Anda di halaman 1dari 36

I

Filsafat dan Pandangan Hidup

A. Pancasila sebagai Falsafah Hidup Bangsa Indonesia


Berdasarkan suatu kenyataan sejarah, bahwa filsafat Pancasila
sebagai suatu pandangan hidup bangsa Indonesia, merupakan
suatu kenyataan obyektif yang hidup dan berkembang dalam
masyarakat Indonesia.
Dalam pengertian inilah maka diistilahkan bahwa bangsa
Indonesia sebagai bangsa materialis dari pancasila.
Secara ilmiah harus disadari bahwa suatu masyarakat, suatu
bangsa senantiasa memiliki suatu pandangan hidup atau filsafat
hidup masing-masing, yang berbeda dengan bangsa lain didunia.
B. Pengertian Ilmu dan Filsafat
Sebelum ilmu pengetahuan yang pertama kali muncul adalah
ilmu filsafat.
Kemudian oleh karena perkembangan kebudayaan dan peradaban
manusia terutama pada abad pertengahan munculnya ilmu
pengetahuan khusus seperti ilmu-ilmu alam, fisika, kimia,
kedokteran, biologi, pertanian, astropologi, ekonomi, psikologi
dan ilmu-ilmu pengetahuan lainya, memisahkan diri dengan ilmu
filsafat.
Pemisahan diri ilmu-ilmu pengetahuan khusus itu karena objek
materi ilmu memunculkan metode yang lebih memadai serta
khusus, sedangkan objek materi filsafat sangat umum dan luas.
Dalam pengertian inilah maka filsafat disebut sebagai “induk” atau
“ibu” dari ilmu pengetahuan “mater scintiarum”

1
C. Pengertian Filsafat
1. Dari segi Psikologis
Istilah filsafat berasal dari bahasa yunani, bangsa yunani
yang mula-mula berfilsafat seperti lahirnya dipahami orang
sampai sekarang. Kata ini bersifat majemuk , berasal dari kata
“psikos” yang berarti “sahabat” dan kata “shoma’ yang berarti
pengetahuan yang bijaksana (wished) dalam bahasa Belanda
widon kata Inggris dan hikmat menurut kata Arab.
Maka philosophia menurut arti katanya berarti cinta pada
pengetahuan yang bijaksana,oleh karena itu mengusahakanya.
2. Lingkup Pengetahuan Filsafat
 Objek Materi Filsafat
Yaitu objek pembahasan filsafat yang meliputi segala
sesuatu baik yang bersifat material konkrit maupun
sesuatu yang bersifat abstrak.
 Objek Formal Filsafat
Adalah cara memandang seorang peneliti terhadap objek
materia tersebut, suatu objek materia tertentu dapat
ditinjau dari berbagai macam sudut pandang yang
berbeda.
a. Filsafat sebagai suatu Kebijaksanaan yang Rasional dari
segala sesuatu.
James K. Feibleman mengemukakan bahwa filsafat
sebagai suatu kebijaksanaan yang rasional tentang segala
sesuatu tertentu dalam kaitanya dengan hidup manusia .
Manusia dalam hidupnya senantiasa menghadapi
berbagai macam problema hidup, antara lain: masalah
ekonomi, sosial, politik, ideologi, dsb. Dalam masalah ini
manusia perlu menentukan suatu kebijaksanaan yang
2
hakiki dan rasional dalam arti wisdan, agar manusia dapat
menyeleseikan secara arif bijaksana harus memiliki dasar-
dasar kebijaksanaan yang lahirnya bersumber pada agama
dan pandangan hidupnya.
b. Filsafat sebagai Suatu Sikap dan Pandangan Hidup
Manusia dalam menghadapi segala macam problema
dalam hidupnya yang harus disesuaikan berdasarkan sikap
dan pandangan hidupnya.
Dalam masalah ini manusia harus memiliki prinsip-
prinsip sebagai suatu sikap dan pandangan hidup agar
didalam hidupnya tidak terombang-ambing.
Bagaimanapun sulit dan buntunya problema dalam
hidup manusia haruslah dihadapi secara mendalam, kritis
dan terbuka. Dengan demikian akan menumbuhkan
keseimbangan pribadi, ketenanagn dan penuh dengan
pengendalian diri.
c. Filsafat sebagai Suatu Kelompok Persoalan
Persoalan manusia yang termasuk lingkup filsafat
adalah bersifat fundamental, mendalam, hakiki serta
memerlukan jawaban yang mendalam hakiki sampai pada
tingkat hakikatnya.
d. Filsafat sebagai suatu kelompok Teori dan sistem
Pemikiran
Filsafat dalam pengertian ini mengacu kepada suatu
hasil atau teori yang diasilkan oleh para FILSUF, dimana
terdapat berbagai macam wujud hasil pemikiran dalam
berbagai bidang.
e. Filsafat sebagai proses Kritis dan Sstematis dari segala
Pengetahuan Manusia.
3
Filsafat berupaya untuk meninjau secara kritis segala
pengetahuan manusia terutama ilmu pengetahuan yang
berkembang dewasa ini.
f. Filasafat sebagai Usaha untuk memperoleh Pandangan
yang komprehensif.
Pengertian Filsafat mencakup Filsafat sebagai produk
dan filsafat sebagai suatu proses.
D. Ciri-Ciri Berpikir Secara Kefilsafatan.
1. Bersifat Kritis
Suatu ciri berfikir secara kefilsafatan yang sangat
mendasari perkembangan ilmu pengetahuan adalah
sifatnya yang kritis dan dinamis.
2. Bersifat Terdalam
Berfikir secara mendalam sampai pada intinya yang
terdalam yaitu substansinya yang universial atau radikal.
3. Bersifat Konseptual
Berfikir secara abstrak dan berhasil dan dihadapi umat
manusia, kemudian genelisasi dan abstraksi maka
sampailah pada suatu kesimpulan-kesimpulan yang
bersifat konseptual.
4. Koheren (Runtut)
Berfikir secara koheren/runtut, tidak terdapat suatu
pertentangan dan terdapat suatu hubungan.
5. Bersifat Rasional
Berusaha menyusun dengan bagan konsepsional yang
rasional dimana bagan yang bagian-bagianya berhubungan
secara lapis diantara satu dan lainya.

4
6. Bersifat Menyeluruh.
Pemikiran berdasarkan pada fakta rumus dan
individual dan sampai pada suatu kesimpulan yang rumus
dan individual serta kemudian sampai kepada suatu
kesimpulan yang sifatnya paling umum/menyeluruh.
7. Bersifat Universal
Berusaha menemukan kenyataan kebenaran dengan
berusaha untuk sampai kepada kesimpulan-kesimpulan
yang bersifat universal.
8. Bersifat Spekulatif
Berfikir dengan perekaan mengajukan dugaan-dugaan
yang masuk akal yang melampaui batas-batas fakta.
9. Bersifat Sistematis
Pemikiran yang memiliki bagian-bagian yang berada
dalam suatu jalinan hubungan, terdapat fungsi-fungsi
bagian dan bersifat kompleks serta empiris.
10. Bersifat Bebas
Berfikir secara bebas untuk sampai pada hakekat yang
terdalam dan universal.
E. Analisis Abstraksi
Filsafah menelaah segala sesuatu sampai pada tingkat
hakekatnya, esensinya atau sampai pada substansinya. Untuk
memperoleh pemahaman tantang hakekat segala sesuatu
dilakukan dengan suatu metode analisis yang disebut analisis
abstraksi.
Metode analisis abstraksi dilakukan setingkat demi setingkat untuk
akhirnya sampai pada suatu pemahaman pengertian hakikat.

5
F. Cabang-Cabang Filsafat
1. Metafisika
Yang berkaitan dengan persoalan tentang hakikat yang ada
(segala sesuatu yang ada).
2. Epistemologi
Yang berkaitan dengan persoalan hakikat pengetahuan.
3. Metodeologi
Yang berkaitan dengan persoalan hakikat metode ilmiah.
4. Logika
Yang berkaitan dengan persoalan penyimpulan.
5. Etika
Yang berkaitan dengan persoalan moralitas.
6. Estetika
Yang berkaitan dengan persoalan keindahan.
G. Filsafat, Ilmu Pengetahuan dan Agama
1. Filsafat dan Ilmu Pengetahuan
a. Persamaan
1) Merupakan pengetahuan manusia
2) Berpangkal kepada akal manusia untuk mencapai suatu
kebenaran
3) Memiliki syarat-syarat ilmiah yaitu memiliki objek,
metode, sistematis serta kriteria kebenaran.
4) Merupakan suatu system pengetahuan manusia yang
bersifat rasional dan sistematis.
b. Perbedaan
 Filsafat
1) merupakan induk ilmu pengetahuan
2) Bersifat refleksif yaitu mempertanyakan dan
mambahas tentang objek.
6
3) Membahas secara menyeluruh dan universal.
4) Bersifat Spekulatif
5) Memahami, menginterpretasikan dan menafsirkan
fakta secara rasional.
6) Membahas objek secara menyeluruh.
 Ilmu Pengetahuan
1) Merupakan bagian dari ilmu pengetahuan.
2) Tidak bersifat reflektif.
3) Membahas secara khusus.
4) Menjelaskan fakta dan mendikripsikan fakta.
5) Menjelaskan fakta empiris.
6) Membahas gejala-gejala empiris
2. Filsafat dan Agama
a. Persamaan
Untuk mendapatkan/mengemukakan suatu kebenaran
yang hakiki.
b. Perbedaan
 Filsafat
1) Berpangkal tolak pada akal budi beserta seluruh
potensi batiniah manusia.
2) Bersifat rasional, komperensif dan sistematis yang
terbatas pandangan hidup kebenaran secara akal
budi manusia.
3) Mempertanyakan dan mempermasalahkan kemudian
diupayakan kebenaranya dengan menggunakan
segala kemampuan akal budinya.

7
 Agama
1) Kebenaranya bersumber pada wahyu tuhan
2) Tidak dapat dikenakan sistem kebenaranya yang
meggunakan hukum-hukum akal manusia.
3) Tidak dibenarkan untuk mempermasalahkan,
mempertanyakan dan meragukan kebenaran yang
diwahyukan oleh Tuhan lewat utusannya
H. FILSAFAT PANCASILA
1. Pengertian
Filsafat Pancasila yaitu sistem pemikiran yang rasional,
sistematis, terdalam dan menyeluruh tentang hakikat bangsa,
Negara dan masyarakat Indonesia yang nilai-nilainya telah ada
dan digali dari bangsa Indonesia sendiri.
2. Tingkat Pengetahuan Pancasila
Secara keseluruhan dalam mempelajari Pancasila
diperlukan suatu pengetahuan ilmiah yang terdiri atas empat
tingkat.
Hal ini lahirnya diawali dengan pertanyaan ilmiah sbb:
a. Pertanyaan “Bagaimana”, suatu pengetahuan deskriptif
(penjelasan)
b. Pertanyaan “Mengapa” suatu pengetahuan Kausal
(jawaban sebab akibat).
c. Pertanyaan “kemana” suatu pengetahuan normatif
(dihayati, dipahami, diamalkan).
d. Pertanyaan “Apa” suatu pengetahuan esensial (nyata).
3. Manfaat Filsafat Pancasila
a. Manfaat Pengguanaan Filsafat
1) Menentukan prinsip-prinsip metodis serta objek.
2) Pemberi dasar bagi ilmu pengetahuan.
8
3) Dapat memiliki sifat dan cirri-ciri khas masing-masing.
4) Memberikan dan menyerahkan ilmu pengetahuan
kearah tujuan demi kebahagiaan dan kesejahteraan.
5) Mampu menyelesaikan masalah.

b. Manfaat bagi Pendidikan Kesarjanaan.


1) Memungkinkan bagi pengembangan akal,
menghidupkan kecerdasan berfikir.
2) Menggugah pengertian dan kesadaran manusia akan
kedudukanya dalam hubunganya dengan sesuatu diluar
dirinya.
3) Menggugah pengertian serta kesadaran kan pemikiran
manusia tentang kemanusiaan dan masalah
kemnusiaan.
4) Membentuk sarjana menjadi manusia yang bijaksana
yang memiliki dan mengamalkan filsafat hidup,
pandangan hidup, pedoman hidup, pegangan hidup
dan kesejahteraan umat manusia.

9
II
Fungsi dan Kedudukan Pancasila
A. Pancasila sebagai Jati Diri Bangsa Indonesia
Ketika para pendiri Negara Indonesia menyiapkan berdirinya
Negara Indonesia merdeka, mereka sadar sepenuhnya untuk
menjawab suatu pertanyaan yang fundamental “diatas dasar
apakah Negara Indonesia merdeka didirikan”.
Dengan jawaban yang mengandung makna hidup bagi bangsa
Indonesia sendiri yang merupakan perwujudan dan pengeja
wentahan nilai-nilai yang dimiliki, diyakini kebenaranya oleh
masyarakat sepanjang masa dalam sejarah perkembangan dan
pertumbuhan bangsa sejak lahir.
Nlai-nilai itu sebagai buah hasil pikiran-pikiran gagasan-gagasan
dasar bangsa Indonesia tentang kehidupan yang dianggap baik.
Mereka menciptakan tata nilai yang mendukung tata kehidupan
sosial dan tata kehidupan perekonomian bangsa yang memberi
corak, watak dan ciri masyarakat dan bangsa Indonesia yang
membedakanya dengan masyarakat dengan bangsa lain.
Kenyataan yang demikian ini merupakan suatu kenyataan obyektif
yang merupakan jati diri bangsa Indonesia.
B. Pancasila sebagai Ideologi Bangsa dan Negara Indonesia.
1. Pengertian.
Ideologi adalah kumpulan-kumpulan gagasan-gagasan, ide-ide,
kejadian-kejadian, kepercayaan-kepercayaan yang menyeluruh
dan sistematis, yang menyangkut manusia tertentu dalam
berbagai kehidupan.
Hal ini meliputi :
a. Bidang Politik (termasuk didalamnya bidang HANKAM)
b. Bidang Sosial
10
c. Bidang Kebudayaan
d. Bidang Keagamaan
2. Ideologi Terbuka & Idelogi Tertutup
a. Ciri-Ciri Ideologi Terbuka
1) Nilai-nilai dan cita-citanya tidak dipaksakan dari luar,
melainkan digali dan diambil dari kekayaan rokhani,
moral dan budaya masyarakat sendiri
2) Berdasar hasil musyawarah dan konsensus masyarakat
3) Tidak diciptakan oleh Negara, tetapi digali dan
ditemukan dalam masyarakat
4) Milik seluruh rakyat
5) Dibenarkan dan dibutuhkan
b. Ciri-Ciri Ideologi Tertutup
1) Merupakan cita-cita suatu kelompok yang ingin
mengubah dan memperbarui masyarakat
2) Dibenarkan adanya pengorbanan-pengorbanan yang
dibebankan kepada masyarakat
3) Terdiri dari tuntunan–tuntunan konkrit dan operasional
yang keras, yang dajukan dengan mutlak
4) Orang harus taat kepada elite yang menyebarkanya
3. Hubungan antara Filsafat dan Ideologi
a. Filsafat sebagai pandangan hidup pada hakikatnya
merupakan sistem nilai yang sebenarnya telah diyakini
sehingga dijadikan dasar atau pedoman bagi manusia
dalam memandang realitas alam semesta, manusia,
mayarakat, bangsa dan Negara, tentang makna hidup serta
sebagai dasar pedoman dalam menyeleseiakan masalah.
Hal ini berarti bahwa filsafah telah beralih dan menjelma
menjadi ideologi.
11
b. Idelogi sebagai suatu sistem of thought yang bersifat
mendasar dan nyata untuk diaktualisasikan artinya secara
potensial mempunyai kemungkinan pelaksanaan yang
tinggi, sehingga dapat memberi pengaruh positif, karena
mampu membangkitkan dinamika masyarakat tersebut
secara nyata kearah kemajuan.
4. Pancasila sebagai Ideologi Terbuka
a. Dimensi Idealistis
Yaitu nilai-nilai dasar yang terkandung dalam pancasila
yang bersifat sistematis dan rasional yaitu hakikat nilai-nilai
yang terkandung dalam lima sila pancasila.
b. Dimensi Normatif
Nilai-nilai yang terkandung dalam pancasila perlu
dijabarkan dalam suatu system norma, sebagaimana
terkandung dalam Pembukaan UUD 1945 yang memiliki
kedudukan dalam tertib hukum Indonesia.
C. Pancasila sebagai dasar Filsafat Negara
Secara yuridis Pancasila sebagi dasar filsafat Negara tertuang
dalam Pembukaan UUD 1945 alenia ke IV yang berbunyi……..maka
disusunlah kemerdekaan ………..
Pancasila sebagai dasar filsafat Negara pada hakikatnya
merupakan sumber nilai bagi bangsa dan Negara Indonesia.
Maka seluruh aspek dalam penyelenggaraan Negara
didasarkan dan diliputi oleh nilai-nilai pancasila sebagai dasar
Filsafat Negara pada hakikatnya merupakan azas kerokhanian.
D. Pancasila sebagai azas Persatuan dan Kesatuan Bangsa Indonesia
Pancasila sebagai azas kerokhanian proses sebagai azas
persatuan, kesatuan dan azas kerja sama bangsa Indonesia

12
Dalam masalah ini maka membina, membangkitkan, memperkuat
dan mengembangkan Persatuan dalam suatu pertalian
kebangsaan menjadi sangat penting artinya, sehingga persatuan
dan kesatuan tidak hanya bersifat statis namun harus bersifat
dinamis.
Maka bagi bangsa Indonesia dalam filsafat yang merupakan
azas kerokhanian pancasila, merupakan azas pemersatu dan azas
hidup bersama.
Dalam masalah ini pancasila dalam kenyataan obyektifnya
sebagai suatu persatuan dan kesatuan yang telah ditentukan
bersama setelah proklamasi sebagai dasar filsafat Negara.

13
III
Pancasila Sebagai Suatu Sistem Filsafat
A. Pengertian Pancasila Sebagai Suatu Sistem.
Pancasila sebagai suatu sistem dapat dipahami dari pemikiran
dasar yang terkandung dalam pancasila, yaitu pemikiran tentang
manusia dalam hubungannya dengan Tuhan YME, dengan dirinya
sendiri, dengan sesama manusia serta dengan masyarakat bangsa
Indonesia.
B. Kesatuan Sila-Sila Pancasila.
 Susunan/Rumusan Pancasila yang bersifat Hierarkhis dan
berbentuk Piramidal.
1. Sila Pertama : Ketuhanan YME.
Adalah meliputi dan menjiwai sila-sila kemanusiaan yang adil
dan beradab, Persatuan Indonesia, Kerakyatan yang dipimpin
oleh hikmat kebijaksanaan dan keadilan sosial bagi seluruh
rakyat Indonesia.
2. Sila Kedua : Kemanusiaan yang adil dan beradab adalah
diliputi dan dijiwai sila ketuhanan YME dan menjiwai sila-sila
persatuan Indonesia, kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat
kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan dan
keadilan sosial bagi seluruh yakyat Indonesia.
3. Sila Ketiga : Persatuan Indonesia.
Adalah diliputi ketuhanan YME dan meliputi serta menjiwai
sila-sila kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan
dalam permusyawaratan / perwakilan dan keadilan bagi
seluruh rakyat Indonesia.
4. Sila Keempat : Kerakyatan yang dipimpin oleh kebijaksanaan
dalam permusyawaratan / perwakilan .

14
Adalah diliputi dan dijiwai oleh sila-sila ketuhanan YME,
kemanusiaan yang adil dan beradab, persatuan Indonesia,
meliputi dan menjiwai sila keadilan sosial bagi seluruh rakyat
Indonesia.
5. Sila Kelima : Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Adalah diliputi dan dijiwai oleh sila-sila ketuahanan YME,
kemanusiaan yang adil dan beradab, persatuan Indonesia,
kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam
permusyawaratan / perwakilan.
C. Kesatuan Sila-Sila Pancasila sebagi Suatu Sistem Filsafat.
Pancasila sebagai suatu kesatuan sistem Filsafat memiliki dasar
antologis, dasar-dasar epistemologis, dan dasar antologis sendiri
yang berbeda dengan sistem filsafat lainya.
D. Dasar ontologis Sila-sila Pancasila
1) Hakikat/arti inti Sila-Sila Pancasila
a) Ketuhanan ialah sifat-sifat keadaan Negara yang sesuai
dengan hakikat tuhan ( yaitu kesesuaian dalam arti sebab
dan akibat ) ( merupakan suatu nilai agama ).
b) Kemanusiaan ialah sifat-sifat dan keadaan Negara yang
sesuai dengan hakikat manusia.
c) Persatuan ialah sifat-sifat dan kadaaan Negara yang sesua
dengan hakikat satu yang berarti membuat menjadi satu
rakyat daerah dan keadaan Negara Indonesia sehingga
terwujud suatu kesatuan.
d) Kerakyatan ialah sifat-sifat dan keadaan Negara yang
sesuai dengan hakikat rakyat.
e) Keadilan ialah sifat-sifat dan keadaan Negara yang sesuai
dengan dengan hakikat adil.

15
2) Pengertian Kesesuaian Sifat-Sifat dan keadaan Negara dengan
Landasan Sila-Sila Pancasila.
a) Pengertian Sifat-Sifat dan Keadaan Negara
1) Sifat-sifat lahir (sifat luar)
 Ekonomi
 Teologi
 Ilmu pengetahuan
 Kebdayaan
 Dsb.
2) Sifat Bathin (sifat dalam)
 Kekuasaan Negara
 Pendukung kekuasaan Negara
 Rakyat
 Bangsa
 Masyarakat
 Adat istiadat dan kebudayaan
 Agama
 Wilayah
3) Sifat yang berupa wujud, bentuk dan susunan.
 Negara Republik Kesatuan
 Organisasi Negara
 Sistem kedaulatan rakyat
4) Sifat yang berbentuk potensi yaitu kekuatan, tenaga dan
daya antara lain :
 Kekuasaan Negara yang berupa kedaulatan rakyat
 Kekuasaan, tugas dan tujuan Negara
 Kekuasaan untuk membangun, memelihara,
mengembangkan kesejahteraan dan kebahagiaan

16
 Kekuasaan Negara untuk menyusun peraturan per
undang-undangan dan menjalankan keadilan
 kekuasaan Negara untuk elakukan pemerintahan
 Kemampuan untuk melaksanakan ketertiban,
kemerdekaan dan perdamaian dunia
b) Kesesuaian Negara Indonesia dengan Hakikat Landasan
Sila-Sila Pancasila
1) Azas hubungan yang berupa sifat (misalnya telur putih
diperbandingkan dengan tembok putih).maka sifat
warna putih ini merupakan azas hubungan yang berupa
sifat.
2) Azas hubungan yang berupa bentuk, luas dan berat.
(misalnya telur ayam kotai dengan telur ayam
kampung).
Maka bentuk luarnya (termasuk besar kecilnya), dan dan
beratnya inilah yang merupakan suatu azas hubungan.
3) Azas hubungan yang berupa sebab dan akibat.
Yaitu yang diperbandingkan merupakan sebab atau
akibat, dari hal yang menjadi pokok pangkal
perbandingan.
Misalnya hubungan antara telur ayam dan ayamnya,
hubungan antara benih pohon dengan pohonya dsb.
Pohon adalah sebagai akibat dari benih pohon dan
ayam merupakan dari telur ayam.
3) Hakikat Landasan Sila-Sila Pancasila
a) Hakikat Abstrak/Jenis/Umum.
Hakikat abstrak yang ad pada segala sesuatu yang
memiliki unsur-unsur yang sama, tetap dan tidak berubah.

17
Sehingga unsur-unsur ini memiliki oleh sesuatu yang
tunggal jenis.
b) Hakikat Pribadi
Yaitu unsur-unsur yang tetap yang menyebabkan segala
sesuatu yang bersangkutan, tetap merupakan diri pribadi.
Hakikat pribadi inilah yan realisasinya sering disebut
sebagai kepribadian dan totalitas konkritnya disebut
kepribadian Pancasila
c) Hakikat Konkrit
Yaitu sesuatu hal tertentu yang secara
nyata/konkrit/maujud setiap menusia tertentu dalam
kenyataanya.
Oleh karena itu hakikat konkrit ini bersifat dinamis,
khusus dan senantiasa berubah sesuai dengan keadaan,
waktu dan tempat.
E. Dasar ontologis Kesatuan Sila-Sila Pancasila yang bersifat
monodualis.
Negara Indonesia berkewajiban memelihara ketertiban,
kemauan, perdamaian dan kesejahteraan warganya, Negara
Indonesia sebagai Negara “monodualis” mempunyai kewajiban
sbb :
1. Memelihara kebutuhan dan kepentingan umum yaitu yang
menyangkut kebutuhan dan kepentingan Negara.
2. Memelihara kebutuhan dan kepentingan umum dalam arti
kebutuhan dan kepentingan bersama para warga Negara.
3. Memelihara kebutuhan dan kepentingan bersama dari warga
Negara perseorangan dalam bentuk bantuan dari Negara.
4. Memelihara kebutuhan dan kepentingan warga Negara
perseorangan yang tidak seluruhnya dapat diselenggarakan
18
oleh warga Negara seperti memelihara fakir miskin dan anak-
anak terlantar.
F. Hubungan Dasar antokalis Kesatuan Sila-Sila Pancasila dengan
bentuk Negara.
Negara Indonesia yang mendasarkan pada Pancasila,
mendasarkan segala aspek penyelenggaraan Negara pada sifat
kodrat manusia monodualis, maka kebebasan manusia sebagai
individu/perseorangan dan sebagai makluk sosial bersama-sama
karena berjalan selaras,rasional dan seimbang.
G. Dasar Epistomologis Sila-Sila Pancasila
Persoalan epistomologis dalam hubunganya dengan Pancasila
dapat di rinci sbb :
Pancasila sebagai suatu obyek pengetahuan pada hakikatnya
meliputi masalah sumber pengetahuan Pancasila dan susunan
pengetahuan Pancasila.
Sumber pengetahuan Pancasila adalah nilai-nilai yang ada pada
bangsa Indonesia sendiri, bukan berasal dari bangsa lain, bukan
hanya merupakan perenungan serta pemikiran seseorang atau
beberapa orang saja, namun ditumbuhkan oleh wakil-wakil bangsa
Indonesia dalam mendirikan Negara.
1) Sebutkan logis makna Sila-Sila Pancasila
Pancasila sebagai dasar filsafat Negara Indonesia mempunyai
kedudukan yang mutlak yang terletak pada kelangsungan hidup
Negara Indonesia secara material, karena semua aspek
pelaksanaan dan penyelenggaraan Negara dijabarkan dari sila-
sila Pancasila.

19
2) Pancasila Sebagai Pedoman Praktis dalam Penyelenggaraan
Negara.
Pancasila diamalkan dan dilaksanakan dalam wujud
pelaksanaanya, yaitu sebagai pedoman praktis bagi
penyalanggara Negara secara nyata, maka dalam istilah logika
disebut umum kolektif.
3) Realisasi Isi,arti Pancasila dalam Tertib Hukum Indonesia.
Pelaksanaan hukum positif Indonesia haru berlandaskan
azas-azas nilai kerokhanian Pancasila dan azas-azas nilai yang
lainya sebagaimana yang tercantum dalam Pembukaan UUD
1945,dan menjadikanya sebagai ukuran dalam pengumuman,
pengembangan dan interpretasi semua peraturan yang berlaku
di Indonesia.
4) Hubungan makna Pancasila yang abstrak umum universal,
umum kolektif dan khusus konkrit.
a) Isi arti Pancasila yang Abstrak Umum Universal.
Isi arti Pancasila yang abstrak Umum Universal
merupakan hakikat dari Pancasila merupakan esensi yaitu
merupakan intinya yang terdalam dari sila-sila Pancasila.
Isi arti ini merupakan nilai yang fundamental, merupakan
dasar filsafat, sehingga merupakan sumber nilai seluruh
aspek penyelenggaraan Negara.
b) Isi Arti Pancasila yang Umum Kolektif
Isi Arti Pancasila yang Umum Kolektif pada hakikatnya
merupakan wujud pelaksanaan Pancasila dasar filsafat
secara konkrit, yaitu diterapkan dalam lingkungan kehidupan
yang nyata berlaku secara umum dan kolektif (dalam batas-
batas kolektifitas bangsa Indonesia).

20
c) Isi arti Pancasila yang Khusus, Singulas dan Konkrit
Isi arti Pancasila yang khusus konkrit ini merupakan
pelaksanaan Pancasila dasar filsafat Negara yang diterapkan
dalam kehidupan nyata antara lain : POLEKSOSBUDHANKAM
yang bersifat dinamis.
H. Dasar Aksilogis Sila-Sila Pancasila.
1. Pengertian Nilai
Nilai adalah kemampuan yang dipercayai yang ada pada
suatu benda untuk memuaskan manusia.
Jadi nilai itu pada hakikatnya adalah sifat atau kualitas yang
melekat pada suatu obyek, bukan obyek itu sendiri.
Dengan demikian maka nilai itu sebenarnya adalah suatu
kenyataan yang tersembunyi dibalik kenyataan-kenyataan
lainya.
2. Hierarkhi Nilai
a) Menurut tinggi rendahnya.
1) Nilai kenikmatan
2) Nilai kehidupan
3) Nilai kejiwaan
4) Nilai kerokhanian
b) Menurut G. Everet (nilai manusiawi) :
1) Nilai ekonomis
2) Nilai kejasmanian/kesehatan/efisiensi
3) Nilai hiburan/permainan
4) Nilai sosial/perserikatan manusia
5) Nilai watak/kepribadian
6) Nilai estetis/keindahan
7) Nilai intelektual/pengetahuan
8) Nilai keagamaan
21
3. Nilai-nilai Pancasila sebagai suatu sistem
Pengertian Pancasila itu merupakan suatu sistem nilai dapat
dilacak dari sila-sila Pancasila yang merupakan suatu sistem.
Sila-sila itu merupakan kesatuan . Antara sila-sila
Pancasila itu saling berkaitan , saling berhubungan secara erat,
bahkan saling mengkualifikasi adanya sila yang satu
mengkualifikasi adanya sila yang lainya.
Secara demikian, Pancasila itu merupakan suatu sistem
dalam pengertian umum, dalam arti bahwa dalam bagian-
bagian (sila-silanya) saling berhubungan secara erat sehingga
membentuk suatu struktur yang menyeluruh.
4. Fungsi Teoritis dan Praktis Pancasila sebagai Sistem Filsafat
a. Fungsi Teoritis Pancasila sebagai suatu sistem Filsafat
Adalah merupakan suatu sistem pengetahuan dan
pengertian yang terdalam serta menyeluruh sehingga
bersifat Universal.
b. Fungsi Praktis Pancasila sebagai suatu sistem filsafat.
Yaitu seluruh aspek dalam pelaksanaan dan
penyelenggaraan Negara merupakan hasil derivasi nilai-
nilai Pancasila.

22
IV
PANCASILA SEBAGAI SISTEM ETIKA

A. Pengertian Etika
Etika adalah suatu yang membahas tentang bagaimana dan
mengapa kita mengikuti suatu ajaran moral tertentu, atau
bagaimana kita harus mengambil sikap yang bertanggung jawab
berhadapan dengan pelbagai ajaran moral.
B. Hubungan Nilai, Norma dan Fakta
Norma moral dan etika tidak dapat dipisahkan dengan prinsip
dasar nilai yang dianut dalam masyarakat.
Prinsip nilai yang merupakan dasar bagi pelaksana moral itu
senantiasa tercermin dalam kehidupan masyarakat, atau
bersumber pada dasar filsafat yang dianut masyarakat.
Sehingga dalam pelaksana moral dalam masyarakat, senantiasa
memiliki hubungan dengan sistematik dengan sumber nilai yang
merupakan dasar filsafat yang dianutnya.
Pelaksana dan realisasi moral dalam kehidupan masyarakat
tersebut merupakan suatu fakta, atau secara terminologi disebut
kenyataan/desain, sedangkan prinsip nilai yang merupakan dasar
filsafat disebut sebagai seharusnya/ .
C. Nilai dasar, Nilai Instrumental dan Nilai Praktis.
1. Nilai Dasar
Hakikat nilai dasar itu dapat juga berlandaskan pada hakikat
suatu benda, kuantitas, kualitas,arti, relasi, ruang maupun
waktu.
Nilai dasar juga disebut sebagai sumber norma yang pada
giliranya dijabarkan atau direalisasikan dalam suatu kehidupan
yang bersifat praktis, dapat berbeda-beda namun secara
23
sistematis tidak dapat bertentangan dengan nilai dasar yang
merupakan sumber penjabaran norma realisasi praktis
tersebut.
2. Nilai Instrumental
Merupakan suatu pedoman yang dapat diukur dan dapat
diarahkan.
Juga merupakan suatu eksplisitasi dari nilai dasar.
3. Nilai Praktis
Merupakan penjabaran lebih lanjut dari nilai instrumental
dalam suatu kehidupan yang nyata, dan juga merupakan
perwujudan dari nilai instrumental.
D. Hubungan Nilai, Norma dan Moral
Nilai adalah kualitas dari suatu yang bemanfaat bagi
kehidupan manusia, baik lahir maupun batin.
Agar nilai tersebut menjadi lebih berguna dalam menuntun
sikap dan tingkah laku manusia, maka perlu dikonkritkan lagi serta
diformulasikan menjadi lebih obyektif sehingga memudahkan
manusia untuk menjabarkannya dalam tingkah laku secara konkrit.
Maka wujud yang lebih konkrit dari nilai tersebut adalah
merupakan suatu norma.
Terdapat berbagai macam norma, dan dari berbagai macam
norma tersebut, norma hukumlah yang paling kuat berlakunya,
karena dapat dipaksakan oleh suatu kekuasaan eksternal misalnya
penguasa atau penegak hukum.
Selanjutnya nilai dan norma senantiasa berkaitannya dengan
moral dan etika.
Moral yaitu merupakan suatu ajaran-ajaran, wejangan,
patokan-patokan kumpulan peraturan, baik lisan maupun tertulis

24
tentang bagaiamana manusia harus hidup dan bertindak agar
menjadi manusia yang baik.
Etika adalah suatu cabang filsafat yang artinya suatu pemikiran
kritis dan mendasar tentang ajaran-ajaran dan pandangan-
pandangan moral tersebut atau juga etika adalah ilmu
pengetahuan tentang kesusilaan.
Demikian hubungan yang sistematik antara nilai, norma dan
moral yang pada giliranya ketiga aspek tersebut.terwujud dalam
suatu tingkah laku praktis dalam kehidupan manusia.
E. Nilai-Nilai Etika yang terkandung dalam Pancasila
Etika Pancasila mendasarkan hakikat manusia secara moralitas
memiliki hubungan etis, antara manusia dengan dirinya sendiri
dalam pengertian jasmani dan rokhani, antara manusia dengan
manusia lain secara individual, antara manusia dengan
masyarakat, bangsa dan Negara, dan antara manusia dengan
Tuhan YME.
Oleh karena itu dalam kehidupan kenegaraan dan kebangsaan
disamping dasar hukum yang merupakan suatu landasan formal
bagi pelaksanaan dan penyelenggaraan Negara, juga harus
dilandasi oleh norma-norma etika dan moral sebagaimana
terkandung dalam Pancasila.

25
V
AKTUALISASI PANCASILA

A. Keharusan Moral untuk Mengaktualisasikan Pancasila


Permasalahan pokok dalam aktualisasi Pancasila dalah
bagaimana nilai-nilai Pancasila yang sebagai umum universal
tersebut dijabarkan dalam bentuk norma-norma yang jelas dalam
kaitanya dalam bentuk tingkah laku semua warga dan masyarakat,
yang jelas dalam kaitanya dengan segala aspek penyelenggaraan
Negara.
Kesepakatan bila sebagai suatu kesepakatan yang luhur untuk
mendirikan Negara Indonesia yang berdasarkan Pancasila
mengandung konskuensi bahwa kita harus merealisasikan
Pancasila itu dalam setiap aspek penyelenggaraan Negara dan
setiap aspek tingkah laku kita dalam bermasyarakat, berbangsa
dan bernegara.
Dengan lain perkataan bagi bangsa Indonesia
mengaktualisasikan Pancasila adalah merupakan suatu kebenaran.
B. Aktuali Pancasila yang Subyektif
Aktuali Pancasila yang subyektif adalah pelaksanaan dalam
pribadi perseorangan, setiap warga Negara, setiap individu, setiap
penduduk, setiap penguasa dan setiap orang Indonesia.
Aktualisasi subyektif dari Pancasila meliputi pelaksanaan
Pancasila sebagai kepribadian bangsa Indonesia, pandangan hidup
bangsa Indonesia dan dalam pelaksanaan konkritnya tercermin
dalam tingkah laku dalam kehidupan sehari-hari.
C. Ketaatan Moral untuk Melaksanakan Pancasila
1. Ketatan Hukum

26
Pasal 27 (I) UUD 1945; segala warga Negara bersamaan
kedudukanya dalam hukum dan pemerintahan dan wajib
menjunjung hukum dan pemerintah itu dengan tidak ada
kecualinya.
2. Ketaatan Moral
a. Dalam sila kedua Pancasila yaitu Kemanusiaan yang Adil dan
Beradab.
b. Pembukaan UUD 1945 alinia pertama ; bahwa hak segala
bangsa atas kemerdekaan adalah merupakan hak moral dari
setiap bangsa.
3. Ketaatan Religius
a. Sila pertama Pancasila, Ketuhanan YME, dan UUD 1945
pasal 29 (I) ; Negara berdasarkan atas Ketuhanan YME.
b. Atas berkat rahmat Alloh Yang Maha Kuasa dalam alinia
ketiga dalam UUD 1945.
4. Ketaatan Mutlak
. dalam Pembukaan UUD 1945 menyebutkan bahwa
Kemerdekaan adalah sesungguhnya hak segala bangsa.
D. Kesadaran untuk melaksanakan Pancasila
Kesadaran adalah hasil perbuatan akal yaitu pengalaman
tentang keadaan-keadaan yang ada pada diri manusia sendiri. Jadi
keadaan inilah yang menjadikan obyek dari kesadaran dan berupa
segala sesuatu yang dapat menjadi pengalaman manusia.
Pengalaman itu bersifat jasmaniah maupun rokhaniah dan
kehendak manusia (terinci):
1. Rasa
Menimbulkan realisasi tentang kejiwaan (estenis)

27
2. Akal
Menimbulkan realisasi tentang kebaikan/kebenaran (ilmu
pengetahuan inspirasi dan institusi)
3. Kehendak
Menimbulkan realisasi tentang kebaikan/kebenaran (etis) dan
realisasi tentang kebahagiaan. Jadi dengan tingkah laku
manusia.
E. Internalisasi Nilai-Nilai Pancasila
1. Pengetahuan
Sedapat mungkin lengkap yaitu meliputi aktualisasi biasa,
pengetahuan ilmiah dan pengetahuan filsafat tentang
Pancasila.
2. Kesadaran
Selalu mengetahui pertumbuhan keadaan yang ada dalam diri
sendiri
3. Ketaatan
Selalu dalam keadaan sedia untuk memenuhi wajib lahir dan
batin, lahir berasal dari luar misalnya pemerintah, batin dari
diri sendiri.
4. Kemampuan Kehendak
Merupakan pendorong yang cukup kuat untuk melakukan
perbuatan.
5. Watak dan hati nurani
Agar orang selalu mawas diri.
F. Proses Pembentukan Kepribadian Pancasila
1. Proses penghayatan diawali dengan memiliki tentang
pengetahuan yang lengkap, dan jelas tentang kebaikan dan
kebenaran Pancasila.

28
Kemudian diserapkan dan dihayati sehingga menjadi
kesadaran yaitu orang selalu dalam keadaan mengetahui
keadaan diri sendiri, memahami serta ingat Pancasila.
2. Kemudian ditingkatkan kedalam hati sanubari adanya suatu
kekuatan, yaitu suatu kesediaan yang harus senantiasa ada
untuk merealisasikan Pancasila.
3. Kemudian disusul dengan adanya kemampuan dan kebiasaan
untuk melakukan perbuatan mengaktualisasikan Pancasila
dalam kehidupan sehari-hari baik dalam bidang kenegaraan
maupun kemasyarakatan.
4. Kemudian ditingkatkan menjadi mentalitas, yaitu selalu
terselenggaranya kesatuan lahir batin, kesatuan akal , rasa,
kehendak sikap dan perbuatan, mentalitas ini melalui sesuatu
proses pengulangan dan kestabilan dan berkembang menjadi
watak.
5. Kemudian mengadakan penilaian diri setelah melakukan suatu
perbuatan yang berganti-ganti ini dapat berujud, pujian atau
celaan kepada diri sendiri, yaitu celaan sampai dapat
menjelma menjadi penderitaan.
6. Bilamana kondisi peresapan dan aktualisasi Pancasila sampai
pada tingkat yang optimal maka orang akan memliki
kepribadian Pancasila.
G. Implementasi Nilai-Nilai Pancasila
Implementasi pelaksanaan Pancasila dalam kehidupan
kenegaraan akan mengalami keberhasilan bila didukung oleh
manifestasi pelaksanaan Pancasila yang subyektif baik oleh setiap
warga Negara terutama oleh setiap penyelenggara Negara.
Pelaksanaan Pancasila yang subyektif itu dapat terlaksana
dengan baik manakala tercapainya suatu keseimbangan
29
perekonomian yang mewujudkan suatu bentuk sinergi dalam
suatu bentuk kehidupan perekonomian yang mewujudkan untuk
kehidupan yang memiliki keseimbangan kesadaran wajib hukum
dengan kesadaran wajib moral.
H. Aktualisasi Pancasila yang Obyektif
Yang dimaksud dengan aktualisasi Pancasila yang obyektif
adalah pelaksanaan dalam bentuk realisasi dalam setiap aspek
penyelenggaraan Negara, baik disetiap bidang legislatif, eksekutif
maupun yudikatif dan semua bidang kenegaraan dan terutama
realisasinya dalam bentuk peraturan per undang-undangan
Negara Indonesia.

30
 PANCASILA SEBAGAI DASAR FILSAFAT
PEMBANGUNAN NASIONAL
Pembangunan Nasional adalah untuk manusia yaitu untuk
kesejahteraan manusia baik lahir maupun batin secara selengkapnya.
Tujuan untuk membangun, dorongan untuk membangun dengan
cara-cara pembangunan pada hakikatnya berpangkal pada cita-cita
agar manusia sebagai warga Negara hidup lebih sesuai dengan
martabatnya.
Berdasarkan pengertian tersebut maka tujuan pembangunan
nasional adalah agar masyarakat menjadi masyarakat manusiawi
(human society) yang memungkinkan warganya hidup yang layak
sebagai manusia, mengembangkan diri pribadinya serta mewujudkan
kesejahteraan lahir batin secara selengkapnya.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa makna, hakikat serta
arah dan tujuan pembangunan nasional adalah berdasarkan Pancasila
yang bersumber pada hakikat kodrat manusia “monopluralis”.

31
32
33
34
35
36

Anda mungkin juga menyukai