Disusun Oleh :
Kelompok 6B
Achmad Majid Muslich
(11181020000055)
Perbedaan antara formula 1 minyak jarak dan formula 2 minyak jarak terletak pada
penggunaan emulgator. Emulgator yang digunakan pada formula 1 adalah gom arab.
Sedangkan pada formula 2 digunakan emulgator tragakan. Dua bahan yang berbeda ini
menyebabkan banyaknya bahan yang diperlukan pun menjadi berbeda. Untuk gom arab, harus
memiliki perbandingan kosentrasi minyak : air : emulgator yaitu 4 : 2 : 1. Sedangkan untuk
tragakan harus memiliki perbandingan minyak : air : emulgator yaitu 40 : 20 : 1.
Pada pembuatan emulsi topikal ini digunakan teknik pembuatan sediaan emulsi dengan
pemanasan. Bahan-bahan padat seperti asam stearat dan setil alcohol perlu dilelehkan
terlebih dahulu sehingga penggunaan panas pada pembuatan emulsi topical diperlukan.
Seperti pada pembuatan emulsi umumnya, bahan dilarutkan terlebih dahulu pada fase yang
dapat melarutkan bahan tersebut. Pada formula emulsi topical ini yang masuk ke dalam fase
minyak adalah asam stearat, setil alkohol, span 80, vitamin E, dan paraffin cair. Bahan ini
dipanaskan tidak pada suhu yang terlalu tinggi karena dapat menyebabkan berkurangnya
jumlah bahan yang nantinya akan mengubah konsentrasi bahan pada sediaan akhir. Namun
perlu diperhatikan pula bahwa semua bahan harus meleleh sempurna oleh karena itu harus
disesuaikan dengan bahan yang memiliki titik leleh paling tinggi.
Dari bahan-bahan yang masuk ke dalam fase minyak, yang memiliki titik leleh paling tinggi
adalah asam stearat, yaitu 69-70oC. Oleh karena itu, fase minyak perlu dipanaskan hingga 69-
70oC agar semua bahan menjadi berbentuk cairan. Fase air pun perlu dipanaskan dengan suhu
yang sama untuk menghindari pemadatan saat pencampuran dengan fase minyak. Apabila
fase air lebih dingin pada saat pencampuran kedua fase akan terbentuk padatan dan
menyebabkan pemisahan fase. Padatan terbentuk karena bahan yang dilelehkan tadi
mengalami penurunan suhu sehingga kembali ke bentuk padatannya.
Deskripsi Bahan Suspensi Parasetamol
Parafin cair Zat Aktif; Fase Minyak
Tween 80 Emulgator
Span 80 Emulgator
Cetil alkohol Emulsifying agent
Asam stearat Emulsifying agent
Propilen glikol Pelarut nipagin
Nipagin pengawet
TEA zat pembasa
Vitamin E antioksidan
Parfum Meningkat wangi sediaan
Aquadest Fase air
Fase minyak dan air dilakukan pemanasan agar mempermudah peleburan bahan sebelum
pencampuran. Fase minyak pada formula ini terdiri atas Paraffin cair, tween 80, span 80,
asam stearat, setil alkohol dan vitamin E. Pada fase minyak dipanaskan pada sesuai dengan
bahan yang memiliki titik leleh tertinggi,yaitu asam stearat dengan titik leleh 69-70oC
sehingga fase minyak dipanaskan pada suhu 60-70oC. Serta fase air dipanaskan dengan suhu
yang sama untuk menghindari pemadatan saat pencampuran dengan fase minyak. Karena
jika terjadi pemadatan akan menyebabkan pemisahan fase karena fase air yang lebih dingin
(jika tidak dilakukan pemanasan). Parfum ditambahkan saat kondisi suhu emulsi setelah
pencampuran telah menurun. Hal ini dilakukan untuk menghindari menguapnya parfum
sebelum proses selesai dikarenakan parfum mudah menguap.
Untuk menentukan kategori emulgator, berdasarkan struktur kimianya emulgator
diklasifikasikan menjadi dua (Liebermen, 1988)
1. Emulgator alam
a. Emulgator alam yang membentuk film multimolekuler, misalnya akasia dan
gelatin.
b. Emulgator alam yang membentuk film monomolekuler misalnya lesitin dan
kolesterol.
c. Emulgator yang membentuk film berupa partikel padat misalnya bentonit dan
vegum.
2. Emulgator sintetik atau surfaktan yang membentuk film monomolekuler. Kelompok
bahan aktif permukaan ini dibagi menjadi anionik, kationik, dan nonionik.
Tergantung dari muatan yang dimiliki oleh surfaktan.
a. Anionik
Surfaktan ini memiliki muatan negatif. Contoh bahannya yaitu kalium, natrium,
dan garam ammonium dari asam laurat dan asam oleat yang larut dalam air dan
merupakan bahan pengemulsi M/A yang baik. Bahan ini mempunyai rasa yang
kurang menyenangkan dan mengiritasi saluran cerna sehingga dibatasi
penggunaannya hanya untuk bagian luar.
b. Kationik
Kationik permukaan bahan kelompok ini terletak pada kation yang bermuatan
positif. pH dari sediaan emulsi dengan pengemulsi kationik yaitu anatara 4-8.
Rentang pH ini juga menguntungkan karena masuk kedalam pH normal kulit.
Contohnya yaitu senyawa ammonium kuartener.
c. Nonionik
● Cracking
Cracking merupakan pemisahan fase dispersi dan fase terdispersi dari suatu emulsi
yang berhubungan dengan terjadinya coalescence (Madaan dkk, 2014). Coalescence
sendiri merupakan penggabungan antar fase terdispersi atau globul disebabkan oleh
rusaknya lapisan pelindung emulgator (Madaan dkk, 2014). Hal ini menyebabkan sulit
untuk didispersikan kembali dengan pengocokan, bahkan jika jumlah terjadinya
coalescence melebihi batas tertentu maka pendispersian kembali tidak dapat dilakukan
(Madaan dkk, 2014). Cracking dapat terjadi dikarenakan oleh creaming, temperatur
ekstrim, adanya mikroorganisme, penambahan emulgator yang berlawanan, dan
penguraian atau pengendapan emulgator (Madaan dkk, 2014).
● Inversi
Fenomena ini terjadi saat fase dalam menjadi fase luar atau sebaliknya. Pada krim
minyak dalam air, fase inversi menyebabkan krim berubah menjadi fase sebaliknya yaitu
air dalam minyak (Madaan dkk, 2014). Hal ini dapat disebabkan oleh perubahan
temperatur, penambahan elektrolit, perubahan rasio volume fase dispersi atau terdispersi,
dan dengan mengubah emulgator (Madaan dkk, 2014).
DAFTAR PUSTAKA
● Ansel, 1989, Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi, Terjemahan: Farida Ibrahim, Edisi 4,UI
Press: Jakarta.
● Aulton, M. E. 2003. Pharmaceutics The Science of Dosage Form Design, Second
Edition, ELBS Fonded by British Goverment.
● Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Farmakope Indonesia. Edisi III. Jakarta:
Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan; 1993.
● Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Farmakope Indonesia. EdisiV. Jakarta:
Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan; 2014.
● Kim, Cheng-ju, 2005, Advanced Pharmaceutics : Physicochemical Principles, 214-235,
CRC Press LLC, Florida.
● Liebermen, HA., Lachman L., Schwariz., 1998, Pharmaceutical Dosage Forms: Dispersi
Systems.Volume 1. Marcel Dekker, Inc. New York, 1024.
● Marriot, John F, dkk. 2010. Pharmaceutical Compounding and Dispensing. London:
Pharmaceutical Press.
● Rieger, M.M. 2000. Harry’s Cosmeticologi Eight Edition. New York : Chemical
Publishing Co. Inc.
● Rowe, R.C., Sheskey, P.J., Quinn, M.E.; (Eds.), Handbook of Pharmaceutical Excipients
6th edition Pharmaceutical Press, London, England 2009.
● The United States Pharmacopeia. The Nasional Formulari 32. Volume I. United States
Pharmacopeia Convention Inc.: Washington, D.C.
● Voight, R. 1995. Buku Pelajaran Teknologi Farmasi, Edisi V. Yogyakarta: Gadjah
MadaUniversiti Press.