akhirnya menyetujui
perjanjian yang saya berikan. 3 hari berikutnya sepasang ban itu laku terjual dan saya benar - benar memberikan 10% dari
hasil penjualan yang saya dapatkan dan saya senang.
Dari perundingan saya diatas saya menggunakan problem solving, saya berhasil membuat teman saya tertarik dengan
keuntungan yang saya tawarkan. Dan kedua belah pihak sama sama menang juga diuntungkan. Saya berhasil menjual ban
itu, dan teman saya mendapatkan untung dari penjualan ban saya itu.
Hafiz Imandaru
Pada hari sabtu pagi kemarin, saudara saya datang untuk menukar sepeda motornya menjadi sepeda motor saya. Dia
datang ke rumah tanpa memberitahu terlebih dahulu sehingga saya yang sedang diluar rumah menjadi bingung karenanya.
Dia mendesak saya agar cepat pulang karena sepeda motornya mau dipakai untuk janji penting dengan orang lain. Saya pun
sedang ada urusan dengan teman saya dan belum selesai, sehingga saya tidak mau segera pulang. Perdebatan kami
menjadi sedikit tegang karena dua-duanya tidak ada yang mau mengalah. Lalu saya bertanya pada dia mau dipakai jam
berapa, dan ia jawab agak siang, sekitar jam 10. Lalu saya bilang ke dia, tunggu saja di rumah, saya usahakan siang itu
urusan selesai jam 10 dan saya segera pulang. Setelah berpikir, dia tidak keberatan setelah saya memastikan bahwa jam 10
saya akan pulang.
Dari cerita di atas, saya menyimpulkan bahwa saya telah bernegosiasi dengan saudara saya mengenai sepeda motor dan
waktu kepulangan, dan problem solving dengan hasil win-win solution karena saya dan dia tidak ada yang dirugikan. Saya
tetap bisa menyelesaikan urusan saya dan dia pun dapat menepati janjinya dengan orang
M. Aditya Julianto
Kemarin saya melakukan negosiasi dengan ibu saya mengenai limit pulsa HP saya yang sudah habis agar segera dibayar
sesegera mungkin karena saya membutuhkan pulsa itu untuk melakukan koordinasi dengan teman-teman dalam kepanitiaan
suatu acara. Mulanya ibu saya menolak karena seharusnya jatah pulsa saya baru akan diberikan pada pertengahan bulan ini,
sedangkan saya meminta di awal bulan. Namun, setelah saya menjelaskan bahwa saya benar-benar butuh pulsa secepatnya
dan mengatakan rela meskipun hanya dibayarkan setengahnya, maka ibu saya mau membayarkan tagihan pulsa saya di
awal bulan ini meskipun hanya separuh saja dari yang seharusnya.
Dalam negosiasi itu, saya lebih menekankan pada posisi saya yang sangat membutuhkan pulsa secepatnya. Pada saat itu,
keadaan saya sebenarnya sangat tidak menguntungkan, sebab sesuai dengan kesepakatan awal, pembayaran pulsa hanya
dilakukan sebulan sekali. Namun, akhirnya saya melakukan kompromi dan berhasil memperoleh apa yang saya tuntut
meskipun hanya separuh saja.
3
minggu ini juga saya akan ke luar kota juga,lagipula beliau menganggap kegiatan saya tersebut tidak bermanfaat. Hal yang
lain karena mereka khawatir tidak aman.
Akhirnya saya menjelaskan bahwa hal itu bermanfaat untuk pembentukan karakter dan persiapan untuk menjadi pembimbing
dalam kegiatan selanjutnya. Untuk alasan keamanan, saya memberitahu kalau di sana sudah ada kakak-kakak yang
bertanggung jawab atas keamanan, lagipula hal itu juga ada institusi yang jelas. Saya juga minta maaf atas pertengkaran
sebelumnya dan memberitahu beliau kalau hal tersebut juga dapat bermanfaat untuk perkuliahan saya juga. Akhirnya, beliau
mengijinkan dengan syarat, yaitu untuk membatalkan rencana saya yang lain, dan tidak mengulangi kesalahan.
Kesepakatan yang kami ambil menekankan pada problem solving, karena kami berdua sama-sama mendapat yang kami
inginkan dan tidak ada pihak yang lebih diuntungkan dari yang lain.
Floweria
Makan di mana ya??
Kejadian ini terjadi pada tanggal 3 September 2008 atau lebih tepatnya di hari ketiga puasa Ramadhan 1429 H. Pada saat itu,
kebetulan saya dan seorang teman perempuan saya sedang tidak menjalankan ibadah puasa karena berhalangan. Karena
kami sama-sama lapar, maka kami berunding untuk memutuskan di mana tempat makan yang enak dan murah. Teman saya
itu mengusulkan untuk makan di tempat Uni, sebuah warung makan kecil yang menyediakan berbagai makanan khas
4
Padang. Ia mengatakan bahwa ia sudah lama tidak makan di sana dan kebetulan juga ia kenal dengan Sang Uni tersebut.
Sedangkan di lain pihak, saya mengusulkan untuk makan di warung dekat kos-an saya yang jaraknya jauh lebih dekat dari
kampus dibandingkan dengan rumah makan Uni itu. Hal itu juga dikarenakan saya membawa sepeda dan malas berpergian
terlalu jauh di tengah cuaca yang panas di siang hari itu.
Pada awalnya, teman saya tetap berusaha mengajak saya makan di tempat Uni dan bersedia mengantarkan saya ke sana
dengan motornya, dengan pertimbangan sepeda saya ditaruh di kosan dulu lalu ia menjemput saya. Saya tetap bersikukuh
untuk makan di dekat kos-an karena saya sudah sangat lapar. Selain itu, saya juga meyakinkan dia bahwa harga makanan di
warung dekat kos-an saya itu jauh lebih murah dibandingkan dengan di tempat Uni (karena saya juga pernah makan di sana
sebelumnya). Akhirnya, teman saya itu mengalah dan ikut dengan saya makan di warung dekat kos-an itu. Saya juga berhasil
meyakinkan dia bahwa saya yang akan membayar makanannya sebagai ganti hutang saya kepadanya.
Berdasarkan cerita tersebut, dapatlah diambil kesimpulan bahwa negosiasi yang saya lakukan bertipe bargaining dengan
hasil win-lose (i'm the winner!). Kesimpulan ini juga diperkuat karena dalam bernegosiasi, saya menggabungkan masalah
dengan keadaan personal saya, yaitu lapar, disamping isu jarak tempat dan harga makanan. Posisi saya di sini adalah ingin
makan di tempat makan yang jaraknya lebih dekat dengan kepentingan rasa lapar yang tidak tertahankan lagi. Sedangkan
teman saya posisinya adalah ingin makan di tempat makan Uni dengan kepentingan sudah lama tidak makan di sana. Selain
itu, saya juga berhasil memenangkan negosiasi ini karena saya memberikan kompensasi kepada teman saya tersebut, yaitu
saya yang akan mentraktirnya makan sebagai ganti hutang saya kepadanya di hari sebelumnya.
anonim!
Negosiasi ini bermula ketika saya berkunjung ke rumah A - teman sekaligus lawan negosiasi saya - pada suatu siang di hari
minggu lalu. Ketika saya sampai di rumahnya dia baru saja selesai mandi dan bersiap untuk pergi “ padusan ” - ritual
tradisional orang Jawa untuk menyambut Ramadhan - ke pemandian Rawa Permai bersama G dan M. Saya kemudian
mengutarakan maksud kedatangan saya, yaitu ingin mengajak mereka “ padusan “ ke pemandian Tlatar.
Setelah mengetahui maksud saya, A kemudian menolaknya dengan alasan sudah janji dengan G. Beberapa saat kemudian G
datang, A pun menjelaskan maksud saya. Mereka sama - sama tidak mau dan menyarankan saya untuk ikut mereka saja.
Tetapi, saya tetap ingin untuk pergi ke Tlatar, maka kemudian saya mengajak mereka untuk bernegosiasi.
Mereka mengatakan sangat ingin pergi ke Rawa Permai dan beralasan bahwa apabila pergi ke Tlatar transportasinya cukup
sulit karena harus berganti bus beberapa kali, sedangkan bila naik sepeda motor mereka hanya punya satu motor sehingga
tidak cukup untuk bertiga. Kemudian saya bilang bahwa saya akan bawa motor jadi kami tidak kekurangan kendaraan lagi.
Mereka tetap teguh pada pendirian mereka untuk pergi ke Rawa Permai. Saya tidak menyerah begitu saja. Untuk itu saya
mencoba untuk memberikan konsesi pada mereka, yaitu dengan berjanji akan mentraktir mereka makan jika mereka mau
pergi ke Tlatar. Setelah beberapa saat, akhirnya mereka setuju dengan usulan saya.
Negosiasi akhirnya berakhir dengan hasil mediocre - mediocre ( kompromi ) setelah saya memberi konsesi pada teman -
teman saya. Meski begitu saya cukup puas dengan hasil yang saya capai. Teman - teman saya pun tampak puas dengan
kesepakatan kami. Hasil ini berhasil tercapai karena lawan negosiasi saya bersikap kooperatif dan sama - sama
menginginkan hasil terbaik bagi semua.
5
Negosiasi tersebut akhirnya keluar dengan keputusan bahwa pertemuan diadakan hari Jumat selepas sholat Jumat. Kedua
pihak terpaksa harus berkorban, kami tak dapat/terpaksa terlambat mengikuti perkuliahan sedangkan anggota kami terpaksa
tak dapat menggunakan/mengurangi jam makan siang mereka di tengah jadwal mereka yang sangat padat. Hal ini harus kami
lakukan karena agenda buddy begitu mendesak dalam waktu yang sempit. Meskipun kedua belah pihak terpaksa berkorban,
namun kami menganggap bahwa hasil negosiasi itu merupakan alternatif yang terbaik di antara sekian banyak alternative
yang coba kami munculkan. Sehingga kami dapat menyimpulkan bahwa kami dapat mencapai hasil yang bersifat win-win,
terlepas dari pengorbanan kami demi menghindari deadlock yang akan mengorbankan agenda kelompok yang jauh lebih
penting.
AT
Beli i-pod
Sejak pertama kali i-pod mulai dipasarkan beberapa tahun yang lalu, saya menyukai dan memimpikan untuk memilikinya.
Selain canggih, i-pod memiliki fitur yang beragam, khususnya kapasitas penyimpanannya yang besar, akan tetapi untuk
ukuran sebuah pemutar musik, harganya cukup mahal. Sejak dulu, saya sering bernegosiasi dengan kedua orang tua saya
agar dibelikan i-pod, akan tetapi selalu menemui deadlock dan tidak mencapai kesepakatan. Ayah menilai bahwa saya tidak
memerlukan i-pod sebagai alat pemutar musik, selain itu harganya cukup mahal. “Kalau cuma sekedar untuk mendengarkan
musik, beli yang harganya terjangkau”, kata Ayah. i-pod juga dianggap tidak menunjang kegiatan pendidikan saya pada saat
itu. Keinginan tersebut terus terpendam, sampai beberapa minggu yang lalu Ayah saya mendapat penawaran kartu kredit
yang menawarkan i-pod dengan menukaran poin kartu kredit yang dimiliki oleh pelanggan. Poin kartu kredit yang dimiliki Ayah
saya cukup besar untuk bisa menebus i-pod dengan harga yang terjangkau. Saya kemudian mulai bernegosiasi dengan ibu
terlebih dahulu. Dengan alasan mumpung lagi ada penawaran murah dan saya juga berjanji untuk meningkatkan prestasi
belajar saya, ibu menyetujui keinginan saya tersebut. Namun, bernegosiasi dengan Ayah tidak semudah bernegosiasi dengan
Ibu. Ayah bersikeras bahwa saya tidak membutuhkan i-pod. “Lebih baik uangnya ditabung untuk hal-hal lain yang lebih
berguna”, kata Ayah. Setelah penolakan tersebut, saya mundur sambil menunggu waktu yang tepat untuk mengajukan
kembali keinginan saya. Ketika IP semester genap saya diumumkan dan hasilnya cukup memuaskan, Ayah terlihat melunak.
Dengan upaya-upaya persuasif seperti menjelaskan spesifikasi dan kegunaan i-pod, akhirnya Ayah saya membelikan i-pod.
Beliau berharap bahwa dengan keberadaan i-pod bisa dijadikan sebagai stimulan dalam meningkatkan prestasi belajar di
kampus.
Analisa :
Posisi saya adalah memiliki i-pod, sedangkan posisi kedua orang tua saya adalah menolak untuk membelikan i-pod.
Kepentingan saya adalah untuk menunjang hobi saya dalam mendengarkan musik, selain itu, i-pod juga memiliki berbagai
macam fitur yang canggih. Kepentingan orang tua saya adalah, bahwa saya lebih membutuhkan hal lain selain i-pod, selain
itu harganya yang mahal dianggap kedua orang tua saya tidak sesuai dengan kegunaan dari i-pod. Isu yang muncul adalah
isu jamak, yakni isu Teknologi, isu Ekonomi, serta isu Pendidikan. Saya menerapkan sequencial negotiation, dimana saya
sering melakukan tarik ulur dengan kedua orang tua saya. Pelan tapi pasti. Saya menerapkan pola persuasif dengan
menjanjikan imbalan prestasi belajar yang akan terus ditingkatkan. Isu pendidikan menjadi isu penunjang dalam negosiasi
tersebut. Ketika IP semester saya hasilnya memuaskan, Ayah akhirnya membelikan i-pod. Isu Ekonomi berupa penawaran
poin kartu kredit juga menjadi isu penunjang sehingga akhirnya saya bisa memiliki i-pod. Hasil negosiasi tersebut adalah win-
win. Alasannya, karena setelah pengumuman IP semester genap yang hasilnya memuaskan, Ayah saya merasa senang
karena hasil semester genap memuaskan, sehingga saya dibelikan i-pod. Saya mendapat i-pod, Ayah saya juga merasa puas
akan hasil belajar semester genap saya kemarin. Kedua belah pihak tidak ada yang dirugikan.
AMF
Rebutan kendaraan
Negosiasi terpenting yang saya lakukan dalam kurun waktu minggu ini adalah pada saat saya berebut kendaraan dengan
kakak saya. Pada suatu hari, mobil yang dinaikinya tertabrak motor yang menyebabkan mobilnya harus masuk bengkel dalam
kurun waktu beberapa hari. Dikarenakan ia sedang hamil, suami serta orang tua saya melarangnya untuk naik motor dan
dianjurkan untuk menggunakan mobil milik suaminya untuk berangkat ke kantor. Tapi dia menolak dengan alasan bahwa dia
merasa tidak enak dengan orang kantor yang mengira bahwa dia berganti-ganti kendaraan. Akhirnya dia meminta untuk
meminjam kendaraan saya untuk dipakai selama beberapa hari.
Sebenarnya saya merasa tidak keberatan untuk meminjamkannya, tapi karena saya tidak memiliki kendaraan lain, jadi jika
saya meminjamkannya tentu hal ini akan mengganggu rutinitas keseharian saya. Mulai dari kuliah, les nari, les bahasa,
hingga siaran. Lalu dia memberikan opsi pilihan yaitu menggunakan motor lain hingga diantar oleh pacar saya selama
beberapa hari tersebut. Menurut saya hal itu tidak mungkin. Selain motornya lagi dipinjem sodara dan minta anter siaran
sahur jam 2 malam tenntu akan merepotkan pacar saya. Lalu saya menawarkan,bagaimana jika dia diantar jemput oleh
suaminya. Dan dia juga menolak. Akhirnya solusi yang dapat dilakukan adalah dia mencarikan saya kendaraan pengganti
(misalnya motor) atau kami bersikap kooperatif dimana ada saat-saat saya mengantar jemput dan bergantian dalam
membawa kendaraan tersebut.
Destania Sagitarisheylla
Saat itu saya dan teman saya bertukaran jaket yang biasa kami pakai sehari-hari. Saya dengan jaket kotak-kotak saya dan
dia dengan jaket oranye nya. Saya lumayan senang karena sedikit bosan dengan jaket yang itu-itu saja. Namun setelah
beberapa hari meminjamnya, saya pun menginginkan jaket kotak-kotak saya kembali pada saya. Maka saya menghubungi
teman saya tersebut untuk meminta di bawakan jaket saya keesokan harinya. Ternyata dia bilang bahwa jaketnya masih
belum di cuci dan dia baru pulang ke kosan setelah malamnya menginap di kosan temannya. Tentu saja saya merasa sedikit
kecewa, karena itu saya bertanya kapan dia bisa membawa jaket tersebut. Dia berjanji akan membawakan jaket nya jumat
depan. Tentu saja saya berkeberatan. Akhirnya saya meminta waktu nya diperpendek menjadi hari senin depan. Akhirnya dia
mau mengembalikannya senin depan dengan syarat tidak apa-apa jaket saya belum dicuci dan saya juga mengembalikan
jaket milik nya. Tentu saja saya setuju, karena itu memang jaket kesayangan saya. J
Menurut analisis saya, posisi saya di sana adalah jaket kotak-kotak saya dan posisi teman saya adalah jaket oranye nya.
Kepentingan saya adalah jaket saya kembali secepatnya sedangkan kepentingan dia adalah belum mencuci jaket saya.
Setelah kami melakukan negosiasi akhirnya hasil yang dicapai adalah kompromi yaitu mediocre-mediocre(setengah-
setengah). Memang hasil yang saya dapatkan tidak optimal, namun saya merasa puas karena saya mendapatkan kembali
jaket saya pada hari senin, lebih cepat 4 hari dari waktu yang dia tawarkan sedangkan dia juga mendapatkan jaketnya
kembali
Nick Santiago
Pinjam Motor Untuk Kuliah
7
Beberapa hari yang lalu, saya berencana untuk meminjam motor kakak saya untuk berangkat kuliah keesokan harinya. Hal ini
dikarenakan karena saya masuk kuliah pukul 14.30 pada hari itu dan saya merasa malas untuk berjalan kaki dari kos hingga
ke kampus. Pada malam sebelumnya, saya berunding dengan kakak saya mengenai keinginan saya itu. Awalnya kakak saya
menolak permintaan saya dengan alasan dia juga akan menggunakan motor tersebut untuk mengerjakan laporan KKNnya.
Melihat kondisi kakak saya yang sepertinya sangat membutuhkan motor tersebut untuk kelancaran mobilitasnya, maka saya
pun memberikan tawaran untuk mengantar dia ke kampusnya pada pagi hari sehingga dia tidak perlu bersusah payah jalan
kaki ke kampus. Ternyata kakak saya menyutujui keinginan saya dengan syarat yang sedikit berbeda, yaitu mengantarkan ke
rumah pacar kakak saya sehingga dia dapat berangkat ke kampus bersama kakaknya. Singkat cerita, saya menganggap
bahwa perundingan yang saya lakukan telah berhasil. Namun yang tak disangka, pada pagi harinya kakak saya malah
membatalkan perjanjian tersebut. Dia mengatakan bahwa ternyata dia tidak hanya akan ke kampus saja hari itu, sehingga ia
sangat membutuhkan motor itu.
Dari hal tersebut dapat dikatakan bahwa saya dan kakak saya melakukan negosiasi yang bersifat bargaining, sebab
semenjak awal kami sama-sama membutuhkan sepeda motor tersebut- saya berangkat ke kampus, kakak saya mengerjakan
laporan KKN. Untuk menghindarkan hasil yang terburuk, maka saya menawarkan opsi yang sifatnya kooperatif. Namun pada
akhirnya perundingan tersebut malah membuahkan kekecewaan ketika kakak saya secara sepihak membatalkan perjanjian
yang telah kami sepakati sebelumnya.
Desi Rosita
Beberapa hari yang lalu sepulang dari kampus saya dan teman-teman yang lain merencanakan untuk berbuka bersama di
salah satu tempat perbelanjaan. Sebelum berangkat, kami berkumpul di salah satu kos teman saya untuk menunggu teman
lain yang ingin ikut bergabung.
Terdapat beberapa dari teman saya yang tidak ada kendaraan untuk pergi maka saya dan teman yang lain memberi
tumpangan kepada teman-teman yang tidak ada kendaraan tersebut. Sebenarnya saya tidak keberatan untuk memberi
tumpangan kepada teman saya dan mengantarkannya pulang ke kos’an dia, tetapi karena rumah saya berdekatan dengan
tempat kami mencari makanan untuk berbuka, maka saya bermaksud untuk langsung pulang setelah berbuka puasa karena
ada beberapa titipan dari orang rumah. Saya tidak enak untuk mengatakannya kepada teman-teman saya, tetapi saya tetap
mengatakannya maka saya dan teman-teman berunding untuk memecahkan masalah tersebut. Ternyata ada satu teman
yang kendaraannya tidak digunakan, teman saya tersebut ternyata tidak keberatan untuk menggunakan kendaraannya sendiri
agar nantinya setelah berbuka puasa selesai dia dapat memberi tumpangan kepada teman yang saya tumpangi tadi. Dan
teman yang saya beri tumpangan juga mengerti alasan saya kenapa tidak bisa mengantar dia kembali ke kos’an.
Berdasarkan kejadian tersebut diatas, maka dapat saya simpulkan bahwa negosiasi yang terjadi diantara saya dan teman-
teman adalah problem solving. Diantara kami tidak ada yang merasa dirugikan (win-win solution) dalam negosiasi tersebut,
kami sama-sama mengerti dengan posisi dan kepentingan masing-masing.
8
Yazid
Mudik Hemat
Menjelang masa libur tahunan pada sekitar bulan Juni lalu, seperti halnya mahasiswa perantauan yang lain, saya berencana
untuk pulang ke kampung halaman mengingat hampir semua teman saya juga merencanakan hal yang serupa. Kereta Api
dan Bus Malam baik eksekutif maupun bisnis biasanya jadi sarana transportasi yang selalu jadi pilihan pada saat-saat pulang
kampung seperti halnya yang saya rasakan sebelumnya. Namun, kali ini ada yang tidak biasa, saya berencana menggunakan
sepeda motor sebagai transportasi. Saya pun segera memberitahukan niatan saya kepada kedua orangtua selaku pemegang
kekuasaan tertinggi, namun belum sempat saya mengutarakan alasan dari rencana itu, kedua orangtua saya menolak usul
tersebut seketika mendengar kata sepeda motor. Saya sempat mengurungkan niat saya, namun tidak lama, karena kemudian
saya memberanikan diri menyampaikan alasan mengapa saya bersikeras ingin menggunakan sepeda motor. Kemudian saya
kembali menghubungi orang tua saya, kali ini saya membujuk ibu terlebih dahulu, dengan beranggapan bahwa ibu lebih lunak
dan lebih mudah untuk dirayu. Saya pun berkata bahwa dengan pulang menggunakan sepeda motor akan lebih menghemat
biaya perjalanan sampai 50%, disamping tanpa harus menitipkan atau meninggalkan sepeda motor di Jogja untuk
mengurangi resiko kehilangan. Tanggapan ibu terdengar ragu-ragu namun memberikan titik terang karena beliau berkata
akan mendiskusikannya terlebih dahulu dengan ayah. Beberapa waktu kemudian Ayah menelepon, namun beliau berkata
untuk mengirimkan sepeda motor saya lewat jasa kargo, saya memang memperkirakan beliau akan berkata demikian, oleh
karena itu saya mencari tahu terlebih dahulu perihal jasa kargo tersebut. Dengan setengah putus asa saya menjelaskan
bahwa selain harganya yang mahal (hampir 2 kali lipat ongkos kirim diri saya sendiri dengan kereta api eksekutif) dan jeda
waktu pengiriman yang hampir 2 hari sehingga membuat kuatir akan terjadinya kerusakan atau tindak kriminal di gudang
sebelum dikirim, dengan alasan tersebut akhirnya Ayah memberikan keputusannya, walaupun beliau baru menyampaikan
jawabannya 2 hari kemudian, mungkin beliau bertanya-tanya terlebih dahulu dengan anggota keluarga yang lain, entahlah,
yang penting pada saat itu saya akhirnya mendapatkan ijin pulang dengan sepeda motor, tentunya dengan syarat saya harus
ditemani/membonceng serta melaporkan keadaan, posisi, dan waktu saya setiap 1 jam sekali kepada Ayah selama saya
diperjalanan. Untunglah ada teman saya yang dengan senang hati “nebeng“, dan kami pun berangkat!
Negosiasi tersebut Problem Solving karena hasil yang didapat sesuai dengan harapan kedua belah pihak, Win-Win. Pada
awal masa negosiasi, pelaku yang terlibat cenderung kompetitif, namun dengan melakukan pentahapan dan pemisahan
pelaku negosiasi akhirnya suasana yang kooperatif pun tercapai hingga akhirnya negosiasi berjalan lancar dan berakhir
sukses.
Fauzia Ariani
Tahun ajaran baru sudah dimulai. Bagi saya, ini berarti saya harus kembali melakukan banyak negosiasi masalah jadwal les,
sebab harus mencocokkan jadwal available time saya dengan murid-mrid saya. Kali ini, murid saya sekelompok privat
berjumlah empat orang, mereka bersepakat untuk memulai les bulan September dan dilaksanakan pukul enam sore. Berapa
kali seminggu, dan hari apa saja, belum disepakati. Tetapi saya keberatan dengan tawaran mereka karena sejak awal saya
sebenarnya berupaya mengosongkan jadwal pukul enam sore untuk diisi jadwal les di kelas non privat/reguler (meskipun
kelas reguler belum akan mulai bulan September). Apalagi September bertepatan dengan bulan Ramadhan dimana saya
justru ingin mengosongkan waktu setelah pukul enam sore agar bisa menjalankan shalat tarawih bersama. Sementara jadwal
para murid saya dapat dikatakan padat dan bentrok, sehingga mereka juga kesulitan untuk bersepakat kalau saya
menawarkan waktu lain. Akhirnya, saya menawar untuk les diadakan pukul empat sore khusus bulan September ini saja.
Saya juga mengatakan bahwa saya sanggup mengajar mereka seminggu dua kali (untuk mengantisipasi kalau mereka
meminta les diadakan seminggu tiga kali). Akhirnya tawaran saya disepakati, dengan penekanan les pukul empat sore hanya
untuk bulan September. Dengan demikian, kepentingan saya untuk bisa mengisi jadwal kelas reguler pukul enam sore masih
akan bisa terpenuhi nantinya karena masih ada sisa tiga dari lima hari kerja, juga keinginan saya untuk bisa melaksanakan
shalat tarawih bersama sepanjang bulan September bisa terlaksana. Negosiasi jadwal masih akan berlanjut pada pertemuan
les yang pertama, yang disepakati jatuh pada hari Rabu, untuk membahas hari apa saja les akan dilaksanakan.
Isu : tunggal => jadwal les
Posisi saya : mengajar sore hari
Posisi murid : les malam hari
Kepentingan saya : shalat tarawih, mengajar kelas regular malam hari
9
Kepentingan murid : kelancaran aktivitas masing-masing
Taktik berunding yang digunakan adalah problem solving, karena kepentingan masing-masing terpenuhi (win-win)
Keputusan dibuat secara sequencial, karena keputusan saya saat ini ditentukan oleh keputusan murid saya sebelumnya, lalu
bergantian, keputusan saya sekarang menjadi patokan keputusan murid saya selanjutnya.
Dian Hapsari
Negosiasi terpenting bulan ini saya lakukan pada hari Selasa tanggal 2 September 2008. Hari itu saya lupa membawa flash
disk. Padahal saya membutuhkan flash tersebut untuk menyimpan data tugas besok. Teman saya sudah bersedia membantu
mencarikan data untuk saya melalui laptopnya tetapi flash disk miliknya tidak dapat dipinjamkan karena akan dipakai.
Sebebnarnya bisa saja saya meminta menyimpan data tersebut di laptopnya dan nanti saya tinggal ke kostnya untuk
mengkopinya. Masalahnya dia ada acara dan baru pulang larut malam.Akhirnya saya menanyakan kepada beberapa teman
apakah ada yang membawa flash dan sedang tidak dipakai.Beberapa orang mengatakan tidak bisa karena flash mereka
akann dipakai. Akhirnya ada salah seorang teman yang bersedia menyimpankan data tersebut dengan flashnya untuk saya
dengan imbalan saya mengantarkannya pulang. Saya memang tidak mendapatkan flash untuk menyimpan data tetapi paling
tidak setelah pulang saya dapat ke kostnya untuk mengkopi data tersebut. Teman saya mendapat tebengan pulang dan saya
mendapat data yang saya butuhkan.
Dari kasus diatas dapat dilihat bahwa motif yang ada antara saya dan teman saya adalah motif kooperatif. Dimana akhirnya
saya mendapat data yang saya butuhkan dan teman saya mendapat tebengan pulang. Kami berdua sama-sama
bekerjasama. Memang dalam proses negosiasi saya tidak mendapatkan keinginan saya untuk meminjam flash tetapi
setidaknya saya memperoleh data untuk tugas esok hari. Isu yang terdapat dalam kasus tersebut adalah tentang meminjam
flash, data untuk tugas, dan nebeng pulang. Kasus tersebut merupakan contoh dari bargaining dimana setelah tawar
menawar ahirnya saya mendapatkan apa yang saya butuhkan walaupun tidak secara penuh.
Shelley Yuniarti
Mengambil Foto
Sudah menjadi “kebiasaan” bagi beberapa pelajar ataupun mahasiswa untuk mengerjakan tugas pada-pada hari-hari
mendekati hari terakhir pengumpulan tugas itu tidak terkecuali saya meskipun saya tidak selalu begitu. Tugas suatu
matakuliah akan dikumpulkan pada hari Selasa maka pada hari sebelumnya saya dan beberapa temen bersepakat untuk
mengerjakan tugas tersebut bersama-sama. Ketika akan berangkat ke tempat yang telah disepakati yaitu rumah teman saya,
teman kos saya (sebut saja R) meminta saya untuk mengambilkan cetakan fotonya. Sebenarnya saya enggan karena sudah
lewat dari waktu yang dijanjikan dan lagi jalanan sedang ramai orang-orang yang akan berbuka puasa. Akan tetapi, sebelum
saya langusung menolak untuk mengambilkan foto-fotonya, saya bertanya dulu jam tutup toko foto itu dan menurut R sekitar
jam 9 jadi saya melobi untuk mengambil foto tersebut pada waktu pulang dan dia setuju. Akhirnya saya mengerjakan tugas
dulu bersama teman saya dan pulangnya saya mampir ke toko foto itu untuk mengambilkan foto si R.
Negosiasi ini dapat dipandang sebagai problem solving karena fokusnya ada pada kepentingan dengan memisahkan masalah
dari orangnya (separate people from problem). Isu awal adalah mengambil hasil cetakan foto dengan posisi saya tidak
mengambil hasil cetakan dan kepentingan terburu-buru mengerjakan tugas, sedangkan R memiliki posisi diambilkan cetakan
fotonya dengan kepentingan melihat hasil-hasil foto itu dan mungkin kepentingan lain. Sekilas hasil dari negosiasi ini adalah
win-lose karena pada akhirnya saya mengambilkan cetakan foto untuk R tetapi menurut saya hasilnya adalah win-win karena
meskipun saya mengambilkan cetakan foto untuk R tetapi saya juga masih dapat memenuhi kepentingan saya untuk
mengerjakan tugas bersama teman. Adanya konteks berhadapan dengan orang yang memiliki hubungan di masa depan,
dalam hal ini adalah teman kos saya, membuat saya tidak langsung menolak posisinya dan memaksakan posisi saya karena
di kemudian hari pasti saya masih akan sering bertemu dan berinteraksi dengannya dalam berbagai hal yang berbeda.
Dengan mengambilkan foto tersebut di kemudian hari mungkin akan membantu saya dalam negosiasi berikutnya dengannya.
Maria Patricya N.
Setiap makan malam, saya selalu pergi bersama dua orang teman kos saya. Dan seperti biasa sebelum pergi kami
memutuskan mau makan apa hari ini. Hari itu tenggorokan saya sedang sakit, jadi saya memutuskan ingin memakan capcay
atau makanan berkuah, sementara teman saya ingin memakan ayam crispy. Kami cukup lama berdebat mengenai tempat,
karena tempat menjual ayam crispy tidak menjual capcay atau makanan berkuah. Sementara bila saya membeli capcay saya
tidak perlu keluar rumah, dan hanya menunggu lewat di depan kos, tapi sayangnya mie dog-dog tidak menjual ayam crispy.
Setelah lama berdebat akhirnya teman saya yang lain mengusulkan supaya kami pergi ke tempat makan baru yang sedikit
jauh dari kosan, namun mempunyai dua menu yang kami mau. Akhirnya kami bertiga pergi kesana. Walaupun makanan
disana enak, tapi malam itu suhu badan saya naik dan saya jadi demam. Dan saya menyesal kenapa tadi harus pergi keluar.
Kepentingan saya: kenyang dan tidak keluar rumah
Posisi : makan capcay atau makanan berkuah
Kepentingan teman: kenyang
Posisi : makan ayam crispy
Analisis
Menurut saya negosiasi yang saya lakukan ini termasuk ke dalam bargaining. Karena saya terlalu fokus pada keinginan saya
untuk memakan capcay. Dan lagi di tengah perdebatan saya sudah tidak dapat memisahkan orang dengan masalahnya, saya
berpikir bahwa teman saya amat egois karena tidak mau mengalah dengan saya yang sedang tidak enak badan, hingga
akhirnya kami dapat “didamaikan” dengan bantuan mediasi teman saya yang lain. Namun hasil akhirnya ialah kompromi atau
bagi saya win-lose, dimana saya ada di pihak yang kalah karena merasa saya yang paling dirugikan. Kami hanya fokus pada
posisi kami, ayam atau capcay, tanpa memikirkan kondisi satu sama lain.
Amalina Luthfiani
Giliran Memasak
Memasuki bulan puasa, saya dan teman – teman kos saya mulai disibukkan dengan urusan sahur yang cukup merepotkan.
Untuk memudahkan kami menyiapkan makan sahur dan juga karena alasan malas keluar kos, kami memutuskan untuk
masak sendiri. Masalah datang saat pada hari ke-3 puasa,ketika saya sedang belajar dan membaca buku, salah satu teman
kos saya yang bernama Putri mengeluh karena dia yang setiap hari memasak nasi malam sebelum tidur untuk kami berempat
( karena dialah satu – satunya diantara kami berempat yang mempunyai rice cooker ). Saat ia mengutarakan masalah
tersebut pada malam itu, muncullah ide untuk menyusun jadwal giliran memasak nasi setiap harinya. Kami mulai berdebat
mengenai siapa yang akan mendapat gilliran pertama pada malam itu. Tentu saja Putri tidak mau karena dari kemarin dialah
yang memasak, sedangkan Dias sedang tidak ada di kos. Tinggallah saya dan Lala yang mempunyai posisi yang sama, yaitu
tidak mendapat giliran pada malam itu. Kepentingan saya pada saat itu adalah membaca buku karena harus mengerjakan
tugas yang dikumpul keesokan harinya. Sedangkan kepentingan Lala adalah beristirahat karena baru saja sampai dari
kampung halamannya. Saya dan Lala tetap berdebat dan tidaka ada yang mau mengalah. Akhirnya saya mengusulkan untuk
11
melakukan suit, karena jika terus berdebat masalah tidak akan selesai, waktu saya akan terbuang sia – sia, dan berpotensi
menimbulkan konflik yang sebisa mungkin harus sya hindari karena kami hidup serumah. Akhirnya saya memenangkannya
dan bebas dari giliran memasak malam itu dan dapat melanjutkan mengetik tugas yang sempat tertunda denagn damai.
Jika dilihat dari hasilnya dan kekerasan masing – masing atas posisinya, maka negosisasi di atas bersifat bargaining. Karena
posisi saya tercapai, maka saya mendapatkan kemenangan dan lawan negosiasi saya mendapat kekalahan (win-lose) tanpa
saya harus memberi konsesi pada lawan saya. Dalam perundingan terebut juga dapat dilihat adanya konteks hubungan masa
depan dengan lawan negosiasi, dimana saya berunding dengan teman kos dan harus menghindari konlfik. Untuk itu saya
mengusulkan jalan keluar yang dapat dianggap adil oleh kedua belah pihak walaupun sebrnarnya hasil akhirnya tidak, karena
salah satu pihak menang, dan yang lain kalah.
Ridho
Sore itu sehabis kuliah, saya diajak Akbar (HI '07) dan Azhar (HI '07)ke Masjid Syuhada guna membantu panitia ramadhan
disana, sekaligus mengkonfirmasi kepanitiaan ramadhan saya di mesjid Syuhada. Tidak lama saya pun segera mengetahui
bahwa saya dikepanitiaan ramadhan tahun ini, saya mengurusi seksi safari Ramadhan bersama-sama dengan Akbar. Singkat
kata, sehabis buka puasa, hingga taraweh maka diadakan rapat kerja Sie.Safari Ramadhan yang diketuai Mas Sarmadi.
Ketika itu rapat yang selesai hingga sekitar pukul 23.15 WIB membahas program kerja beserta evaluasi program yang sudah
berjalan. Rapat itu dihadiri empat orang (termasuk ketua), dari yang semestinya delapan anggota. Ya, meskipun ketika itu
masih awal-awal ramadhan, saya boleh dikatakan telat aktif dikarenakan tidak adanya motor, namun bukan ini
permasalahannya. Yang dinegosiasikan disini bukan kepentingan saya melainkan kepentingan kami (pihak panitia ramadhan
masjid syuhada) dengan PT Newmont Sumbawa sebagai penerima jasa. Pada dasarnya sang ketua mengutarakan
masalahnya dengan pihak Newmont dan meminta saran dari kami bertiga tentang apa yang sebaiknya dilakukan.
Kisahnya diawali dengan bagaimana ketika itu ada seseorang dari PT Newmont yang datang ke Jogja guna mencari ustadz
untuk mengisi acara ramadhan di PT Newmont selama beberapa waktu. Sampailah ia ke mesjid syuhada yang terkenal akan
pengelolaan kegiatan masjidnya. pihak masjid syuhada pun yang diwakili mas sarmadi menyanggupi permintaan tersebut,
dengan syarat ketika acara selesai mereka (pihak syuhada) mendapatkan haknya sebagai penyalur jasa, ustadz juga di
dampingi oleh setidaknya 1 orang dari pihak syuhada sebelum bertolak ke Sumbawa. sang pihak/bapak dari Newmont pun
pulang. Namun sayangnya tidak ada perjanjian Hitam Diatas Putih saat kesepakatan itu terjadi. Panitia memang sepertinya
kurang aware dengan yang satu ini, karena ketika menelpon sang pihak Newmont, mereka cukup di Convincekan dengan
ucapan "tenang saja kami profesional,sudah biasa ngurusi beginian". selang beberapa hari sang ustadz diterbangkan ke
sumbawa dengan biaya dari pihak newmont,dan cuma sang ustadz saja yang berangkat karena perusahaan hanya punya
biaya untuk satu orang. (1 pelanggaran dari Newmont). Pelanggaran kedua dan ini yang menjadi titik permasalahan disini
yaitu ketika sang ustadz pulang ke jogja dia tidak membawa "titipan" apa-apa kecuali untuk dirinya sendiri. oh gak papa,
mungkin nanti belakangan....(mbatin mas sarmadi). namun sampai kini belum juga ada kabar. Mas sarmadi pun bingung dan
serba salah, karena udah capek-capek koq tidak dapet "hak"nya.disisi lain panitia dan ketua utama panitia ramadhan
mendesak jika ada fee buat panitia dari newmont.Dia begitu merasa tidak enak jika harus menelpon sang "bapak Newmont",
karena masih berprasangka baik 9sebagai muslim yang baik) bahwa sang bapak akan menepati janjinya seperti perjanjian
diawal. dilihat dari ekspresi muka mas sarmadi hal ini begitu tergambar.
Dalam kaitannya dengan kelas NRK saya menganalisinya berdasrkan "Listen and re-Frame".
ketika itu saya menanyakan apakah ada perjanjian hitam diatas putih (tertulis) dari kedua belah pihak tentang kerjasama tadi,
dengan alasan bahwa ketika kita punya kertas itu-yang berarti berkekuatan hukum-, kenapa mesti takut untuk meminta hak
kita. tapi ternyata mas sarmadi mengatakan tidak. well...kealfaan panitia, tapi masa' mo dibiarin begitu aja/ nrimo istilah
jawanya. Saya ,akbar dan mas Dedy (anggota lainnya dirapat itu) pun sepakat bahwa kita tetap mesti nelpon sang bapak,
namun dengan cara yang tidak terkesan offensive. Kami beritahu (me re-frame) bahwa sebaiknya mas sarmadi menelpon
sang bapak dengan inti poin "Mengingatkan" sang bapak akan perjanjian yang waktu itu. gunakan cara/perkataan yang tidak
menyinggung/frontal. dan jika nanti pada akhirnya beliau menolak, ya kita diam/tidak menuntut, dalam arti karena kita tidak
punya kekuatan hukum. tapi lebih kepada dijadikan pelajaran &pengalaman bahwa dikemudian hari kejadian seperti ini
jangan sampai terulang kembali. ........dan mas sarmadi pun menyanggup untuk menelponnya besok. Lalu kami pun
membahas program kerja berikutnya namun kali ini dengan lebih hati-hati.
13
note: sub panitia safari ramadhan lambat terbentuk sehingga diawal benar-benar mas sarmadi yang kerja sendiri.
Prischa Retno N
Karena sedang mengalami masalah saya tidak ingin sendirian di kost (saya sedang mengalami patah hati). Oleh karena itu
saya meminta salah seorang teman saya untuk menginap. Awalnya Putsy (bukan nama sebenarnya ) menolak untuk
menginap di kost saya. Karena sudah mendapat mata kuliah Negosiasi & Resolusi Konflik, saya mencoba bernegosiasi
dengan Putsy. Akhirnya Putsy mengatakan alasan mengapa dia menolak menginap di kost saya. Ternyata dia harus
mengerjakan tugas mata kuliah Amerika Latin yang harus dikumpulkan keeseokan harinya. Alternatif yang tercetus adalah
Putsy dapat mengerjakan tugas tersebut di kost saya dan boleh meminjam laptop saya untuk mengerjakan tugas tersebut.
Karena saya tidak ada tugas untuk keesokan harinya dan ingin mengalihkan perhatian saya ke hal lain yang lebih bermanfaat
dibanding harus bersedih atau menangis ndak jelas, saya juga bersedia membantu dia untuk mengerjakan tugas tersebut
(karena sebenarnya saya tertarik untuk mengambil mata kuliah Amerika Latin tetapi tidak jadi mengambil karena masalah
jadwal). Tidak disangka ternyata ada teman saya yang lain yang mengajak untuk mengerjakan tugas tersebut bersama di kost
saya. Jadi, keinginan saya untuk ditemani di kost tercapai (plus dapat tambahan seorang teman lagi) dan kepentingan Putsy
juga tercapai.
Penyelesaian masalah: problem solving
Kepentingan Prischa: ingin ditemani Putsy karena tidak ingin sendirian
Posisi Prischa: Putsy menginap di kost Prischa
Kepentingan Putsy: mengerjakan tugas mata kuliah Amerika Latin
Posisi Putsy: tidak mau menginap di kost Prischa
Theosa Dinar S
Hari rabu yang lalu, tepatnya pada tanggal 3 September 2008, saya pergi ke pusat bahasa di salah satu universitas sawsta di
Yogyakarta. Tujuan saya datang kesana adalah untuk menanyakan kapan program les bahasa mandarin dibuka dan berapa
biaya les disana per semester. Namun sungguh kaget, ternyata biaya les disana naik dari yang harganya Rp.675.000 menjadi
Rp.875.000 per levelnya dan biaya itu harus lunas di depan sebelum kelas I. Apalagi kelas I akan dibuka pada tanggal 8
September 2008. Aduh, saya cukup kebingunan tentang bagaimana membayar semua biayanya, ditambah lagi waktunya
yang terlalu mepet. Akhirnya, saya pulang dengan membawa brosur jadwal kelas yang baru. Sesampainya di rumah, saya
memikirkan bagaimana caranya agar bisa mendapatkan jalan keluar karena saya benar-benar ingin les mandarin ditempat
tersebut. Akhirnya, saya menelpon kembali ke pusat bahasa tersebut, dan langsung menayakan ttg bisakah saya melakukan
pembayarannya secara mencicil, at least, saya tidak diharuskan untuk membayar lunas di depan, setelah berbicara sekitar 15
menit akhirnya, mas administratornya mengijinkan saya untuk melakukan 2x pembayaran. Dengan rinciannya pembayaran I
sebesar 50% dilakukan didepan dan pembayaran II sisanya dibayar pada minggu I kelas. :p Fuih, akhirnya saya bisa tenang
karena bisa mendapat keringanan. rencana nanti sore saya akan melakukan pembayaran I dan minggu depan saya akan
melakukan pembayaran II
Adapun bentuk negosiasi saya adalah diskusi melalui telepon selam kurang lebih 15 menit. adapun paradigma dalam
negosiasi yang saya gunakan adalah Paradigma Bargaining, karena saya berorientasi pada tuntutan saya untuk tidak
melakukan pembayaran lunas didepan. Adapun posisi saya dalam negosiasi ini adalah untuk tidak melakukan pembayaran
lunas di depan sebelum kelas I dimulai, sedangkan kepentingan saya adalah karena saya tidak punya cukup uang untuk
membayar lunas biaya les tersebut. Sedangkan menyangkut isu negosiasi ini adalah keringanan dalam melakukan
pembayaran biaya les (Tunggal),dan konteksnya adalah saya bernegosiasi dengan mas administrator via telepon ( tunggal
dan simultaneous) dengan hasil negosiasi win-lose (karena saya bisa mendapatkan penuh keinginan saya tanpa
mengorbankan sesuatu yang berarti, skor 1-0). ;p
Dyah Anggraeni
Setelah liburan semester usai, saya harus segera kembali ke jogja untuk menjalani perkuliahan seperti biasanya. Di Jogja,
saya memerlukan motor untuk memfasilitasi mobilitas saya dalam kuliah ataupun menjalani kursus. Tadinya, saya berfikir
untuk membawa sendiri motor dari Solo ke Jogja (rumah saya di Solo). Namun, ternyata ayah saya tidak mengijinkan karena
14
alasan keamanan jalan raya. Ayah menawarkan diri untuk membawakan motor ke jogja, namun hal itu baru bisa dilakukan 2
minggu kemudian, karena ayah baru memiliki waktu luang untuk pergi ke Jogja kira-kira 2 minggu lagi.
Bagi saya, ketiadaan motor akan membuat saya repot di jogja, karena dalam waktu dekat saya menjadi panitia untuk
mempersiapkan suatu acara. Sehingga, saya berfikir motor tersebut akan sangat diperlukan untuk mobilitas persiapan acara.
Akhirnya, saya menawarkan alternatif pada ayah untuk mengijinkan saya membawa motor ke jogja pada saat itu juga, namun
saya tidak sendiri. Melainkan ditemani sepupu laki-laki saya.
Ternyata, ditemani sepupu laki-laki saya membawa motor ke jogja bukan ide yang buruk. Ayah langsung menyetujui untuk
mengijinkan saya membawa motor ke jogja saat itu juga. Saya sangat puas dengan hasil negosiasi saya.
Dari sedikit cerita saya diatas, saya dapat menggolongkan negosiasi yang saya lakukan menitikberatkan pada problem
solving. Posisi saya adalah membawa motor ke jogj saat itu juga. Sedangkan posisi ayah adalah tidak membawa motor ke
Jogja pada saat itu. Kepentingan saya adalah untuk alasan mobilitas. Sedangkan kepentingan ayah adalah alasan keamanan
jika saya membawa sendiri motor ke jogja. Alternatif yang saya tawarkan ternyata cukup memenuhi kepentingan saya dan
ayah. Saya bisa membawa motor ke jogja dan menggunakannya untuk mobilitas. Kemudian ayah tidak risau mengenai
keamanan karena saya ditemani sepupu laki-laki saya naik motor ke jogja. Fokus penyelesaian yang menitik beratkan pada
kepentingan inilah yang menggolongkan negosiasi saya pada problem solving.
Fatimah Marylin
Salah satu negosiasi dari beberapa negosiasi yang saya lakukan dalam jangka waktu seminggu ini adalah negosiasi antara
saya dengan mba penjaga rental film dan isu yang kami negosiasikan adalah denda pengembalian film. Ketika itu saya
dimintai tolong oleh kakak saya untuk mengembalikan beberapa film yang dia pinjam dari sebuah tempat rental film. Karena
sedang banyak kesibukan, saya terlambat mengembalikan film-film tersebut. Pada akhirnya saya terlambat mengembalikan
film selama 3 hari. Sewaktu mengembalikan film, mba penjaga rental meminta saya membayar denda atas keterlambatan
saya mengembalikan film-film tersebut. Saya sendiri merasa keberatan karena biayanya juga tidak sedikit, mengingat denda
per satu film dikali 3 hari. Saya berusaha menjelaskan pada mba penjaga rental tersebut agar mengurangi denda yang harus
dibayarkan, namun mba tersebut menyalahkan keterlambatan saya mengembalikan film. Kemudian saya menawarkan jalan
keluar bersama pada mba penjaga rental, yaitu saya bersedia membayar sebesar denda untuk meminjam film lagi ditempat
tersebut. Sehingga saya tetap membayar sebesar denda, namun sebagai gantinya saya juga bisa meminjam beberapa film
lagi yang ingin saya tonton. Mba penjaga rental tersebut setuju, sehingga saya tidak perlu mengeluarkan uang dengan
percuma.
Posisi mba penjaga rental disini adalah saya membayar penuh biaya denda, sementara posisi saya adalah sesedikit mungkin
membayar denda. Dan kepentingan mba tersebut adalah film yang laku disewa, sementara kepentingan saya adalah
mengeluarkan uang tanpa percuma. Pada kasus negosiasi ini, taktik berunding yang saya gunakan adalah problem solving,
dimana saya memberikan jalan keluar bersama agar kami sama-sama mendapatkan hasil yang kami inginkan (win-win).
S. Bela P
Karena saya bermasalah dengan les bahasa Spanyol saya dan teman saya bermasalah dengan les bahasa Mandarinnya,
kami bersepakat untuk mengambil les bahasa Inggris bareng. Masalahnya dia ingin les di tempat A dan saya ingin les di
tempat B. Menurutnya, tempat A sudah terjamin dan memiliki nama dimanapun, sementara tempat B belum terlalu terkenal di
tempat lain. Selain itu, dia akan kesulitan melobi orang tuanya untuk les di universitas non-Islam. Menurut saya, memang sih
tempat B belum sebegitu terkenal dibanding A di kota lain karena memang B adalah bagian dari universitas dan bukan
lembaga, tapi kualitasnya sudah terjamin, dan bahkan kata temen saya yang lain, tempat ini termasuk yang diakui kualitasnya
di Asia Tenggara. Dan yang jelas disini harganya lebih murah dibanding A. Saya sendiri tidak bermasalah apakah itu
universitas Islam bukan. Saya menyarankan dia untuk survey dulu di tempat B kalau ragu dengan kualitasnya. Karena sampai
sekarang kami belum punya waktu untuk survey, maka belum ada kesepakatan yang tercapai. Sebenarnya kami berdua tidak
masalah kalo emang toh harus les sendiri-sendiri seperti biasa. Kami berunding hanya untuk menjajagi kemungkinan untuk
bisa les bareng.
Dalam negosiasi di atas, posisi dia adalah les di tempat A dan posisi saya adalah les di tempat B. Kepentingannya adalah les
ditempat ternama yang sudah pasti diijinkan orang tuanya. Kepentingan saya adalah les ditempat yang saya suka,
kualitasnya terjamin dan lebih murah. Menurut saya, apapun hasil kesepakatan yang kami peroleh, kami merasa win-win.
Bisa les bareng itu nilai plus buat kami, tapi kalo tidak kita tidak masalah. Yang menarik dari sini adalah kami berdua punya
15
prinsip sama bahwa masalah studi (kuliah, les dst) adalah hal yang tidak bisa diintervensi oleh apapun (kami tidak akan
mengambil mata kuliah hanya karena temen-temen kami mengambil mata kuliah tersebut dll) dan kami menghormati prinsip
satu sama lain.
Puput Akad NP
Kamis pagi ini, A, rekan pemandu buddy-ku, secara sepihak tiba-tiba memutuskan untuk mengadakan kumpul buddy Jumat
ini pada jam 9.30. Menurut A, jika kumpul buddy tidak diadakan Jumat ini, maka pembayaran Peace Through Words tidak
akan lancar. Masalah lainnya adalah A ngotot ingin saya untuk mendampinginya saat kumpul buddy karena menurut dia
sayalah yang paling memahami sistematika kurikulum buddy dan materi-materi yang harus disampaikan ke adik-adik buddy.
Namun saya tidak bisa menyanggupinya karena pada jam segitu saya harus mengerjakan tugas untuk suatu mata kuliah dan
tugas tersebut harus dikumpulkan jam 12.00. Saya merasa tugas tersebut tidak akan bisa selesai jika saya harus
mendampingi A saat kumpul buddy. Selain itu, pada Jumat minggu sebelumnya, saya telanjur mengumumkan ke adik-adik
buddy saya bahwa kumpul buddy hanya dilaksanakan dua minggu sekali. Jadi, menurut saya jika kumpul buddy tetap
dilaksanakan minggu ini, tentu adik-adik buddy akan menganggap kami plin-plan.
Kami pun melakukan negosiasi untuk menyelesaikan masalah ini. Untungnya, proses negosiasi berlangsung cepat. Akhirnya,
kumpul buddy tetap dilaksanakan Jumat ini jam 9.30 dan A bersedia memandu buddy sendirian tanpa saya. Sebagai
gantinya, dia meminta saya untuk membuatkan daftar materi-materi apa saja yang harus disampaikan ke adik-adik buddy
beserta penjelasan secara detail tentang sistematika kurikulum buddy agar dia lebih mengerti.
Penyelesaian : secara problem solving
A
Posisi: mengadakan kumpul buddy (pada jam 9.30)
Kepentingan: - ingin pembayaran acara Peace Through Words lancar
- ingin saya yang menjelaskan materi ke adik-adik buddy karena saya dianggap lebih mengerti tentang hal itu
Saya
Posisi: tidak bisa ikut kumpul buddy (apalagi pada jam 9.30)
Kepentingan: - pada jam 9.30 harus mengerjakan tugas mata kuliah
- tidak ingin dianggap plin-plan oleh adik-adik buddy
Angga Rendityan
16
Kebetulan hari minggu kemarin saya pergi ke tempat sepupu, karena kebetulan pada hari itu sepupu saya sedang berulang
tahun maka sepupu saya akan keluar bersama dengan teman-temannya. Saya meminta kepada sepupu saya untuk ikut
merayakan tetapi karena dia akan pergi naik motor dengan teman-temannya maka saya tidak bisa ikut. Waktu akan
berangkat ternyata sepeda motor sepupu saya mau dipakai oleh kakaknya pergi entah kemana. Sepupu saya kebingungan
karena tidak ada motor sedangkan kendaraan yang ada hanya motor kakaknya yang memakai kopling tangan dan mobil,
padahal sepupu saya tidak bisa memakai sepeda motor dengan kopling tangan maupun mobil. Lalu saya menawarkan diri
karena kebetulan saya bisa menyetir maka saya mengajak sepupu saya untuk pergi naik mobil dan saya yang menyetir. Kami
berdua pergi menjeput teman-teman sepupu saya dan langsung ke tempat makan yang dituju.
Dalam peristiwa negosiasi di atas posisi saya adalah minta ikut merayakan ulang tahun sepupu saya bersama dengan teman-
temannya. Dalam melakukan negosiasi menggunakan cara problem solving sehingga di antara kedua belah pihak tidak ada
yang dirugikan. Sepupu saya tetap bisa berangkat merayakan ulang tahunnya dan saya pun bisa ikut merayakan ulang
tahunnya.
Ratih Komang
Perpanjangan STNK
Pada hari Jumat malam, dua orang utusan dari dealer motor tempat saya membeli motor datang perihal perpanjangan STNK
motor saya yang jatuh tempo pembayaran pajaknya pada keesokan harinya. Setelah mempersilahkan duduk di teras rumah
ibu kos, kemudian saya langsung saja bertanya akan jumlah biaya untuk perpanjangan STNK. Dua petugas tersebut
menjawab ragu-ragu dengan alasan tarif pajak yang berbeda tiap tahunnya dan kesulitan untuk menghubungi orang yang
biasanya mengurusi perpanjangan di dealer. Karena takut akan dibodohi, saya bertanya syarat-syarat apa saja yang
diperlukan dan dimana tempat untuk perpanjangan STNK, dengan maksud mencoba mengurus perpanjangan sendiri. Melihat
reaksi saya seperti itu, kedua orang tersebut menawarkan jasanya untuk membantu perpanjangan STNK. Masalah yang
kemudian timbul adalah, kartu KIPEM yang saya perlukan untuk mengurus perpanjangan tersebut juga telah kadaluwarsa
padahal KIPEM juga saya perlukan untuk proses perpanjangan. Salah satu mas tersebut menerangkan apabila mengurus
perpanjangan kartu KIPEM secara normal, membutuhkan waktu yang cukup lama dan biayanya pun bertambah. Kembali
saya menanyakan jumlah biaya yang diperlukan kepada mas-mas tersebut. Salah satu orang dealer tersebut merinci biaya
kurang lebih Rp. 250.000, dengan rincian pajak motor Rp 148.000 + Rp 50.000 + Rp 50.000, jadi harga tembak untuk 1 STNK
dan 1 KIPEM, masing-masingnya Rp 50.000. Saya sempat meminta untuk menurunkan jumlah biayanya hingga Rp 200.000,
tetapi mas-mas tersebut belum bisa memberikan informasi pasti dari total biaya. Mereka meyakinkan sudah ada harga pasti
dari dealer untuk biaya yang dikeluarkan dan biayanya tidak jauh dari harga yang dirincikan dan nanti akan diberikan
perincian harganya. Sehingga saya juga tidak bisa bilang apa, yang penting mereka sudah berjanji akan memberikan bukti
perincian resmi dari dealer. Saya tidak enak dengan orangtua saya karena sebelumnya saya sudah minta uang untuk
keperluan biaya kos dan akhirnya saya tanya Bapak saya mengenai harga tersebut, Beliau memberikan ijin untuk
membayarkan sejumlah uang yang diminta oleh orang dealer tersebut dan Beliau juga mengerti mengenai masalah
perpanjangan saya yang diurus oleh pihak kedua. Jika sudah begitu, saya pun setuju dengan harga tersebut karena waktu
saya juga tidak terbuang karena mesti mengurus perpanjangan STNK dengan birokrasi yang berbelit-belit. Mereka pun
mendapat upah yang sepantasnya. Dan pada hari Rabu, STNK baru saya datang, dengan biaya total Rp 236.000 lengkap
dengan perincian harganya.
Posisi dua orang dealer: menawarkan jasa untuk membantu perpanjangan STNK dan KIPEM karena merasa bertanggung
jawab. Posisi saya: perlu memperpanjang STNK dan KIPEM segera. Kepentingan dua orang itu: dapat keuntungan dari
komisi biro jasa. Kepentingan saya: waktu yang telah jatuh tempo sehingga perlu mengurusnya segera serta biaya yang
proporsional beserta bukti perincian resmi.
Analisis perundingan: Awalnya adalah proses bargainning karena saya sempat menawar harga yang telah diberikan oleh
kedua mas tersebut dari Rp 250.000 menjadi Rp 200.000. Namun karena setelah ditanyakan kepada Bapak saya, beban
tidak enak saya pun bisa lepas. Selain itu, mas tersebut juga berjanji akan memberikan perincian. Sehingga saya ikut setuju
karena kepentingan saya hanya perlu bukti perincian resmi dari dealer sehingga biaya yang saya dapatkan dari pihak kedua
tersebut proporsional dan tidak mengada-ada. Selain itu kepentingan saya yang lain juga terpenuhi karena saya juga
menghemat waktu saya daripada saya mengurusnya sendiri, tidak tahu tempat yang pasti serta proses yang tidak mungkin
sebentar. Dan mas-mas tersebut juga bisa mendapat untung yang sesuai dengan jasanya. Sehingga negosiasi dari proses
tawar-menawar berubah menjadi integratif, problem solving karena kepentingan kami dapat terpenuhi. Isu yang ada dalam
negosiasi yang saya dan dua orang dealaer tersebut adalah menawarkan jasa, biaya yang sesuai standar dari pihak kedua
waktu yang mendesak serta bukti perincian resmi dari dealaer. Motif yang dapat saya lihat dari negosiasi kami pada akhirnya
17
berujung kooperatif, karena pada akhirnya kami menghindarkan hasil terburuk yang mungkin saya (proses yang birokratis
sehingga waktu terkuras, serta biaya yang mungkin saja dimainkan karena saya berasal dari luar daerah dan baru pertama
kali mengurus samsat) dan mas (tidak mendapatkan komisi) tersebut dapat jika saya mengurus STNK sendirian. Bentuk
negosiasi sederhana yang saya lakukan adalah dengan melontarkan pertanyaan serta diskusi singkat sehingga saya
mendapatkan kejelasan informasi.
Rima Meinita
Negosiasi yang saya lakukan dalam minggu ini adalah negosiasi masalah tiket pulang dengan orang tua saya. Untuk
mengantisipasi lonjakan harga tiket dan kemungkinan tiket habis, saya meminta orangtua saya untuk memesankan tiket dari
sekarang. Saya minta dipesankan tiket tanggal 27 september karena libur baru tanggal 29 september. Tapi orang tua saya
malah bersikeras memesan tiket tanggal 24 september. Alasannya karena kalau saya pulang tanggal 27 september terlalu
mepet sama lebaran. Ketidakpercayaan orang tua saya bahwa libur baru tanggal 29 september itu juga karena saudara dan
teman-teman saya yang kuliah disini sudah mulai libur tanggal 23 september an. Saya berusaha meyakinkan orang tua saya
bahwa saya benar-benar libur tanggal 29 september. Tapi orang tua saya tetap bersikeras juga saya pulang tanggal 24
september. Saya sempat marah dan pura-pura tidak peduli lagi dengan urusan pulang-pulangan. Saya juga sempat
mengancam saya ga usah pulang aja. Akhirnya setelah beberapa hari, orang tua saya mengalah dengan syarat saya juga
mau mengalah. Istilahnya, win-win solution. Jadi akhirnya tanggal 26 september disepakati sebagai tanggal yang paling pas.
Saya mengalah, orang tua saya juga mengalah. Kami mencari jalan tengah agar kami sama-sama puas dengan hasil
negosiasi.
Dalam negosiasi ini posisi saya adalah pulang tanggal 27 september sedangkan posisi orangtua saya adalah saya pulang
tanggal 24 september. Alasan saya ingin pulang tanggal itu karena kepentingan saya masih ada kuliah dan kepentingan
orang tua saya adalah saya sudah ada dirumah seminggu sebelum lebaran. Hasil negosiasi akhirnya saya pulang tanggal 26
september. Saya dan orang tua saya sama-sama mengalah dan mengambil jalan tengah. Akhirnya kami mencapai win-win
solution. Dalam negosiasi ini saya memakai cara problem solving sehingga tidak ada yang merasa dirugikan.
Marta Tintya
Bulan puasa ini teman – teman saya di kampus mengadakan acara buka bersama. Dan kebetulan saya menjadi salah satu
panitianya. Berdasarkan pengalaman saya tahun lalu, jumlah peserta yang datang cukup banyak. Rencana awalnya
kepanitiaan ini hanya untuk anak angkatan saya saja. Saya kurang setuju karena tahun lalu yang kebanyakan datang adalah
anak angkatan baru. Maka saya mengusulkan untuk mengadakan open recruitment bagi anak angkatan baru dengan maksud
supaya target peserta yang datang tidak sedikit sekaligus mempermudah publikasi acara ini. Tetapi, salah satu teman saya
ada yang kurang setuju karena kami hanya membutuhkan beberapa anak angkatan baru saja. Dikhawatirkan jika diadakan
open recruitment maka kita akan kelebihan panitia dan menyebabkan kerja panitia jadi kurang maksimal. Teman saya
akhirnya menawarkan untuk closed recruitment saja bagi anak angkatan baru. Sayapun setuju dengan idenya, asalkan nanti
anak angkatan baru yang dipilih ikut menjadi panitia harus benar – benar bertanggung jawab dengan tugasnya.
Dari cerita saya ini, posisi saya adalah menginginkan open recruitment untuk anak angkatan baru sedangkan kepentingan
saya supaya jumlah peserta yang datang dalam acara ini memenuhi target. Isu negosiasi dalam cerita tadi tergolong
kooperatif karena kedua perunding saling bekerjasama supaya acara dapat berjalan secara kondusif. Hasil dari perundingan
saling menguntungkan bagi kedua pihak, teman saya tidak perlu repot mengadakan open recruitment dan keinginan saya
terpenuhi. Karena hasil perundingan win – win maka strategi berunding yang digunakan perunding dapat digolongkan strategi
berunding problem solving.
18
Ayah saya mengabarkan berita ini mendadak sekali, sedangkan saya secara tidak beruntung melakukan pemborosan di
bulan Agustus ini. Saya tidak memiliki uang lagi untuk bertahan hidup sampai tanggal 10 dan tabungan saya sudah habis
untuk berangkat ke Bandung di liburan semester. Ayah saya menyarankan untuk meminjam uang ke teman saya dulu.
Saya berusaha meminjam ke teman kost saya yang terdekat, namun ia keberatan karena berencana akan menghabiskan
banyak uang di awal tahun untuk keperluan dirinya sendiri. Saya pun bertanya apa keperluannya sehingga membutuhkan
uang yang banyak sekali. Ternyata ia akan membelanjakan uangnya untuk membeli keperluan hidup di kost seperti
perlengkapan mandi, ember baru, sapu baru, sabun pencuci, pengharum ruangan, dan sebagainya.
Saya pun membujuk teman saya untuk mengurungkan niatnya untuk membeli keperluan hidup dan menawarkan untuk
memakai perlengkapan milik saya terlebih dahulu. Kebetulan salah satu alasan kenapa saya boros adalah karena saya sudah
membeli keperluan yang sama untuk tiga bulan ke depan, sehingga saya memiliki perlengkapan yang berlebihan dan bisa
membaginya kepada teman saya. Teman saya pun setuju untuk meminjamkan uangnya kepada saya dan mengurungkan
niatnya untuk belanja dan menggunakan barang-barang milik saya yang berlebihan.
Di dalam negosiasi saya dengan teman saya, posisi saya adalah mendapatkan pinjaman uang sedangkan teman saya tidak
memberikan pinjaman. Taktik saya berunding dengan teman saya adalah dengan menanyakan kepentingan teman saya.
Perundingan ini memiliki hasil win-win karena kepentingan saya untuk mendapatkan uang pinjaman terpenuhi dan
kepentingan teman saya untuk memenuhi keperluan hidupnya juga terpenuhi.
Syarifah Asriani
Beberapa hari yang lalu, orang tua saya berniat untuk membelikan saya sepeda sebagai penunjang aktivitas saya( saya
berkuliah sekaligus bekerja). Mendengar hal itu saya sangat senag sekali. Saya dapat menghemat ongkos dan tidak perlu
pulang jalan kaki lagi sehabis bekerja. Namun setelah saya pertimbangkan saya meminta agar orang tua saya membelikan
saya HP saja karena saya juga tidak memiliki HP. Saya berdiskusi dengan orang tua saya dan menjelaskan pendapat saya
memilih HP dari pada sepeda. Saya katakan dengan memiliki HP saya bisa lebih mudah untuk berkomunikasi dengan
mereka, orangtua saya pun tidak harus repot-repot lagi menghubungi teman saya jika ingin berbicara dengan saya atau
menghubungi telpon kosan saya karena saya lebih banyak diluar rumah dan saya pun lebih gampang dalam berkomunikasi
dan bertukar informasi dengan teman-teman saya. Maklum kuliah saya banyak sekali tugas yang dikerjakan secara
berkelompok dan dengan memiliki HP saya ataupun
mereka dapat lebih mudah berkomunikasi. Setelah mendengar alasan saya, akhirnya orang tua saya setuju karena mereka
juga lebih gampang untuk berkomunikasi dengan saya walaupun pada awalnya mereka agak sedikit keberatan dengan pilihan
saya. Begitupun dengan saya, dengan memilih HP berarti saya harus tetap naik bis kota dan berjalan kaki sehabis bekerja
sebagai suatu konsekuensinya. Yang penting saya punya HP.
anonim!
Selama ini ibu kos mempunyai ‘Mbak X’ yang membantu menyelesaikan pekerjaan rumah tangga harian. Setelah Mbak X
memutuskan pulang kampung dan menikah lagi, Ibu merasa butuh mencari pengganti untuk meringankan beban
pekerjaannya. Nampaknya ibu agak pesimis dengan harapannya tersebut karena pengganti Mbak X masih anak kecil (belum
dewasa), panggil saja “Ms.Y”. Dia baru lulus SMP sehingga ibu harus sedikit bersabar dan mengajarkan mulai dari nol. Itulah
yang sering dikeluhkan ibu kepada teman-teman kos.
19
Sejak Ms.Y menjadi anggota baru dari keluarga kosku. Aku berusaha memberikan kesan ramah dan bersahabat sehingga dia
merasa nyaman bekerja di tempat barunya. Misalnya, dengan menyapa dan mengajaknya ngobrol. Sepertinya sikapku
tersebut ditangkap sebagai harapan cerah untuk menolong permasalahannya.
Ketika ibu kos dan keluarga sedang pergi. Rumah kosong. Siang itu dianggap momen yang paling tepat untuk meminta
pertolonganku. Dengan sedikit berhati-hati dan melemahkan suara agar tidak diketahui orang lain, Ms.Y mangajakku masuk
kamarnya dan dengan wajah memelas dia menunjukkan hand phone alias HP bututnya yang berdasarkan pengakuannya
jatuh dari kereta ekonomi dan rusak. Dia memintaku menjual dan menukarkan HP-nya. Katanya dia sudah tidak tahan kangen
keluarganya.
Posisi Ms. Y à mempunyai HP, Kepentingan Ms.Yà menjalin komunikasi dengan keluarga di kampung halaman; mengobati
kerinduan dengan keluarga dan kerabat; takut diketahui oleh ibu kos;
Aku tidak langsung menyanggupi atau menolak permintaanya. Sebenarnya aku tidak sepenuhnya percaya dengan
pengakuan Ms.Y karena ada beberapa kejanggalan yang aku tangkap. Diantaranya, apakah itu benar HP-nya, mengapa tidak
menceritakan kepada orang yang mengantarnya ke Jogja (saudara ibu), mengapa harus meminta tolong kepadaku atau
mengapa tidak jujur kepada ibu.
Setelah mendengar, aku menanyakan beberapa kejanggalan tsb. Takut adalah satu-satunya alasan yang aku tangkap
darinya. Selanjutnya, aku menyarankan agar bercerita langsung kepada ibu kos atau putri ibu kos. Aku meyakinkanya bahwa
mereka adalah tipikal orang yang pengertian dan enak diajak ngobrol. Aku juga beralasan bahwa baru beberapa bulan
tinggal di Jogja dan tidak punya akses informasi dan transportasi untuk menjualkan HP-nya.
Beberapa hari kemudian, kuketahui bahwa Ms. Y sudah bercerita kepada ibu kos dan ternyata, sesuai perkiraanku ibu kos
memberi alternatif yang bisa diterimanya, yaitu gaji bulan depan akan digunakan untuk membeli HP.
Konteks posisi dan hubungan masa depan. Ms. Y memilih bernegosiasi denganku karena berpikir aku adalah pihak yang
kooperatif, dan posisinya lebih aman, daripada memilih bernego dengan ibu kos (lebih riskan) karena memiliki hubungan
masa depan dan kekuasaan yang lebih.
Aku memposisikan diri sebagai good listener, yang berusaha membingkai, mengenali akar permasalahan, dan mencoba
memberikan solusi (problem solving) dengan mengatakan bahwa bukankah sebaiknya Ms. Y mengatakan yang sejujurnya
kepada ibu kos. Hal itu aku lakukan karena aku sudah mengenal ibu kos dan mempunyai informasi lebih banyak mengenai
ibu kos.
Gretta Prisawidy
Saya adalah alumni karyawan PT. Aseli Dagadu Djokdja, sebagai garda depan (gardep). Minggu ini saya dan teman2 satu
angkatan saya diberi amanah untuk menyelenggarakan buka bersama untuk alumni gardep yang biasa disebut Pagardepan
(persatuan alumni garda depan). Dalam hal ini, saya sebagai ketua dari teman2 satu agktan saya. Orang yang memberi
amanah bernama mas butong. Masalah muncul ketika kami sulit menentukan dari mana sumber dana yang dapat diperoleh
untuk melaksanakan buber tsb mengingat sulitnya menghubungi alumni, apalagi utk menarik iuran trlbh dahulu. Mas butong
ingin kami satu agktn patungan dulu tp teman2 satu angkatan saya merasa keberatan jika harus menalangi dana lbh dulu
karena bnyk yg baru bokek dan tdk dpt dipastikan brp org yg akan dtang. Di lain pihak, kami juga merasa kasihan jika mas
butong sndiri yg harus menanggung biaya buber.
Setelah berunding, kami memutuskan untuk hanya menyediakan makanan kecil dan minuman saja untuk membatalkan
puasa. Dana sebanyak 100ribu diperoleh dari kantong mas butong sendiri, saya dan teman2 yg membelanjakan dana tsb.
Sebagai timbal baliknya, kami mencarikan dana dari 2 sumber. Kami melihat di sekitar tempat buber, yaitu Kedai Kopi-kopi
Sagan, terdapat beberapa warung lesehan seperti pecel lele dll. Lalu muncul ide untuk membuat semacam daftar menu yg
memuat harga2 mknan di sekitar Kopi2 utk ditawarkan kepada alumni yg datang sbg makan besar stlh sholat maghrib. Kami
mengambil laba sebanyak Rp.1000 utk tiap2 menu. Dana lain didapat dengan membuat semacam kotak amal untuk kas
keuangan Pagardepan. Dana tersebut akan dikembalikan kepada mas butong. Jika sisa (lebih dari 100ribu), baru akan
dimasukkan kas pagardepan.
Pada kondisi diatas, posisi saya adalah buber dgn dana dr pemberi amanah. Kepentingan saya yaitu keterbatasan dana yang
saya miliki. Sedangkan posisi mas butong adalah buber dengan dana patungan, kepentingannya sulit menarik dana dari
alumni yg lain. Saya blm dpt menentukan hasil perundingan kami. Jika dana yg kami kumpulkan mencapai Rp 100 ribu, maka
hasilnya win-win. Tetapi jika tidak, maka hasil perundingan kami win-lose karena mas butong merugi.
20
Bhasmara Pramudita
Beberapa waktu yang lalu saya, kakak, serta kedua orangtua saya berkumpul untuk membicarakan perihal liburan lebaran.
Kami sekeluarga berencana untuk menentukan destinasi liburan lebaran untuk tahun ini. Setelah beberapa saat berdiskusi,
muncul sedikit persoalan yang menyangkut perbedaan keinginan destinasi liburan lebaran antara saya (ditambah kakak)
dengan orangtua saya. Untuk tahun ini, saya menginginkan liburan lebaran mengambil tempat di kota selain Yogyakarta dan
Jakarta (domisili orang tua saat ini) dengan alasan atau pertimbangan sudah sering berlebaran di kedua tempat tersebut.
Sementara orangtua saya menginginkan lebaran dilaksanakan di Jakarta. Guna mencari solusi, saya kemudian berupaya
untuk menanyakan atau mencari informasi tentang apa sebenarnya yang mendasari keinginan orangtua saya tersebut.
Ternyata orangtua saya ingin lebaran dilaksanakan di Jakarta karena ayah saya mendapat tanggungjawab dari kantornya
untuk standby sehingga harus berada di Jakarta selama lebaran. Dengan mengetahui informasi tersebut maka kemudian
muncul opsi baru, yaitu liburan lebaran dilaksanakan di kota Bandung. Bandung dipilih karena lokasinya yang sangat dekat
dengan Jakarta dan ayah saya dapat mengajak kami sekeluarga kesana pada akhir pekan ketika dia tidak harus standby di
kantor (yang ternyata mendapat libur di akhir pekan). Waktu liburan pun kemudian disesuaikan untuk mengakomodasi opsi
tersebut (menjadi sedikit lebih lama dari yang direncanakan semula karena harus menyesuaikan jadwal kantor ayah). Jadi,
liburan lebaran tahun ini akhirnya telah ditetapkan; yaitu kami sekeluarga menghabiskan waktu sebentar di Jakarta dan
kemudian pergi ke Bandung untuk berlibur...
Berdasarkan pemaparan diatas, dapat dikatakan bahwa negosiasi yang dilakukan termasuk negosiasi yang problem solving.
Karena pada akhirnya kepentingan atau keinginan dari kedua belah pihak dapat terpenuhi (win-win).
Problem solving – trying to locate and addopt options that satisfy both parties’ goals.1
Problem solving involves an effort to find a mutually acceptable agreement (a win-win solution).2
Upaya penyelesaian negosiasi dilakukan dengan cara mencari tahu informasi (menanyakan dan mendengarkan) mengenai
kepentingan apa yang sesungguhnya mendasari posisi dari kedua belah pihak. Ketika berupaya untuk mengetahui dan
mendapatkan informasi mengenai kepentingan dari pihak lawan (orangtua), isu yang dibicarakan berubah menjadi jamak (dari
yang tadinya hanya menyangkut lokasi kemudian juga menyangkut waktu). Hal ini kemudian memberikan kemungkinan
munculnya opsi baru tersendiri bagi upaya pemecahan masalah.
Issues often change as negotiation goes along... changes result from an effort to find interests, values, and needs that
underlie the positions initially stated by the parties.3
Gaya atau strategi yang digunakan di dalam proses negosiasi relatif bersifat kooperatif, karena mempertimbangkan adanya
faktor hubungan di masa depan (dengan orangtua) ditandai dengan sikap yang cenderung melunak atau tidak keras selama
perundingan.
Rifki Darmawan
Pada hari pertama puasa bulan Ramadhan tahun 2008 ini, ada seorang teman yang ingin meminjam laptop saya untuk
mengerjakan tugas kelompok bersama teman-temannya. Dia berbeda kampus dan berbeda kos dengan saya sehingga kami
jarang berpapasan. Dia ingin saya yang mengantarkan laptop tersebut ke tempat kosnya karena dia tidak memiliki motor. Dia
minta laptopnya diantar setelah Ashar. Karena teman-teman sekelompoknya akan datang ke kosnya setelah Ashar. Tadinya,
saya tidak keberatan bila laptop saya dipinjam meskipun saya yang juga harus mengantarkannya karena saya juga sering
bermain di tempat kosnya. Namun, masalah datang ketika saya ingat bahwa saya harus mengerjakan tugas untuk mata
kuliah Politik dan Pemerintahan Afrika yang sudah harus saya kumpulkan ke e-mail kakak kelas esok harinya. Lalu saya
menegosiasikan padanya bahwa saya akan datang terlambat karena saya harus mengerjakan tugas saya terlebih dahulu.
Akhirnya dia menyuruh saya untuk datang pada waktu Maghrib sambil membawakan dia dan teman-temannya yang
berjumlah 2 orang, makanan untuk buka puasa bersama. Dan saya juga ikut diajak buka puasa bersama mereka.
Dari kasus ini, maka posisi saya adalah tugas, sedangkan posisi teman saya adalah laptop. Kepentingan saya yaitu tugas
saya selesai tepat waktu, sedangkan kepentingan teman saya yaitu tersedianya alat untuk mengerjakan tugas kelompok dan
makanan untuk berbuka puasa. Isunya jamak yakni yang tadinya hanya tentang peminjaman laptop, lalu muncul isu buka
puasa sebagai penambah isu karena makanan untuk berbuka adalah syarat bagi saya agar negosiasi saya diterima olehnya.
Konteksnya adalah tunggal (saya) vs. tim (kelompok tugas teman saya). Hasilnya win-win. Strategi berunding yang digunakan
adalah problem solving.
Shiela Riezqia
Sudah 1,5 tahun janji yang dilontarkan ibu kost untuk memasang internet tidak kunjung diwujudkan dengan berbagai macam
alasan. Kali ini, saya tidak dapat menunggu lebih lama lagi karena terdapat beberapa mata kuliah yang mengharuskan saya
untuk lebih sering terkoneksi dengan internet. Pindah dari kost itu juga tidak mungkin karena ayah saya telah membayar
untuk enam bulan kedepan. Alih-alih saya membujuk ibu kost sendirian untuk memasang internet (seperti yang telah saya
lakukan selama beberapa bulan sebelumnya) saya memikirkan alternatif lain.
Sadar bahwa saya tidak dapat bergerak sendiri, saya mencoba untuk “mengumpulkan dukungan” untuk memasang internet
dari teman-teman kost. Setelah melakukan pelbagai persuasi, akhirnya sebagian anggota kost sudah setuju untuk
memberikan dukungannya. Meski demikian, ada salah satu teman yang belum bisa saya bujuk (karena dia jarang berada di
kost dan kami tinggal di lantai yang berbeda, komunikasi kami kurang intensif).
Akhirnya, saya memperoleh juga kesempatan untuk berbicara dengannya. Siang itu, sambil menunggu dosen datang ke
kelas, saya menghampirinya untuk membahas pemasangan internet (wi-fi) dan menanyakan kalau-kalau ia bersedia
mengantarkan saya ke tempat provider internet untuk meminta info dan brosur seputar hal ini Sebelumnya, saya
memperhatikan bahwa ia terlihat sangat masam, sibuk, dan sangat acuh. Saya berprediksi bahwa saat itu, ia akan sangat
menolak saya untuk membicarakan hal ini.
Dugaan saya benar. Baru saja saya duduk disampingnya, ia sudah bicara dengan “bahasa tubuh penolakan”. Meski
demikian, saya tidak kekurangan ide karena saya telah menyiapkan cara untuk mengantisipasinya. Saya mulai dengan
berbicara mengenai pelbagai keuntungan yang akan dia dapat seandainya ia ikut memasang internet di kost kami dan
menawarkan kalau-kalau ia bersedia menemani saya pergi ke provider internet seusai kuliah. Meski demikian, ia masih
menolak untuk membicarakan hal ini.
Saya mulai bertanya, apakah ia sangat sibuk hari ini sehingga tidak mau membicarakannya. Dengan enggan, dia
memberitahukan bahwa ia telah memiliki rencana pergi seusai kuliah untuk mencari tempat kursus Mandarin yang cocok.
Saya sadar, isu “pemasangan internet” mungkin kurang menarik baginya. Karena itu, saya mulai membicarakan
ketertarikannya pada bahasa Mandarin dan bertanya padanya apakah ia mau saya antarkan ke tempat kursus yang searah
dengan kantor provider internet (saya mengetahui bahwa dia tidak membawa sepeda motornya saat itu).
Tak lama, ia pun mulai merespon dengan antusiasme yang tinggi, berbicara banyak mengenai ketertarikannya pada bahasa
Mandarin, dan (yang mencengangkan, setelah ia mau mendengarkan ”kuliah saya” mengenai keuntungan memasang
internet), ia berkata bahwa ia juga tertarik dengan rencana ini. Yang lebih menyenangkan, ia juga berniat untuk berlangganan
22
TV kabel dan berbaginya dengan saya. Akhirnya, kami sepakat untuk pergi ke kantor provider internet sebelum akhirnya saya
mengantarkannya untuk mencari tempat kursus Mandarin yang tepat.
Dari perundingan ini, dapat dianalisis bahwa posisi saya adalah menginginkan pemasangan internet, sedangkan posisi teman
saya adalah enggan untuk membicarakannya. Kepentingan saya adalah untuk dapat membayar internet dengan lebih murah
(karena pembayarannya dibagi-bagi) dan dapat mengerjakan tugas kuliah dan belajar dengan lebih mudah. Sedangkan
kepentingan dia adalah ingin memakai waktunya untuk mencari tempat kursus Mandarin yang sesuai. Pada akhirnya, kami
dapat mencapai kepentingan masing-masing dengan hasil win-win. Saya dapat membujuknya untuk mendukung pemasangan
internet dan pergi ke kantor provider bersamanya, sedangkan dia dapat mencari tempat kursus yang tepat karena saya
antarkan (akhirnya ia juga dapat memasang internet). Selain menggabungkan dua isu (isu pemasangan internet dan
pencarian tempat kursus Mandarin) untuk mencari hal yang terbaik diantara keduanya, saya juga menggali kepentingan
teman saya dibalik posisi awalnya yang tidak mau diajak ke kantor provider internet dan enggan atas isu ”pemasangan
internet” ini dengan banyak bertanya. Perundingan ini juga memiliki konteks sequential, sehingga saya telah memiliki strategi
untuk mengantisipasi penolakannya (dengan membangkitkan minatnya terhadap bahasa Mandarin, menawarkan untuk
mengantarnya ke tempat kursus, dan mengilustrasikan keuntungan-keuntungan yang akan ia dapat dalam pemasangan
internet). Pelbagai informasi yang telah saya ketahui tentangnya sangat membantu saya dalam perundingan ini. Lebih jauh
lagi, kami pun mulai membicarakan bagaimana bernegosiasi dengan ibu kost dalam masalah ini. Dengan adanya dukungan
teman saya (dan yang lainnya), saya semakin optimis bahwa rencana ini dapat diwujudkan secepatnya.
Muhammad Rif’at
23
Saya mempunyai seorang adik yang baru masuk ke dunia perkuliahan dan kebetulan dia juga berkuliah di Yogyakarta. Di
awal perkuliahan, adik saya mengikuti makrab. Karena ada kegiatan tersebut, dia membutuhkan saya untuk membantunya
dalam antar jemput. Makrab fakultasnya berlangsung selama 3 hari dan saya telah berjanji untuk menjemputnya pada hari
minggu pagi di Fakultasnya.
Hari minggu pun tiba, namun tiba-tiba saya ingat bahwa ada sebuah kegiatan yang saya harus lakukan, dan kegiatan ini
harus saya hadiri. Untuk mengatasi hal tersebut saya menghubungi adik saya untuk memberitahukan hal tersebut dan
meminta dia untuk pulang sendiri atau meminta diantar temannya. Awalnya dia setuju untuk pulang sendiri, namun
masalahnya adalah helm yang dia punya ada di tempat kost saya dan dia membutuhkannya untuk kuliah besok jam tujuh
pagi, sehingga dia ingin saya untuk mengantarkan helm itu. Awalnya saya memberikan alternatif untuk meminjam helm
temannya dahulu, namun karena hal itu tidak mungkin maka saya pun memberikan ide untuk mengantarkan helmnya nanti
malam. Ide itu pun disetujui sehingga saya bisa melakukan kegiatan saya, dia pun mendapatkan helmnya sebelum dia
berkuliah.
Dilihat dari kasus tadi posisi adik saya adalah ingin diantarkan helmnya pada minggu pagi, dan posisi saya adalah tidak bisa
mengantarkan helm pada minggu pagi. Kepentingan saya dibalik posisi tersebut yaitu agar dapat melakukan kegiatan penting
saya, dan kepentingan adik saya adalah dapat menggunakan helm tersebut untuk kuliah besok harinya. Taktik berunding
yang saya pakai adalah problem solving. Untuk mengatasi masalah tersebut yang saya lakukan pertama kali adalah
mendengar dengan seksama apakah kepentingan yang adik saya miliki. Saya memfokuskan kepentingan karena hal
tersebutlah yang diperlukan dalam problem solving. Selain itu isu yang dimiliki masalah tersebut adalah helm dan waktu.
Selain itu secara konteksnya saya memiliki hubungan yang dekat dengan adik saya, dan apabila negosiasi tersebut gagal,
maka akan berdampak buruk bagi negosiasi-negosiasi pada masa yang akan datang. Dengan menggunakan problem solving,
saya dan dia pun mendapatkan hasil win-win solution yaitu saya bisa melakukan kegiatan saya, dia pun mendapatkan
helmnya sebelum dia berkuliah esok harinya
Maysa
Marhaban ya Ramadhan. Pemerintah telah menetapkan hari pertama puasa tahun ini jatuh pada tanggal 1 September.
Akhirnya saya harus kembali menjalani ibadah ini. Bangun pagi untuk sahur, menahan hawa nafsu seharian, dan mereguk
nikmatnya berbuka walaupun hanya dengan segelas air. Beruntung, saya tinggal di kostan yang menyediakan makan sahur
bagi saya dan beberapa penghuni muslim lainnya. Penjaga kost-lah yang memasak makan sahur untuk kami.
Pada malam sebelum sahur pertama dijalankan, saya berunding dengan penjaga kost tentang menu sahur untuk kami besok.
Saya menginginkan sayur sebagai menu besok, sedangkan penjaga kost ingin memasak ayam goreng. Setelah saya tanya
alasannya, ia menjelaskan bahwa memasak ayam goreng cukup praktis dan cepat dalam penyajiannya sehingga ia tidak
perlu bangun terlalu pagi untuk menyiapkan semua itu. Saya kurang setuju dengan hal tersebut. Bagi saya memasak sayur
pun cukup praktis. Saya berusaha mengungkapkan alasan saya tanpa harus memaksakan kehendak saya karena saya
memiliki hubungan masa depan dengan penjaga kost (saya berencana kost disana selama saya kuliah, kalau hubungan saya
tidak baik dengan penjaga kost, bisa gawat!!! Terlebih ia sudah sangat baik selama ini.) Saya berkata bahwa sayur dapat
membuat kami tidak merasa lapar selama berpuasa, selain itu sayur juga mudah ditelan karena terdapat kuah di dalamnya
(sepengetahuan saya, penjaga kost butuh waktu lama untuk menelan makanan jika makanan tersebut tidak berkuah).
Setelah mendengar penjelasan saya, penjaga kost mulai menerima usulan saya tersebut. Namun, ia tetap merasa kalau
memasak sayur itu butuh waktu lama sehingga mengharuskannya bangun lebih awal. Saya pun memberikan jalan keluarnya,
bagaimana kalau penjaga kost memasak oseng-oseng buncis (penjaga kost sudah biasa memasaknya dan rasanya cukup
menggoyang lidah). Oseng -oseng buncis terdiri dari buncis dan wortel, ditambah ayam dan bakso. Saya katakan untuk
memotong buncis dan wortel mulai dari sekarang, serta merebus ayam dan bakso dari malam itu juga. Dengan begitu, besok
pagi tinggal mencampur semua bahan.
Akhirnya, penjaga kost menerima usul saya. Keesokan paginya ia tidak perlu bangun terlalu awal untuk menyiapkan
semuanya. Hanya butuh waktu 10 menit untuk menyajikan menu sahur kami. Cepat dan praktis. Saya pun berhasil
menjalankan ibadah puasa hari pertama dengan cukup baik. Saya puas, penjaga kost senang. Marhaban ya Ramadhan......
KESIMPULAN: Hasil perundingan >> win-win (problem solving)
Dea Kurniawan P.
24
Pada Hari jumat minggu lalu, ada seorang teman saya yang dating kekosan, dia meminta saya untuk mengantarnya pasa
sabtu pukul 08.00 esok hari kestasiun tugu karena dia akan pulang kejakarta. Tetapi sayangnya saya tidak bias karena saya
pun memiliki keperluan lain dikampus pada waktu yang sama.
Kami berdua mencoba mencari solusi agar sama-sama dapat melakukan aktivitas masing-masing. Akhirnya saya
memutuskan untuk meminjamkan motor saya tetapi dengan teman saya yang lain untuk mengantarnya. Pada akhirnya dia
dengan ditemani orang lain dapat pergi kestasiun dan saya dengan berjalan kaki tetap dapat melakukan aktivitas dikampus.
Pada negosiasi di atas, posisi saya adalah pergi kekampus, sedangkan posisi kawan saya pergi kestasiun kereta.
Kepentingan saya adalah dapat hadir dikampus, sedangkan kepentingan kawan saya adalah ada yang mengantar kestasiun.
Negosiasi yang kami lakukan adalah problem solving dengan tujuan memenuhi kepentingan setiap pihak.
Fariz Ghadati
Hari Rabu malam setelah shalat Tarawih saya ditelepon ama pacar saya. Dia besok siang sekitar jam 1 siang ingin meminjam
Micro SD ponsel saya karena dia ingin mentransfer foto-foto dan MP3 yang ada di ponsel saya ke komputernya. Sebenarnya
saya tidak keberatan sama sekali apabila Micro SD ponsel dipinjam karena memang saya lagi tidak terlalu membutuhkannya.
Namun yang menjadi pikiran saya adalah saya sudah berjanji kepada teman saya untuk meminjamkan Micro SD saya untuk
menyimpan bahan-bahan tugasnya dari internet berhubung saya dan teman saya tidak memiliki flash disk. Kemudian saya
menjelaskannya kepada pacar saya tersebut bahwa di jam yang sama Micro SD saya dipinjam oleh teman saya untuk
menyimpan bahan-bahan tugasnya dan kalau mau untuk mengganti Micro SD saya, saya dipinjamkan flash disk-nya untuk
dipinjamkan ke teman saya, namun flash disk yang pacar saya miliki lagi rusak. Akhirnya pacar saya mau mengerti dan
sebagai gantinya akan meminjamkan Micro SD ponselnya untuk ditukar sementara dia meminjam Micro SD saya.
Dilihat dari kasus tadi, dapat dilihat kedua perunding berusaha memecahkan masalah dengan mencari tahu kepentingan
masing-masing. Pacar saya membutuhkan Micro SD namun di jam yang sama, saya juga telah berjanji ke teman saya akan
meminjamkan Micro SD saya untuk menyimpan bahan-bahan tugasnya. Kemudian sebagai specific compensation yang
dijadikan jalan keluar adalah Micro SD ponsel pacar saya. Gaya berkonflik yang digunakan yaitu collaborating dan strategi
berunding yang digunakan yaitu problem solving
Ardaiyene Suharyati
Hari itu (Senin) saya mempunyai janji dengan teman sekampus saya (Fitri) untuk membahas format surat. Berhubung
frekuensi untuk bertemu di kampus masih sulit mengingat jadwal kuliah yang belum pasti, akhirnya Fitri mengusulkan untuk
membahasnya melalui Yahoo Messanger (YM) pada malam harinya (Senin), jam 19.00. Setelah menimbang-nimbang
kegiatan saya pada hari Senin tersebut (ada tiga mata kuliah plus ditambah rapat Komahi jam 16.30) akhirnya saya berfikir
saya dapat ke warnet pada pukul 7 malam setelah tiba di rumah sepulang dari rapat Komahi. Karena saya berasumsi rapat
Komahi tidak akan terlalu lama Dan ketika itu pula saya menyetujui usulan Fitri untuk ber-YM-an membahas format surat
magang kami jam 19.00.
Namun, berhubung pada hari Senin tersebut saya sedang menjalani puasa, dan setelah menjalani tiga mata kuliah full-time
dari pagi sampai menjelang sore, plus ditambah ada rapat Komahi yang harus saya hadiri, saya kembali berfikir apakah saya
mampu melakukan the rest activities of that day??
Sebelum mengikuti rapat Komahi saya berasumsi pada diri saya bahwa sebelum magrib saya harus sudah sampai di rumah,
karena saya berencana untuk buka puasa di rumah, sehingga saya masih punya waktu 1 jam untuk istirahat di rumah
sebelum saya ke warnet untuk ber-YM-an dengan Fitri.
Namun ternyata rapat Komahi, dilakukan di salah satu Kosan teman yang ada di lingkungan kampus, baru selesai ketika
magrib tiba karena adanya perkembangan pembicaraan di dalam rapat. Itu saja selesai karena yang memimpin rapat itu tahu
kalau saya dan seorang teman saya juga sedang puasa dan ia bermaksud untuk memberikan kami waktu untuk berbuka. Dan
juga karena ia tau saya bermaksud berbuka di rumah. Namun, karena saya merasa begitu lelah dan lemas sekali dengan
aktivitas hari Senin itu, saya memutuskan untuk membatalkan puasa (mencari minuman) bersama teman dan sholat di
kosannya dahulu, baru pulang mengingat jarak rumah dengan lingkungan kampus cukup jauh.
Setibanya saya di rumah, saya kaget karena kakak saya (yang seharusnya membelikan makan) belum pulang, dan saya tiba
di rumah sudah pukul 18.30. Karena saya merasa begitu lemas, akhirnya saya berfikir untuk menunda ber-YM-an dengan Fitri
esok hari di jam yang sama dengan alasan baru sampai rumah, lelah karena aktivitas seharian, dan belum makan pula.
25
Akhirnya saya mengirim SMS ke Fitri untuk meminta menunda ber-YM-an esok hari di jam yang sama dengan alasan di atas.
Dan akhirnya, masalah saya yang mempunyai janji dengan Fitri jam 19.00 tersebut selesai dengan adanya balasan SMS dari
Fitri directly yang mengatakan: ’OK, bos!’
Mencermati kasus di atas, pihak pertama (Ardaiyene) mencoba untuk merundingkan apakah YM-an-nya bisa ditunda esok
hari kepada pihak kedua (Fitri). Posisi kedua belah pihak awalnya sama yaitu ber-YM-an dengan kepentingan membahas
format surat. Namun, setelah menjalani aktifitas seharian, posisi dan kepentingan pihak pertama menjadi berubah, di mana
posisinya menjadi istirahat, dan kepentingannya menjadi makan dan istirahat di rumah. Dengan posisi dan kepentingan Fitri
yang tetap (tidak ada perubahan dari awal), pihak pertama mencoba untuk merenegosiasikan kesepakatan (taktik berunding)
yang telah dibuat di awal, yaitu dengan menawarkan menunda ber-YM-an hingga esok hari dengan jam yang sama. Tanpa
adanya specific compensation ataupun tawaran balik dari Fitri, akhirnya masalah yang ada berakhir dengan kesediaan pihak
kedua pada permintaan pihak pertama. Dalam kasus ini strategi berunding yang digunakan pihak pertama adalah bargaining.
Bernadeta Firstiana
Sudah sekitar satu bulan saya menyisihkan sebagian dari uang saku bulanan untuk membeli jam tangan yang saya suka.
Jam tangan berwarna emas dengan mesin digital itu sudah saya incar sejak lama. Setelah uang yang saya kumpulkan dirasa
cukup, saya mencari jam itu ke toko-toko jam yang ada di Jogjakarta. Dari toko jam yang ada di Jalan Kaliurang hingga
Malioboro sudah saya jelajahi, tetapi hasilnya nihil. Saya tidak mendapatkan jam yang saya inginkan karena kehabisan,
padahal saya sudah senang jika mendapatkan jam itu uang yang saya kumpulkan masih tersisa karena harga jam yang tidak
semurah yang saya bayangkan. Akhirnya saya mulai mencari alternatif lain. Saya mendapatkan jam berwarna emas lain
dengan merek yang berbeda dan dengan harga yang berbeda pula. Ternyata harga jam yang baru saya taksir itu lebih mahal
2 kali lipat daripada jam yang saya cari. Mengetahui hal itu, saya menelpon ibu untuk meminta sokongan dana sebesar dua
ratus ribu. Awalnya ibu menolak dengan alasan jam yang saya pakai sekarang masih bagus dan saya meminta pada saat
yang kurang tepat (akhir bulan). Awalnya saya urungkan niat saya untuk membeli jam, tetapi saya pikir tinggal beberapa hari
lagi sudah memasuki bulan baru, lalu saya berencana menelpon ibu lagi tepat pada hari gajian. Hari yang saya nantikan pun
datang, kemudian saya menelpon ibu sambil membujuknya supaya mau memberi saya tambahan untuk membeli jam dan
akhirnya ibu mau memberi tambahan uang untuk membeli jam tersebut.
Dari pengalaman saya bernegosiasi dengan ibu untuk mendapatkan jam tangan, posisi saya adalah uang tambahan dengan
kepentingan untuk membeli jam tangan. Sedangkan posisi ibu saya adalah menunggu awal bulan dengan kepentingan agar
bisa memberi saya uang tambahan. Hasil yang diperoleh dari negosiasi antara ibu dan saya adalah win-win, kerena kedua
pihak dapat mempertahankan posisi masing-masing (saya dapat uang tambahan dan ibu memberi pada awal bulan) dan
kepentingan masing-masing dapat tercapai.
Rakhmawati endah p.
Beberapa waktu yang lalu saya dan teman saya bernegosiasi tentang posisi dan keikutsertaan kita dalam organisasi
kemahasiswaan. Dalam hal ini, saya adalah satu ketua departemen di KOMAHI, dan teman saya itu adalah anggota MPM
(Majelis Permusyawaratan Mahasiswa). Seperti yang telah diketahui, seorang anggota MPM mempunyai peran supervisi
kepada setiap departemen di KOMAHI yang juga dituntut untuk mempunyai komitmen yang tinggi terhadap kinerja MPM itu
sendiri. Namun, teman saya itu sudah tidak perlu dipertanyakan lagi ketertarikannya terhadap seni, karena dia sudah sangat
terkenal dalam bidang seni, seperti fotografi, menggambar,dll.
Masalahnya timbul waktu ia menanyakan pada saya apakah ia bisa masuk dan menjadi anggota departemen saya yang
memang bergerak di seni. Saya tidak mungkin menghalangi ia untuk mengapresiasi seni dan mengekspresikannya lewat
departemen saya, namun saya juga khawatir jikalau ia nantinya terpecah fokusnya antara KOMAHI atau MPM karena saya
ingin departemen yang saya pegang ini benar-benar mempunyai anggota yang solid dan berdedikasi tinggi terhadap program
kerja. Pada akhirnya, kita mencapai kesepakatan bahwa ia bisa masuk ke dalam departemen dan menjadi anggota saya
asalkan ia bisa menyeimbangkan antara MPM dan KOMAHI dan juga menyumbangkan ide kreatifnya ke departemen. Saya
cukup puas dengan hasil negosiasi ini karena selain saya mendapat suntikan kreatifitas dari anggota baru, teman saya itu
juga dapat menyalurkan ketertarikannya terhadap seni.
Paradhika Galih
Teman kos di sebelah kamar saya meminjam kompor spiritus saya untuk menyeduh teh saat buka puasa. Saat sahur saya
ingin mengambilnya kembali untuk menyeduh air panas. Saat saya minta kompor saya kembali, ternyata ia sedang merebus
air untuk sahur juga. Kepentingan kami sama yaitu perlu air panas untuk menyeduh teh atau susu. Ia menyarankan saya
untuk mengambil setengah dari air yang sudah ia rebus, dan saya setuju. Akhirnya kami sepakat, kompor tetap di tempat
teman saya dan saya boleh meminta air panas yang sudah ia rebus.
Dari negoisasi diatas kedua pihak memiliki kepentingan yang sama, yaitu membutuhkan air panas. Dilihat dari hasil yang
dicapai kedua pihak memilih untuk berkompromi dan membagi resource (air panas) yang diperebutkan, dan dapat
digolongkan menjadi hasil negosiasi yang mediocre-mediocre.
Olga Audita A.
27
Beberapa hari yang lalu, saya mengajak 2 orang kakak kelas saya di SMA untuk makan bersama di salah satu pusat
perbelanjaan di Yogyakarta. Sehari sebelumnya, kedua kakak kelas saya itu sudah mengiyakan ajakan saya, namun pada
hari dan waktu yang ditentukan ternyata mereka belum juga datang. Kemudian salah seorang dari mereka menelepon saya
dan memberitahukan bahwa dia masih menunggu kendaraan yang akan dipakai menemui saya. Namun, kalaupun kendaraan
yang ditunggu sudah ada kemungkinan besar dia tetap tidak bisa datang, karena satu jam kemudian dia harus segera
kembali ke asrama. Awalnya saya tetap berusaha memintanya untuk tetap datang dengan memberi solusi naik kendaraan
umum. Namun, dari nada bicaranya sangat jelas terdengar bahwa dia keberatan, karena naik kendaraan umum memakan
waktu lebih lama dan bisa membuatnya terlambat kembali ke asrama. Akhirnya, saya lalu mengatakan kepadanya kalau
memang dia tidak bisa datang, saya tidak keberatan acara makan siang bersama ini dibatalkan. Namun, dia mengatakan
bahwa dia merasa tidak enak kepada saya, ini sudah kedua kalinya dia mengecewakan saya karena masalah transportasi.
Berhubung saya tahu peraturan di asramanya sangat ketat dan sangat tidak mentolerir keterlambatan, saya bersikeras bahwa
dia tidak perlu datang, meskipun jauh di dalam hati sejujurnya saya merasa kecewa, karena acara ini sudah saya rencanakan
sejak lama.
Dari pengalaman negosiasi saya di atas bisa dilihat bahwa posisi saya adalah acara makan siang bersama tidak batal,
sedangkan posisi kakak kelas saya adalah tidak terlambat kembali ke asrama. Lalu isu yang muncul adalah makan siang
bersama dan waktu (untuk kembali tepat waktu ke asrama). Di sini juga tampak adanya mix motive(motif campuran), yaitu
kooperatif dimana akhirnya saya memberikan solusi untuk makan siang bersama di lain hari dan kakak kelas saya tidak
memaksakan diri untuk datang dengan kendaraan umum, sehingga hasil yang terburuk bisa dihindari. Negosiasi saya kali ini
termasuk bargaining karena yang diutamakan adalah posisi masing-masing negosiator. Hasil negosiasi saya dan kakak kelas
saya ini adalah win – lose, win di pihak kakak kelas saya karena dia tidak terlambat kembali ke asrama dan lose di pihak saya
karena acara makan siang bersama yang saya rencanakan batal.
Sekar Sari
Jadwal Rapat
Organisasi yang saya ikuti akan mengadakan suatu kegiatan yang cukup besar dalam rangka Lustrum yang ke-3. Kegiatan
tersebut akan dilaksanakan pada awal bulan November. Jika dihitung dari sekarang maka dua bulan lagi kegiatan tersebut
akan dilaksanakan. Sore itu, kami sedang mengadakan rapat panitia inti. Kebetulan saya yang menjadi koordinator kegiatan
tersebut. Selain saya, ada sekretaris dan ketua organisasi dalam rapat kecil itu. Kami sedang membahas masalah “Apa yang
akan kita lakukan dalam waktu dekat ini?”. Ketua organisasi menyuruh saya untuk segera mengadakan rapat seluruh seksi
kegiatan (rapat besar) pada minggu ini, yaitu sie dana usaha, pubdekdok, konsumsi, perlengkapan, dsb karena beliau ingin
tahap persiapan semua seksi dilaksanakan sesegera mungkin agar tahap persiapan matang dan tidak mepet pada hari
pelaksanaan, “time is money”, atau dengan kata lain beliau ingin “menyicil” persiapan. Sedangkan saya tidak ingin rapat besar
dilaksanakan pada minggu ini, akan tetapi minggu depan karena proposal kegiatan yang akan diajukan ke Pemkot belum jadi.
Menurut saya, kepastian tanggal yang diberikan Pemkot menentukan jadwal tahap persiapan. Untuk itu, saya meminta beliau
agar rapat dilaksanakan minggu depan beserta alasan-alasannya. Kemudian beliau menanyakan bagaimana persiapan saya
sejauh ini, dan apa konsekuaensinya kalau rapat diundur menjadi minggu depan. Keputusan akhirnya adalah beliau dapat
menerima pendapat saya yaitu rapat diadakan minggu depan karena saya sudah menyelesaikan time line (jadwal) panitia
masing-masing seksi. Sehingga minggu depan ketika rapat panitia besar, kita tidak mempersiapkan dari nol karena sudah
ada petunjuk teknis dan tanggal yang jelas.
Dari perundingan tersebut, posisi ketua organisasi adalah rapat minggu ini dan posisi saya adalah rapat minggu depan.
Kepentingan ketua organisasi adalah persiapan sesegera mungkin dan tidak mepet dengan hari pelaksanaan, dan
kepentingan saya sebagai koordinator kegiatan adalah mematangkan persiapan untuk rapat besar dengan memastikan
tanggal pelaksanaan. Taktik berunding yang saya gunakan adalah dengan cara bernegosiasi dan saya juga menyatakan
kalau apa yang beliau takutkan tidak akan terjadi karena apa yang dia inginkan yaitu tahap persiapan yang matang dapat
dicapai karena saya telah menyelesaikan time line yang akurat, baik petunjuk teknis dan tanggalnya. Maka, dapat disimpulkan
bahwa perundingan saya ini termasuk problem solving karena hasilnya win-win, semua kepentingan terpenuhi. Selain itu, kita
tidak hanya berorientasi pada hasil kita, siapa yang menang dan siapa yang kalah. Akan tetapi pada proses kita dalam
berunding. Pendapat saya memang diterima, yaitu rapat minggu depan, tetapi ada konsekuensinya yaitu time line beres.
Oktavi
28
Salah satu negosiasi yang saya lakukan minggu ini adalah ketika pada suatu sore saya memutuskan untuk pulang dari
kampus lebih awal, yakni pukul 15.45. Tiba-tiba, di tengah jalan, salah seorang teman (A) memanggil dan meminta saya
untuk membantu tugasnya. Akhirnya saya berpikir untuk menunda kepulangan saya menjadi pukul 16.45. Tepat satu jam
kemudian, salah seorang teman yang lain (B) datang dan bergabung bersama kami. Karena pada saat itu bertepatan dengan
waktu di mana saya seharusnya pulang, saya pun pamit untuk kembali lebih dulu. Ternyata B menahan saya untuk
mendengarkan satu lagu dari laptop si A terlebih dulu. Awalnya saya menolak karena harus mempersiapkan makanan untuk
berbuka puasa di kos. Tapi B tiba-tiba menawarkan untuk mengantar saya pulang. Dan saya pun setuju untuk menemaninya
mendengarkan satu lagu lagi.
Dari kisah di atas, saya merasa perundingan yang kami lakukan berupa problem solving karena kami mencapai kesepakatan
win-win solution. B mendapatkan keinginannya untuk mendengarkan satu lagu terakhir dan saya dapat mengefisiensi waktu
dengan melobinya untuk mengantar saya pulang.
Meyrina Fitriarizki
Bonceng Motor
Suatu hari di bulan puasa, saya dan teman-teman berencana untuk buka bersama. Kamipun sepakat untuk berkumpul di
salah satu kosan teman kami. Karena hari itu adalah hari pertama puasa, sebagian besar dari kami, termasuk saya, merasa
lemas. Sementara itu, biasanya jalan-jalan selalu ramai saat menjelang waktu buka puasa. Karena lemas, saya merasa tidak
sanggup mengendarai motor di jalanan yang padat. Sayapun meminta salah seorang teman saya untuk membonceng saya.
Karena ia juga merasa lemas, ia pun menolak permintaan saya dan meminta saya untuk memboncengnya. Saya tetap
bersikeras untuk mempertahankan permintaan saya, sampai akhirnya saya bersedia untuk meminjami motor dan bersedia
untuk memboncengnya sepulang dari tempat kami berbuka puasa. Dengan begitu saya berharap dia akan mau membonceng
saya. Ternyata teman saya tidak mau dengan alasan motor saya berat dan tetap ngotot meminta dibonceng. Setelah
beberapa lama berdebat, akhirnya teman saya bersedia untuk membonceng tanpa harus membawa motor saya.
Salah satu contoh negosiasi kecil yang telah saya paparkan tadi merupakan contoh bargaining, dimana hasilnya adalah win-
lose. Yang berhasil mendapatkan apa yang diinginkan adalah saya, sedangkan teman saya sebaliknya. Kepentingan saya
disini adalah ingin dibonceng, begitu juga dengan teman saya. Karena awalnya teman saya menolak, saya bersedia
mengurangi isu yang saya sampaikan dengan menawarkan motor saya untuk dikendarai. Ternyata tawaran saya itu tidak
diterima olehnya. Dalam negosiasi kecil ini, saya dan teman saya sama-sama bersikeras mempertahankan apa yang kami
inginkan, sehingga perundingan berjalan lumayan alot sampai pada akhirnya saya memenangkan perundingan itu tanpa
harus mengurangi isu yang saya sampaikan.
anonim!
Selama kuliah di Jogja, saya tinggal dengan kakek dan nenek saya. Mereka memiliki rumah di jalan kaliurang km. 12. Setiap
kuliah, saya selalu di antar jemput oleh kakek saya, karena saya tidak bisa mengendarai motor. Namun seminggu yang lalu,
kakek dan nenek saya harus pergi ke Jakarta selama sebulan. Hal tersebut tentunya membawa sedikit masalah bagi saya.
Lokasi rumah kakek, sangat jauh dari jalan raya, dan tidak ada kendaraan umum yang melewatinya. Tentu saja saya menjadi
kebingungan. Bagaimana saya bisa berangkat kuliah selama sebulan ini. Akhirnya saya dan kakek berunding untuk mencari
jalan keluarnya. Mula-mula saya berpikiran untuk mencari kos. Tapi kakek menginginkan kos yang bisa dihuni selama
sebulan ke depan, hingga kakek pulang. Sayangnya mencari tempat seperti itu cukup sulit. Kebanyakan kos di Jogja
pembayarannya minimal selama 3 bulan. Akhirnya diputuskan untuk tinggal di rumah saudara di daerah Wiro Saban.
Meskipun lokasinya jauh dari kampus, tetapi akses ke jalan raya dan kendaraan umum sangatlah mudah. Sehingga saya bisa
tetap kuliah.
anonim!
Pekan ini, ternyata seperti 2pekan lalu. Negosiasi saya bukan menyoal barang, kesempatan, atau materi pada lawan nego
saya, tapi justru lebih masalah penyikapan. Jadi, di kepanitiaan Ramadhan di kamping saya, ada sedikit masalah.
masalahnya lebih pada profil saya. Kadang, panitia lainnya menilai saya terlalu pendiam, suka bantu2 dadakan, tapi
menghilang dadkan juga. Saya sebelum Ramadhan tiba, sudah melakukan pendekatan personal ke panitia lainnya bahwa
saya mungkin terlalu sibuk sehingga saya harus menyesuaikan kegiatan Ramadhan di kampung dengan jadwal saya.
Bahkan, saya sudah sejak awal mengatakan, saya akan berusaha semampu swaya, untuk datang dalam kegiatan
29
Ramadhan, sebagai bentuk respek saya terhadap kepanitiaan. Tetapi, panitia lain justru ketus pada saya. Saya sebetulnya
tidak terlalu mempermasalahkan kalau panitia lainnya tidak peduli pada jobdesk saya, yang sudah saya jelaskan pada
mereka saya akan mem-backup kegiatan yang terlupakan oleh
panitia tapi tetap penting dalam rangkaian kegiatan Ramadhan di kampung saya. Salah satu paniyia lainnya bersedia
berbicara dengan saya. Dalam negosiasi yang alot, teman saya itu menyarankan bahwa saya kurang berkomunikasi pada
sdasarnya. Tapi, seperti yang telah saya jelaskan, bahkan saya bersedia sejak awal melakukan pendekatan persoalan untuk
menjelaskan posisi saya di kepanitiaan, artinya masalahnya bukan komunikasi. Bagi saya, saya jelaskan masalahnya adalah
mindset panitia lainnyalah yang telah menjustifikasi saya dengan nilai negatif atas tindakan saya. Hasil nego saya, mungkinb
lebih tepatnya jawaban saya pada teman saya itu, mungkin masih menjadi pikiran bagi teman saya hingga saat ini. Mungkin,
jawaban saya tadi, sedikit mengguncang teman saya, dan mungkin menjadi bahan instropeksi bagi teman saya itu. Hasil nego
belum ada, sejauh belum ada perubahan mindset sikap mereka pada saya.
Angga Kusumo
Bisnis Fotokopi
Menjadi “pengusaha” fotokopi memang telah melekat dalam diriku sejak kuliah tahun pertama. Mulai dari buku A hingga buku
Z, handout ini maupun handout itu, bahkan hal-hal lainnya terkait dengan aktivitas perfotokopian. Tak tahu kenapa sejak dulu
aku langsung dipercaya untuk memegang fotokopian ini itu.
Beberapa minggu yang lalu, salah satu dosen muda di jurusan Ilmu Hubungan Internasional yang mengajar salah satu mata
kuliah minat teori memberikan buku panduan untuk menjadi bahan bacaan. Dan tentu saja dengan spontan teman-teman
sekelas menunjuk saya untuk mengkoordinir proses fotokopian itu.
Selesai kelas, saya langsung membuka tawaran pemesanan melalui kertas yang saya tempel di papan pengumuman. Tidak
sedikit teman-teman yang langsung memesan buku tersebut. Sore harinya setelah kuliah berakhir, saya pergi ke tempat
fotokopian untuk mengecek harga satuan dari buku tersebut. Jatuhlah Rp21.000 untuk satu buku plus covernya. Keesokan
harinya saya menempel pengumuman tersebut di papan yang sama.
Beberapa hari kemudian, buku telah selesai difotokopi. Dan tentunya saya memprioritaskan teman-teman yang telah lebih
dahulu membayar pesanannya. Namun, ada teman saya yang bernegosiasi dengan saya untuk tidak langsung membayar
dikarenakan pada hari itu dia telah mengeluarkan uang yang tidak sedikit untuk fotokopian mata kuliah lain. Pada awalnya
saya menolak karena bisa saja teman-teman yang lain protes serta uang tersebut saya butuhkan untuk membayar sisa yang
belum terbayarkan. Namun mengingat perlunya buku tersebut untuk segera dibaca, maka kami sepakat untuk melakukan
negosiasi. Dia berharap mendapatkan bukunya, sedangkan saya membutuhkan uang tersebut agar dapat membayar sisanya.
Karena kami saling menyadari kebutuhan akan dua belah pihak, akhirnya kami mencari solusi terbaik agar win-win solution
bisa tercapai. Dan solusi tersebut adalah dia mendapatkan buku tersebut dengan terlebih dahulu membayar dengan harga
setengahnya, dan untuk sementara yang setengah lagi saya tanggung serta dia memberi kepastian bahwa saya akan
mendapat sisanya keesokan harinya
Dalam hal ini kedua perunding menggunakan teknik problem solving untuk menyelesaikan masalah tersebut serta bermotif
kooperatif agar hasil yang didapatkan seimbang.
ANW
Sepatu Futsal
Kuliah semester baru sudah dimulai. Seperti biasa tiap akhir pekan, Komahi melalui Departemen Olahraganya selalu
mengadakan latihan futsal. Namun saya terancam tidak dapat mengikuti latihan futsal karena sepatu saya sudah rusak cukup
parah. Akhirnya minggu lalu saya minta dibelikan sepatu futsal. Ketika saya meminta, Ibu saya tidak mengiyakan dan hanya
diam. Lalu saya teringat bahwa hari itu beliau belum gajian lantas saya memutuskan tidak melanjutkan negosiasi dan
mengulurnya sampai Ibu gajian. Beberapa hari kemudian setelah Ibu gajian saya kembali minta dibelikan sepatu futsal, Ibu
langsung mengiyakan dan memberi saya uang untuk membeli sepatu futsal. Jadi sekarang saya tidak perlu takut tidak bisa
mengikuti latihan futsal Komahi. Yang perlu saya catat sebagai hal yang penting dalam negosiasi saya waktu itu adalah waktu
negosiasi juga dapat mempengaruhi hasil negosiasi yang kita peroleh. Artinya untuk memperoleh hasil negosiasi yang
memuaskan kita juga perlu mengetahui kapan waktunya lawan akan menguntungkan kita.(ANW,07/22131)
30
Elyzabeth B. Nasution
Hari selasa lalu saya pergi ke jalan Mataram untuk membeli sandal gladiator yang sudah masuk dalam daftar tunggu barang
belanjaan saya.. Selain itu, sandal tersebut rencananya akan saya pakai keesokan harinya untuk mata kuliah yang diampu
oleh dosen yang tidak menerima kehadiran mahasiswa dengan sandal jepit. Sekitar sepuluh toko berbaris menjual berbagai
macam jenis sepatu dan sandal. Toko pertama yang saya datangi langsung memberikan pilihan sandal yang sangat cocok
buat saya. Namun karena saya rasa masih banyak pilihan di toko lain, saya lantas melanjutkan ke toko-toko berikutnya
sampai toko yang terakhir. Untung tak dapat dicegah, malang tak dapat di-handle, saya tidak mendapatkan pilihan lain yang
lebih baik. Langsung saja saya balik ke toko pertama. Setelah mencoba ulang, saya mulai bernegosiasi dengan masnya. Mas
penjual membuka harga sandal tersebut seharga Rp 45.000. Saya tawar Rp 20.000 masnya kekeh dengan harga Rp. 35.000.
Awalnya saya tetap bertahan dengan harga yang saya tawarkan, tapi sepertinya mas itu menyadari kalau saya sudah cocok
dengan sandal itu dan akan membelinya dengan harga yang dia tawarkan. Saat itu memang sudah malam dan saya sudah
sangat lelah beraktivitas seharian. Akhirnya, saya membeli sandal itu dengan harga Rp 35.000. Harga yang cukup mahal
saya pikir untuk sandal tersebut.
Negosiasi saya kali ini berakhir dengan kedudukan 1-0 untuk si mas penjual sandal. Dengan kata lain, win-lose. Posisi saya
adalah mendapatkan sandal tersebut dengan harga Rp 20.000, sedangkan si mas berada pada posisi menjual dengan harga
Rp 35.000. Kepentingan saya saat itu adalah bagaimana mendapatkan sandal yang dapat saya pakai untuk keesokan
harinya. Dan hasil yang saya dapatkan adalah kekalahan., saya tidak berhasil mempertahankan posisi saya untuk membeli
sandal dengan harga yang saya inginkan sedangkan si mas penjual menang dengan keberhasilannya menjual sandal
seharga Rp 35.000. Sangat jelas tergambar kalau negosiasi ini bargaining yang sarat dengan posisi para negosiator. Dari sini
saya melihat bahwa sisi paikologis seorang negosiator cukup berperan dalam menentukan hasi negosiasi. Andai saja saat itu
saya memiliki sandal yang bisa saya pakai untuk mengantisipasi tindakan tak terduga dosen saya dan tidak berada dalam
kondisi kelelahan (jiwa dan raga), mungkin saya tidak akan membeli sandal tersebut.
Vitya Hanum A.
Di akhir bulan Agustus 2008 saya sempat meminjamkan uang kepada teman saya untuk berbelanja, karena saat itu “tanggal
tua” dan uang teman saya habis. Teman saya meminjam uang beberapa kali dan di tempat yang berbeda. Oleh karena itu,
saya tidak bisa menghitung pasti berapa jumlah uang yang ia pinjam dari saya. Beberapa hari kemudian, teman saya itu
datang dengan menawarkan sebuah produk seharga Rp 45.000,00. Dia membujuk saya untuk membeli produk tersebut
dengan tujuan untuk membantu kondisi keuangannya. Saya yang lumayan tertarik pada produk tersebut sekaligus merasa iba
kepada teman saya, kemudian berniat membeli produk tersebut. Tetapi saya mengajukan ketentuan bahwa produk tersebut
akan saya bayar dengan memotong hutang yang ia miliki. Ia setuju dan kemudian kami menghitung berapa jumlah uang yang
ia pinjam dari saya. Setelah dihitung, hutang yang ia miliki pada saya sebesar Rp 27.000,00. Jadi, saya hanya membayar
produk tersebut seharga Rp 18.000,00 saja dan sekarang produk ini cukup berguna untuk saya pakai.
Isu : jamak (membantu teman & membayar hutang), dari masalah membantu teman merambah ke masalah membayar
hutang.
Posisi saya : membeli sebuah produk
Posisi teman saya : menjual sebuah produk
Kepentingan saya : membantu teman
Kepentingan teman saya : mendapatkan bantuan keuangan & melunasi hutang
Hasil : problem solving, karena teman saya mendapatkan bantuan keuangan sekaligus melunasi hutangnya dan saya bisa
membantu teman saya sekaligus mendapatkan produk yang cukup berguna.
Motif : kooperatif, karena saya dan teman saya “bekerja sama” untuk dapat saling menyelesaikan masalah.
Candra Rahman
Setelah libur semester selama dua bulan, saya harus segera bersiap-siap untuk kembali ke Yogyakarta karena perkuliahan
akan dimulai kembali. Namun ketika saya akan kembali ke Yogyakarta, mendadak saya harus segera dioperasi karena saya
mengalami sakit yang cukup serius. Pada awalnya saya menolak karena harus segera kembali ke Yogyakarta dan meminta
untuk ditunda jadwal operasi sampai sesudah Idul Fitri. Namun karena orang tua saya terus membujuk saya karena tidak
ingin sakit yang saya derita bertambah parah, akhirnya saya setuju untuk dioperasi. Setelah masa pemulihan operasi saya
rasa cukup, saya meminta izin kepada orang tua saya untuk segera kembali ke Yogyakarta. Saya meminta untuk pulang ke
Yogyakarta pada hari Jumat dengan menggunakan bis, agar begitu saya tiba di hari Sabtu saya bisa punya cukup waktu
untuk beristirahat dan kemudian bersiap untuk kuliah di hari senin. Namun orang tua saya tidak menginjinkan karena takut jika
terjadi sesuatu sesampainya di Yogyakarta, tidak ada yang bisa menemani saya. Orang tua saya mengatakan bahwa kondisi
saya belum sangat sehat dan meminta untuk beristirahat beberapa hari lagi. Saya menolak karena saya sudah bolos selama
satu minggu perkuliahan dan mencoba meyakinkan orang tua saya dengan mengatakan bahwa minggu berikutnya ada
beberapa tugas yang harus saya kumpulkan. Akhirnya orang tua saya memberi pilihan pulang di hari sabtu dengan
menggunakan kereta api dari Jakarta. Saya menolak karena saya takut saya tidak punya cukup banyak waktu untuk istirahat.
Akhirnya orang tua saya memberika opsi saya pulang menggunakan pesawat terbang pada hari Minggu. Saya pun
menyatakan setuju karena menggunakan pesawat terbang tidak banyak memakan waktu di perjalanan dan saya juga bisa
beristirahat di rumah sampai hari Sabtu.
Kepentingan saya adalah segera kembali ke jogja untuk segera berkuliah. Orang tua tidak menginjinkan karena khawatir
dengan kondisi kesehatan saya yang belum terlalu pulih pascaoperasi. Dalam berunding saya mencoba memasukan isu lain
dengan mengatakan bahwa saya harus mengumpulkan tugas pada minggu berikutnya dan jika pulang di hari jumat saya bisa
punya cukup waktu untuk istirahat. Orang tua saya menolak dengan alasan khawatir tidak ada yang menemani jika terjadi
sesuatu. Kemudian orang tua saya memberikan opsi untuk pulang dengan menggunakan pesawat terbang di hari minggu.
Negosiasi pun berjalan kooperatif karena kami sama-sama mencari jalan keluar terbaik. Orang tua saya puas dengan hasil
negosiasi karena tidak terlalu khawatir, saya juga puas karena bisa beristirahat lebih lama di rumah dan bisa menempuh
perjalanan ke Yogyakarta dengan lebih cepat dan nyaman. Hasilnya adalah win-win dan strategi berunding yang digunakan
adalah problem solving.
32