DI SUSUN OLEH :
NAMA: PIBRIANI
NIM: PO.71.20.3.18.049
SEMESTER:V.B
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang yang umumnya disebabkan oleh
rudapaksa (Mansjoer et al, 2000). Sedangkan menurut Linda Juall C. dalam buku Nursing Care
Plans and Dokumentation menyebutkan bahwa Fraktur adalah rusaknya kontinuitas tulang
yang disebabkan tekanan eksternal yang datang lebih besar dari yang dapat diserap oleh tulang.
Fraktur adalah patah tulang, biasanya disebabkan oleh trauma atau tenaga fisik kekuatan dan
sudut dari tenaga tersebut, keadaan tulang itu sendiri, dan jaringan lunak disekitar tulang akan
menentukan apakah fraktur yang terjadi itu lengkap atau tidak lengkap (Price and Wilson, 1995 :
1183).
B.ANAMNESA
Biasanya penderita datang dengan suatu trauma (traumatik, fraktur), baik yang hebat
maupun trauma ringan dan diikuti dengan ketidakmampuan untuk menggunakan anggota gerak.
Anamnesis harus dilakukan dengan cermat, karena fraktur tidak selamanya terjadi di daerah
trauma dan mungkin fraktur terjadi pada daerah lain.
Penderita biasanya datang karena adanya nyeri, pembengkakan, gangguan fungsi anggota gerak,
krepitasi atau datang dengan gejala-gejala lain.
a) Identitas Klien
Meliputi nama, jenis kelamin, umur, alamat, agama, bahasa yang dipakai, status perkawinan,
pendidikan,pekerjaan, asuransi, golongan darah, no. register, tanggal MRS, diagnosa medis.
b) Keluhan Utama
Pada umumnya keluhan utama pada kasus fraktur adalah rasa nyeri. Nyeri tersebut bisa akut atau
kronik tergantung dan lamanya serangan. Untuk memperoleh pengkajian yang lengkap tentang
rasa nyeri klien digunakan:
(1) Provoking Incident: apakah ada peristiwa yang menjadi yang menjadi faktor presipitasi nyeri.
(2) Quality of Pain: seperti apa rasa nyeri yang dirasakan atau digambarkan klien. Apakah
seperti terbakar, berdenyut, atau menusuk.
(3) Region : radiation, relief: apakah rasa sakit bisa reda, apakah rasa sakit menjalar
atau menyebar, dan dimana rasa sakit terjadi.
(4) Severity (Scale) of Pain: seberapa jauh rasa nyeri yang dirasakan klien, bisa
berdasarkan skala nyeri atau klien menerangkan seberapa jauh rasa sakit mempengaruhi
kemampuan fungsinya.
(5) Time: berapa lama nyeri berlangsung, kapan, apakahbertambah buruk pada malam hari atau
siang hari.
Pada pengkajian ini ditemukan kemungkinan penyebab fraktur dan memberi petunjuk berapa
lama tulang tersebut akan menyambung. Penyakit-penyakit tertentu seperti kanker tulang dan
penyakit paget’s yang menyebabkan fraktur patologis yang sering sulit untuk menyambung.
Selain itu, penyakit diabetes dengan luka di kaki sanagt beresiko terjadinya osteomyelitis akut
maupun kronik dan juga diabetes menghambat proses penyembuhan tulang
Penyakit keluarga yang berhubungan dengan penyakit tulang merupakan salah satu faktor
predisposisi terjadinya fraktur, seperti diabetes, osteoporosis yang sering terjadi pada beberapa
keturunan, dan kanker tulang yang cenderung diturunkan secara genetik (Ignatavicius, Donna D,
1995).
f) Riwayat Psikososial
Merupakan respons emosi klien terhadap penyakit yang dideritanya dan peran klien dalam
keluarga dan masyarakat serta respon atau pengaruhnya dalam kehidupan sehari-harinya baik
dalam keluarga ataupun dalam masyarakat (Ignatavicius, Donna D, 1995).
C.PEMERIKSAAN FISIK
1.)Look (inspeksi)
7.Apakah terdapat luka pada kulit dan jaringan lunak untuk membedakan fraktur tertutup atau
terbuka
8.Ekstravasasi darah subkutan dalam beberapa jam samapi beberapa hari
9.Perhatikan adanya deformitas berupa angulasi, rotasi dan kependekan
10.Lakukan survei pada seluruh tubuh apakah ada trauma pada organ-organ lain
11.Perhatika kondisi mental penderita
12.Keadaan vaskularisasi
2.palpasi(fell)
1.Palpasi dilakukan secara hati-hati oleh karena penderita biasanya mengeluh sangat nyeri.
2.Temperatur setempat yang meningkat
3.Nyeri tekan; nyeri tekan yang bersifat superfisial biasanya disebabkan oleh kerusakan
jaringan lunak yang dalam akibat fraktur pada tulang
4.Krepitasi; dapat diketahui dengan perabaan dan harus dilakukan secara hati-hati
5.Pemeriksaan vaskuler pada daerah distal trauma berupa palpasi arteri radialis, arteri
dorsalis pedis, arteri tibialis posterior sesuai dengan anggota gerak yang terkena
6.Refilling (pengisian) arteri pada kuku, warna kulit pada bagian distal daerah trauma ,
temperatur kulit
7.Pengukuran tungkai terutama pada tungkai bawah untuk mengetahui adanya
perbedaan panjang tungkai
3.pergerakan (move)
1.Dengan mengajak penderita untuk menggerakkan secara aktif dan pasif sendi proksimal
dan distal dari daerah yang mengalami trauma.
2.Pada pederita dengan fraktur, setiap gerakan akan menyebabkan nyeri hebat sehingga uji
pergerakan tidak boleh dilakukan secara kasar, disamping itu juga dapat menyebabkan kerusakan
pada jaringan lunak seperti pembuluh darah dan saraf.
D.PASTIKAN DIAGNOSA KEPERAWATAN FRAKTUR
Diagnosa Keperawatan
Adapun diagnosa keperawatan yang lazim dijumpai pada klien fraktur adalah sebagai berikut:
a. Nyeri akut b/d spasme otot, gerakan fragmen tulang, edema, cedera jaringan
lunak, pemasangan traksi, stress/ansietas.
b. Risiko disfungsi neurovaskuler perifer b/d penurunan aliran darah (cedera vaskuler,
edema, pembentukan trombus)
c. Gangguan pertukaran gas b/d perubahan aliran darah, emboli, perubahan
membran alveolar/kapiler (interstisial, edema paru, kongesti)
d. Gangguan mobilitas fisik b/d kerusakan rangka neuromuskuler, nyeri, terapi restriktif
(imobilisasi)
e. Gangguan integritas kulit b/d fraktur terbuka, pemasangan traksi (pen, kawat, sekrup)
f. Risiko infeksi b/d ketidakadekuatan pertahanan primer (kerusakan kulit, taruma jaringan
lunak, prosedur invasif/traksi tulang)
1.loading cairan
2.wound toilet
3.debridemen
4.antibiotik IV
F.PEMASANGAN BIDAI
G.ALGORITMA PENATALAKSANAAN
ANAMNESIS
PEMERIKSAAN FISIK
TERAPI AWAL
DEBRIDEMEN
LOADING WOUND ANTIBIOTIK
CAIRAN TOILET IV
Ekstremitas bawah membutuhkan dua kali lebih lama. Tambahkan 25% jika bukan
fraktur spiral atau jika melibatkan tulang paha. Patah tulang anak-anak, tentu saja,
menyatu lebih cepat. 5 Angka-angka ini hanya panduan kasar, harus ada bukti klinis dan
radiologis terkait konsolidasi sebelum tekanan penuh diperbolehkan tanpa splintage.
Imobilisasi yang lama akan menyebabkan mengecilnya otot dan kakunya sendi. Oleh
karena itu diperlukan upaya mobilisasi secepat mungkin. Beberapa penatalaksanaan
fraktur secara ortopedi meliputi proteksi tanpa reposisi dan imobilisasi, Imobilisasi dengan
fiksasi, Reposisi dengan cara manipulasi diikuti dengan imobilisasi, Reposisi dengan traksi,
Reposisi diikuti dengan imobilisasi dengan fiksasi luar, Reposisi secara nonoperatif diikuti
dengan pemasangan fiksasi dalam pada tulang secara operatif. Reposisi secara operatif
dikuti dengan fiksasi patahan tulang dengan pemasangan fiksasi interna, Eksisi fragmen
fraktur dan menggantinya dengan prosthesis. Proteksi tanpa reposisi dan imobilisasi
digunakan pada penanganan fraktur dengan dislokasi fragmen patahan yang minimal atau
dengan dislokasi yang tidak akan menyebabkan kecacatan dikemudian hari. Contoh adalah
pada fraktur kosta, fraktur klavikula pada anak-anak, fraktur vertebrae dengan kompresi
minimal. Pada imobilisasi dengan fiksasi dilakukan imobilisasi luar tanpa reposisi, tetapi
tetap memerlukan imobilisasi agar tidak terjadi dislokasi fragmen. Contoh cara ini adalah
pengelolaan fraktur tungkai bawah tanpa dislokasi yang penting. Tindakan reposisi dengan
cara manipulasi diikuti dengan imobilisasi dilakukan pada fraktur dengan dislokasi
fragmen yang berarti seperti pada fraktur radius distal. Reposisi dengan traksi dilakukan
terus-menerus selama masa tertentu, misalnya beberapa minggu, kemudian diikuti dengan
imobilisasi. Tindakan ini dilakukan pada fraktur yang bila direposisi secara manipulasi
akan terdislokasi kembali dalam gips. Cara ini dilakukan pada fraktur dengan otot yang
kuat, misalnya fraktur femur. Reposisi diikuti dengan imobilisasi dengan fiksasi luar
dilakukan untuk fiksasi fragmen patahan tulang, dimana digunakan pin baja yang
ditusukkan pada fragmen tulang, kemudian pin baja tadi disatukan secara kokoh dengan
batangan logam di kulit luar. Beberapa indikasi pemasangan fiksasi luar antara lain fraktur
dengan rusaknya jaringan lunak yang berat (termasuk fraktur terbuka), dimana pemasangan
internal fiksasi terlalu berisiko untuk terjadi infeksi, atau diperlukannya akses berulang
terhadap luka fraktur di sekitar sendi yang cocok untuk internal fiksasi namun jaringan
lunak terlalu bengkak untuk operasi yang aman, asien dengan cedera multiple yang berat,
fraktur tulang panggul dengan perdarahan hebat, atau yang terkait dengan cedera kepala
fraktur dengan infeksi. Reposisi dilakukan secara non-operatif diikuti dengan pemasangan
fiksator tulang secara operatif, misalnya reposisi patah tulang pada fraktur kolum femur.
Fragmen direposisi secara non-operatif dengan meja traksi, setelah tereposisi, dilakukan
pemasangan prosthesis secara operatif pada kolum femur. Reposisi secara operatif dikuti
dengan fiksasi patahan tulang dengan pemasangan fiksasi interna dilakukan, misalnya pada
fraktur femur, tibia, humerus, atau lengan bawah. Fiksasi interna yang dipakai bisa berupa
pen di dalam sumsum tulang panjang, bisa juga plat dengan skrup di permukaan tulang.
Keuntungan reposisi secara operatif adalah dapat dicapai reposisi sempurna, dan bila
dipasang fiksasi interna yang kokoh, sesudah operasi tidak diperlukan pemasangan gips lagi
dan segera bisa dilakukan imobilisasi. Indikasi pemasangan fiksasi interna adalah fraktur
tidak bisa di reduksi kecuali dengan operasi, fraktur yang tidak stabil dan cenderung terjadi
displacementkembali setelah reduksi fraktur dengan penyatuan yang buruk dan perlahan
(fraktur femoral neck), fraktur patologis, fraktur multiple dimana dengan reduksi dini bisa
meminimkan komplikasi, fraktur pada pasien dengan perawatan yang sulit (paraplegia,
pasien geriatri). Eksisi fragmen fraktur dan menggantinya dengan prosthesis dilakukan pada
fraktur kolum femur. Caput femur dibuang secara operatif dan diganti dengan prosthesis.
Tindakan ini diakukan pada orang tua yang patahan pada kolum femur tidak dapat
menyambung kembali.