Anda di halaman 1dari 35

BADAN EKSEKUTIF MAHASISWA

FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS INDONESIA
Kampus Depok, Depok 16424
e-mail bem.hukum.ui@gmail.com website bem.law.ui.ac.id

Daftar Inventaris Masalah Omnibus Law RUU Cipta Kerja


Sektor Lingkungan Klaster Perizinan

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi
(Naskah Akademik RUU Cipta Kerja)
Pasal 8 RUU Cipta Kerja
1. Konsep baru. Pasal 8 Ayat (1) Penerapan regulasi berbasis risiko sebagai acuan Tidak dirumuskan ketentuan yang
Perizinan Berusaha berbasis risiko penetapan jenis perizinan berusaha yang disertai jelas mengenai perhitungan nilai
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 dengan pelaksanaan inspeksi untuk kontrol yang tingkat bahaya dan nilai potensi
huruf a dilakukan berdasarkan penetapan efektif, akan menyederhanakan mekanisme terjadinya bahaya dalam RUU
tingkat risiko kegiatan usaha. perizinan berusaha dan pada akhirnya akan meskipun hal tersebut dijelaskan
memberikan manfaat bagi perekonomian, sosial dalam Naskah Akademik RUU Cipta
dan lingkungan. Namun diperlukan komitmen Kerja halaman 97. Namun demikian,
yang kuat dari Pemerintah untuk penerapan dan rumusan standar penetapan resiko
penegakan regulasi tersebut. yang tercantum tidak tepat dalam
2. Konsep baru. Pasal 8 Ayat 2 Penilaian Risiko bertujuan untuk memahami rangka konservasi lingkungan.
Penetapan tingkat risiko sebagaimana tingkat risiko melalui estimasi dengan Rumusan tersebut tidak
dimaksud pada ayat (1) diperoleh mengidentifikasikan ketidakpatuhan seperti mengakomodasi kemungkinan terkait
berdasarkan perhitungan nilai tingkat kemungkinan terjadinya risiko terhadap kegiatan kegiatan beresiko tinggi dengan
bahaya dan nilai potensi terjadinya usaha tertentu dalam satu waktu serta potensi minim atau bahkan tidak
bahaya. konsekuensi dari dampak risiko tersebut. pernah terjadi, sehingga dapat
Kemungkinan dan konsekuensi ditentukan dikategorikan berisiko menengah atau
dengan .\kombinasi data kuantitatif dan kualitatif bahkan rendah. Hal tersebut kemudian
serta analisis dan penilaian Pemerintah. dapat diperparah dengan pengawasan
yang minim terhadap kegiatan usaha
tersebut, mengingat pengawasan
lingkungan akan difokuskan terhadap
usaha yang dikategorikan berisiko
tinggi serta tidak diperlukannya izin
lingkungan untuk jenis usaha di luar
kategori berisiko tinggi.
BADAN EKSEKUTIF MAHASISWA
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS INDONESIA
Kampus Depok, Depok 16424
e-mail bem.hukum.ui@gmail.com website bem.law.ui.ac.id

3. Konsep baru. Pasal 8 Ayat (3) Dalam rangka melaksanakan konsep perizinan Dalam RUU Cipta Kerja penilaian
Penilaian tingkat bahaya sebagaimana berusaha dengan pendekatan berbasis risiko tingkat bahaya dilakukan terhadap
dimaksud pada ayat (2) dilakukan (risk-based approach), Pemerintah merujuk pada empat aspek yaitu kesehatan,
terhadap aspek: tahapan-tahapan praktek terbaik (best practices) keselamatan, lingkungan, dan/atau
Kesehatan; dimana merujuk pada pelaksanaan praktik pemanfaatan sumber daya. Padahal,
Keselamatan; terbaik, cakupan/ruang lingkup risiko kegiatan dalam Naskah Akademik RUU Cipta
Lingkungan; dan/atau usaha yang akan diterapkan di Indonesia adalah Kerja tertulis bahwa cakupan lingkup
Pemanfaatan sumber daya risiko terhadap Kesehatan, Keamanan dan resiko kegiatan diterapkan terhadap
Keselamatan, Lingkungan, Moral dan Budaya, resiko kesehatan, keamanan dan
dan Finansial. keselamatan, lingkungan, moral dan
budaya, serta finansial.

Penggunaan kata hubung ‘atau’ pada


Pasal 8 Ayat (3) huruf c
mengimplikasikan bahwa penilaian
tingkat bahaya tidak harus didasarkan
pada seluruh aspek yang disebutkan.
Hal tersebut dapat menimbulkan
interpretasi bahwa penilaian tingkat
bahaya dapat diterapkan hanya pada
salah satu atau beberapa di antara
aspek-aspek tersebut sehingga
standarnya menjadi tidak pasti dan
rigid.
Pasal 9 RUU Cipta Kerja
4. Konsep baru. Pasal 9 Ayat 1 Memberikan fleksibilitas bagi Pemerintah Pusat Pemberian izin dilakukan oleh
Perizinan Berusaha untuk kegiatan usaha dalam mengambil kebijakan mengikuti dinamika Pemerintah Pusat. Hal ini
berisiko rendah sebagaimana dimaksud masyarakat dan global yang semakin cepat. menunjukkan Pemerintah Pusat
dalam Pasal 8 ayat (7) huruf a berupa semakin berkuasa dan kewenangan
pemberian nomor induk berusaha yang menjadi sentralistik. Padahal,
merupakan legalitas pelaksanaan kegiatan mengacu pada Pasal 2 UU No. 32
berusaha. Tahun 2009 tentang Perlindungan dan
BADAN EKSEKUTIF MAHASISWA
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS INDONESIA
Kampus Depok, Depok 16424
e-mail bem.hukum.ui@gmail.com website bem.law.ui.ac.id

5. Konsep baru. Pasal 9 Ayat 2 Pengelolan Lingkungan Hidup,


Nomor induk berusaha sebagaimana otonomi daerah merupakan salah satu
dimaksud pada ayat (1) merupakan bukti asas dari perlindungan dan
registrasi/pendaftaran Pelaku Usaha pengelolaan lingkungan hidup.
untuk melakukan kegiatan usaha dan Dengan adanya desentralisasi
sebagai identitas bagi Pelaku Usaha berdasarkan asas otonomi daerah,
dalam pelaksanaan kegiatan usahanya. instansi pemerintahan daerah dapat
berperan lebih optimal dalam
melindungi lingkungan dan sumber
daya alam di Indonesia. Desentralisasi
semestinya diarahkan untuk
menyelesaikan masalah lingkungan
yang plural sesuai dengan kondisi
lingkungan dan kearifan lokal di
masing-masing daerah. Pemerintah
daerah tentunya memiliki akses dan
pemahaman yang lebih memadai
terhadap kebutuhan pengelolaan
lingkungan hidup di daerahnya
masing-masing dibandingkan
pemerintah pusat.
Pasal 10 RUU Cipta Kerja
6. Konsep baru. Pasal 10 Ayat 3 Memberikan fleksibilitas bagi Pemerintah Pusat Sama seperti ketentuan sebelumnya,
Dalam hal sertifikat standar sebagaimana dalam mengambil kebijakan mengikuti dinamika pemberian izin dilakukan oleh
dimaksud pada ayat (1) huruf b masyarakat dan global yang semakin cepat. Pemerintah Pusat yang menunjukkan
diperlukan untuk standardisasi produk, bahwa Pemerintah Pusat semakin
Pemerintah Pusat menerbitkan sertifikat berkuasa dan kewenangan menjadi
standar berdasarkan hasil evaluasi sentralistik. Padahal, melalui
pemenuhan standar yang wajib dipenuhi desentralisasi dan otonomi daerah,
oleh Pelaku Usaha sebelum melakukan instansi pemerintahan daerah
kegiatan komersialisasi produk. semestinya dapat berperan lebih
optimal dalam melindungi lingkungan
BADAN EKSEKUTIF MAHASISWA
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS INDONESIA
Kampus Depok, Depok 16424
e-mail bem.hukum.ui@gmail.com website bem.law.ui.ac.id

dan sumber daya alam di Indonesia.


Semestinya, desentralisasi diarahkan
untuk menyelesaikan masalah
lingkungan yang plural sesuai dengan
kondisi lingkungan dan kearifan lokal
di masing-masing daerah. Pemerintah
daerah tentunya memiliki akses dan
pemahaman yang lebih memadai
terhadap kebutuhan pengelolaan
lingkungan hidup di daerahnya
masing-masing dibandingkan
pemerintah pusat.
Pasal 11 RUU Cipta Kerja
7. Konsep baru. Pasal 11 Ayat 2 Memberikan fleksibilitas bagi Pemerintah Pusat Sama seperti ketentuan sebelumnya,
Izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dalam mengambil kebijakan mengikuti dinamika pemberian izin dilakukan oleh
huruf b merupakan persetujuan masyarakat dan global yang semakin cepat. Pemerintah Pusat. Hal ini
Pemerintah Pusat untuk pelaksanaan menunjukkan Pemerintah Pusat
kegiatan usaha yang wajib dipenuhi oleh semakin berkuasa dan kewenangan
pelaku usaha sebelum melaksanakan menjadi sentralistik. Padahal, melalui
kegiatan usahanya. desentralisasi dan otonomi daerah,
instansi pemerintahan daerah
semestinya dapat berperan lebih
optimal dalam melindungi lingkungan
dan sumber daya alam di Indonesia.
Semestinya, desentralisasi diarahkan
untuk menyelesaikan masalah
lingkungan yang plural sesuai dengan
kondisi lingkungan dan kearifan lokal
di masing-masing daerah. Pemerintah
daerah tentunya memiliki akses dan
pemahaman yang lebih memadai
terhadap kebutuhan pengelolaan
BADAN EKSEKUTIF MAHASISWA
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS INDONESIA
Kampus Depok, Depok 16424
e-mail bem.hukum.ui@gmail.com website bem.law.ui.ac.id

lingkungan hidup di daerahnya


masing-masing dibandingkan
pemerintah pusat.
Pasal 12 RUU Cipta Kerja
8. Konsep baru. Pasal 12 Pemerintah menetapkan jenis perizinan yang Penentuan intensitas pelaksanaan
Pengawasan terhadap setiap kegiatan wajib dimiliki oleh suatu kegiatan usaha serta pengawasan tidak memiliki kriteria
usaha dilakukan dengan intensitas kualitas dan kuantitas inspeksi yang harus yang jelas.
pelaksanaan berdasarkan tingkat risiko dilakukan dalam rangka pengawasan
kegiatan usaha sebagaimana dimaksud pelaksanaan kegiatan usaha.
dalam Pasal 8 Ayat (7)
Pasal 23 RUU Cipta Kerja
9. Pasal 1 angka 35 UU No. 32 Tahun Pasal 23 Ayat 1 Salah satu politik hukum dalam penyusunan Izin lingkungan diubah menjadi
2009 Tentang Perlindungan dan Persetujuan Lingkungan adalah RUU Cipta Kerja adalah menyesuaikan persetujuan lingkungan yang terdiri
Pengelolaan Lingkungan Hidup Keputusan Kelayakan Lingkungan Hidup nomenklatur perizinan yang ada dalam setiap atas Surat Keputusan Kelayakan
Izin lingkungan adalah izin yang atau Pernyataan Kesanggupan Undang-Undang dengan rumusan yang bersifat Lingkungan Hidup (SKKLH) dan
diberikan kepada setiap orang yang Pengelolaan Lingkungan Hidup. general, sehingga memberikan fleksibilitas Surat Pernyataan Kesanggupan
melakukan usaha dan/atau kegiatan pemerintah dalam rangka mengantisipasi Pengelolaan Lingkungan Hidup
yang wajib AMDAL atau UKL-UPL dinamika masyarakat dan global. (SPPLH). Menurut yurisprudensi
dalam rangka perlindungan dan yakni Putusan Pengadilan Negeri
pengelolaan lingkungan hidup sebagai Manado No. 284/Pid.B/2005/PN.Mdo
prasyarat untuk memperoleh izin terkait kasus Newmont Minahasa
usaha dan/atau kegiatan. Raya, persetujuan pada dasarnya sama
dengan izin, sehingga persetujuan
lingkungan merupakan suatu bentuk
keputusan tata usaha negara. Namun,
Surat Pernyataan Kesanggupan
Pengelolaan Lingkungan Hidup
merupakan self-declaration dari
pelaku usaha yang tidak dikeluarkan
oleh pejabat tata usaha negara
sehingga tidak sesuai dengan
pengertian keputusan yang dikenal
BADAN EKSEKUTIF MAHASISWA
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS INDONESIA
Kampus Depok, Depok 16424
e-mail bem.hukum.ui@gmail.com website bem.law.ui.ac.id

dalam Hukum Administrasi Negara.


Hal ini berpotensi menimbulkan
kerancuan terkait dengan apakah
Persetujuan Lingkungan secara
keseluruhan dapat digugat sementara
SPPLH yang menjadi bagian darinya
tidak dapat digugat karena bukan
merupakan keputusan tata usaha
negara..
10. Pasal 36 Ayat 1 UU No. 32 Tahun Pasal 23 Angka 15 1. Penghapusan Izin Lingkungan merupakan Persetujuan lingkungan tidak
2009 Tentang Perlindungan dan bagian dari penyederhanaan perizinan, tanpa mencakup izin-izin pengelolaan
Pengelolaan Lingkungan Hidup Ketentuan Pasal 36 dihapus. mengurangi esensi dari pengelolaan lingkungan lingkungan lain seperti izin dumping,
Setiap usaha dan/atau kegiatan yang dari suatu usaha/kegiatan. Amdal dan standar izin pengangkutan dan izin emisi
wajib memiliki AMDAL atau UKL- UKL-UPL tetap ada untuk memastikan sehingga pengusaha tetap harus
UPL wajib memiliki izin lingkungan pengelolaan dampak lingkungan hidup dari suatu mengurus lagi izin-izin tersebut yang
usaha/kegiatan. sebelumnya telah terintegrasi dalam
2. Salah satu politik hukum dalam penyusunan satu izin yakni izin lingkungan. Hal ini
RUU Cipta Kerja adalah hal- hal yang bersifat malah semakin memperpanjang
detail dan teknis akan diatur lebih lanjut dengan birokrasi karena konsep ini malah
Peraturan Pemerintah sebagaimana amanat Pasal menciptakan tiga bentuk izin yaitu
34 ayat (4) RUU Cipta Kerja. perizinan berusaha, persetujuan
3. Dihapuskannya pasal ini serta memberikan lingkungan dan persetujuan.
ruang bahwa pengaturan yang lebih detail dan
teknis dalam PP memberikan fleksibilitas bagi
Pemerintah Pusat
dalam mengambil kebijakan
mengikuti dinamika masyarakat dan global yang
semakin cepat.
BADAN EKSEKUTIF MAHASISWA
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS INDONESIA
Kampus Depok, Depok 16424
e-mail bem.hukum.ui@gmail.com website bem.law.ui.ac.id

11. Pasal 36 Ayat 2 UU No. 32 Tahun Penghapusan Izin Lingkungan merupakan Pengaturan dalam Peraturan
2009 Tentang Perlindungan dan bagian dari penyederhanaan perizinan, tanpa Pemerintah lebih fleksibel karena
Pengelolaan Lingkungan Hidup mengurangi esensi dari pengelolaan lingkungan tidak memerlukan prosedur
Izin lingkungan sebagaimana dari suatu usaha/kegiatan. Amdal dan standar perubahan yang rumit layaknya
dimaksudkan pada ayat (1) diterbitkan UKL-UPL tetap ada untuk memastikan Undang-Undang. Hal ini berpotensi
berdasarkan keputusan kelayakan pengelolaan dampak lingkungan hidup dari suatu menimbulkan masalah karena dengan
lingkungan hidup sebagaimana usaha/kegiatan. peraturan demikian, pemerintah akan
dimaksudkan dalam Pasal 31 atau Salah satu politik hukum dalam penyusunan lebih mudah untuk mengubah atau
rekomendasi UKL-UPL RUU Cipta Kerja adalah hal- hal yang bersifat membuat ketentuan baru tanpa perlu
detail dan teknis akan diatur lebih lanjut dengan mempertimbangkan aspirasi
Peraturan Pemerintah sebagaimana amanat Pasal masyarakat layaknya dalam proses
34 ayat (4) RUU Cipta Kerja. pembentukan Undang-Undang.
Dihapuskannya pasal ini memberikan ruang
bahwa pengaturan yang lebih detail dan teknis
dalam PP memberikan fleksibilitas bagi
Pemerintah Pusat dalam mengambil kebijakan
mengikuti dinamika masyarakat global yang
semakin cepat.
BADAN EKSEKUTIF MAHASISWA
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS INDONESIA
Kampus Depok, Depok 16424
e-mail bem.hukum.ui@gmail.com website bem.law.ui.ac.id

12. Pasal 36 Ayat 3 UU No. 32 Tahun


2009 Tentang Perlindungan dan
Pengelolaan Lingkungan Hidup
Izin lingkungan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) wajib
mencantumkan persyaratan yang
dimuat dalam keputusan kelayakan
lingkungan hidup atau rekomendasi
UKL-UPL

13. Pasal 36 Ayat 4 UU No. 32 Tahun


2009 Tentang Perlindungan dan
Pengelolaan Lingkungan Hidup
Izin lingkungan diterbitkan oleh
Menteri, gubernur, atau
bupati/walikota sesuai dengan
kewenangannya
14. Pasal 37 Ayat 1 UU No. 32 Tahun Pasal 23 Angka 16 Sesuai dengan arahan Presiden, politik hukum
2009 Tentang Perlindungan dan dalam penyusunan RUU Cipta Kerja
Pengelolaan Lingkungan Hidup Perizinan Berusaha dapat dibatalkan kewenangan Menteri/pimpinan Lembaga,
Menteri, gubernur, atau apabila: gubernur, dan/atau bupati/walikota perlu ditata
bupati/walikota sesuai dengan Persyaratan yang diajukan dalam kembali berdasarkan prinsip perizinan berusaha
kewenangannya wajib menolak permohonan Perizinan Berusaha berbasis risiko dan menerapkan penggunaan
permohonan izin lingkungan apabila mengandung cacat hukum, kekeliruan, teknologi informasi dalam pemberian perizinan
permohonan izin tidak dilengkapi penyalahgunaan, serta ketidakbenaran (misalnya perizinan berusaha secara elektronik).
dengan amdal atau UKL-UPL. dan/atau pemalsuan data, dokumen,
15. Pasal 37 Ayat 2 UU No. 32 Tahun dan/atau informasi; Pengaturan lebih lanjut didelegasikan melalui
2009 Tentang Perlindungan dan Penerbitannya tanpa memenuhi syarat Peraturan Pemerintah agar memberikan
Pengelolaan Lingkungan Hidup sebagaimana tercantum dalam keputusan fleksibilitas bagi Pemerintah Pusat dalam
BADAN EKSEKUTIF MAHASISWA
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS INDONESIA
Kampus Depok, Depok 16424
e-mail bem.hukum.ui@gmail.com website bem.law.ui.ac.id

Izin lingkungan sebagaimana kelayakan lingkungan hidup atau mengambil kebijakan mengikuti dinamika
dimaksud dalam Pasal 36 ayat (4) pernyataan kesanggupan pengelolaan masyarakat dan global yang semakin cepat. Jika
dapat dibatalkan apabila: lingkungan hidup; atau Kewajiban yang tidak didelegasikan melalui PP maka
persyaratan yang diajukan dalam ditetapkan dalam dokumen Amdal atau dikhawatirkan Indonesia akan kesulitan dalam
permohonan izin mengandung cacat UKL-UPL tidak dilaksanakan oleh menyesuaikan kebijakan regulasi perizinan dan
hukum, kekeliruan, penyalahgunaan, penganggung jawab usaha dan/atau kesulitan berkompetisi dengan negara tetangga.
serta ketidakbenaran dan/atau kegiatan.
pemalsuan data, dokumen, dan/atau
informasi;
penerbitannya tanpa memenuhi syarat
sebagaimana tercantum dalam
keputusan komisi tentang kelayakan
lingkungan hidup atau rekomendasi
UKL-UPL; atau
kewajiban yang ditetapkan dalam
dokumen amdal atau rekomendasi
UKL-UPL tidak dilaksanakan oleh
penanggung jawab usaha dan/atau
kegiatan.
16. Pasal 38 UU No. 32 Tahun 2009 Pasal 23 Angka 17 Perizinan berusaha di sektor lingkungan hidup Surat Pernyataan Kesanggupan
Tentang Perlindungan dan merupakan keputusan TUN sehingga tidak perlu Pengelolaan Lingkungan Hidup yang
Pengelolaan Lingkungan Hidup diatur pembatalannya melalui putusan termasuk dalam persetujuan
Selain ketentuan sebagaimana Ketentuan Pasal 38 dihapus. pengadilan tata usaha negara. Hal ini merupakan lingkungan tidak dapat digugat
dimaksud dalam Pasal 37 ayat (2), izin bagian dari penyederhanaan pengaturan. melalui pengadilan tata usaha negara
lingkungan dapat dibatalkan melalui karena dokumen tersebut tidak
keputusan pengadilan tata usaha dikeluarkan oleh pejabat tata usaha
negara. negara, melainkan bersifat self-
declaration dari pelaku usaha. Hal ini
berpotensi mengurangi partisipasi
publik dalam menganulir atau
mengoreksi keputusan yang
BADAN EKSEKUTIF MAHASISWA
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS INDONESIA
Kampus Depok, Depok 16424
e-mail bem.hukum.ui@gmail.com website bem.law.ui.ac.id

melanggar hukum yang berkaitan


dengan lingkungan hidup.

17. Pasal 39 Ayat 1 UU No. 32 Tahun Pasal 23 Angka 18 Sesuai dengan arahan Presiden, politik hukum Pemerintah daerah tidak memiliki
2009 Tentang Perlindungan dan dalam penyusunan RUU Cipta Kerja peran untuk mengumumkan
Pengelolaan Lingkungan Hidup Keputusan kelayakan lingkungan hidup kewenangan Menteri/pimpinan permohonan dan keputusan izin
Menteri, gubernur, atau diumumkan kepada masyarakat. Lembaga,gubernur,dan/atau bupati/walikota lingkungan. Padahal, pemerintah
bupati/walikota sesuai dengan perlu ditata kembalI berdasarkan prinsip daerah adalah pihak yang paling
kewenangannya wajib perizinan berusaha berbasis risiko dan memiliki akses terhadap masyarakat
mengumumkan setiap permohonan menerapkan penggunaan teknologi informasi dibandingkan pemerintah pusat
dan keputusan izin lingkungan. dalam pemberian perizinan (misalnya perizinan
18. Pasal 39 Ayat 2 UU No. 32 Tahun Pasal 23 Angka 18 berusaha secara elektronik). Pengumuman keputusan kelayakan
2009 Tentang Perlindungan dan Pengaturan lebih lanjut didelegasikan melalui lingkungan diubah dari “dilakukan
Pengelolaan Lingkungan Hidup Pengumuman sebagaimana dimaksud Peraturan Pemerintah agar memberikan dengan cara yang mudah diketahui
Pengumuman sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan melalui sistem fleksibilitas bagi Pemerintah Pusat dalam oleh masyarakat” menjadi “dilakukan
pada ayat (1) dilakukan dengan cara elektronik dan atau cara lain yang mengambil kebijakan mengikuti dinamika melalui sistem elektronik dan atau
yang mudah diketahui oleh ditetapkan oleh Pemerintah Pusat. masyarakat dan global yang semakin cepat. Jika cara lain yang ditetapkan oleh
masyarakat. tidak didelegasikan melalui PP maka Pemerintah Pusat”. Padahal, hanya
dikhawatirkan Indonesia akan kesulitan dalam sebagian dari seluruh unsur
menyesuaikan kebijakan regulasi perizinan dan masyarakat di Indonesia yang telah
kesulitan berkompetisi dengan negara tetangga. bisa mengakses jaringan internet.
Maka dari itu, pemerintah seharusnya
tidak menentukan sepihak cara
penyampaian informasi tanpa
memperhatikan aksesibilitas
informasi tersebut oleh masyarakat.
BADAN EKSEKUTIF MAHASISWA
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS INDONESIA
Kampus Depok, Depok 16424
e-mail bem.hukum.ui@gmail.com website bem.law.ui.ac.id

19. Pasal 40 Ayat 1 UU No. 32 Tahun Pasal 23 Angka 19 Perubahan pasal ini dilakukan mengingat sudah Izin lingkungan diubah menjadi
2009 Tentang Perlindungan dan tidak digunakannya terminologi izin lingkungan. persetujuan lingkungan yang terdiri
Pengelolaan Lingkungan Hidup Ketentuan Pasal 40 dihapus. Dihapuskannya pasal ini mengingat substansi atas Surat Keputusan Kelayakan
Izin lingkungan merupakan pengaturan sudah diakomodir dalam Pasal 24 Lingkungan Hidup (SKKLH) dan
persyaratan untuk memperoleh izin (terkait Amdal) dan Pasal 34 (terkait standar Surat Pernyataan Kesanggupan
usaha dan/atau kegiatan. UKL- UPL). Pengelolaan Lingkungan Hidup
20. Pasal 40 Ayat 2 UU No. 32 Tahun Perubahan ini menegaskan peran Amdal dan (SPPLH). Menurut yurisprudensi
2009 Tentang Perlindungan dan standar UKL-UPL sebagai substansi pengelolaan yakni Putusan Pengadilan Negeri
Pengelolaan Lingkungan Hidup dampak lingkungan, bukan dokumen Manado No. 284/Pid.B/2005/PN.Mdo
Dalam hal izin lingkungan dicabut, administrasi berupa Izin Lingkungan. terkait kasus Newmont Minahasa
izin usaha dan/atau kegiatan Secara prinsip walaupun persyaratan izin Raya, persetujuan pada dasarnya sama
dibatalkan. lingkungan dihapuskan namun substansi konsep dengan izin, sehingga persetujuan
21. Pasal 40 Ayat 3 UU No. 32 Tahun izin lingkungan yang berupa pemenuhan lingkungan merupakan suatu bentuk
2009 Tentang Perlindungan dan persyaratan dan kewajiban aspek lingkungan keputusan tata usaha negara. Namun,
Pengelolaan Lingkungan Hidup hidup tetap menjadi persyaratan Perizinan Surat Pernyataan Kesanggupan
Dalam hal usaha dan/atau kegiatan Berusaha. Pengelolaan Lingkungan Hidup
mengalami perubahan penanggung merupakan self-declaration dari
jawab usaha dan/atau kegiatan wajib pelaku usaha yang tidak dikeluarkan
memperbarui izin lingkungan. oleh pejabat tata usaha negara
sehingga tidak sesuai dengan
pengertian keputusan yang dikenal
dalam Hukum Administrasi Negara.
Hal ini berpotensi menimbulkan
kerancuan terkait dengan apakah
Persetujuan Lingkungan secara
keseluruhan dapat digugat sementara
SPPLH yang menjadi bagian darinya
tidak dapat digugat karena bukan
merupakan keputusan tata usaha
negara.

Daftar Inventaris Masalah


BADAN EKSEKUTIF MAHASISWA
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS INDONESIA
Kampus Depok, Depok 16424
e-mail bem.hukum.ui@gmail.com website bem.law.ui.ac.id

RUU Cipta Kerja


Perubahan Terhadap Undang-Undang No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup
No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi
(Naskah Akademik RUU Cipta Kerja)
Pasal 23 RUU Cipta Kerja
1. Pasal 20 Ayat (3) UU No. 32 Tahun Pasal 23 angka 2 Pengaturan lebih lanjut didelegasikan melalui Pengaturan melalui Pemerintah Pusat
2009 Tentang Perlindungan dan Peraturan Pemerintah agar memberikan melalui Peraturan Pemerintah berpotensi
Pengelolaan Lingkungan Hidup fleksibilitas bagi Pemerintah Pusat dalam luput mempertimbangkan kondisi dari
mengambil kebijakan mengikuti dinamika lokasi pembuangan limbah. Dalam hal ini
Setiap orang diperbolehkan untuk masyarakat dan global yang semakin cepat. akan menyulitkan untuk melakukan
membuang limbah ke media Jika tidak didelegasikan melalui PP maka pengecekan langsung oleh Pemerintah
lingkungan hidup dengan persyaratan: Setiap orang diperbolehkan untuk dikhawatirkan Indonesia akan kesulitan dalam Pusat. Proses mengurus izin ke
a. memenuhi baku mutu lingkungan membuang limbah ke media lingkungan menyesuaikan kebijakan regulasi perizinan dan pemerintah pusat juga akan mempersulit
hidup; dan b. mendapat izin dari hidup dengan persyaratan: kesulitan berkompetisi dengan negara pelaku usaha kecil menengah dan pelaku
Menteri, gubernur, atau a. memenuhi baku mutu lingkungan tetangga. usaha yang di sekitar pusat pemerintahan.
bupati/walikota sesuai dengan hidup; dan Meskipun dengan dikeluarkannya PP No.
kewenangannya. b. mendapat persetujuan dari Pemerintah 24 Tahun 2018 Tentang Pelayanan
Pusat. Perizinan Berusaha Terintegrasi Secara
Elektronik berlaku sistem Online Single
Submission (OSS) yang menjadikan
pengajuan izin usaha melalui elektronik,
perlu diperhatikan juga kesiapan di
daerah-daerah yang jauh dari pusat
pemerintahan terkait akses teknologi dan
internet.
2. Pasal 23 Ayat (1) UU No. 32 Tahun Pasal 23 angka 3 Hal yang bersifat detail dan teknis akan diatur Dihapuskannya kriteria usaha dan/atau
2009 Tentang Perlindungan dan lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah guna kegiatan yang wajib Amdal berpotensi
Pengelolaan Lingkungan Hidup memberikan fleksibilitas bagi Pemerintah semakin mengerucutkan jenis kegiatan
Pusat dalam mengambil kebijakan mengikuti usaha yang wajib Amdal tanpa
Kriteria usaha dan/atau kegiatan yang dinamika masyarakat. mempertimbangkan dengan baik aspek
berdampak penting yang wajib lingkungan karena harus berkompromi
dilengkapi dengan amdal terdiri atas:
BADAN EKSEKUTIF MAHASISWA
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS INDONESIA
Kampus Depok, Depok 16424
e-mail bem.hukum.ui@gmail.com website bem.law.ui.ac.id

a. pengubahan bentuk lahan dan Kriteria usaha dan/atau kegiatan yang dengan aspek lainnya: ekonomi, sosial,
bentang alam; wajib dilengkapi dengan Amdal dan budaya.
b. eksploitasi sumber daya alam, baik merupakan proses dan kegiatan yang
yang terbarukan maupun yang berdampak penting terhadap lingkungan
tidak terbarukan; hidup, sosial, ekonomi, dan budaya
c. proses dan kegiatan yang secara
potensial dapat menimbulkan
pencemaran dan/atau kerusakan
lingkungan hidup serta
pemborosan dan kemerosotan sumber
daya alam dalam
pemanfaatannya;
d. proses dan kegiatan yang hasilnya
dapat mempengaruhi
lingkungan alam, lingkungan buatan,
serta lingkungan sosial dan
budaya;
e. proses dan kegiatan yang hasilnya
akan mempengaruhi pelestarian
kawasan konservasi sumber daya
alam dan/atau perlindungan
cagar budaya;
f. introduksi jenis tumbuh-tumbuhan,
hewan, dan jasad renik;
g. pembuatan dan penggunaan bahan
hayati dan nonhayati;
h. kegiatan yang mempunyai risiko
tinggi dan/atau mempengaruhi
pertahanan negara; dan/atau
i. penerapan teknologi yang
diperkirakan mempunyai potensi
besar
BADAN EKSEKUTIF MAHASISWA
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS INDONESIA
Kampus Depok, Depok 16424
e-mail bem.hukum.ui@gmail.com website bem.law.ui.ac.id

untuk mempengaruhi lingkungan


hidup.

3. Pasal 25 huruf C UU No. 32 Tahun Pasal 23 angka 5 Agar fokus pembahasan Amdal tidak melebar Membatasi partisipasi masyarakat dalam
2009 Tentang Perlindungan dan dan tepat sasaran untuk mengkaji dampak pembuatan Amdal dengan mempersempit
Pengelolaan Lingkungan Hidup lingkungan dari suatu usaha dan/atau kegiatan, klausul ‘masyarakat’ menjadi
serta tidak dimanfaatkan oleh pihak-pihak lain ‘masyarakat yang terkena dampak
saran masukan serta tanggapan yang berkepentingan. relevan’. Sebelumnya pada UU PPLH
masyarakat terhadap rencana usaha 2009 Pasal 26 Ayat (3) disebutkan bahwa
dan/atau kegiatan; saran masukan serta tanggapan masyarakat yang dapat berpartisipasi
masyarakat terkena dampak langsung dalam penyusunan Amdal adalah
yang relevan terhadap rencana usaha masyarakat yang terkena dampak,
dan/atau kegiatan; pemerhati lingkungan hidup, dan
masyarakat yang terpengaruh atas segala
bentuk keputusan dalam proses Amdal.
Dalam Naskah Akademik halaman 156,
disebutkan bahwa pembatasan ini
dilakukan agar mempermudah dan tidak
menghambat proses investasi. Hal ini
bertentangan dengan pengaturan yang
sebelumnya terdapat pada Pasal 65 ayat
(1) UU PPLH yang menyebutkan bahwa
pengelolaan lingkungan hidup dilakukan
secara transparan dan setiap warga negara
dapat berpartisipasi dalam setiap
keputusan yang mempengaruhi hajat
hidupnya.
Pasal 26 UU No. 32 Tahun 2009 Pasal 23 Angka 6 Keterlibatan masyarakat dianggap menjadi Dokumen Amdal hanya disusun oleh
Tentang Perlindungan dan faktor penghambat investasi. Perubahan ini pemrakarsa dengan dihilangkannya
Pengelolaan Lingkungan Hidup (1) Dokumen Amdal sebagaimana diharapkan dapat mempercepat penyelesaian ketentuan mengenai prinsip informasi
dimaksud dalam Pasal 22 disusun oleh perizinan berusaha pada sektor lingkungan. yang transparan dan wajib dilakukan
pemrakarsa. sebelum kegiatan dilaksanakan.
BADAN EKSEKUTIF MAHASISWA
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS INDONESIA
Kampus Depok, Depok 16424
e-mail bem.hukum.ui@gmail.com website bem.law.ui.ac.id

(1) Dokumen amdal sebagaimana (2) Penyusunan dokumen Amdal Penyusunan Amdal juga menghapuskan
dimaksud dalam Pasal 22 disusun oleh dilakukan dengan melibatkan masyarakat keterlibatan pemerhati lingkungan dan
pemrakarsa dengan melibatkan terkena dampak langsung terhadap ahli lingkungan. Transparansi dan
masyarakat. rencana usaha dan/atau kegiatan. partisipasi ini pada dasarnya berguna agar
(2) Pelibatan masyarakat harus (3) Ketentuan lebih lanjut mengenai Amdal dapat memberikan informasi dua
dilakukan berdasarkan prinsip proses pelibatan masyarakat sebagaimana arah, yaitu untuk perusahaan tentang
pemberian informasi yang transparan dimaksud pada ayat (2) diatur dengan kekhawatiran masyarakat terhadap
dan lengkap serta diberitahukan Peraturan Pemerintah dampak negatif yang terjadi dan untuk
sebelum kegiatan dilaksanakan. masyarakat mengenai dampak apa saja
(3) Masyarakat sebagaimana yang berpotensi terjadi jika usaha tersebut
dimaksud pada ayat (1) meliputi: dilaksanakan. Hal ini juga berguna agar
a. yang terkena dampak; kegiatan tidak dihentikan paksa oleh
b. pemerhati lingkungan hidup; suatu pihak karena kedua pihak sudah
dan/atau saling mengerti. Hilangnya transparansi
c. yang terpengaruh atas segala bentuk dan partisipasi ini kemudian akan
keputusan dalam proses amdal. berdampak pada kemungkinan
(4) Masyarakat sebagaimana berlangsungnya usaha atau kegiatan yang
dimaksud pada ayat (1) dapat merusak lingkungan dan berdampak pada
mengajukan keberatan terhadap masyarakat sekitar, tanpa ada
dokumen amdal. pemberitahuan atau kesepakatan terlebih
dahulu.
5. Pasal 29 UU No. 32 Tahun 2009 Pasal 23 Angka 9 Kewenangan menteri/gubernur/walikota perlu Menghapus “komisi penilai Amdal” yang
Tentang Perlindungan dan ditata kembali berdasarkan prinsip perizinan terdiri atas : instansi lingkungan, instansi
Pengelolaan Lingkungan Hidup Dihapuskan. risiko dan penerapan penggunaan teknologi teknis terkait, pakar/ahli, wakil
1) Dokumen amdal dinilai oleh informasi dalam pemberian perizinan. masyarakat, organisasi lingkungan hidup.
Komisi Penilai Amdal yang dibentuk Pengaturan lebih lanjut melalui Peraturan Padahal, instansi lingkungan dan
oleh Pemerintah memberikan fleksibilitas bagi pakar/ahli lingkungan berperan penting
Menteri, gubernur, atau Pemerintah Pusat dalam mengambil kebijakan dalam tahap sidang komisi Amdal karena
bupati/walikota sesuai dengan mengikuti dinamika masyarakat dan global pada tahap tersebut banyak metode ilmiah
kewenangannya. yang semakin cepat. yang dikaji.
BADAN EKSEKUTIF MAHASISWA
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS INDONESIA
Kampus Depok, Depok 16424
e-mail bem.hukum.ui@gmail.com website bem.law.ui.ac.id

(2) Komisi Penilai Amdal wajib Masalah selanjutnya terletak pada


memiliki lisensi dari Menteri, penunjukan pihak ketiga untuk
gubernur, atau memeriksa Amdal. Dalam penunjukan
bupati/walikota sesuai dengan pihak ketiga ini tidak terdapat pengaturan
kewenangannya. yang jelas mengenai komposisi dari pihak
(3) Persyaratan dan tatacara lisensi ketiga tersebut, yang mana
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) memungkinkan penyusun Amdal dapat
diatur dengan Peraturan Menteri. berasal dari ranah privat saja tanpa ada
unsur publik.
6. Pasal 30 UU No. 32 Tahun 2009 Pasal 23 Angka 10 Hal yang bersifat detail dan teknis akan diatur
Tentang Perlindungan dan lebih lanjut menggunakan Peraturan
Pengelolaan Lingkungan Hidup Dihapuskan. Pemerintah.
Bertujuan memberikan fleksibilitas bagi
(1) Keanggotaan Komisi Penilai Pemerintah Pusat dalam mengambil kebijakan
Amdal sebagaimana dimaksud dalam mengikuti dinamika masyarakat dan global.
Pasal
29 terdiri atas wakil dari unsur:
a. instansi lingkungan hidup;
b. instansi teknis terkait;
c. pakar di bidang pengetahuan yang
terkait dengan jenis usaha
dan/atau kegiatan yang sedang dikaji;
d. pakar di bidang pengetahuan yang
terkait dengan dampak yang
timbul dari suatu usaha dan/atau
kegiatan yang sedang dikaji;
e. wakil dari masyarakat yang
berpotensi terkena dampak; dan
f. organisasi lingkungan hidup.
(2) Dalam melaksanakan tugasnya,
Komisi Penilai Amdal dibantu oleh
BADAN EKSEKUTIF MAHASISWA
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS INDONESIA
Kampus Depok, Depok 16424
e-mail bem.hukum.ui@gmail.com website bem.law.ui.ac.id

tim teknis yang terdiri atas pakar


independen yang melakukan kajian
teknis dan sekretariat yang dibentuk
untuk itu.
(3) Pakar independen dan sekretariat
sebagaimana dimaksud pada ayat (3)
ditetapkan oleh Menteri, gubernur,
atau bupati/walikota sesuai dengan
kewenangannya.

7. Pasal 31 UU No. 32 Tahun 2009 Pasal 23 Angka 11 Hal yang bersifat detail dan teknis akan diatur
Tentang Perlindungan dan lebih lanjut menggunakan Peraturan
Pengelolaan Lingkungan Hidup Dihapuskan. Pemerintah.
Bertujuan memberikan fleksibilitas bagi
Berdasarkan hasil penilaian Komisi Pemerintah Pusat dalam mengambil kebijakan
Penilai Amdal, Menteri, gubernur, mengikuti dinamika masyarakat dan global.
atau bupati/walikota menetapkan
keputusan kelayakan atau
ketidaklayakan lingkungan hidup
sesuai dengan kewenangannya.

8. Pasal 55 Ayat (2) dan (3) UU No. 32 Pasal 23 Angka 20 Menyesuaikan nomenklatur perizinan yang ada Perubahan kewenangan penunjukan
Tahun 2009 Tentang Perlindungan dalam setiap Undang-Undang dengan rumusan bank guna menyimpan dana penjaminan
dan Pengelolaan Lingkungan yang bersifat general, sehingga memberikan pemulihan lingkungan hidup dari
Hidup (2) Dana penjaminan disimpan di bank fleksibilitas pemerintah dalam rangka pemerintah daerah ke pemerintah pusat.
pemerintah yang ditunjuk oleh mengantisipasi dinamika masyarakat dan Pengaturan lebih lanjut mengenai dana
(2) Dana penjaminan disimpan di Pemerintah Pusat. global. penjaminan pemulihan lingkungan hidup
bank pemerintah yang ditunjuk oleh (3) Pemerintah Pusat dapat menetapkan ini diatur lebih lanjut dalam PP No. 46
Menteri, gubernur, atau pihak ketiga untuk melakukan pemulihan Tahun 2017 Tentang Instrumen Ekonomi
bupati/walikota sesuai dengan fungsi lingkungan hidup dengan Lingkungan Hidup. Dalam PP tersebut
kewenangannya. menggunakan dana penjaminan. terdapat ketentuan penanggulangan dan
pemulihan lingkungan hidup yang dalam
BADAN EKSEKUTIF MAHASISWA
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS INDONESIA
Kampus Depok, Depok 16424
e-mail bem.hukum.ui@gmail.com website bem.law.ui.ac.id

(3) Menteri, gubernur, atau prakteknya akan lebih mudah dikontrol


bupati/walikota sesuai dengan apabila menjadi tanggung jawab dari
kewenangannya dapat menetapkan pemerintah daerah.
pihak ketiga untuk melakukan
pemulihan fungsi lingkungan hidup
dengan menggunakan dana
penjaminan.

9. Pasal 72-75 UU No. 32 Tahun 2009 Pasal 23 angka 27-31 Sesuai dengan arahan Presiden, kewenangan
Tentang Perlindungan dan pemerintah Daerah dalam penyusunan RUU Kewenangan pengawasan dan
Pengelolaan Lingkungan Hidup Dihapuskan Cipta Kerja perlu ditata kembali berdasarkan pengenaan sanksi administrasi atas
prinsip perizinan berusaha berbasis risiko dan pelanggaran bidang lingkungan hidup
Pasal 72 menerapkan penggunaan teknologi informasi diambil alih seluruhnya oleh
Menteri, gubernur, atau dalam pemberian perizinan. pemerintah pusat. Dilakukannya
bupati/walikota sesuai dengan Pengaturan lebih lanjut didelegasikan melalui sentralisasi ini berimplikasi
kewenangannya wajib melakukan PP agar memberikan fleksibilitas bagi melemahkan pengawasan dan
pengawasan ketaatan penanggung Pemerintah Pusat dalam mengambil kebijakan. penegakan sanksi administrasi terhadap
jawab usaha dan/atau kegiatan Jika tidak didelegasikan melalui PP maka pelanggaran di bidang lingkungan
terhadap izin lingkungan. dikhawatirkan Indonesia akan kesulitan dalam hidup. Pemerintah daerah dan Pejabat
Pasal 73 menyesuaikan kebijakan regulasi perizinan dan Pengawas Lingkungan Hidup (PPLH)
Menteri dapat melakukan pengawasan kesulitan berkompetisi dengan negara tidak berkewajiban lagi dalam
terhadap ketaatan penanggung jawab tetangga. mengawasi dan memberikan sanksi
usaha dan/atau kegiatan yang izin terkait pelanggaran di daerahnya
lingkungannya diterbitkan oleh padahal permasalahan lingkungan
pemerintah daerah jika Pemerintah hidup bersifat lokal, nasional, hingga
menganggap terjadi pelanggaran yang internasional.
serius di bidang perlindungan dan
pengelolaan lingkungan hidup.
Pasal 74
(1) Pejabat pengawas lingkungan
hidup sebagaimana dimaksud dalam
BADAN EKSEKUTIF MAHASISWA
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS INDONESIA
Kampus Depok, Depok 16424
e-mail bem.hukum.ui@gmail.com website bem.law.ui.ac.id

Pasal 71 ayat (3) berwenang: a.


melakukan pemantauan; b. meminta
keterangan; c. membuat salinan dari
dokumen dan/atau membuat catatan
yang diperlukan; d. memasuki tempat
tertentu; e. memotret; f. membuat
rekaman audio visual; g. mengambil
sampel; h. memeriksa peralatan; i.
memeriksa instalasi dan/atau alat
transportasi; dan/atau j. menghentikan
pelanggaran tertentu.
(2) Dalam melaksanakan tugasnya,
pejabat pengawas lingkungan hidup
dapat melakukan koordinasi dengan
pejabat penyidik pegawai negeri sipil.
(3) Penanggung jawab usaha dan/atau
kegiatan dilarang menghalangi
pelaksanaan tugas pejabat pengawas
lingkungan hidup.
Pasal 75
Ketentuan lebih lanjut mengenai tata
cara pengangkatan pejabat pengawas
lingkungan hidup dan tata cara
pelaksanaan pengawasan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal
71 ayat (3), Pasal 73, dan Pasal 74
diatur dalam Peraturan Pemerintah.
10. Pasal 88 UU No. 32 Tahun 2009 Pasal 23 angka 35 1. Menghapus frasa “tanpa perlu pembuktian Pasal 88 UU No. 32 Tahun 2009
Tentang Perlindungan dan unsur kesalahan” karena setiap pidana harus merupakan pasal yang secara definitif
Pengelolaan Lingkungan Hidup Setiap orang yang tindakannya, usahanya, dijatuhkan karena adanya pembuktian. menjelaskan konsep strict liability atau
dan/atau kegiatannya menggunakan B3, 2. Perubahan pasal ini ditujukan untuk pertanggungjawaban mutlak.
menghasilkan dan/atau mengelola limbah memberikan kepastian hukum. Sebagaimana disebutkan dalam pasal
BADAN EKSEKUTIF MAHASISWA
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS INDONESIA
Kampus Depok, Depok 16424
e-mail bem.hukum.ui@gmail.com website bem.law.ui.ac.id

Setiap orang yang tindakannya, B3, dan/atau yang menimbulkan ancaman tersebut, strict liability menekankan
usahanya, dan/atau kegiatannya serius terhadap lingkungan hidup bahwa unsur kesalahan dalam gugatan
menggunakan B3, menghasilkan bertanggung jawab mutlak atas kerugian kerusakan lingkungan tidak perlu
dan/atau mengelola limbah B3, yang terjadi dari usaha dan/atau dibuktikan, melainkan gugatan dilakukan
dan/atau yang menimbulkan ancaman kegiatannya. dengan mempertimbangkan kerugian dan
serius terhadap lingkungan hidup kausalitas secara kumulatif. Namun
bertanggung jawab mutlak atas dalam RUU Cipta Kerja ini strict liability
kerugian yang terjadi tanpa perlu diatur ulang pada Pasal 23 angka 5 yang
pembuktian unsur kesalahan. mana dalam pasal tersebut frasa “tanpa
perlu pembuktian unsur kesalahan”
dihapuskan.

Dihapuskannya frasa tersebut berpotensi


menimbulkan kebingungan dan
kerancuan atas hakim dalam menafsirkan
strict liability. Sebab, frasa “tanpa perlu
pembuktian unsur kesalahan” merupakan
penjelasan yang penting terhadap konsep
strict liability yang juga digunakan
sebagai petunjuk bagi hakim untuk
memutuskan kasus yang menerapkan
strict liability sebagai dasar
pertanggungjawaban. Hal ini dikarenakan
aparat penegak hukum di Indonesia masih
belum dapat mengaplikasikan konsep
strict liability secara maksima dan
seringkali mencampuradukkan strict
liability dengan perbuatan melawan
hukum. Seringkali hakim tetap
mengharuskan pembuktian kesalahan
objektif dari tergugat sebagaimana
tercermin dalam putusan gugatan
BADAN EKSEKUTIF MAHASISWA
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS INDONESIA
Kampus Depok, Depok 16424
e-mail bem.hukum.ui@gmail.com website bem.law.ui.ac.id

Kementerian Lingkungan Hidup dan


Kehutanan (KLHK) terhadap PT. Kalista
Alam (2018), putusan gugatan Walhi
terhadap Lapindo (2006), putusan
gugatan Walhi terhadap PT. Freeport
(2000), dan putusan gugatan KLHK
terhadap Jatim Jaya Perkasa (2006).
Sebaliknya, Indonesia baru dapat
menerapkan konsep strict liability sebagai
dasar pertanggungjawaban untuk dua
kasus kerusakan lingkungan yaitu pada
gugatan class action warga Desa
Mandalawangi atas longsor Gunung
Mandalawangi pada tahun 2003 dan
gugatan KLHK terhadap PT. Waringin
Agro Jaya pada tahun 2017.

Daftar Inventaris Masalah


RUU Cipta Kerja
Perubahan Terhadap Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi
(Naskah Akademik RUU Cipta Kerja)
1. Pasal 49 UU No. 41 Tahun 1999 Pasal 37 angka 16 Penyesuaian nomenklatur izin menjadi Perubahan Pasal 37 angka 16 RUU Cipta
tentang Kehutanan perizinan berusaha Kerja atas Pasal 49 UU No. 41 Tahun
Pemegang hak atau izin bertanggung Pemegang hak atau Perizinan Berusaha 1999 menyebabkan pemegang izin tidak
jawab atas terjadinya kebakaran hutan wajib melakukan upaya pencegahan dan lagi diwajibkan bertanggung jawab atas
di areal kerjanya pengendalian kebakaran hutan di areal kebakaran hutan yang terjadi di area
kerjanya. kerjanya dan hanya diwajibkan
melakukan upaya pencegahan dan
pengendalian kebakaran hutan di area
BADAN EKSEKUTIF MAHASISWA
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS INDONESIA
Kampus Depok, Depok 16424
e-mail bem.hukum.ui@gmail.com website bem.law.ui.ac.id

kerjanya. Mengacu pada Pasal 88 UU No.


32 Tahun 2009 seharusnya pelaku usaha
wajib bertanggung jawab atas kebakaran
hutan berdasarkan konsep
pertanggungjawaban mutlak atau strict
liability karena memenuhi unsur
“menimbulkan ancaman serius terhadap
lingkungan hidup”. Perubahan terhadap
Pasal 49 UU No. 41 Tahun 1999 ini
semakin meningkatkan potensi pelaku
usaha tidak dikenai pertanggungjawaban
atas kerusakan yang dibuat.

Daftar Inventaris Masalah


RUU Cipta Kerja
Perubahan pada Sektor Administrasi
No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi
(Naskah Akademik RUU Cipta Kerja)
1. Pasal 24 UU No. 30 Tahun 2014 Pasal 165 angka 2 Pasal 165 RUU Cipta Kerja
tentang Administrasi Pemerintahan menghapuskan syarat diskresi “tidak
Pejabat Pemerintahan yang Pejabat Pemerintahan yang menggunakan bertentangan dengan ketentuan peraturan
menggunakan Diskresi harus Diskresi harus memenuhi syarat: perundang-undangan” Hal ini
memenuhi syarat: a. sesuai dengan tujuan Diskresi bertentangan dengan tujuan dari diskresi
a. sesuai dengan tujuan Diskresi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 itu sendiri yang telah diatur dalam Pasal
sebagaimana dimaksud dalam Pasal ayat (2); 22 ayat (2) UU Administrasi
22 ayat (2); b. sesuai dengan AUPB; Pemerintahan yakni salah satunya adalah
b. tidak bertentangan dengan ketentuan c. berdasarkan alasan-alasan yang untuk mengisi kekosongan hukum.
peraturan perundang-undangan; objektif; Adanya diskresi juga beranjak dari ide
c. sesuai dengan AUPB; d. tidak menimbulkan Konflik bahwa tidak mungkin suatu peraturan
d. berdasarkan alasan-alasan yang Kepentingan; dan perundang-undangan mengatur secara
objektif; e. dilakukan dengan iktikad baik. 3 komprehensif dan detail mengenai
BADAN EKSEKUTIF MAHASISWA
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS INDONESIA
Kampus Depok, Depok 16424
e-mail bem.hukum.ui@gmail.com website bem.law.ui.ac.id

e. tidak menimbulkan Konflik seluruh seluk beluk pekerjaan dari


Kepentingan; dan pejabat pemerintahan sehingga apabila ia
f. dilakukan dengan iktikad baik dihadapkan oleh suatu situasi konkret
yang belum diatur oleh peraturan
perundang-undangan, ia diperbolehkan
menggunakan diskresi. Namun dengan
dihapusnya ketentuan “tidak boleh
bertentangan dengan peraturan
perundang-undangan” dalam
menggunakan diskresi, maka pejabat
pemerintahan bisa saja menggunakan
diskresinya terkait suatu hal yang sudah
diatur oleh peraturan perundang-
undangan bahkan dengan diskresi nya ia
dapat bertentangan dengan peraturan
perundang-undangan dan tidak menjadi
masalah. Hal ini membuka ruang besar
untuk terjadinya penyalahgunaan
wewenang oleh pejabat pemerintahan.
2. Pasal 38 UU No. 30 Tahun 2014 Pasal 165 angka 3 Pasal Pasal 165 RUU Cipta Kerja menghapuskan
tentang Administrasi Pemerintahan keputusan tertulis dan menjadikan
(1) Pejabat dan/atau Badan (1) Pejabat dan/atau Badan Pemerintahan keputusan elektronik sebagai bentuk
Pemerintahan dapat membuat dapat membuat Keputusan Berbentuk utama dalam pembuatan keputusan. Hal
Keputusan Berbentuk Elektronis. Elektronis. tersebut bertentangan dengan kewajiban
(2) Keputusan Berbentuk Elektronis (2) Keputusan Berbentuk Elektronis badan publik dalam memberikan
wajib dibuat atau disampaikan apabila wajib dibuat atau disampaikan terhadap informasi yang tercantum dalam UU
Keputusan tidak dibuat atau tidak Keputusan yang diproses oleh sistem No.14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan
disampaikan secara tertulis. elektronik yang ditetapkan Pemerintah Informasi Publik. Dimana Badan publik
(3) Keputusan Berbentuk Elektronis Pusat. wajib membuat pertimbangan tertulis
berkekuatan hukum sama dengan (3) Keputusan Berbentuk Elektronis setiap kebijakan yang diambil untuk
Keputusan yang tertulis dan berlaku berkekuatan hukum sama dengan memenuhi hak setiap Orang atas
Keputusan yang tertulis dan berlaku sejak Informasi Publik. Kemudian keputusan
BADAN EKSEKUTIF MAHASISWA
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS INDONESIA
Kampus Depok, Depok 16424
e-mail bem.hukum.ui@gmail.com website bem.law.ui.ac.id

sejak diterimanya Keputusan tersebut diterimanya Keputusan tersebut oleh elektronik tersebut tidak dibarengi dengan
oleh pihak yang bersangkutan. pihak yang bersangkutan. kejelasan pengaturan keamanan yang
(4) Jika Keputusan dalam bentuk (4) Keputusan dalam bentuk tertulis tidak akan menentukan keotentikan dari
tertulis tidak disampaikan, maka yang dibuat jika Keputusan dibuat dalam dokumen elektronik tersebut.
berlaku adalah Keputusan dalam bentuk elektronis.
bentuk elektronis.
(5) Dalam hal terdapat perbedaan
antara Keputusan dalam bentuk
elektronis dan Keputusan dalam
bentuk tertulis, yang berlaku adalah
Keputusan dalam bentuk tertulis.
(6) Keputusan yang mengakibatkan
pembebanan keuangan negara wajib
dibuat dalam bentuk tertulis.

3. Pasal 53 UU No. 30 Tahun 2014 Pasal 165 angka 6 Batas waktu untuk menetapkan keputusan
tentang Administrasi Pemerintahan dipersingkat menjadi 5 hari yang
(1) Batas waktu kewajiban untuk (1) Batas waktu kewajiban untuk sebelumnya 10 hari. Ketentuan batas
menetapkan dan/atau melakukan menetapkan dan/atau melakukan waktu ini berhubungan dengan Pasal 16
Keputusan dan/atau Tindakan sesuai Keputusan dan/atau Tindakan sesuai RUU Cipta Kerja dimana dikatakan
dengan ketentuan peraturan dengan ketentuan peraturan perundang- apabila pemerintah daerah belum bisa
perundang-undangan. undangan. memberikan RDTR ke pelaku usaha,
(2) Jika ketentuan peraturan (2) Jika ketentuan peraturan perundang- maka pelaku usaha mengajukan
perundang-undangan tidak undangan tidak menentukan batas waktu permohonan kepada pemerintah pusat
menentukan batas waktu kewajipan kewajipan sebagaimana dimaksud pada dengan waktu 5 hari seperti yang
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (1), Badan dan/atau Pejabat tercantum dalam pasal 165 tersebut.
maka Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan wajib menetapkan dan/atau Dikarenakan tenggang waktu yang
Pemerintahan wajib menetapkan melakukan Keputusan dan/atau Tindakan singkat (5 hari) dikhawatirkan pemerintah
dan/atau melakukan Keputusan dalam waktu paling lama 5 (lima) hari menjadi tergesa-gesa dalam membuat
dan/atau Tindakan dalam waktu kerja setelah permohonan diterima secara keputusan sehingga hal-hal detail dalam
paling lama 10 (sepuluh) hari kerja lengkap oleh Badan dan/atau Pejabat permohonan yang dapat dijadikan
setelah permohonan diterima secara Pemerintahan. pertimbangan dalam membuat keputusan
BADAN EKSEKUTIF MAHASISWA
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS INDONESIA
Kampus Depok, Depok 16424
e-mail bem.hukum.ui@gmail.com website bem.law.ui.ac.id

lengkap oleh Badan dan/atau Pejabat (3) Dalam hal permohonan diproses menjadi terlewatkan. Tidak lupa, apabila
Pemerintahan. melalui sistem elektronik dan seluruh pemerintah dalam 5 hari tidak
(3) Apabila dalam batas waktu persyaratan dalam sistem elektronik telah mengeluarkan keputusan, permohonan
sebagaimana dimaksud pada ayat (2), terpenuhi, sistem elektronik menetapkan dianggap dikabulkan. Regulasi tersebut
Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan Keputusan dan/atau Tindakan. membebani pemerintah dan memperbesar
tidak menetapkan dan/atau melakukan (4) Apabila dalam batas waktu kemungkinan akan dikabulkannya
Keputusan dan/atau Tindakan, maka sebagaimana dimaksud pada ayat (2), permohonan tanpa kepastian bahwa
permohonan tersebut dianggap Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan pemohon telah memenuhi semua yang
dikabulkan secara hukum. tidak menetapkan dan/atau melakukan harus dipenuhi.
(4) Pemohon mengajukan permohonan Keputusan dan/atau Tindakan,
kepada Pengadilan untuk memperoleh permohonan dianggap dikabulkan secara
putusan penerimaan permohonan hukum. (5) Ketentuan lebih lanjut
sebagaimana dimaksud pada ayat (3). mengenai bentuk penetapan Keputusan
(5) Pengadilan wajib memutuskan dan/atau Tindakan yang dianggap
permohonan sebagaimana dimaksud dikabulkan secara hukum sebagaimana
pada ayat (4) paling lama 21 (dua dimaksud pada ayat (3) diatur dengan
puluh satu) hari kerja sejak Peraturan Presiden
permohonan diajukan.
(6) Badan dan/atau Pejabat
Pemerintahan wajib menetapkan
Keputusan untuk melaksanakan
putusan Pengadilan sebagaimana
dimaksud pada ayat (5) paling lama 5
(lima) hari kerja sejak putusan
Pengadilan ditetapkan.

4. Pasal 250 UU No. 23 Tahun 2014 Pasal 166 angka 2 Di dalam RUU Cipta Kerja yang
tentang Pemerintahan Daerah mengubah pasal 250 UU pemerintahan
(1) Perda dan Perkada sebagaimana Perda dan Perkada sebagaimana daerah, menghapus beberapa hal yakni;
dimaksud dalam Pasal 249 ayat (1) dimaksud dalam Pasal 249 ayat (1) dan terganggunya kerukunan antarwarga
dan ayat (3) dilarang bertentangan ayat (3) dilarang bertentangan dengan masyarakat, terganggunya akses terhadap
dengan ketentuan peraturan ketentuan peraturan perundang-undangan pelayanan publik, terganggunya
BADAN EKSEKUTIF MAHASISWA
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS INDONESIA
Kampus Depok, Depok 16424
e-mail bem.hukum.ui@gmail.com website bem.law.ui.ac.id

perundang-undangan yang lebih yang lebih tinggi, dan asas-asas ketentraman, dan ketertiban umum,
tinggi, kepentingan umum, dan/atau pembentukan peraturan terganggunya kegiatan ekonomi untuk
kesusilaan. perundangundangan yang baik. meningkatkan kesejahteraan masyarakat,
(2) Bertentangan dengan kepentingan dan/atau diskriminasi terhadap suku,
umum sebagaimana dimaksud pada agama dan kepercayaan, ras, antar-
ayat (1) meliputi: golongan, dan gender. Dimana hal-hal di
a. terganggunya kerukunan atas merupakan hal yang tidak boleh
antarwarga masyarakat; bertentangan dengan Perda dan Perkada
b. terganggunya akses terhadap sebagaimana yang tercantum dalam pasal
Perpelayanan publik; 249 ayat 1 dan ayat 3 UU Administrasi
c. terganggunya ketenteraman dan Pemerintah Daerah. Hal ini sangat
ketertiban umum; berpotensi apabila terdapat peraturan
d. terganggunya kegiatan ekonomi perda maupun perkada yang tidak sejalan
untuk meningkatkan kesejahteraan dengan hal-hal yang sudah disebutkan di
masyarakat; dan/atau atas untuk tidak dapat dibatalkan.
e. diskriminasi terhadap suku, agama dan
kepercayaan, ras, antar-golongan, dan
gender
5. Pasal 251 UU No. 23 Tahun 2014 Pasal 166 RUU angka 3 (1) Perda Provinsi dan peraturan
tentang Pemerintah Daerah gubernur dan/atau Perda
(1) Perda Provinsi dan peraturan (1) Perda Provinsi dan peraturan gubernur Kabupaten/Kota dan peraturan
gubernur yang bertentangan dengan dan/atau Perda Kabupaten/Kota dan bupati/ wali kota menjadi tidak
ketentuan peraturan peraturan bupati/walikota, yang dapat dibatalkan apabila
perundangundangan yang lebih tinggi, bertentangan dengan ketentuan peraturan bertentangan dengan
kepentingan umum, dan/atau perundang undangan yang lebih tinggi kepentingan umum dan/atau
kesusilaan dibatalkan oleh Menteri. dan asas-asas pembentukan peraturan kesusilaan.
(2) Perda Kabupaten/Kota dan perundang-undangan yang baik dapat (2) Peraturan Presiden melampaui
peraturan bupati/wali kota yang dibatalkan. kewenangannya dengan
bertentangan dengan ketentuan (2) Perda Provinsi dan peraturan kemampuannya untuk
peraturan perundang-undangan yang gubernur dan/atau Perda Kabupaten/Kota mencabut dan menyatakan suatu
lebih tinggi, kepentingan umum, dan peraturan bupati/wali kota Perda Provinsi dan peraturan
dan/atau kesusilaan dibatalkan oleh sebagaimana dimaksud pada ayat (1) gubernur dan/atau Perda
BADAN EKSEKUTIF MAHASISWA
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS INDONESIA
Kampus Depok, Depok 16424
e-mail bem.hukum.ui@gmail.com website bem.law.ui.ac.id

gubernur sebagai wakil Pemerintah dicabut dan dinyatakan tidak berlaku Kabupaten/Kota dan peraturan
Pusat. dengan Peraturan Presiden bupati/wali kota tidak berlaku.
(3) Dalam hal gubernur sebagai wakil Sebelumnya pemerintah pusat
Pemerintah Pusat tidak membatalkan hanya dapat membatalkan Perda
Perda Kabupaten/Kota dan/atau apabila Perda bertentangan
peraturan bupati/wali kota yang dengan peraturan perundang-
bertentangan dengan ketentuan undangan yang lebih tinggi,
peraturan perundang-undangan yang kepentingan umum, dan/atau
lebih tinggi, kepentingan umum, kesusilaan dan Pemerintah
dan/atau kesusilaan sebagaimana Daerah tidak membatalkan
dimaksud pada ayat (2), Menteri Perda tersebut.
membatalkan Perda Kabupaten/Kota
dan/atau peraturan bupati/wali kota.
(4) Pembatalan Perda Provinsi dan
peraturan gubernur sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) ditetapkan
dengan keputusan Menteri dan
pembatalan Perda Kabupaten/Kota
dan peraturan bupati/wali kota
sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
ditetapkan dengan keputusan
gubernur sebagai wakil Pemerintah
Pusat.
(5) Paling lama 7 (tujuh) Hari setelah
keputusan pembatalan sebagaimana
dimaksud pada ayat (4), kepala daerah
harus menghentikan pelaksanaan
Perda dan selanjutnya DPRD bersama
kepala daerah mencabut Perda
dimaksud.
(6) Paling lama 7 (tujuh) Hari setelah
keputusan pembatalan sebagaimana
BADAN EKSEKUTIF MAHASISWA
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS INDONESIA
Kampus Depok, Depok 16424
e-mail bem.hukum.ui@gmail.com website bem.law.ui.ac.id

dimaksud pada ayat (4), kepala daerah


harus menghentikan pelaksanaan
Perkada dan selanjutnya kepala
daerah mencabut Perkada dimaksud.
(7) Dalam hal penyelenggara
Pemerintahan Daerah provinsi tidak
dapat menerima keputusan
pembatalan Perda Provinsi dan
gubernur tidak dapat menerima
keputusan pembatalan peraturan
gubernur sebagaimana dimaksud pada
ayat (4) dengan alasan yang dapat
dibenarkan oleh ketentuan peraturan
perundang-undangan, gubernur dapat
mengajukan keberatan kepada
Presiden paling lambat 14 (empat
belas) Hari sejak keputusan
pembatalan Perda atau peraturan
gubernur diterima.
(8) Dalam hal penyelenggara
Pemerintahan Daerah kabupaten/kota
tidak dapat menerima keputusan
pembatalan Perda Kabupaten/Kota
dan bupati/wali kota tidak dapat
menerima keputusan pembatalan
peraturan bupati/wali kota
sebagaimana dimaksud pada ayat (4)
dengan alasan yang dapat dibenarkan
oleh ketentuan peraturan perundang-
undangan, bupati/wali kota dapat
mengajukan keberatan kepada
Menteri paling lambat 14 (empat
BADAN EKSEKUTIF MAHASISWA
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS INDONESIA
Kampus Depok, Depok 16424
e-mail bem.hukum.ui@gmail.com website bem.law.ui.ac.id

belas) Hari sejak keputusan


pembatalan Perda Kabupaten/Kota
atau peraturan bupati/wali kota
diterima.
6. Pasal 300 UU No. 23 Tahun 2014 Pasal 166 angka 5 Kepala daerah tidak lagi memerlukan
tentang Pemerintahan Daerah persetujuan DPRD untuk dapat
(1) Daerah dapat melakukan pinjaman (1) Daerah dapat melakukan pinjaman menerbitkan Obligasi Daerah dan/atau
yang bersumber dari Pemerintah yang bersumber dari Pemerintah Pusat, Sukuk Daerah
Pusat, Daerah lain, lembaga keuangan Daerah lain, lembaga keuangan bank,
bank, lembaga keuangan bukan bank, lembaga keuangan bukan bank, dan
dan masyarakat. masyarakat.
(2) Kepala daerah dengan persetujuan (2) Kepala Daerah dapat menerbitkan
DPRD dapat menerbitkan obligasi Obligasi Daerah dan/atau Sukuk Daerah
Daerah untuk membiayai infrastruktur untuk membiayai infrastruktur dan/atau
dan/atau investasi yang menghasilkan investasi berupa kegiatan penyediaan
penerimaan Daerah setelah pelayanan publik yang menjadi urusan
memperoleh pertimbangan dari Pemerintah Daerah setelah memperoleh
Menteri dan persetujuan dari menteri pertimbangan dari Menteri dan
yang menyelenggarakan urusan persetujuan dari menteri yang
pemerintahan bidang keuangan. menyelenggarakan urusan pemerintahan
bidang keuangan.
BADAN EKSEKUTIF MAHASISWA
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS INDONESIA
Kampus Depok, Depok 16424
e-mail bem.hukum.ui@gmail.com website bem.law.ui.ac.id

7. Pasal 349 UU No. 23 Tahun 2014 Pasal 166 angka 6 Dalam melakukan penyederhanaan jenis
tentang Pemerintahan Daerah dan prosedur pelayanan publik untuk
(1) Daerah dapat melakukan (1) Daerah dapat melakukan meningkatkan mutu pelayanan dan daya
penyederhanaan jenis dan prosedur penyederhanaan jenis dan prosedur saing daerah, daerah menjadi wajib
pelayanan publik untuk meningkatkan pelayanan publik untuk meningkatkan menyesuaikan norma, standar, prosedur,
mutu pelayanan dan daya saing mutu pelayanan dan daya saing Daerah kriteria, serta kebijakan dari pemerintah
Daerah. dan sesuai dengan norma, standar, pusat. Hal ini menimbulkan suatu
(2) Penyederhanaan sebagaimana prosedur, dan kriteria, serta kebijakan persoalan dimana kriteria-kriteria yang
dimaksud pada ayat (1) ditetapkan Pemerintah Pusat. dimaksud harus berdasarkan standar
dengan Perda. (2) Penyederhanaan sebagaimana kebijakan pemerintah pusat. Sedangkan
(3) Pemerintah Daerah dapat dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan setiap daerah memiliki permasalahan dan
memanfaatkan teknologi informasi Peraturan Daerah. coraknya sendiri, sehingga standar yang
dan komunikasi dalam (3) Pemerintah Daerah dapat berdasar pemerintah pusat tersebut
penyelenggaraan pelayanan publik. memanfaatkan teknologi informasi dan menjadi tidak relevan dengan
komunikasi dalam penyelenggaraan permasalahan/corak yang dimiliki oleh
pelayanan publik. masing-masing daerah.
8. Konsep Baru Pasal 166 angka 8 Pembagian urusan pemerintahan antara
RUU Cipta Kerja menambahkan pemerintah pusat dan Daerah Provinsi
Suatu Pasal yakni Pasal 402A serta Daerah Kabupaten/Kota harus
menjadi harus dibaca dan dimaknai sesuai
Pembagian urusan pemerintahan dengan ketentuan yang diatur dalam
konkuren antara Pemerintah Pusat dan Undang-Undang Tentang Cipta Kerja.
Daerah Provinsi serta Daerah
Kabupaten/Kota sebagaimana tercantum
dalam Lampiran Undang-Undang Nomor
23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan
Daerah sebagaimana diubah terakhir
dengan Undang-Undang Nomor 9 Tahun
2015 tentang Perubahan Kedua atas
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014
tentang Pemerintahan Daerah, harus
dibaca dan dimaknai sesuai dengan
BADAN EKSEKUTIF MAHASISWA
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS INDONESIA
Kampus Depok, Depok 16424
e-mail bem.hukum.ui@gmail.com website bem.law.ui.ac.id

ketentuan yang diatur dalam Undang-


Undang tentang Cipta Kerja.

Daftar Inventaris Masalah


RUU Cipta Kerja
Tata Ruang

No Rumusan Undang - Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi
(Naskah Akademik RUU Cipta Kerja)
Pasal 18 RUU Cipta Kerja
1. Konsep Baru Pasal 18 Angka 9 Ketentuan ini dimaksudkan untuk KLHS merupakan dokumen yang wajib
mempertegas bahwa penyusunan RTR harus dibuat oleh pemerintah dan/atau
Di antara Pasal 14 dan Pasal 15 tetap memperhatikan aspek lingkungan hidup. pemerintah daerah untuk meninjau daya
disisipkan 1 (satu) pasal yakni Pasal Selain itu penyusunan peta rencana tata ruang tampung dan daya dukung lingkungan.
14A yang berbunyi sebagai berikut: harus berdasarkan peta Rupabumi Indonesia. KLHS ini sangat penting karena bertujuan
Pasal 14A memastikan penerapan prinsip
(1) Pelaksanaan penyusunan rencana berkelanjutan dan kajian awal/dasar dari
tata ruang sebagaimana dimaksud kebijakan pemerintah. UU PPLH
dalam Pasal 14 dilakukan dengan tetap mewajibkan setiap perencanaan tata
memperhatikan aspek daya dukung dan ruang didasarkan pada KLHS untuk
daya tampung lingkungan hidup yang menjaga kelestarian fungsi lingkungan
disusun dalam 24 suatu kajian hidup dan keselamatan masyarakat.
lingkungan hidup strategis serta Namun dalam rumusan perubahan,
kesesuaian ketelitian peta rencana tata rencana tata ruang hanya perlu
ruang. ‘memperhatikan’ KLHS, yang artinya
(2) Penyusunan kajian lingkungan bukan merupakan sebuah kewajiban,
strategis sebagaimana dimaksud pada melainkan hanya sebagai pertimbangan
ayat (1) dilakukan melalui analisis daya bahkan bisa jadi tidak menjadi
dukung dan daya tampung lingkungan pertimbangan berarti. Maka, prinsip
hidup dalam proses penyusunan rencana pembangunan berkelanjutan terancam
tata ruang.
BADAN EKSEKUTIF MAHASISWA
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS INDONESIA
Kampus Depok, Depok 16424
e-mail bem.hukum.ui@gmail.com website bem.law.ui.ac.id

(3) Pemenuhan kesesuaian ketelitian dengan disahkan pasal 18 Angka 9 RUU


peta rencana tata ruang sebagaimana ini.
dimaksud pada ayat (1) dilakukan
melalui penyusunan peta rencana tata
ruang berdasarkan peta Rupabumi
Indonesia.
(4) Dalam hal peta Rupabumi Indonesia
sebagaimana dimaksud pada ayat (3)
tidak tersedia, penyusunan rencana tata
ruang mempergunakan:
a. peta format digital dengan
ketelitian detail informasi sesuai dengan
skala perencanaan rencana tata ruang;
dan/atau
peta tematik pertanahan
2. Pasal 37 UU No. 26 Tahun 2007 Pasal 18 Angka 21 Salah satu politik hukum dalam penyusunan Persetujuan Kesesuaian Kegiatan
tentang Penataan Ruang RUU Cipta Kerja adalah menyesuaikan Pemanfaatan Ruang yang tidak lagi
Ketentuan Pasal 37 diubah sehingga nomenklatur perizinan yang ada dalam setiap dilakukan oleh pemerintah daerah
(1) Ketentuan perizinan sebagaimana berbunyi sebagai berikut: Undang-Undang dengan rumusan yang bersifat melainkan wewenang diberikan pada
dimaksud dalam Pasal 35 diatur Pasal 37 general, sehingga memberikan fleksibilitas Pemerintah Pusat. Keadaan ini membuat
oleh Pemerintah dan pemerintah 1) Persetujuan Kesesuaian Kegiatan pemerintah dalam rangka mengantisipasi kewenangan Pusat menjadi sangat besar
daerah menurut kewenangan Pemanfaatan Ruang sebagaimana dinamika masyarakat dan global. bahkan cenderung sentralistik. Hal ini
masing-masing sesuai dengan dimaksud dalam Pasal 35 diterbitkan dikhawatirkan akan menimbulkan
ketentuan peraturan perundang- oleh Pemerintah Pusat. kesenjangan antar daerah. Perubahan ini
undangan. 2) Persetujuan Kesesuaian Kegiatan juga menghilangkan semangat
(2) Izin pemanfaatan ruang yang tidak Pemanfaatan Ruang yang tidak memperkukuh Ketahanan Nasional
sesuai dengan rencana tata ruang sesuai dengan rencana tata ruang berdasarkan Wawasan Nusantara dan
wilayah dibatalkan oleh Pemerintah wilayah dibatalkan oleh Pemerintah sejalan dengan kebijakan otonomi daerah
dan pemerintah daerah menurut Pusat. yang memberikan kewenangan semakin
kewenangan masing-masing sesuai 3) Persetujuan Kesesuaian Kegiatan besar kepada pemerintah daerah dalam
dengan ketentuan peraturan Pemanfaatan Ruang yang penyelenggaraan penataan ruang, maka
perundang-undangan. dikeluarkan dan/atau diperoleh kewenangan tersebut perlu diatur demi
BADAN EKSEKUTIF MAHASISWA
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS INDONESIA
Kampus Depok, Depok 16424
e-mail bem.hukum.ui@gmail.com website bem.law.ui.ac.id

(3) Izin pemanfaatan ruang yang dengan tidak melalui prosedur yang menjaga keserasian dan keterpaduan antar
dikeluarkan dan/atau diperoleh benar, batal demi hukum. daerah dan antara pusat dan daerah yang
dengan tidak melalui prosedur yang 4) Persetujuan Kesesuaian Kegiatan dibawa oleh UU No. 26 Tahun 2007.
benar, batal demi hukum. Pemanfaatan Ruang yang diperoleh Selain karena kemungkinan kesenjangan,
(4) Izin pemanfaatan ruang yang melalui prosedur yang benar tetapi kita juga perlu menimbang kemampuan
diperoleh melalui prosedur yang kemudian terbukti tidak sesuai pemerintah pusat dari segi kuantitas dan
benar tetapi kemudian terbukti dengan rencana tata ruang wilayah, akses ke daerah di seluruh Indonesia
tidak sesuai dengan rencana tata dibatalkan oleh Pemerintah Pusat. sangat terbatas, apalagi masalah
ruang wilayah, dibatalkan oleh 5) Terhadap kerugian yang ditimbulkan lingkungan hidup bersifat lokasi spesifik
Pemerintah dan pemerintah daerah akibat pembatalan persetujuan (site specific).
sesuai dengan kewenangannya. sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
(5) Terhadap kerugian yang dan ayat (4), dapat dimintakan ganti
ditimbulkan akibat pembatalan izin kerugian yang layak kepada instansi
sebagaimana dimaksud pada ayat pemberi persetujuan.
(4), dapat dimintakan penggantian 6) Kegiatan pemanfaatan ruang yang
yang layak kepada instansi pemberi tidak sesuai lagi akibat adanya
izin. perubahan rencana tata ruang
(6) Izin pemanfaatan ruang yang tidak wilayah dapat dibatalkan oleh
sesuai lagi akibat adanya perubahan Pemerintah Pusat dengan
rencana tata ruang wilayah dapat memberikan ganti kerugian yang
dibatalkan oleh Pemerintah dan layak.
pemerintah daerah dengan 7) Setiap pejabat Pemerintah yang
memberikan ganti kerugian yang berwenang dilarang menerbitkan
layak. Persetujuan Kesesuaian Kegiatan
(7) Setiap pejabat pemerintah yang Pemanfaatan Ruang yang tidak
berwenang menerbitkan izin sesuai dengan rencana tata ruang.
pemanfaatan ruang dilarang 8) Ketentuan lebih lanjut mengenai
menerbitkan izin yang tidak sesuai prosedur perolehan persetujuan
dengan rencana tata ruang. Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan
Ruang dan tata cara pemberian ganti
kerugian yang layak sebagaimana
BADAN EKSEKUTIF MAHASISWA
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS INDONESIA
Kampus Depok, Depok 16424
e-mail bem.hukum.ui@gmail.com website bem.law.ui.ac.id

dimaksud pada ayat (5) dan ayat (6)


diatur dengan Peraturan Pemerintah.

Pasal 16 RUU Cipta Kerja


2. Konsep Baru Pasal 16 Pasal 16 memiliki beberapa potensi
masalah. Pasal ini menyebutkan bahwa
(1) Da Dalam hal Pemerintah Daerah belum apabila Pemerintah Daerah belum
menyusun dan menyediakan RDTR membuat Rencana Detail Tata Ruang
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 (RDTR), pelaku usaha mengajukan
ayat (2), Pelaku Usaha mengajukan permohonan persetujuan kesesuaian
permohonan persetujuan kesesuaian kegiatan pemanfaatan ruang untuk
kegiatan pemanfaatan ruang untuk kegiatan usahanya kepada Pemerintah
kegiatan usahanya kepada Pemerintah Pusat. Ketentuan ini apabila disandingkan
Pusat melalui Perizinan Berusaha secara dengan ketentuan Pasal 165 angka 6 RUU
elektronik sesuai dengan ketentuan Cipta Kerja yang mengubah Pasal 53 UU
peraturan perundang-undangan. (2) No. 30 Tahun 2014 tentang Administrasi
Pemerintah Pusat dalam memberikan Pemerintahan, maka apabila Pemerintah
persetujuan kesesuaian kegiatan Pusat dalam waktu lima hari kerja tidak
pemanfaatan ruang sebagaimana memberikan persetujuan maka akan
dimaksud pada ayat (1) dilakukan sesuai dianggap dikabulkan secara hukum.
dengan rencana tata ruang. (3) Rencana Potensi masalah pertama adalah waktu
tata ruang sebagaimana dimaksud pada lima hari yang membuat persetujuan
ayat (2) terdiri atas: a. rencana tata ruang dikabulkan secara hukum dapat membuat
wilayah nasional (RTRWN); b. rencana adanya persetujuan yang dapat
tata ruang pulau/kepulauan; c. rencana ‘mengutak-atik’ tata ruang. Artinya, lima
tata ruang kawasan strategis nasional; d. hari merupakan waktu yang sangat cepat
rencana tata ruang wilayah provinsi; e. untuk membuat persetujuan dikabulkan
rencana tata ruang wilayah secara hukum, bisa saja terdapat
kabupaten/kota; dan/atau f. rencana tata persetujuan yang tidak sesuai, seperti
ruang atau rencana zonasi lainnya yang peralihan wilayah konservasi yang
ditetapkan Pemerintah Pusat. mengakibatkan kerusakan lingkungan.
BADAN EKSEKUTIF MAHASISWA
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS INDONESIA
Kampus Depok, Depok 16424
e-mail bem.hukum.ui@gmail.com website bem.law.ui.ac.id

Potensi masalah kedua adalah


ketidaksesuaian dengan prinsip absolut
tata ruang. Tata ruang tidak boleh mudah
untuk diubah-ubah, sedangkan
mekanisme yang sangat singkat ini
membuat tata ruang mudah untuk diubah-
ubah.
Pasal 15 ayat (5) RUU Cipta Kerja
3. Konsep Baru Pasal 15 Ayat 5 Potensi implikasi masalah pada Pasal 15
Ayat 5 adalah pasal ini tidak mengatur
Setelah memperoleh konfirmasi keharusan adanya partisipasi publik, uji
kesesuaian kegiatan pemanfaatan ruang kelayakan lingkungan, dan perizinan
sebagaimana dimaksud pada ayat (4), berusaha yang final sebelum melakukan
Pelaku Usaha dapat langsung melakukan kegiatan usaha. Pasal ini hanya
kegiatan usahanya. menyebutkan bahwa pelaku usaha dapat
langsung melakukan kegiatan usahanya,
setelah mendapatkan konfirmasi
kesesuaian kegiatan pemanfaatan ruang.

Anda mungkin juga menyukai