Anda di halaman 1dari 37

MODUL

ASUHAN KEBIDANAN DENGAN PENYAKIT SISTEMIK


DAN ENDEMIK

Asuhan Kebidanan pada ibu hamil, nifas, dengan


penyakit darah :

1. Anemia, Kelainan pembukuan darah,


penyakit Hodgkin, dan kelainan kekentalan
darah

Kelompok 2

1. Ines Panca Karisma Beru Karo ( P07524417017)

2. Jesika Situngkir ( P07524417018)

D o s e n P em b i m b i n g : d r . L e s t a r i R a h m a h , M K T

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENTERIAN


KESEHATAN RI MEDAN
2020/2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur kita panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena dengan berkah dan
karunia-Nyalah penyusun dapat menyelesaikan modul mata kuliah Asuhan Kebidanan Dengan
Penyakit Sistemik Dan Endemik.

Modul ini disusun sebagai referensi dan bahan belajar untuk mahasiswa program
pendidikan D-IV Kebidanan.
Penyusun mengucapkan terimakasih atas berbagai bantuan baik materil maupun
imateril dari berbagai pihak atas keberhasilan penyusunan modul ini.
Mudah-mudahan modul ini dapat digunakan secara efektif dan dapat menjadi media
yang dapat meningkatkan pemahaman dan kemampuan memberikan Keterampilan Dasar
Kebidanan bagi mahaiswa program DIV Kebidanan.

Tim Penyusun

Kelompok 2
K a t a P e n g a n t a r .............................................................................................................
D a f t a r I s i ..........................................................................................................................
P e n d a h u l u a n ( p e t u n j u k b e l a j a r ) ..............................................................................

KB 1 : Anemia Kelainan Pembekuan Darah, Penyakit Hodgkin, Dan


Kelainan Kekentalan Darah.
T u j u a n p e m b e l a j a r a n ........................................................................................
P o k o k m a t e r i ........................................................................................................
U r a i a n m a t e r i ......................................................................................................

R a n g k u m a n ....................................................................................................................
T e s F o m a t i f ..................................................................................................................
K u n c i J a w a b a n T e s F o r m a t i f ................................................................................
D a f t a r P u s t a k a ..............................................................................................................
Modul ini berjudul “Asuhan Kebidanan Dengan Penyakit Sistemik Dan
Endemik”. Modul ini memberikan kemampuan kepada mahasiswa untuk dapat menjelaskan
Asuhan Kebidanan pada ibu hamil, nifas, dengan penyakit darah meliputi : Anemia, Kelainan
pembukuan darah, penyakit Hodgkin, dan kelainan kekentalan darah.

Setelah mempelajari modul ini anda diharapkan dapat


 Asuhan Kebidanan pada ibu hamil, nifas, dengan penyakit darah meliputi :
Anemia, Kelainan pembukuan darah, penyakit Hodgkin, dan kelainan kekentalan darah
Sebelum memulai mempelajari modul pembelajaran ini, dianjurkan agar membaca doa
terlebih dahulu menurut agama dan kepercayaan masing-masing agar mendapat keberkatan
ilmu.
1. Bacalah uraian dan contoh pada kegiatan belajar secara global. Tujuan untuk
mengetahui pokok-pokok pikiran yang diuraikan dalam kegiatan belajar ini.
2. Setelah anda mengetahui garis besar pokok-pokok pikiran dalam materi uraian
ini,baca sekali lagi secara lebih cermat.Membaca secara cermat bertujuan untuk
mengetahui pokok-pokok pikiran dari setiap sub pokok bahasan
3. Untuk memudahkan anda mencari kembali hal-hal penting seperti prinsip dan
konsep essensial, beri tanda pada konsep dan prinsip penting. Kemudian anda cari
hubungan antara konsep tersebut,sehingga anda memiliki konsep
4. Bila anda merasa belom yakin dalam membaca uraian pada kegiatan belajar
ini,ulangi lagi membaca materi kegiatan belajar sekali lagi
5. Pelajari cara menyelesaikan soal pada contoh-contoh soal yang diberikan pada
kegiatan belajar ini,caranya adlah sebagiai berikut ini :
a. Baca soal yang anda kerjakan
b. Analisis materi dalam soal ini dengan menuliskan apa-apa saja yang diketahui
dalam soal ini
c. Cari permasalahan atau pertanyaan dari soal tersebut
d. Buat kerangka rencan penyelesaian soal tersebut dengan menukiskan konsep
yang diperlukan dan cari hubungan antarkonsep tersebut
e. Tuliskan hasil jawaban anda pada akhir penyelesaian soal
Anemia, Kelainan Pembekuan Darah, Penyakit
Hodgkin, Dan Kelainan Kekentalan Darah.

Setelah mempelajari kegiatan belajar 1 , anda diharapkan dapat memahami tentang Asuhan
Kebidanan pada ibu hamil, nifas, dengan penyakit darah meliputi : Anemia, Kelainan pembukuan
darah, penyakit Hodgkin, dan kelainan kekentalan darah

Setelah menyelesaikan kegiatan belajar 1 anda akan mencapai kemampuan untuk :


Mahasiswa mampu menjelaskan tentang anemia, kelainan pembekuan darah, penyakit
hodgkin, dan kelainan kekentalan darah.

Anemia, kelainan pembekuan darah, penyakit hodgkin, dan kelainan kekentalan darah.
Anemia, Kelainan Pembekuan Darah, Penyakit
Hodgkin, Dan Kelainan Kekentalan Darah.

A. Definisi Anemia
Anemia adalah istilah yang menunjukan rendahnya hitungan sel darah merah
dan kadar hemoglobin dan hematokrit di bawah normal (Smeltzer, 2002 : 935).
Anemia adalah berkurangnya hingga di bawah nilai normal sel darah merah, kualitas
hemoglobin dan volume packed red bloods cells (hematokrit) per 100 ml darah (Price,
2006 : 256). Dengan demikian anemia bukan merupakan suatu diagnosis atau penyakit,
melainkan merupakan pencerminan keadaan suatu penyakit atau gangguan fungsi
tubuh dan perubahan patotisiologis yang mendasar yang diuraikan melalui anemnesis
yang seksama, pemeriksaan fisik dan informasi laboratorium.
Anemia , dalam bahasa yunani tanpa darah adalah penyakit kurang darah yang
ditandai dengan kadar hemoglobin (Hb) dan sel darah merah (eritrosit) lebih rendah
dibandingkan normal.Jika kadar hemoglobin kurang dari 14g/dl dan eritrosit kurang
dari 41% pada pria , maka pria tersebut dikatakan anemia. Demikian pula pada
wanita , wanita yang memiliki kadar hemoglobin kurang dari 12 g/dl dan eritrosit
kurang dari 37% , maka wanita itu dikatakan anemia.Berikut ini katagori tingkat
keparahan pada anemia.
• Kadar Hb 10 gram- 8 gram disebut anemia ringan.
• Kadar Hb 8 gram -5 gram disebut anemia saedang.
• Kadar Hb kurang dari 5 gram disebut anemia berat.
Karena hemoglobin terdapat dalam sel darah merah , setiap ganguan pembentukan sel
darah merah , baik ukuran maupun jumlahnya , dapat menyebabkan terjadinya
anemia.ganguan tersebut dapat terjadi ‘’pabrik’’ pembentukan sel (sumsum
tulang)maupun ganguan karena kekurangan komponen penting seperti zat besi , asam
folat maupun vitamin B 12. (Soebroto Ikhsan,Cara Mudah Mengatasi Problem
Anemia,Cetakan 1, Yogyakarta 2009)

1.1 Penyebab Anemia


Anemia umumnya disebabkan oleh perdarahan kronik. Gizi yang buruk atau
gangguan penyerapan nutrisi oleh usus. Juga adapat menyebabkan seseorang
mengal;ami kekurangan darah. Demikian juga pada wanita hamil atau menyusui, jika
asupan zat besi berkurang, besar kemungkinan akan terjadi anemia. Pendarahan saluran
pencernaan, kebocoran pada saringan darah di ginjal, menstruasi yang berlerbihan,
serta para pendonor darah yang tidak diimbangi dengan gizi yang baik dapat mjemiliki
resiko anemia.
Perdarahan akut juga dapat menyebabkan kekurangan darah. Pada saat terjadi
pendarahan yang hebat, mungkin gejala anemia belum tampak transfusi darah
merupakan tindakan penanganan terutama jika terjadi pendarahan akut. Pendarahan
teresebut biasanya tidak kita sadari. Pengeluaran darah biasanya berlangsung sedikit
demi sedikit dan dalam waktu yang lama.Berikut ini tiga kemungkinan dasar penyebab
anemia :

1. Penghancuran sel darah merah yang berlebihan.


Bisa disebut anemia hemolitik ,muncul saat sel darah merah dihancurkan lebih
cepat dari normal (umur sel darah merah normalnya 120 hari).Sumsum tulang
penghasil sel darah merah tidak dapat memenuhi kebutuhan tubuh akan sel
darah merah.
2. Kehilangan darah.
Kehilangan darah dapat menyebabkan anemia karena perdarahan
berlebihan,pembedahan atau permasalahan dengan pembekuan
darah.Kehilangan darah yang banyak karena menstruasi pada remaja atau
perempuan juga dapat menyebabkan anemia.Semua faktor ini akan
meningkatkan kebutuhan tubuh akan zat besi ,karena zat besi dibutuhkan untuk
membuat sel darah merah baru.
3. Produksi sel darah merah yang tidak optimal.
Ini terjadi saat sumsum tulang tidak dapat membentuk sel darh merah dalam
jumpah cukup.ini diakibatkan infeksi virus,paparan terhadap kimia beracun
atau obat-obatan(antibiotic, antikejang atau obat kanker).

1.2 Gejala Anemia


Gejala yang sering kali muncul pada penderita anemia di antaranya:
 Lemah ,letih,lesu ,mudah lelah dan lunglai.
 Wajah tampak pucat.
 Mata berkunang-kunang.
 Sulit berkosentrasi dan mudah lupa.
 Sering sakit.
 Pada bayi dan batita biasanya terdapat gejala seperti kulit pucat atau
berkurangnya warna merah muda pada bibir dan bawah kuku.Perubahan ini
dapat terjadi perlahan-lahan sehingga sulit disadari.
 Jika anemia disebabkan penghancuran berlebihan dari sel darah merah
,makaterdapat gejala lain seperyi jaundice,warna kuning pada bagian putih
mata ,pembesaran limpa dan warna urin seperti teh.

1.3 Jenis-jenis Anemia


a) Anemia Defisiensi zat besi
Anemia yang paling banyak terjadi adalah anemia akibat kurangnya zat besi .
Zat besi merupakan bagian dari molekul hemoglobin.Oleh sebab itu , ketika tubuh
kekurangan zat besi , produksi hemoglobin akan menurun. Meskipun demikian ,
penurunan hemoglobin sebetulnya baru akan terjadi jika cadangan zat besi (Fe)
dsala tubuh sudah benar-benar habis .Kurangnya zat besi dalam tubuh bisa
disebabkan banyak hal .Kekurangan zat besi pada bayi mungkin disebabkan
prematuritas, atau bayi tersebut lahir dari seorang ibu yang menderita kekurangan
zat besi.Pada anak-anak mungkin disebabkan oleh asupan makanan yang kurang
mengandung zat besi . Sedabgkan pada orang dewasa , kurangnya zat besi pada
prinsipnya hampir selalu disebabkan oleh pendaraah menahun atau berulang-ulang
yang bisa berasal dari semua bagian tubuh.
Faktor resiko terjadinya anemia memang lebih besar pada perempuan di
bandingkan kaum pria .cadangan besi dalam tubuh perempuan lebih sedikit
daripada pria ,sedangkan kebutuhan perharinya justru lebih tinggin .setiap harinya
seorang wanita akan kehilangan sekitar 1-2 mg zat besi melalui ekskresi secara
normal .pada saat mentruasi ,kehilangan zat besi bisa bartambah hingga 1 mg lagi.
Kebutuhan zat besi pada wanita juga meningkat pada saat hamil dan
melahirkan .ketika hamil seorang ibu di tuntut untuk memenuhi kebutuhan zat besi
untuk dirinya,tetapi juga harus memenuhi kebutuhan zat besi untuk pertumbuhan
janinya.selain itu ,pendarahan saat melahirkan juga dapat menyebabkan seorang
ibu kehilangan banyak zat besi.

b) Anemia Defisiensi Vitamin C


Anemia karena kekurangan vitamin c adalah sejenis anemia yang jarang
terjadi,yang disebabkan oleh kekurangan vitamin c yang berat dalam jangka waktu
lama. Penyebab kekurangan vitamin c biasanya adalah kurangnya asupan vitamin c
dalam makanan sehari hari.
Salah satu fungsi vitamin c adalah membantu menyeret zat besi,sehingga jika
terjadi kekurangan vitamin c ,maka jumlah zat besi yang diserap akan berkurang dan
bisa terjadi anemia. Untuk mendiagnosa penyakit ini dilakukan pengukuran kadar
vitamin c dalam darah. Pada anemia jenis ini sum-sum tulang menghasilkan sel darah
merah berukuran kecil.

c) Anemia Makrositik
Jenis anemia ini disebabkan karena tubuh kekurangan vitamin B12 atau asam
folat. Anemia ini memiliki ciri sel-sel darah abnormal dan berukuran besar
(Makrositer) dengan kadar hemoglobin per eritrosit yang normal atau lebih tinggi
(hiperkrom) dan MCV tinggi. MCV atau Mean Corpuscular Volume merupakan salah
satu karakteristik sel darah merah. Sekitar 90% anemia makrositik yang terjadi adalah
anemia pernisiosa.
Selain menggangu proses pembentukan sel darah merah kekurangan vitamin
b12 juga mempengaruhi sistem saraf,sehingga penderita anemia ini akan merasakan
kesemutan ditangan dan kaki ,tungkai dan kaki,dan tangan seolah mati rasa,serta kaki
dalam bergerak.gejala lain yang dapat terlihat diantaranya adalah buta warna
tertentu,termasuk warna kuning dan biru,luka terbuka dilidah atau lidah seperti
terbakar,penurunan berat badan,warna kulit menjadi lebih
gelap,linglung,depresi,penurunan fungsi intelektual.
Biasanya kekurangan vitamiin b12 terdiagnosis pada pemeriksaan darah rutin
untuk anemia.pada contoh darah yang diperiksadibawah mikroskop ,tampak selah
merah berukuran besar .juga dapat dilihat perubahan sel darah putih dan
trombosit,terutama jika penderita anemia dalam jangka waktu yang lama.jiika diduga
terjadi kekurangan ,maka dilakukan pengukuran kadar vitamin b12 dalam darah.

d) Anemia Hemolitik
Anemia hemolitik terjadi bila sel darah merah dihancurkan jauh lebih cepatdari
normal.umur sel darah merah normalnya 120 hari .pada anemia hemolitik,umur sel
darah merah lebih pendek sehingga sumsum tulang penghasil sel darah merah tidak
dapat memenuhi kebutuhan tubuh akan sel darah merah.

e) Anemia Sel Sabit


Anemia sel sabit (sickle cell anemia) adalah suatu penyakit keturunan yang
ditandai dengan sel darah merah yang berbentuk sabit ,kaku ,dan anemia hemolitik
kronik.pada penyakit sel sabit,sel darah merah memiliki hemoglobin(prootein
pengangkut oksigen) yang bentuknya abnormal,sehingga mengurangi jumlah oksigen
dalam sel dan menyebabkan bentuk sel menjadi seperti sabit.sel yang berbentuk sabit
akan menyumbat dan merusak pembuluh darah terkecil dalam limpa
,ginjal,otak,tulang,dan organ lainnya ,dan menyebabkan kurangnya pasokan oksigen ke
organ tersebut.sel sabit ini rapuh dan akan pecah pada saat melewati pembuluh
darah,kerusakan organ ,bahkan sampai pada kematian.

f) Anemia Aplastik
Merupakan jenis anemia yang berbahaya, karena dapat mengancam jiwa.
Anemia aplastik terjadi bila” pabrik”(sumsum tulang )pembuatan darah merah
terganggu .Pada anemia aplastik ,terjadi penurunan produksi sel darah (eritrosit,
leukosit dan trombosit).Anemia aplastik disebabkan oleh bahan kimia ,obat-obatan
,virus dan terkait dengan penyakit-penyakit yang lain.

1.4 Pengobatan Anemia


Perlu diketahui, anemia hanyalah sebuah gejala dan menemukan penyebabnya
adalah langkah penting dalam penanganan anemia.Pada dasarnya pengobatan akan
disesuaikan dengan penyebab terjadinya anemia .

B. Pengertian Hemostasis

Hemostasis berasal dari kata haima (darah) dan stasis (berhenti), merupakan proses
yang amat kompleks, berlangsung terus menerus dalam mencegah kehilangan darah secara
spontan, serta menghentikan pendarahan akibat adanya kerusakan sistem pembuluh darah.
Proses ini mencakup pembekuan darah (koagulasi) dan melibatkan pembuluh darah, agregasi
trombosit  (platelet) serta  protein plasma baik yang menyebabkan pembekuan maupun yang
melarutkan bekuan.

      Pada hemostasis primer terjadi vasokonstriksi inisial pada pembuluh darah yang cedera
sehingga aliran darah di sebelah distal cedera terganggu. Vasokonstriksi merupakan respon
segera terhadap cedera, yang diikuti dengan adhesi trombosit pada kolagen pada dinding
pembuluh yang terpajan dengan cedera dengan perantara faktor von Willbrand. Trombosit yang
teraktivasi menyebabkan reseptor trombosit Gp IIb/IIIa siap menerima ligan fibrinogen dan
terjadi agregasi trombosit dan membentuk plak trombosit yang menutup luka/truma . Proses ini
kemudian diikuti proses hemostasis sekunder yang ditandai dengan aktivasi koagulasi melalui
jalur intrinsik dan jalur ekstrinsik.

  2.1 Macam-macam luka dan Upaya pengendaliannya

Luka dapat didefinisikan sebagai rusaknya kesinambungan dinding pembuluh darah di


suatu tempat, sehingga terjadi hubungan langsung antara ruang intravaskuler dengan ruang
ekstravaskuler, termasuk dunia luar.

Dengan demikian, luka dapat digolongkan menjadi Luka Tertutup dan Luka terbuka.
Dari kedua luka tersebut mempunyai dampak yaitu terjadinya kehilangan cairan yang dapat
membawa pada renjatan atau shock bila tidak ada usaha untuk mengendalikannya.

Pengendalian luka oleh tubuh dibagi menjadi 3 tahap. Tahap pertama ialah usaha untuk
mengendalikan luka, yang berakhir dengan terbentuknya gumpalan darah (clot) yang berguna
untuk menghentikan pendarahan. Tahap kedua ialah penghancura gumpalan darah atau
resorpsi. Tahap ketiga ialah pembentukan kembali struktur semula (regenerasi) yang rusak pada
waktu luka

2.2    Pembekuan Darah

a.    Faktor Pembekuan darah

Di awal abad 20, Howell mengatakan bahwa ada 4 faktor penggumpal darah, yaitu
tromboblastin, protrombin, Ca 2+  dan fibrinogen. Dewasa ini telah diketahui paling tidak ada
12 faktor yang diperlukan dalam penggumpalan darah, seperti yang tampak pada table berikut
ini.

Faktor Nama

I Fibrinogen

II Protrombin

III Tromboplastin ( faktor jaringan)

IV Ca2+

V Proakselerin = globulin akselerator (Ac-glob)


VII Prokonvertin

VIII Faktor antihemofilia, globulin antihemofilia (AHG)

IX Komponen Tromboplastin plasma (faktor christmas)

IX Faktor stuart-power

X Anteseden tromboplastin plasma (PTA)

XII Faktor hageman

XIII Faktor Laki-Lorand

Tabel 1.1 faktor pembekuan darah. 

2.3   Gangguan Pembekuan Darah

Gangguan pada tingkat pembuluh darah. Hal ini disebabkan oleh adanya kekurangan
vitamin C dalam jumlah yang banyak dan dalam jangka waktu yang agak lama, yang berujung
pada kerapuhan pemmbuluh darah, terutama pembuluh darah kapiler. Akibatnya, mudah
terjadinya pendarahan bahkan oleh trauma ringan sekalipun.

Gangguan pada tingkat trombosit. Hal ini disebabkan adanya penurunan jumlah
trombosit yang mengakibatkan gangguan pada penggumpalan darah. Faktor penyabab
berkurangnya trombosit ini, bisa disebabkan berkurangnya jumlah megakaryosit yang mana
merupakan pembentukan sel asalnya yang berada di sumsum tulang. Hal ini dinamakan
Amegakaryocyte thrombopenia purpura (ATP). Selain disebabkan oleh Amegakaryocyte
thrombopenia purpura, penurunan jumlah tromosit juga dapat disebabkan karena beberapa
penyakit virus yang mengakibatkan penurunan jumlah trombosit dalam darah. Keadaan ini
disebut idiopathic thrombocytopenia purpura (ITP) . Salah satu contohnya adalah pada penyakit
Demam Berdarah Dengue (DBD). Pada DBD terjadi penurunan tajam dari jumlah trombosit di
dalam darah tepi, sehingga peenderita tiap saat terancam oleh bahaya pendarahan.

Pada penyakit pembuluh darah, termasuk aterosklerosis, trombosit cenderung mudah


beragregasi. Gerombolan trombosit ini akan mengendap dan melekat di suatu tempat,
menimbulkan trombus, yang mengganggu aliran darah ke hilir. Trombus ini dapat terlepas
menjadi embolus dapat menimbulkan akibat yang parah.

Gangguan pada faktor penggumpalan. Kelainan ini dapat disebabkan oleh 3 faktor.


Pertama, kelainan genetik. Kedua, kelainan karena kerusakan organ yang membuatnya. Dan
yang ketiga, kelainan yang disebabkan oleh adanya masalah pada faktor pendukung proses
sintesis.

Ada beberapa jenis penyakit kelainan penggumpalan darah yang disebabkan oleh
kelainan gen, yaitu hemofilia. Ada 2 jenis hemofilia yaitu hemofilia A dan hemofilia B.
Hemofilia A merupakan penyakit yang terkenal dalam sejarah karena menyangkut anak
keturunan dari Ratu Victoria yang memerintah Inggris Raya di sebagian besar abad XIX.
Penyakit ini disebabkan oleh kelainan gen tang menjadikan faktor VIII atau AHG. Meskipun
gen ini terdapat di kromosom x namun bersifat resesif sehingga laki – laki yang lebih sering
menjadi penderita dibandingkan perempuan.

Hemofilia B disebut juga penyakit christmas atau faktor XI. Gen ini juga terdapat di
kromosom x dan bersifat resesif. Pada penyakit Hemofilia A dan Hemofilia B sama – sama
menunjukkan ketidakmampuan darah untuk melakukan penggumpalan.  Hanya gen dari faktor
inilah yang terdapat di kromosom x, sedangkan faktor penggumpalan lain disebut otosom.
Penyakit von willebrand adalah salah satu contoh penyakit genetik otosom. Penyakit ini
ditandai dengan adanya gangguan pada kemampuan trombosit untuk melekat pada permukaan
dan juga gangguan pada faktor VIII. Darah si penderita masih dapat menggumpal, hanya saja
membutuhkan waktu yang lama. Kelainan penggumpalan lain yang disebabkan oleh genetik
otosom ialah kelainan pada faktor V yang dinamakan parahemofilia, faktor VII dan faktor X
(stuart). Selain itu, ada pula penyakit afibrinogenemia yang juga merupak genetik otosom yang
dicirikan dengan tidak adanya fibrinogen dalam darah oleh karena penderita tidak mampu
mensintesis fibrinogen sendiri. Saat ia terancam bahaya pendarahan, ia harus diberikan
fibrinogen dari luar tiap 10 – 14 hari karena biasanya fibrinogen akan lenyap dalam waktu 12 –
21 hari.

C. Definisi dan Epidemiologi


Limfoma maligna adalah penyakit keganasan primer dari jaringan
limfoid yang bersifat padat/ solid meskipun kadang-kadang dapat menyebar secara
sistemik. Secara garis besar, limfoma maligna dapat dibedakan menjadi dua jenis,
yaitu: (1) limfoma Hodgkin (LH) dan (2) limfoma non-Hodgkin (LNH). LH
merupakan penyakit keganasan yang mengenai sel-B limfosit dan khas ditandai
oleh adanya sel Reed Sternberg dengan latar belakang sel radang pleomorf
(limfosit, eosinofil, neutrophil, sel plasma dan histiosit). Sel Reed Sternberg adalah
sebuah sel yang sangat besar dengan ukuran diameter sekitar 15 sampai dengan 45
mikrometer, berinti besar multilobuler dengan banyak anak inti yang menonjol dan
sitoplasma yang sedikit eusinofilik. Karakteristik utama dari sel Reed Sternberg
adalah adanya dua buah inti yang saling bersisian yang di dalamnya masing-masing
berisi sebu- ah anak inti asidofilik yang besar dan mirip dengan inklusi yang
dikelilingi oleh daerah sel yang jernih. Gambaran morfologi tersebut membuat sel
Reed Sternberg tampak seperti mata burung hantu (owl-eye).
Gambar 2.1.
Sel Reed Sternberg.

40% limfoma pada orang dewasa dilaporkan sebagai LH. Insiden LH


tergolong stabil dengan sekitar 8.490 kasus baru pernah dilaporkan di A- merika
Serikat pada tahun 2010. LH lebih sering terjadi pada pria diban- dingkan dengan
wanita (1,2:1) dan lebih sering terjadi pada orang berkulit putih dibandingkan
dengan orang berkulit hitam. Distribusi usia pada LH tergolong bimodal dengan
usia puncak pertama yaitu sekitar 15 sampai de- ngan 34 tahun dan usia puncak
kedua yaitu sekitar lebih dari atau sama dengan 50 tahun.

3.1 Etiologi dan Patogenesis


Penyebab pasti dari limfoma Hodgkin (LH) hingga saat ini masih belum
jelas diketahui namun beberapa faktor, seperti paparan infeksi virus, faktor
keluarga dan keadaan imunosupresi diduga memiliki keterkaitan de- ngan
terjadinya LH. Pada 70% atau sepertiga dari kasus LH yang pernah dilaporkan di
seluruh dunia menunjukkan adanya keterlibatan infeksi virus Epstein Barr (EBV)
pada sel Reed-Sternberg. Ekspresi gen dari EBV diduga memicu terjadinya
transformasi dan pemrograman ulang dari sel-B limfosit menuju salah satu fenotif
LH. Pada saat terjadinya infeksi primer, EBV akan masuk dalam fase laten di
dalam memori sel-B limfosit sehingga EBV mampu bertahan sepanjang masa hidup
sel-B limfosit. EBV kemudian mengkode produk gen EBNA-1 dan LMP-1 yang
diduga berperan dalam proses transformasi memori sel-B lim-fosit. Produk-produk
gen ini bekerja pada jalur sinyal intraseluler di mana EBNA-1 bekerja secara
langsung de- ngan memberikan umpan negatif pada ek-spresi gen penekan tumor
dan me- ningkatkan perkembangan tumor melalui umpan positif pada CCL22 yang
kemudian memromosikan aktivasi sel-B limfosit. Pada saat yang bersamaan,
produk gen LMP-1 meniru sinyal yang dihasilkan oleh CD40 yang bekerja untuk
mengaktifkan jalur sinyal NF-kB, p38, PI3K, AP1 dan JAK-STAT dalam
memromosikan kelangsungan hidup sel-B limfosit. Infeksi EBV juga diduga
menjadi penyebab dari terjadinya mutasi genetik pada gen Ig yang mengkode
reseptor sel-B limfosit di mana EBV kemudian mengkode gen LMP-2 yang mampu
memrogram ulang sel-B limfosit matur menuju salah satu fenotif LH dan mencegah
terjadinya proses apoptosis melalui aktivasi sinyal penyelamatan pada pusat
germinal sel-B limfosit. Akibat dari adanya serangkaian proses tersebut di atas
menyebabkan terjadinya ekspansi klonal yang tidak terkontrol dari sel-B limfosit
yang kemudian akan mensekresikan berbagai sitokin, seperti IL-5 yang akan
menarik dan mengakti-vasi eosinofil dan IL-13 yang dapat menstimulasi sel Reed-
Sternberg lebih lanjut untuk mengekspresikan CD30 (Ki-1) dan CD15 (Leu-M1).
CD30 merupakan pe- nanda aktivasi limfosit yang diekspresikan oleh sel-sel
jaringan limfoid yang reaktif dan ganas, sedangkan CD15 merupakan penanda dari
granulosit, mo- nosit dan sel-T limfosit yang teraktivasi yang dalam keadaan
normal tidak diekspresikan oleh sel-B limfosit. Orang dengan riwayat keluarga
pernah menderita LH, terutama saudara kembar dan orang dengan gangguan sistem
imun, seperti penderita HIV/AIDS juga memiliki resiko yang tinggi untuk
menderita LH.

3.2 Klasifikasi
Klasifikasi limfoma Hodgkin (LH) yang umum digunakan hingga saat ini
yaitu klasifikasi histologik menurut REAL (Revised American Euro- pean
Lymphoma) dan WHO (World Health Organization) yang menglasifikasikan LH ke
dalam 5 tipe, yaitu (1) nodular sclerosing, (2) mixed cellularty, (3) lymphocyte
depleted, (4) lymphocyte rich dan (5) nodular lymphocyte predominant. LH tipe
nodular sclerosing, mixed cellularity, lymphocyte de- pleted dan lymphocyte rich
seringkali dikelompokkan sebagai LH klasik.

3.2.1 LH tipe nodular sclerosing.


LH tipe nodular sclerosing adalah tipe LH yang paling se- ring
dijumpai, baik pada penderita pria ataupun wanita, terutama pa- da para
remaja dan dewasa muda. LH tipe ini memiliki kecenderung- an predileksi
pada kelenjar getah bening yang terletak di supraklavikula, servikal dan
mediastinum. Karakteristik histologik dari LH tipe nodular sclerosing
adalah (1) adanya variasi dari sel Reed Stenberg yaitu sel lakuna yang
merupakan sebuah sel besar yang memiliki sebuah inti multilobus, anak inti
yang kecil dan multipel serta sitoplasma yang melimpah dan pucat dan (2)
adanya fibrosis dan sklerosis yang luas dengan pita kolagen yang membagi
jaringan limfoid ke dalam nodul-nodul berbatas dengan infiltrat seluler
yang mengandung limfosit, eosinofil, histiosit dan sel lakuna.
Gambar 2.2.
Gambaran Histopatologik pada LH Tipe Nodular Sclerosing.

3.2.2 LH tipe mixed cellularity.


LH tipe mixed cellularity adalah tipe LH yang paling sering
terjadi pada anak-anak dan penderita yang berusia lebih dari atau sa- ma
dengan 50 tahun serta mencangkup 25% dari keseluruhan kasus LH yang
dilaporkan. Pria lebih dominan untuk menjadi penderita dibandingkan
dengan wanita dan LH tipe ini memiliki kecenderungan predileksi pada
kelenjar getah bening yang terletak di abdomen dan limpa. Karakteristik
histologik dari LH tipe mixed cellularity adalah sel Reed Sternberg yang
berlimpah di dalam infiltrat inflamasi heterogen yang mengandung limfosit
berukuran kecil, eosinofil, sel plasma dan makrofag. LH tipe ini juga yang
paling sering menunjukkan manifestasi sistemik dibandingkan dengan tipe-
tipe lainnya.

Gambar 2.3.

Gambaran Histopatologik dari LH tipe Mixed-Cellularity.


3.2.3 LH tipe lymphocyte depleted.
LH tipe lymphocyte depleted merupakan tipe LH yang paling
jarang dijumpai dan hanya mencangkup kurang dari 1% dari ke- seluruhan
kasus LH namun merupakan tipe LH yang paling agresif dibandingkan
dengan tipe LH lainnya. LH tipe ini paling sering terjadi pada penderita
dengan usia yang sudah lanjut dan seringkali dihubungkan dengan infeksi
virus HIV/AIDS. Infiltrat pada LH tipe ini lebih sering tampak difus dan
hiposeluler sedangkan sel Reed Stern- berg hadir dalam jumlah yang besar
dan bentuk yang bervariasi. LH tipe lymphocyte depleted dapat dibagi
menjadi subtipe retikuler de- ngan sel Reed Sternberg yang dominan dan
sedikit limfosit serta sub- tipe fibrosis difus di mana kelenjar getah bening
digantikan oleh jari- ngan ikat yang tidak teratur dan dijumpai sedikit sel
limfosit dan sel Reed Sternberg.

3.2.4 LH tipe lymphocyte rich.


LH tipe lymphocyte rich mencangkup kurang dari 5% dari
keseluruhan kasus LH. Karakteristik histologic dari LH tipe ini ada- lah
adanya sel Reed Sternberg dengan latar belakang infiltrat sel limfosit serta
sedikit eosinofil dan sel plasma yang dapat berpola difus atau noduler.

3.2.5 LH tipe nodular lymphocyte predominant.


LH tipe nodular lymphocyte predominant mencangkup se- kitar
5% dari keseluruhan kasus LH. Karakteristik histologik dari LH tipe ini
yaitu adanya variasi sel Reed Sternberg limfohistiositik (L & H) yang
memiliki inti besar multilobus yang halus dan menyerupai gambaran
berondong jagung (pop-corn). Sel Reed Sternberg L & H biasanya
ditemukan di dalam nodul besar yang sebagian besar dipenuhi oleh sel-B
limfosit kecil yang bercampur dengan makrofag sedangkan sel-sel reaktif
lainnya seperti eosinofil, neutrophil dan sel plasma jarang ditemukan.
Varian sel ini juga biasanya tidak menghasilkan CD30 dan CD15 seperti
sel Reed Sternberg pada umumnya melainkan menghasilkan CD20.
Gambar 2.4.
Gambaran Histopatologik pada LH Tipe Nodular Lymphocyte Predominant.

3.3 Diagnosis dan Staging


Penegakan diagnosis dari limfoma Hodgkin (LH) dilakukan dengan
mempertimbangkan temuan yang diperoleh pada saat melakukan anamnesis,
pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang terhadap penderita.

3.3.1 Anamnesis.
3.3.1.1 Gejala konstitusional yang terdiri atas:
3.3.1.1.1 Simtom B yang terdiri atas penurunan berat badan lebih dari
10% dalam 6 bulan terakhir, demam lebih dari 38 derajat
Celcius dan berkeringat di malam hari.
3.3.1.1.2 Demam Pel-Ebstein yaitu demam tinggi selama 1 sampai 2
minggu lalu terdapat periode afebril selama 1 sampai 2 minggu
kemudian demam tinggi muncul kembali.
3.3.1.1.3 Pruritus yaitu rasa gatal pada sebagian atau seluruh tubuh.
3.3.1.1.4 Rasa nyeri yang timbul di daerah limfa setelah meminum
alkohol.
3.3.1.2 Nyeri dada, batuk, sesak napas serta nyeri punggung atau nyeri
tulang.
3.3.1.3 Riwayat keluarga dengan penyakit yang sama, terutama pada
LH tipe nodular sclerotic.
3.3.2 Pemeriksaan Fisik.
3.3.2.1 Limfadenopati asimptomatik, yaitu pembesaran kelenjar getah bening
yang tidak nyeri, biasanya asimetrik dengan konsistensi yang padat
kenyal seperti karet. Adapun predileksi kelenjar getah bening yang
biasanya terlibat, yaitu leher (60-70%), axila (10- 15%), inguinal (6-
12%), mediastinum (6-11%), hilus paru, kelenjar para-aorta dan retro-
peritoneal.
3.3.2.2 Splenomegali dan hepatomegali tetapi jarang bersifat masif.
3.3.2.3 Sindrom superior vena cava dengan tanda dan gelajanya berupa
distensi pada vena leher dan dinding dada, edema pada wajah dan
ekstremitas atas, sesak napas dan sakit kepala pada penderita dengan
limfadenopati mediastinum yang bersifat masif.
3.3.3 Pemeriksaan Penunjang.
3.3.3.1 Pemeriksaan hematologik, dapat ditemukan adanya anemia, neu-
trofilia, eosinofilia, limfopenia, serta laju endap darah dan LDH
(lactate dehydrogenase serum) yang meningkat pada pemeriksaan
darah lengkap.
3.3.3.2 Pemeriksaan pencitraan, dapat ditemukan gambaran radiopaque dari
nodul unilateral atau bilateral yang berbatas tidak tegas atau tegas serta
konsolidasi pada pemeriksaan foto polos dada proyeksi Posterior
Anterior (PA); gambaran hiperdens dari massa jaringan lunak multipel
akibat agregasi nodul pada pemeriksaan CT scan dengan kontras di
daerah thorax, abdomen atau pelvis.
3.3.3.3 Pemeriksaan histopatologik, dapat ditemukan adanya sel Reed
Sternberg dengan latar belakang sel radang pleomorf pada peme-
riksaaan biopsi kelenjar getah bening.
3.3.3.4 Pemeriksaan imunohistokimia, dapat ditemukan penanda CD15,
CD20 atau CD30 pada sel Reed Sternberg.
3.3.3.5 Pemeriksaan lainnya, seperti tes fungsi hati, ginjal dan paru, eko-
kardiografi dan eletrokardiografi digunakan untuk mengetahui adanya
tanda dan gejala keterlibatan organ lainnya selain kelenjar getah bening
serta tes kehamilan pada penderita wanita muda.
Staging limfoma Hodgkin (LH) yang umum digunakan hingga saat ini
yaitu staging menurut kriteria Ann Arbor dengan revisi Costwold. Adapun staging
LH berdasarkan kriteria tersebut dimuat dalam tabel 2.1.

Tabel 2.1.
Staging Limfoma Hodgkin (LH) berdasarkan Kritera Ann Arbor
dengan Revisi Costwold.9

Stadium Keterlibatan Jaringan


I Satu daerah kelenjar getah bening atau satu daerah ekstralimfatik.
Dua atau lebih daerah kelenjar getah bening pada sisi diafragma yang
II
sama atau perluasan ekstralimfatik yang berdekatan ditambah satu atau lebih
daerah kelenjar getah bening pada sisi diafragma yang sama.
Daerah kelenjar getah bening pada kedua sisi diafragma yang bisa
III
diikuti oleh perluasan ekstralimfatik yang berdekatan.
IV Keterlibatan difus dari satu atau lebih daerah atau organ ekstralimfatik.
Sufix Ciri
A Tanpa gejala pada sufix B.
Terdapat salah satu gejala di bawah ini:

B  Penurunan berat badan > 10% dalam 6 bulan terakhir.


 Demam rekuren > 38 derajat Celcius.
 Berkeringat di malam hari.

Bulky tumor yang merupakan massa tunggal dengan diameter > 10 cm


X
atau massa mediastinum dengan ukuran > 1/3 dari diameter transversal
transtorakal maksimum pada foto polos dada Posterior Anterior (PA).

3.4 Penatalaksanaan
Penatalaksanaan limfoma Hodgkin (LH) berbeda-beda sesuai dengan tipe
dan stadiumnya dengan modalitas penatalaksanaan yang terdiri atas radioterapi,
kemoterapi dan terapi kombinasi. EORTC (European Organiza- tion for Research
and Treatment of Cancer) mengelompokkan penderita LH klasik ke dalam 3 stage
berdasarkan atas kriteria yang terdiri atas stadium L- H dengan ada atau tidak
adanya faktor resiko sebagaimana yang ditunjukkan pada tabel 2.2.
Tabel 2.2.
Stage dari Limfoma Hodgkin Klasik menurut EORTC (European Organization for
Research and Treatment of Cancer).8,10

Stage Kriteria
Early-Stage Favorable Stadium I-IIA, tanpa faktor resiko.
Early-Stage Unfavorabel. Stadium I-IIA, > 1 faktor resiko
Advanced-Stage Disease Stadium IIB, III dan IV
Faktor Resiko
1. Adenopati mediastinum yang besar (massa melewati 1/3 diameter
horizontal dada).
2. Usia > 50 tahun.
3. Peningkatan laju endap darah > 50 mm/ jam tanpa gejala sistemik atau
> 30 mm/ jam dengan gejala sistemik.
4. Keterlibatan > 4 daerah kelenjar getah bening.

3.4.1 Early-Stage Favorable.


Penatalaksanaan LH klasik early-stage favorable dilakukan
dengan pemberian kemoterapi regimen ABVD (Adriamycin 25 mg/ m 2, IV,
hari ke-1 dan 15; Bleomycin 10 mg/ m2, IV, hari ke-1 dan 15; Vinblastine 6
mg/ m2, IV, hari ke-1 dan 15; Dacarbazine 375 mg/ m 2, IV, hari ke-1 dan
15) dalam 2 siklus dan diikuti dengan pembe- rian radioterapi sebesar 20
Gy.

3.4.2 Early-Stage Unfavorable.


Penatalaksanaan LH klasik early-stage unfavorable dilaku- kan
dengan pemberian kemoterapi regimen ABVD (Adriamycin 25 mg/ m 2, IV,
hari ke-1 dan 15; Bleomycin 10 mg/ m 2, IV, hari ke-1 dan 15; Vinblastine 6
mg/ m2, IV, hari ke-1 dan 15; Dacarbazine 375 mg/ m 2, IV, hari ke-1 dan
15) dalam 4 siklus dan diikuti dengan pemberian radioterapi sebesar 30 Gy.
Penatalaksanaan lainnya yang lebih intensif yaitu dengan pemberian
kemoterapi regimen BEAC- OPP (Bleomycin 10 mg/ m 2, IV, hari ke-1 dan
8; Etoposide 200 mg/ m2, IV, hari ke-1 sampai 3; Adriamycin 35 mg/ m 2,
IV, hari ke-1;
Cyclophosphamide 1.250 mg/ m2, IV, hari ke-1; Oncovin 1,4 mg/ m2, IV,
hari ke-1 dan 8; Procarbazine 100 mg/ m2, oral, hari ke-1 sampai 7;
Prednisone 40 mg/ m2, oral, hari ke-1 sampai 14) dengan dosis meningkat
dalam 2 siklus serta diikuti dengan pemberian kemoterapi regimen ABVD
dalam 2 siklus dan radioterapi sebesar 30 Gy. 4,8

3.4.3 Advanced-Stage Disease.


Penatalaksanaan LH klasik advanced-stage disease dilaku- kan
dengan pemberian kemoterapi regimen ABVD atau BEACOPP dalam 6
sampai 8 siklus dan diikuti dengan pemberian radioterapi jika ukuran
limfoma > 1,5 cm setelah pemberian kemoterapi regimen ABVD atau > 2,5
cm setelah pemberian kemoterapi regimen BEA- COPP.

3.4.4 LH tipe nodular lymphocyte predominant.


Penatalaksanaan LH tipe nodular lymphocyte predominant
berbeda dengan penatalaksanaan LH klasik oleh karena LH tipe ini
memiliki karakteristik biologis yang berbeda dengan LH klasik oleh karena
adanya CD20. Pada penderita dengan stadium IA tanpa adanya faktor
resiko, dapat dilakukan pengangkatan kelenjar getah bening yang diikuti
dengan watchful waiting atau pemberian radioterapi sedangkan pada
penderita dengan stadium yang lebih lanjut, dapat dilakukan pemberian
kemoterapi regimen ABVD yang dikombi- nasikan dengan Rituximab.

3.5 Respon terhadap Terapi dan Prognosis


Respon yang diberikan oleh penderita limfoma Hodgkin (LH) terhadap
terapi yang diberikan dapat dievaluasi melalui sebuah kriteria yang dikenal sebagai
kriteria RECIST (Response Evaluation Criteria in Solid Tumours) yang terdiri atas:

a. Respon lengkap, jika semua lesi target menghilang.


b. Respon parsial, jika terjadi pengurangan ukuran sekurang-kurangnya 30%
dari diameter total lesi target.
c. Penyakit progresif, jika terjadi penambahan ukuran sekurang-kurangnya
20% dari diameter total lesi target.
d. Penyakit stabil, jika tidak terjadi penurunan ataupun penambahan ukuran
untuk memenuhi kriteria respon parsial ataupun penyakit progresif.
Tujuan utama dari terapi yang diberikan kepada penderita LH adalah untuk
bisa mencapai respon lengkap. Jika respon lengkap tidak dapat dicapai, maka
diharapkan dapat membantu memerpanjang kelangsungan hidup pen- derita dengan
senantiasa memberikan terapi yang adekuat dan teratur.

Prognosis dari limfoma Hodgkin (LH) ditentukan oleh beberapa fak- tor, di
antaranya stadium penyakit, umur penderita, tipe penyakit secara his- topatologik dan
lainnya. Masa bebas penyakit LH setelah 5 tahun terapi yaitu 85% pada stadium I sampai
II, 70% pada stadium IIIA dan 50% pada sta- dium IIIB dan IV.

D. Defenisi Darah Kental

Darah kental atau polisitemia adalah peningkatan jumlah sel darah (sel darah merah,
sel darah putih, keping darah) di atas jumlah normal. Penyakit ini memiliki banyak variasi. Ada
yang merupakan kondisi akibat hipertensi, obesitas atau kegemukan, stres, hipoksia (kurangnya
kadar oksigen dalam sel), atau karena mutasi gen pada sel induk di sumsum tulang. Bila
terdapat mutasi gen, maka disebut dengan polisitemia vera.

Polisitemia dapat meningkatkan risiko terjadinya sumbatan pada pembuluh darah


(arteri atau vena). Hal ini mempermudah terjadinya komplikasi berupa beberapa jenis penyakit
stroke atau serangan jantung.

4.1 Diagnosis Darah Kental

Penentuan diagnosis darah kental atau polisitemia dapat dilakukan melalui


pemeriksaan darah. Pada pemeriksaan darah akan dilakukan pemeriksaan untuk mengetahui
beberapa hal, seperti:

 Peningkatan jumlah sel darah merah. Terkadang juga bisa disertai peningkatan trombosit dan
sel darah putih.
 Peningkatan hematokrit. Hematokrit adalah persentase sel darah merah dalam volume
darahpeningkatan hemoglobin.
 Peningkatan haemoglobin. Ini adalah protein kaya zat besi yang mengangkut oksigen dalam sel
darah merah.
 Eritropoietin. Ini merupakan hormon yang merangsang sumsum tulang untuk memproduksi sel
darah merah baru.
 Aspirasi sumsum tulang atau biopsi. Jika dari pemeriksaan laboratorium darah dicurigai adanya
polisitemia. Sampel sumsum tulang akan diambil dan dianalisis untuk pemeriksaan histologi.
4.2 Gejala Darah Kental

Sebagian besar penderita darah kental atau polisitemia tidak merasakan gejala yang
berarti. Namun pada beberapa kasus, terdapat gejala polisitemia yang pernah dilaporkan.
Misalnya:

 Gatal, terutama setelah mandi dengan air hangat


 Sakit kepala atau pusing
 Lemah
 Keringat berlebih
 Sesak napas, terutama ketika berbaring
 Pembengkakan yang disertai nyeri pada satu sendi, seringkali sendi ibu jari kaki
 Rasa baal atau kebas, kesemutan, kelemahan pada tangan, lengan, tungkai, atau kaki
 Kembung atau sebah pada perut kiri atas akibat pembesaran organ limpa

4.3 Pengobatan Darah Kental

Terapi-terapi polisitemia yang ada saat ini bertujuan untuk mengurangi gejala dan
memperpanjang kemungkinan hidup pasien. Sayangnya hingga saat ini belum ditemukan terapi
yang dapat menyembuhkan pasien seratus persen. Namun, pasien polisitemia tetap memerlukan
pengobatan untuk memperbaiki kualitas hidupnya.

Terapi akan disesuaikan dengan penyebab polisitemia tersebut. Apabila penyebab


polisitemia tidak diketahui, maka yang diperlukan adalah monitor teratur. Pengobatan utama
ditujukan untuk mencegah terbentuknya penyumbatan serta untuk mengurangi keluhan gatal
yang muncul. Caranya adalah penggunaan obat-obatan dan terapi.

Obat yang digunakan berfungsi untuk menekan produksi sel darah di sumsum tulang.
Terapi terhadap polisitemia umumnya dilakukan dengan cara mengurangi atau mengeluarkan
darah dari dalam tubuh sampai jumlah hematokrit berada dalam batas normal.

4.4 Penyebab Darah Kental

Penyebab darah kental atau polisitemia terbagi menjadi dua kelompok, yaitu penyebab
primer dan sekunder.

1. Penyebab primer. Sumsum tulang memproduksi terlalu banyak sel darah merah akibat
adanya mutasi genetik. Hal ini disebut sebagai polisitemia vera. Kondisi ini jarang terjadi,
namun dapat ditemukan pada usia separuh baya dan orang tua.

2. Penyebab sekunder. Sumsum tulang memproduksi terlalu banyak sel darah merah akibat
kurangnya kadar oksigen dalam tubuh. Apabila kadar oksigen menurun, sumsum tulang
merespons kebutuhan oksigen tambahan dengan memproduksi sel darah merah lebih
banyak lagi.
Kekurangan oksigen dapat disebabkan oleh penyakit paru kronik seperti Penyakit Paru
Obstruktif Kronik (PPOK), penyakit ginjal, sindroma Cushing, hemangioblastoma, dan
seseorang yang sedang berada di ketinggian (misalnya pegunungan).

Terdapat bentuk lain polisitemia yakni polisitemia relatif. Penyebabnya cukup


beragam, antara lain terlalu banyak minum alkohol, obesitas, hipertensi, stres, dan dehidrasi
(kekurangan cairan). Umumnya kondisi polisitemia jenis ini bersifat sementara dan dapat
kembali normal asalkan penyebabnya diatas.
ASUHAN KEBIDANAN ANTENATAL FISIOLOGIS
PADA  Ny. ”M” GESTASI 16-18 MINGGU DENGAN ANEMIA RINGAN
DI PUSKESMAS PERBAUNGAN
TANGGAL 14 JULI 2020

NO. REGISTER         : 3389xxx


TGL MASUK             : 14 JULI 2020                       JAM : 09.30 WIB
TGL PENGKAJIAN  : 14 JULI 2020                        JAM : 09.38 WIB

IDENTITAS SUAMI/ISTRI
Nama                     : Ny.N / Tn.M
Umur                      : 25 tahun / 30 tahun
Suku                       : Perbaungan / Perbaungan
Agama                    : Islam / Islam
Pendidikan             : SMP/ SMA
Pekerjaan               : IRT / Buruh Harian
Alamat                   : Jl. Batang Terap

DATA SUBJEKTIF (S)


1.      Ibu mengatakan hamil 4 bulan dan mengeluh sering merasa pusing, cepat  lelah, dan nafsu
makan berkurang dirasakan sejak seminggu yang lalu.
2.      Ibu mengatakan ini kehamilannya yang pertama dan tidak pernah keguguran
3.      Ibu mengatakan HPHT tanggal 21 maret 2020
4.      Ibu mengatakan baru pertama kali memeriksakan kehamilannya.

DATA OBJEKTIF (O)


1.      Ibu terlihat lemah
2.      TTV     :
·         TD :100/70 mmhg
·         N:80x/ menit
·         P: 24x/ menit
·         S :36 0c
3.      Wajah dan Conjungtiva terlihat pucat
4.      Palpasi    Abdomen     :
·   Leopold  I     :  ½  symphisis - pusat
·   Leopold  II   :  ballotment (+)
·   Leopold  III  :  ballotment (+)
·   Leopold  IV  :  ballotment (+)
5.      Pemeriksaan Hb : 9 gr%

ASSESMENT (A)
Diagnosa                     : Ibu G1 P0 A0, hamil  16-18  minggu, intra uterine, keadaan ibu dengan
anemia ringan.
Masalah Aktual           :  Ibu dengan Anemia Ringan
Masalah Potensial       : Anemia Sedang/Berat
Tindakan emergency/konsultasi/kolaborasi/rujukan : Tidak ada indikasi

PLANNING (P)

Tanggal 14 Juli 2020                           Jam : 09.43 Wib


1.      Menjelaskan pada ibu mengenai kondisi kehamilannya dengan keadaannya yang pusing,
cepat  lelah, dan nafsu makan berkurang bahwa ia mengalami anemia ringan
Hasil : ibu mengerti penjelasan yang diberikan
2.      Menjelaskan pada ibu penyebab utama dan dampak buruk anemia bagi dirinya dan janinnya
yaitu:
-          Terhadap ibu : Perdarahan, Mudah terjadi infeksi, Persalinan lama, Retensio plasenta,dll.
-          Terhadap Janin : Keguguran, kematian janin dalam rahim, BBLR, lahir kurang bulan,
mudah terjadi infeksi sampai kematian
Hasil : ibu mengerti dan memahaminya
3.      Berikan tablet  Fe 1x1 tab/ hari dan vit B komplek 3x1 tab/ hari
Hasil : ibu mau menerimanya dan mengonsumsinya
4.      Jelaskan cara meminum tablet Fe yang benar yaitu diminum dengan air putih atau air jeruk
untuk membantu penyerapanya. Menghindari minum dengan teh atau kopi karena akan
menghambat penyerapan. Diminum malam hari sebelum tidur untuk mengurangi mual.
Hasil : ibu mengerti dan mau melaksanakannya
5.      Jelaskan efek samping mengkonsumsi tablet Fe yaitu feses menjadi hitam namun hal itu
adalah normal, terasa mual setelah mengkonsumsi maka sebaiknya dikonsumsi sebelum tidur
pada malam hari.
Hasil : ibu mengerti penjelasan yang diberikan
6.      Anjurkan untuk beristirahat yang cukup minimal 8 jam sehari dan mengurangi aktifitas
Hasil : ibu mau melakukannya
7.      Anjurkan pada ibu untuk mengkonsumsi makanan yang bergizi seperti sayuran hijau, ikan, 
tempe,  tahu  dan buah-buahan serta  minum susu.
Hasil : ibu bersedia melakukannya
8.      Jelaskan pada ibu tanda bahaya kehamilan
Hasil : ibu mengerti penjelasan yang diberikan
9.      Anjurkan ibu melakukan kunjungan ulang 4 minggu lagi atau kapan saja jika ada keluhan
Hasil : ibu bersedia melakukannya
Anemia adalah berkurangnya hingga di bawah nilai normal sel darah merah,
kualitas hemoglobin dan volume packed red bloods cells (hematokrit) per 100 ml darah
(Price, 2006 : 256). Dengan demikian anemia bukan merupakan suatu diagnosis atau
penyakit, melainkan merupakan pencerminan keadaan suatu penyakit atau gangguan
fungsi tubuh dan perubahan patotisiologis yang mendasar yang diuraikan melalui
anemnesis yang seksama, pemeriksaan fisik dan informasi laboratorium.

Hemostasis berasal dari kata haima (darah) dan stasis (berhenti), merupakan
proses yang amat kompleks, berlangsung terus menerus dalam mencegah kehilangan
darah secara spontan, serta menghentikan pendarahan akibat adanya kerusakan sistem
pembuluh darah. Proses ini mencakup pembekuan darah (koagulasi) dan melibatkan
pembuluh darah, agregasi trombosit  (platelet) serta  protein plasma baik yang
menyebabkan pembekuan maupun yang melarutkan bekuan.

Limfoma maligna adalah penyakit keganasan primer dari jaringan limfoid yang
bersifat padat/ solid meskipun kadang-kadang dapat menyebar secara sistemik. Secara
garis besar, limfoma maligna dapat dibedakan menjadi dua jenis, yaitu: (1) limfoma
Hodgkin (LH) dan (2) limfoma non-Hodgkin (LNH). LH merupakan penyakit
keganasan yang mengenai sel-B limfosit dan khas ditandai oleh adanya sel Reed
Sternberg dengan latar belakang sel radang pleomorf (limfosit, eosinofil, neutrophil, sel
plasma dan histiosit).

Darah kental atau polisitemia adalah peningkatan jumlah sel darah (sel darah
merah, sel darah putih, keping darah) di atas jumlah normal. Penyakit ini memiliki
banyak variasi. Ada yang merupakan kondisi akibat hipertensi, obesitas atau
kegemukan, stres, hipoksia (kurangnya kadar oksigen dalam sel), atau karena mutasi
gen pada sel induk di sumsum tulang. Bila terdapat mutasi gen, maka disebut dengan
polisitemia vera.
Polisitemia dapat meningkatkan risiko terjadinya sumbatan pada pembuluh
darah (arteri atau vena). Hal ini mempermudah terjadinya komplikasi berupa beberapa
jenis penyakit stroke atau serangan jantung.

Sebagian besar penderita darah kental atau polisitemia tidak merasakan gejala
yang berarti. Namun pada beberapa kasus, terdapat gejala polisitemia yang pernah
dilaporkan. Misalnya:

 Gatal, terutama setelah mandi dengan air hangat


 Sakit kepala atau pusing
 Lemah
 Keringat berlebih
 Sesak napas, terutama ketika berbaring
 Pembengkakan yang disertai nyeri pada satu sendi, seringkali sendi ibu jari kaki
 Rasa baal atau kebas, kesemutan, kelemahan pada tangan, lengan, tungkai, atau kaki
 Kembung atau sebah pada perut kiri atas akibat pembesaran organ limpa

Penyebab darah kental atau polisitemia terbagi menjadi dua kelompok, yaitu penyebab
primer dan sekunder.

1. Penyebab primer. Sumsum tulang memproduksi terlalu banyak sel darah merah akibat
adanya mutasi genetik. Hal ini disebut sebagai polisitemia vera. Kondisi ini jarang
terjadi, namun dapat ditemukan pada usia separuh baya dan orang tua.

2. Penyebab sekunder. Sumsum tulang memproduksi terlalu banyak sel darah merah
akibat kurangnya kadar oksigen dalam tubuh. Apabila kadar oksigen menurun, sumsum
tulang merespons kebutuhan oksigen tambahan dengan memproduksi sel darah merah
lebih banyak lagi.
1. Menurut Price, 2006 : 256, Anemia adalah…………..
a. suatu diagnosis atau penyakit, melainkan merupakan pencerminan keadaan
suatu penyakit atau gangguan fungsi tubuh dan perubahan patotisiologis yang
mendasar yang diuraikan melalui anemnesis yang seksama, pemeriksaan fisik
dan informasi laboratorium.
b. proses yang amat kompleks, berlangsung terus menerus dalam mencegah
kehilangan darah secara spontan, serta menghentikan pendarahan akibat
adanya kerusakan sistem pembuluh darah.
c. berkurangnya hingga di bawah nilai normal sel darah merah, kualitas
hemoglobin dan volume packed red bloods cells (hematokrit) per 100 ml
darah.
d. Kekurangan sel darah merah.

2. Terdapat gejala polisitemia yang pernah dilaporkan. Misalnya…….(kecuali)…


a. Gatal, terutama setelah mandi dengan air hangat
b. Kejang-Kejang

c. Sakit kepala atau pusing

d. Lemah

3. Penyebab darah kental atau polisitemia terbagi menjadi dua kelompok, yaitu
penyebab……

a. Primer dan sekunder

b. Tersier dan last

c. Primer dan tersier


d. Sekunder dan last

4. Darah kental atau polisitemia adalah……………..

a. proses yang amat kompleks, berlangsung terus menerus dalam mencegah


kehilangan darah secara spontan, serta menghentikan pendarahan akibat
adanya kerusakan sistem pembuluh darah.

b. penyakit keganasan primer dari jaringan limfoid yang bersifat padat/ solid
meskipun kadang-kadang dapat menyebar secara sistemik.

c. peningkatan jumlah sel darah (sel darah merah, sel darah putih, keping darah)
di atas jumlah normal.

d. meningkatkan risiko terjadinya sumbatan pada pembuluh darah (arteri atau


vena).

5. Hemostasis berasal dari kata haima (darah) dan stasis (berhenti), merupakan…..

a. Proses yang amat kompleks, berlangsung terus menerus dalam mencegah


kehilangan darah secara spontan, serta menghentikan pendarahan akibat
adanya kerusakan sistem pembuluh darah.

b. Proses pembukuan darah yng terjadi secara sistemik.

c. Proses penyempurnaan suatu kelainan darah yg sedang menggalami kerusakan.

d. System kekebalan tubuh yang menjaga luka agar tidak terjadi perdarahan.

6. Terdapat bentuk lain polisitemia yakni……….

a. polisitemia sekunder

b. polisitema primer

c. polisitemia relative

d. polisitemia tersier

7. Terapi-terapi polisitemia yang ada saat ini bertujuan untuk………….

a. Mempermudah jalan hidup seseorang.


b. Memperpanjang hidup seseorang.

c. Mempermudah tenaga kesehatan memprediksi penyakit ini.

d. Mengurangi gejala dan memperpanjang kemungkinan hidup pasien.

8. Respon yang diberikan oleh penderita limfoma Hodgkin (LH) terhadap terapi yang
diberikan dapat dievaluasi melalui sebuah kriteria yang dikenal sebagai kriteria……

a. RECIST (Response Evaluation Criteria in Solid Tumours)

b. RECOST (Response Evaluation Criteria on Solid Tumours)

c. RECEST (Response Evaluation Criteria end Solid Tumours)

d. RECPST (Response Evaluation Criteria pain Solid Tumours)

9. Jenis anemia ini disebabkan karena tubuh kekurangan vitamin B12 atau asam
folat adalahh jenis anemia………….
a. Anemia Holistik
b. Anemia Makrositik
c. Anemia Bulan Sabit
d. Anemia Aplastik
10. Penatalaksanaan limfoma Hodgkin (LH) berbeda-beda sesuai dengan tipe dan
stadiumnya dengan modalitas penatalaksanaan yang terdiri atas……
a. rodgen, radioterapi dan hypnotherapy.
b. radioterapi, kemoterapi dan terapi kombinasi.
c. radioterapi, kemoterapi.
d. kemoterapi, hypnoterapi.

1. C
2. B
3. A
4. C
5. A
6. C
7. D
8. A
9. B
10. B

1. Ansell SM. Hodgkin Lymphoma: Diagnosis and Treatment. Mayo Clin Proc.
2015;90(11):1574-1583p.
2. Bakta IM. Hematologi Klinik Ringkas. Edisi 1. Jakarta. EGC. 2006. 192-202- p.

3. Chowdhury S, Rahman M, Abm M. 2014. Review Article Anemia in Pregnancy,


medical today. 26(1):49–52.
4. Eisenhauer E, Therasse P, Bogaerts J, Schwartz L, Sargent D, Ford R et al.
New response evaluation criteria in solid tumours: Revised RECIST guideline
(version 1.1). European Journal of Cancer. 2009;45(2):228-247p.
5. Goljan EF. Rapid Review Pathology. Edisi 4. Philadelphia. W. B. Saunders
Company. 2014. 341-343p.
6. Hodgkin Lymphoma Guidelines: Diagnosis, Staging, Risk Stratification [In-
ternet]. Emedicine.medscape.com. 2016 [Tanggal akses: 5 Maret 2017].
Sumber:http://emedicine.medscape.com/article/2500018-overview#showall
7. Hodgkin Lymphoma-Lymphoma Research Foundation [Internet]. Lympho-
ma.org. 2017 [Tanggal akses: 20 Agustus 2020].Sumber:http://www.lympho-
ma.org/site/pp.asp?c=bkLTKaOQLmK8E&b=6300137&gclid=CjwKEAiAi-
_FBRCZyPm_14CjoyASJAClUigOv0RyD2fITMHgLLoQSWgJUqTk3FDV
geu3jtiMVmigZxoCM4Hw_wcB

8. Hodgkin Lymphoma: Practice Essentials, Background, Pathophysiology


[Internet]. Emedicine.medscape.com. 2016 [Tanggal akses: 18 Agustus
2020].Availablefrom:http://emedicine.medscape.com/article/201886overvie
w#show- all.
9. Kumar V, Abbas AK, Aster JC. Robbins Basic Pathology. Edisi 9. Philadel- phia.
W. B. Saunders Company. 2013. 440-442p.
10. Longo DL, Kasper DL, Jameson JL, Fauci AS, Hauser SL, Loscalzo J. Harri- son’s
Principles of Internal Medicine. Edisi 18. Amerika Serikat. McGraw- Hill
Companies. 2012. 919-935p.
11. McDade L. Classical Hodgkin’s Lymphoma: Pathogenesis and Future Treat-
ment Directions. Res Medica. 2015;23(1):47-57p.
12. Yuni EY.2015. Kelainan Darah. Yogyakarta: Nuha Medika.
13. Swerdlow S, Campo E, Pileri S, Harris N, Stein H, Siebert R et al. The 2016
revision of the World Health Organization classification of lymphoid neo-
plasms. Blood. 2016;127(20):2375-2390.
MODUL ASUHAN KEBIDANAN DENGAN
PENYAKIT SISTEMIK DAN ENDEMIK
NS

14. Eisenhauer E, Therasse P, Bogaerts J, Schwartz L, Sargent D, Ford R et al.


New response evaluation criteria in solid tumours: Revised RECIST
guideline (version 1.1). European Journal of Cancer. 2009;45(2):228-247p.

Anda mungkin juga menyukai