Anda di halaman 1dari 56

LAPORAN RESMI

PRAKTIKUM DASAR TEKNIK KIMIA II

MATERI
PANAS PELARUTAN DAN KSFT

Disusun Oleh :
Prameswari Citradhitya
NIM : 21030119130077

Group : IV / KAMIS PAGI


Rekan Kerja : Ahmad Alvinal Azmi NIM : 21030119130103
Fadlillah Fani NIM : 21030119130119

LABORATORIUM DASAR TEKNIK KIMIA II


DEPARTEMEN TEKNIK KIMIA FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS DIPONEGORO
SEMARANG
2020
LAPORAN RESMI
PRAKTIKUM DASAR TEKNIK KIMIA II

MATERI
PANAS PELARUTAN DAN KSFT

Disusun Oleh :
Prameswari Citradhitya
NIM : 21030119130077

Group : IV / KAMIS PAGI


Rekan Kerja : Ahmad Alvinal Azmi NIM : 21030119130103
Fadlillah Fani NIM : 21030119130119

LABORATORIUM DASAR TEKNIK KIMIA II


DEPARTEMEN TEKNIK KIMIA FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS DIPONEGORO
SEMARANG
2020
PANAS PELARUTAN DAN KELARUTAN SEBAGAI FUNGSI SUHU

LEMBAR PENGESAHAN

Materi : Panas Pelarutan dan KSFT


Kelompok : IV / Kamis Pagi
Anggota : Ahmad Alvinal Azmi NIM : 21030119130103
Fadlillah Fani NIM : 21030119130119
Prameswari Citradhitya NIM : 21030119130077
Telah disetujui dan disahkan oleh asisten dan dosen pembimbing materi
Kesetimbangan Fasa pada :
Hari : Jumat
Tanggal : 22 Mei 2020

Semarang, 22 Mei 2020


Dosen Pengampu

Prof. Dr. Tutuk Djoko Kusworo, S.T., M.T.


NIP. 197306211997021001

iii
PANAS PELARUTAN DAN KELARUTAN SEBAGAI FUNGSI SUHU

RINGKASAN

Entalpi adalah istilah dalam termodinamika yang menyatakan jumlah energi dari
suatu sistem termodinamika. Ada beberapa jenis entalpi dan salah satunya adalah
entalpi pelarutan standar . Panas pelarutan adalah perubahan entalpis satu mol zat yang
dilarutkan dalam n mol solvent pada tekanan dan suhu tetap yang disertai dengan
penyerapan atau pembebasan kalor. Hal ini disebabkan oleh ikatan kimia baru dari
atom-atom. Pada dunia industri, prinsip panas pelarutan digunakan untuk
mendapatkan panas bahan bakar semaksimal mungkin dan merancang reaktor
sehingga dapat ditentukan bahan yang digunakan dalam perancangan reaktor untuk
meminimalisir kerusakan.
Dalam praktikum ini, kalorimeter digunakan untuk mencari tetapan kalorimeter
dari solute standar asam tiosulfat sehingga bias didapatkan panas pelarutan solute
variabel. Bahan yang digunakan terdiri dari aquadest, asam tiosulfat, NaOH, NaCl dan
MgCl2.6H2O. Alat yang digunakan yaitu kalorimeter, thermometer, kompor listrik,
gelas ukur dan beaker glass
Dari hasil praktikum ini, kelompok kami berhasil mendapat panas pelarutan dari
NaOH, NaCl dan MgCl2.6H2O. Serta mendapat kesimpulan bahwa molaritas
berbanding terbalik dengan panas pelarutan. Sebaiknya praktikan menutup kalorimeter
dengan sangat rapat dan usahakan thermometer agar tidak menyentuh dasar beaker
glass.

iv
PANAS PELARUTAN DAN KELARUTAN SEBAGAI FUNGSI SUHU

DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL .......................................................................................i


HALAMAN JUDUL...........................................................................................ii
HALAMAN PENGESAHAN .............................................................................iii
RINGKASAN .....................................................................................................iv
DAFTAR ISI .......................................................................................................v
DAFTAR TABEL ...............................................................................................vii
DAFTAR GRAFIK .............................................................................................viii
DAFTAR LAMPIRAN .......................................................................................ix
BAB I PENDAHULUAN ...................................................................................1
1.1 Latar Belakang .....................................................................................1
1.2 Tujuan Praktikum ................................................................................1
1.3 Manfaat Praktikum ..............................................................................2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA.........................................................................3
2.1 Panas Pelarutan ....................................................................................3
2.2 Panas Pelarutan Integral dan Differensial............................................3
2.3 Penentuan Tetapan Kalorimeter ..........................................................4
2.4 Penentuan Kadar Pelarutan Zat yang Akan Diselidiki ........................4
2.5 Efek Panas pada Proses Pencampuran .................................................4
2.6 Kapasitas Panas dan Entalpi ................................................................5
2.7 Kegunaan Panas Pelarutan dalam Industri ..........................................6
2.8 Data Kapasitas Panas dan Panas Pelarutan dari Beberapa Senyawa ...6
BAB III METODE PRAKTIKUM .....................................................................7
3.1 Alat dan Bahan yang Digunakan .........................................................7
3.2 Gambar Alat Utama .............................................................................7
3.3 Variabel Praktikum ..............................................................................7
3.4 Cara Kerja ............................................................................................8
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ............................................................9
4.1 Hubungan Waktu terhadap Suhu pada Solute Standar ........................9
4.2 Hubungan Waktu terhadap Suhu pada Solute Variabel ......................10
4.3 Hubungan Molaritas terhadap Panas Pelarutan pada Solute Variabel.12
BAB V PENUTUP ..............................................................................................16
5.1. Kesimpulan .........................................................................................16
5.2. Saran ...................................................................................................16
DAFTAR PUSTAKA .........................................................................................17
LAPORAN SEMENTARA ................................................................................A-1

v
PANAS PELARUTAN DAN KELARUTAN SEBAGAI FUNGSI SUHU

LEMBAR PERHITUNGAN ...............................................................................B-1


LEMBAR KUANTITAS REAGEN ...................................................................C-1
LEMBAR PERHITUNGAN REAGEN .............................................................D-1
LEMBAR ASISTENSI

vi
PANAS PELARUTAN DAN KELARUTAN SEBAGAI FUNGSI SUHU

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Kapasitas Panas dan Panas Pelarutan ...............................................6

vii
PANAS PELARUTAN DAN KELARUTAN SEBAGAI FUNGSI SUHU

DAFTAR GRAFIK

Grafik 4.1 Hubungan waktu terhadap suhu pada solute standar Na2S2O3.5H2O .. 9
Grafik 4.2.1 Hubungan waktu terhadap suhu pada solute variabel NaOH ........... 10
Grafik 4.2.2 Hubungan waktu terhadap suhu pada solute variabel NaCl ............. 11
Grafik 4.2.3 Hubungan waktu terhadap suhu pada solute variabel MgCl2.6H2O . 12
Grafik 4.3.1 Hubungan molaritas dengan panas pelarutan NaOH ........................ 12
Grafik 4.3.2 Hubungan molaritas dengan panas pelarutan NaCl .......................... 13
Grafik 4.3.3 Hubungan molaritas dengan panas pelarutan MgCl2.6H2O ............. 14

viii
PANAS PELARUTAN DAN KELARUTAN SEBAGAI FUNGSI SUHU

DAFTAR LAMPIRAN

Laporan Sementara..............................................................................................A-1
Lembar Perhitungan ............................................................................................B-1
Lembar Kuantitas Reagen ...................................................................................C-1
Lembar Perhitungan Reagen ...............................................................................D-1

ix
PANAS PELARUTAN DAN KELARUTAN SEBAGAI FUNGSI SUHU

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Entalpi adalah istilah dalam termodinamika yang menyatakan jumlah energi


dari suatu sistem termodinamika. Ada beberapa jenis entalpi dan salah satunya
adalah entalpi pelarutan standar. Proses pelarutan tidak selalu bisa melarutkan zat
secara keseluruhan. Pemanasan dapat membantu melarutkan zat yang belum
terlarut seluruhnya.Panas pelarutan adalah perubahan entalpis atu mol zat yang
dilarutkan dalam n mol solvent pada tekanan dan suhu tetapyang disertai dengan
penyerapan atau pembebasan kalor. Hal ini disebabkan oleh adanya ikatan kimia
baru dari atom-atom. Demikian juga pada peristiwa pelarutan, terkadang akan
terjadi perubahan energi yang disebabkan adanya perbedaan gaya tarik-menarik
antara molekul sejenis. Gaya ini jauh lebih kecil daripada gaya tarik pada ikatan
kimia, sehingga panas pelarutan biasanya jauh lebih kecil daripada panas reaksi.
Salah satu faktor yang mempengaruhi panas pelarutan pada praktikum ini
adalah jenis solute. Solute dibedakan menjadi dua, yaitu solute standar dan solute
variabel. Solute standar adalah solute yang telah diketahui panas pelarutannya dan
dijadikan dasar untuk mencari nilai tetapan kalorimeter. Sedangkan solute
variabel adalah solute yang akan dicari nilai panas pelarutannya.
Pada dunia industri,prinsip panas pelarutan digunakan untuk merancang
reaktor. Dengan diketahuinya panas pelarutan yang dihasilkan pada pembuatan
produk, maka dapat ditentukan bahan yang digunakan dalam perancangan reaktor
tersebut. Sehingga kerusakan yang mungkin terjadiakibat timbulnya panas
pelarutan pada proses poduksi akan dapat dihindari. Selain itu, panas pelarutan
juga dapat digunakan sebagai dasar pememilihan tungku agar sesuai dengan panas
pelarutan zat tertentu sertadalam pemilihan bahan bakar agar menghasilkan panas
seefisien mungkin. Sehingga, seorang sarjana teknik kimia yang pada umumnya
bekerja di bidang industri harus mengetahui analisa panas pelarutan. Oleh karena
itu, sebagai mahasiswa teknik kimia praktikum panas pelarutan ini menjadi sangat
penting untuk dilakukan.

1.2 Tujuan Praktikum


1. Menentukan panas pelarutan dari NaOH, NaCl, dan MgCl2.5H2O
2. Mencari hubungan antara panas pelarutan dengan molaritas dan suhu larutan
3. Mencari hubungan antara suhu dengan waktu sebagai fungsi panas pelarutan

1
PANAS PELARUTAN DAN KELARUTAN SEBAGAI FUNGSI SUHU

1.3 Manfaat Praktikum


1. Praktikan mampu menentukan panas pelarutan dari NaOH, NaCl, dan
MgCl2.6H2O
2. Praktikan mengetahui hubungan antara panas pelarutan dengan molaritas dan
suhu larutan
3. Praktikan mengetahui hubungan antara suhu dan waktu sebagai fungsi panas
pelarutan

2
PANAS PELARUTAN DAN KELARUTAN SEBAGAI FUNGSI SUHU

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Panas Pelarutan

Panas pencampuran didefinisikan sebagai perubahan entalpi yang terjadi bila


dua atau lebih zat murni dicampur membentuk suatu larutan pada temperaturtetap
dan tekanan 1 atm. Panas pelarutan adalah perubahan entalpi satu mol zat yang
dilarutkan dalam n mol solvent pada tekanan dan suhu tetap yang disertai dengan
penyerapan atau pembebasan kalor. Hal ini disebabkan oleh adanya ikatan kimia
baru dari atom-atom. Demikian juga pada peristiwa pelarutan, terkadang akan
terjadi perubahan energi. Hal ini disebabkan adanya perbedaan gaya tarik-menarik
antara molekul sejenis. Gaya ini jauh lebih kecil daripada gaya tarik pada ikatan
kimia, sehingga panas pelarutan biasanya jauh lebih kecil daripada panas reaksi.

2.2 Panas Pelarutan Integral dan Differensial

Panas pelarutan integral adalah panas yang diserap atau dilepas bila satu
mol zat solute dilarutkan dalam jumlah tertentu solvent untuk mencapai
konsentrasi tertentu. Sedangkan panas pelarutan differensial adalah panas yang
menyertai pada penambahan satu mol solute ke dalam sejumlah larutan dengan
konsentrasi tertentu, sampai penambahan solute tersebut tidak mempengaruhi
konsentrasi larutan.
Panas pelarutan differensial tidak dapat ditentukan secara langsung, tetapi
secara tidak langsung dari panas pelarutan dapat ditulisdengan persamaan (1).
𝑑(∆𝐻) 𝑑(∆𝐻𝑓 )
=[ ] 𝑇, 𝑃, 𝑛 (1)
𝑑𝑛2 𝑑𝑛2

Dimana d(∆H) = ∆Hs, adalah perubahan entalpi untuk larutan n2mol dalam
n mol solvent. Pada T, P, dan n tetap, perubahan n2 dianggap 0, karena n
berbanding lurus terhadap konsentrasi m (molal). Pada T dan P tetap,
penambahan mol solute dalam larutan dengan konsentrasi m molal
menimbulkan entalpi sebesar d(m.∆Hs) dan panas pelarutan differensial dapat
dinyatakan dengan persamaan (2).
𝑑(∆𝐻𝑠 ) 𝑑(𝑚.∆𝐻𝑠 )
[ ] 𝑇, 𝑃, 𝑛 = [ ] 𝑇, 𝑃 (2)
𝑑𝑛2 𝑑𝑚

3
PANAS PELARUTAN DAN KELARUTAN SEBAGAI FUNGSI SUHU

2.3 Penentuan Tetapan Kalorimeter

Tetapan kalorimeter adalah banyak kalor yang diperlukan untuk


menaikkan suhu kalorimeter beserta isinya sebesar 1oC. Salah satu cara kalibrasi
yang dapat dilakukan adalah dengan memasukan sejumlah solute tertentu yang
telah diketahui panas pelarutannya ke dalam kalorimeter yang telah diisi solvent,
lalu perubahan suhu yang terjadi dicatat. Berdasarkan Asas Black, tetapan
kalorimeter dapat dinyatakan dalam persamaan (3) atau (4).
m.∆H = C.∆T (3)
𝑚.∆𝐻
𝐶= (4)
∆𝑇

Keterangan ; C = tetapan kalorimeter


m = jumlah mol solute
∆H = panas pelarutan
∆T = perubahan suhu yang terjadi

2.4 Penentuan Kadar Pelarutan Zat yang Akan Diselidiki

Dalam penentuan ini diusahakan agar volume solvent sama dengan


volume solvent yang akan dikalibrasi. Berdasarkan Asas Black, maka panas
pelarutan suatu zat di rumuskan dalam persamaan (5) berikut.
𝐵𝑀 𝐶 ∆𝑇 𝑇
∆𝐻 = − ∫𝑇 2 𝐶𝑝 𝑑𝑇 (5)
𝑤 1

Dimana : ∆H = panas pelarutan


w = berat solute
BM = berat molekul
∆T = suhu tetap 1- suhu tetap 2
T1 = suhu solute sebelum dilarutkan
T2 = suhu akhir kalorimeter
Cp = panas jenis solute

2.5 Efek Panas pada Proses Pencampuran

Efek panas yang timbul pada proses pencampuran atau proses pelarutan
dapat dinyatakan dengan entalpi. Sebagian besar reaksi kimia terjadi pada
tekanan sistem tetap yang sama dengan tekanan luar, sehingga didapatkan
persamaan berikut.
∆E = dQ -P.dV keterangan ; P=tekanan sistem
E2-E1 =Q-P.(V2– V1)

4
PANAS PELARUTAN DAN KELARUTAN SEBAGAI FUNGSI SUHU

E2-E1 =Q - (P.V2) + (P.V1)


karena P1=P2=P, maka didapat :
(E2+ (P2.V2)) = (E1+ (P1.V1)) +Q
karena E,P, dan V adalah fungsi keadaan, maka E+P.V juga merupakan fungsi
keadaan. Fungsi ini disebut entalpi (H), dimana H = E+P.V.Sehingga persamaan
diatas menjadi :
H2 – H1 = Q
∆H =Q
∆H = H2 – H1
Pencampuran dapat dilakukan dalam konsep entalpi :
∆E = Q – W1
= Q – {P.(V2-V1)}
𝐸2 +𝑃.𝑉2 𝐸1 +𝑃.𝑉1
− = 𝑄. 𝑃 sehingga, ∆H = H2 – H1 = Q.P
𝐻2 𝐻1

Saat substrat dicampur membentuk suatu larutan, biasanya disertai efek


panas dalam proses pencampuran pada tekanan tetap. Efek panas yang terjadi
sesuai dengan perubahan entalpi total. Begitu juga dengan reaksi steady state,
yaitu perubahan entalpi kinetik dan potensial dapat diabaikan karena hal ini
sudah umum dalam proses pencampuran dan dapat disamakan dengan efek
panas (Badger dan Bachero, 1958).

2.6 Kapasitas Panas dan Entalpi

Kapasitas panas adalah banyaknya kalor yang diperlukan untuk


menaikkan suhu zat (benda) sebesar jumlah tertentu (misal 1oC) pada tekanan
tetap. Panas jenis adalah kapasitas bahan tiap massa.
n.I = m.C
𝑚. 𝐶 𝑚
𝐼 = ; 𝐵𝑀 =
𝑛 𝑛
I = BM.C
keterangan : C = panas jenis
BM = berat molekul
m = massa
n = jumlah mol
Entalpi didefinisikan sebagai :
H = U + PV
∆H = H2-H1 = Q.P
keterangan : H = Entalpi

5
PANAS PELARUTAN DAN KELARUTAN SEBAGAI FUNGSI SUHU

U = Enegi dalam
Q = Panas yang diserap pada P tetap (Day dan
Underwood, 1983)
Jadi perubahan entalpi adalah panas yang diserap pada tekanan tetap, jadi
harganya tergantung pada BM untuk mencapai kondisi akhir.

2.7 Kegunaan Panas Pelarutan dalam Industri

1. Mendapatkan panas bahan bakar semaksimal mungkin, misal suatu zat


diketahui panas pelarutannya sebesar 4000oC, maka digunakan bahan bakar
yang memberi panas 4000oC. Sehingga keperluan bahan bakar dapat ditekan
semaksimal mungkin.
2. Dalam pembuatan reaktor kimia, bila panas pelarutannya diketahui, dengan
demikian perancangan reaktor disesuaikan dengan panas pelarutan zat. Hal
ini untuk menghindari kerusakan pada reaktor karena kondisi termal tertentu
dengan kelarutan reaktor tersebut (Daniel, 1962).

2.8 Data Kapasitas Panas (Cp) dan Panas Pelarutan (∆Hs) dari Beberapa Senyawa

Beberapa data senyawa dengan kapasitas panas dan panas pelarutannya


dapat dilihat pada Tabel 2.1 berikut.
Tabel 2.1 Kapasitas Panas (Cp) dan Panas Pelarutan (∆Hs)
Senyawa Kapasitas Panas (cal/mol K) Panas Pelarutan (cal/mol)
KCl 10,3+0,00376T -4.404
MgSO4.7H2O 89 -3.180
MgCl2. 6H2O 77,1 3.400
CuSO4.5H2O 67,2 -2.850
BaCl2.2H2O 37,3 -4.500
NaCl 10,79 +0,00420T -1.164
Na2SO4 32,8 280
Na2S2O3.5H2O 86,2 -11.300
Sumber :Perry,R.H..1984.Chemical Engineering Hand Book
Tanda positif (+) pada data ∆Hs menunjukkan bahwa reaksi bersifat
eksotermis atau reaksi menghasilkan panas dari sistem ke
lingkungan.Sedangkan tanda negatif (-) menunjukkan bahwa reaksi bersifat
endotermis atau reaksi menyerap panas dari lingkungan ke sistem.

6
PANAS PELARUTAN DAN KELARUTAN SEBAGAI FUNGSI SUHU

BAB III
METODE PRAKTIKUM

3.1 Bahan dan Alat yang Digunakan

3.1.1 Bahan
1. Aquadest 260 ml
2. Na2S2O3.5H2O 3 gram
3. NaOH 22 gram
4. NaCl 22 gram
5. MgCl2.6H2O 22 gram
3.1.2 Alat
1. Thermometer
2. Gelas ukur
3. Kalorimeter
4. Beaker glass
5. Pipet tetes
6. Pipet volume
7. Kompor listrik

3.2 Gambar Alat Utama

Keterangan :
b
b a = Kalorimeter
b = Thermometer
a

3.3 Variabel Praktikum


1. Variabel Tetap
a. Na2S2O3.5H2O 3 gr
b. Aquades 85 °C 85 ml
c. ∆t = 2 menit 3x konstan
2. Variabel Bebas
a. NaOH 22 gram
b. NaCl 22 gram

7
PANAS PELARUTAN DAN KELARUTAN SEBAGAI FUNGSI SUHU

c. MgCl2.5H2O 22 gram
d. ∆t = 2 menit

3.4 Cara Kerja


 Penentuan Tetapan Kalorimeter
1. Panaskan 85 ml aquades pada T = 85 oC
2. Masukan ke kalorimeter lalu catat suhu tiap 2 menit sampai 3×tetap
3. Panaskan lagi 85 ml aquades pada T=85 oC
4. Timbang 3 gr Na2S2O3.5H2O yang telah diketahui panas pelarutannya
5. Masukkan aquades yang sudah dipanaskan ke kalorimeter beserta
Na2S2O3.5H2O yang telah ditimbang
6. Mencatat suhunya tiap 2 menit sampai 3× tetap
 Penentuan Panas Pelarutan Solute Variabel
1. Panaskan 85 ml aquades T = 85 oC
2. Timbang 2.5, 4.5, 6.5, dan 8.5 gr NaOH, NaCl, dan MgCl2.6H2O
3. Masukan aquades yang sudah dipanaskan ke kalorimeter beserta
variabel berubahnya
4. Mencatat suhunya tiap 2 menit sampai 3×tetap

8
PANAS PELARUTAN DAN KELARUTAN SEBAGAI FUNGSI SUHU

BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hubungan Waktu Terhadap Suhu pada Solute Standar
Pada praktikum panas pelarutan ini, kelompok kami mendapat solute standar
berupa asam tiosulfat. Praktikum ini sendiri bertujuan untuk menentukan panas
pelarutan dari solute variabel yang telah ditentukan. Caranya yaitu mencari
tetapan kalorimeter dari solute standar yang telah diketahui panas pelarutannya.
Tetapan kalorimeter didapatkan setelah praktikum dengan memasukkan 3 gram
asam tiosulfat beserta aquades ke dalam kalorimeter. Nantinya akan diapat suhu
konstan yang digunakan untuk mencari tetapan kalorimeter. Berikut ini adalah
grafik dari hubungan antara waktu dan suhu asam tiosulfat
66.2
66
65.8
Suhu(°C)

65.6
65.4
65.2
65
64.8
0 2 4 6 8 10
Waktu (Menit)

Grafik 4.1 Hubungan waktu terhadap suhu pada solute standar Na2S2O3.5H2O
Berdasarkan grafik diatas,dapat dilihat pada menit ke-2, suhu larutan sebesar
65 °C. Kemudian mengalami kenaikan pada menit ke- 4 menjadi sebesar 66 °C
dan menjadi konstan untuk 4 menit berikutnya. dapat disimpulkan bahwa seiring
dengan pertambahan waktu, maka suhu campuran aquades dengan solute
standar Na2S2O3.5H2O 3 gram mengalami kenaikan.
Beracuan dari data referensi, ∆Hs Na2S2O3.5H2O adalah -11,30 kcal/mol
(Perry ed. 8, 2008). Tanda (-) mengindikasikan bahwa Na2S2O3.5H2O
bersifat endotermis dimana suhu akan turun jika berada di dalam sistem yang
terisolasi. Sehingga seharusnya, Na2S2O3.5H2O akan mengalami penurunan suhu
seiring dengan bertambahnya waktu. Namun hal ini tidak sesuai dengan hasil
praktikum kami, dimana Na2S2O3.5H2O mengalami kenaikan suhu sebelum
suhunya konstan. Hal ini disebabkan karena kalorimeter tidak terisolasi dengan
sempurna (Safitri, 2017)
Kalorimeter merupakan sebuah alat yang dirancang dapat mengisolasi sistem
di dalamnya sehingga panas yang keluar dari benda sama dengan panas yang
masuk ke air dan wadahnya. Dengan kata lain, tidak ada kalor yang hilang selama

9
PANAS PELARUTAN DAN KELARUTAN SEBAGAI FUNGSI SUHU

pengukuran. Tapi jika menggunakan kalorimeter yang kurang rapat, tidak


terisolasi dengan baik , hal itu menyebabkan proses pertukaran energi
tidak terisolasi pada kalorimeter dan mengakibatkan banyak kalor yang hilang ke
udara (Safitri, 2017)

4.2 Hubungan Waktu Terhadap Suhu pada Solute Variabel


4.2.1 NaOH

83
78
73
Suhu(°C)

NaOH 2.5 gr
68
NaOH 4.5 gr
63
NaOH 6.5 gr
58
NaOH 8.5 gr
53
0 10 20 30
Waktu (Menit)

Grafik 4.2.1 Hubungan waktu terhadap suhu pada solute variabel NaOH
Pada grafik diatas, dapat dilihat hubungan waktu dengan suhu pada
solute variabel NaOH pada berbagai variabel massa yaitu 2.5 gram, 4.5 gram,
6.5 gram, dan 8.5 gram. Saat NaOH dilarutkan sebanyak 2.5 gram, untuk
mencapai suhu konstan 62.5 °C membutuhkan waktu 26 menit. Saat NaOH
dilarutkan sebanyak 4.5 gram, untuk mencapai suhu konstan 73 °C
membutuhkan waktu 10 menit. Saat NaOH 6.5 gram dilarutkan , untuk
mencapai suhu konstan 75 °C membutuhkan waktu 8 menit. Sedangkan saat
NaOH 8.5 gram dilarutkan, untuk mencapai suhu konstan 81.5 ° C
membutuhkan waktu 10 menit.
Menurut Perry ed. 8, 2008 ∆Hs NaOH adalah sebesar +10,18 kcal/mol.
Dalam hal ini bernilai positif, maka reaksi yang terjadi adalah reaksi
eksotermis (menghasilkan panas dari sistem ke lingkungan) (Perry, 1984).
Hal ini menunjukkan bahwa setiap penambahan solute variabelnya, maka
suhu akan semakin meningkat (suhu panas). Jika dilihat dari grafik yang kami
buat dari data yang diperoleh pada penambahan NaOH 2.5 , 6.5 dan 8.5 gram
menunjukkan kenaikan suhu. Hal ini berarti sesuai dengan teori. Sedangkan
pada penambahan NaOH 4.5 gram menunjukkan adanya penurunan suhu. Hal
ini tidak sesuai dengan teori yang ada dikarenakan sistem yang tidak terisolasi
dengan baik (Safitri, 2017) dan NaOH yang bersifat higroskopis dan mudah
menguap .

10
PANAS PELARUTAN DAN KELARUTAN SEBAGAI FUNGSI SUHU

4.2.2 NaCl
67
66
65
64

Suhu(°C)
63 NaCl 2.5 gr
62 NaCl 4.5 gr
61
NaCL 6.5 gr
60
59 NaCl 8.5 gr
58
0 5 10 15 20
Waktu (Menit)

Grafik 4.2.2 Hubungan waktu terhadap suhu pada solute variabel NaCl
Pada grafik diatas, dapat dilihat hubungan waktu dengan suhu pada
solute variabel NaCl pada berbagai variabel massa yaitu 2.5 gram, 4.5 gram,
6.5 gram, dan 8.5 gram. Saat NaCl dilarutkan sebanyak 2.5 gram, NaCl
mengalami penurunan suhu lebih dahulu sebelum kemudian mengalami
kenaikan hingga mencapai suhu konstan 66 °C membutuhkan waktu 16
menit. Saat NaCl dilarutkan sebanyak 4.5 gram, untuk mencapai suhu konstan
63 °C membutuhkan waktu 8 menit. Saat NaCl 6.5 gram dilarutkan , untuk
mencapai suhu konstan 59.5 °C membutuhkan waktu 8 menit. Sedangkan saat
NaCl 8.5 gram dilarutkan, untuk mencapai suhu konstan 63 ° C membutuhkan
waktu 10 menit.
Menurut Perry ed. 8, 2008 ∆Hs NaCl adalah sebesar -1,164 kcal/mol.
Sedangkan menurut perhitungan, ∆Hs yang diperoleh pada penambahan
solute variabel NaCl pada massa 2.5, 4.5, 6.5 dan 8.5 gram adalah sebesar -
2.67865 kcal/deg.mol, -1.265205 kcal/deg.mol, -0.646848 kcal/deg.mol, dan
-0.883344 kcal/deg.mol. Dalam hal ini bernilai negatif pada semua variabel
massa, maka reaksi bersifat endotermis (reaksi menyerap panas dari
lingkungan ke system) (Perry, 1984). Hal ini menunjukkan bahwa setiap
penambahan solute variabelnya, maka suhu akan semakin dingin (suhu
turun). Namun jika dibandingkan dengan data yang kami peroleh, grafik
menunjukkan hal yang tidak sesuai karena sistem tidak terisolasi dengan baik
dan menyebabkan adanya kalor yang masuk dalam kalorimeter (Safitri,
2017). Selain itu,pertikel zat terlarut tidak larut pada pelarut dingin tapi larut
dalam pelarut panas(Pinalia,A.,2011)

11
PANAS PELARUTAN DAN KELARUTAN SEBAGAI FUNGSI SUHU

4.2.3 MgCl2.6H2O
67
66
65

Suhu(°C)
64 MgCl 2.5 gr
63 MgCl 4.5 gr
62 MgCl 6.5 gr
61 MgCl 8.5 gr
60
0 2 4 6 8 10
Waktu (Menit)

Grafik 4.2.3 Hubungan waktu terhadap suhu pada MgCl2.6H2O


Pada grafik diatas, dapat disimpulkan bahwa seiring dengan bertambahnya
waktu, maka suhu campuran antara aquadest dengan solute variabel
MgCl2.6H2O mengalami kenaikan. Hal ini dapat dilihat pada grafik campuran
antara aquades dengan MgSO4.7H2O pada massa 2.5 gram, 4.5 gram dan 6.5
gram. Sedangkan pada massa 8.5 gram campuran tidak mengalami kenaikan
maupun penurunan.
Menurut referensi, ΔHs MgCl2.6H2O sebesar +3,4 kg cal/g mol (Perry, ed
8, 2008). Hal ini menandakan bahwa MgCl2.6H2O bersifat eksotermis dimana
suhu akan naik seiring penambahan massa solute. Hal ini sudah sesuai dengan
grafik yang kami buat untuk 3 variabel massa. Dan untuk variabel massa 8.5
gram, tidak terjadi kenaikan karena disebabkan kalorimeter tidak terisolasi
dengan baik dan menyebabkan adanya kalor yang keluar sistem (Safitri, 2017)

4.3 Hubungan Molaritas Terhadap Panas Pelarutan pada Solute Variabel


4.3.1 NaOH

0
0 0.5 1 1.5 2 2.5 3
-0.5
ΔHs(kcal/mol)

-1

-1.5

-2

-2.5
Molaritas (M)

Grafik 4.3.1 Hubungan molaritas dengan panas pelarutan NaOH

12
PANAS PELARUTAN DAN KELARUTAN SEBAGAI FUNGSI SUHU

Dari grafik di atas bisa kita lihat bahwa hubungan molaritas dengan
panas pelarutan pada NaOH bersifat fluktuatif(naik turun). Dari molaritas
0.7353 M hingga 1.3235 M ΔHs mengalami penurunan. Dilanjutkan dengan
kenaikan ΔHs hingga molaritas 1.9117 M dan turun lagi hingga 2.5 M.
Beracuan pada teori, seharusnya ΔHs berbanding terbalik dengan
molaritas. Dibuktikan dengan persamaan :
𝑇2
𝐵𝑀 𝐶 ∆𝑇
∆𝐻 = − ∫ 𝐶𝑝 𝑑𝑇
𝑤
𝑇1

W sebagai berat solute berbanding terbalik dengan ΔHs, dimana berat solute
berbanding lurus dengan molaritas dengan persamaan :
𝑚𝑎𝑠𝑠𝑎 1000
𝑀= ×
𝐵𝑀 𝑉

Jadi bisa disimpulkan bahwa semakin bertambahnya molaritas, ΔHs akan


semakin menurun.
Dan berdasar grafik 4.3.1, hasil yang kami peroleh sudah sesuai dengan
teori, Dari molaritas 0.7353 M hingga 1.3235 M ΔHs mengalami
penurunan. Dan pada molaritas 1.9117 M hingga 2.5 M juga mengalami
penurunan ΔHs. Tapi dari molaritas 1.3235 M mengalami kenaikan ΔHs
hingga molaritas 1.9117 M. Hal ini disebabkan kalorimeter yang kita
asumsikan terisolasi dengan baik, ternyata masih memiliki celah sehingga
sistem tidak tertutup dan terjadi pertukaran panas dan energi dari luar.
(Smith, 2001)
4.3.2 NaCl
0
0 0.5 1 1.5 2
-0.5
ΔHs(kcal/mol)

-1

-1.5

-2

-2.5

-3
Molaritas (M)

Grafik 4.3.2 Hubungan molaritas dengan panas pelarutan NaCl

Dari grafik di atas bisa kita lihat bahwa hubungan molaritas dengan
panas pelarutan pada NaCl bersifat fluktuatif(naik turun). Dari molaritas
0.507 M hingga 1.3184 M ΔHs mengalami kenaikan. Dilanjutkan dengan
penurunan ΔHs hingga molaritas 1.7241 M.

13
PANAS PELARUTAN DAN KELARUTAN SEBAGAI FUNGSI SUHU

Beracuan pada teori, seharusnya ΔHs berbanding terbalik dengan


molaritas. Dibuktikan dengan persamaan :
𝑇2
𝐵𝑀 𝐶 ∆𝑇
∆𝐻 = − ∫ 𝐶𝑝 𝑑𝑇
𝑤
𝑇1

W sebagai berat solute berbanding terbalik dengan ΔHs, dimana berat solute
berbanding lurus dengan molaritas dengan persamaan :
𝑚𝑎𝑠𝑠𝑎 1000
𝑀= ×
𝐵𝑀 𝑉

Jadi bisa disimpulkan bahwa semakin bertambahnya molaritas, ΔHs akan


semakin menurun.
Dan berdasar grafik 4.3.2, hasil yang kami peroleh tidak sesuai dengan
teori, karena semakin besar molaritas yang terjadi adalah kenaikan ΔHs. Hal
ini disebabkan kalorimeter yang kita asumsikan terisolasi dengan baik,
ternyata masih memiliki celah sehingga sistem tidak tertutup dan terjadi
pertukaran panas dan energi dari luar. (Smith, 2001)
4.3.3 MgCl2.6H2O
0
0 0.1 0.2 0.3 0.4 0.5 0.6
-1
-2
ΔHs(kcal/mol)

-3
-4
-5
-6
-7
-8
Molaritas (M)

Grafik 4.3.3 Hubungan molaritas dengan panas pelarutan MgCl2.6H2O


Dari grafik di atas bisa kita lihat bahwa hubungan molaritas dengan
panas pelarutan pada MgCl2.6H2O bersifat fluktuatif(naik turun). Dari
molaritas 0.1448 M hingga 0.2604 M ΔHs mengalami penurunan.
Dilanjutkan dengan kenaikan ΔHs hingga molaritas 0.49188 M.
Beracuan pada teori, seharusnya ΔHs berbanding terbalik dengan
molaritas. Dibuktikan dengan persamaan :
𝑇2
𝐵𝑀 𝐶 ∆𝑇
∆𝐻 = − ∫ 𝐶𝑝 𝑑𝑇
𝑤
𝑇1

14
PANAS PELARUTAN DAN KELARUTAN SEBAGAI FUNGSI SUHU

W sebagai berat solute berbanding terbalik dengan ΔHs, dimana berat solute
berbanding lurus dengan molaritas dengan persamaan :
𝑚𝑎𝑠𝑠𝑎 1000
𝑀= ×
𝐵𝑀 𝑉

Jadi bisa disimpulkan bahwa semakin bertambahnya molaritas, ΔHs akan


semakin menurun.
Dan berdasar grafik 4.3.3, hasil yang kami peroleh tidak sesuai dengan
teori, karena semakin besar molaritas yang terjadi adalah kenaikan ΔHs
walaupun di akhir sempat terjadi penurunan ΔHs yang sesuai dengan teori.
Hal ini disebabkan kalorimeter yang kita asumsikan terisolasi dengan baik,
ternyata masih memiliki celah sehingga sistem tidak tertutup dan terjadi
pertukaran panas dan energi dari luar. (Smith, 2001)

15
PANAS PELARUTAN DAN KELARUTAN SEBAGAI FUNGSI SUHU

BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
1. Panas pelarutan NaOH pada 2.5 gram, 4.5 gram, 6.5 gram dan 8.5 gram
berturut-turut adalah 1.451044 kcal/mol, -2.16612 kcal/mol, -1.866209
kcal/mol dan -2.14774 kcal/mol. Panas pelarutan NaCl pada 2.5 gram, 4.5
gram, 6.5 gram dan 8.5 gram berturut-turut adalah -2.67865 kcal/mol, -
1.26505 kcal/mol, -0.646848 kcal/mol dan -0.883344 kcal/mol. Panas
pelarutan MgCl2.6H2O pada 2.5 gram, 4.5 gram, 6.5 gram dan 8.5 gram
berturut-turut adalah -6.70873 kcal/mol, -6.856525 kcal/mol, -5.897532
kcal/mol dan -5.4079716 kcal/mol.
2. Hubungan antara panas pelarutan dengan molaritas yaitu semakin besar
molaritas maka panas pelarutannya semakin kecil.
3. Hubungan antara suhu dengan waktu sebagai fungsi panas pelarutan yaitu
semakin lama waktu, pada panas pelarutan yang bersifat eksotermis akan
mengalami kenaikan suhu. Sedangkan pada panas pelarutan yang bersifat
endotermis akan mengalami penurunan suhu.
5.2 Saran
1. Kalorimeter harus tertutup dengan rapat supaya didapatkan hasil maksimal
2. Usahakan thermometer tidak menyentuh dasar beaker glass
3. Pastikan kalorimeter sudah kembali ke suhu ruangan saat mau mengganti
solute

16
PANAS PELARUTAN DAN KELARUTAN SEBAGAI FUNGSI SUHU

DAFTAR PUSTAKA

Badger, W.Z..dan Bachero, J. F. 1958. Introduction to Chemial


EngineeringInternational Student edition. Mc Graw Hill Book Co.
Kogakusha. Tokyo.
Daniel, F.. 1962. Experimental Physical Chemistry 6thed. International Student
edition. Mc Graw Hill Book Co. Inc New York. Kogakusha Co. Ltd.
Tokyo.
Day, R. A.dan Underwood, A. L. 1983. Analisa Kimia Kuantitatif edisi 4
diterjemahkan Drs. R. Gendon. Erlangga. Jakarta.
Perry, R. H.. 2008. Chemical Engineering Hand Book8th ed. Mc Graw Hill Book
Co. Kogakusha Co. Ltd. Tokyo.
Pinalia, A.,. 2011. Penentuan Metode Rekristalisasi yang Tepat untuk
Meningkatkan Kemurnian Kristal Amonium Perklorat. Majalah Sains
dan Teknologi Dirgantara Vol. 6 No. 2. LAPAN
Safitri, Hesti Nikmah. 2017. Pengembangan Alat Praktikum Kalorimeter Bom
pada Pokok Bahasan Kalor. Skripsi. Universitas Negeri Semarang :
Semarang
Smith, J.M. dan Van Ness, H.C. 2001. Introduction to Chemical Engineering
Thermodynamics. Mc Graw Hill Book Co : Singapore

17
PANAS PELARUTAN DAN KELARUTAN SEBAGAI FUNGSI SUHU

RINGKASAN

Kelarutan merupakan konsentrasi solute dalam larutan jenuh . Apabila suatu


larutan suhunya diubah, maka hasil kelarutannya juga akan berubah. Larutan dikatakan
jenuh pada temperatur tertentu, bila larutan tidak dapat melarutkan lebih banyak zat
terlarut. Bila jumlah zat terlarut kurang dari larutan jenuh disebut larutan tidak jenuh.
Sedangkan bila jumlah zat terlarut lebih dari larutan jenuh disebut larutan lewat jenuh.
Beberapa factor yang mempengaruhi kelarutan antara lain : suhu, besar partikel,
pengadukan dan tekanan volume
Dalam praktikum ini, Asam oksalat dinaikkan dan diturunkan suhunya untuk
kemudian diambil 5 ml setiap kenaikan atau penurunan suhu 10 oC. Setelah itu diberi
indikato PP dan dititrasi dengan NaOH. Bahan yang digunakan yaitu aquadest, asam
oksalat dan NaOH. Alat yang digunakan yaitu Kalorimeter, beaker glass, thermometer,
tabung reaksi besar, buret, statif, klem, Erlenmeyer, pipet tetes, corong dan pengaduk
Kelarutan asam oksalat berbanding lurus dengan suhu karena reaksi yang terjadi
adalah reaksi endoterm. Semakin suhunya naik nilai 1/T semakin kecil dan nilai log s
semakin besar. Suhu berbanding lurus dengan kecepatan kelarutan, semakin besar
suhunya maka suatu zat akan semakin cepat larut. Sebaiknya praktikan benar-benar
cermat saat pembuatan larutan jenuh agar tidak lewat jenuh. Praktikan juga harus teliti
saat perubahan warna pada titrasi.

i
PANAS PELARUTAN DAN KELARUTAN SEBAGAI FUNGSI SUHU

DAFTAR ISI

RINGKASAN .....................................................................................................i
DAFTAR ISI .......................................................................................................ii
DAFTAR TABEL ...............................................................................................iii
DAFTAR GRAFIK .............................................................................................iv
DAFTAR LAMPIRAN .......................................................................................v
BAB I PENDAHULUAN ...................................................................................1
1.1 Latar Belakang .....................................................................................1
1.2 Tujuan Praktikum ................................................................................1
1.3 Manfaat Praktikum ..............................................................................1
BAB II TINJAUAN PUSTAKA.........................................................................2
2.1 Kelarutan..............................................................................................2
2.2 Pembuktian Rumus ..............................................................................2
2.3 Faktor yang Mempengaruhi Kelarutan ................................................3
BAB III METODE PRAKTIKUM .....................................................................4
3.1 Alat dan Bahan yang Digunakan .........................................................4
3.2 Gambar Alat Utama .............................................................................4
3.3 Variabel Praktikum ..............................................................................4
3.4 Cara Kerja ............................................................................................4
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ............................................................6
4.1 Hubungan Suhu dengan Kelarutan pada Penurunan Suhu ..................6
4.2 Hubungan Suhu dengan Kelarutan pada Kenaikan Suhu ....................7
BAB V PENUTUP ..............................................................................................9
5.1. Kesimpulan .........................................................................................9
5.2. Saran ...................................................................................................9
DAFTAR PUSTAKA .........................................................................................10
LAPORAN SEMENTARA ................................................................................A-1
LEMBAR PERHITUNGAN ...............................................................................B-1
LEMBAR KUANTITAS REAGEN ...................................................................C-1
LEMBAR PERHITUNGAN REAGEN .............................................................D-1
LEMBAR ASISTENSI

ii
PANAS PELARUTAN DAN KELARUTAN SEBAGAI FUNGSI SUHU

DAFTAR TABEL

Tabel 4.1 Kebutuhan NaOH pada Penurunan Suhu .........................................6


Tabel 4.2 Kebutuhan NaOH pada Kenaikan Suhu ...........................................7

iii
PANAS PELARUTAN DAN KELARUTAN SEBAGAI FUNGSI SUHU

DAFTAR GRAFIK

Grafik 4.1 Hubungan log s dan 1/T pada Penurunan Suhu H2C2O4 ..................... 6
Grafik 4.2 Hubungan log s dan 1/T pada Kenaikan Suhu H2C2O4 ....................... 7

iv
PANAS PELARUTAN DAN KELARUTAN SEBAGAI FUNGSI SUHU

DAFTAR LAMPIRAN

Laporan Sementara..............................................................................................A-1
Lembar Perhitungan ............................................................................................B-1
Lembar Kuantitas Reagen ...................................................................................C-1
Lembar Perhitungan Reagen ...............................................................................D-1

v
PANAS PELARUTAN DAN KELARUTAN SEBAGAI FUNGSI SUHU

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kelarutan merupakan konsentrasi solute dalam larutan jenuh. Untuk solute


padat maka pada larutan jenuhnya terjadi keseimbangan dimana molekul fase
padat meninggalkan fasenya dan masuk ke fase cair dengan kecepatan sama
dengan molekul ion dari fase cair yang mengkristal menjadi fase padat.Apabila
suatu larutan suhunya diubah, maka hasil kelarutannya juga akan berubah. Larutan
dikatakan jenuh pada temperatur tertentu, bila larutan tidak dapat melarutkan lebih
banyak zat terlarut. Bila jumlah zat terlarut kurang dari larutan jenuh disebut
larutan tidak jenuh. Sedangkan bila jumlah zat terlarut lebih dari larutan jenuh
disebut larutan lewat jenuh.
Kelarutan dipengaruhi oleh beberapa faktor. Beberapa contoh kegunaan
prinsip kelarutan sebagai fungsi suhu dalam industri antara lainpada pembuatan
reaktor kimia. Selain itu kegunaan lainnya adalah pada proses pemisahan dengan
cara pengkristalan integral serta digunakan sebagai dasar proses pembuatan
granal-granal pada industri baja.Sehingga, seorang sarjana teknik kimia yang pada
umumnya bekerja di bidang industri harus mengetahui analisa kelarutan sebagai
fungsi temperatur. Oleh karena itu, sebagai mahasiswa teknik kimia praktikum
kelarutan sebagai fungsi temperatur ini menjadi sangat penting untuk dilakukan.

1.2 Tujuan Praktikum


1. Mengetahui kelarutan asam oksalat
2. Mengetahui pengaruh suhu terhadap kecepatan kelarutan

1.3 Manfaat Praktikum


1. Praktikan mengetahui kelarutan dari asam oksalat
2. Praktikan mengetahui pengaruh suhu terhadap kecepatan kelarutan

1
PANAS PELARUTAN DAN KELARUTAN SEBAGAI FUNGSI SUHU

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kelarutan

Larutan jenuh adalah larutan yang kandungan solutenya sudah mencapai


maksimal sehingga penambahan solute lebih lanjut tidak dapat larut
lagi.Konsentrasi solute dalam larutan jenuh disebut kelarutan. Untuk solute padat
maka larutan jenuhnya terjadi keseimbangan dimana molekul fase padat
meninggalkan fasenya dan masuk ke fase cairan dengan kecepatan sama dengan
molekul-molekul ion dari fase cair yang mengkristal menjadi fase padat.Kelarutan
dipengaruhi oleh beberapa faktor.

2.2 Pembuktian Rumus

Hubungan antara keseimbangan tetap dan kelarutan dengan temperatur


dirumuskan Van’t Hoff :
𝑑 ln 𝑆 ∆𝐻
=
𝑑𝑇 𝑅𝑇 2
∆𝐻
∫ 𝑑 ln 𝑆 = ∫ 2 𝑑𝑇
𝑅𝑇
∆𝐻
ln 𝑆 = − +𝐶
𝑅𝑇
∆𝐻 1
log 𝑆 = − . +𝐶
2,303𝑅 𝑇
Keterangan :ΔH = panas pelarutan zat per mol (kal/gr mol)
R = tetapan gas ideal (1,987 kal/gr mol K)
T = suhu (K)
S = kelarutan per 1000 gr solute
Penurunan rumus Van’t Hoff :
𝐺 = 𝐻 − 𝑇𝑆
𝑑∆𝐺 𝑜
∆𝑆 = −
𝑑𝑇
∆𝐺 𝑜 = ∆𝐻 − 𝑇∆𝑆
𝑑∆𝐺 𝑜 ∆𝐻 𝑜 ∆𝐺 𝑜
− = − −
𝑑𝑇 𝑇 𝑇
dengan ∆𝐺 = −𝑅𝑡 ln 𝐾
−∆𝐺 = 𝑅𝑡 ln 𝐾
𝑑∆𝐺 𝑜 ∆𝐻 𝑜 − ∆𝐺 𝑜
− =
𝑑𝑇 𝑇

2
PANAS PELARUTAN DAN KELARUTAN SEBAGAI FUNGSI SUHU

𝑑 ln 𝐾
∆𝐻 𝑜 − ∆𝐺 𝑜 = 𝑅𝑡 ln 𝐾 + 𝑅𝑇 2
𝑑𝑇
(Day dan Underwood, 1983)

2.3 Faktor yang Mempengaruhi Kelarutan


Berikut adalah beberapa faktor yang mempengaruhi kelarutan (Daniel, 1962) :
1. Suhu
∆𝐻
log 𝑠 = − +𝐶
2,303𝑅𝑇
−∆𝐻
Pada reaksi endoterm ΔH (+) maka berharga (-) sehingga =
2,303𝑅𝑇
−∆𝐻
102,303𝑅𝑇 .Dengan demikian jika suhu dinaikkan, pangkat dari 10 menjadi
kecil sehingga S menjadi semakin besar.Dan pada reaksi eksoterm ΔH (-)
∆𝐻
maka2.303𝑅𝑇berharga (+).Juga apabila suhu diperbesar maka S semakin

besar dan sebaliknya.


2. Besar Partikel
Semakin besar luas permukaan, partikel akan mudah larut.
3. Pengadukan
Dengan pengadukan, tumbukan antara molekul-molekul solvent makin
cepat sehingga semakin cepat larut (kelarutannya besar).
4. Tekanan dan Volume
Jika tekanan diperbesar atau volume diperkecil, gerakan partikel semakin
cepat.Hal ini berpengaruh besar terhadap fase gas sedang pada zat cair hal
ini tidak berpengaruh.

3
PANAS PELARUTAN DAN KELARUTAN SEBAGAI FUNGSI SUHU

BAB III
METODE PRAKTIKUM

3.1 Bahan dan Alat yang Digunakan


3.1.1 Bahan
1. Asam oksalat 55, 269 gr
2. NaOH 1.25 N 100 ml
3. Aquadest 90 ml
3.1.2 Alat
1. Tabung reaksi besar
2. Erlenmeyer
3. Thermometer
4. Buret, statif, klem
5. Beaker glass
6. Pipet tetes
7. Corong
8. Pengaduk
9. Toples kaca

3.2 Gambar Alat


d
c
Keterangan:
a a : Toples kaca
b : Es batu
b c : Tabung reaksi
d : Thermometer

3.3 Variabel Praktikum


1. Variabel Tetap
Volume asam oksalat untuk dititrasi = 5 ml
2. Variabel Bebas
T Asam oksalat = 65, 55, 45, 35, 25, 35, 45, 55, 65 oC

3.4 Cara Kerja


1. Membuat larutan asam oksalat jenuh 70 oC 90 ml

4
PANAS PELARUTAN DAN KELARUTAN SEBAGAI FUNGSI SUHU

2. Larutan asam borat jenuh dimasukkan ke dalam tabung reaksi besar


3. Tabung reaksi dimasukkan dalam toples kaca berisi es batu dan garam lalu
masukkan thermometer ke dalam tabung reaksi
4. Larutan jenuh diambil 5 ml tiap penurunan suhu 10 oC
5. Titrasi dengan NaOH 1.25 N, indikator PP 3 tetes
6. Mencatat kebutuhan NaOH
7. Tabung reaksi dikeluarkan pada saat suhu terendah lalu diambil 5 ml lagi
setiap kenaikan suhu 10 oC
8. Titrasi dengan NaOH 1.25 N, indikator PP 3 tetes
9. Mencatat kebutuhan NaOH
10. Membuat grafik - log S vs 1/T
11. Membuat grafik V NaOH vs T yang terjadi karena kondisi suhu dan volume
titran

5
PANAS PELARUTAN DAN KELARUTAN SEBAGAI FUNGSI SUHU

BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hubungan Suhu dengan Kelarutan pada Penurunan Suhu
Tabel 4.1 Kebutuhan NaOH pada penurunan suhu
Suhu V NaOH
65 °C 18.5 ml
55 °C 20 ml
45 °C 14.5 ml
35 °C 12 ml
25 °C 10.2 ml

0.8

0.6
log S

0.4

0.2

0
0.0029 0.003 0.0031 0.0032 0.0033 0.0034
1/T

Grafik 4.1 Hubungan log s dan 1/T pada penurunan suhu H2C2O4
Pada saat praktikum, untuk mendapatkan suhu yang kita inginkan dari 65°
C ke 25 °C, pertama-tama membuat larutan asam oksalat jenuh 70° C 90 ml.
Lalu dimasukkan ke kalorimeter berisi es batu dan garam. Kemudian larutan
diambil 5ml setiap penurunan 10 °C, lalu ditetesi dengan PP sebanyak 3 tetes.
Kemudian campuran tadi dititrasi dengan NaOH untuk mencapai titik ekuivalen.
Hal ini ditandai dengan perubahan warna larutan dari bening menjadi merah
muda.
Berdasarkan data di Perry, panas pelarutan asam oksalat sebesar -2,29
kcal/mol, dimana dijelaskan bahwa dengan tanda negatif menunjukkan reaksi
yang terjadi adalah reaksi endotermis (reaksi yang menyerap panas dari
lingkungan ke sistem) (Perry, 1984). Menurut Van Hoff, jika larutan bersifat
endotermis, maka kenaikan suhu akan meningkatkan jumlah zat terlarut tersebut.
Hal ini didasarkan pada rumus:
∆𝐻
log 𝑠 = − +𝐶
2,303𝑅𝑇

6
PANAS PELARUTAN DAN KELARUTAN SEBAGAI FUNGSI SUHU

Sehingga pada reaksi endotermis, apabila suhu diturunkan maka nilai 1/T akan
semakin besar dan kelarutannya akan semakin kecil. Untuk larutan yang bersifat
endotermis, nilai Log S bernilai negatif karena memiliki ΔH (entalpi) bernilai
positif (Perry, 1984)
Hal tersebut juga sesuai dengan data kelarutan asam oksalat (H2C2O4)
apabila H2C2O4 dilarutkan pada suhu 0oC maka kelarutannya yaitu 3.54.
Sedangkan jika dilarutkan pada suhu 80oC maka kelarutannya yaitu 84.5.
Perbandingan tersebut menunjukkan bahwa pada reaksi endotermis, apabila
suhu dinaikkan maka kelarutannya juga naik dan bila suhu diturunkan maka
kelarutannya juga turun (Lange’s, 1999)
4.2 Hubungan Suhu dengan Kelarutan pada Kenaikan Suhu
Tabel 4.2 Kebutuhan NaOH pada kenaikan suhu
Suhu V NaOH
25 °C 10.2 ml
35 °C 11 ml
45 °C 10.9 ml
55 °C 14.6 ml
65 °C 11.4 ml

0.3

0.25

0.2
lo S

0.15

0.1

0.05

0
0.0029 0.003 0.0031 0.0032 0.0033 0.0034
1/T

Grafik 4.2 Hubungan log s dan 1/T pada kenaikan suhu H2C2O4
Pada saat praktikum, untuk mendapatkan suhu yang kita inginkan dari 25°
C ke 65 °C asam oksalat jenuh dimasukkan tabung reaksi kemudian
memasukkannya ke dalam beaker glass yang berisi air yang dipanaskan di atas
kompor listrik. Kemudian larutan diambil 5 ml setiap kenaikan 10 °C, lalu
ditetesi dengan PP sebanyak 3 tetes. Kemudian campuran tadi dititrasi dengan
NaOH untuk mencapai titik ekuivalen. Hal ini ditandai dengan perubahan
warna larutan dari bening menjadi merah muda.

7
PANAS PELARUTAN DAN KELARUTAN SEBAGAI FUNGSI SUHU

Suatu larutan jenuh merupakan kesetimbangan dinamis. Kesetimbangan


tersebut akan bergeser apabila suhu dinaikkan. Berdasarkan data di Perry, panas
pelarutan asam oksalat sebesar -2,29 kcal/mol, dimana dijelaskan bahwa dengan
tanda negatif menunjukkan reaksi yang terjadi adalah reaksi endotermis (reaksi
yang menyerap panas dari lingkungan ke sistem) (Perry, 1984). Menurut Van
Hoff, jika larutan bersifat endotermis, maka kenaikan suhu akan meningkatkan
jumlah zat terlarut tersebut. Hal ini didasarkan pada rumus:
∆𝐻
log 𝑠 = − +𝐶
2,303𝑅𝑇
Sehingga pada reaksi endotermis, apabila suhu dinaikkan, maka nilai 1/T akan
semakin kecil dan kelarutannya akan semakin besar. Untuk larutan yang bersifat
endotermis, nilai Log S bernilai negatif karena memiliki ΔH (entalpi) bernilai
positif (Perry, 1984)
Dan dari grafik diatas, hasil yang kami dapatkan tidak sesuai teori karena
nilai log s mengalami fluktuatif (ada yang semakin besar atau semakin kecil).
Hal ini tidak sesuai dengan teori yang ada yaitu apabila 1/T dihitung dengan suhu
yang semakin besar, maka hasil dari 1/T semakin kecil, namun nilai kelarutannya
semakin besar. Hal ini dikarenakan NaOH yang higroskopis (mudah menguap).
Dalam hal ini, NaOH bersifat lembab cair dan secara spontan menyerap CO2
dari udara bebas. ia sangat larut dalam air dan akan melepaskan panas ketika
dilarutkan. Dalam hal ini berkaitan pada proses pelarutannya dalam air
(Reliantari dkk., 2017).

8
PANAS PELARUTAN DAN KELARUTAN SEBAGAI FUNGSI SUHU

BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
1. Kelarutan asam oksalat berbanding lurus dengan suhu karena reaksi yang
terjadi adalah reaksi endoterm.
2. Suhu berbanding lurus dengan kecepatan kelarutan, semakin besar suhunya
maka suatu zat akan semakin cepat larut
5.2 Saran
1. Sebaiknya dalam membuat asam oksalat jenuh praktikan benar-benar
memperhatikan apakah sudah mengendap atau belum sehingga tidak
terlewat jenuh
2. Sebaiknya praktikan mengamati dengan cermat perubahan warna saat titrasi
3. Praktikan dihimbau agar cermat dan berhati-hati saat menurunkan dan
menaikkan suhu karena penurunan dan kenaikan suhu terjadi sangat cepat

9
PANAS PELARUTAN DAN KELARUTAN SEBAGAI FUNGSI SUHU

DAFTAR PUSTAKA

Daniel, F.. 1962. Experimental Physical Chemistry 6thed. International Student


edition. Mc Graw Hill Book Co. Inc New York. Kogakusha Co. Ltd.
Tokyo.
Day, R. A.dan Underwood, A. L. 1983. Analisa Kimia Kuantitatif edisi 4
diterjemahkan Drs. R. Gendon. Erlangga. Jakarta
Dean, John A., 1999. Lange’s Handbook of Chemistry. Mc Graw Hill Book Co.
Inc New York. Kogakusha Co. Ltd. Tokyo.
Perry, R. H.. 2008. Chemical Engineering Hand Book8th ed. Mc Graw Hill Book
Co. Kogakusha Co. Ltd. Tokyo.
Reliantari dkk., 2017. Pengaruh NaOH Teradap pH, Kadar Protein Putih Telur
dan Warna Kuning Telur Pidan. Jurnal Ilmu dan Teknologi Hasil Ternak.
Universitas Brawijaya : Malang

10
LAPORAN SEMENTARA
PRAKTIKUM DASAR TEKNIK KIMIA II

Materi :
Panas Pelarutan dan KSFT

NAMA : Prameswari Citradhitya NIM : 21030119130077

GRUP : 4 / Kamis Pagi


REKAN KERJA : Ahmad Alvinal Azmi NIM : 21030119130103
Fadlillah Fani NIM : 21030119130119

LABORATORIUM DASAR TEKNIK KIMIA II


DEPARTEMEN TEKNIK KIMIA
FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS DIPONEGORO
SEMARANG

A-1
I. TUJUAN PERCOBAAN
Panpel :
1. Menentukan panas pelarutan dari NaOH, NaCl, dan MgCl2.6H2O
2. Mencari hubungan antara panas pelarutan dengan molaritas dan suhu larutan
3. Mencari hubungan antara suhu dengan waktu sebagai fungsi panas pelarutan
KSFT :
1. Mengetahui kelarutan asam oksalat
2. Mengetahui pengaruh suhu terhadap kecepatan kelarutan
II. PERCOBAAN
2.1. Bahan Yang Digunakan
Panpel :

1. Aquadest 260 ml
2. Na2S2O3.6H2O 3 gram
3. NaOH 22 gram
4. NaCl 22 gram
5. MgCl2.5H2O 22 gram
KSFT :

1. Asam oksalat 55, 269 gr


2. NaOH 1.25 N 100 ml
3. Aquadest 90 ml
2.2. Alat Yang Dipakai
Panpel :

1. Thermometer
2. Gelas ukur
3. Kalorimeter
4. Beaker glass
5. Pipet tetes
6. Pipet volume
7. Kompor listrik
Gambar Alat Utama
b
b Keterangan :
a = Kalorimeter
a b = Thermometer

A-2
Variabel Praktikum
1. Variabel Tetap
d. Na2S2O3.5H2O 3 gr
e. Aquades 85 °C 85 ml
f. ∆t = 2 menit 3x konstan
2. Variabel Bebas
e. NaOH 22 gram
f. NaCl 22 gram
g. MgCl2.6H2O 22 gram
h. ∆t = 2 menit
KSFT :

1. Tabung reaksi besar


2. Erlenmeyer
3. Thermometer
4. Buret, statif, klem
5. Beaker glass
6. Pipet tetes
7. Corong
8. Pengaduk
9. Toples kaca

Gambar Alat
d
c
Keterangan:
a a : Toples kaca
b : Es batu
b c : Tabung reaksi
d : Thermometer

Variabel Praktikum
1. Variabel Tetap
Volume asam oksalat untuk dititrasi = 5 ml
2. Variabel Bebas
T Asam oksalat = 65, 55, 45, 35, 25, 35, 45, 55, 65 oC

A-3
2.3. Cara Kerja
Panpel :
 Penentuan Tetapan Kalorimeter
7. Panaskan 85 ml aquades pada T = 85 oC
8. Masukan ke kalorimeter lalu catat suhu tiap 2 menit sampai 3×tetap
9. Panaskan lagi 85 ml aquades pada T=85 oC
10. Timbang 3 gr Na2S2O3.5H2O yang telah diketahui panas pelarutannya
11. Masukkan aquades yang sudah dipanaskan ke kalorimeter beserta
Na2S2O3.5H2O yang telah ditimbang
12. Mencatat suhunya tiap 2 menit sampai 3× tetap
 Penentuan Panas Pelarutan Solute Variabel
5. Panaskan 85 ml aquades T = 85 oC
6. Timbang 2.5, 4.5, 6.5, dan 8.5 gr NaOH, NaCl, dan MgCl2.6H2O
7. Masukan aquades yang sudah dipanaskan ke kalorimeter beserta
variabel berubahnya
8. Mencatat suhunya tiap 2 menit sampai 3×tetap

KSFT :

1. Membuat larutan asam oksalat jenuh 70 oC 90 ml


2. Larutan asam borat jenuh dimasukkan ke dalam tabung reaksi besar
3. Tabung reaksi dimasukkan dalam toples kaca berisi es batu dan garam
lalu masukkan thermometer ke dalam tabung reaksi
4. Larutan jenuh diambil 5 ml tiap penurunan suhu 10 oC
5. Titrasi dengan NaOH 1.25 N, indikator PP 3 tetes
6. Mencatat kebutuhan NaOH
7. Tabung reaksi dikeluarkan pada saat suhu terendah lalu diambil 5 ml
lagi setiap kenaikan suhu 10 oC
8. Titrasi dengan NaOH 1.25 N, indikator PP 3 tetes
9. Mencatat kebutuhan NaOH
10. Membuat grafik - log S vs 1/T
11. Membuat grafik V NaOH vs T yang terjadi karena kondisi suhu dan
volume titran

2.4. Hasil Percobaan


Panpel :

A-4
Aquadest
Waktu Suhu
2 52
4 54
6 56
8 56
10 57
12 57
16 57

Aquadest + solute
standar
(Na2S2O3.5H2O)
waktu suhu
2 65
4 66
6 66
8 66

NaOH
Waktu T2,5 T4,5 T6,5 T8,5
2 56 74 74 80.5
4 58 73.5 75 81
6 58 73 75 81.5
8 59 73 75 81.5
10 59 73 81.5
12 60
14 60.5
16 61
18 61
20 62
22 62.5
24 62.5
26 62.5

NaCl
Waktu T2,5 T4,5 T6,5 T8,5
2 65.5 61.5 59 62.5
4 63.5 63 59.5 62
6 64 63 59.5 63
8 64 63 59.5 63
10 65 63
12 66
14 66
16 66

MgCl2.6H2O
Waktu T2,5 T4,5 T6,5 T8,5
2 60.5 64.5 64 66

A-5
4 61 65 65.5 66
6 61 65 65.5 66
8 61 65 65.5

KSFT :
V.
Suhu NaOH log s 1/T
65 18.5 0.364081 0.002959
55 20 0.39794 0.003049
45 14.5 0.258278 0.003145
35 12 0.176091 0.003247
25 10.2 0.10551 0.003356
35 11 0.146128 0.003247
45 10.9 0.134337 0.003145
55 14.6 0.261263 0.003049
65 11.4 0.153815 0.002959

Jum’at, 26 Maret 2020


Mengetahui
Praktikan Asisten

Prameswari Ciradhitya Yosafat Hans W


NIM 21030119130077 NIM 21030116130185

A-6
LEMBAR PERHITUNGAN PANPEL

1. Tetapan Kalorimeter
Solute standar Na2S2O3.5H2O
ΔHs : -11.30 kcal/mol
Cp : 0,0862 kcal/mol.deg
BM : 248 gr/mol
T1 : 298 K
T2 : 339 K

T2
𝐵𝑀. 𝐶. ΔT
ΔHs = − ∫ 𝐶𝑝. 𝑑𝑡
𝑊
T1
−11,30 kcal/mol
248 𝑔𝑟/𝑚𝑜𝑙. 𝐶. (339 − 298)K
=
3 𝑔𝑟
339 K

− ∫ 0,0862 𝑘𝑐𝑎𝑙 / 𝑑𝑒𝑔. 𝑚𝑜𝑙. 𝑑𝑡


298 K

𝐶 = -0,010438 kcal/deg.mol

2. Panas Pelarutan Solute Variabel


A. NaOH
Cp : 0,0142 kcal/mol.deg
BM : 40 gr/mol
C : -0,010438 kcal/deg.mol

* 2,5 gram (T2= 335,5 K ; T1= 298 K ; ΔT = 335,5 K – 330 K = 5,5 K)


T2
𝐵𝑀. 𝐶. ΔT
ΔHs = − ∫ 𝐶𝑝. 𝑑𝑡
𝑊
T1
𝑔𝑟 𝑘𝑐𝑎𝑙 335,5 K
40 . (−0,010438 ) . 5,5
𝑚𝑜𝑙 𝑑𝑒𝑔. 𝑚𝑜𝑙
ΔHs = − ∫ 0,0142 𝑘𝑐𝑎𝑙 / 𝑑𝑒𝑔. 𝑚𝑜𝑙. 𝑑𝑡
2,5 𝑔𝑟
298 K
ΔHs = −1,451044 kcal/mol

* 4,5 gram (T2= 346 K ; ΔT = 16 K)


T2
𝐵𝑀. 𝐶. ΔT
ΔHs = − ∫ 𝐶𝑝. 𝑑𝑡
𝑊
T1
𝑔𝑟 𝑘𝑐𝑎𝑙 346 K
40 . (−0,010438 ) . 16
𝑚𝑜𝑙 𝑑𝑒𝑔. 𝑚𝑜𝑙
ΔHs = − ∫ 0,0142 𝑘𝑐𝑎𝑙 / 𝑑𝑒𝑔. 𝑚𝑜𝑙. 𝑑𝑡
4,5 𝑔𝑟
298 K
kcal
ΔHs = −2,16612
deg. mol
* 6,5 gram (T2= 348 K ; ΔT = 18 K)
T2
𝐵𝑀. 𝐶. ΔT
ΔHs = − ∫ 𝐶𝑝. 𝑑𝑡
𝑊
T1
𝑔𝑟 𝑘𝑐𝑎𝑙 348 K
40 . (−0,010438 ) . 18
𝑚𝑜𝑙 𝑑𝑒𝑔. 𝑚𝑜𝑙
ΔHs = − ∫ 0,0142 𝑘𝑐𝑎𝑙 / 𝑑𝑒𝑔. 𝑚𝑜𝑙. 𝑑𝑡
6,5 𝑔𝑟
298 K

B-1
kcal
ΔHs = −1,866209
deg. mol
* 8,5 gram (T2= 364,5 K ; ΔT = 24,5 K)
T2
𝐵𝑀. 𝐶. ΔT
ΔHs = − ∫ 𝐶𝑝. 𝑑𝑡
𝑊
T1
𝑔𝑟 𝑘𝑐𝑎𝑙 364,5 K
40 . (−0,010438 ) . 24,5
𝑚𝑜𝑙 𝑑𝑒𝑔. 𝑚𝑜𝑙
ΔHs = − ∫ 0,0142 𝑘𝑐𝑎𝑙 / 𝑑𝑒𝑔. 𝑚𝑜𝑙. 𝑑𝑡
8,5 𝑔𝑟
298 K
kcal
ΔHs = −2,14774
deg. mol

B. NaCl
Cp : 0,0120 kcal/mol.deg
BM : 58 gr/mol
C : -0,010438 kcal/deg.mol

* 2,5 gram (T2= 339 K ; ΔT = 9 K)


T2
𝐵𝑀. 𝐶. ΔT
ΔHs = − ∫ 𝐶𝑝. 𝑑𝑡
𝑊
T1
𝑔𝑟 𝑘𝑐𝑎𝑙 339 K
58 . (−0,010438 ).9
𝑚𝑜𝑙 𝑑𝑒𝑔. 𝑚𝑜𝑙
ΔHs = − ∫ 0,0120 𝑘𝑐𝑎𝑙 / 𝑑𝑒𝑔. 𝑚𝑜𝑙. 𝑑𝑡
2,5 𝑔𝑟
298 K
kcal
ΔHs = −2,6785
deg. mol
* 4,5 gram (T2= 336 K ; ΔT = 6 K)
T2
𝐵𝑀. 𝐶. ΔT
ΔHs = − ∫ 𝐶𝑝. 𝑑𝑡
𝑊
T1
𝑔𝑟 𝑘𝑐𝑎𝑙 336 K
58 . (−0,010438 ).6
𝑚𝑜𝑙 𝑑𝑒𝑔. 𝑚𝑜𝑙
ΔHs = − ∫ 0,0120 𝑘𝑐𝑎𝑙 / 𝑑𝑒𝑔. 𝑚𝑜𝑙. 𝑑𝑡
4,5 𝑔𝑟
298 K
kcal
ΔHs = −1,265205
deg. mol
* 6,5 gram (T2= 332,5 K ; ΔT = 2,5 K)
T2
𝐵𝑀. 𝐶. ΔT
ΔHs = − ∫ 𝐶𝑝. 𝑑𝑡
𝑊
T1
𝑔𝑟 𝑘𝑐𝑎𝑙 332,5 K
58 . (−0,010438 ) . 2,5
𝑚𝑜𝑙 𝑑𝑒𝑔. 𝑚𝑜𝑙
ΔHs = − ∫ 0,0120 𝑘𝑐𝑎𝑙 / 𝑑𝑒𝑔. 𝑚𝑜𝑙. 𝑑𝑡
6,5 𝑔𝑟
298 K
kcal
ΔHs = −0,646848
deg. mol
* 8,5 gram (T2= 336 K ; ΔT = 6 K)
T2
𝐵𝑀. 𝐶. ΔT
ΔHs = − ∫ 𝐶𝑝. 𝑑𝑡
𝑊
T1
𝑔𝑟 𝑘𝑐𝑎𝑙 336 K
58 . (−0,010438 ).6
𝑚𝑜𝑙 𝑑𝑒𝑔. 𝑚𝑜𝑙
ΔHs = − ∫ 0,0120 𝑘𝑐𝑎𝑙 / 𝑑𝑒𝑔. 𝑚𝑜𝑙. 𝑑𝑡
8,5 𝑔𝑟
298 K
kcal
ΔHs = −0,883344
deg. mol

B-2
C. MgCl2.6H2O
Cp : 0,0771 kcal/mol.deg
BM : 203,3 gr/mol
C : -0,010438 kcal/deg.mol

* 2,5 gram (T2= 334 K ; ΔT = 4 K)


T2
𝐵𝑀. 𝐶. ΔT
ΔHs = − ∫ 𝐶𝑝. 𝑑𝑡
𝑊
T1
𝑔𝑟 𝑘𝑐𝑎𝑙 334 K
203,3 . (−0,010438 ).4
𝑚𝑜𝑙 𝑑𝑒𝑔. 𝑚𝑜𝑙
ΔHs = − ∫ 0,0771 𝑘𝑐𝑎𝑙 / 𝑑𝑒𝑔. 𝑚𝑜𝑙. 𝑑𝑡
2,5 𝑔𝑟
298 K
kcal
ΔHs = −6,70873
deg. mol
* 4,5 gram (T2= 338 K ; ΔT = 8 K)
T2
𝐵𝑀. 𝐶. ΔT
ΔHs = − ∫ 𝐶𝑝. 𝑑𝑡
𝑊
T1
𝑔𝑟 𝑘𝑐𝑎𝑙 338 K
203,3 . (−0,010438 ).8
𝑚𝑜𝑙 𝑑𝑒𝑔. 𝑚𝑜𝑙
ΔHs = − ∫ 0,0771 𝑘𝑐𝑎𝑙 / 𝑑𝑒𝑔. 𝑚𝑜𝑙. 𝑑𝑡
4,5 𝑔𝑟
298 K
kcal
ΔHs = −6,856525
deg. mol
* 6,5 gram (T2= 338,5 K ; ΔT = 8,5 K)
T2
𝐵𝑀. 𝐶. ΔT
ΔHs = − ∫ 𝐶𝑝. 𝑑𝑡
𝑊
T1
𝑔𝑟 𝑘𝑐𝑎𝑙 338,5 K
203,3 . (−0,010438 ) . 8,5
𝑚𝑜𝑙 𝑑𝑒𝑔. 𝑚𝑜𝑙
ΔHs = − ∫ 0,0771 𝑘𝑐𝑎𝑙 / 𝑑𝑒𝑔. 𝑚𝑜𝑙. 𝑑𝑡
6,5 𝑔𝑟
298 K
kcal
ΔHs = −5,897532
deg. mol
* 8,5 gram (T2= 339 K ; ΔT = 9 K)
T2
𝐵𝑀. 𝐶. ΔT
ΔHs = − ∫ 𝐶𝑝. 𝑑𝑡
𝑊
T1
𝑔𝑟 𝑘𝑐𝑎𝑙 339 K
203,3 . (−0,010438 ).9
𝑚𝑜𝑙 𝑑𝑒𝑔. 𝑚𝑜𝑙
ΔHs = − ∫ 0,0771 𝑘𝑐𝑎𝑙 / 𝑑𝑒𝑔. 𝑚𝑜𝑙. 𝑑𝑡
8,5 𝑔𝑟
298 K
kcal
ΔHs = −5,4079716
deg. mol

2. Perhitungan Molaritas Solute Variabel

𝑔𝑟 1000
𝑀= 𝑥 𝑥 𝑣𝑎𝑙𝑒𝑛𝑠𝑖
𝐵𝑀 𝑣. 𝑎𝑞𝑢𝑎𝑑𝑒𝑠𝑡

A. NaOH
* 2,5 gram
2,5 𝑔𝑟 1000
𝑀= 𝑥 𝑥1
40 𝑔𝑟/𝑚𝑜𝑙 85 𝑚𝑙
𝑀 = 0,7353 𝑀
* 4,5 gram

B-3
4,5 𝑔𝑟 1000
𝑀= 𝑥 𝑥1
40 𝑔𝑟/𝑚𝑜𝑙 85 𝑚𝑙
𝑀 = 1,3235 𝑀
* 6,5 gram
6,5 𝑔𝑟 1000
𝑀= 𝑥 𝑥1
40 𝑔𝑟/𝑚𝑜𝑙 85 𝑚𝑙
𝑀 = 1,9117 𝑀
* 8,5 gram
8,5 𝑔𝑟 1000
𝑀= 𝑥 𝑥1
40 𝑔𝑟/𝑚𝑜𝑙 85 𝑚𝑙
𝑀 = 2,5 𝑀

B. NaCl
* 2,5 gram
2,5 𝑔𝑟 1000
𝑀= 𝑥 𝑥1
58 𝑔𝑟/𝑚𝑜𝑙 85 𝑚𝑙
𝑀 = 0,5070 𝑀
* 4,5 gram
4,5 𝑔𝑟 1000
𝑀= 𝑥 𝑥1
58 𝑔𝑟/𝑚𝑜𝑙 85 𝑚𝑙
𝑀 = 0,9127 𝑀
* 6,5 gram
6,5 𝑔𝑟 1000
𝑀= 𝑥 𝑥1
58 𝑔𝑟/𝑚𝑜𝑙 85 𝑚𝑙
𝑀 = 1,3184 𝑀
* 8,5 gram
8,5 𝑔𝑟 1000
𝑀= 𝑥 𝑥1
58 𝑔𝑟/𝑚𝑜𝑙 85 𝑚𝑙
𝑀 = 1,7241 𝑀
C. MgCl2.6H2O
* 2,5 gram
2,5 𝑔𝑟 1000
𝑀= 𝑥
203,3 𝑔𝑟/𝑚𝑜𝑙 85 𝑚𝑙
𝑀 = 0,1448 𝑀
* 4,5 gram
4,5 𝑔𝑟 1000
𝑀= 𝑥
203,3 𝑔𝑟/𝑚𝑜𝑙 85 𝑚𝑙
𝑀 = 0,26040 𝑀
* 6,5 gram
6,5 𝑔𝑟 1000
𝑀= 𝑥
203,3 𝑔𝑟/𝑚𝑜𝑙 85 𝑚𝑙
𝑀 = 37615 𝑀
* 8,5 gram
8,5 𝑔𝑟 1000
𝑀= 𝑥
203,3 𝑔𝑟/𝑚𝑜𝑙 85 𝑚𝑙
𝑀 = 49188 𝑀

B-4
LEMBAR PERHITUNGAN KSFT

Molaritas Asam Oksalat


𝑁𝑎𝑂𝐻 𝐴𝑠𝑎𝑚 𝑂𝑘𝑠𝑎𝑙𝑎𝑡
𝑉𝑥𝑁 =𝑉𝑥𝑁
1. Molaritas Asam Oksalat pada suhu 65°C
NaOH = Asam Oksalat
VxN = V x (M x valensi)
18,5 ml x 1, 25 N = 5 ml x (M x 2)
M = 2,3125
S = 2, 3125
- log S = log 2,3125
= 0,364081
- 1 / T = 1 / 338 K
= 0,002959
2. Molaritas Asam Oksalat pada penurunan suhu 55°C
NaOH = Asam Oksalat
VxN = V x (M x valensi)
20 ml x 1, 25 N = 5 ml x (M x 2)
M = 2,5
S = 2,5
- log S = log 2,5
= 0,397940
- 1 / T = 1 / 328 K
= 0,003049
3. Molaritas Asam Oksalat pada penurunan suhu 45°C
NaOH = Asam Oksalat
VxN = V x (M x valensi)
14,5 ml x 1, 25 N = 5 ml x (M x 2)
M = 1, 8125
S = 1, 8125
- log S = log 1, 8125
= 0,258278
- 1 / T = 1 / 318 K
= 0,003145
4. Molaritas Asam Oksalat pada penurunan suhu 35°C
NaOH = Asam Oksalat
VxN = V x (M x valensi)
12 ml x 1, 25 N = 5 ml x (M x 2)
M = 1,5
S = 1,5
- log S = log 1,5
= 0,76091
- 1 / T = 1 / 308 K
= 0,003247
5. Molaritas Asam Oksalat pada penurunan suhu 25°C
NaOH = Asam Oksalat
VxN = V x (M x valensi)

B-5
10,2 ml x 1, 25 N = 5 ml x (M x 2)
M = 1, 275
S = 1, 275
- log S = log 1, 275
= 0,105510
- 1 / T = 1 / 298 K
= 0,003356
6. Molaritas Asam Oksalat pada kenaikan suhu 35°C
NaOH = Asam Oksalat
VxN = V x (M x valensi)
11 ml x 1, 25 N = 5 ml x (M x 2)
M = 1,4
S = 1,4
- log S = log 1,4
= 0,1461290
- 1 / T = 1 / 308 K
= 0,003247
7. Molaritas Asam Oksalat pada kenaikan suhu 45°C
NaOH = Asam Oksalat
VxN = V x (M x valensi)
10,9 ml x 1, 25 N = 5 ml x (M x 2)
M = 1, 3625
S = 1, 3625
- log S = log 1, 3625
= 0,134337
- 1 / T = 1 / 318 K
= 0,003145
8. Molaritas Asam Oksalat pada kenaikan suhu 55°C
NaOH = Asam Oksalat
VxN = V x (M x valensi)
14,6 ml x 1, 25 N = 5 ml x (M x 2)
M = 1, 825
S = 1, 825
- log S = log 1, 825
= 0,261263
- 1 / T = 1 / 328 K
= 0,003049
9. Molaritas Asam Oksalat pada kenaikan suhu 65°C
NaOH = Asam Oksalat
VxN = V x (M x valensi)
11,4 ml x 1, 25 N = 5 ml x (M x 2)
M = 1, 425
S = 1, 425
- log S = log 1, 425
= 0,153815
- 1 / T = 1 / 338 K
= 0,002959

B-6
LEMBAR KUANTITAS REAGEN
LABORATORIUM DASAR TEKNIK KIMIA II
DEPARTEMEN TEKNIK KIMIA FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS DIPONEGORO

LEMBAR KUANTITAS REAGEN

MATERI : Panpel dan KSFT


HARI / TANGGAL : Kamis/20 Maret 2020
KELOMPOK : IV / Kamis Pagi
NAMA : Ahmad Alvinal Azmi
Fadlillah Fani
Prameswari Citradhitya

ASISTEN : Yosafat Hans W

KUANTITAS REAGEN

NO JENIS REAGEN KUANTITAS


1 Panpel:
Aquadest 85 °C 85 ml
Solute standar Na2S2O3.5H2O 3 gram
Variabel NaOH, NaCl, MgCl2.6H2O 2.5, 4.5, 6.5, 8.5 gram
2 KSFT:
Asam Oksalat Jenuh 70 °C 90 ml
NaOH 1.25 N 100 ml
V Sampel 5 ml

TUGAS TAMBAHAN:

Cari ΔHs(panas pelarutan), ΔHf dan Cp tiap solute. Cari data kelarutan
Asam oksalat dalam aquadest pada berbagai suhu

CATATAN: SEMARANG, 22 Maret 2019


Panpel t = 2 menit, 3 x konstan ASISTEN
KSFT = PP 2 tetes, temp 65 °C, 55
°C, 45 °C, 35 °C, 25 °C, 35 °C, 45
°C, 55 °C, 65 °C Yosafat Hans W
NIM. 21030116130185

C-1
LEMBAR PERHITUNGAN REAGEN

KSFT

NaOH 1, 25 N 100 ml
Mol NaOH = Mol NaOH
𝑔𝑟
= 𝑁. 𝑉
𝐵𝑀
gr = 1, 25 N x 0,1 L x 40
gr = 5 gr
Kelarutan Asam Oksalat (H2C2O4) 70°C 90 ml

Kelarutan (gr/ml) 3, 6, 08 9, 52 14. 23 21, 52 44,32 84,5


54
Temperatur (°C) 0 10 20 30 40 60 80

y = 70°C x=?
y1 = 60°C x = 44, 32 gr/ml
y2 = 80°C x = 84,5 gr/ml

𝑦 − 𝑦1 𝑥 − 𝑥1
=
𝑦2 − 𝑦1 𝑥2 − 𝑥1
70°C − 60°C 𝑥 − 44, 32 gr/ml
=
80°C − 60°C 84, 5 gr/ml − 44, 32 gr/ml
10°C 𝑥 − 44, 32 gr/ml
=
20°C 40, 18 gr/ml
1 𝑥 − 44, 32 gr/ml
=
2 40, 18 gr/ml
40, 18 gr/ml = 2x - 88, 64 gr/ml
2x = 128, 82 gr/ml
x = 64, 41 gr/ml
gr 90 𝑚𝑙
gram H2C2O4 = 64, 41 ml 𝑥 100

= 55, 269 gr
LEMBAR ASISTENSI

DIPERIKSA TANDA
KETERANGAN
NO TANGGAL TANGAN

1. 27 April 2020 P0 Asisten

2. 5 Mei 2020 P1 Asisten


3. 7 Mei 2020 P2 Asisten
4. 8 Mei 2020 ACC Asisten
5. 11 Mei 2020 P0 Dosen
6. 22 Mei 2020 ACC Dosen

Anda mungkin juga menyukai