DI SUSUN OLEH:
DAFTAR PUSTAKA
iii
DAFTAR ISI
KATA
PENGANTAR.................................................................................................... i
DAFTAR
ISI................................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 LatarBelakang............................................................................................................
1
1.2 Tujuan........................................................................................................................
1
BAB II PEMBAHASAN
2.1
CiridanJenisKorupsi................................................................................................... 2
2.2
KorupsiDalamBerbagaiPerspektif............................................................................. 16
BAB III PENUTUP
Kesimpulan......................................................................................................................
22
DAFTAR
PUSTAKA..................................................................................................... iii
ii
KATA PENGANTAR
Pujisyukurkehadirattuhan yang mahaesakarenadenganpertolongan-NYA
sayadapatmenyelesaikantugasmakalah yang berjudul“
MemahamiCiridanJenisKorupsidalamPerspektifBudayadan Agama” .
Walaupunbanyaktantangandanrintangan yang kami alamidalam proses
pengerjaannyatapi kami dapatmenyelesaikannyadenganbaik.
kamiharapkanhalinijugadapatbergunabagikitasemua. Kami
menyadaribahwamasihbanyaksekalikekuranganmakalahini, untukitu kami
sangatmembutuhkankritikdan saran daritemantemansekalian.
Serang,14
Maret 2015
penyusun
BAB I
PENDAHULUAN
1 Latar Belekang
Korupsi merupakan suatu masalah besar yang sampai saat ini masih manyak
terjadi di Negara Indonesia. saat ini Negara kita sudah terbentuk sebuah badan untuk
mengatasi korupsi ini yang disebut KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi),namun
ternyata orang – orang yang seharusnya memberantas korupsi malah terjebak
sehingga beberapa dari mereka melekukan korupsi juga.dimana orang yang
melakukan korupsi akan di hokum secara pidana .hal ini sudah terdapat dalam
Undang – Undang .
Menurut undang-undang no.31 tahun 1999 tentang pemberantas tindak pidana
korupsi,yang termasuk dalam tindak pidana korupsi adalah : setiap orang yang
dikategorikan melawan hukum,melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri
menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu porporasi, menyalahgunakan
kewenangan maupun kesempatan atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau
kedudukan yang dapat merugikan keuangan Negara atau perekonomian Negara
2 Tujuan
1.Dapat mengetahui ciri dan jenis korupsi
2. Memahami korupsi dari perspektif budaya dan agama
BAB II
PEMBAHASAN
Contoh kasus
Seorang pegawai negri mengikuti tugas belajar dan biaya oleh pemerintah ,ternyata
yang bersangkutan tidak dapat menyelesaikan tugas belajar nya.
Seorang mahasiswa yang mengikuti pendidikan kedinasan dan di biayai oleh Negara
tetapi yang bersangkutan drop out dan tidak mengembalikan uang yang dipakai
selama pendidikan .
Suatu proyek pembangunan gedung pekerjaan sudah dilakukan oleh penyedia 90%
,ternyata dibayarkan oleh PPK sebesar 100% ,maka kerugian negara 10% dari nilai
kontrak pekerjaan.
Seorang pegawai pencatat retribusi pelayanan di puskesmas tidak menyetorkan
keuangan sesuai dengan jumlah pasien yang datang berobat .
Menggunakan fasilitas kendaraan oprasional pemerintah untuk disewakan kepada
pihak luar dan uang sewanya tidak di setorkan ke kas Negara .
2. korupsi terkait dengan suap menyuap
Pasal 6
1) Dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 15
(lima belas ) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp 150.000.000,00 (seratus lima
puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp 750.000.000,00 (tujuh ratus lima puluh
juta rupiah) setiap orang yang :
a. Memberi atau menjanjikan sesuatu kepada hakim dengan maksud untuk
mempengaruhi putusan perkara yang diserahkan kepadanya untuk diadili ;
atau
b. Memberi atau menjanjikan sesuatu kepada seseoarang yang menurut
ketentuan peraturan perundang – undangan ditentukan menjadi advokat
untuk menghadiri sidang pengadilan dengan maksud untuk mempengaruhi
nasihat atau pendapat yang akan diberikan berhubungan dengan perkara
yang diserahkan kepada pengadilan untuk di adili.
2) Bagi hakim yang menerima pemberian atau janji sebagimana dimaksud dalam ayat
(1) huruf a atau advokat yang menerima pemberian atau janji sebagaimana yang
dimaksud dalam ayat (1) huruf b , dipidana dengan pidana yang sama sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1)
Pasal 11
Dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling
lama 5 (lima) tahun dan atau pidana denda paling
sedikit Rp 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp
250.000.000,00 (dua ratus lima puluh juta rupiah) pegawai negeri atau
penyelenggara Negara yang menerima hadiah atau janji padahal diketahui atau
patut diduga ,bahwa hadiah atau janji tersebut diberikan karena kekuasaan atau
kewenangan yang berhubungan dengan jabatannya , atau menurut pikiran orang
yang memberikan hadiah atau janji tersebut ada hubungan dengan jabatannya.
Pasal 12
Dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling
singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan pidana denda
paling sedikit Rp 200.000.000,00 ( dua ratus juta rupiah) dan paling
banyak Rp 1.000.000.000.,00 (satu miliar rupiah) :
a. Pegawai negeri atau penyelenggara Negara yang menerima hadiah atau
janji ,padahal diketahui atau diduga bahwa hadiah atau janji tersebut
diberikan untuk menggerakan agar melakukan atau tidak melakukan
sesuatu dalam jabatannya , yang bertentangan dengan kewajibannya ;
b. Pegawai negeri atau penyelenggara Negara yang menerima hadiah ,
padahal diketahui atau patut diduga bahwa hadiah tersebut diberikan sebagi
akibat atau disebabkan karena telah melakukan atau tidak melakukan
sesuatu dalam jabatannya yang bertentangan dengan kewajiban ;
c. Hakim yang menerima hadiah atau janji , padahal diketahui atau patut
diduga bahwa hadiah atau janji tersebut diberikan untuk mempengaruhi
putusan perkara yang diserahkan kepadanya unutuk diadili;
d. Sesorang yang menurut ketentuan peraturan perundang – undangan
ditentukan menjadi advokat untuk menghadiri sidang pengadilan ,
menerima hadiah atau janji ,padahal diketehui atau patut diduga bahwa
hadiah atau janji tersebut untuk mempengaruhi nasihat atau pendapat yang
akan diberikan berhubungan dengan perkara yang dierahkan kepada
pengadilan untuk diadili ;
Pasal 10
Dipidana dengan pidana penjara paling singkat 2 (dua) tahun dan paling lama 7
(tujuh) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp 100.000.000,00 (seratus juta
rupiah) dan paling banyak Rp 350.000.000,00 (tiga ratus lima puluh juta rupiah)
pegawai negeri atau orang selain pegawai negeri yang diberi tugas menjalankan
suatu jabatan umum secara terus menerus atau untuk sementara waktu, dengan
sengaja :
a. Menggelapkan, menghancurkan, merusakkan, atau membuat tidak dapat
dipakai barang, akta, surat, atau daftar yang digunakan untuk meyakinkan atau
membuktikan di muka pejabat yang berwenang, yang di kuasai karena
jabatannya; atau
b. membiarkan orang lain menghilangkan, menghancurkan, merusakan, atau
membuat tidak dapat dipakai barang akta, surat, atau daftar tersebut; atau
c. membantu orang lain menghilangkan,menghancurkan, merusakan, atau
membuat tidak dapat dipakai barang akta, surat, atau daftar tersebut.
Contoh Kasus
a. Seorang pejabat dengan kekuasaannya menertbitkan surat pengalihan balik
nama barang
atas namanya sendiri atau orang lain padahal menyalahi prosedur.
b. Seorang pejabat yang berwenang menerbitkan surat penghapusan ganti rugi
kehilangan mobil dinas di luar jam kerja oleh seorang pegawai, padahal
seharusanya yang bersangkutan harus mengganti kehilanagan mobil tersebut.
Pasal 7
(1) Dipidana dengan pidana penjara paling singkat 2 (dua) tahun dan paling
lama 7 (tujuh) tahun dan atau pidana denda paling sedikit Rp
100.000.000,00 (seratus juta rupiah) :
a. Pemborong, ahli bangunan yang pada waktu membuat bangunan, atau
penjual bahan bangunan yang pada waktu menyerahkan bahan bangunan,
melakukan perbuatan curang yang dapat membahayakan keamanan orang
atau barang, atau keselamatan negara dalam perang;
b. Setiap orang yang bertugas mengawasi pembangunan atau penyerahan
bahan bangunan, sengaja membiarkan perbuatan curang sebagaimana di
maksud dalam dalam huruf a;
c. Setiap orang yang pada waktu menyerahkan barang keperluan Tentara
Nasional Indonesia dan atau Kepolisian Negara Republik Indonesia
melakukan perbuatan curang yang dapat membahayakan keselamatan
Negara dalam keadaan perang; atau
d. Setiap orang yang bertugas mengawasi penyerahan barang keperluan
Tentara Nasional Indonesia dan atau Kepolisian Negara Repubik
Indonesia dengan sengaja membiarkan perbuatan curang sebagaimana
dimaksud dalam huruf c.
(2). Bagi orang yang menerima penyerahan bahan bangunan atau ornag yang
menerima penyerahan barang keprluan Tentara Nasional Republik Indonesia
dan atau Kepolisian Negara Republik Indonesia dan membiarkan perbuatan
curang sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf a atau huruf c, dipidana
dengan pidana yang sama sebagaimana dimaksud dalam ayat (1).
Pasal 12 huruf h
Pegawai negeri atau penyelenggara Negara yang pada waktu menjalankan
tugas, telah menggunakan tanah Negara yang diatasnya terdapat hak pakai,
seolah-olah sesuai dengan peraturan perundang-undangan, telah merugikan orang
yang berhak, padahal di ketahuinya bahwa perbuatan tersebut bertentangan
dengan peraturan perindang-undangan.
Contoh Kasus
a. seorang pasien harus mengantri urutan dalam pemeriksaan dokter,
seharusnya yang bersangkutan urutan 50, tetapi karena ada keluarga yang
bekerja dirumah sakit sehingga menjadi urutan 10.
b. Seorang mahasiswa membuat laporan kegiatan praktik klinik dengan
menggunakan data yang tidak sebenarnya (ngarang sendiri)
c. Mahasiswa membuat catatatn kecil untuk mencontek pada saat ujian.
d. Seorang petugas gizi dengan sengaja memberikan jumlah diet 1700 kkal
kepada pasien,
Padahal sebenarnya pasien mendapatkan 2100 kkal.
Undian , voucher , point rewards , atau souvenir yang berlaku secara umum dan tidak
terkait dengan kedinasan.
Di peroleh dari kompensasi atas profesi diluar kedinasan , yang diperoleh dari hadiah
langsung/tidak terkait dengan tupoksi dari pegawai negeri atau penyelenggara negara ,
tidak melanggar konflik kepentingan dan kode etik pegawai dan dengan ijin tertulis
dari atasan langsung.
Diperoleh dari hubungan keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus dua derajat
atau dalam garis keturunan disamping satu derajat sepanjang tidak mempunyai
konflik kepentingan dalaam.
Contoh kasus
Seorang petugas kesehatan mendapat tiket gratis , biaya penginapan dari rekanan
farmasi untuk mengikuti kegiatan ilmiah.
Keluarga pasien memberikan uang atau barang kepadaa petugas kesehatan untuk
mendapatkan pelayanan yang lebih dari biasanya.
Pasal 5 ayat 2
Pasal 6 ayat 2
Pasal 11
Pasal 12 huruf a , b , c ,
Pasal 13
Pasal 9
Pasal 10 huruf a , b , c
Pasal 7 ayat 2
Pasal 12 huruf h
Dalam perspektif budaya , korupsi menjadi sesuatau yang dianggap biasanya karena
telah dilakukan baik secara sadar maupun tidak sadar dalam sikap hidup sehari hari.
Budaya korupsi sudah sejak zaman dahulu dilakukan , misalnya pada zaman kerajaan
seorang raja mendapatkan upeti dan hadiah dari masyarakatnya. Hal ini masih kerap
dilakukan oleh masyarakatterhadap pemimpinnya.kebiasaan masyarakat memberikan
uang pelicin atau tip kepada petugas untuk mendapatkan kemudahan dalam
memperoleh pelayanan. Kebiasaan dari masyarakat dimulai dari nilai nilai individu
yang memandang bahwa sesuatu dari unsure budayanya. Sikap masyarakat yang
berpotensi menyuburkan tindak korupsi misalnya :
- Masyarakat kurang menyadari bahwa korupsi akan bisa dicegah dan diberantas bila
masyarakat ikut aktif dalam agenda pencegahan. Dan pemberatasan. Pada umumnya
masyarakat berpandangan bahwa maslah korupsi adalah tanggung jawab pemerintah
semata. Masyarakat kurang menyadari bahwa korupsi itu bisa diberantas hanya bila
masyarakat ikut melakukannya.
Kultur organisasi biasanya punya pengaruh kuat terhadap anggotanya. Apabila kultur
organisasi tidak dikelola dengan baik, akan menimbulkan berbagai situasi tidak
kondusif mewarnai kehidupan organisasi. Pada posisidemikian perbuatan negatif ,
seperti korupsi memiliki peluang untuk menjadi.
Kelemahan yang ada pada individuatau orang perorangan adalah salah satu
faktor penting.
Sebagai gaya hidup modern yang normal, orang dapat dengan mudah melupakan
ajaran ajaran agama yang dianutnya lalu melakukan tindak pidana korupsi karena dia
tidak mau berbeda dari praktek hidup normal orang orang llain dalam masyarakatnya
, jika dalam suatu negara nyaris seluruh penduduknya jika dalam suatu negara nyaris
seluruh penduduknya sangat saleh suatu negara itu bisa jadi sudah tak efektif
membentuk jadi diri , watak dan perilaku warga masyarakatnya. Jika ini yang terjadi
kenyataan , usaha memberantas korupsi jelas tidak bisa diserhkan hanya kepada
pranata pranata keagamaan , atau hanya lewat ajaran ajaran agama dan kidah kaidah
budi pekerti atau hanya lewat hukum adat.
Kalau agama memang mengajarkan dan mengarahkan para penganutnya hanya untuk
hidup jujur , lurus dan benar , sudah seharusnya orang beragama tidak korupsi , dan
korupsi tidak dilakukan orang beragama , dan orang beragama juga korupsi . kenapa
demikian ? bisa banyak penyebabnya. Harus disadari , kelakuan seseorangtidak
hanya di tentukan oleh agamanya ; ada banyak faktor yang mempengaruhi orang
untuk bertindak , antara lain faktor genetik , faktor neurolis , faktor psikologis ,
faktor sosiologis , dan faktor pendidikan dan pengasuhan. Agama berperan lebih
banyak dalam dunia pendidikn dan pengasuhan manusia untuk membentuk jaati diri ,
watak dan kelakuan manusia.
Tetapi ada faktor-faktor lain yang bias tidak tersentuh oleh
agama, atau bisa mengalahkan kekuatan ajaran-ajaran agama. Faktor genetik dan
factor neurologis yang menghasilkan perilaku anti-sosial atau perilaku jahat lainnya ,
bias diatasi hanya oleh teknologi modern ; dua factor ini tak diulas lebih jauh pada
kesempatan ini. Jika seseorang sedang mengalami tekanan psikologis yang sangat
kuat untuk segera menjadi kaya raya karena yang bersangkutan tak mau hidup miskin
atautau di kalahkan rekan-rekannya yang terus sukses secara material, atau harus
segera mendapatkan uang dalam jumlah besar untuk suatu keprluan yang tidak bias
dielakkannya, orang ini dapat bersikap masa bodoh pada ajaran-ajaran agamanya,
lalu korupsi. Ketika seseorang hidup dalam suatu masyarakat yang sangat
konsumeristik dan nyaris semua warganya mengejar kekayan sebagai gaya hidup
modern yang normal, orang ini dapat dengan mudah melupakan ajaran-ajaran agama
yang dianutnya, lalu melakukan tindak pidana korupsi karena dia tidak mau berbeda
dari praktek hidup normal orang-orang lain dalam masyarakatnya.
Jika dalam suatu Negara nyaris semua penduduknya sangat saleh beragama,
tapi korupsi tetap ada dan bahkan meningkat, kekayaan ini menunjukan agama dalam
Negara itu bias jadi tak efektif membentuk jatidiri, watak dan perilaku warga dan
masyarakatnya. Jika ini yang menjadi kekayaan, usaha memberantas korupsi jelas
tidak bias diserahkan hanya kepada pranata-pranata keagamaan,atau hanya lewat
ajaran-ajaran agama dan kaidah-kaidah budi pekerti, atau hanya lewat hukum adat.
Tidak bias lain; ada atau tidak ada agama, hokum positif harus di tegakan tanpa
pandang-pandang bulu, pemberantasan korupsi harus menjadi kegiatan serius Negara
yang sinambung, dan para pemimpin Negara dan masyarakat haruslah sosok-sosok
yang berintegritas, jujur dan memiliki rasa tanggung jawab yang tinggi untuk hidup
bersih selamanya, sehingga bias diteladani. Disamping itu, masyarakat bersama
pemerintah harus berusaha keras menengakkan suatu system ekonomi yang di
dalamnya komptensi, keadilan, kesempatan untuk maju, dan solidaritas social,
berinteraksi secara berimbang. Tetapi, korupsi juga bias didorong oleh ajaran-ajaran
agama, misalnya ajaran bahwa setiap penganut agama ini akan dijamin kehidupannya
leh tuhan sehingga tak akan hidup miskin, melainkan akan kaya raya seperti tuhan
dan mahakanya; ajaran semacam ini potensial mendorong orang beragama
korupsi. Dalam agama tertentu, ajaran semacamini disebut sebagai “teologi sukses”
atau ‘’teologi kemakmuran”. Tentu saja sukses dalam kemakmuran adalah hal-hal
yang baik yang patut dikejar oleh setiap orang, sebab dengan kekayaan bita bias
hidup lebih baik dan lbih sehat. Tetapi hendaknya kemakmuran dan sukses yang kita
kejar, harus mendatangkan dampak positif bagi keseluruhan masyarakat, bukan
hanya bagi kita. Berbeda dari “teologi kemakmuran” , ada juga agama tertentu yang
mendorong umatnya untuk hidup bersahaja, tak melekat pada kekayaan duniawi,
bahkan untuk menjadi miskin dengan rela, denga melepas kekayaan yang pernah
dimiliki untuk kepentingan public. Tentu ajaran
agama yang semacam ini, meskipun dampak tak realistik, bias efektif meniadakan
korupsi jika memang umatnya menyetujuinya dengan iklas.
antara hukum dan moral serta perkembangan budaya yang sangat cepat. Oleh
karena berbagai instansi membuat peraturan perundang-undangan tersendiri dengan
membuat sanksi pidana sendiri, padahal dalam setiap kegiatan operasional instansi
terdapat potensi korupsi, akan tetapi dengan peraturan khusus dalam undang-undang
tersendiri sering kali menjadi tameng untuk melepaskan diri dari jeratan korupsi.
Dengan demikian, dalam upaya penanggulangan kejahatan yang potensial korupsi
tersebut didasarkan pada aturan formil acara pidana biasa, bukan dengan aturan
formil korupsi yang extra ordinarycrime.
Penggunaan sanksi pidana melalui pencantuman bab tentang “ketentuan
pidana” dalam suatu produkperaturan perundang-undangan pada hakikatnya
dimaksudkan untuk menjamin agar peraturan produk perundang-undangan tersebut
dapat ditaati dan dilaksanakan sebagaimana mestinya. Eksistensi sanksi pidana
tersebut dimaksudkan untuk memperkokoh berlakunya peraturan perundang-
undangan.Terhadap rumusan tindak pidana korupsi pada suatu peraturan perundang-
undangan tidak selalu konsisten, artinya kebijakan mencantunkan substansi pasal
tindak pidana korupsi bukan merupakan suatu keharusan untuk bersifat absolute
dengan kata lain, meakipun suatu peraturan perundang-undangan potensial dengan
korupsi bukan suatu inkonsistensi jika digunakan atau tidak delik korupsi dalam
setiap produk peraturan perundang-undagan. Kebijakan penggunaan tersebut
menggunakan problematic hukum inkonsisten dari system hukum yang mengatur
perbuatan tindak pidana korupsi dn yang ada nanya tindak pidana umum/biasa.
Penggunaan sanksi pidana dalam suatu produk perundang-undangan tersebut dengan
sanksi tindak pidana biasa (ordinary crime).
Fenomena social yag menonjol dalam system hukum pidana dalam rangka
penegakan hukum terhadap tindak pidana korupsi antara lain transisi dan perubahan
praktik system hukum pidana dari cara tradisonal, konvensional, nasional menuju
system hukum yang global atau internasional. Masyarakat semakin dihadapkan
dengan berbagaai persoalan yang sangat komplek dengan diikuti munculnya berbagai
aturan baru dalam masyarakat yang secara dogmatik hokum. Pelaksaan system
peradilan pidana meliputi subsistem hukum, struktur hukum dan budaya hukum
bahkan kebijakan hukum secara yuridis formal bertentangan dengan undang-undang
dasar 1945 hukum belum mencerminkan rasa keadilan yang diharapkan
masyarakat. Problematik hukum dalam praktik system hukum pidana pada system
peradilan pidana korupsi diperlukan penelitian.Beberapa instrument hukum atau
perundang-undangan yang potensial korupsi dan yang belum mengatur delik korupsi
sebagai extra ordinary crime, tetapi hanya sebagai delik tindak pidana biasa. Hal ini
mencerminkan terjadinya kesenjangan den implimentasi konsistensi system hukum
pidana di Indonesia atau belum ada legal spirit yang menunjukan adanya sense of
krisis terhadap korupsi.
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Kesimpulan dari makalah ini ialah korupsi suatu perbuatan yang buruk dari
manusia yang kenyataannya sangat sulit untuk mengatasinya ,karena perbuatan
ini kita sadari atau tidak sudah terbentuk dimasyarakat bahkan semenjak kita
masih kecil,hanya saja kerugiannya masih kecil,berbeda dengan korupsi yang
dilakukan oleh para pejabat Negara yang memakai kekuasaannya untuk
kepentingan sendiri yang bisa sangat merugikan Negara atau masyarakat ,oleh
karena itu dibentuklah Undang – Undang tentang pemberantasan pidana
korupsi .dimana orang yang melakukan tindakan yang masuk kedalam ciri – ciri
korupsi yang telah dinyatakan sebagai koruptor akan dihukum pidana penjara
dan hukuman pidana denda sesuai dengan Undang – Undang