Anda di halaman 1dari 32

PRA PENUNTUTAN DALAM PROSES PENYELESAIAN

PERKARA PIDANA

LAPORAN KERJA PRAKTEK

KEJAKSAAN NEGERI KLATEN

Periode 13 Januari 2020 s.d. 7 Februari 2020

Diajukan untuk melengkapi tugas-tugas dan memenuhi syarat-syarat

Ujian Penulisan Hukum Program Sarjana (S1) Hukum

Oleh :

ADILVI BUDI PRADOTO

NIM 11000117120091

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS DIPONEGORO

SEMARANG

2020
LEMBAR PENGESAHAN

PRA PENUNTUTAN DALAM PROSES PENYELESAIAN

PERKARA PIDANA

LAPORAN KERJA PRAKTEK

KEJAKSAAN NEGERI KLATEN

Periode 13 Januari 2020 s.d. 7 Februari 2020

Oleh :

ADILVI BUDI PRADOTO

NIM 11000117120091

Menyetujui,

Pembimbing Kerja Praktek

Aby Maulana S.H.

NIP 199101102014031002
KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Kuasa karena atas rahmatNya, penulis

dapat melakukan Kerja Praktek dan penulisan laporan dengan lancar. Penulis

memperoleh bantuan moril dan materiil dari berbagai pihak. Pada kesempatan ini

penulis menyampaikan terima kasih kepada kedua orang tua penulis yang telah

memberikan segala pengorbanannya, doa yang tak henti-hentinya, motivasi, saran

dan dukungan baik moril dan materiil dalam kehidupan penulis, juga saya

mengucapkan terima kasih kepada :

1. Prof. Dr. Retno Saraswati S.H.,M.Hum. selaku Dekan Fakultas Hukum

UNDIP

2. Edi Utama S.H.,M.H. selaku Kepala Kejaksaan Negeri Klaten

3. Adi Nugraha S.H. selaku Kasi Pidum Kejaksaan Negeri Klaten

4. Aby Maulana S.H. selaku Kasubsi Prapenuntutan sekaligus Pembimbing

Kerja Praktek

5. Seluruh Staf Pidana Umum Kejaksaan Negeri Klaten

6. Teman-teman Kerja Praktek di Kejaksaan Negeri Klaten

Semoga laporan kerja praktek ini dapat berguna bagi pembaca pada umumnya

dan bermanfaat bagi pihak yang membutuhkan. Penulis menyadari bahwa laporan

kerja praktek ini masih jauh dari kesempurnaan, kritik dan saran untuk

meningkatkan kualitas laporan praktek ini sangat penulis harapkan.

Semarang, 8 Februari 2020

Penulis
Abstrak

Kejaksaan adalah lembaga pemerintahan yang melaksanakan kekuasaan negara di


bidang penuntutan, sebelum dilakukannya penuntutan juga terdapat tahapan pra
penuntutan yaitu tindakan Penuntut Umum untuk mengikuti perkembangan
penyidikan setelah menerima pemberitahuan dimulainya penyidikan dari
penyidik, mempelajari atau meneliti kelengkapan berkas perkara hasil
penyidikan yang diterima dari penyidik serta memberi petunjuk guna
dilengkapi oleh penyidik untuk dapat menentukan apakah berkas perkara
tersebut lengkap atau tidak. Prapenuntutan merupakan tindakan jaksa untuk
memantau penyidikan setelah menerima pemberitahuan dimulainya penyidikan
oleh penyidik. Untuk meneliti kelengkapan berkas perkara hasil penyidikan yang
diterima dari penyidik serta memberikan petunjuk yang dilengkapi penyidik untuk
dapat menentukan apakah berkas perkara tersebut dapat dilimpahkan atau tidak ke
tahap penuntutan. hubungan antara pihak Kejaksaan dan Kepolisian dalam hal
penyelesaian perkara pidana khususnya pada tahap prapenuntutan secara
formalitas adalah terkait dengan berkas. Secara materiil juga dilakukan pertemuan
konteks koordinasi yaitu, pertemuan antara koordinator bidang-bidang yang
terkait dalam suatu perkara yang bertujuan demi kelancaran dan kesuksesan suatu
perkara terutama dalam pembuktian
Kata Kunci : Kejaksaan, Pra Penuntutan, Kepolisian
DAFTAR ISI

HALAMAN PENGESAHAN

KATA PENGANTAR

ABSTRAK

DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

B. Rumusan Masalah

C. Tujuan Kerja Praktek

D. Manfaat Kerja Praktek

E. Metodologi Kerja Praktek

F. Sistematika Penulisan

BAB II GAMBARAN UMUM

BAB III LANDASAN TEORI

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V PENUTUP

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pasal 1 butir 1 KUHAP menjelaskan bahwa penyelesaian suatu

perkara pidana yang diselesaikan oleh para penegak hukum telah

mempunyai wewenang dari masing-masing instansi penegak hukum yaitu,

kewenangan Polisi sebagai penegak hukum. Pasal 1 butir 6 KUHAP juga

menjelaskan bahwa kewenangan Kejaksaan adalah sebagai penuntut

umum dan Pasal 1 butir 8 KUHAP menjelaskan bahwa Hakim mempunyai

wewenang sebagai pejabat peradilan negara.1

Hubungan antara Kepolisian sebagai instansi penyidik dengan

Kejaksaan sebagai instansi Penuntut Umum didalam KUHAP telah

memberi landasan diferensiasi fungsi secara instansional. Hubungan

tersebut berupa pemberian kewenangan kepada Kepolisian sebagai instansi

penyidik tunggal tanpa campur tangan Jaksa sebagai penyidik atau

penyidik lanjutan maupun sebagai koodinator alat-alat penyidik. Selain itu

Jaksa dijernihkan wewenangnya sebagai instansi Penuntut Umum, yang

mana Jaksa hanya berwenang untuk melakukan penuntutan saja dan tidak

dibenarkan lagi ikut campur tangan dalam proses penyidikan.2

Keberadaan lembaga prapenuntutan bersifat mutlak karena tidak ada

suatu perkara pidana pun sampai ke pengadilan tanpa melalui proses

1
Penerbit : Alumni AHM-PTHM, Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana, Jakarta,
S.R.Sianturi, Hlm 199.
2
Hukum Acara Pidana Dalam Diskusi, Lembaga Bantuan Hukum Surabaya, Penerbit Bina
Ilmu, Surabaya, 1982, Hlm 32.
prapenuntutan sebab dalam hal penyidik telah melakukan penyelidikan

suatu peristiwa yang merupakan tindak pidana, penyidik wajib

memberitahukan dimulainya penyidikan kepada Penuntut Umum.

Proses berlangsungnya prapenuntutan dilaksanakan baik oleh

penyidik maupun penuntut umum sebagaimana ketentuan pasal 110 ayat

(2) KUHAP jo pasal 138 ayat (1), (2) KUHAP. Antara lain, sebagai

berikut: “Penuntut umum setelah menerima pelimpahan berkas perkara

wajib memberitahukan lengkap tidaknya berkas perkara tersebut kepada

penyidik. Bila hasil penelitian terhadap berkas perkara hasil penyidikan

penyidik belum lengkap maka penuntut umum mengembalikan berkas

perkara kepada penyidik disertai petunjuk paling lama 14 (empat belas)

hari terhitung berkas perkara diterima Penuntut Umum. Penyidik yang

tidak rnelaksanakan petunjuk untuk melengkapi berkas perkara maka

proses kelengkapan berkas perkara tersebut menjadi bolak – balik dan juga

dalam sebuah pelaksanaan prapenuntutan, proses prapenuntutan selain

dapat memacu terhindarinya rekayasa penyidikan juga dapat mempercepat

penyelesaian penyidikan juga menghindari terjadinya arus bolak - balik

perkara. “

Keberhasilan Penuntut Umum membuktikan suatu perkara di

pengadilan banyak ditentukan oleh kecermatan Penuntut Umum

dalam meneliti kelengkapan berkas perkara yang diterima dari

penyidik. Banyak perkara yang gagal dibuktikan oleh Penuntut

Umum di pengadilan di sebabkan oleh kurang teliti pada waktu


meneliti berkas perkara pada tahap pertama (prapenuntutan). Perkara

yang seharusnya dikembalikan ke penyidik langsung dinyatakan

lengkap, sehingga di sidang pengadilan, Penuntut Umum menemui

kesulitan dalam membuktikan dakwaannya karena kurangnya

alat bukti.

Berpangkal dari uraian tersebut, maka penulis membuat judul diatas

dengan tujuan untuk mengetahui tahapan prapenututan dalam proses

penyelesaian perkara pidana di Kejaksaan Negeri Klaten.

B. Rumusan Masalah

1. Bagaimana tahap Pra Penuntutan dalam proses penyelesaian perkara

pidana di Kejaksaan Negeri Klaten ?

2. Bagaimana hubungan antara Kepolisian selaku Penyidik dan

Kejaksaan selaku Penuntut Umum dalam Penyelesaian Perkara Pidana

pada tahap Pra Penuntutan ?

C. Tujuan

Untuk mendeskripsikan serta menganalisis mekanisme tahapan Pra

Penuntutan dalam penyelesian perkara pidana di Kejaksaan Negeri Klaten

D. Manfaat

Dapat memberikan suatu gambaran nyata tentang peran Kejaksaan

dalam tahap prapenuntutan dalam penyelesian perkara pidana serta

memberikan konsep mengenai peran Kejaksaan dalam tahap

prapenuntutan dalam penyelesaian perkara tindak pidana.


E. Metodologi

Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah

kualitatif. Selain itu, juga menggunakan penelitian deskriptif yaitu

penelitian yang bertujuan untuk menggambarkan secara sistematis, faktual

dan akurat terhadap obyek yang menjadi pokok permasalahan. Adapun

lokasi penelitian adalah Kejaksaan Negeri Klaten. Jenis pendekatan yang

digunakan adalah yuridis normatif yaitu suatu penelitian yang dimulai

analisa terhadap pasal-pasal dalam peraturan perundang-undangan dan

yuridis empiris yaitu pendekatan yang meninjau dan menganalisa masalah

dengan menggunakan prinsip-prinsip dan berdasarkan data kepustakaan.

Penelitian ini menekankan segi-segi yuridis, dengan melihat pada

peraturan perundang-undangan dan penerapannya.

F. Sistematika Penulisan

Secara umum Laporan Kerja Praktek yang disusun meliputi 3 bagian yaitu

bagian awal, bagian isi dan bagian akhir dengan sistematika sebagai

berikut:

1. Bagian Awal

a. Halaman Judul (cover)

b. Halaman Judul

c. Halaman Pengesahan

d. Kata Pengantar

e. Abstrak – maksimal 200 kata dengan kata kunci

f. Daftar Isi
2. Bagian Isi

a. Bab I Pendahuluan

Berisikan Latar Belakang; Rumusan Masalah; Tujuan Kerja Praktek;

Manfaat Kerja Praktek; Metodologi Kerja Praktek; Sistematika Penulisan.

b. Bab II Gambaran Umum

Bab ini menjelaskan tentang gambaran secara keseluruhan dari lokasi kerja

praktek yang menyangkut visi, misi, struktur organisasi, Sistem kerja

internal dan hal-hal lain yang lebih menjelaskan permasalahan yang akan

dibahas pada obyek yang diteliti, yang isinya lebih ditekankan kepada

gambaran umum objek Kerja Praktek yang diteliti.

c. Bab III Landasan Teori

Teori, landasan, cara pandang; Metoda-metoda yang telah ada dan atau

akan digunakan yang berhubungan dengan masalah yang akan dibahas

dalam Kerja Praktek serta konsep dan ulasan yang telah diuji

kebenarannya dari beberapa sumber yang berkaitan.

d. Bab IV Hasil dan Pembahasan

Analis sistem yang telah diterapkan pada lokasi kerja praktek, Analisis

sistem yang diusulkan, serta implementasi dari perancangan sistem yang

diusulkan berikut dengan pembahasannya

e. Bab V Penutup

Kesimpulan (rangkuman keseluruhan isi yang sudah dibahas); saran (saran

perluasan, pengembangan, pendalaman, pengkajian ulang)


3. Bagian Akhir

a. Daftar Pustaka

Daftar pustaka disusun secara vertikal menurut urutan abjad, dan secara

horisontal menurut pola: nama, tahun, judul, penerbit, kota tempat

penerbit, dan halaman.

b. Lampiran

Yang termasuk kategori lampiran, antara lain: data-data pendukung, listing

ringkasan dan daftar singkatan. Lampiran-lampiran juga diberi nomor

dengan huruf Arab dan merupakan kelanjutan dari halaman sebelumnya

atau berisi:

- Kuesioner (jika menggunakan metode survei untuk mengumpulkan data);

- Gambar, tabel, desain, flowchart, dan lain-lain;

- Surat keterangan atau sertifikat dari perusahaan tempat kegiatan Kerja

Praktek dilakukan;

- Dokumen-dokumen yang dapat mendukung Laporan Kerja Praktek. Nilai

Kerja Praktek dari perusahaan.

BAB II

GAMBARAN UMUM

A. Lokasi

Kabupaten Klaten merupakan salah satu Kabupaten yang berada di

Provinsi Jawa Tengah. Kejaksaan Negeri Klaten memiliki tugas dan

wewenang mencakup seluruh daerah yang termasuk dalam Kabupaten


Klaten. Untuk kantor Kejaksaan Negeri Klaten terletak di Jalan Pemuda

Nomor 232 Klaten.

B. Visi dan Misi Kejaksaan Negeri Klaten

Visi : "Menjadi Lembaga Penegak Hukum yang Professional, Proporsional

dan Akuntabel"

Dengan Penjelasan :

- Lembaga Penegak Hukum: Kejaksaan RI sebagai salah satu

lembaga penegak hukum di Indonesia yang mempunyai tugas dan

fungsi sebagai penyidik pada tindak pidana tertentu, penuntut

umum, pelaksana penetapan hakim, pelaksana putusan pengadilan

yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap, melakukan

pengawasan terhadap pelaksanaan putusan pidana bersyarat, pidana

pengawasan dan lepas bersyarat, bertindak sebagai Pengacara

Negara serta turut membina ketertiban dan ketentraman umum

melalui upaya antara lain : meningkatkan kesadaran hukum

masyarakat, Pengamanan kebijakan penegakan hukum dan

Pengawasan Aliran Kepercayaan dan penyalahgunaan penodaan

agama

- Profesional: Segenap aparatur Kejaksaan RI dalam melaksanakan

tugas didasrkan atas nilai luhur TRI KRAMA ADHYAKSA serta

kompetensi dan kapabilitas yang ditunjang dengan pengetahuan

dan wawasan yang luas serta pengalaman kerja yang memadai dan

berpegang teguh pada aturan serta kode etik profesi yang berlaku.
- Proporsional: Dalam melaksanakan tugas dan fungsinya Kejaksaan

selalu memakai semboyan yakni menyeimbangkan yang tersurat

dan tersirat dengan penuh tanggungjawab, taat azas, efektif dan

efisien serta penghargaan terhadap hak-hak publik.

- Akuntabel: Bahwa kinerja Kejaksaan Republik Indonesia dapat

dipertanggungjawabkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku

Misi :

1. Meningkatkan Peran Kejaksaan Republik Indonesia Dalam Program

Pencegahan Tindak Pidana

2. Meningkatkan Professionalisme Jaksa Dalam Penanganan Perkara

Tindak Pidana

3. Meningkatkan Peran Jaksa Pengacara Negara Dalam Penyelesaian

Masalah Perdata dan Tata Usaha Negara

4. Mewujudkan Upaya Penegakan Hukum Memenuhi Rasa Keadilan

Masyarakat

5. Mempercepat Pelaksanaan Reformasi Birokrasi dan Tata Kelola

Kejaksaan Republik Indonesia yang Bersih dan Bebas Korupsi, Kolusi dan

Nepotisme
C. Struktur organisasi Kejaksaan Negeri Klaten
D. Sistem Kerja Internal

Manajemen kinerja yang memiliki karakteristik utama : Proses

yang berkelanjutan mulai dari perencanaan, pelaksanaan, pengendalian,

pengawasan dan penilaian; Berdasarkan rencana dan target organisasi;

Melibatkan komunikasi dua arah (bottom up dan top down); Berdasarkan

parameter yang objektif dan spesifik; Diimplementasikan secara konsisten.

Manajemen kinerja dilakukan oleh manajer organisasi yang memiliki

kompetensi yang tepat; Sistem manajemen kinerja yang terintegrasi antara

hasil penilaian kinerja dengan sistem remunerasi, pemberian sanksi,

pembinaan dan pengembangan; Penilaian kinerja dilakukan menggunakan

instrumen yang memiliki kriteria yang jelas dan terukur, dengan

pendekatan penilaian kualitatif dan didukung analisis kuantitatif, serta

menggunakan formulir yang dimengerti. Informasi kinerja dapat diperoleh

dari eksaminasi perkara dan dipergunakan dalam proses pengambilan

kebijakan

BAB III

LANDASAN TEORI

A. Kejaksaan

Adalah lembaga pemerintahan yang melaksanakan kekuasaan

negara di bidang penegakan hukum dengan berpegang pada peraturan

perundang-undangan dan kebijakan yang ditetapkan oleh pemerintah.

Kejaksaan sebagai lembaga pemerintahan yang melaksanakan


kekuasaan negara di bidang penuntutan ditegaskan kekuasaan negara

tersebut dilaksanakan secara merdeka. Oleh karena itu, kejaksaan dalam

melaksanakan fungsi, tugas, dan wewenangnya terlepas dari pengaruh

kekuasaan pemerintah dan kekuasaan lainnya. Selanjutnya ditentukan

Jaksa Agung bertanggung jawab atas penuntutan yang dilaksanakan

secara independen demi keadilan berdasarkan hukum dan hati nurani.

Dengan demikian, Jaksa Agung selaku pimpinan Kejaksaan dapat

sepenuhnya merumuskan dan mengendalikan arah dan kebijakan

penanganan perkara untuk keberhasilan penuntutan.3

Dalam melakukan penuntutan, jaksa bertindak untuk dan atas

nama negara bertanggung jawab menurut saluran hierarki. Jaksa dalam

melakukan penuntutan dengan keyakinan berdasarkan alat bukti yang

sah, demi keadilan dan kebenaran berdasarkan Ketuhanan Yang Maha

Esa. Sebagai pelaksanaan perannya maka dalam melaksanakan tugas

dan wewenangnya, jaksa senantiasa bertindak berdasarkan hukum dan

mengindahkan norma-norma keagamaan dan kesusilaan, serta wajib

menggali nilai-nilai kemanusiaan, hukum, dan keadilan yang hidup

dalam masyarakat. Jaksa memiliki kewenangan yang pada prinsipnya

adalah melakukan penuntutan, pelaksana putusan pengadilan, dengan

kuasa khusus dapat bertindak baik di dalam maupun di luar pengadilan

untuk dan atas nama negara atau pemerintah, dan sebagainya. Jaksa itu

yang terpenting adalah sebagai penegak hukum dan dalam menjalankan

3
Redaksi Sinar Grafika, 2014, Undang-Undang Kejaksaan (UU No. 16 Tahun 2004), Jakarta:
Sinar Grafika, halaman 23
tugas dan wewenangnya harus sesuai dengan ketentuan-ketentuan

hukum yang berlaku.

B. Pra Penuntutan

KUHAP memperkenalkan suatu istilah baru, tetapi KUHAP

tidak memberi batasan pengertian prapenuntutan itu. Pasal 1

menyebutkan bahwa definisi-definisi istilah yang dipakai KUHAP tidak

memuat definisi prapenuntutan, padahal itulah istilah baru ciptaan

sendiri. Pasal 14 KUHAP menyebutkan pengertian dari prapenuntutan

adalah tindakan Penuntut Umum untuk memberi petunjuk dalam rangka

penyempurnaan penyidikan oleh penyidik4

Prapenuntutan dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang


Hukum Acara Pidana tidak diatur dalam bab tersendiri. Tetapi terdapat
didalam bab penyidikan dan bab penuntutan, yakni, pada Pasal 109
KUHAP dan Pasal 138 KUHAP. Lembaga prapenuntutan ini bersifat
mutlak, karena tidak ada suatu perkara pidana pun sampai ke pengadilan
tanpa melalui proses prapenuntutan, sebab dalam hal ini penyidik telah
melakukan penyelidikan suatu peristiwa yang merupakan tindak pidana,
penyidik wajib memberitahukan dimulainya penyidikan kepada penuntut
umum5
Definisi dari Prapenuntutan itu sendiri yakni Pengembalian

berkas perkara dari penuntut umum kepada penyidik karena penuntut

umum berpendapat bahwa hasil penyidikan tersebut ternyata kurang

lengkap disertai petunjuk untuk melengkapinya. Penyidikan dianggap

4
Hadari Djenawi, Pokok-Pokok Pikiran dalam KUHAP, Bandung, 1981, Hlm 96
5
R.Soesilo, Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHAP) serta komentar-komentarnya
Lengkap Pasal demi Pasal, (Bogor,Politea,1980),Hlm 32
telah selesai apabila dalam waktu 14 (empat belas) hari penuntut umum

tidak mengembalikan berkas perkara.6

Pengertian dari tingkat prapenuntutan, yakni, Antara dimulainya

Penuntutan dalam arti sempit (perkara dikirim ke pengadilan) dan

penyidikan yang dilakukan oleh penyidik. Prapenuntutan merupakan

tindakan jaksa untuk memantau perkembangan penyidikan setelah

menerima pemberitahuan dimulainya penyidikan oleh penyidik. Guna

untuk mempelajari atau meneliti kelengkapan berkas perkara hasil

penyidikan yang diterima dari penyidik serta memberikan petunjuk

yang dilengkapi penyidik untuk dapat menentukan apakah berkas

perkara tersebut dapat dilimpahkan atau tidak ke tahap penuntutan7

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

1. Pra Penuntutan Dalam Proses Penyelesaian Perkara Pidana Di

Kejaksaan Negeri Klaten

Prapenuntutan dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981

tentang Hukum Acara Pidana tidak diatur dalam bab tersendiri. Tetapi

terdapat didalam bab penyidikan dan bab penuntutan, yakni, pada Pasal

109 KUHAP dan Pasal 138 KUHAP. Lembaga prapenuntutan ini bersifat

mutlak, karena tidak ada suatu perkara pidana pun sampai ke pengadilan

tanpa melalui proses prapenuntutan, sebab dalam hal ini penyidik telah

6
Moeljatno, www.Hukum Online.com Diakses pada tanggal 03 Februari 2020
7
Ibid, Hlm 34.
melakukan penyelidikan suatu peristiwa yang merupakan tindak pidana,

penyidik wajib memberitahukan dimulainya penyidikan kepada penuntut

umum8

Definisi dari Prapenuntutan itu sendiri yakni Pengembalian berkas

perkara dari penuntut umum kepada penyidik karena penuntut umum

berpendapat bahwa hasil penyidikan tersebut ternyata kurang lengkap

disertai petunjuk untuk melengkapinya. Penyidikan dianggap telah selesai

apabila dalam waktu 14 (empat belas) hari penuntut umum tidak

mengembalikan berkas perkara.9

Selanjutnya pengertian prapenuntutan yaitu tindakan Penuntut

Umum untuk mengikuti perkembangan penyidikan setelah menerima

pemberitahuan dimulainya penyidikan dari penyidik, mempelajari atau

meneliti kelengkapan berkas perkara hasil penyidikan yang diterima

dari penyidik serta memberi petunjuk guna dilengkapi oleh penyidik

untuk dapat menentukan apakah berkas perkara tersebut lengkap atau

tidak 10

Salah satu tugas Jaksa adalah meneliti berkas perkara yang

diterima dari penyidik. Berkas perkara yang diterima dari penyidik

akan diteliti (Jaksa Peneliti), baik kelengkapan formil maupun

kelengkapan materilnya hal tersebut merupakan proses dalam


8
R.Soesilo, Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHAP) serta komentar-komentarnya
Lengkap Pasal demi Pasal, (Bogor,Politea,1980),Hlm 32
9
Moeljatno, www.Hukum Online.com Diakses pada tanggal 03 Februari 2020

10
(PERJA Nomor : PER – 036/A/JA/09/2011 tentang Standar Operasional
Prosedur (SOP) Penanganan Perkara Tindak Pidana Umum.
prapenuntutan. Keberhasilan Penuntut Umum membuktikan suatu

perkara di pengadilan banyak ditentukan oleh kecermatan Penuntut

Umum dalam meneliti kelengkapan berkas perkara yang diterima

dari penyidik.

Penelitian berkas perkara ini terdiri dari penelitian terhadap

Syarat Formil dan Syarat Materiil.

Kelengkapan Syarat Formil menyangkut kelengkapan

administrasi seperti Laporan polisi, Surat pengaduan, Surat perintah

penyidikan, Surat pemberitahuan dimulainya penyidikan, Surat

perintah penyitaan, Surat perintah penangkapan, Surat perintah

penahanan, surat perintah penggeledahan dan lain-lain. Untuk

melaksanakan surat perintah di atas, diterbitkan berita acara, seperti

berita acara pemeriksaan saksi-saksi, berita acara pemeriksaan

tersangka, berita acara pemeriksaan surat, berita acara pemeriksaan

ahli, berita acara penyitaan barang bukti, berita acara penggeledahan.

Selain itu diteliti pula surat izin Ketua Pengadilan Negeri untuk

melakukan penyitaan, penggeledahan dan penelitian adminsitrasi

lainnya.11

Penelitian kelengkapan Syarat Materil meliputi antara lain:

kejelasan tindak pidana yang disangkakan kepada tersangka dan modus

operandinya, penguraian unsur pasal dari tindak pidana yang

11
Modul Pendidikan dan Pelatihan Pembentukan Jaksa Kejaksaan Republik Indonesia tahun 2019,

Hlm 2
disangkakan, kejelasan waktu terjadinya tindak pidana (tempus delicti),

kejelasan tempat terjadinya tindak pidana (locus delicti), kekuatan

pembuktian dari alat-alat bukti yang tercantum dalam berkas perkara,

dan pertanggungjawaban tersangka menurut hukum pidana. Yang

terakhir adalah kewenangan pengadilan mengadili perkara yang

diteliti (kompetensi relatif dan absolut).

Setelah Penuntut umum menerima berkas perkara tahap pertama

dari penyidik, penuntut umum harus segera melakukan penelitian

karena jangka waktu penelitian berkas perkara dibatasi oleh

KUHAP. Penuntut umum meneliti kelengkapan berkas perkara

baik formil maupun materil. Penelitian persyaratan formil berkas

perkara dimulai dari identitas tersangka, resume, surat

pengaduan, laporan polisi, surat perintah penyidikan, dan surat

pemberitahuan dimulainya penyidikan, surat perintah

penangkapan, surat perintah penahanan, surat perintah

penangguhan penahanan, surat perintah pengeluaran tahanan dan

lain-lain.

Selanjutnya meneliti pelaksanaan dari surat perintah diatas

yaitu berupa berita acara pemeriksaan saksi-saksi, berita acara

pemeriksaan ahli, berita acara pemeriksaan surat, berita acara

pemeriksaan tersangka, berita acara rekonstruksi, berita acara

penangkapan dan penahanan, berita acara penggeledahan rumah,

berita acara penyitaan ba rang bukti, berita acara penyisihan barang


bukti, berita acara pemeriksaan surat, berita acara penyegelan

barang bukti, berita acara penyisihan barang bukti, berita acara

penerimaan hasil lelang barang bukti, berita acara penyitaan surat

dan berita acara lainnya. Surat-Surat lain yang diteliti adalah surat

kuasa tersangka kepada penasihat hukum, surat keterangan

dokter/visum et repertum, surat izin dari ketua pengadilan negeri,

surat yang menyangkut barang bukti dan lain-lain.

Memahami cara meneliti persyaratan materil berkas

perkara hasil penyidikan akan memudahkan penuntut umum

meneliti kelengkapan berkas perkara dari penyidik. Persyaratan

materil berkas perkara dari penyidik yang harus diteliti adalah tindak

pidana yang disangkakan kepada tersangka, alat-alat bukti yang

membuktikan unsur tindak pidana yang disangkakan kepada tersangka,

waktu terjadinya delik, tempat terjadinya delik, dan peran tersangka

dalam tindak pidana yang disangkakan k epadanya

Apabila penuntut umum berpendapat hasil pemeriksaan penyidik

terhadap tersangka, saksi atau yang lain, masih perlu dilengkapi

dengan penyidikan tambahan dalam rangka penyempurnaan untuk

membuktikan di muka sidang Pengadilan, penuntut umum wajib

memberi petunjuk apa yang perlu dilakukan penyidik. Petunjuk

berupa:

a. Pertanyaan tambahan kepada para saksi, ahli atau kepada

tersangka;
b. Pertanyaan tambahan harus diberikan secara tertulis;

c. Pertanyaan harus terarah kepada pembuktian tindak pidana

tersangka khususnya unsur delik yang belum dapat dibuktikan atau

diungkap dan alat-alat bukti mana yang perlu ditambah

pemeriksaannya;

d. Pertanyaan harus jelas dan terperinci dengan bahasa yang mudah

dimengerti;

e. Pertanyaan yang diberikan harus dapat dilaksanakan oleh penyidik;

f. Penyitaan terhadap benda yang mana akan digunakan sebagai

barang bukti yang mendukung dapat terbuktinya tindak pidana yang

dilakukan tersangka.

Berkas perkara yang diterima oleh Jaksa Peneliti (P-16) segera

diteliti dan dalam tempo 7 (tujuh) hari penuntut umum wajib

memberitahukan kepada penyidik apabila hasil penyidikan itu belum

lengkap dengan membuat (P -18). Dalam jangka waktu 14 (empat

belas) hari, penuntut umum harus mengembalikan berkas

perkara ke penyidik. Pemberitahuan yang telah dikirim

sebelumnya ke penyidik, segera disusul dengan pengembalian

berkas perkara disertai petunjuk tentang hal yang harus dilakukan

oleh penyidik untuk melengkapi/menyempurnakan berkas perkara

tersebut dengan membuat (P -19), seperti saksi yang masih perlu

diambil keterangannya untuk membuktikan unsur tindak pidana yang

dilakukan tersangka, keterangan ahli yang masih perlu ditambah dan


keterangan tersangka yang masih perlu ditambah.

Dalam P-19 agar diuraiakan secara cermat, jelas dan lengkap tentang

hal apa yang harus dilengkapi oleh Penyidik sesuai ketentuan Pasal 138

ayat (2) Jo Pasal 110 ayat

(2) dan ayat (3) KUHAP, Petunjuk disusun dalam bahasa sederhana

dengan penggunaan kalimat-kalimat efektif.

Penelitian berkas perkara yang dilakukan penuntut umum dibatasi

oleh jangka waktu. Oleh karena itu berkas perkara yang diterima

penuntut umum harus segera diteliti. Dalam jangka waktu 7 (tujuh)

hari penuntut umum harus menentukan

sikap, apakah perkara sudah lengkap atau belum. Apabila perkara

belum lengkap, maka penuntut umum harus segera mengembalikan

berkas perkara kepada penyidik disertai dengan petunjuk yang jelas

(P-18 dan P-19). Jika dalam waktu 14 (empat belas) hari setelah

tanggal P-18/P-19 berkas perkara belum juga diterima kembali

maka Jaksa Peneliti mengirimkan surat kepada penyidik dengan

menggunakan format P-20 (Pemberitauhan bila waktu Penyidikan

telah habis) untuk menanyakan perkembangan berkas perkara

tersebut dan apabila dalam jangka waktu 30 (tiga puluh) hari

setelah P -20 berkas perkara belum juga diterima maka Jaksa

Peneliti segera mengembalikan SPDP (Surat Pemberitahuan

Dimulainya Pendyidikan) kepada penyidik dan melakukan

koreksi/pencoretan dan pencatatan pada RP-6 (Register


pemberitahuan dimulainya penyidikan/Dihentikannya penyidikan)

dan RP-7 (Register penerimaan berkas perkara tahap pertama)

dengan memberikan keterangan SPDP dikembalikan. Namun

kemudian apabila di waktu mendatang penyidik kemudian akan

menyerahkan berkas perkara dimaksud maka harus didahului

lagi dengan pengiriman SPDP perkara yang dimaksud, yang

kemudian disusulkan dengan berkas perkara untuk selanjutnya

akan diteliti kembali.

Kalau perkara sudah lengkap, maka penuntut umum segera

meminta kepada penyidik agar tersangka dan barang bukti

diserahkan ke Kejaksaan. Surat pemberitahuan bahwa berkas perkara

telah lengkap kepada penyidik dituangkan dalam formulir P-21

(Pemberitahuan hasil penyidikan sudah lengkap).12

2. Hubungan antara Kepolisian selaku Penyidik dan Kejaksaan selaku

Penuntut Umum dalam Penyelesaian Perkara Pidana pada tahap Pra

Penuntutan

Hubungan antara Kepolisian sebagai instansi penyidik dengan

Kejaksaan sebagai instansi Penuntut Umum didalam KUHAP telah

memberi landasan diferensiasi fungsi secara instansional. Hubungan

tersebut berupa pemberian kewenangan kepada Kepolisian sebagai instansi

penyidik tunggal tanpa campur tangan Jaksa sebagai penyidik atau

penyidik lanjutan maupun sebagai koodinator alat-alat penyidik. Selain itu


12
Modul Pendidikan dan Pelatihan Pembentukan Jaksa Kejaksaan Republik Indonesia tahun 2019,

Hlm 39
Jaksa dijernihkan wewenangnya sebagai instansi Penuntut Umum, yang

mana Jaksa hanya berwenang untuk melakukan penuntutan saja dan tidak

dibenarkan lagi ikut campur tangan dalam proses penyidikan13

Polisi dan Jaksa merupakan dua institusi penegak hukum yang

memiliki hubungan fungsional sangat erat. Kedua institusi ini seharusnya

dapat bekerja sama dan berkoordinasi dengan baik untuk mencapai

tujuan dan sistem ini, yaitu menanggulangi kejahatan atau

mengendalikan terjadinya kejahatan agar berada dalam batas-batas

toleransi yang dapat diterima masyarakat. Dua periode berlakunya

hukum acara pidana, yaitu sebelum dan sesudah berlakunya KUHAP,

terdapat perbedaan penting dilihat dari aspek penyidikan tindak pidana

baik tindak pidana umum maupun penyidikan tindak pidana khusus serta

kewenangan dari lembaga polisi dan kejaksaan 14

Pada masa sebelum KUHAP, keterlibatan serta pengetahuan jaksa

dalam penyidikan sangat besar. Disamping itu, tidak diperlukan adanya

penghubung seperti prapenuntutan. Hal ini berlangsung terus sampai

munculnya keinginan polisi untuk tidak lagi menjadi pihak kedua dalam

bidang penyidikan. Polisi ingin menjadi penanggung jawab dalam

kepolisian yustisiil atau kepolisian represif, tidak lagi di bawah jaksa. Hal

ini memunculkan suatu persaingan profesionalitas antara polisi dan jaksa,

sebab pihak jaksa atas alasan sejarah, perbandingan dengan negara lain,

13
Hukum Acara Pidana Dalam Diskusi, Lembaga Bantuan Hukum Surabaya, Penerbit Bina Ilmu,
Surabaya, 1982, Hlm 32.
14
Tirtamidjaya Husein, Kedudukan Polisi dan Jaksa, Jakarta, 1953, Hlm 178
serta efektifitas penyidikan dan penuntutan tetap menginginkan

memegang peran dalam bidang penyidikan. Dan setelah adanya KUHAP

semakin jelas untuk menjelaskan adanya pemisahan fungsi antara polisi

dan jaksa. Antara mereka dihubungkan dengan suatu bentuk koordinasi

fungsional, karena adanya perbedaan persepsi antara penyidik dengan

Jaksa penuntut umum terhadap penerapan Pasal-Pasal dalam KUHAP,

yaitu pemberitahuan dimulainya penyidikan, pemberitahuan

dihentikannya penyidikan, perpanjangan penahanan, serta penyerahan

berkas perkara yang jika belum lengkap dilakukan prapenuntutan.15

Menurut Ria Novitawati, S.H. Staff Kejaksaan Negeri Klaten,

hubungan antara pihak Kejaksaan dan Kepolisian dalam hal penyelesaian

perkara pidana khususnya pada tahap prapenuntutan secara formalitas

adalah terkait dengan berkas perkara saja sesuai dengan ketentuan dalam

Pasal 110 KUHAP dan Pasal 138 KUHAP. Secara materiil juga

dilakukan pertemuan konteks koordinasi yaitu, pertemuan antara

koordinator bidang-bidang yang terkait dalam suatu perkara yang

bertujuan demi kelancaran dan kesuksesan suatu perkara terutama dalam

pembuktian. Hubungan itu harus terpelihara dengan baik, apabila relasi

sudah tidak baik lagi maka akan menghambat proses kelancaran

penyelesaian perkara.16

15
Romli Amasasmita, Sistem Peradilan Pidana, Bandung, 1996, Hlm 57

16
Wawancara dengan Ria Novitawati, S.H. , Staff Kejaksaan Negeri Klaten
Pada tanggal 06 Februari 2020
BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Mekanisme prapenuntutan terhadap penyelesaian perkara pidana

yang dilakukan Jaksa Penuntut Umum di Kejaksaan Negeri Klaten yaitu

diawali setelah penuntut umum menerima berkas perkara tahap

pertama dari penyidik, penuntut umum harus segera melakukan

penelitian karena jangka waktu penelitian berkas perkara dibatasi

oleh KUHAP. Penuntut umum meneliti kelengkapan berkas

perkara baik formil maupun materil. Penelitian persyaratan

formil berkas perkara dimulai dari identitas tersangka,

resume, surat pengaduan, laporan polisi, surat perintah penyidikan,

dan surat pemberitahuan dimulainya penyidikan, surat

perintah penangkapan, surat perintah penahanan, surat

perintah penangguhan penahanan, surat perintah pengeluaran

tahanan dan lain-lain. Selanjutnya meneliti pelaksanaan dari surat

perintah diatas yaitu berupa berita acara pemeriksaan saksi-saksi,

berita acara pemeriksaan ahli, berita acara pemeriksaan surat, berita

acara pemeriksaan tersangka, berita acara rekonstruksi, berita acara

penangkapan dan penahanan, berita acara penggeledahan rumah,

berita acara penyitaan ba rang bukti, berita acara penyisihan


barang bukti, berita acara pemeriksaan surat, berita acara

pembungkusan dan penyegelan barang bukti, berita acara

penyisihan barang bukti, berita acara penerimaan hasil lelang

barang bukti, berita acara penyitaan surat dan berita acara lainnya.

Surat-Surat lain yang diteliti adalah surat kuasa tersangka kepada

penasihat hukum, surat keterangan dokter/visum et repertum,

surat izin dari ketua pengadilan negeri, surat yang menyangkut

barang bukti dan lain-lain.

Memahami cara meneliti persyaratan materil berkas

perkara hasil penyidikan akan memudahkan penuntut umum

meneliti kelengkapan berkas perkara dari penyidik. Persyaratan

materil berkas perkara dari penyidik yang harus diteliti adalah

tindak pidana yang disangkakan kepada tersangka, alat-alat bukti

yang membuktikan unsur tindak pidana yang disangkakan kepada

tersangka, waktu terjadinya delik, tempat terjadinya delik, dan peran

tersangka dalam tindak pidana yang disangkakan kepadanya.

Dan hubungan antara pihak Kejaksaan dan Kepolisian dalam hal

penyelesaian perkara pidana khususnya pada tahap prapenuntutan secara

formalitas adalah terkait dengan berkas perkara saja sesuai dengan

ketentuan dalam Pasal 110 KUHAP dan Pasal 138 KUHAP. Secara

materiil juga dilakukan pertemuan konteks koordinasi yaitu, pertemuan

antara koordinator bidang-bidang yang terkait dalam suatu perkara yang

bertujuan demi kelancaran dan kesuksesan suatu perkara terutama dalam


pembuktian. Hubungan itu harus terpelihara dengan baik, apabila relasi

sudah tidak baik lagi maka akan menghambat proses kelancaran

penyelesaian perkara

B. Saran

Perlunya kebijaksanaan yang diambil oleh aparat penegak hukum


dalam hal proses penyelesaian perkara pidana pada tahap
prapenuntutan guna untuk mencapai keilan yang seimbang dan hakiki,
agar masyarakat para pencari keadilan dapat diperlakukan dengan
seadil-adilnya dan hukum yang diterapkan dapat pula berjalan dengan
sejujur-jujurnya yang sesuai dengan hati nurani para aparat penegak
hukum dengan ketidak adanya ketimpang siuran terhadap penerapan
hukum yang diberlakukan.
Perlunya koordinasi yang kuat antara penyidik dan Jaksa dalam hal
menyelesaikan perkara pidana khususnya pada tahap prapenuntutan
agar koordinasi tersebut dapat berjalan dengan baik dan memiliki hasil
yang sesuai dengan apa yang diharapkan oleh masyarakat sebagai
pencari keadilan. Tidak lebih dari pada itu agar dalam penyelesaian
perkara pidana pada tahap prapenuntutan dipengadilan nantinya dapat
dinaikkan ke tahap penuntutan.
DAFTAR PUSTAKA

A. Buku

Atmasasmita, Romli, 1996. Sistem Peradilan Pidana, Perspektif


Eksistensialisme dan Abolisionalisme. Bandung : Bina Cipta

Badan Diklat Kejaksaan Republik Indonesia, Modul Pra Penuntutan

(Jakarta : 2019)

Hadari Djenawi, 1981. Pokok-Pokok Pikiran dalam KUHAP, Bandung.

Hamzah, Andi. 1991. Hukum Acara Pidana di Indonesia. Jakarta :


Gramedia Pustaka Umum.
Hukum Acara Pidana Dalam Diskusi. 1982 , Lembaga Bantuan Hukum

Surabaya, Surabayat : Bina Ilmu.

R, Soesilo dan M. Karjadi, 1980. Kitab Undang-Undang Hukum Acara

Pidana Dengan Penjelasan Resmi dan Komentar Pasal demi Pasal,

Bogor : Politea
S.R, Sianturi. Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana, Jakarta :

Alumni AHM-PTHM

Redaksi Sinar Grafika, 2014, Undang-Undang Kejaksaan (UU No. 16

Tahun 2004), Jakarta: Sinar Grafika

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2002 Tentang Kepolisian


Negara Republik Indonesia

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2002


Tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 1981


Tentang Kitab Undang Undang Hukum Acara Pidana.

Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004 Tentang Kejaksaan

Anda mungkin juga menyukai