i
KATA PENGANTAR
Penulis,
ii
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
BAB II PEMBAHASAN
2.1.3. Etiologi........................................................................................... 6
iii
2.2.5. Evaluasi ........................................................................................ 23
3.2. Saran........................................................................................................... 24
DAFTAR PUSTAKA
iv
i
BAB I
PENDAHULUAN
1
menahan dadanya dan bernafas pendek, dyspnea, takipnea, takikardi, tekanan
darah menurun, gelisah dan agitas, kemungkinan cyanosis, batuk
mengeluarkan sputum bercak darah, hypertympani pada perkusi di atas
daerah yang sakit dan ada jejas pada thorak. (Rini, 2019)
Peran perawat pada kasus ini adalah mampu membantu proses
kesembuhan diri pasien, baik fisik maupun psikis, memberi motivasi dan
menjaga pasien. Peran dan fungsi perawat dalam merawat pasien trauma dada
sangat penting, selain trauma dada itu berbahaya, bahkan dapat menyebabkan
kerusakan pada sistem saraf dan organ serta terganggunya pada sistem
sirkulasi dalam darah. Selain itu perawat harus dapat menentukan asuhan
keperawatan yang tepat dalam menangani pasien dengan penyakit trauma
dada. Berdasarkan uraian di atas penulis menyusun asuhan keperawatan pada
trauma dada (flail chest).
1.3. Tujuan
Berdasarkan rumusan masalah diatas, maka tujuan dalam penyusunan
asuhan keperawatan teoritis, sebagai berikut:
1.3.1. Tujuan Umum.
Untuk mengetahui asuhan keperawatan pada trauma dada (flail chest)
1.3.2. Tujuan Khusus.
1. Untuk mengetahui konsep dasar teori trauma dada (flail chest).
2. Untuk mengetahui tinjauan teori asuhan keperawatan yang dapat
diberikan pada trauma dada (flail chest).
2
1.4. Manfaat
Adapun manfaat yang dapat diperoleh dari penyusunan asuhan
keperawatan teoritis, sebagai berikut:
3
BAB II
PEMBAHASAN
4
2.1.2 Anatomi Fisiologi
Tulang rib atau iga atau Os costae jumlahnya 12 pasang (24 buah),
kiri dan kanan, bagian depan berhubungan dengan tulang dada dengan
perantaraan tulang rawan. Bagian belakang berhubungan dengan ruas-
ruas vertebra torakalis dengan perantaraan persendian. Perhubungan
ini memungkinkan tulang-tulang iga dapat bergerak kembang kempis
menurut irama pernapasan. Tulang iga dibagi menjadi tiga yaitu :
1. Iga sejati (os kosta vera), banyaknya tujuh pasang, berhubungan
langsung dengan tulang dada dengan perantaraan persendian.
2. Tulang iga tak sejati (os kosta spuria), banyaknya tiga pasang,
berhubungan dengan tulang dada dengan perantara tulang rawan
dari tulang iga sejati ke- 7.
3. Tulang iga melayang (os kosta fluitantes), banyaknya dua pasang,
tidak mempunyai hubungan dengan tulang dada.
Setelah lapisan otot, rongga dada berisi organ vital paru dan
jantung, pernafasan berlangsung dengan bantuan gerak dinding dada.
Inspirasi terjadi karena kontraksi otot pernafasan yaitu muskulus
interkostalis dan diafragma, yang menyebabkan rongga dada
membesar sehingga udara akan terhisap melalui trakea dan bronkus.
Paru-paru dilapisi oleh Pleura. Lapisan ini adalah membran aktif yang
disertai dengan pembuluh darah dan limfatik. Disana terdapat
pergerakan cairan, fagositosis debris, menambal kebocoran udara dan
5
kapiler. Pleura visceralis menutupi paru dan sifatnya sensitif, pleura
ini berlanjut sampai ke hilus dan mediastinum bersama - sama dengan
pleura parietalis, yang melapisi dinding dalam thorax dan diafragma.
Pleura sedikit melebihi tepi paru pada setiap arah dan sepenuhnya
terisi dengan ekspansi paru - paru normal, hanya ruang potensial yang
ada.
2.1.3 Etiologi
Flail Chest berkaitan dengan trauma thorak, yang dapat disebabkan
oleh:
1. Trauma Tumpul
Penyebab trauma tumpul yang sering mengakibatkan adanya
fraktur costa antara lain: Kecelakaan lalulintas, kecelakaan pada
pejalan kaki, jatuh dari ketinggian, atau jatuh pada lantai yang
keras atau akibat perkelahian.
2. Trauma Tembus
Penyebab trauma tembus yang sering menimbulkan fraktur costa,
antara lain: Luka tusuk dan luka tembak.
3. Disebabkan bukan trauma
Yang dapat mengakibatkan fraktur costa adalah akibat gerakan
yang menimbulkan putaran rongga dada secara berlebihan atau
6
oleh karena adanya gerakan yang berlebihan dan stres fraktur,
seperti pada gerakan olahraga : Lempar martil, soft ball, tenis, dan
golf.
2.1.4 Patofisiologi
Flail chest, adanya patahan pada dua segmen koste atau lebih akan
mengganggu keseimbangan dalam pernafasan. Ketika segmen thorak
mengembang bebas, maka patahan itu akan terdorong bebas ke dalam
oleh tekanan atmosfer, yang mengurangi kemampuan paru untuk
berekspansi maksimal pada saat inspirasi. Akibatnya jumlah oksigen
yang masuk dalam paru akan mengalami penurunan, jika hal ini
terjadi, selanjutnya peredaran oksigen dalam darah akan menurun.
Pada saat ekspirasi, tekanan paru yang meningkat akan mendorong
udara keluar paru, tapi segmen kostae yang telah patah akan menonjol
keluar sehingga kesanggupan sangkar toraks mendorong udara keluar
dari paru akan berkurang. Hal ini juga disebabkan karena sebagian
karbondioksida pada paru yang tidak bisa dihembuskan keluar, masuk
ke dalam paru yang menonjol pada daerah flail chest. Karbondioksida
pun terakumulasi pada bagian yang fraktur dan volume udara
ekspirasi berkurang. Terakumulasinya karbondioksida pada paru
mengakibatkan suatu keadaan asidosis respiratori. Pada pasien flail
chest, pada saat inspirasi paru-paru akan menggencet jantung,
membatasi pompa jantung sehingga CO menurun dan aliran darah ke
seluruh tubuh menjadi berkurang.
7
2. Ada jejas pada dada
3. Pembengkakan local dan krepitasi pada saat palpasi
4. Sesak nafas
5. Takikardi
6. Sianosis
7. Akral dingin
8. Wajah pucat
9. Nyeri hebat di bagian dada karena terputusnya integritas jaringan
parenkim paru.
2.1.6 Komplikasi
1. Iga: fraktur multiple dapat menyebabkan kelumpuhan rongga dada
2. Pleura, paru-paru, bronchi: hemopneumothoraks, dan empisema
3. Jantung: tamponade jantung, rupture jantung, rupture otot papilar,
dan ruptur klep jantung.
4. Pembuluh darah besar: hematothoraks.
5. Esofagus: mediastinitis.
6. Diafragma: herniasi visera dan perlukaan hati, limpa dan ginjal.
7. Gagal napas yang disebabkan oleh adanya ineffective air
movement (Tidak efektifnya pertukaran gas), yang seringkali
diperberat oleh edema/kontusio paru, dan nyeri.
8
2. EKG
3. Analisis Gas Darah (AGD), mungkin normal atau menurun
a. Pa Co2 kadang kadang menurun
b. Pa 02 menurun
c. Saturasi O2 menurun
4. Pulse Oksimetri
5. Pemeriksaan hemoglobin
2.1.8 Penatalaksanaan
1. Penatalaksanaan Konservatif
a. Pemberian analgetik untuk mengurangi nyeri di dada
b. Pemasangan plak/plester yang menahan fraktur costae bergerak
keluar
c. Fisiotherapy
2. Penatalaksanaan Operatif / invasive
a. Pemasangan Water Seal Drainage (WSD)
b. Pemasangan alat bantu nafas
c. Chest tube
d. Aspirasi (thoracosintesis)
e. Operasi (bedah thoraxis)
f. Tindakan untuk menstabilkan dada:
1) Miringkan pasien pada arah daerah yang terkena.
2) Gunakan bantal pasien pada daerah dada yang terkena.
g. Gunakan ventilasi mekanis dengan tekanan ekspirai akhir
positif, didasarkan pada kriteria:
1) Gejala contusio paru
2) Syok atau cedera kepala berat
3) Fraktur delapan atau lebih tulang iga
4) Umur diatas 65 tahun
5) Riwayat penyakit paru-paru kronis
h. Oksigen tambahan.
9
2.2 Tinjauan Teori Asuhan Keperawatan
2.2.1. Pengkajian
Pengkajian merupakan tahap awal dari proses keperawatan yang
mana dilakukan pengumpulan data, pengelompokan data, serta analisa
data yang menghasilkan suatu masalah keperawatan yang dikumpulkan
melalui wawancara, pengumpulan riwayat kesehatan, pemeriksaan
fisik, pemeriksaan laboratorium dan diagnostik, dan review catatan
sebelumnya. Pengkajian dalam keperawatan gawat darurat dilakukan
dengan primary survey dan secondary survey. Proses pengumpulan data
primer dan sekunder terfokus tentang status kseeshatan pasien gawat
darurat di rumah sakit secara sistematik, akurat, dan berkesinambungan.
(Khumairoh, 2013).
1. Pengkajian Primer
a. Airway
Tindakan pertama kali yang dilakukan adalah memeriksa
responsivitas pasien dengan mengajak pasien berbicara untuk
memastikan ada atau tidaknya gangguan/sumbatan jalan nafas.
Seorang pasien yang dapat berbicara dengan jelas maka jalan
nafas pasien terbuka. Yang perlu diperhatikan dalam
pengkajian airway pada pasien antara lain :
1) Kaji kepatenan jalan nafas pasien. Apakah pasien dapat
berbicara atau bernafas dengan bebas?
2) Tanda-tanda terjadinya obtruksi jalan nafas pada pasien,
seperti :
a) Adanya snoring atau gargling
b) Stridor atau suara nafas tidak normal
c) Agitasi (hipoksia)
d) Penggunaan otot bantu pernafasan / paradoxical chest
movements
e) Sianosis
10
3) Lihat dan dengar bukti adanya masalah pada saluran nafas
bagian atas potensial penyebab obtruksi, seperti muntahan
dan perdarahan.
4) Jika terjadi obstruksi jalan nafas, maka pastikan jalan
nafas pasien terbuka.
5) Lindungi tulang belakang dari gerakan yang tidak perlu
pada pasien yang beriso untuk mengalami cedera tulang
belakang.
6) Gunakan berbagai alat bantu untuk mempatenkan jalan
nafas pasien sesuai indikasi :
a) Chin lift / jaw thrust
b) Lakukan suction
c) Oropharyngeal airway / nasopharyngeal airway,
laryngeal mask airway
d) Lakukan intubasi
b. Breathing
Pengkajian pada pernafasan dilakukan untuk menilai
kepatenan jalan nafas dan keadekuatan pernafasan pada pasien.
Yang perlu diperhatikan dalam pengkajian breathing pada
pasien antara lain :
1) Look, listen, dan feel : lakukan penilaian terhadap
ventilasi dan oksigenasi pasien.
a) Inspeksi dari tingkat pernafasan sangat penting.
Apakah ada tanda-tanda sianosis, penetrating injury,
flail chest, sucking chest wounds, dan penggunaan
otot bantu pernafasan.
b) Palpasi untuk menilai adanya pergeseran trakea,
fraktur ruling iga, subcutaneous emphysema
c) Auskultasi untuk menilai adanya suara abnormal pada
dada.
2) Observasi prgerakan dinding dada pasien.
11
3) Tentukan laju dan tingkat kedalaman nafas pasien, kaji
lebih lanjut mengenai karakter dan kualitas pernafasan
pasien.
Pada pasien dengan flail chest biasanya akan mengalami
sesak nafas yang berat karena ketika inspirasi atau ekpirasi
akan merasakan nyeri sehingga pasien akan mengalami
pernafasan paradoksal / takut untuk bernafas dan bisa terjadi
gagal nafas. Selain itu biasanya pergerakan dada pada pasien
flail chest akan asimetris akibat dari raktur segmen iga
sehingga dinding dada bergerak ke dalam ketika inspirasi dan
akan mengembang ketika ekspirasi. Ketika di palpasi dinding
dada pasien akan ditemukan krepitasi.
c. Circulation
Pengkajian circulation dilakukan untuk melihat ada atau
tidak tanda syok atau perdarahan pada pasien. Hipovolomia
adalah penyebab syok paling umum pada trauma. Diagnosis
syok didasarkan pada temuan klinis : hipotensi, takikardia,
hipotermia, pucat, ekstremitas dingin, penurunan capillary
refill , dan penurunan produksi urin. Langkah-langkah dalam
pengkajian status sirkulasi pasien, antara lain :
1) Cek nadi dan mulai lakukan CPR jika diperlukan
2) Kontrol perdarahan yang dapat mengancam kehidupan
dengan memberikan penekanan secara langsung.
3) Kaji kulit untuk melihat adanya tanda-tanda hipoperfusi
atau hipoksia.
d. Disability
Dilakukan suatu pemeriksaan neurologis yang cepat.
Pemeriksaan neurologis ini terdiri dari pemeriksaan tingkat
kesadaran pasien, ukuran dan respon pupil, tanda-tanda
lateralisasi, dan tingkat cedera korda spinalis. Pengkajian
disability dikaji dengan menggunakan skala AVPU :
12
1) Alert, yaitu merespon suara dengan tepat, misalnya
mematuhi perintah yang diberikan
2) Vocalises, mungkin tidak sesuai atau mengeluarkan suara
yang tidak dapat dimengerti.
3) Respon to pain, harus dinilai keempat tungkai jika
ektremitas awal yang digunakan untuk mengkaji gagal
untuk merespon.
4) Unrespond, jika pasien tidak merespon baik itu stimulus
nyeri.
e. Exposure
Merupakan bagian akhir dari primary survey, pasien harus
dibuka keseluruhan pakaiannya untuk memeriksa cedera pada
pasien. Jika pasien diduga memiliki cedera leher atau tulang
belakang, imobilisasi in-line penting untuk dilakukan. Lakukan
log roll ketika melakukan pemeriksaan pada punggung pasien.
Yang perlu diperhatikan dalam melakukan pemeriksaan pada
pasien adalah mengekspos pasien hanya selama pemeriksaan
ekternal. Setelah semua pemeriksaan telah selesai dilakuakn,
tutup pasien dengan selimut hangat dan jaga privasi pasien,
kecuali jika diperlukan pemeriksaan ulang.
2. Pengkajian sekunder
Pengkajian sekunder/secondary survey merupakan pemeriksaan
secara lengkap yang dilakukan secara head to toe , dari depan
hingga belakang. Secondary surey hanya dilakukan setelah kondisi
pasien mulai stabil, dalam artian tidak mengalami syok atau tanda-
tanda syok telah mulai membaik.
a. Anamnesis
Anamnesis juga harus meliputi riwayat AMPLE yang bisa
didapat dari pasien dan keluarga, yaitu A : alergi (adakah
alergi pada pasien, seperti obat-obatan, plester, makanan), M :
medikasi/obat-obatan (obat-obatan yang diminum), P :
13
pertinent medical history (riwayat medis pasien seperti
penyakit yang pernah diderita, obatnya apa, berapa dosisnya),
L : last meal (obat atau makanan yang baru saja dikonsumsi,
dikonsumsi berapa jam sebelum kejadian), E : events, hal-hal
yang bersangkutan dengan sebab cedera (kejadian yang
menyebabkan adanya keluhan utama).
1) Identitas klien
Meliputi nama, umur, jenis kelamin, suku/bangsa, agama,
pendidikan, pekerjaan, tanggal masuk, tanggal pengkajian,
nomor register, diagnosa medik, alamat, semua data
mengenai identitaas klien tersebut untuk menentukan
tindakan selanjutnya.
2) Identitas penanggung jawab
Identitas penanggung jawab ini sangat perlu untuk
memudahkan dan jadi penanggung jawab klien selama
perawatan, data yang terkumpul meliputi nama, umur,
pendidikan, pekerjaan, hubungan dengan klien dan alamat.
3) Keluhan utama
Merupakan keluhan yang paling utama yang dirasakan
oleh klien saat pengkajian. Biasanya pasien akan
mengeluh nyeri pada dada saat bernafas.
4) Riwayat Kesehatan
a) Riwayat kesehatan sekarang
Merupakan pengembangan dari keluhan utama
melalui metode PQRST, paliatif atau provokatif (P)
yaitu focus utama keluhan klien, quality atau kualitas
(Q) yaitu bagaimana nyeri dirasakan oleh klien,
regional (R) yaitu nyeri menjalar kemana, Safety (S)
yaitu posisi yang bagaimana yang dapat mengurangi
nyeri atau klien merasa nyaman dan Time (T) yaitu
sejak kapan klien merasakan nyeri tersebut.
14
b) Riwayat kesehatan yang lalu
Perlu dikaji apakah klien pernah menderita penyakit
sama atau pernah di riwayat sebelumnya.
b. Pemeriksaan fisik
1) Kepala : Lakukan inspeksi dan palpasi pada seluruh
kepala dan wajah untuk mengetahui adanya pigmentasi,
laserasi, massa, kontusio, fraktur dan luka termal, ruam,
perdarahan, dan nyeri tekan.
2) Wajah
a) Mata : Periksa kornea ada cedera atau tidak, ukuran
pupil apakah isokor atau anisokor serta bagaimana
refleks cahayanya, apakah pupil mengalami miosis
atau midriasis, adanya icterus, ketajaman mata
(macies visus dan acies campus), apakah konjungtiva
anemis atau adanya kemerahan.
b) Hidung : Periksa danya perdarahan, perasaan nyeri,
penyumbatan penciuman, apabila ada deformitas
lakukan palpasi akan kemungkinan krepitasi dari
suatu fraktur.
c) Telinga : Periksa danya nyeri tinnitus, pembengkakan,
penurunan atau hilangnya pendengaran, periksa
dengan senter mengenai keutuhan membrane timpani
atau adanya hemotimpanum.
d) Mulut : Inspeksi pada bagian mukosa, adanya lesi.
3) Toraks
a) Inspeksi : Inspeksi dinding dada bagian depan,
samping, dan belakang untuk mengetahui adanya
trauma tumpul/tajam, luka, lecet, memar, ruam,
ekimosis, bekas luka, frekuensi dan kedalaman
pernafasan, kesimetrisan expansi dinding dada,
penggunaan otot pernafasan tambahan, frekuensi dan
15
irama denyut jantung. Pada pasien flail chest, pasien
akan mengalami pernafasan parodoksal/ takut untuk
bernafas.
b) Palpasi : Palpasi seluruh dinding dada untuk
mengetahui adanya trauma tajam/tumpul. Pada pasien
dengan flail chest akan ditemukan krepitasi dan nyeri
tekan saat dilakukan palpasi pada dada.
c) Perkusi : Untuk mengetahui kemungkinan hipersonor
dan keredupan.
d) Auskultasi : suara nafas tambahan (apakah ada ronki,
wheezing) dan bunyi jantung (murmur, gallop)
4) Abdomen : Inspeksi abdomen bagian depan dan belakang
untuk adanya trauma tajam, tumpul, dan perdarahan
internal, adakah distensi abdomen, acites, luka, memar.
Auskultasi bising usus, perkusi abdomen untuk
mendapatkan nyeri lepas (ringan). Palpasi abdomen untuk
mengetahui adakah kekakuan atau nyeri tekan,
hepatomegaly.
5) Ektremitas : Inspeksi adanya kemerahan, edema, ruam,
lesi, paralisis, atropi/hipertropi, pada jari-jari periksa
adanya clubbing finger, serta catat adanya nyeri tekan, dan
hitung berapa detik kapiler refill, palpasi untuk memeriksa
denyut nadi distal.
6) Punggung : Memeriksa punggung dilakukan dengan log
roll, memerikasa pasien dengan tetap menjaga kesegarisan
tubuh. Periksa adanya perdarahan, lecet, luka, hematoma,
ruam, lesi, dan edema serta nyeri.
7) Neurologis : Pemeriksaan neurologis yang diteliti meliputi
pemeriksaan tingkat kesadaran, ukran dan reaksi pupil.
Pada pemeriksaan neurologis inspeksi adanya kejang,
twitching, parese, hemiplegia tau hemiparase (gangguan
peregerakan), distaksia (kesukaran dalam mengkoordinasi
16
otot), rangsangan meningeal dan kaji pula adanya vertigo
dan respon sensori. (Khumairoh, 2013)
17
2.2.3. Intervensi Keperawatan
No. Diagnosa Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi Rasional
Keperawatan
1. 1. Buka jalan napas, gunakan teknik chin 1. Membuka jalan napas untuk
Pola Napas Tidak Setelah diberikan asuhan
lift atau jaw trust bila perlu menjamin jalan masuknya
Efektif berhubungan keperawatan …x…. jam
udara keparu secara normal
dengan deformitas diharapkan pola napas kembali
sehingga menjamin kecukupan
tulang dada efektif dengan kriteria hasil:
oksigenasi tubuh.
3. Membantu pemasukan O2 ke
3. Posisikan pasien untuk memaksimalkan dalam tubuh dan ventilasi pada
ventilasi sisi yang tidak sakit.
18
4. Monitor respirasi dan status O2 4. Mengethui irama, frekuensi
napas dan terjadinya dypsnea
pada pasien.
1. Mampu mengontrol nyeri 2. Ajarkan tentang teknik non farmakologi 2. Pendekatan dengan
(tahu penyebab nyeri, (teknik distraksi dan relaksasi) menggunakan relaksasi dan
(skala, intensitas,
3. Berikan kesempatan waktu istirahat bila 3. Istirahat dapat merelaksasi
19
frekuensi, dan tanda-tanda terasa nyeri dan berikan posisi yang semua jaringan dan akan
nyeri) nyaman meningkatkan kenyamanan
3. Melaporkan bahwa nyeri
berkurang dengan 4. Kolaborasi dengan dokter dalam 4. Analgetik dapat memblok
menggunakan menejemen pemberian analgetik lintasan nyeri, sehingga nyeri
nyeri akan berkurang
3. Bersihan jalan nafas 1. Berikan oksigen dengan menggunakan 1. Membantu proses pernafasan
Setelah diberikan asuhan
tidak efektif nasal kanul untuk memfasilitasi suction pasien.
keperawatan …x…. jam
berhubungan dengan nasotrakeal.
diharapkan bersihan jalan nafas
hipersekresi jalan 2. Posisikan pasien untuk memaksimalkan 2. Membuka jalan nafas untuk
kembali normal dengan kriteria
nafas ventilasi. memaksimalkan ventilasi.
hasil:
3. Lakukan fisioterapi dada bila perlu. 3. Mengeluarkan sputum pasien
yang bersih, tidak ada 4. Kelurkan secret dengan batuk atau 4. Mengeluarkan sputum untuk
sianosis dan dyspnea suction. membuka jalan nafas pasien.
(mampu mengeluarkan 5. Auskulatasi suara nafas, catat adanya 5. Memantau keadaan umum paru
20
dengan mudah, tidak ada jaw thrust bila perlu.
pursed lips) 7. Kolaborasikan dengan dokter terkait 7. Mempercepat proses
2. Menunjukan jalan nafas terapi yang diberikan. penyembuhan pasien.
yang paten (pasien tidak
merasa tercekik, irama
nafas, frekuensi nafas
dalam rentang normal,
tidak ada suara nafas
abnormal).
3. Mampu mengidentifikasi
dan mencegah faktor yang
dapat menghambat jalan
nfas.
21
yang optimal dengan kriteria 3. Dampingi dan bantu penuhi kebutuhan
hasil : ADL pasien. 3. Memberikan reinforcement
positif terhadap pasien.
1. Pasien meningkat dalam
melakukan aktivitas fisik.
4. Ajarkan pasien bagaimana merubah 4. Edukasi yang tepat
2. Mengerti tujuan dari
posisi dan berikan bantuan jika memberikan peahaman yang
peningkatan mobilitas.
diperlukan. jelas pada pasien sehingga
3. Memverbalisasikan
pasien dapat melakukan
perasaan pasien dalam
perubahan posisi dengan cara
meningkatkan kekuatan
5. Konsultasikan dengan terapi fisik tentang yang benar.
dan kemampuan
rencana ambulasi sesuai dengan 5. Untuk mengetahui kebutuhan
berpindah.
kebutuhan pasien. terapi pasien.
22
2.2.4. Implementasi
Pelaksanaan atau implementasi merupakan tahap keempat dalam
proses keperawatan dengan melaksanakan berbagai strategi
keperawatan (tindakan keperawatan yang telah direncanakan). Dalam
tahap ini perawat harus mengetahui berbagai hal, diantaranya bahaya
fisik dan perlindungan kepada pasien, teknik komunikais, kemampuan
dalam prosedur tindakan, pemahaman dalam hak-hak pasien dan
perkembangan pasien. Dalam tahap pelaksanaan ada tiga tindakan
yaitu, tindakan mandiri, delegatif, dan tindakan kolaborasi.
a. Mandiri : aktivitas perawat yang didasarkan pada kemampuan
sendiri dan bukan merupakan petunjuk/perintah dari petugas
kesehatan.
b. Delegatif : tindakan keperawatan atas intruksi yang diberikan oleh
petugas kesehatan yang berwenang.
c. Kolaboratif : tindakan perawat dan petugas kesehatan yang lain
dimana didasarkan atas keputusan bersama. (Aziz, 2017)
2.2.5. Evaluasi
Evaluasi adalah tahap akhir dari proses keperawatan yang
merupakan perbandingan yang sistematis dan terencana antara hasil
akhir yang teramati dan tujuan atau kriteria hasil yang dibuat pada tahap
perencanaan. Evaluasi terbagi atas dua jenis, yaitu evaluasi formatif dan
evaluasi sumatif. Evaluasi formatif berfokus pada aktivitas proses
keperawatan dan hasil tindakan keperawatan. Evaluasi formatif ini
dilakukan segera setelah perawat mengimplementasikan rencana
keperawatan guna menilai ke efektifan tindakan keperawatan yang telah
dilaksanakan. Perumusan evaluasi formatif ini meliputi empat
komponen yang dikenal dengan istilah SOAP, yakni subjektif (data
berupa keluhan pasien), objektif (data hasil pemeriksaan), analisi data
dan perencanaan.
23
BAB III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
Flail chest adalah area toraks yang "melayang" (flail) oleh sebab adanya
fraktur iga multipel berturutan (3 iga), dan memiliki garis fraktur = 2
(segmented) pada tiap iganya. Akibatnya adalah terbentuknya area "flail"
yang akan bergerak paradoksal (kebalikan) dari gerakan mekanik pernapasan
dinding dada. Pengkajian yang dapat dilakuakan pada trauma dada (flail
chest) yaitu dengan cara observasi, wawancara dan pemeriksaan fisik.
Pengkajian kegawatdaruratan yang dilakukan difokuskan pada pengkajian
primer (primary survey) yang terdiri dari airway, breathing, circulation,
disability, dan expusore, serta pengkajian sekunder (secondary survey) yang
terdiri dari anamnesis, pemeriksaan fisik, vital sign dan pemeriksaan
penunjang. Dari hasil pengkajian yang telah dilakukan di dapatkan diagnosa
yaitu, pola nafas tidak efektif, nyeri akut, bersihan jalan nafas, dan gangguan
mobilitas fisik. Perencanaan tindakan yang diberikan sesuai dengan teori dan
disesuaikan dengan kondisi dari pasien tersebut. Dalam melaksnakan
tindakan keperawatan perawat mengacu kepada rencana tindakan yang telah
disusun dan tahap akhir dalam asuhan keperawatan adalah evaluasi.
3.2. Saran
3.2.1. Pasien dan keluarga
Keluarga dapat membawa pasien segera ke pelayanan kesehatan
untuk mendapatkan penanngana yang tepat terkait terjadinya trauma
dada (flail chest).
3.2.2. Perawat
Perawat harus memberikan asuhan keperawatan secara holistic dan
menyeluruh (bio, psiko,social, dan spiritual) terutama pada asuhan
keperawatan gawat darurat bagi pasien yang memerlukan pelayanan
secara tepat dan cepat. Selain itu, perawat juga diharapkan dapat
24
memberikan pengarahan kepada keluarga tentang trauma dada terutama
terkait flail chest dan memberikan motivasi cara menangani trauma
dada (flail chest) sehingga keluarga mampu menjaga kesehatan dengan
optimal.
25
DAFTAR PUSTAKA
Rini, I. S., Suharsono, T., Ulya, I., Kartikawati, D., & Fathoni, M. 2019.
Pertolongan Pertama Gawat Darurat. Universitas Brawijaya Press.
Soesanto, H., Tangkilisan, A., & Lahunduitan, I. (2018). Thorax Trauma Severity
Score sebagai Prediktor Acute Respiratory Distress Syndrome pada
Trauma Tumpul Toraks. JURNAL BIOMEDIK, 10(1).
26