Anda di halaman 1dari 13

HUBUNGAN KONSUMSI SUSU FORMULA DENGAN

STATUS GIZI BALITA DI PUSKESMAS


PIYUNGAN BANTUL
YOGYAKARTA

NASKAH PUBLIKASI

Disusun oleh:
Sasmiati
1610104479

PROGRAM STUDI BIDAN PENDIDIK JENJANG DIPLOMA IV


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ‘AISYIYAH
YOGYAKARTA
2017
i
HUBUNGAN KONSUMSI SUSU FORMULA DENGAN
STATUS GIZI BALITA DI PUSKESMAS
PIYUNGAN BANTUL
YOGYAKARTA

NASKAH PUBLIKASI

Diajukan Guna Melengkapi Sebagian Syarat Mencapai Gelar


Sarjana Sains Terapan
Program Studi Bidan Pendidik Jenjang Diploma IV
Fakultas Ilmu Kesehatan
di Universitas ‘Aisyiyah
Yogyakarta

Disusun oleh:
Sasmiati
1610104479

PROGRAM STUDI BIDAN PENDIDIK JENJANG DIPLOMA IV


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ‘AISYIYAH
YOGYAKARTA
2017

ii
iii
HUBUNGAN KONSUMSI SUSU FORMULA DENGAN
STATUS GIZI BALITA DI PUSKESMAS
PIYUNGAN BANTUL
YOGYAKARTA
Sasmiati, Eka Fitriyanti
Email : Sasmia9@gmail.com

Latar Belakang : Status gizi balita pada tahun 2013 masih dijumpai
permasalahan gizi di Kota Yogyakarta antara lain adanya balita gizi kurang dan gizi
buruk dengan prevalensi balita kurang gizi sebesar 7,33% balita dengan status gizi
buruk 0,59% dan status gizi kurang 6,75%, serta ditemukan kegemukan pada balita
sebanyak 9,42%. Metode : Penelitian Survey analitik dengan desain cross
sectional.Sampel penelitian sebanyak 45 balita dengan teknik acidental sampling.
Analisis data menggunakan uji statistik Chi Square. Hasil : Dengan taraf signifikasi
0,05 diperoleh nilai (Fisher Exat Test= 0,003). Simpulan dan Saran:Ada hubungan
antara konsumsi susu formula dengan status gizi balita di puskesmas piyungan bantul
yogyakarta tahun 2017. Keluarga dapat lebih memperhatikan asupan nutrisi dan
kesehatan khususnya status gizi balita yang akan berdampak pada pertumbuhan dan
perkembangan balitanya
Background: Under-five children nutritional status in 2013 still showed
nutritional problem in Yogyakarta. Some of them were children with malnutrition
and chronic malnutrition with prevalence 7,33% children with chronic malnutrition
0,59% and children with malnutrition 6,75% and there was also obesity on children
9,42%. Research Method: The study employed analytical survey method with cross
sectional approach. The samples were 45 under-five children.. Chi square was used
as bivariate data analysis. Result: the result of the study showed that there was
correlation between formula milk consumption and under-five children nutritional
status at Piyungan Bantul primary health center of Yogyakarta in 2017 with fisher
exact test=0,003 Conclusion and Suggestion: there was correlation between formula
milk consumption and under-five children nutritional status at PiyunganBantul
primary health center of Yogyakartain 2017. Families can pay more attention to
nutrition and health intake especially under-five children nutritional status that will
have significant impact on their growth and development,

PENDAHULUAN didukung pula oleh kekurangan gizi


Balita merupakan kelompok selama masih di dalam kandungan.
masyarakat yang rentan gizi. Masalah Pada kelompok tersebut mengalami
gizi pada anak masih menjadi siklus pertumbuhan dan
masalah di beberapa negara. perkembangan yang membutuhkan
Tercatat 1 dari 3 anak di dunia zat-zat gizi yang lebih besar dari
meninggal setiap tahun akibat kelompok umur yang lain sehingga
buruknya kualitas gizi. Salah satu balita paling mudah menderita
riset menunjukkan setidaknya 3,5 kelainan gizi. Masalah kesehatan
juta anak meninggal setiap tahun masyarakat dianggap serius bila
karena masalah kekurangan gizi dan prevalensi gizi buruk dan gizi
buruknya kualitas makanan, kurang antara 20,0% sampai 29,0%

1
3

dan dianggap pervalensi sangat tinggi tahun 2010, dan 5,7% tahun 2013.
jika ≥ 30% (UNICEF, 2013). Sedangkan prevalensi gizi kurang naik
Pemberian nutrisi pada bayi 0,9% dari 2007 dan 2013.
dan balita yang baik akan Berdasarkan profil kesehatan
mempengaruhi status gizi. Status gizi Kota Yogyakarta tahun 2014, laporan
kurang atau lebih akan menentukan program gizi tahun 2013 masih
derajat kesehatan, pertumbuhan dan dijumpai permasalahan gizi di Kota
perkembangan balita. Status gizi Yogyakarta antara lain adanyabalita
buruk akan memberikan dampak bayi gizi kurang dan gizi buruk dengan
dan balita menjadi cepat lelah, prevalensi balita kurang gizi sebesar
lemas, letih, lesu, terjadi gangguan 7,33% balita dengan gizi status gizi
perkembangan otak, tingkat buruk 0,59% dan status gizi kurag
kecerdasan berkurang, kondisi fisik 6,75%, serta ditemukan kegemukan
lemah, rentan menderita berbagai pada balita sebanyak 9,42%. Status
penyakit seperti ISPA, diare, TBC, gizi kurang pada balita tampak
hepatitis, dan jika tidak ditangani menurun dari tahun sebelumnya yaitu
akan menyebabkan kematian, begitu 8,45% pada tahun 2012 dan sebanyak
pula dengan status gizi lebih jika tidak 9,29% pada tahun 201. Prevalensi
ditangani akan menyebabkan obesitas balita dengan status gizi buruk tampak
serta mengganggu pertumbuhan dan meningkat di tahun 2013 setelah
perkembangan. terjadi penurunan pada tahun 2012
Menurut World Health yaitu pada tahun 2012 sebesar 0,56%
Organitation (2012), jumlah penderita dan tahun 2011 sebesar 0,68%.
kurang gizi di dunia mencapai 104 juta Berdasarkan Profil Kesehatan
anak, keadaan kurang gizi menjadi Bantul tahun 2016 Pemantauan status
penyebab sepertiga dari seluruh gizi Balita di Kabupaten Bantul pada
penyebab kematian anak di seluruh tahun 2015 dilaporkan Balita gizi
dunia. Asia Selatan merupakan daerah buruk ada 195 Balita, dengan jumlah
yang memiliki prevalensi kurang gizi Laki-laki 108 Balita dan Perempuan
terbesar di dunia, yaitu sebesar 46%, 87 Balita.Prevalensi Balita gizi buruk
disusul Sub Sahara Afrika 28%, sesuai standar Berat Badan menurut
Amerika Latin/ Caribbean 7%, dan Umur (BB/U)sebesar 0,38%. Kasus
yang paling rendah terdapat di Eropa gizi buruk pada Balita tertinggi ada di
Tengah, Timur dan Commonwealth of wilayah Puskesmas Piyungan
Independent State (CEE/CIS) sebesar sebanyak 7 kasus.
5%. Keadaan kurang gizi pada anak Masalah gizi di Indonesia saat
balita juga dapat dijumpai di negara ini memasuki masalah gizi ganda
berkembang, termasuk Indonesia. (Double burden). Artinya, masalah
Berdasarkan Badan Penelitian gizi kurang (Underwieght) belum
dan Pengembangan Kesehatan pada teratasi sepenuhnya, sementara
tahun 2013 prevalensi gizi kurang muncul masalah gizi lebih
secara nasional adalah 19,6%, terdiri (Overwight). Kejadian Overwight
dari 5,7% gizi buruk dan 13,9% gizi terus mengalami peningkatan dari
kurang dan gizi lebih sebanyak 11,9%. tahun ke tahun baik pada kelompok
Jika dibandingkan dengan angka anak-anak maupun dewasa (Kemenkes
prevalensi nasional tahun 2007 RI, 2012).
(18,4%) dan tahun 2010 (17,9%) Indikator status gizi
terlihat meningkat. Perubahan berdasarkan indeks BB/U memberi
terutama pada prevalensi gizi buruk indikasi masalah gizi secara umum.
yaitu dari 5,4% tahun 2007, 4,9% pada Indikator BB/U yang rendah
4

disebabkan karena masalah gizi kronis bahkan lebih baik dari ASI, sehingga
atau akut. Untuk menilai status gizi sering kita dengar, sebagian
anak balita, maka angka berat badan masyarakat mengatakan dengan
dan tinggi badan setiap anak balita di bangga bahwa buah hatinya minum
konversikan ke dalam nilai tersetandar susu dengan merk tertentu dimana
menggunakan buku antropometri anak semakin mahal harga sebuah produk
balita (Kemenkes, 2013). susu formula maka semakin tinggi
Kelebihan maupun kekurangan derajat orangtua di mata masyarakat.
asupan zat gizi pada balita dapat Faktanya ternyata susu formula
mempengaruhi kesehatannya (Adriani memiliki risiko tinggi terhadap masa
dan Wirawan, 2012). Menurut depan kesehatan anak manusia. Bukan
Puspitawati dan Sulistyarini (2013), sekedar risiko jangka pendek dan
faktor penyebab masalah gizi di bagi menengah, namun yang perlu
menjadi dua yaitu faktor langsung dan diperhatikan adalah risiko jangka
faktor tidak langsung. Faktor langsung panjang dari penggunaan susu
yang mempengaruhi gizi balita adalah formula.
salah satunya asupan makan atau Program Suistinable
minum balita, sedangkan faktor tidak Development Goals (SDGs)
langsung yang mempengaruhi gizi melibatkan pemerintah dalam
balita diataranya ketersediaan pangan memperhatikan masyarakatnya
dan lain-lain. Penelitian Atul Singhal tentang gizi dan kesehatan. Hal ini
menyebutkan adanya peningkatan disebutkan pada tujuan kedua dari
risiko gizi lebih pada bayi yang gizi, yaitu mengakhiri kelaparan,
diberikan susu formula daripada yang mencapai kemanan pangan dan
diberi ASI. Hal tersebut dapat terjadi perbaikan gizi dan memajukan
karena kandungan protein dan pertanian berkelanjutan serta
mineral dari susu formula melebihi memastikan hidup yang sehat dan
angka kecukupan untuk bayi memajukan kesejahteraan bagi semua
manusia, sehingga bayi memperoleh orang di semua usia. Sehingga harapan
asupan makanan berlebih. Pemberian pemerintah tujuan SDGs dapat dicapai
susu formula pada usia bayi dalam kurun tahun 2016-2030
dibawah 6 bulan akan berdampak pada (Perserkatan Bangsa-Bangsa
status gizi bayi. Jika pemberian susu Indonesia, 2015,hlm 2).
formula terlalu encer maka akan Salah satu upaya dalam
mengakibatkan asupan gizi untuk mengoptimalkan pertumbuhan dan
tubuh bayi kurang, dan apabila perkembangan anak adalah pemberian
pemberian susu formula terlalu susu formula. Adanya kebutuhan dan
kental dan banyak maka dapat ekspektasi yang besar dari orang tua
mengakibatkan gizi lebih. terhadap pertumbuhan dan
Menurut WHO yang dikutip perkembangan anak melalui konsumsi
dalam Roesli (2008), susu formula susu merupakan suatu prospek usaha
adalah susu yang sesuai dan bisa yang potensial bagi industri.
diterima sistem tubuh bayi. Susu Akibatnya industri susu merupakan
formula yang baik tidak menimbulkan salah satu industri besar di negara-
gangguan saluran cerna seperti diare, negara yang memiliki jumlah
muntah atau kesulitan buang air besar. penduduk anak-anak yang tinggi,
Baik tenaga kesehatan maupun seperti di Indonesia.
masyarakat luas masih banyak yang Didukung dengan pernyataan
berpikir bahwa susu formula memiliki Annehira (2010)bahwa susu formula
kualitas gizi yang sama baiknya atau banyak dipilih ibu yangbekerja
5

sebagai makanan pendamping keluargamiskin(gakin)sudah tercapai


ASIbahkan pengganti ASI 100%.
dikarenakan susu formula lebih Pemberian makanan
praktis. Konstipasi dapat terjadi pendamping ASI yang benar dapat
karena ibumemberikan makanan menurunkan angka kematian balita
padat atau susu formulapada umur sebesar 6%. Berdasarkan hasil
yang terlalu dini, sehingga penelitian tersebut, perilaku
bayimengalami gangguan saluran memberikan ASI secara eksklusif pada
pencernaanseperti konstipasi. Sistem bayi sejak lahir hingga usia 6 bulan
pencernaan bayibelum siap untuk dapat menurunkan angka kematian
menerima susu formula ataumakanan 30.000 bayi di Indonesia tiap tahunnya
padat lainnya (Monika, 2013). (Sentra Laktasi Indonesia, 2007).
Susu formula adalah susu sapi Menurut SK Nomor
yang telah diproses agar lebih mudah 369/MENKES/SK/III/2007 tentang
dicerna oleh balita. Gangguan akibat standar profesi bidan, bidan
ketidakcocokan susu formula bisa mempunyai peran memberikan asuhan
timbul karena reaksi cepat atau pada bayi dan balita sesuai dengan
timbulnya gejala kurang dari 8 jam. yang tercantum dalam standar
Pada reaksi lambat setelah 8 jam atau kompetensi bidan kompetensi ke tujuh
kadang setelah minum susu 5 atau 7 yaitu bidan memberikan asuhan yang
hari. Tanda dan gejala ketidakcocokan bermutu tinggi, komprehensif pada
susu formula atau alergi susu hampir bayi dan balita sehat (1 bulan-5
sama dengan alergi makanan. tahun).
Gangguan tersebut mengganggu Bidan dapat menjadi tenaga
semua organ terutama pencernaan, kesehatan yang memperhatikan gizi
kulit, saluran napas dan organ lainnya balita dengan pemberdayaan
(Suryoprajogo, 2009). masyarakat, pemberian ilmu
Upaya dinas kesehatan bantul pengetahuan, dan pemberian
perbaikan status gizi Balita yang dukungan. Seiring perkembangan
ditandai dengan menurunnya angka zaman peranan bidan pun semakin
gizi buruk pada Balita. Program meluas, tidak jarang bidan menjadi
perbaikan gizi mencakup beberapa tokoh panutan di tengah-tengah
kegiatan yaitu surveilans gizi, masyarakat. Pandangan ini dapat
konsultasi, pemeriksaan balita oleh menjadi modal bidan untuk
dokter ahli, pemantauan ASI Eksklusif memberdayakan masyarakat (Natalia,
dan Inisiasi Menyusu Dini (IMD) serta dkk, 2012).
pemberdayaan masyarakat melalui Berdasarkan studi pendahuluan
Kelompok Pendukung Ibu (KP-Ibu). yang telah dilakukan oleh peneliti
Upaya lain yang dikembangkanoleh pada tanggal 12 April 2017 bahwa dari
Pemerintah Kabupaten Bantul adalah 12 posyandu yang berada di wilayah
program Pemberian Makanan kerja puskesmas Piyungan, di
Tambahan(PMT) Balita Gizi Buruk dapatkan data balita yang ditimbang
berupa bantuan makanan tambahan pada bulan Maret sebanyak 180 balita.
selama 180 hari makan anak bagi 205
Balita serta kunjungan dan METODE PENELITIAN
pemeriksaan oleh dokter ahli anak di Penelitian ini menggunakan
Puskesmas. Pemberian makanan metode penelitian survey analitik yaitu
pendamping ASI(MP-ASI) pada anak survei atau penelitian yang mencoba
usia 6 –24 bulan (Baduta) dari menggali bagaimana dan mengapa
kesehatan terjadi dengan
menghubungkan variabel satu dengan
6

variabel yang lain (Notoatmojo, 2010). Tabel 4.6 Hasil Chi Square
Penelitian ini dilakukan untuk susu formula dengan status gizi balita
mengetahui hubungan konsumsi susu di Puskesmas Piyungan Bantul
formula dengan status gizi balita di Yogyakarta 2017
wilayah kerja Puskesmas Piyungan
Value df Exact
Bantul tahun 2017. Metode Sig.(02-
pendekatan waktu yang digunakan sided)
dalam penelitian ini adalah pendekatan Fisher’s Exact 10,995 .003
Test
cross sectional, yaitu mengukur
variabel dependen dan variabel Tabel 4.6 menunjukkan bahwa hasil
independen secara bersamaan uji Chi Square diperoleh nilai Fisher
(Budiman, 2008). Exact Test sebesar 0,003 yang berarti
Ho di Tolak dan Ha di terima sehingga
HASIL ANALISIS ada hubungan antara konsumsi susu
Analisis Univariat formula dengan status gizi balita di
Tabel 4.1 Distribusi Frekuensi wilayah kerja puskesmas piyungan
dan Presentase berdasarkan
karakteristik ibu di Puskesmas Konsu Status gizi Tot
msi kurang Baik Lebih al
Piyungan Bantul Yogyakarta Susu N % N % N %
Ya 2 14,3 1 66,7 1 46,7 21
Karakteristik F %
% 8 % %
Responden
Tidak 1 85,7 9 33,3 3 53,3 24
Usia Ibu
2 % % %
<20 tahun 2 5,1 % Jumlah 1 2 4 45
4 3
20-35 tahun 35 66,0 %
>35 tahun 8 28,9 % Bantul Yogyakarta Tahun 2017.
Jumlah 45 100 %
Pendidikan Ibu PEMBAHASAN
SD 6 9,8 % Konsumsi susu formula
SMP 12 17,5 %
SMA 23 66 % Berdasarkan hasil penelitian yang
Diploma/Sarjana 4 6,7 % diperoleh dari 45 responden di
Jumlah 45 100 % wilayah kerja Puskesmas piyungan
Status Pekerjaan bantul, didapatkan bahwa balita yang
IRT 27 62 %
mengkonsumsi susu formula adalah
Pekerja 18 38 % berstatus gizi baik yaitu sebanyak 18
Jumlah 45 100 % balita (66,7%).
Susu formula menurut WHO yaitu
Balita dalam penelitian ini susu yang diproduksi oleh industri
sebanyak 45 balita. Populasi balita untuk keperluan asupan gizi yang
mayoritas ada pada usia 7-12 bulan yaitu diperlukan bayi. Susu formula
sebanyak 24 balita (55,7%). Dengan jenis kebanyakan tersedia dalam bentuk
kelamin balita mayorias perempuan bubuk. Perlu dipahami susu cair steril
sebanyak 26 balita (67,3%). Hasil sedangkan susu formula tidak
penelitian berdasarkan tabel diatas steril.Pemberian susu formula
diketahui bahwa responden yang diindikasikan untuk bayi yang karena
mengkonsumsi susu formula dengan sesuatu hal tidak mendapatkan ASI
status gizi baik sebanyak 18 responden atau sebagai tambahan jika produksi
(66,7%) dan yang tidak ASI tidak mencukupi kebutuhan bayi.
mengkonsumsi susu formula dengan Penggunaan susu formula ini
gizi baik 9 responden (33,3%) sebaiknya meminta nasehat kepada
7

petugas kesehatan agar adalah penyakit infeksi dan asupan


penggunaannya tepat. makan balita. Sedangkan faktor tidak
Susu formula merupakan susu langsung yang mempengaruhi status
komersil yang dijual dipasar atau gizi balita adalah salah satunya adalah
ditoko, biasanya terbuat dari susu sapi konsumsi susu formula.
atau susu kedelai yang susunan Khosman (2012) mengatakan
nutrisinya diubah sedemikian rupa bahwa konsumsi frekuensi pangan per
sehingga dapat diberikan pada bayi hari merupakan salah satu aspek
dengan komposisinya yang dalam kebiasan makan. Frekuensi
disesuaikan mendekati komposisi asi konsumsi pangan pada anak, ada yang
serta biasanya diberikan didalam terikat pada pola makan 3x perhari
botol (Khasanah, 2011). tetapi banyak pula pangan yang bisa
Susu formula lanjutan, Susu khusus jadi penduga tingkat kecukupan gizi,
untuk bayi usia lebih dari 6 bulan, karena artinya semakin tinggi frekuensi
mengandung protein yang lebih tinggi konsumsi susu maka peluang
dari susu adaptasi maupun awal lengkap. terpenuhinya gizi semakin besar.
Kadar mineral, karbohidrat, lemak dan
Keadaan gizi kurang pada
energinya juga lebih tinggi karena untuk
anak-anak mempunyai dampak pada
mengimbangi kebutuhan tumbuh
kembang anak keterlambatan pertumbuhan dan
Status gizi balita perkembangan yang sulit
Berdasarkan hasil penelitian yang disembuhkan. Oleh karena itu anak
telah dilakukan, menunjukan bahwa yang gizi kurang, kemampuan untuk
sebagian besar responden balita diwilayah belajar dan bekerja serta bersikap akan
kerja puskesmas piyungan bantul lebih terbatas dibandingkan dengan
yogyakarta memiliki status gizi baik. anak yang normal (Santoso dan Lies,
Status gizi adalah suatu kondisi seseorang 2008). Sedangkan menurut Nency dan
yang dapat diukur baik secara Arifin (2008) bahwa beberapa
antropometri maupun klinik sebagai penelitian menjelaskan dampak jangka
respon atas asupan makanan dalam jangka
pendek dari kasus gizi kurang adalah
waktu tertentu (Dinas Kesehatan
anak menjadi apatis, mengalami
Yogyakarta, 2010). Balita merupakan
kelompok masyarakat yang rentan gizi. gangguan bicara serta gangguan
Pada kelompok tersebut mengalami siklus perkembangan yang lain, sedangkan
pertumbuhan dan perkembangan yang dampak jangka panjang dari kasus gizi
membutuhkan zat-zat gizi yang lebih kurang adalah penurunan skor IQ,
besar dari kelompok umur yang lain penurunan perkembangan kognitif,
sehingga balita paling mudah menderita gangguan pusat perhatian, serta
kelainan gizi (WHO, 2011). gangguan penurunan rasa percaya diri.
Menurut Arty (2009), status gizi Oleh karena itu kasus gizi kurang
sangat penting untuk diketahui guna apabila tidak dikelola dengan baik
menentukan ada tidaknya gangguan akan mengancam jiwa dan pada
gizi. Gangguan gizi yang terjadi pada jangka panjang akan mengancam
bayi dan balita mempengaruhi hilangnya generasi penerus bangsa.
pertumbuhan dan perkembangan, baik
pada masa balita maupun pada masa Asupan makanan yang melebihi
berikutnya sehingga perlu kebutuhan tubuh akan mengakibatkan
mendapatkan perhatian karena balita kelebihan berat badan dan penyakit
adalah generasi bangsa. lain yang disebabkan oleh kelebihan
Status gizi balita dipengaruhi zat gizi. Sebaliknya asupan makan
oleh dua faktor yaitu faktor langsung yang kurang dari yang dibutuhkan
dan tidak langsung. Faktor langsung akan menyebabkan tubuh menjadi
yang mempengaruhi status gizi balita kurus dan rentan terhadap penyakit.
8

Pola makan yang seimbang, yaitu mencukupi kebutuhan bayi akan zat
sesuai dengan kebutuhan disertai gizi tersebut agar pertumbuhan dan
pemilihan bahan makanan yang tepat perkembangannya dapat berlangsung
akan melahirkan status gizi yang baik dengan optimal. MP-ASI merupakan
(Sulistyoningsih, 2011). makanan peralihan dari ASI ke
makanan anak dan dewasa keluarga.
Hubungan Konsumsi Susu Formula Pengenalan dan pemberian MP-ASI
dengan Status Gizi Balita harus dilakukan secara bertahap baik
Status gizi balita pada
bentuk maupun jumlahnya sesuai
penelitian ini mayoritas memiliki
dengan kemampuan pencernaan bayi
status gizi baik sejumlah 27 responden
(Maria, 2010).
(67%). Faktor yang mempengaruhi
Pemberian MP-ASI yang
status gizi balita adalah pemberian
cukup, baik kualitas dan
konsumsi makan, faktor ekonomi,
kuantitasnya dapat memberikan
tingkat konsumsi energi dan protein
jaminan terhadap pertumbuhan fisik
salah satunya susu formula.
dan kecerdasan anak selanjutnya.
Peraturan Pemerintah Republik
Terdapat beberapa syarat universal
Indonesia Nomor 33 Tahun 2012
yang harus dipenuhi MP- ASI
mengatakan bahwa, semakin
antara lain adalah mempunyai
bertambahnya usia, kebutuhan bayi
komposisi sesuai kebutuhan, baik zat
akan zat gizi juga semakin meningkat.
gizi makro (energi, protein dan
Zat gizi ini penting untuk proses
lemak) maupun zat gizi mikro
tumbuh kembang bayi dan balita.
(vitamin dan mineral). Kandungan
Karena seiring berjalannya waktu, ASI
protein 1,8-4,0 gram per 100 kalori
yang dihasilkan ibu kurang optimal
dan lemak 3,3-6,0 gram per 100
lagi dalam memenuhi kebutuhan gizi
kalori. Pola pemberian MP-ASI
anak. Perlu diketahui bahwa meski
harus disesuaikan dengan volume
sudah diperkenalkan dengan makanan
perut bayi. Jenis makanan dan
padat, ASI masih harus diberikan
frekuensi pemberiannya, harus
bersama dengan pemberian MPASI,
dilakukan secara bertahap sesuai
karena ASI masih memenuhi
dengan perkembangan fungsi dan
kebutuhan gizi anak sekitar 80 persen
perkembangan alat pencernaan bayi
pada bayi usia 6-9 bulan, 60 persen
(Safitri, 2010)
untuk bayi usia 9-12 bulan, dan
Saat bayi usia 6 bulan atau
dianjurkan tetap diberikan hingga bayi
lebih sistem pencernaannya sudah
berusia 2 tahun. relatif sempurna dan siap menerima
Tujuan pemberian MPASI MP-ASI. Beberapa enzim pemecah
pada bayi bukan hanya untuk protein seperti asam lambung, pepsin,
pemenuhan kebutuhan gizi, tetapi juga lipase, amilase baru akan diproduksi
penting untuk meningkatkan dan sempurna. Saat bayi kurang dari 6
mengembangkan kemampuan bayi bulan, sel-sel disekitar usus belum siap
dalam menerima berbagai macam menerima kandungan dalam makanan,
makanan yang rasa, bentuk, dan sehingga makanan yang masuk dapat
teksturnya bervariasi, serta membantu menyebabkan reaksi imun dan terjadi
perkembangan oromotor bayi yaitu alergi (Gibney, MJ et al. 2009).
dalam hal mengunyah dan menelan. Sehingga pada penelitian ini peneliti
Setelah bayi berumur 6 bulan, menggunakan responden bayi yang
kebutuhan zat gizi bayi tidak lagi berusia minimal usia 7 bulan.
dapat dipenuhi oleh ASI saja, oleh Susu formula adalah salah satu
sebab itu diperlukan makanan makanan pendamping ASI. Susu
pendamping ASI (MP-ASI), untuk
9

formula yang dibuat dari susu sapi Begitu pula dengan status gizi balita
telah diproses dan diubah kandungan yang memiliki penghasilan rendah
komposisinya sebaik mungkin agar maka tidak selalu memiliki status gizi
kandungannya sama dengan ASI tetapi yang rendah pula
tidak 100% sama. Proses pembuatan Salah satu faktor yaitu status
susu formula, kandungan karbohidrat, pekerjaan ibu. Hasil analisis univariat
protein dan mineral dari susu sapi ditemukan bahwa sebagian besar
telah diubah kemudian ditambah tidak bekerja dengan jumlah 27
vitamin serta mineral sehingga responden (62%). Hasil tabulasi silang
mengikuti komposisi yang dibuuthkan antara pekerjaan dengan pemberian
sesuai untuk bayi berdasarkan usianya susu formula diperoleh bahwa
(Suririnah, 2009). Menurut Khasanah responden yang bekerja sebagian
(2011) ada beberapa kandungan gizi besar memberikan susu formula
dalam susu formula yaitu, lemak sebanyak 18 responden (28%)
disarankan antara 2,7-4,1 g tiap sedangkan responden yang tidak
100ml, protein berkisar 1,2-1,9g tiap bekerja sebagian besar tidak
100 ml dan karbohidrat berkisar antara memberikan susu formula. Pada
5,4-8,2 g tiap 100 ml. Dengan adanya jurnal kedokteran komunitas tahun
kandungan tersebut maka dapat 2014 bahwa pemberian susu formula
mempengaruhi status gizi balita. ada hubungan yang bermakna antara
Dalam penelitian ini balita status pekerjaan dengan pemberian
yang mengkonsumsi susu formula susu formula. Azizah dalam
memiliki gizi baik sebanyak 18 penelitiannya mendapatkan hubungan
responden (66,7%). Gizi baik pada antara pekerjaan dengan pemberian
balita dikarenakan kandungan yang susu formula. Pada ibu-ibu yang
berada dalam susu formula memenuhi bekerja, sebagian besar waktunya
kebutuhan balita. Sehingga balita yang tidak diberikan untuk menyusui
masih memiliki gizi kurang bayinya sehingga jalan satu-satunya
dikarenakan faktor lain yang adalah dengan memberikan susu
mempengaruhi status gizi balita, formula.
seperti pendapatan orang tua, asupan Selain gizi baik balita yang
nutrisi dan lain-lain. mengkonsumsi susu formula juga
Dalam tabel 4.3 didapatkan memiliki gizi lebih. Menurut Atul
yang tidak mengkonsumsi susu Singhal (2010) menyebutkan adanya
formula sebanyak 12 responden peningkatan risiko gizi lebih pada bayi
mengalami gizi kurang. Dipengaruhi yang diberikan susu formula daripada
oleh beberapa faktor salah satunya yang diberi ASI. Hal tersebut dapat
adalah tingkat pendapatan keluarga. terjadi karena kandungan protein dan
Namun, tingkat pendapatan keluarga mineral dari susu formula melebihi
yang rendah tidak selalu angka kecukupan untuk bayi manusia,
mempengaruhi status gizi balita. sehingga bayi memperoleh asupan
Dalam penelitian Nurmawati tahun makanan berlebih. Gizi lebih yang
2015 di kabupaten Demak bahwa terjadi pada bayi akan mengganggu
tidak ada hubungan pemberian susu pertumbuhan dan perkembangan gerak
formula dengan tingkat pendapatan motorik kasar dan halus bayi, yang
keluarga. Sehingga dalam penelitian mengakibatkan bayi tidak dapat
ini bahwa balita yang diberikan susu melakukan gerakan yang seharusnya
formula adalah dari berbagai macam sudah dapat dia lakukan di usia
penghasilan dalam keluarga baik tersebut.
penghasilan lebih ataupun kurang.
10

Status gizi pada balita perlu memperoleh cukup zat-zat gizi yang
mendapat perhatian yang serius dari digunakan secara efesien, sehingga
orang tua, karena kekurangan gizi memungkinkan pertumbuhan fisik,
pada balita akan menyebabkan perkembangan otak, kemampuan kerja
kerusakan yang irreversibel (tidak dan kesehatan secara umum pada
dapat dipulihkan). Ukuran tubuh yang tingkat setinggi mungkin.
pendek merupakan salah satu indikator Dalam penelitian ini
kekurangan gizi yang berkepanjangan didapatkan hasil dari fisher exact test
pada balita. Kekurangan gizi yang 0,003 yang berarti Ho di tolak dan Ha
lebih fatal akan berdampak pada diterima sehingga ada hubungan
perkembangan otak. Status gizi balita bermakna antara konsumsi susu
dapat diketahui dengan cara melihat formula dengan status gizi balita di
berat badan, tinggi badan (Proverawati Puskesmas Piyungan Bantul
dan Wati, 2011). Ada hubungan yang Yogyakarta Tahun 2017.
positif antara frekuensi pemberian SIMPULAN & SARAN
susu formula dengan tingkat Responden minoritas mengkonsumsi
kecukupan gizi. Maka semakin banyak susu formula, jumlah yang mengkonsumsi
frekuensi pemberian susu formula susu formula dari 45 respnden hanya 21
semakin terpenuhi tingkat kecukupan responden (46,7%). Responden mayoritas
gizinya (Lestari, 2014). memiliki status gizi baik yaitu sebanyak
27 responden (60%). Hasil penelitian ini
Dalam Al-qura’an terdapat menunjukkan ada hubungan. Pada
ayat-ayat Allah yang mengkaji tentang penelitian ini menunjukkan ada hubungan
gizi terutama terkait dengan makanan konsumsi susu formula dengan status gizi
yang dikonsumsi. Salah satunya balita di Puskesmas Piyungan Bantul
terdapat di dalam QS. Al Baqarah Yogyakarta tahun 2017 (Fisher Exact
Ayat 168, yaitu: Test= 0,003) dengan keeratan hubungan
Artinya: “hai sekalian sedang (CC=0,494). Ibu lebih rutin
manusia, makanlah yang halal lagi mencari informasi tentang pemenuhan
baik dari apa yang terdapat di bumi, zat gizi balita, manfaat zat gizi balita
dan janganlah kamu mengikuti dan tanda-tanda gangguan
langkah-langkah syaitan: karena pertumbuhan balita. Selain itu ibu
sesungguhnya syaitan itu adalah disarankan untuk selalu
musuh yang nyata bagimu (QS, memperhatikan status gizi balitanya
Albaqarah: 168) dengan cara menimbang balitanya
Dalam ayat tersebut disebutkan secara rutin setiap bulannya di
bahwa manusia harus mengkonsumsi Posyandu atau di Puskesmas.
makanan yang halal. Makanan yang
halal berarti makanan yang baik secara DAFTAR PUSTAKA
mendapatkannya dan mengandung
Almatsier, S. 2010. Prinsip Dasar Ilmu
gizi yang baik pula. Makanan yang
Gizi. Jakarta: Gramedia
baik tentunya baik untuk tubuh, tidak
Pustaka Utama
menyebabkan gangguan kesehatan.
Andriani, 2014. Pengantar Gizi
Makanan sehari-hari yang dipilih
Masyarakat. Jakarta Kencana
dengan baik akan memberikan semua
Prenada Media Grup
zat gizi yang dibutuhkan untuk fungsi
Anugraheni, H. S. 2012. Faktor
normal tubuh.
Resiko Kejadian Stunting
Konsumsi makanan
pada Anak Usia 12-36 bulan
berpengaruh terhadap gizi seseorang.
di Kecamatan Pati Kabupaten
Status gizi baik atau status gizi
Pati. Artikel Penelitian.
optimal terjadi apabila tubuh
Semarang: Program Studi
11

Ilmu Gizi Fakultas


Kedokteran Universitas
Diponegoro
Arikunto, S. 2010. Prosedur
Penelitian. Jakarta: Rineka
Cipta
Kementerian Kesehatan Republik
Indonesia. 2012. Katalog
Dalam Terbitan
Kementrian Kesehatan RI
: Pusat Data Dan Informasi
Profil Kesehatan Indonesia
2012. Jakarta: Kementrian
Kesehatan RI
Kementerian Kesehatan Republik
Indonesia. 2013. Katalog
Dalam Terbitan
Kementrian Kesehatan RI
: Pusat Data Dan Informasi
Profil Kesehatan Indonesia
2012. Jakarta: Kementrian
Kesehatan RI
Khomsan, A. 2012. Peranan Pangan
Dan Gizi Untuk Kualitas
Hidup.Jakarta: PT
Grasindo
Lestrina, D. 2009. Penanggulangan
Gizi Buruk di Wilayah
Kerja Puskesmas Lubuk
Pakam Kabupaten Deli
Serdang. Tesis, Program
Studi Ilmu Kesehatan
Masyarakat Universitas
Sumatera Utara, Medan

Anda mungkin juga menyukai