ISSN: 0852-3581
©Fakultas Peternakan UB, http://jiip.ub.ac.id/
Evaluasi sifat putih telur ayam pasteurisasi ditinjau dari pH, kadar
air, sifat emulsi dan daya kembang Angel Cake
Nia Agustina, Imam Thohari dan Djalal Rosyidi
itohfptub@gmail.com
ABSTRACT: The purpose of this research was to determine effect of pasteurized egg
and storage time on pH, water content, characteristics of emulsion, volume of angel cake
and determine the best treatment. Method was used pasteurzation research was a
experiment factorial Randomized Block Design (RBD) with 2x3 treatment and 3
replication. The data was analized by using analysis of variance continued by Honestly
Significant Difference (HSD). The results showed that the interaction pasteurization and
storage time was a very significant effect (P<0.01) on pH, water content, characteristics
of emulsion and volume of angel cake. The conclusion of this research the effect storage
time increase on pH, decrease characteristics of emulsion and volume of angel cake.
Interaction pasteurization and storage time has not effect on water content. The best
treatment is not pasteurization and storage time. The suggestion be can given should to
use fresh eggs, as well as further research needs to be done to test the others like texture
and organoleptic.
6
J. Ilmu-Ilmu Peternakan 23 (2):6 - 13
7
J. Ilmu-Ilmu Peternakan 23 (2):6 - 13
menurut Matz (1992): pH, kadar air, sifat emulsi dan daya
1. Diawali dengan menyiapkan bahan- kembang angel cake. Pengukuran
bahan yang akan digunakan (telur, Variabel:
tepung terigu, gula, garam, vanili 1. Pengujian pH putih telur.
dan cream of tar tar). 2. Pengujian kadar air putih telur.
2. Dipisahkan kuning telur dan putih 3. Pengujian daya kembang.
telur yang akan digunakan dan 4. Pengujian emulsi putih telur.
ditimbang untuk bahan-bahan kue
yang lainnya. Analisa data
3. Dihomogenkan putih telur, setengah Data yang diperoleh dianalisis
gula, garam, vanili dan cream of tar dengan menggunakan analisis ragam
tar dengan electric hand mixer pada (ANOVA) untuk uji pH, kadar air dan
kecepatan terendah (skala kecepatan daya kembang yang dilanjutkan dengan
1) sampai setengah mengembang. Uji Beda Nyata Jujur (Yitnosumarto,
4. Ditambahkan gula setengahnya lagi 1993) dan analisis data secara deskriptif
dengan electric hand mixer pada untuk uji sifat emulsi (Tan et al, 2012).
kecepatan tertinggi (skala kecepatan
3) sampai mengembang. HASIL DAN PEMBAHASAN
5. Ditambah tepung terigu sampai
homogen. Nilai pH
6. Dituang adonan ke dalam loyang Hasil analisis ragam
yang telah ditimbang kemudian menunjukkan bahwa terdapat interaksi
diukur volumenya (panjang x lebar antara perlakuan pasteurisasi dan lama
x tinggi adonan). simpan yang memberikan pengaruh
7. Dipanggang pada oven selama 35- nyata (P<0,05) terhadap pH putih telur.
40 menit. Setelah matang, angel Rata-rata nilai pH putih telur dan Uji
cake didinginkan selama ± 30 menit. Beda Nyata Jujur (BNJ) 5% pada
perlakuan telur pasteurisasi dan lama
Variabel pengamatan simpan dapat dilihat pada Tabel 1.
Variabel yang diukur meliputi
dikeluarkan atau telur segar kira-kira pasteurisasi dan telur tanpa pasteurisasi.
7,6-7,9 dan meningkat sampai nilai Perlakuan lama simpan juga
maksimal 9,7 tergantung temperatur dan memberikan pengaruh yang sangat nyata
lama penyimpanan. Ditambahkan oleh terhadap nilai pH putih telur. Telur yang
Rizal dkk. (2012), pH albumen disimpan sampai 3 minggu akan
meningkat karena disebabkan oleh mengalami perubahan internal, salah
lepasnya O2 melalui pori-pori cangkang. satunya yaitu pH putih telur. Lama
Putih telur yang mempunyai pH simpan yang terjadi akan membuat putih
meningkat menjadi basa selain telur bagian yang kental mengalami
disebabkan oleh menguapnya CO2, juga pengenceran karena adanya perembesan
disebabkan karena putih telur dibagian putih telur ke kuning telur yang
yang kental mengalami pengenceran menyebabkan volume kuning telur
yang akhirnya akan merembes ke kuning membesar. Sudaryani (2003)
telur. Hintono (1995) menjelaskan menjelaskan bahwa penguapan air
pengenceran putih telur disebabkan terjadi karena adanya difusi air dari putih
karena pecahnya serabut mucin yang telur menuju kuning telur. Encernya
mengakibatkan meningkatnya pH putih putih telur ini akibat dari interaksi antara
telur. Selin itu, meningkatnya pH putih ovomucin dan lyzozyme yang
telur juga disebabkan oleh hilangnya mengakibatkan stabilitas buihnya
CO2 dari dalam telur. menurun. Hal ini sesuai dengan pendapat
Buckle et al. (2007) menjelaskan Celly (1986) yang disitasi oleh Winarti
bahwa gas CO2 yang hilang pada putih dan Trianini (2005) bahwa beberapa
telur mengakibatkan pengikat cairan protein putih telur dapat membetuk busa
putih telur atau ovomucin menjadi rusak. paling baik pada pH sekitar 6,5-9,5 dan
Peningkatan pH yang terjadi pada putih ini berbanding terbalik dengan stabilitas
telur akan menurunkan kualitas putih buih putih telur.
telur karena akan menyebabkan
kerusakan protein dan daya guna putih Kadar air
telur tidak lagi optimal. Protein yang Hasil analisis ragam
telah rusak tidak akan bisa membentuk menunjukkan bahwa interaksi antara
buih secara optimal (Scoot and perlakuan pasteurisasi dan lama simpan
Silverside, 2000). tidak memberikan pengaruh yang nyata
Pasteurisasi memberikan (P>0,05) terhadap nilai kadar air putih
pengaruh sangat nyata terhadap nilai pH telur. Perlakuan pasteurisasi juga tidak
putih telur. Telur yang dipasteurisasi memberikan pengaruh yang nyata
mengalami penggumpalan atau (P>0,05) terhadap nilai kadar air putih
koagulasi pada protein putih telur dan telur. Perlakuan kedua yakni lama
membran kulit telur, sehingga pori-pori simpan telur memberikan pengaruh yang
cangkang tertutup dan tidak terjadi sangat nyata (P<0,01) terhadap nilai
penguapan. Menurut Rizal dkk. (2012), kadar air putih telur. Rata-rata kadar air
pori-pori cangkang yang tertutup akibat putih telur dan Uji Beda Nyata Jujur
koagulasi pada protein putih telur dan (BNJ) 5 % pada perlakuan telur
membran kulitnya mengakibatkan CO2 pasteurisasi dan lama simpan dapat
tidak dapat keluar, sehingga pH putih dilihat pada Tabel 2.
telur tidak berbeda antara telur
T0 T1 T2 T3
P0 88,83 87,87 87,65 87,52 87,97±0,59
P1 88,93 87,77 87,14 87,28 87,78±0,64
Rata-rata 88,88t±0,07 87,82s±0,07 87,39s±0,36 87,40s±0,16
Keterangan : Superskrip (s,t) pada kolom menunjukkan perbedaan yang sangat nyata
(P<0,01)
10
J. Ilmu-Ilmu Peternakan 23 (2):6 - 13
pasteurisasi dan lama simpan. Hasil Irmansyah, J dan Kusnadi. 2009. Sifat
emulsi tiap minggunya mengalami listrik telur ayam kampung
penurunan karena minyak yang selama penyimpanan. Media
bercampur mengalami pengurangan. Peternakan 32 (1) : 22-30
Daya kembang pada angel cake Jacqueline, P. Y.,R. Miles and M. F.
mengalami penurunan tiap minggunya Ben. 2000. Kualitas telur. Jasa
dengan lama simpan selama 3 Ekstensi Koperasi, Lembaga
minggu.dan perlu dilakukan penelitian Ilmu Pangan dan Pertanian
lanjutan untuk uji yang lain seperti Universitas Florida.
tekstur dan organoleptik. Gainesville.
King’ori, AM. 2012. Uses of poultry egg:
DAFTAR PUSTAKA Egg albumen and egg yolk. J.
Anief. 2000. Ilmu meracik obat, teori Poultry. Sci, 5 (2): 9-13
dan praktek. Gadjah Mada Marsella, T. D. dan N. Rustanti. 2012.
University Press. Yogyakarta. Pengaruh penambahan telur
Belitz, H. D and W. Grosch. 2009. terhadap kandungan zat gizi,
Food chemistry. Edisi 4 Revisi. volume pengembangan dan uji
Berlin. kesukaan Blondies Garut
Bell, D. and Weaver. 2002. Commercial (Marantha Arundinacea)
chicken meat and Egg. Kluwer sebagai alternatif makanan bagi
Academic Publishers. United sindrom autisme. Journal of
States of America. Nutrition College, 1 (1):628-644
Bobyda, 2009. Telur yang penuh Matz, S. A. 1992. Bakery technology
khasiat.http://infoduniat.com/tel and enginering. Second Edition.
ur-yangpenuh-khasiat.pdf Van Nostrand Reinhold. New
Diakses pada 7Februari 2013 York.
Buckle, K. A, R. A. Edwards, G. H. Rahayu, I. 2003. Karakteristik fisik,
Fleet, and M. Wooton. 2007. komposisi kimia dan uji
Food science. International organoleptik Ayam Merawang
Development Program of dengan pemberian pakan
Australian University and bersuplemen omega 3.Jurnal
Colleges. Australia. Teknologi dan Industri Pangan
Budiman, C dan Rukmiasih. 2007. XIV, (3) : 199-205
Karakteristik putih telur Itik Rizal. B, A. Hintono, dan Nurwantoro.
Tegal. Seminar Nasional 2012. Pertumbuhan mikroba
Teknologi Peternakan. IPB pada telur pasca pasteurisasi.
Bogor. Anim Agri J,1 (2): 208- 218
Hajrawati dan M. Aswar. 2011. Kualitas Romanoff, A. L. and A. J. Romanoff.
interior telur ayam ras dengan 1993. The avian egg. Jhon Wiley
penggunaan larutan daun sirih and Sons. New York.
(Piper Betle L.) sebagai bahan Scoot, T. A and F. G. Silverside. 2000.
pengawet. Seminar Nasional The effect of storage and strain
Teknologi Peternakan dan of hen on egg quality. Poult. Sci.,
Veteriner. Makassar. 79 : 1725-1729
Hintono, A. 1995. Dasar-dasar ilmu Siregar. R. F, A. Hintono dan S.
telur. Fakultas Peternakan Mulyani. 2012. Perubahan sifat
Universitas Diponegoro, fungsional telur ayam ras pasca
Semarang. pasteurisasi. Anima Agri J, 1(1):
12
J. Ilmu-Ilmu Peternakan 23 (2):6 - 13
521 – 528
Sudaryani, T. 2003. Kualitas telur.
Penebar Swadaya. Jakarta.
Tan, T. C., K. Kanyarat and M. E.
Azhar. 2012. Evaluation of
functional properties of egg
white obtained from pasteurized
shell egg as ingredient in angel
food cake. International Food
Research Journal, 19 (1): 303-
308.
Whiting, R. C. and R. L. Buchanan.
1997. International Journal of
Food Microbiology, 36 (1): 111-
125.
Winarti, E dan Trianini. 2005. Peluang
telur invertil pada usaha
penetasan telur itik sebagai telur
konsumsi. Seminar Nasional
Teknologi Peternakan dan
Venteriner
Yitnosumarto, S. 1993. Percobaan.
perancangan, analisis dan
interpretasinya. Gramedia
Pustaka Utama: Jakarta
Yuwanta, T. 2010. Telur dan kualitas
telur. Gadjah Mada University
Press, Yogyakarta.
13
KARAKTERISTIK FUNGSIONAL TELUR INFERTIL SISA HASIL PENETASAN YANG
DIFERMENTASI MENGGUNAKAN Saccharomyces cerevisiae PADA LEVEL YANG
BERBEDA
ABSTRACT
Infertile eggs obtained from hatchery process has experienced a declined characteristic in
the functional properties. The decrease is due to the storage and warming up during the hatching
process. An attempt should be taken to improve it through a fermentation process. This study aimed
to determine the functional characteristics of infertile egg which was fermented using different
levels of Saccharomyces cerevisiae. This study was carried out according to completely randomized
design (CRD) with 4 treatments and 3 replications. The parameters measured were the power of
foam, foam stability, coagulation time and gel strength. The results showed that the fermentation
of infertile eggs using different levels of Saccharomyces cerevisiae significantly (P<0.05) affected the
foam power and foam stability and became highly significant (P<0.01) against coagulation time, but
had no effects (P>0.05) on the gel strength. Fermentation using Saccharomyces cerevisiae at the level of
6% can maintain gel strength, improving foam, foam stability and coagulation time of infertile eggs
obtained from the hatching process.
Keywords: Infertile eggs, functional characteristics, fermentation, Saccharomyces cerevisiae.
ABSTRAK
Telur infertil sisa hasil penetasan telah mengalami penurunan karakteristik sifat fungsional.
Penurunan terjadi akibat penyimpanan dan pemanasan, sehingga perlu dilakukan upaya untuk
memperbaikinya dengan melakukan fermentasi. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui
karakteristik fungsional telur infertil sisa hasil penetasan yang difermentasi menggunakan
Saccharomyces cerevisiae pada level yang berbeda. Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak
Lengkap (RAL) dengan 4 perlakuan dan 3 kali ulangan. Parameter yang diamati adalah daya busa,
stabilitas busa, waktu koagulasi dan kekuatan gel. Hasil penelitian menunjukkan bahwa telur infertil
sisa hasil penetasan yang difermentasi menggunakan Saccharomyces cerevisiae pada level yang berbeda
berpengaruh nyata (P<0,05) terhadap daya busa dan stabilitas busa dan berpengaruh sangat nyata
(P<0,01) terhadap waktu koagulasi, serta tidak berpengaruh nyata (P<0,05) terhadap kekuatan gel.
Fermentasi menggunakan Saccharomyces cerevisiae pada level 6 % dapat mempertahankan kekuatan
gel, memperbaiki daya busa, stabilitas busa, dan waktu koagulasi telur infertil sisa hasil penetasan.
Kata Kunci : Telur infertil, Karakteristik Fungsional, Fermentasi, Saccharomyces cerevisiae.
107
Amaliah dkk, dkk
Telur infertil merupakan telur yang tidak Fermentasi pada telur infertil sisa hasil
dibuahi oleh pejantan sehingga tidak dapat penetasan menggunakan jenis ragi Saccharomyces
menetas dalan proses penetasan (Romanoff cerevisiae. Jenis ragi ini sangat mudah
dan Romanoff, 1945). Salah satu jenis telur digunakan karena sangat mudah ditumbuhkan,
yang dikategorikan sebagai telur infertil membutuhkan nutrisi yang sederhana, laju
adalah telur konsumsi yang umunya beredar pertumbuhan yang yang cepat, sangat stabil dan
dimasyarakat. Telur infertil yang berasal dari aman digunakan. Namun, penelitian fermentasi
industri penetasan, awalnya merupakan telur menggunakan Saccharomyces cerevisiae untuk
yang bertujuan untuk ditetaskan. Namun, telur meningkatkan nilai manfaat telur infertil belum
tersebut tidak terdeteksi sebagai telur infertil banyak dilakukan. Oleh karena itu, perlu
selama proses candling sehingga tetap melalui dilakukan penelitian mengenai peningkatan
proses pengeraman dalam mesin penetas. Telur karakteristik fungsional telur infertil sisa hasil
selanjutnya diafkirkan dari industri penetasan penetasan dengan menggunakan Saccharomyces
dan telah mengalami penurunan mutu akibat cerevisiae pada level yang berbeda.
proses pemanasan. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk
Jumlah telur infertil yang dihasilkan oleh mengetahui adanya pengaruh fermentasi
industri penetasan telur yang berskala besar menggunakan Saccharomyces cerevisiae pada level
cukup besar. Jumlah telur infertil pada industri yang berbeda terhadap karakteristik fungsional
penetasan dapat mencapai 26,7 % dari jumlah telur infertil sisa hasil penetasan. Kegunaan dari
keseluruhan telur yang ditetaskan pada mesin penelitian ini adalah sebagai bahan informasi
tetas (Mangalisu et al., 2015). Namun, harga telur ilmiah tentang karakteristik fungsional telur
infertil di pasaran sangatlah rendah, sehingga infertil sisa hasil penetasan serta menjadi
perlu dilakukan suatu upaya pengolahan untuk kajian awal untuk melihat pengaruh fermentasi
meningkatkan kualitas telur infertil tersebut terhadap telur infertil pada level yang berbeda.
(Almunifah, 2014).
Telur dapat mengalami mengalami
MATERI DAN METODE
penurunan sifat fungsional akibat penyimpanan
dan pemanasan (Murwani, 2012). Penyimpanan Bahan yang digunakan pada penelitian
telur dalam waktu yang cukup lama ini adalah telur infertil hasil penetasan, yang
dapat membuat pH telur meningkat yang berumur 18 hari dengan jumlah telur 60 butir,
mengakibatkan kestabilan busa menurun ragi roti berupa Saccharomyces cerevisiae dan
(Nahariah et al., 2012: Siregar et al., 2012). Oleh sukrosa 8%. Bahan pelengkap antara lain :
karena itu, pemanfaatan telur infertil memiliki alkohol, larutan klorin, formalin, larutan PK,
keterbatasan penggunaan sebagai bahan dalam aquades dan tissue.
pengolahan pangan lanjutan seperti pembuatan Adapun alat yang digunakan adalah gelas
sponge cake, kue kering, mayonnaise, ice cream ukur, botol fermentasi, mixer, stop watch, water
karena komponen putih telur dan kuning telur bath, kertas label, spoit, timbangan, termometer,
menyatu, namun pada pengolahan pangan masker dan sarung tangan.
lainnya yang tidak memerlukan pemisahan Penelitian ini menggunakan Rancangan
komponen telur (putih telur dan kuning telur), Acak Lengkap (RAL) dengan 4 perlakuan dan 3
telur tersebut layak digunakan. Salah satu kali ulangan (Gaspersz, 1991 ; Steel dan Torrie,
upaya untuk meningkatkan sifat fungsional 1991). Telur yang digunakan setiap ulangan
telur infertil agar tetap layak di gunakan sebagai adalah 5 butir. Perlakuan penelitian adalah
bahan baku dalam pengolahan pangan adalah level ragi Saccharomyces cerevisiae 0%,2%,4% dan
fermentasi. 6%. Parameter yang diamati adalah daya busa,
Fermentasi dimanfaatkan sebagai stabilitas busa, waktu koagulasi dan kekuatan
bahan fungsional yang baik untuk gel.
kesehatan, memudahkan penyerapan, untuk Prosedur penelitian yaitu : 1)Persiapan
memperpanjang masa simpan produk, dan telur, telur infertil hasil penatasan, dengan
salah satu metode untuk pengembangan jumlah 60 butir, 2)Pembersihan telur, Telur
produk (Nahariah et al., 2013). Proses fermentasi difumigasi dan dibersihkan dengan air panas
diharapkan mampu meningkatkan nilai pada suhu 70°C, larutan klorin dan alkohol 70
manfaat telur (Nahariah et al., 2010), khususnya %, 3)Telur dipecahkan kemudian diaduk,4)
peningkatan bahan baku dalam pengolahan Masukkan 100 ml sampel pada botol fermentasi,
pangan. 5) Penambahan sukrosa 8%, 6) Penambahan
108
JITP Vol. 5 No. 2, Januari 2017
Saccharomyces cerevisiae sesuai perlakuan, 7) masuknya udara dalam busa. Busa terbentuk
Proses fermentasi selama 2 jam. karena adanya udara yang terperangkap dalam
busa akibat proses pengocokan. Daya busa
adalah kemampuan dari telur untuk membentuk
HASIL DAN PEMBAHASAN
busa jika dilakukan pengocokan (Puspitasari,
Telur infertil sisa hasil industri penetasan 2006). Pengocokan tersebut akan menyebabkan
yang difermentasi menggunakan level ikatan-ikatan dalam molekul protein telur
ragi Saccharomyces cerevisiae yang berbeda terbuka sehingga rantai protein menjadi lebih
menunjukkan pengaruh yang nyata terhadap panjang dan dapat mengikat udara (Nahariah
terhadap karakteristik fungsional antara lain et al., 2012; Nasrawati ,2014).
daya busa, stabilitas busa, waktu koagulasi dan Nilai rataan pada penelitian ini
kekuatan gel. Hasil evaluasi daya busa dan menghasilkan daya busa sebesar 232,53%,
kekuatan gel disajikan pada Tabel 1. Evaluasi lebih rendah dibanding penelitian Nahariah et
stabilitas busa dan waktu koagulasi disajikan al.(2012) yang juga melakukan proses fermentasi
pada Gambar 1 dan 2. menggunakan ragi roti sebelum ditepungkan.
Daya busa putih telur yang dihasilkan adalah
Daya Busa 523,07%. Nilai daya busa yang diperoleh pada
penelitiaj ini juga lebih rendah dari Muchlis
Hasil analisis sidik ragam pada Tabel 1. (2015), yang melakukan penelitian pada telur
menunjukkan bahwa pemberian Saccharomyces infertil hasil afkir industri penetasan yang
cerevisiae pada level yang berbeda berpengaruh diberi level level karbohidrat yang berbeda dan
nyata (P<0,05) terhadap daya busa telur infertil menghasilkan daya busa yaitu 285,54%.
sisa hasil penetasan.
Persentase nilai daya busa telur infertil sisa Kekuatan Gel
hasil industri penetasan mengalami penurunan Hasil analisis sidik ragam pada Tabel 1.
seiring bertambahnya level Saccharomyces menunjukkan bahwa pemberian Saccharomyces
cerevisiae. Penambahan Saccharomyces cerevisiae cerevisiae pada level yang berbeda tidak
pada level 0% berbeda nyata terhadap pemberian berpengaruh nyata (P>0,05) terhadap kekuatan
pada level 2%, 4%, dan 6%. Terjadi penurunan gel pada telur infertil sisa hasil penetasan.
daya busa seiring dengan bertambahnya level Tabel 1 menunjukkan, penambahan ragi
Saccharomyces cerevisiae. Hal ini mengindikasi yang diberikan tidak memberikan konstribusi
bahwa penambahan Saccharomyces cerevisiae nyata terhadap perubahan kekuatan gel pada
pada level yang lebih tinggi dapat menurunkan telur infertil sisa hasil insutri penetasan. Artinya,
daya busa telur infertil. Hal ini kemungkinan berapapun level Saccharomyces cerevisiae yang
disebabkan oleh adanya proses fermentasi ditambahkan pada telur infertil sisa hasil
Saccharomyces cerevisiae pada telur. Proses penetasan tidak akan berpengaruh terhadap
fermentasi mengakibatkan adanya penguraian kekuatan gel. Hal ini kemungkinan disebabkan
gula menjadi karbondioksida dan air. Semakin karena kandungan air pada telur yang telah
banyak air dalam telur semakin sedikit busa fermentasi menggunakan Saccharomyces
yang terbentuk. Kondisi ini akan menghambat cerevisiae terlalu banyak sehingga pada saat
Tabel 1. Daya busa dan kekuatan gel pada telur infertil sisa
hasil penetasan yang difermentasi menggunakan
Saccharomyces cerevisiaepada level yang berbeda
Parameter
Level Ragi (%)
Daya Busa (%) Kekuatan Gel ((gr/cm2)
0 299,61±19,56a 0,25±0,43
4 203,80±40,68b 0,57±0,08
(P<0,05)
109
Amaliah dkk, dkk
proses pemanasan,air yang dihasilkan menguap level Saccharomyces cerevisiae pada telur infertil,
sehingga tekstur yang dibentuk menjadi padat. semakin memperbaiki kestabilan busa.
Kekuatan gel adalah kriteria yang sering Proses fermentasi oleh mikrobia akan
digunakan untuk mengevaluasi protein pangan. mengakibatkan degradasi makro molekul
Kualitas beberapa bahan pangan terutama protein menjadi molekul yang lebih kecil. Jumlah
tekstur dan mouthfeel ditentukan oleh kapasitas molekul yang lebih kecil akan menambah luasan
gel protein. permukaan sehingga ikatan antar molekul lebih
Nilai rataan kekuatan gel pada penelitian kuat dan stabil. Fungsi protein pada proses
ini adalah 0,46 gr/cm² lebih tinggi dibandingkan pembentukan busa adalah merupakan bahan
dengan penelitian Hintono et al. (2013) yang surface active yang dapat menstabilkan busa
menghasilkan kekuatan gel sebesar 0,23 gr/cm² (Chayati dan Ari, 2008 ; Ikeme, 2008). .
pada telur yang ditepungkan menggunakan Rataan total perlakuan pada penelitian ini
freeze drying. Kekuatan gel sangat dipengaruhi adalah 98,596%, jauh lebih tinggi dari penelitian
oleh adanya perubahan fase cair menjadi gel Muchlis (2015) yaitu 34,14% pada pemberian
( Bell dan Weaver, 2002). Proses fermentasi jenis karbohidrat pada telur infertil dan
dan pemanasan dapat merusak protein telur penelitian Nahariah et al (2012) pada produk
sehingga dapat memudahkan terjadinya tepung telur yaitu 64,43%.
ikatan antar molekul air dengan protein yang
mengakibatkan terjadinya proses gelatinasi Waktu Koagulasi
(Nahariah et al., 2012; Kusnandar, 2005)
Koagulasi disebut juga penggumpalan,
Stabilitas Busa yaitu perubahan struktur protein telur yang
mengakibatkan peningkatan kekentalan dan
Analisa sidik ragam menunjukkan bahwa hilangnya kelarutan atau disebut juga perubahan
pemberian Saccharomyces cerevisiae pada level bentuk dari cairan (sol) kebentuk padat ataupun
yang berbeda berpengaruh nyata ( P<0,05) semi padat (gel).
terhadap telur infertil sisa hasil penetasan. Analisis ragam menunjukkan bahwa
Gambar 1. menunjukkan bahwa pemberian Saccharomyces cerevisiae pada level
penambahan Saccharomyces cerevisiae pada level yang berbeda berpengaruh sangat nyata (P<0,01)
0% berbeda nyata dengan pemberian pada level terhadap waktu koagulasi telur infertil sisa hasil
2%, 4%, dan 6%. Terjadi peningkatan stabilitas penetasan.
busa seiring bertambahnya level Saccharomyces Gambar 2, menunjukkan bahwa semakin
cerevisiae. Nilai rataan stabilitas busa pada telur tinggi level pemberian Saccharomyces cerevisiae
infertil yang diberikan pemberian Saccharomyces pada telur infertil sisa hasil penetasan, maka
cerevisiae pada level 6% lebih tinggi dibanding semakin rendah waktu yang diperlukan untuk
level 0%, 2%, dan 4% yakni 99,135%. Hal ini berkoagulasi. Penambahan Saccharomyces
menunjukkan bahwa semakin tinggi pemberian
110
JITP Vol. 5 No. 2, Januari 2017
111
Amaliah dkk, dkk
Komunikasi Industri Peternakan Dalam Puspitasari, R. 2006. Sifat Fisik dan Fungsional
Rangka Mendukung Kemandirian Daging Tepung Putih Telur Ayam Ras Dengan Waktu
dan Susu Nasional. Hal: 488-496. Desugarisasi Berbeda. Skripsi. Program Studi
Teknologi Hasil Ternak. Fakultas Peternakan
Nahariah, E. Abustam dan R. Malaka. 2010.
IPB. Bogor.
Karakteristik fisikokimia tepung putih telur
hasil fermentasi Saccharomyces cerevisiae dan Romanoff, A. L. dan A. J. Romanoff. 1949. The
penambahan sukrosa pada putih telur segar. Avian Egg. John Wileyy and Sons. INC. New
Jurnal Ilmu dan Teknologi Peternakan. 1(1): York.
35-42.
Siregar, R, A. Hintono dan S. Mulyani. 2012.
Nahariah, E. Abustam dan R. Malaka. 2012. Sifat Perubahan sifat fungsional telur ayam ras
Fungsional Tepung Telur HasilFermentasi pasca pasteurisasi . Anim. Agriculture. J. I
Yeast Dan Penambahan Gula Pada Putih (12): 521-528.
Telur Ayam Ras. Prosiding Seminar Nasional
Stadelman, W. F. and O. J. Cotteril. 1995. Egg
Peternakan Berkelanjutan 4 : Inovasi
Science and Technology. 4 th Edition. Food
Agribisnis Peternakan Untuk Ketahanan
Products Press., An Imprint Of The Haworth
Pangan. Fakultas Peternakan Universitas
Press, Inc. New York.
Padjajaran. Bandung.
Stell, R. G. D and J. H. Torrie. 1991. Principle and
Nasrawati. 2014. Karakteristik Fungsional Tepung
Procedure Of Statistics. 2nd Ed. International
Telur Hasil Pengeringan Vakum-Freeze
Book Company. Tokyo.
Drying Pada Suhu Pengeringan Yang Berbeda.
Skripsi. Program Studi Peternakan. Sekolah Sudaryani. 2003. Kualitas Telur. Penebar Swadaya.
Tinggi Ilmu Pertanian Muhammadiyah Jakarta.
Sinjai.
Winarno, F. G. dan S. Koswara. 2002. Telur :
Nesheim, M. C., R. E. Austic and L. E. Card. Komposisi, Penanganan dan Pengolahannya.
1979.Poultry Production. Lea and Febiger, M – Brio Press. Bogor.
Philadelphia.
Nurtayi, T., M. Khamim, P. Harjosworo, dan
Sutarto. 2002. Sukses Menetaskan Telur.
Penebar Swadaya. Jakarta.
112
Animal Agriculture Journal, Vol. 1. No. 1, 2012, p 521 – 528
Online at : http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/aaj
ABSTRAK
ABSTRACT
albumin foam capacity were founded in dry pasteruzation method in the 3rd week,
with 373,33% in rate. The stabiliti of albumin foam have the real effect (P<0,05)
at storaget time, but there is no interaction this research. We can conclude that the
funcitional characteristic of pasteurization egg is not different with the fungtional
characteristic of egg without pasteurizatoin so secyre to consumen
PENDAHULUAN
Telur merupakan bahan pangan hasil ternak yang memiliki nilai gizi yang
cukup tinggi. Kandungan gizi yang cukup lengkap, menjadikan telur banyak
dikonsumsi dan diolah menjadi produk olahan lain. Telur yang biasa
dimanfaatkan adalah telur ayam dan telur itik. Telur ayam khususnya ayam ras
biasanya dikonsumsi sehari – hari dan digunakan untuk pengolahan pangan
misalnya pembuatan adonan kue, es cream dan mayones. Sebutir telur memiliki
kandungan protein yang berkualitas tinggi, lemak, vitamin, mineral dan kalori
rendah dan telur juga memiliki fungsi sebagai preparasi makanan yaitu sebagai
bahan pengembang (leaven), mengemulsi, mempertebal dan mengikat produk
makanan dan menambah warna (Hintono, 1995). Anatomi susunan telur (dari
dalam ke luar) adalah kuning telur (29%), putih telur (61,5%), kerabang telur
(9,5%) (Rumanoff dan Rumanoff, 1963 disitasi oleh Yuwanta, 2010). Proporsi
dan komposisi telur tergantung dari beberapa faktor antara lain umur ayam,
pakan, temperatur, genetik dan cara pemeliharaan (Yuwanta, 2010). Protein telur
mempunyai mutu tinggi karena memiliki susunan asam amino esensial yang
lengkap sehingga dijadikan patokan untuk menentukan mutu protein dari bahan
pangan yang lainnya. Selain itu telur juga merupakan bahan pangan yang lengkap
gizinya dan bersifat serbaguna karena dapat dimanfaatkan untuk berbagai
keperluan (Sudaryani, 2003).
Sifat fungsional adalah sifat – sifat yang terdapat pada telur selain sifat
gizinya yang berperan dalam proses pengolahan. Sifat fisik dan kimia protein
sangat berperan dalam menentukan sifat fungsional telur. Oleh karena itu
terjadinya perubahan terhadap sifat fisik dan kimia protein telur juga akan
Animal Agriculture Journal, Vol. 1. No. 1, 2012, halaman 523
Telur ayam ras umur 1 hari disimpan pada suhu ruang selama 7 hari untuk
menghilangkan kutikula sebelum diberi perlakuan. Telur yang sudah disimpan
kemudian dilakukan pasteurisasi basah dan kering. Pasteurisasi basah dilakukan
dengan cara memasukkan telur ke dalam waterbath pada suhu 630C selama 3
menit dan pasteurisasi kering dilakukan dengan menggunakan inkubator pada
suhu 700C selama 60 menit, kemudian telur ditiriskan, diletakkan pada egg tray
dan dilakukan penyimpanan kembali. Penyimpanan telur dilakukan pada suhu
ruang dan diuji setiap minggunya pada setiap perlakuan.
Animal Agriculture Journal, Vol. 1. No. 1, 2012, halaman 524
Pengujian stabilitas emulsi dilakukan dengan cara kuning telur 18 ml, cuka
apel 15 ml, minyak kelapa 108 ml diukur. Kuning telur dan cuka apel dicampur
lalu dikocok dengan mixer pada kecepatan maximum, sehingga membentuk suatu
tekstur yang lembut kemudian dicampurkan minyak kelapa 1 sendok teh,
ditambahkan dalam waktu bersamaan hingga terbentuk suatu emulsi. Campuran
adonan dipindahkan ke tempat yang lebih kecil dan ditutup selama 48 jam.
Setelah 48 jam, adonan dipindahkan ke dalam tabung sentrifuge dan diputar
selama 15 menit dengan kecepatan 3000 rpm, kemudian minyak yang terpisah
diambil dengan menggunakan pipet ukur atau alat suntik dan diukur volume
minyak tersebut Taylor dan Bigbee (1973) yang disitasi oleh Utomo (2010).
Pengujian daya buih putih telur diukur dengan cara 100 ml (V1) putih telur
dikocok dengan mixer dalam wadah plastik yang berskala selama 90 detik pada
kecepatan sedang dan 90 detik pada kecepatan tinggi, kemudian mixer diangkat
dan dilihat volume buihnya dari skala pada wadah ukur palstik (V2). Daya buih
dapat diukur dengan rumus:
Keterangan:
V1 = Volume awal
V2= Volume buih yang terbentuk setelah dikocok
Pengujian stabilitas buih telur diukur dengan cara sebanyak 100 ml
dimasukkan ke dalam wadah dan dikocok dengan mixer dengan kecepatan tinggi
selama 5 menit dan ditunggu selama 60 menit dalam suhu ruang. Setelah 60
menit, cairan yang telah terpisah dengan buih dituangkan dalam gelas ukur
kemudian dicatat volumenya. Besar volume cairan yang terpisah dengan buih tadi
menandakan stabilitas buih putih telur. Stabilitas buih putih telur semakin rendah
ditandai dengan semakin besarnya volume cairan yang dihasilkan.
Animal Agriculture Journal, Vol. 1. No. 1, 2012, halaman 525
Tabel 1. Stabilitas Emulsi Kuning Telur dengan Metode Pasteurisasi dan Lama
Penyimpanan yang Berbeda
Lama Penyimpana
Metode Rerata
1 minggu 2 minggu 3 minggu 4 minggu
------------------------------ ml ---------------------------------
P0 0,47 0,87 0,82 0,65 0,70
P1 0,46 0,74 0,87 0,75 0,70
P2 0,65 0,75 0,81 0,72 0,73
a bc c b
Rerata 0,53 0,79 0,83 0,71 0,71
Keterangan: Rerata dengan superskrip yang berbeda menunjukan perbedaan nyata (P<0,05)
P0 = Telur tanpa pasteurisasi
P1 = Telur Pasteurisasi basah
P2 = Telur pasteurisasi kering
lama penyimpanan pada telur maka semakin meningkat daya buih putih telur
hingga minggu ke-3, sedangkan pada minggu ke-4 daya buih putih telur
cenderung mengalami penurunan terutama pada telur yang dipasteurisasi basah.
Daya buih tertinggi diperoleh pada metode pasteurisasi kering pada lama
penyimpanan minggu ke-3 yaitu dengan rata – rata 373,33 %. Hal ini terjadi
karena adanya penguapan CO2 dan H2O yang tinggi sehingga mempegaruhi pH
putih telur menjadi pH 9,40. Keadaan pH tersebut menyebabkan terpecahnya
serabut ovomusin sebagai pengikat bahan cair putih telur, sehingga dapat
memperbesar volume daya buih. Hal ini sesuai dengan pendapat Winarno dan
Koswara (2002) bahwa pH optimum untuk membentuk busa paling baik yaitu pH
6,5 – 9,5. Daya buih terendah terjadi pada telur pasteurisasi basah pada
penyimpanan mimggu ke-4 yaitu dengan nilai 220%. Umur telur yang semakin
lama maka daya buih yang dihasilkan semakin baik. Hal ini dikarenakan
terjadinya ikatan kompleks ovomucin-lysozime. Hal ini sesuai dengan pendapat
Stadelman dan Cotterill (1995) bahwa dengan makin lamanya umur telur
mengakibatkan terjadinya ikatan ovomucin-lysoziem yang menyebabkan putih
telur semakin encer. Pengocokan putih telur encer akan menghasilkan volume
daya buih yang tinggi.
Tabel 3. Daya Buih Putih Telur Kuning Telur dengan Metode Pasteurisasi dan
Lama Penyimpanan yang Berbeda
Lama Penyimpanan
Metode Rerata
1 Minggu 2 Minggu 3 Minggu 4 Minggu
------------------------------------- % -------------------------------------
P0 219,51e 299,39b 305,53ab 293,24c 279,42
d ab ab f
P1 247,16 305,53 311,67 194,93 264,82
P2 249,61d 310,39ab 330,25a 330,11ab 305,09
Rerata 238,76 305,10 315,82 272,76 283,11
Keterangan: Rerata dengan superskrip yang berbeda menunjukan perbedaan nyata (P<0,05)
Stabilitas buih telur merupakan kebalikan dari daya buih telur. Semakin
lama umur telur maka stabilitas buih telur semakin rendah, dikarenakan ovomucin
yang berperan pada telur segar sebagai protein pengikat air sudah lemah sehingga
kestabilan buih telur rendah. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Syamsuri
(2000) bahwa kestabilan buih tinggi pada penyimpanan minggu ke-0. Hal ini
terjadi karena ovomusin sebagai protein pengikat air masih kuat sehingga
kestabilan buihnya tinggi (volume yang dihasilkan sedikit). Pada minggu ke-2
sampai minggu ke-6 mengalami penurunan karena putih telur mengalami
denaturasi. Pada protein putih telur telah terjadi perubahan emulsi, lapisan dalam
bersifat hidrofobik berbalik keluar (interaksi hidrophobik), sehingga banyak air
yang tidak terikat lagi oleh protein.
Tabel 4. Stabilitas Buih Putih Telur Kuning Telur dengan Metode Pasteurisasi dan
Lama Penyimpanan yang Berbeda
Lama Penyimpanan
Metode Rerata
1 Minggu 2 Minggu 3 Minggu 4 Minggu
----------------------------------- ml ------------------------------------
P0 62,61 64,46 61,41 68,13 64,24
P1 64,14 58,95 62,49 69,09 63,67
P2 59,91 66,26 64,58 72,92 65,92
a a a b
Rerata 62,22 63,34 62,82 70,04 64,61
Keterangan: Rerata dengan superskrip yang berbeda menunjukan perbedaan nyata (P<0,05)
P0 = Telur tanpa pasteurisasi
P1 = Telur Pasteurisasi basah
P2 = Telur pasteurisasi kering
Hal ini ditandai dengan banyaknya volume tirisan. Pada minggu ke-4
kestabilan buih meningkat lagi karena telah terjadi pengurangan jumlah air akibat
penguapan terus menerus. Semakin lama penyimpanan atau umur telur
mengakibatkan pH telur semakin meningkat sampai pH 9. Dari hasil pengujian
pH didapatkan sebagai berikut minggu ke-1 nilai pH 9,24, minggu ke-2 nilai pH
9,42, minggu ke-3 nilai pH 9,40 dan minggu ke-4 nilai pH 9,41. Hal ini dapat
mengakibatkan adanya interaksi antara ovomucin dan lysozime yang
menyebabkan putih telur menjadi encer. Encernya putih telur mengakibatkan
Animal Agriculture Journal, Vol. 1. No. 1, 2012, halaman 528
stabilitas buihnya semakin menurun. Hal ini sesuai dengan pendapat Celly (1986)
yang disitasi oleh Winarti (2005) bahwa beberapa protein putih telur dapat
membentuk busa paling baik pada pH sekitar 6,5 – 9,5 dan hal ini berbanding
terbalik dengan stabilitas buih putih telur.
KESIMPULAN
DAFTAR PUSTAKA
Hintono, A. 1995. Dasar – Dasar Ilmu Telur. Fakultas Peternakan. Universitas
Diponegoro. Semarang.
Stadelmen, W. J. and O.J. Cotterill. 1973. Egg Science and Technology. The Avi
Publishing Company. Inc. Wesport, USA.
Sudaryani, T. 1996. Kualitas Telur. Penebar Swadaya. Tangerang.
Surono, H. 2006. Daya dan Kestabilan Buih Telur Itik Tegal dengan Penambahan
Asam Asetat pada Umur yang Berbeda. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
(Skripsi Sarjana Peternakan)
Syamsuri. 2000. Daya dan Kestabilan Buih Telur Ayam Ras dengan Pelapisan
Lilin Lebah (Bees wax) pada Lama Penyimpanan yang Berbeda. Institut
Pertanian Bogor. Bogor. (Skripsi Sarjana Peternakan)
Utomo, D. W. 2010. Sifat Fisikomia Telur Ayam Ras yang Dilapisi dengan Lidah
Buaya (Aloe vera) Selama Penyimpanan. Universitas Diponegoro.
Semarang. (Skripsi Sarjana Peternakan)
Wathoni, N. B. Soebagio dan T. Rusdiana. 2007. Efektivitas Lecithin Sebagai
Emulgator dalam sediaan Emulsi Minyak Ikan. Fakultas Farmasi,
Universitas Padjajaran. Jatinagor. Farmaka Vol. 5 No. 2, Agustus 2007.
Winarno, F. G dan S. Koswara. 2002. Telur: Komposisi, Penanganan Dan
Pengolahannya. M – Brio Press. Bogor.
Winarti, E dan Trianini. 2005. Peluang Telur Infertil pada Usaha Penetasan Telur
Itik sebagai Telur Konsumsi. Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan
Veteriner.
Yuwanta, T. 2010. Telur dan Kualitas Telur. Gadjah Mada University Press.
Yogyakarta
Jurnal Ilmiah Peternakan Terpadu Vol. 5(1): 1 - 7,Maret 2017 Riawan et. al.
The Effect Of Moringa Leaf Solution On Interior Quality Of Egg Laying Hens
ABSTRACT
The purpose of this research was to find out interior quality of egg laying hens which immersion
with moringa leaf solution and to find out the best moringa leaf solution. This research carried out on
August 14--September 13, 2016 housed in the Laboratory Animal Production and Reproduction,
Department of Animal Husbandry, Faculty of Agriculture, University of Lampung. The material of
research used 72 eggs laying hens strain isa brown from layer of 60 weeks old with the average weight
63,0±1,51 gram and coefficient of variation 2,40%. This research used a Completely Randomized Design
with 4 treatments and 6 repetition. The treatments of research consists of immersion egg used moringa
leaf solution 0% (w/v), 10% (w/v), 20% (w/v), and 30% (w/v). Analyzed data observation used variance
with 5% trust level and continued with Least Significant Different test. The result showed that immersion
egg with moringa leaf solution significant effect (P<0,05) increase albumin index and the haugh unit, and
not significant effect (P>0,05) to yolk index and percentage egg weight lo. Concentration 30% of
immersion moringa leaf solution to give the best treatment to interior quality of egg laying hens.
Keywords : Albumin Index Moringa Leaf, Percentage Egg Weight Lost, Yolk Index, Haugh Unit.
1
Jurnal Ilmiah Peternakan Terpadu Vol. 5(1): 1 - 7,Maret 2017 Riawan et. al.
MATERI DAN METODE Mengambil daun kelor yang Telur ayam ras
sudah tua berwarna hijau tua
Materi
Penelitian ini dilaksanakan pada menyeleksi telur,
Membersihkan daun kelor membersihkan, dan
14 Agustus--13 September 2016, menimbang telur
di Laboratorium Produksi dan Reproduksi
Ternak, Jurusan Peternakan, Fakultas Menimbang daun kelor : 0,3
Merendam telur selama
kg, 0,6 kg, dan 0,9 kg
Pertanian, Universitas Lampung. Bahan yang 1 hari
digunakan adalah 72 butir telur ayam ras dari
strain isa brown yang berumur 60 minggu, Mencacah daun kelor Meniriskan telur di egg
daun kelor, dan air. Telur yang diseleksi tray
berwarna cokelat, bersih, utuh, tidak retak, Merendam daun kelor ke dalam
air sebanyak 3 liter sesuai
tekstur halus, dan berbentuk oval. Bobot telur perlakuan Menyimpan telur pada
yang digunakan rata-rata 63,0 ±1,51 g/butir suhu ruang selama 30
hari
dengan koefisien varian sebesar 2,4%. Menyimpan di dalam kulkas
Alat yang digunakan dalam penelitian selama 1 hari
Setelah 30hari,
adalah alat tulis untuk mencatat data, egg tray,
melakukan
timbangan digital dengan tingkat ketelitian 0,1 Menyaring airnya untuk penimbangan berat
g; jangka sorong dengan tingkat ketelitian 0,05 menghilangkan ampasnya. telur
mm; meja kaca; pisau, thermohygrometer;
kantong plastik berukuran 15 x 30 cm; botol Mengukur tinggi albumen, diameter albumen, tinggi yolk,dan
plastik kapasitas 1,5 liter; dan refrigerator. lebar yolk
2
Jurnal Ilmiah Peternakan Terpadu Vol. 5(1): 1 - 7,Maret 2017 Riawan et. al.
Tabel 1. Rata-rata indeks putih telur ayam sel bakteri dapat menyebabkan kematian. Hal
ras tiap perlakuan ini sesuai pendapat Naiborhu (2002), tanin
Ulanga Perlakuan pada daun kelor berperan sebagai
n P0 P1 P2 P3 pendenaturasi protein serta proses pencernaan
1 0,0194 0,0189 0,0393 0,0252 bakteri. Mekanisme kerjanya dalam
2 0,0222 0,0233 0,0283 0,0251 menghambat bakteri dilakukan dengan cara
3 0,0164 0,0200 0,0208 0,0278 mendenaturasi protein dan merusak membran
4 0,0203 0,0378 0,0261 0,0339 sel bakteri. Terjadinya kerusakan pada
5 0,0203 0,0256 0,0311 0,0264 membran sel mengakibatkan terhambatnya
6 0,0163 0,0324 0,0233 0,0347 aktivitas dan biosintesa enzim-enzim spesifik
Rata- 0,0191 0,0263 0,0281 0,0288 yang diperlukan dalam reaksi metabolisme dan
a b b b kondisi ini yang akhirnya menyebabkan
rata
Keterangan : Nilai dengan huruf superscript kematian pada bakteri.
yang berbeda pada baris yang Indeks putih telur dipengaruhi oleh lama
sama menunjukkan pengaruh penyimpanan, peningkatan pH akibat
perendaman telur menggunakan penguapan CO2, dan kerusakan serabut
larutan daun kelor berbeda nyata ovomucin. Menurut Koswara (2009), indeks
(P<0,05) berdasarkan uji BNT. puith telur menurun selama penyimpanan,
karena pemecahan ovomucin yang dipercepat
Perendaman telur menggunakan larutan oleh naiknya pH. Pemberian larutan daun
daun kelor memberikan nilai indeks putih telur kelor dapat memperbaiki indeks putih telur.
yang lebih baik dibandingkan dengan Hal ini disebabkan oleh larutan daun kelor
perlakuan P0 (0,0191). Tampak bahwa bila dapat memperlambat penguapan air dan gas
dibandingkan dengan perlakuan P0 maka CO2 melalui pori-pori kerabang sehingga pH
perlakuan P3 (0,0288) memberikan indeks telur dapat dipertahankan. Penguapan CO2
putih telur tertinggi daripada perlakuan P1 menyebabkan pH telur menjadi meningkat.
(0,0263) dan P2 (0,0281). Fakta ini Menurut Kurtini et al. (2014), putih telur
menunjukkan bahwa perlakuan perendaman sebagian besar mengandung unsur anorganik
telur menggunakan larutan daun kelor dengan natrium dan kalium bikarbonat, saat terjadi
konsentrasi 10%, 20%, dan 30% memberikan penguapan CO2 selama penyimpanan maka
pengaruh terhadap peningkatan indeks putih putih telur menjadi alkalis yang berakibat pH
telur. Hal ini diduga disebabkan oleh bahan putih telur meningkat.
penyamak (tanin) yang terkandung di dalam Penyimpanan telur selama 30 hari pada
daun kelor menutup pori-pori kerabang telur penelitian ini menunjukkan indeks putih telur
sehingga gas CO2 dapat dihambat keluar dan menurun. Indeks putih telur segar berkisar
menghambat mikroba masuk ke dalam telur. antara 0,134--0,175 (BSN, 2008). Menurut
Tanin bereaksi dengan protein yang terdapat Kurtini et al. (2014), dengan bertambahnya
pada permukaan kerabang telur dan lama penyimpanan maka tinggi lapisan kental
membentuk lapisan yang bersifat impermeable putih telur akan menurun. Penurunan
terhadap gas. Grafik rata-rata indeks putih kekentalan putih telur terutama disebabkan
telur dapat dilihat pada Gambar 2 oleh terjadi perubahan struktur gelnya akibat
adanya kerusakan fisikokimia dari serabut
0,03 ovomucin yang menyebabkan keluarnya air
dari jala-jala yang telah dibentuknya.
0,02
Rata-rata Pengaruh Perlakuan terhadap Indeks
indeks putih
0,01 Kuning Telur
telur
Rata-rata nilai indeks kuning telur ayam
0 ras hasil penelitian sebesar 0,1415--0,1791.
P0 P1 P2 P3 Rata-rata indeks kuning telur dari masing-
masing perlakuan dapat dilihat pada Tabel 2.
Gambar 2. Grafik rata-rata indeks putih telur Hasil analisis ragam menunjukkan
bahwa perlakuan perendaman telur
Tanin dan saponin dalam daun kelor menggunakan larutan daun kelor tidak
bersifat antimikroba. Tanin dapat membunuh berpengaruh nyata (P<0,05) terhadap indeks
bakteri pada kerabang telur dengan cara kuning telur. Hal ini menunjukkan bahwa
merusak dinding sel bakteri dan mendenaturasi perlakuan perendaman telur menggunakan
protein pada bakteri. Kerusakan pada dinding larutan daun kelor dengan konsentrasi 10%,
3
Jurnal Ilmiah Peternakan Terpadu Vol. 5(1): 1 - 7,Maret 2017 Riawan et. al.
20%, dan 30% memberikan nilai indeks kuning Semakin lama penyimpanan maka
telur yang relatif sama. kualitas yolk juga akan menurun karena
semakin lemahnya serabut ovumucin yang
Tabel 2. Rata-rata indeks kuning telur ayam dipengaruhi kenaikan pH sehingga membran
ras tiap perlakuan vitelin menjadi kurang elastis. Hal ini sesuai
pendapat Kurtini et al. (2014) yang
Perlakuan menyatakan bahwa selama penyimpanan,
Ulangan
P0 P1 P2 P3 membran vitelin mudah pecah karena
1 0,1587 0,1401 0,2107 0,2133 kehilangan kekuatan dan menurunnya
2 0,1495 0,1641 0,1731 0,2170 elastisitas sehingga indeks kuning telur turun.
3 0,1280 0,1084 0,1444 0,1461 Hal tersebut akibat terjadinya migrasi air ke
4 0,1565 0,2017 0,1812 0,2050 kuning telur.
5 0,1204 0,1439 0,1523 0,1623
6 0,1359 0,1742 0,1332 0,1310 Pengaruh Perlakuan terhadap Haugh Unit
Rata- Rata-rata nilai haugh unit telur ayam ras
0,1415 0,1554 0,1658 0,1791 hasil penelitian sebesar 37,35--51,23. Rata-rata
rata
haugh unit dari masing-masing perlakuan dapat
Transfer air ke dalam kuning telur dilihat pada Tabel 3.
menyebabkan elastisitas membran vitelin
berkurang sehingga tinggi kuning telur Tabel 3. Rata-rata nilai haugh unit telur
menurun. Perlakuan daun kelor yang diberikan
terhadap telur belum memberikan pengaruh Perlakuan
Ulangan
nyata terhadap indeks kuning telur. P0 P1 P2 P3
Kandungan tanin dalam daun kelor sampai 1 40,48 33,92 60,08 45,57
dosis 30% diduga belum dapat menghambat 2 43,80 39,13 52,96 46,43
laju atau proses transfer air dari putih telur ke 3 32,61 40,12 38,11 44,04
kuning telur. Tanin yang terdapat dalam daun 4 40,24 51,97 46,97 60,00
kelor belum dapat mencegah penguapan air dan 5 36,44 42,20 53,18 51,06
gas CO2, NH3, N2, dan H2S dengan sempurna 6 30,55 49,07 42,79 60,27
sehingga menyebabkan terjadinya migrasi air Rata- a a b
37,35 42,73 49,02 51,23b
dari putih telur ke kuning telur. Hal ini rata
menyebabkan volume kuning telur bertambah ayam ras tiap perlakuan
dan mengurangi permeabilitas vitelin. Menurut Keterangan : Nilai dengan huruf superscrip
Sirait (1986), hal ini terjadi karena perbedaan yang berbeda pada baris yang sama
tekanan osmosis akibat adanya proses menunjukkan pengaruh perendaman
evaporasi air dari bagian albumen. Adanya telur menggunakan larutan daun
perbedaan tekanan tersebut menyebabkan kelor berbeda nyata (P<0.05)
terjadinya aliran air secara terus-menerus dari berdasarkan uji BNT.
bagian albumen ke bagian yolk melewati
vitelin. Proses tersebut menyebabkan Hasil analisis ragam menunjukkan
penurunan elastisitas membran vitelin dengan bahwa perlakuan perendaman telur
membesarnya bagian yolk. Grafik rata-rata menggunakan larutan daun kelor berpengaruh
indeks kuning telur dapat dilihat pada Gambar nyata (P<0,05) terhadap nilai haugh unit. Hasil
3. uji lanjut Beda Nyata Terkecil (BNT)
menunjukkan bahwa perendaman telur
0,2 menggunakan larutan daun kelor berbeda nyata
(P<0,05) pada konsentrasi 20% dan 30%.
0,15 Akan tetapi, belum menunjukkan perbedaan
Rata-rata pada konsentrasi 10%. Grafik rata-rata haugh
0,1
indeks unit dapat dilihat pada Gambar 4.
0,05 kuning telur
0
P0 P1 P2 P3
4
Jurnal Ilmiah Peternakan Terpadu Vol. 5(1): 1 - 7,Maret 2017 Riawan et. al.
5
Jurnal Ilmiah Peternakan Terpadu Vol. 5(1): 1 - 7,Maret 2017 Riawan et. al.
Haryoto (1993), telur dapat mengalami 2. Konsentrasi larutan daun kelor 30%
kerusakan fisik maupun kerusakan yang memberikan pengaruh terbaik terhadap
disebabkan oleh pertumbuhan bakteri. Bakteri indeks putih telur dan haugh unit telur
dapat masuk ke dalam telur melalui pori-pori ayam ras.
yang terdapat pada kulit telur, baik melalui air,
udara, maupun kotoran ayam. Sedangkan Saran
menurut Winarno (2002), jumlah bakteri dalam Perlu adanya penelitian lebih lanjut
telur makin meningkat sejalan dengan lamanya mengenai perendaman telur menggunakan
penyimpanan. Bakteri akan mendegradasi dan larutan daun kelor dengan konsentrasi lebih
menghancurkan senyawa-senyawa yang ada di dari 30% pada lama simpan yang berbeda.
dalam telur menjadi senyawa berbau khas yang
mencirikan kerusakan telur. DAFTAR PUSTAKA
6
Jurnal Ilmiah Peternakan Terpadu Vol. 5(1): 1 - 7,Maret 2017 Riawan et. al.
7
Majalah Aplikasi Ipteks NGAYAH Volume 7, Nomor1,Juli 2016 ISSN : 2087-118X
Ringkasan Eksekutif
Kebutuhan telur asin di Makassar semakin meningkat seiring dengan banyaknya permintaan
masyarakat terhadap telur yang digunakan sebagai sumber pangan yang praktis, bergizi dan
higienis. Program IbM ini bertujuan untuk meningkatkan kemampuan masyarakat di Makassar
PHODOXL PLWUD \DQJ WHUSLOLK 8VDKD 7HOXU $VLQ 6\DNLU ³%´ GDQ 8VDKD 7HOXU $VLQ 1DG\D GDODP
mengolah telur asin menjadi lebih baik dan tahan lama, serta dengan penganekaragaman
rasa/aroma.Metode pendekatan untuk menyelesaikan persoalan tersebut adalah perpaduan
penggunaan peralatan produksi yang lebih baik dan memadai dengan hasil pengolahan telur asin
aneka rasa serta melakukan pembinaan manajemen pada kedua mitra.Hasil pelaksanaan kegiatan
IbM Usaha Telur Asin di Makassar ini adalah: mitra sudah dapat menggunakan egg candling dan
peralatan produksi lainnya yang lebih memadai; mitra telah mampu mengolah telur asin rasa asin,
telur asin rasa bawang, dan telur asin rasa pedas; mitra juga telah mendapatkan pelatihan tentang
penguatan jiwa entrepreneurship, peningkatan kemampuan pengelolaan usaha serta pembenahan
administasi pembukuan dan keuangan; serta telah melakukan pendampingan dan pembinaan
produksi dan manajemen produksi.Program IbM ini telah mampu: (1) Meningkatkan jumlah
produksi kedua mitra, (2) Meningkatkan kualitas produksi telur asin, (3) Mitra dapat memproduksi
3 rasa telur asin yaitu ras asin, rasa, bawang dan rasa pedas, (4) Terjadinya alih teknologi pada
proses produksi telur asin, (5) Peningkatan pengetahuan tentang pengawetan telur itik, (6) Terjalin
hubungan kerjasama mitra dengan pedagang lain maupun retail yang ada di Makassar.
Executive Summary
Salted egg needs in Makassar has increased along with the number of requests of the
community towards the eggs that are used as a source of practical food, nutritious and hygienic.
IbM's program aims to increase the community's ability in Makassar through selected partners
(Salted Egg Businesses Syakir "B" Salty Egg Venture and Nadya) in processing salted eggs be
better and durable, as well as with all flavor. The method of the approach to resolving the issue is
to blend the use of better production equipment and adequate processing salted eggs with the
results of a variety of flavors as well as do the construction management on both partners.The
results of the implementation of the activities of the Salted Egg Businesses IbM in Makassar are:
partners are already able to use egg candling and other production equipment more adequate; the
partners have been able to cultivate a salted egg saltiness taste salted eggs, onions, and spicy salted
eggs; the partners have also received training on strengthening the soul of entrepreneurship,
business management capacity and improving the accounting and financial administasi; and have
done the mentoring and coaching of production and production management.This IbM program has
been able to: (1) increase the number of production of both partners, (2) improving the quality of
salted egg production, (3) partners can produce salted eggs taste 3 i.e. race, flavor, onions and a
spicy flavor, (4) occurrence of technology transfer in the process of production of eggs, salt (5)
Increased knowledge of preservation of duck eggs, (6) the Intertwined relationship of cooperation
partners with other traders or retailers that are in Makassar.
91
Majalah Aplikasi Ipteks NGAYAH Volume 7, Nomor1,Juli 2016 ISSN : 2087-118X
asin dengan 3 (tiga) rasa/aroma yaitu telur melakukan pembinaan dan pendampingan
asin rasa asin, telur asin rasa bawang, dan terhadap mitra dalam produksi dan pemasaran
telur asin rasa pedas. Sedangkan untuk telur asin yang diproduksi.
permasalahan manajemen, diprioritaskan pada Hasil pelaksanaan kegiatan ini
penguatan jiwa entrepreneurship, diharapkan dapat memberi manfaat terhadap
peningkatan kemampuan pengelolaan usaha peningkatan produksi telur asin dengan
dan pembenahan administasi pembukuan dan kualitas yang lebih baik dari sebelumnya.
keuangan. Selain itu, diharapkan juga bisa
Diverisifikasi produk olahan telur itik mengembangkan usahanya dengan
dalam hal ini telur asin telah dilakukan di memproduksi telur asin rasa bawang dan rasa
Makassar, melalui program Ipteks bagi pedas.
Masyarakat (IbM) Direktorat Penelitian dan
Pengabdian kepada Masyarakat (Dit. B. SUMBER INSPIRASI
Litabmas) Pendidikan Tinggi (Dikti)
Kemdikbud Tahun Anggaran 2014. Kegiatan Mitra pada program IbM ini adalah usaha
tersebut meliputi upaya diverisifikasi produk WHOXU DVLQ 6\DNLU ³%´ VHODNX PLWUD SHUWDPD
olahan telur itik yang dilaksanakan dalam GDQ XVDKD WHOXU DVLQ ³1DG\D´ VHODNX PLWUD
bentuk pelatihan dan pendampingan proses kedua. Kedua mitra ini telah melakukan
produksi, introduksi peralatan egg candling, produksi telur asin rasa asin.
serta pembinaan pemasaran. 8VDKD WHOXU DVLQ 6\DNLU ³%´ DGDODK VDODK
Permasalahan produksi mitra diantaranya satu usaha pengasinan telur itik dengan rasa
adalah: seleksi telur masih menggunakan asin yang terletak di Jalan Kangkung No. 39
lampu biasa, pembuatan adonan belum Kelurahan Tompo Balang Kecamatan
tetap/tidak sesuai takaran (belum menetapkan Bontoala Kota Makassar. Diawal memulai
perbandingan yang sesuai aturan pengawetan usaha hanya dengan jual beli telur ayam ras,
telur), proses pengasinan yang kurang tepat, telur ayam kampung dan telur itik yang
telur asin tidak bertahan lama, belum dilakukan di dalam pasar Terong. Usaha
mengetahui cara pengasinan telur dengan Syakir Basa semakin berkembang seiring
rasa/aroma lain, lay out usaha belum sesuai dengan kebutuhan telur di Makassar yang
aturan, jumlah produksi 48.000 butir/bulan semakin meningkat. Untuk itu Syakir Basa
(mitra 1) sedangkan mitra 2 jumlah produksi mengembangkan usahanya dengan membuka
2.400 butir/bulan. tempat usaha yang lebih besar di wilayah
Permasalahan manajemen mitra adalah: bagian luar pasar Terong. Ditengah
Kurangnya pengetahuan tentang cara perkembangannya, diantara ketiga jenis
penanganan telur itik, kurangnya pengetahuan usahanya ternyata permintaan telur itik yang
tentang cara pengolahan telur asin, belum lebih tinggi karena ternyata telur itik memiliki
mengetahui penggunaan alat egg candling, kegunaan yang sangat banyak. Hal ini sesuai
pengelolaan administrasi pembukuan dan dengan pernyataan (Anonim dalam
keuangan masih sangat sederhana, strategi AgroMedia, 2011) bahwa siapa yang tidak
pemasaran belum baik, belum ada plant lay tahu telur itik atau lebih dikenal dengan telur
out. bebek selain dikonsumsi sebagai telur asin,
Pelaksanaan kegiatan ini bertujuan untuk telur bebek juga dikonsumsi dalam bermacam
memperkenalkan penggunaan egg candling, bentuk seperti martabak telur, campuran
melakukan pengolahan telur asin aneka rasa jamu, perusahaan kue dan roti, serta industri
(rasa asin, rasa bawang, dan rasa pedas), kosmetik dan farmasi. Karena itu, pasar akan
92
Majalah Aplikasi Ipteks NGAYAH Volume 7, Nomor1,Juli 2016 ISSN : 2087-118X
selalu membutuhkan pasokan telur itik. pengolahan yang kurang tepat yaitu
Bahkan harga telur bebek atau itik di pasaran pembuatan adonan dan proses pengasinan
selalu lebih tinggi dibandingkan harga telur yang kurang tepat, serta adanya permintaan
ayam. telur asin dengan rasa lain selain rasa asin.
Menyikapi hal tersebut, untuk menambah Selain permasalahan produksi, terdapat juga
nilai dan manfaat dari telur itik tersebut maka permasalahan dibidang manajemen yakni
Syakir Basa mencoba untuk menambah jenis administrasi pembukuan dan keuangan masih
usahanya dengan melakukan produksi telur sangat sederhana, serta tidak memiliki
asin. Untuk itu, pada tahun 2007, Syakir Basa manajemen produksi yang baik.
memulai usaha telur asin rasa asin dengan Mitra kedua adalah usaha telur asin
PHUN 7HOXU $VLQ 6\DNLU ³%´ &DUD \DQJ Nadya yang terletak di jalan Dg. Tata
dilakukan dalam membuat telur asin adalah Kompleks Pasar Hartaco Kelurahan Parang
dengan menggunakan bahan garam dan abu Tambung Kecamatan Tamalate Kota
gosok atau abu dari industri tembakau, Makassar. Usaha telur asin Nadya dipimpin
dengan lama pengasinan 7 hari. oleh bapak Burhanuddin Alwi, dimulai sejak
'LDZDO XVDKD WHOXU DVLQ 6\DNLU ³%´ KDQ\D tahun 2011. Usaha ini dilatarbelakangi oleh
mengasinkan telur rata-rata 60 butir/hari atau tingginya permintaan masyarakat di sekitar
420 butir/minggu yang dikerjakan oleh 2 tempat tinggal bapak Burhanuddin Alwi
(dua) orang yaitu Syakir Basa dan istrinya terhadap telur asin. Melihat peluang ini,
dengan peralatan yang sederhana. Wilayah bapak Burhanuddin Alwi mencoba untuk
pemasaran telur asin tersebut hanya di dalam memproduksi telur asin. Dengan kemampuan
pasar Terong. Karena permintaan semakin cara pengolahan telur asin yang seadanya
meningkat, akhirnya sekarang ini telur yang serta dengan peralatan yang sederhana, maka
diasinkan rata-rata 12.000 butir/minggu. bapak Burhanuddin Alwi beserta istrinya
Orang yang dipekerjakan pun juga bertambah memproduksi telur asin rata-rata 60
yaitu pekerja tetap 3 (tiga) orang yaitu Syakir butir/minggu. Seiring dengan kebutuhan
Basa dan kedua pekerja lainnya, serta kadang- masyarakat akan telur asin, maka usaha bapak
kadang menggunakan tenaga kerja tambahan Burhanuddin Alwi juga mulai berkembang.
apabila orderan banyak. Pemasaran telur asin Hal ini dibuktikan dengan jumlah produksi
6\DNLU ³%´ PHOLSXWL EHEHUDSD pasar yang semakin meningkat. Untuk sekarang
tradisional di Makassar, minimarket di rata-rata telur yang diasinkan 600
Makassar dan sekitarnya, supplier swalayan butir/minggu, dengan menggunakan 3 (tiga)
di beberapa toko di Makassar, serta orang pekerja. Cara pengasinan yang
permintaan dari pengelola acara dilakukan adalah dengan menggunakan bahan
pernikahan/gedung tempat resepsi pernikahan garam dan abu gosok atau abu dari industri
di Makassar. tembakau dengan lama pengasinan rata-rata 7
8VDKD WHOXU DVLQ 6\DNLU ´%´ VXGDK hari. Pemasaran telur asin Nadya meliputi
dikenal orang, namun demikian terdapat permintaan masyarakat di pasar Hartaco, serta
permasalahan produksi dalam usahanya yaitu beberapa pasar tradisional di Makassar.
sulitnya menyeleksi telur karena masih Usaha telur asin Nadya sudah mulai
menggunakan lampu biasa, telur asin yang dikenal orang, namun masih terdapat banyak
diproduksi tidak bertahan lama, rasa asin permasalahan dalam usahanya. Permasalahan
tidak merata disetiap produksi. Hal ini tersebut meliputi permasalahan produksi yaitu
dimungkinkan oleh kurang tepatnya hasil proses seleksi telur masih menggunakan
seleksi telur yang akan diasinkan, serta proses lampu biasa bahkan menggunakan lampu
93
Majalah Aplikasi Ipteks NGAYAH Volume 7, Nomor1,Juli 2016 ISSN : 2087-118X
senter, telur asin yang diproduksi tidak Prosedur kerja pembuatan telur asin
bertahan lama, terbatasnya bahan baku pada adalah:
saat-saat tertentu, rasa asin tidak merata - Menguji mutu telur itik dengan
disetiap produksi, serta masih terdapat banyak menggunakan egg candling.
yang telur retak/pecah saat proses perebusan. - Telur terpilih/hasil candling dibersihkan
Hal ini dimungkinkan oleh hasil seleksi telur dari kotoran yang menempel.
yang akan diasinkan tidak akurat, pemilihan - Bilas dengan air.
bahan dan pembuatan adonan yang kurang - Telur yang telah dibersihkan
tepat, cara perebusan yang kurang tepat, serta dikeringkan/ditiriskan.
masih terbatasnya peralatan produksi yang - Garam, abu gosok/abu dari industri
digunakan. Disamping itu, terdapat juga tembakau/abu dari hasil pembakaran,
permasalahan dibidang manajemen yakni masako dicampur menjadi satu kemudian
tidak terdapat administrasi pembukuan dan ditambahkan sedikit air lalu diaduk-aduk
keuangan, tidak memiliki manajemen agar tercampur menjadi adonan.
produksi yang baik, serta tidak ada - Telur dimasukkan atau dibenamkan ke
perencanaan dan pengendalian bahan baku. dalam adonan.
- Masukkan telur tersebut ke dalam tong air.
C. METODE - Setelah 7-14 hari, telur diambil dan
Pelaksanaan kegiatan IbM ini dilakukan dibersihkan.
dengan beberapa metode yaitu; studi literatur, - Telur direndam dalam air bersih dan dicuci
pelatihan, pendampingan, pembinaan dan satu per satu sampai bersih.
introduksi peralatan. Studi literatur dilakukan - Untuk rasa asin, telur sudah dapat langsung
untuk memperoleh informasi mengenai direbus hingga matang.
kandungan gizi dan manfaat telur, teknologi - Untuk rasa bawang dan rasa pedas, telur
penanganan dan pengolahan telur, serta proses yang sudah diasinkan selama 7-14 hari
pengolahan telur asin yang baik. akan disuntikkan dengan penambahan rasa
Pelatihan dilakukan untuk meningkatkan yaitu untuk rasa bawang dengan
pengetahuan dan keterampilan mitra kegiatan penambahan ekstrak bawang putih,
melalui transfer pengetahuan dan alih sedangkan untuk rasa pedas dengan
teknologi pengolahan telur asin aneka rasa. penambahan ekstrak sambal pedas.
Pelatihan dilaksanakan dengan metode Setelah dilakukan penyuntikan, dilakukan
ceramah, diskusi dan praktik. Pelatihan yang penutupan lubang pada cangkang telur
dilaksanakan meliputi pelatihan tentang dengan menggunakan nasi yang lengket,
komposisi, kualitas dan pengawetan telur; kemudian telur digoyang-goyangkan
pelatihan cara pengolahan telur asin aneka secara perlahan agar ekstrak menyebar ke
rasa/aroma; pelatihan penguatan jiwa segala arah. Setelah itu, telur siap direbus
entrepreneurship, serta pelatihan administrasi hingga matang.
pembukuan dan keuangan. - Ditiriskan kemudian setelah kering diberi
Untuk membantu perbaikan proses stempel pada permukaan kulit telur dengan
produksi telur asin, maka dilakukan menggunakan nama usaha dan jenis
pendampingan dalam proses pengolahan telur rasa/aroma (untuk membedakan dengan
asin aneka rasa(rasa asin, rasa bawang, dan rasa/aroma lain).
rasa pedas) dan pembinaan manajemen Pemasaran telur asin dengan 3 (tiga)
produksi serta membantu dalam pemasaran rasa/aroma yaitu telur asin rasa asin, telur asin
produk olahan ke pasar modern. rasa bawang dan telur asin rasa pedas.
94
Majalah Aplikasi Ipteks NGAYAH Volume 7, Nomor1,Juli 2016 ISSN : 2087-118X
96
Majalah Aplikasi Ipteks NGAYAH Volume 7, Nomor1,Juli 2016 ISSN : 2087-118X
Pemasaran
Lap/gosok
Membersihkan
telur panci
Membilas telur
Gambar 5. Produksi Telur Asin
Gosok panci
Disuntik Direbus/dimasak
Penyuntikan dengan spoit
dengan ekstrak kemudian Pemasaran
bawang putih lobang ditutup
nasi Gambar 8. Alur Proses Pengolahan Telur Asin
Direbus/dimasak Rasa Pedas
H. DAFTAR PUSTAKA
Anonim dalam AgroMedia. (2011). Peluang
Bisnis Peternakan. Jakarta:
AgroMediaPustaka.
Prahasta, A., Masturi, H. (2009). Agribisnis
Itik. Bandung: Pustaka Garfika.
Soekardi, Y. (2013). Pengawetan Telur
(Sebuah Peluang Usaha).Bandung:
Yrama Widya.
99
Majalah Aplikasi Ipteks NGAYAH Volume 7, Nomor1,Juli 2016 ISSN : 2087-118X
100