Anda di halaman 1dari 21

Lab/SMF Ilmu Kesehatan Telinga, Hidung, Tenggorok REFERAT

Kepala Leher
Program Studi Pendidikan Profesi Dokter
Fakultas Kedokteran Universitas Mulawarman
RSUD Abdul Wahab Sjahranie Samarinda

LABIRINITIS

Disusun Oleh :
Khairun Nisa 1910017040
Crissty Magglin 1910017044

Pembimbing
dr. Selvianti, Sp. THT-KL

Dipresentasikan Dalam Rangka Tugas Kepaniteraan Klinik


Laboratorium/SMF
Ilmu Kesehatan Telinga, Hidung, Tenggorok-Kepala,Leher
Fakultas Kedokteran
Universitas Mulawarman
Samarinda
2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena
atas berkat dan rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan referat ini yang berjudul
“Labirinitis”. Referat ini disusun dalam rangka tugas kepaniteraan klinik di
Laboratorium Ilmu Kesehatan Telinga, Hidung, dan Tenggorok Universitas
Mulawarman RSUD Abdul Wahab Sjahranie Samarinda.
Pada kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada :
1. dr. Soehartono, Sp. THT-KL, selaku Ketua Program Studi Profesi Dokter
Fakultas Kedokteran Universitas Mulawarman.
2. dr. Moriko P., M.Kes, Sp. THT-KL selaku Kepala Laboratorium Ilmu
Kesehatan Telinga, Hidung, dan Tenggorok Fakultas Kedokteran Universitas
Mulawarman.
3. dr. Selvianti, Sp. THT-KL selaku dosen pembimbing referat yang telah
memberikan bimbingan dan saran dalam penyusunan referat ini di
Laboratorium Ilmu Kesehatan Telinga, Hidung, dan Tenggorok.
4. Dosen-dosen klinik dan preklinik FK Universitas Mulawarman khususnya
staf pengajar Lab/SMF Ilmu Kesehatan Telinga, Hidung, dan Tenggorok,
terima kasih atas ilmu yang telah diajarkan kepada penulis.
5. Rekan-rekan dokter muda di Lab/SMF Ilmu Kesehatan Telinga, Hidung, dan
Tenggorok Fakultas Kedokteran Universitas Mulawarman/RSUD Abdul
Wahab Sjahranie Samarinda, semua pihak yang telah membantu, baik secara
langsung maupun tidak langsung yang tidak dapat disebutkan satu persatu.
Penulis menyadari terdapat ketidaksempurnaan dalam penulisan, sehingga
penulis mengharapkan kritik dan saran demi penyempurnan referat ini. Akhir
kata, semoga referat ini berguna bagi penyusun sendiri dan para pembaca.

Samarinda, Agustus 2020

Penulis

ii
DAFTAR ISI

COVER ................................................................................................................... i

KATA PENGANTAR ........................................................................................... ii

BAB 1 PENDAHULUAN ..................................................................................... 1


1.1 Latar Belakang .........................................................................................1
1.2 Tujuan......................................................................................................1

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ............................................................................ 2


2.1 Anatomi Fisiologi Labirin ........................................................................2
2.2 Definisi .....................................................................................................3
2.3 Epidemiologi ............................................................................................3
2.4 Klasifikasi ................................................................................................4
2.4 Etiologi .....................................................................................................4
2.5 Patofisiologi ..............................................................................................6
2.6 Manifestasi Klinis .....................................................................................7
2.7 Diagnosis ................................................................................................ 10
2.8 Diagnosis banding .................................................................................. 12
2.9 Penatalaksanaan..................................................................................... 13
2.10 Komplikasi ............................................................................................. 15
2.11 Prognosis ................................................................................................ 15

BAB 3 RINGKASAN .......................................................................................... 16

DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 17

iii
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Labirinitis merupakan salah satu komplikasi dari radang pada telinga
tengah. Labirinitis merupakan keadaan yang digambarkan sebagai
peradangan yang terjadi pada telinga bagian dalam (labirin). Peradangan yang
terjadi bisa disebabkan oleh mikroorganisme seperti bakteri, virus atau yang
lebih jarang,karena gangguan autoimun dan ini bisa terjadi karena perluasan
infeksi lokal ataupun sistemik. Peradangan yang terjadi, menyebabkan
terganggunya transmisi informasi sensorik dari telinga ke otak sehingga
terjadinya gangguan keseimbangan dan pendengaran dalam berbagai derajat
dan dapat mempengaruhi salah satu atau kedua telinga 1,2
Secara umum labirinitis di bagi menjadi labirinitis umum/general
(labirinitis purulent) dan labirinitis lokalisata (sirkumskripta, labirinitis
serosa) atau fistula labirin, labirinitis serous dan purulent. Gejala klinis yang
bisa ditemukan berupa ganguan vestibular, mual, muntah, vertigo dan
gangguan pendengaran ringan sampai berat. Gejala bisa membaik seiring
berjalannya waktu/reversible dan ada juga yang menetap/irreversible pada
kondisi yang lebih kronis. Oleh karenanya pada gangguan ini, penemuan dan
penanganan sedini mungkin penyakit yang mendasarinya akan mengurangi
progresifitas penyakit dan risiko terjadinya gangguan vestibular dan
pendengaran yang menetap. 2,3

1.2 Tujuan
Menambah ilmu pengetahuan mengenai Labirinitis secara umum yang
mencakup definisi, epidemiologi, etiologi, patofisiologi, penegakan diagnosis
melalui anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan penunjang,
penatalaksanaan, komplikasi dan prognosis.

1
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi Fisiologi Labirin


Telinga dalam disebut juga sebagai labirin karena bentuk dan
rangkaiannya yang rumit/kompleks, bagian ini terdiri dari organ pendengaran
dan keseimbangan. Berdasarkan strukturnya, telinga dalam terdiri dari dua
yaitu labirin tulang dan labirin membranosa. Labirin bagian tulang terdiri dari
kanalis semisirkulari,vestibulum, dan koklea. Labirin tulang, dilapisi oleh
periosteum dan mengandung perilimfe, dan mengelilingi labirin membranosa.
Labirin membranosa mengandung endolimfe dan menjadi tempat beradanya
reseptor pendengaran dan kesetimbangan.4
Pada indra pendengaran, saat adanya gelombang bunyi yang
dipindahkan oleh ketiga tulang telinga tengah kebagian telinga dalam, akan
menimbulkan gelombang cairan dikoklea yang akan menekan membran
fleksibel duktus koklearis dan sel rambut sensorik hingga tertekuk, sehingga
menghasilkan potensial reseptor yang mencetuskan impuls saraf yang akan
dikirimkan melalui cabang koklearis nervus vestibulokoklear (Nervus Kranial
VIII) ke otak. 4,5
Mekanisme pada indra keseimbangan diperantarai oleh sel rambut yang
melapisi aparatus vertibularis telinga dalam yang berisi cairan. Sel rambut
pada indra keseimbangan berfungsi seperti pada koklea namun gaya yang
mengerakkannya adalah gravitasi dan percepatan, bukan gelombang bunyi.
Pada saat ada perubahan posisi dan percepatan yang terjadi, sel reseptor ini
akan merespon dan melepaskan impuls saraf melalui nervus vestibularis
(cabang nervus kranialis VIII). 4,5

2
Gambar 2.1 Anatomi Telinga4

2.2 Definisi
Labirinitis adalah suatu peradangan yang melibatkan telinga bagian
dalam (labirin). yang menyebabkan terganggunya transmisi informasi
sensorik dari telinga ke otak yang bermanifestasi berupa gangguan
keseimbangan dan pendengaran, pada salah satu atau kedua telinga. infeksi
yang terjadi bisa menyebar dari infeksi telinga tengah, sepsis intrakranial atau
melalui aliran darah/hematogen. 1,6,7

2.3 Epidemiologi
Angka kejadian labirinitis belum diketahui secara pasti. Data di
Amerika Serikat, prevalensi terjadinya kehilangan pendengaran sensosineural
mendadak diperkirakan 1 kasus per 10.000 orang dan labirinitis akibat virus
adalah yang umum ditemukan di praktik klinis. Berdasarkan usia, labirinitis
virus umumnya pada orang dewasa berusia 30-60 tahun, labirinitis serosa
lebih sering terjadi pada anak-anak. Labirinthitis supuratif meningogenik
biasanya diamati pada anak-anak di bawah 2 tahun sedangkan Labirinitis
supuratif otogenik bisa ditemukan pada segala rentang usia dengan
kolesteatoma atau sebagai komplikasi dari otitis media akut yang tidak
ditangani. 2

3
2.4 Klasifikasi
1. Fistula Labirin/Labirinitis Sirkumkripta
Penipisan/erosi dari tulang kapsul labirin yang umumnya terjadi di kanal
semisirkularis horizontal. tanpa gangguan pada perilimfe, biasanya terjadi
karena kolesteatoma 8,9
2. Labirinitis Serous
Inflamasi pada telinga bagian dalam,perilimfe namun tidak sampai
melibatkan endolimfe. Inflamasi terjadi akibat produk-produk toksin yang
dihasilkan oleh bakteri yang telah menginfeksi telinga tengah/tulang yang
mengelilingi telinga bagian dalam (tidak disebabkan oleh infeksi langsung
mikroorganisme). Gangguan ini bisa menyebabkan gangguan pendengaran
dan fungsi vestibular namun gejalanya halus atau ringan, sehingga bersifat
reversibel atau tidak menyebabkan kerusakan yang permanen jika dirawat
lebih awal. 1,6,8
3. Labirinitis Supuratif (mohan)
Infeksi pada labirin yang disebabkan oleh mikroorganisme (bakteri/virus)
secara langsung. Infeksi bisa berasal dari timpanogenik (otitis media,
mastoiditis, luka penetrasi dll), meningogenik (meningitis), dan
hematogenik (ensefalitis, infeksi sistemik, dll). Inflamasi ditandai dengan
terjadinya kehilangan pendengaran lengkap (permanen) dan terjadinya
vertigo akut, vertigo akan membaik secara perlahan dalam hitungan
minggu sampai bulan. Biasanya memiliki riwayat nyeri telinga, dan
didahului batuk, pilek dll. 1,8

2.4 Etiologi
a. Bakteri
Bakteri yang menyebabkan infeksi pada labirinitis, umumnya sama
dengan bakteri pada meningitis dan otitis. Pada kejadian dimana
kolesteatoma adalah pencetusnya, bakteri gram negatif lebih sering
ditemukan. Beberapa bakteri yang berpotensi menyebabkan labirinitis
diantaranya treptococcus pneumonia, Haemophilus influenza, Moraxella
catarrhalis, Neisseria meningitides, Staphylococcus, Proteus, Escherichia
coli,Mycobacterium tuberculosis,dll. 2,10

4
b. Virus
Labirinitis yang disebabkan oleh virus umunya didahului oleh infeksi pada
saluran pernapasan bagian atas, dan beberapa virus yang berpotensi
menyebabkan terjadinya peradangan pada labirin yaitu: Cytomegalovirus,
Mumps, Varicella-zoster, Influenza, Parainfluenza Rubella, Herpes
simplex, Adenovirus,dll 2,10
c. Proses autoimun
Labirin autoimun gangguan pendengaran sensorineural yang lebih jarang
terjadi, hal ini bisa terjadi sebagai bagian dari penyakit autoimun sistemik
(Wegener granulomatosis atau poliarteritis nodosa) atau proses lokal
ditelinga bagian dalam. 2,10

Berdasarkan jenisnya :
a. Fistula Labirin
- Otitis media kronik dengan kolesteatoma (penyebab paling umum)
- Sifilis kongenital
- Neoplasma didalam telinga (mis: karsinoma atau tumor glomus
jugulare)
- Pembedahan atau trauma asidental (mis: operasi fenestrasi untuk
otosklerosis) 8,9
b. Labirinitis Serous
- pada infeksi akut telinga tengah, Invasi dari toksin bakteri atau virus
melalui jendela oval/bulat
- Semua jenis otitis media dan mastoiditis (sering pada labirinitis
sirkumkripta yang berhubungan dengan kolesteatoma)
- Infeksi yang melalui darah
- Peradangan meningeal
- Bedah telinga: Fenestrasi dan stapedektomi8,9
c. Labirinitis Supuratif/Purulen
Penyebab labirinitis supuratif sama seperti labirinitis serous namun yang
paling sering ialah
- OMA (otitis media akut)

5
- Kolesteatoma
- Meningitis 8,9

2.5 Patofisiologi
Hasil suatu studi menunjukkan bahwa, infeksi bakteri pada labirinitis
biasanya merupakan suatu infeksi sekunder dan didapatkan bahwa otitis
media bakteri merupakan salah satu faktor yang berpengaruh signifikan
dalam perkembangan patofisiologi labirinitis bakteri. Pada peradangan telinga
tengah seperti otitis media, akan terjadi penumpukan cairan infektif pada
telinga tengah yang bisa meluas sampai ke jendela oval, yang akan
membentuk endapan terdiri dari toksin atau faktor-faktor inflamasi yang akan
membentuk eksudat/ nanah. Hal ini bisa meluas hingga ke endolimfe di
dalam labirin membranosa dan akan terjadi gangguan lingkungan homeostatis
yang bisa memicu respons peradangan dalam koklea dan menyebabkan
perubahan morfologi dan disfungsi sel sensorik, bahkan memusnahkan sel
rambut koklea di dalam organ corti, yang terlibat dalam transmisi getaran
suara ke saraf vestibulocochlear, yang akan mengakibatkan gangguan
pendengaran yang tidak dapat diperbaiki. Selain dari inflamasi telinga tengah,
sumber infeksi juga bisa menyebar melalui darah, atau meningeal.1,11
Infeksi virus merupakan penyebab paling umum pada labirinitis dan
sering dikaitkan sebagai komplikasi dari influenza, ISPA atau otitis media
virus. Secara patogen, masih belum diketahui secara jelas mekanismea kausal
antara virus dan labirinitis, namun pada suatu penelitian didapatkan bahwa,
bisa terjadi transmisi kongenital di rahim pada rubella dan cytomegalovirus.
Dalam penelitian kasus mumps, diidentifikasi bahwa penyebaran
hematogenik bisa menyebabkan infeksi pada stria vascularis, yang berdampak
pada perubahan komposisi dan volume kimia dari endolimfe, menyebabkan
iritasi yang bisa berlanjut menjadi gangguan pendengaran unilateral atau
bilateral dan vertigo yang tiba-tiba. Autoimun juga diduga bisa menyebabkan
terjadinya labirinitis, namun etiologi ini sangat jarang terjadi.2,11

6
2.6 Manifestasi Klinis
Pasien dengan labirinitis datang dengan keluhan tiba-tiba kehilangan
pendengaran, tinnitus, dan vertigo parah. Iritasi vestibular awal menyebabkan
nistagmus spontan ke arah sisi yang terkena. Ketika neuroepithelium menjadi
rusak permanen oleh racun bakteri, nistagmus bergeser ke telinga yang
berlawanan. Vertigo berat awal berlangsung selama 8-12 jam dan secara
bertahap membaik selama beberapa minggu dengan kompensasi sentral.
Adapun pada labirinitis timpanogenik biasanya keluhan unilateral. Labirinitis
meningogenik biasanya keluhan billateral, yang mana organisme dan sel
inflamatori dapat memasuki telinga bagian dalam melalui internal auditory
canal atau cochlear aqueduct. 12,14,18

a. Fistula Labirin (Circumscribed labyrinthitis, paralabyrinthitis and


Perilabyrinthitis)
 Pasien mungkin asimtomatik.
 Periode singkat gangguan keseimbangan, disekuilibrium, atau vertigo.
Adapun pasien memiliki keseimbangan normal hampir sepanjang
waktu.
 Tanda fistula: gangguan keseimbangan sesaat, saat kanal telinga luar
didorong/ ditekan menggunakan washing cloth. Vertigo transien yang
disebabkan oleh irigasi telinga atau dengan menekan tragus
 Fenomena Tullio: Suara keras memicu gangguan keseimbangan
singkat.
b. Labirinitis Serosa
 Vertigo spontan pada kasus infeksi telinga tengah biasanya
mengindikasikan labirinitis serosa. Vertigo lebih parah dari labirinitis
fistula tetapi tidak separah labirinitis supuratif
 Nistagmus tipe iritatif (hyperactive labyrinthitis): Komponen cepat
mengarah ke telinga yang terkena.
 Jika hal tersebut merupakan kondisi sekunder akibat fistula labirin,
tanda fistula akan positif. Terjadi gejala fistula labirin yang
memburuk. Vertigo tidak terlalu parah karena beberapa kompensasi
berkembang selama terjadi peradangan fistula labirin.

7
 Pendengaran mungkin terganggu tapi tidak terlalu jelas. Jika ada
pendengaran yang masih berfungsi, maka labirinitis supuratif belum
berkembang. SNHL nada tinggi sering menyertai otitis media
supuratif kronis (OMSK) bahkan tanpa vertigo.
 Tes kalori biasanya menunjukkan respons vestibular yang berkurang.

Gejala labirinitis serosa adalah akibat dari fungsi vestibular dan


koklea yang terganggu, hampir selalu disertai dengan depresi respons
sensorik. Gejala vestibular mendahului gejala koklea beberapa jam
sampai hari ketika tempat invasinya adalah kanalis semisirkular. Tanda-
tanda otitis media akut, kolesteatoma, atau penyakit telinga kronis
mungkin didapatkan, tetapi pemeriksaan telinga normal pada sebagian
besar kasus. 13

c. Labirinitis Supuratif :

1. Tahap Akut (Manifes) (1–2 Minggu): Tinnitus onset cepat (0,5–1


jam), vertigo berputar, pucat, diaphoresis (berkeringat), mual dan
muntah terjadi. Gejala tetap tak berhenti dan mungkin tidak
merespons terhadap pengobatan apa pun selama 8-12 jam. Pusing
membaik selama beberapa hari ke depan tetapi adanya gerakan kepala
dapat menimbulkan vertigo dan mual yang parah. Kompensasi SSP
terjadi selama 2-3 minggu ke depan.
• Brisk jerky nystagmus: Nistagmus horizontal berputar dimana
komponen cepat di sisi yang terkena untuk hari pertama (iritasi)
tetapi ke arah sisi yang berlawanan (paralitik) pada waktu
berikutnya.
• Gejala vestibular memuncak selama beberapa hari pertama
kemudian secara bertahap mereda setelah minggu pertama.
• Pasien berbaring dengan tenang kearah telinga yang terkena dan
tidak dapat berdiri atau duduk
• Bahkan sedikit gerakan kepala bisa menyebabkan muntah.
• Hilangnya fungsi pendengaran di sisi yang sakit.

8
• Labirinitis unilateral menyebabkan gangguan vestibular yang lebih
parah daripada labirinitis meningogenik bilateral.

2. Tahap kronik (Laten atau Fibrosis) (1–6 Weeks):


• Gangguan vestibular ringan dan vertigo posisional
• Tidak adanya fungsi koklea dan vestibular.
• Lesi bilateral menyebabkan kesulitan dalam berjalan terutama di
tempat yang gelap atau di permukaan yang lunak.

3. Tahap Penyembuhan (Kompensasi atau Osifikasi) (Labirinitis


Osifikan):
• Terbentuk tulang baru selama beberapa bulan.
• Perlu waktu bertahun-tahun untuk berkembangnya labirinitis
osifikan komplit. 8

Labirinitis bakterial (supuratif) memiliki perjalanan penyakit yang


lebih fulminan/berat daripada labirinitis serosa dan bermanifestasi dalam
onset mendadak dari gangguan pendengaran berat dan vertigo
fulminan/berat yang berlangsung beberapa hari dan biasanya
berhubungan dengan mual dan muntah. Gangguan keseimbangan
(unsteadiness), seperti pada neuritis vestibular, dapat berlangsung selama
beberapa bulan. Namun, tidak seperti neuritis vestibular, labirinitis
biasanya disertai gejala koklea, misalnya gangguan pendengaran, terasa
penuh, otalgia, dan tinnitus. Gejala labirinitis supuratif mirip dengan
labirinitis serosa, termasuk kurangnya demam. Namun, ada beberapa
perbedaan utama. Gejala labirinitis supuratif lebih cepat dan intens,
dengan perbaikan bertahap pada hari-hari berikutnya. Selain itu,
timbulnya gejala vestibular yang parah disertai dengan hilangnya respons
kokleovestibular. Khususnya, respons kalori secara mencolok tidak ada
di telinga yang sakit. 13

9
2.7 Diagnosis
Adapun beberapa pemeriksaan yang dapat dilakukan untuk membantu
mendiagnosis labirinitis adalah pemeriksaan radiologis (MRI, CT-Scan),
pemeriksaan audiogram dan pemeriksaan tes vestibular.
a. Pemeriksaan Radiologis (CT-Scan, MRI)
Labirinitis akut merupakan diagnosis klinis, dan pencitraan sangat
jarang dilakukan. Focal enhancement terlihat dalam labirin pada gambar
T1-MRI post-kontras. Labyrinthitis kronis menunjukkan pengaburan
margin dan peningkatan densitas lumen labirin pada gambar CT, akibat
osteitis. MRI menunjukkan tidak adanya sinyal tinggi normal dalam
lumen labirin.14
Pada fistula labirin dapat ditemukan test fistula yang positif dan
gambaran CT-scan dalam algoritma tulang, tampak erosi tulang pada
SCC lateral8. Labirinitis supuratif jarang terjadi, pada pemeriksaan MRI
dapat menunjukkan peningkatan kontras labirin dan ada beberapa bukti
yang menunjukkan enhancement berkorelasi dengan gejala subjektif dan
penilaian objektif dari nistagmus. CT tidak membantu dalam diagnosis
tetapi dapat membantu menggambarkan kelainan anatomi yang
mendasarinya.15

Gambar 2.2 CT-Scan Axial. Labirinitis ossfikan pada koklea dan labirin
setelah labirinitis akut yang disebabkan oleh kolesteatoma. Perhatikan
tidak adanya struktur telinga bagian dalam. Lihat lingkaran hitam 16

b. Pemeriksaan Audiometri
Pemeriksaan audiogram dilakukan pada semua pasien yang
mungkin menderita labirinitis. Pemeriksaan pada pasien yang sakit berat

10
dan sangat pusing dilakukan ketika mereka stabil dan dapat mentolerir
tes. Audiogram mungkin menunjukkan temuan yang berbeda-beda yang
kaitannya dengan etiologi penyebab inflamasi labirin. Misalnya, pasien
dengan labirinitis yang diinduksi oleh otitis media kemungkinan besar
akan mengalami gangguan pendengaran campuran, sedangkan labirinitis
virus akan muncul dengan gangguan pendengaran sensorineural.
Pengujian otoacoustic emission (OAE) atau pengujian auditory
brainstem response (ABR) dapat membantu pada pasien yang tidak dapat
bekerja sama untuk audiometri standar.2
Orang dengan labirinitis virus memiliki SNHL frekuensi tinggi
ringan sampai sedang di telinga yang terkena, meskipun spektrum
frekuensi apa pun dapat terpengaruh. Sedangkan, labirinitis supuratif
(bakteri) biasanya menyebabkan gangguan pendengaran unilateral yang
berat. Dalam kasus meningitis, gangguan pendengaran seringkali
bilateral. Orang dengan labirinitis serosa (bakteri) mengalami gangguan
pendengaran frekuensi tinggi unilateral di telinga yang terkena. Tuli
konduktif pada telinga yang sama dapat terjadi akibat efusi.2
c. Pemeriksaan Tes Vestibular
Tes kalori dan electronystagmogram dapat membantu dalam
mendiagnosis kasus-kasus sulit dan menetapkan prognosis untuk
pemulihan. Bukti menunjukkan bahwa evaluasi yang cermat terhadap
refleks vestibulo-okuler dapat membantu menentukan etiologi labirinitis.
Orang dengan labirinitis virus memiliki nistagmus dengan paresis
vestibular kalori unilateral/ hipofungsi. Orang dengan labirinitis supuratif
memiliki nistagmus dan tidak ada respons kalori di sisi yang terkena.
Orang dengan labirinitis serosa biasanya memiliki hasil
electronystagmogram yang normal, tetapi mereka mungkin mengalami
penurunan respon kalori di telinga yang terkena. Namun, adanya efusi
telinga tengah dapat mengurangi respons kalori dan menyebabkan
temuan positif palsu.

11
2.8 Diagnosis banding
Diagnosis banding dari gangguan vestibular yang umum ditemui 17:
a. Benign Paroxysmal Positional Vertigo (BPPV):
Keluhan : vertigo yang diprofokasi oleh gerakan kepala dan perubahan
posisi yang berlangsung selama beberapa detik hingga menit. Pasien juga
mungkin mengeluh gangguan keseimbangan ketika berjalan dan berdiri
Temuan penting dalam pemeriksaan klinis atau tes diagnostik:
 Dix-hallpike test: positive untuk gejala dizziness dan nistagmus
torsional upbeating (posterior canal) atau down beating (anterior
canal)
 Roll test: positif untuk gejala dizziness dan nistagmus horisontal (lateral
canal)
 Nistagmus memiliki latensi yang pendek dan kelelahan bila berulang
b. Vestibula Neuritis:
Keluhan: persisten vertigo rotasional dengan onset akut,
ketidakseimbangan postural, nistagmus, dan mual tanpa kehilangan
pendengaran yang berlangsung kurang lebih 24-72 jam. Setalah beberapa
hari , pasien akan mulai bergerak kembali dan mengeluhkan dizziness dan
gangguan keseimbangan dalam berbagai derajat keparahan ketika
kepalanya bergerak.
Temuan penting dalam pemeriksaan klinis atau tes diagnostik:
 Pada fase akut, nistagmus horisontal (fase cepat menjauhi telinga yang
terkena) dan ketidakseimbangan postural yang signifikan.
 Pada fase kronik,pasien mengeluh ketidakseimbangan postural dalam
berbagai derajat keparahan dan keluhan dizziness saat bergerak. Head
trust test unilateral mungkin positif.
 Penurunan respon kalori unilateral
 Hasil audiogram negatif untuk gangguan pendengaran
c. Labirinitis
Keluhan: sama seperti vestibular neuritis, kecuali pasien juga mengeluh
adanya kehilangan atau gangguan pendengaran dan tinnitus. Sering kali
berhubungan dengan otitis media (bakterial atau viral).

12
Temuan penting dalam pemeriksaan klinis atau tes diagnostik:
Sama seperti neuritis vestibular, kecuali audiogram yang positif untuk tuli
sensorineural
d. Meniere’s disease
Keluhan: serangan vertigo rotasional spontan yang mendadak,
berlangsung selama 20 menit hingga beberapa jam. Serangan disertai
adanya sensasi telinga penuh, penurunan pendengaran dan tinnitus,
ketidakseimbangan postural, nausea dan/ atau muntah. Khasnya, pasien
memiliki masa bebas gejala diantara serangan. seiring berjalannya waktu,
pasien mungkin mengeluhkan hilangnya pendengaran dan gangguan
keseimbangan yang progresif apabila terdapat kerusakan fungsi vestibular
yang permanen.
Temuan penting dalam pemeriksaan klinis atau tes diagnostik:
Nistagmus horizontal (fase cepat kearah menjauhi telinga yang sakit),
ketidakstabilan postural yang signifikan pada saat fase akut. Penurunan
pendengaran akut juga akan ditemukan pada pemeriksaan audiogram.
Penurunan respon caloric unilateral. Seiring waktu, audiogram mungkin
mennunjukkan penurunan pendengaran yang progresif. Seorang pasien
mungkin saja mengalami gangguan bilateral.
2.9 Penatalaksanaan
Penatalaksanaan awal labirinitis ditujukan untuk menghindari
perkembangannya menjadi meningitis. Pasien dirawat untuk pemberian
antibiotik intravena, obat sedatif vestibular dan kemungkinan pemberian
kortikosteroid. Setelah kondisi umum membaik, operasi timpanomastoid
definitif dilakukan untuk menghilangkan sumber infeksi. 14
Dalam literatur, perawatan yang diberikan pada kasus labirinitis
berkisar dari pemasangan selang ventilasi dan penggunaan antibiotik yang
agresif, hingga timpanomastoidektomi dan kokleotomi. Mungkin dibutuhkan
waktu berminggu-minggu hingga berbulan-bulan, untuk resolusi vertigo,
yang mana hal tersebut menunjukkan bahwa terjadi kompensasi sistem
vestibular kontralateral daripada pemulihan fungsi telinga yang terkena.
Komplikasi jangka panjang dari labirin supuratif mungkin termasuk

13
labirinitis, yang disebabkan oleh penggantian fibrosa atau tulang dari labirin.
Pemberian steroid selama fase awal penyakit dapat membantu mencegah
perkembangan komplikasi ini15. Terapi surgical untuk labirinitis pada infeksi
akut terbatas pada miringotomi. Terapi labirinitis pada otitis media kronis,
dengan atau tanpa kolesteatoma, adalah timpanoplasti dan mastoidektomi
mengikuti pilihan ahli bedah.18
Jika teridentifikasi fistula di koklea, biasanya lebih baik membiarkan
matriks kolesteatoma di fistula, tutup telinga, dan dilakukan pembedahan
kembali untuk mengeluarkannya saat telinga sudah sembuh dan steril. Ini
adalah teknik yang bagus untuk fistula lebar dan dalam di labirin vestibular.
Untuk fistula sempit dan dangkal di kanal semisirkularis, matriks
kolesteatoma dapat diangkat dengan hati-hati dan fasia ditempatkan di atas
fistula; jika matriks tampak melekat pada labirin membran, pembedahan
harus dihentikan dan matriks dibiarkan dilepas nanti. Poin penting untuk
ditekankan kembali adalah bahwa seseorang tidak dapat memastikan secara
prospektif apakah labirinitis bersifat toksik (serosa) atau supuratif; juga tidak
bisa memastikan bahwa labirinitis serosa mungkin tidak menjadi supuratif.
Labirinitis supuratif mungkin segera dikaitkan dengan meningitis. Dengan
demikian, rawat inap dan antibiotik intravena perlu dilanjutkan sampai infeksi
telah diberantas.18
Sebelum melakukan pengobatan pada labirinitis serosa, sangat penting
untuk menyingkirkan labirinitis supuratif, yang dapat diketahui dengan
mengidentifikasi adanya retensi pasti pada fungsi labirin (misalnya, dengan
tes kalori). Pengobatan inflamasi labirin serosa diarahkan pada faktor etiologi.
Jika penyebabnya adalah otitis media supuratif akut dini, miringotomi dan
terapi antibakteri sudah cukup. Jika penyebabnya adalah osteitis
perilabyrinthine atau kolesteatoma, mastoidektomi dengan pengangkatan
tulang yang sakit harus dikombinasikan dengan antibiotik parenteral. Dalam
kasus OMSK, mastoidektomi radikal yang dimodifikasi (tanpa masuk ke
dalam labirin) dengan pemberian antibiotik harus dilakukan sedini mungkin.8
Terapi labirinitis supuratif yang paling penting adalah pemantauan
yang terus menerus untuk menilai gejala perluasan intrakranial. Antibiotik

14
harus diberikan, meskipun lebih membantu dalam mencegah penyebaran
infeksi daripada dengan harapan bahwa obat tersebut akan memasuki labirin
yang terinfeksi dalam konsentrasi terapeutik. Jika ada tanda-tanda meningeal,
maka pungsi lumbal harus segera dilakukan. Apabila di dapatkan bukti
penyebaran intrakranial maka diperlukan bedah labirinektomi.8
2.10 Komplikasi
Labirinitis osifikan termasuk kedalam komplikasi jangka panjang dari
labirin supuratif, yang disebabkan oleh penggantian jaringan fibrosa atau
tulang dari labirin. Pemberian steroid selama fase awal penyakit dapat
membantu mencegah perkembangan komplikasi ini 15.
Adapun bakteri mendapatkan akses ke cochlear aqueduct melalu
labirin, membentuk saluran antara perilimfe dan cairan serebrospinal (CSF)
yang mengakibatkan infiltrasi meningeal. Penting untuk mendiagnosis dan
mengobati labirinitis sejak dini untuk mencegah perkembangan meningitis
selanjutnya.12
Gangguan pendengaran sensorineural frekuensi tinggi permanen juga
dapat terjadi. Hal yang lebih jarang, dimana labirinitis infektif yang parah
atau infeksi koklea akan menyebabkan ketulian permanen yang sedang
hingga berat. Konsekuensi dari labirinitis bakterialis umumnya adalah
ketulian dan kehilangan fungsi vestibular yang berhubungan dengan
labirinitis osifikan.14
2.11 Prognosis
Gejala akut vertigo dan mual dan muntah sembuh setelah beberapa
hari sampai beberapa minggu pada semua bentuk labirinitis; Namun,
gangguan pendengaran lebih bervariasi. Labirinitis supuratif hampir selalu
menyebabkan gangguan pendengaran yang permanen dan berat, sedangkan
pasien dengan labirinitis virus dapat pulih dari gangguan pendengaran.
Disekuilibrium dan/ atau vertigo posisional juga dapat muncul selama
berminggu-minggu setelah resolusi infeksi akut 2.

15
BAB 3
RINGKASAN

Labirinitis adalah suatu peradangan pada labirin yang menyebabkan


terganggunya transmisi informasi sensorik dari telinga ke otak yang
bermanifestasi berupa gangguan keseimbangan dan pendengaran, pada salah satu
atau kedua telinga. infeksi yang terjadi bisa menyebar dari infeksi telinga tengah,
sepsis intrakranial atau melalui aliran darah/hematogen. Diklasifikasikan menjadi
labirinitis fistula, labirinitis serosa, dan labirinitis supuratif. Diagnosis dilakukan
dengan menilai keadan klinis, pemeriksaan telinga dan melakukan beberapa
pemeriksaan penunjang (MRI/ CT-Scan, Audiogram, dan Test Vestibular).
Penatalaksanaan awal labirinitis ditujukan untuk menghindari perkembangannya
menjadi meningitis. Pasien dirawat untuk pemberian antibiotik intravena, obat
sedatives vestibular dan kemungkinan pemberian kortikosteroid. Setelah kondisi
umum membaik, dilaksanakan operasi definitif yang dibutuhkan untuk
menghilangkan sumber infeksi

16
DAFTAR PUSTAKA

[1] Shupert,C.L. (2013). Vestibular Neuritis and Labyrinthitis. Dipetik Agustus


23, 2020, dari https://vestibular.org/article/diagnosis-treatment/types-of-
vestibular-disorders/labyrinthitis-and-vestibular-neuritis/
[2] Boston, M.E. (2017, january 23). Labyrinthitis. Dipetik Agustus 23, 2020,
dari medscape: https://emedicine.medscape.com/article/856215-
overview#a5
[3] Iskandar, N., Soepardi, E., Bashiruddin, J., & Restuti, R.D.,et al(ed).
(2014). Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorokan Kepala
dan Leher. Edisi ke-7. Jakarta:Balai Penerbit FK UI
[4] Tortora,G.J., Derrickson,B.(2014). Dasar Anatomi dan Fisiologi. Jakarta:
Penerbit Buku Kedokteran: EGC
[5] Silverthorn, D. U. (2014). Fisiologi Manusia ( Sebuah Pendekatan
Terintegrasi) (Vol. Edisi 6). Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran : EGC
[6] Adams,G.L., Boies, L.R., Higler, P.A. (1997). Buku ajar penyakit THT
(Boeis fundamentals of otolaryngology).Edisi ke-6. Jakarta: EGC
[7] Corbridge, R. (2011). Essential ENT ed-2. London: Hodder Arnold
[8] Bansal,M. (2013). Diseases of Ear, Nose and Throat. New Delhi: Jaypee
Brothers Medical Publishers
[9] Dhingra,P.L., Dhingra, S. (2013). Disease of Ear, Nose and Throat. New
Delhi: Elsevier
[10] Thorne, M., & Garetz, S. (2018). Labyrinthitis, Vestibular Neuritis and
Sensorineural Hearing Loss (SNHL). Global Journal of Otolaryngology ,
15(3), 49-50
[11] Mildenhall,J. (2017).The Pathophysiology of labirinthitis.Journal of
Paramedic Practice,2 (7)
[12] Lalwani, A. K. (2020). Current Diagnosis & Treatment: Otolaryngology
Head and Neck Surgery. New York: Mc Graw Hill.
[13] Glasscock, M. E., & Gulya, A. J. (2003). Glasscock & Shambaugh’s
Surgery of the Ear. Hamilton: BC Decker Inc.

17
[14] Hussain, S. M. (2016). Logan Turner's : Disease of the Nose, Throat and
Ear (Head and Neck Surgery). New York: CRC Press.
[15] Watkinson, J. C., & Clarke, R. W. (2018). Scott-Brown's
Otorhinolaryngology Head & Neck Surgery (8th ed., Vol. 1). Boca Raton:
CRC Press Taylor & Francis Group.
[16] Zarandy, M. M., & Rutka, J. (2010). Disease of the Inner Ear. Berlin:
Spinger.
[17] Moore, S. (2019). Differential Diagnosis and Treatment of Common
Vestibular Disorders. APTA, 1-3.
[18] Neely, J. G. (2010). Surgery of Acute Infections and Their Complications.
Otologic Surgery, 183-194.

18

Anda mungkin juga menyukai