Anda di halaman 1dari 12

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Masa remaja merupakan masa peralihan dari masa anak-anak menuju masa

dewasa, yang biasanya terjadi pada usia antara 11 sampai 20 tahun (Rosdahl, C.B

& Kowalski, M.T., 2014). Pada umumnya dikenal sebagai masa yang penuh

energi, ingin tahu, emosi tinggi, ingin mencoba dan tidak mau ketinggalan.

Remaja mengalami perubahan drastis dalam area fisik, kognitif, psikososial, dan

psikoseksual. Perubahan fisik pada masa remaja disebabkan adanya pengaruh

Growth Hormon. Selama masa awal remaja, perkembangan fisik ditandai dengan

pertumbuhan fisik yang sangat pesat. Perkembangan seksualitas berupa

munculnya tanda-tanda seksual primer dan sekunder. Perubahan fisiologis

disebabkan karena adanya sekresi estrogen pada anak perempuan dan testosteron

pada anak laki-laki yang menstimulasi pembentukan jaringan payudara pada anak

perempuan, rambut pubis pada kedua jenis kelamin, dan perubahan genitalia pria

(Nies, M.A & McEwen. M, 2015).

Peningkatan emosional yang terjadi secara cepat pada masa remaja awal yang

dikenal sebagai masa storm & stress. Peningkatan emosional ini merupakan

1
pertambahan hormon dari kelenjar adrenalin akan membuat remaja cenderung

membangkang dan memiliki sifat memberontak. Dengan cepatnya pertumbuhan

ini, remaja memerlukan dukungan dan bimbingan dari orang tua dan perawat

untuk memfasilitasi gaya hidup sehat dan untuk mengurangi perilaku beresiko.

Menurut Piaget dalam Kyle & Carman 2015, ketika remaja berkembang ke

pertengahan masa remaja,pemikirannya sangat introspektif, suka membuat

keputusan mandiri sehingga memicu perilaku beresiko. Remaja merupakan

kelompok yang rawan berkaitan dengan penyalahgunaan narkoba yang meliputi

zat alami dan sintesis yang apabila dikonsumsi menimbulkan ketergantungan

dalam diri pengguna (Kyle&Carman, 2015).

Menurut UU RI nomor 35 tahun 2009 narkotika adalah zat atau obat yang berasal

dari tanaman atau bukan tanaman, baik sintesis maupun semisintesis, yang dapat

menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi

sampai menghilangkan rasa nyeri, dan dapat menimbulkan ketergantungan.

Banyak remaja yang menggunakan narkoba karena dorongan ingin tahu atau

karena diolok-olok oleh teman sebaya sehingga ikut-ikutan meniru. Alasan remaja

menggunakan narkotika diantaranya adalah untuk melepaskan diri dari kesepian

dan memperoleh pengalaman emosional, untuk mempermudah penyaluran dan

perbuatan seks, untuk mengikuti kemauan teman dan berusaha untuk menemukan

arti hidup (BNN, 2017)

2
Penyalahgunaan narkoba pada kelompok pelajar dan mahasiswa menjadi area

kajian penting dalam penelitian oleh karena implikasinya pada ketergantungan

awal di masa depan mereka (Atwoli, 2011). Permasalahan penyalahgunaan

NAPZA memerlukan pemecahan bersama, melibatkan seluruh pemangku

kepentingan dan seluruh komponen masyarakat, oleh karena merupakan ancaman

besar bagi bangsa Indonesia, khususnya generasi muda, karena disamping dampak

negatif bagi penyalahgunaan juga menyebarkan penyakit HIV/AIDS dan virus

hepatitis melalui penggunaan jarum suntik yang pada akhirnya menyebabkkan

kematian jutaan jiwa sehingga merugikan bangsa.

Tanda dan gejala pada pengguna NAPZA, contohnya ganja dapat menyebabkan

eforia, mata merah, mulut kering, banyak bicara dan tertawa, nafsu makan

meningkat, gangguan persepsi. Sedangkan pada pengguna Amfetamin gejala yang

timbul berupa selalu terdorong untuk bergerak, keringat berlebih, gemetar, cemas,

depresi, paranoid. Pada penggunaan zat sedatif-hipnotik gejala yang timbul yaitu

pengendalian diri berkurang, jalan sempoyongan, mengantuk, memperpanjang

tidur, dan hilang kesadaran (BNN, 2016).

Konsekuensi akibat penyalahgunaan narkoba diantaranya adalah kejadian sakit.

Mereka yang pakai narkoba beresiko terkena berbagai penyakit. Dari hasil survei

3
BNN tahun 2017 diketahui keluhan kesehatan yang banyak dialami oleh

responden adalah 46% selera makan berkurang, 34% rasa mual berlebihan, 31%

rasa lelah berkepanjangan, 30% rasa sesak didada, 23% rasa sakit pada ulu hati,

dan 17% responden mengaku pernah mengalami overdosis. Sebanyak 41%

responden mengaku keluhan tersebut menyebabkan gangguan aktivtas fisik dan

mental (BNN, 2017).

Dampak langsung narkoba bagi jasmani, tiap zat dapat memberikan efek yang

berbeda terhadap tubuh yang dapa menyerang pada jantung, otak, tulang,

pembuluh darah, paru-paru, sistem syaraf, sistem pencernaan, dan terinfeksi

penyakit menular berbahaya seperti HIV/AIDS, hepatitis, TBC, dll. Banyak

dampak lain yang merugikan manusia, misalnya efek dari Amfetamin yang dapat

menimbulkan efek psikologis dan fisik akut. Dalam dosis rendah Amfetamin dapat

meningkatkan rasa percaya diri dan kewaspadaan diri, dilatasi pupil,

meningkatkan stamina dan menurunkan rasa lelah, jika menambahkan dosis dapat

meningkatkan libido. Sedangkan dosis tinggi dapat menimbulkan perilaku kasar

atau irasional, termasuk kejam dan agresif, paranoid, gangguan persepsi, kolaps

kardiovaskuler dan gagal nafas (Depkes, 2017).

Dampak langsung narkoba bagi kejiwaan dapat menyebabkan depresi mental,

gangguan jiwa berat atau psikotik, bunuh diri dan melakukan tindakan kejahatan,

4
kekerasan dan pengrusakan. Efek depresi bisa ditimbulkan akibat kecaman

keluarga, teman, dan masyarakat atau kegagalan dalam mencoba berhenti

memakai narkoba. Namun orang normal yang depresi dapat menjadi pemakai

narkoba karena mereka berfikir bahwa narkoba dapat mengatasi dan melupakan

masalah (Depkes, 2017).

Dampak bagi para pelajar akibat ketergantungan NAPZA tentu lebih banyak.

Misalnya, terjadi perubahan sikap dan kepribadian, sering membolos, menurunnya

kedisiplinan dan prestasi belajar, mudah tersinggung dan cepat marah, sering

menguap, mengantuk dan malas, tidak memedulikan kesehaatan diri, suka

mencuri untuk membeli narkoba, dan mengalami kegilaan, paranoid bahkan

kematian karena stress berkepanjangan (Helmiwati, 2016).

United Nation office On Drugs and Crime (UNODC) dalam BNN (2016) adalah

lembaga yang mambahas perkembangan peredaran narkoba di berbagai negara-

negara di dunia, tercatat tahun 2015 penyalahgunaan narkoba mencapai 297 juta

jiwa, dengan kelompok umur 10-59 tahun atau sebesar 3,9%. World Health

Organization (WHO) menyatakan bahwa jika terdata satu kasus berarti yang

terjadi ada sepuluh kasus, dan tingginya angka kematian per hari karena

penyalahgunaan narkoba yaitu 2-3 orang perharinya. Berdasarkan data

International Drug Policy Consortium (IDPC) tahun 2016, di negara Asia

5
prevalensi pengguna narkoba di Tiongkok sebanyak 2,2 juta jiwa, Vietnam

sebanyak 271.506 jiwa, India sebanyak 177.000 jiwa, Malaysia sebanyak 170.000

jiwa, Myanmar sebanyak 83.000 jiwa.

Berdasarkan data dari Badan Narkotika Nasional (BNN) bekerjasama dengan

pusat penelitian kesehatan Universitas Indonesia tahun 2016, tingkat prevalensi

pengguna NAPZA dari tahun ke tahun cenderung meningkat. BNN mencatat pada

tahun 2008 jumlah penggunna NAPZA mencapai 1,99% dari total populasi atau

setara dengan 3,2 juta jiwa dan meningkat menjadi 2,21% pada tahun 2010 atau

setara dengan 3,8 juta jiwa. Pada tahun 2014 jumlah penyalahguna narkoba

sebesar 2,25% atau setara dengan 4 juta jiwa dari seluruh total penduduk

Indonesia. Pada tahun 2015 angka penyalahgunaan narkoba di Indonesia justru

meningkat sebanyak 4.198.029 jiwa (BNN, 2016).

Menurut data hasil survei BNN tahun 2017 jumlah penyalahgunaan narkoba

setahun terakhir sebanyak 3.376.115 orang pada kelompok usia 10-59 tahun.

Proporsi jumlah penyalahgunaan obat setahun terakhir berdasarkan tingkat

ketergantungan teratur pakai sebanyak 920.100 atau setara dengan 14,49% dan

angka tingkat ketergantungan coba pakai sebanyak 1.908.498 orang atau sebesar

59,53%. Hal yang menjadi lebih memprihatinkan adalah 24% atau sebanyak

810.267 orang pengguna tersebut adalah pelajar (BNN, 2017).

6
Hasil survei penyalahgunaan dan peredaran gelap narkoba pada kelompok pelajar

dan mahasiswa di 18 Provinsi tahun 2016 menunjukan bahwa angka penyalahguna

lebih tinggi pada laki-laki, cenderung lebih tinggi di kota dibanding kabupaten,

dan angka penyalahguna semakin meningkat seiring dengan semakin tinggi

jenjang sekolah dan penambahan umur responden. Provinsi DKI Jakarta menjadi

provinsi dengan angka prevalensi penyalahgunaan narkoba tertinggi sebesar

3,35% pada tahun tahun 2016. Survei menunjukan bahwa ganja adalah jenis

narkoba yang paling banyak disalahgunakan dalam setahun terakhir sebesar 46%

pada kelompok coba pakai. Selain ganja, jenis narkoba yang dipakai adalah

menghirup lem 13%, Tramadol 10%, minum dextro 5%, dan shabu 11% (BNN,

2016).

Indonesia menjadi negara tujuan narkotika yang cukup besar. Penyalahgunaan

NAPZA pada remaja disebabkan kurangnya informasi seperti penyuluhan tentang

NAPZA. Salah satu upaya mengatasi masalah NAPZA adalah dengan melakukan

pendidikan kesehatan. Pendidikan kesehatan merupakan suatu proses perubahan

perilaku yang dinamis dengan tujuan mengubah atau mempengaruhi perilaku

manusia yang meliputi komponen pengtahuan, sikap atau praktik yang

berhubungan dengan tujuan hidup sehat baik secara individu, kelompok, maupun

masyarakat (Purnama, 2013).

7
Pendidikan kesehatan berorientasi kepada perubahan perilaku. Yang diharapkan

dari pendidikan kesehatan yaitu perilaku sehat, sehingga mempunyai kemampuan

mengenal masalah kesehatan dirinya, keluarga, dan kelompoknya dalam

meningkatkan kesehatannya.Pendidikan kesehatan yang dapat diberikan,

contohnya dengan media cetak (booklet, leaflet, flyer, flip chart, rubric, dan

poster), media elektronik (televisi, radio, video film, cassette, CD, VCD) media

luar ruang (papan reklame, spanduk, pameran, banner, televisi layar besar),

(Syafrudin, 2015).

Media video merupakan salah satu teknik pengajaran yang mempunyai banyak

keunggulan sebab media tersebut merupakan sumber informasi yang dapat

memengaruhi tingkat pengetahuan seseorang. Kemampuan seseorang menyerap

pengetahuan yang diterima melalui indera. Menurut Suleiman & Hamzah dalam

Sihombing (2013), yang paling banyak menyalurkan pengetahuan kedalam otak

adalah mata. Kurang lebih 75% - 87% dari pengetahuan manusia diperoleh atau

disalurkan melalui mata. Sedangkan 13% - 25% tersalur melalui indera lain

(Sihombing, 2013).

Media video merupakan media yang mengandung unsur audio dan visual,

sehingga memberikan informasi yang jelas terhadap pesan yang disampaikan.

Kelebihan media video yaitu dapat menunjukkan kembali gerakan-gerakan, pesan-

8
pesan dengan menggunakan efek tertentu sehingga dapat memperkokoh proses

pembelajaran. Kelemahan video adalah menggunakan listrik, memerlukan

peralatan yang mahal dan kompleks, perhatian penonton sulit dikuasai, partisipasi

jarang diperhatikan (Tarigan, 2016).

Pengetahuan remaja akan sangat dipengaruhi oleh informasi yang mereka

dapatkan. Dari hasil penelitian yang dilakukan oleh Riri Apriani 2017 tentang

Pendidikan Kesehatan Dengan Media Video terhadap Pengetahuan Remaja

Mengenai Bahaya Penyalahgunaan Zat Adiktif Lem di SMP YPS Samarinda

menunjukan adanya peningkatan pengetahuan yang signifikan dari kategori

pengetahuan tinggi dari 4% menjadi 85.3% dan di posttest tidak ada kategori

pengetahuan rendah sebelum dan sesudah dilakukan pendidikan kesehatan dengan

media video bahaya penyalahgunaan zat adiktif lem pada siswa kelas VIII SMP

YPS Samarinda.

Berdasarkan hasil wawancara dengan guru bagian kesiswaan di SMPN 10 Jakarta

mengenai kenakalan remaja yang pernah terjadi di sekolah adalah sering bolos,

telat, geng dan merokok di luar sekolah. Selain itu, SMPN 10 Jakarta pada bulan

April 2018 pernah mendapatkan penyuluhan dengan metode ceramah tentang

bahaya penyalahgunaan narkoba oleh pihak Puskesmas kelurahan Sumur Batu.

Dari hasil wawancara kepada 10 orang siswa sebagai studi pendahuluan penelitian

dimana 10 orang tersebut terdiri dari 7 siswa laki-laki dan 3 siswa perempuan.

9
Dengan hasil 4 remaja laki-laki mengetahui sebagian tentang bahaya NAPZA,

sedangkan 3 remaja laki-laki dan 3 remaja perempuan kurang mengetahui tentang

bahaya NAPZA dan siswa mengaku sangat ingin mengetahui informasi tentang

NAPZA.

Berdasarkan studi pendahuluan diatas, peneliti tertarik untuk mengetahui lebih

lanjut mengenai efektivitas pendidikan kesehatan dengan media video terhadap

pengetahuansiswa tentang NAPZA di SMPN 10 Jakarta Pusat.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan fenomena yang terjadi maka permasalahan NAPZA yang ada di

kalangan remaja dan akibat yang mucul karena penyalahgunaan NAPZA sangat

diperlukan upaya pencegahan penyalahgunaan NAPZA. Pemecahan masalah ini

dapat dilakukan dengan pemberian informasi melalui pendidikan kesehatan dengan

media video. Sehingga permasalahan pada penelitian ini adalah apakah ada

efektivitas pendidikan kesehatan dengan penggunaan media video terhadap

pengetahuan siswa tentang NAPZA di SMPN 10 Jakarta Pusat.

10
1.3 Tujuan Penelitian

1.3.1 Tujuan umum

Tujuan penelitian ini telah diketahui efektivitas pendidikan kesehatan

dengan penggunaan media video terhadap pengetahuan siswa tentang

NAPZA di SMPN 10 Jakarta.

1.3.2 Tujuan khusus

1.3.2.1 Teridentifikasi distribusi frekuensi karakteristik responden, umur, jenis

kelamin, dan sumber informasi yang didapat terhadap pengetahuan siswa

tentang NAPZA.

1.3.2.2 Diketahui efektivitas media video terhadappengetahuan siswa sebelum

dilakukan pendidikan kesehatantentang NAPZA.

1.3.2.3 Diketahuiefektivitas media videoterhadap pengetahuan siswa sesudah

dilakukan pendidikan kesehatan tentang NAPZA.

1.3.2.4 Diketahui perbedaan efektivitas media video terhadap pengetahuan siswa

sebelum dan sesudah dilakukan pendidikan kesehatantentang NAPZA.

1.4 Manfaat Penelitian

1.4.1 Bagi institusi pendidikan

Hasil penelitian ini sebagai dasar dalam pendidikan kesehatan dan keperawatan,

dengan penelitian keperawatan ini bisa digunakan sebagai sumber dalam

11
mengembangkan keperawatan, terutama dengan mata kuliah Keperawatan

Komunitas khususnya remaja

1.4.2 Bagi ilmu keperawatan

Hasil penelitian ini dapat menambah wawasan bagi mahasiswa kesehatan

khususnya ilmu keperawatan dalam hal pemahaman tentang NAPZA dan

penyalahgunaan NAPZA serta upaya pencegahan yang dapat meminimalisir

jumlah pengguna NAPZA khususnya pada remaja.

1.4.3 Bagi remaja

Pengetahuan tentang NAPZA dengan sikap penyalahgunaan NAPZA pada

remaja sehingga masyarakat lebih waspada dalam mengantisipasi peredaran dan

penyalahgunaan NAPZA dikalangan remaja dilingkungan sekolah.

12

Anda mungkin juga menyukai