Anda di halaman 1dari 15

JOURNAL READING

Cervical Spine Trauma: Pearls and Pitfalls

Diajukan untuk memenuhi persyaratan Program Profesi Pendidikan Dokter


Umum Fakultas Kedokteran Universitas Muhammdiyah Surakarta

Pembimbing :
dr. Abdul Aziz, Sp.Rad

Disusun Oleh :

Diana Sulistian R, S.Ked J510181119


Nanda Meida, S.Ked J510195035

BAGIAN ILMU RADIOLOGI


RS. IR SOEKARNO KABUPATEN SUKOHARJO
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA
AGUSTUS 2020
LEMBAR PENGESAHAN
JOURNAL READING

Cervical Spine Trauma: Pearls and Pitfalls

Oleh :

Diana Sulistian R, S.Ked J510181119


Nanda Meida, S.Ked J510195035

Telah disetujui dan disahkan oleh Bagian Program Profesi Pendidikan Dokter
Umum Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Surakarta,

Pembimbing :

dr. Abdul Aziz, Sp.Rad (…………………………….)

Dipresentasikan dihadapan :

dr. Abdul Aziz, Sp.Rad (…………………………….)

ii
ABSTRAK
Diagnosis akurat dari cedera tulang belakang serviks akut membutuhkan
kerjasama antara dokter klinisi dan ahli radiologi, pendekatan yang dipercaya dan
dilakukan berulang untuk menginterpretasikan CT cervical spine, dan kewaspadaan
kemungkinan pasien memiliki cedera ligamen yang signifikan dan tidak stabil
meskipun temuan normal. Dokter IGD melakukan triase pasien yang dicurigai
mengalami cedera tulang belakang dan leher menjadi kelompok berisiko tinggi dan
rendah yaitu, mereka yang memerlukan pencitraan untuk konfirmasi dan evaluasi
yang akurat serta mereka yang dapat dipulangkan. The Canadian C-Spine rule dan
National Emergency X-Radiography Utilization Study (NEXUS) memberikan
pedoman untuk memutuskan pasien mana yang harus menjalani pencitraan.
Siapapun dengan nyeri garis tengah leher, defisit neurologis fokal, perubahan
sensori, atau cedera yang mengganggu, memerlukan CT serta perlindungan tulang
belakang dengan hard cervical collar. Faktor risiko tinggi lainnya termasuk usia
lebih dari 65 tahun, parestesia ekstremitas, dan mekanisme transfer energi yang
signifikan.

LATAR BELAKANG
MDCT dengan potongan tipis dan multiplanar reformasi mengidentifikasi
lokasi yang tepat dan perpindahan dari fraktur dan fragmen tulang dan menentukan
sejauh mana potensi gangguan tulang belakang, neuroforaminal, atau vaskular.
Riwayat klinis yang akurat yang menentukan mekanisme cedera dan lokasi nyeri
sangat penting untuk menafsirkan temuan halus secara akurat, terutama dengan
adanya penyakit diskus degeneratif. Untuk menghindari kesalahan pola pencarian,
ada baiknya untuk memiliki daftar periksa yang akan memastikan bahwa semua
struktur penting diperiksa, seperti yang diuraikan dalam subbagian berikut.

Gambar Transxial

Periksa keutuhan dan kesejajaran rotasi setiap vertebra, jaringan lunak servical,
diameter tulang belakang, dan patensi neuroforaminal.

1
Gambar Garis Tengah Sagital

Evaluasi jaringan lunak prevertebralis untuk ketebalan lebih dari 5 mm pada C2


atau 15 mm pada C5. Garis tulang belakang anterior, garis tulang belakang
posterior, dan garis spinolaminar harus bersambung, dan jarak interspinous harus
seragam. Jarak dens-basion harus 9,5 mm atau kurang, dan garis yang ditarik
vertikal sepanjang badan punggung C2 (garis aksial posterior) harus kurang dari 5,5
mm posterior dari basion. Interval atlantodental harus kurang dari 3 mm pada orang
dewasa. Jarak interspinous C1–2 yang diukur pada garis spinolaminal harus kurang
dari 7,8 mm.

Gambar Parasagital

Kondilus oksipital harus utuh. Artikulasi atlantooccipital dan atlantoaxial harus


kongruen dan fasetnya harus sejajar secara normal, dengan faset artikulasi inferior
dari vertebral atas posterior ke faset artikulasi superior dari tubuh vertebralis bawah
yang berdekatan.

Gambar Koronal

Kondilus oksipital, C1, dan C2 harus utuh dan sejajar. Dens harus dipusatkan di
antara massa lateral C1.

2
INTERPRETASI
Perpindahan tulang pada saat benturan dapat dikurangi dengan rekoil dan
spasme otot, dan imobilisasi dengan pemakaian hard collar dapat melindungi dari
ketidakstabilan dengan mempertahankan kesejajaran vertebra. Jika temuan CT
normal dan pasien mengalami nyeri persisten atau gejala neurologis, cedera
ligamen yang signifikan harus dicari. Meskipun MRI dapat mengidentifikasi edema
ligamen, MRI mungkin dibutuhkan pada cedera yang stabil secara klinis. Pasien
dengan nyeri tetapi tanpa gejala neurologis umumnya dipulangkan dengan
memakai hard collar servikal, dan fleksi dan ekstensi dilakukan 1-2 minggu setelah
cedera, ketika kejang otot telah teratasi. Dalam kondisi defisit neurologis akut, MRI
dapat memberikan informasi yang berguna dengan mengidentifikasi hematoma
epidural, herniasi diskus traumatis, atau memar sumsum tulang belakang. Tetapi
pertanyaan klinis langsung pada trauma tulang belakang akut selalu, "Apakah
pasien memerlukan dekompresi bedah?" Evaluasi patensi kanal dan neuroforaminal
cukup dilakukan dengan CT saja. Selain mengembangkan pendekatan berulang,
mempertahankan kecurigaan bahwa tulang belakang yang secara radiografik
normal mungkin masih terluka, dan memahami keputusan pembedahan yang harus
dibuat dalam keadaan akut, pengetahuan tentang berbagai fraktur dan cedera tulang
belakang leher sangat penting. Bab ini akan menjelaskan beberapa karakteristik
cedera tulang belakang leher, mekanismenya, varian yang tidak stabil, tanda
pencitraan, dan diagnosis banding.

Cedera Atlas: Fraktur Jefferson dan Varian Tidak Stabil

Mekanisme, Anatomi, dan Penyebab yang Relevan

Vertebra serviks pertama (atlas, C1) berartikulasi dengan kondilus oksipital


dan menopang kranium. Ini adalah cincin tulang sederhana dengan dua massa
lateral yang di anterior dan posteriornya terdapat lengkungan saraf. Bentuk unik ini
memungkinkan berbagai gerakan. Odontoid berartikulasi dengan lengkungan
anterior C1 dan ditahan oleh ligamentum transversal, yang integritasnya merupakan
penentu utama stabilitas atlantoaksial. Fraktur Jefferson klasik dihasilkan dari

3
beban aksial dengan gaya yang ditransmisikan melalui kondilus oksipital ke massa
lateral, menyebabkan fraktur burst C1.

Tampilan pada Modalitas

Fraktur Jefferson klasik (Gbr. 1) adalah fraktur empat bagian, dengan


fraktur terjadi di titik terlemah cincin, persimpangan anterior dan posterior dari
lengkungan dan massa lateral. Ini adalah cedera dekompresi dengan perpindahan
radial dari fragmen dari kanal tulang belakang. Sebagai cedera terisolasi, fraktur
Jefferson klasik stabil secara mekanis dan neurologis. Fraktur Jefferson atipikal
(Gbr. 2) dihasilkan oleh pembebanan aksial asimetris, menghasilkan kurang dari
empat fraktur cincin C1. Cedera ligamen transversal memungkinkan cincin terbuka
dan membuat varian Jefferson tidak stabil, memungkinkan subluksasi C1–2.
Akibatnya, integritas ligamen transversal harus dinilai untuk menentukan stabilitas.

Gambar 1. Pria 38 tahun dengan Jefferson brust fracture dengan dua fraktur cincin anterior dan
posterior.

4
Gambar 2. Wanita 32 tahun dengan Jefferson brust fracture. A dan B, reformasi CT Transaxial (A)
dan koronal (B) menunjukan penyebaran lateral dari fragmen fraktur, yang mengindikasikan
transversal dan ketidakstabilan ruptur ligamen.

Separasi melintang dari fragmen fraktur sebesar 7 mm atau lebih


menunjukkan cedera ligamen transversal dan ketidakstabilan. Pengukuran ini, yang
dikenal sebagai rule of spence, dapat dilakukan pada CT transversal tetapi hanya
dapat diterapkan jika ada fraktur. Tanda-tanda ketidakstabilan lainnya termasuk
avulsi tuberkulum C1 (penyisipan ligamen transversal), dua patahan tulang cincin
anterior, dan interval atlantodental lebih dari 3 mm pada orang dewasa atau 5 mm
pada anak-anak. MRI sangat sensitif untuk diagnosis ruptur ligamen transversal.

Diagnosa Banding
Masalah termasuk anomali fusi kongenital dan aplasia yang dapat terlihat
sebagai patah tulang. Dapat diidentifikasi dari halus kortikasi ditepi.

Cedera Axis: Fraktur Hangman

Anatomi dan Penyebab yang Relevan

"Fraktur hangman," atau spondylolisthesis traumatis C2 (Gbr. 3), mengacu


pada fraktur pars interarticularis bilateral, yang memiliki kesamaan dengan temuan
yang terlihat pada orang yang telah menjalani hukuman gantung. Sebagian besar
patah tulang ini terjadi akibat jatuh dan tabrakan kendaraan bermotor, dan patah
tulang ini mencerminkan berbagai mekanisme cedera.

5
Penampilan dan Mekanisme

Fraktur pars interarticularis paling baik terlihat pada gambar CT transversal


dan parasagital. Mereka sering asimetris dan dianggap atipikal ketika fraktur
meluas ke badan vertebral posterior. Pola fraktur atipikal sebenarnya cukup umum
dan mungkin melibatkan foramen transversal, membuat arteri vertebralis pada
risiko cedera.

Klasifikasi yang paling banyak digunakan untuk spondylolisthesis traumatis


adalah sistem yang dibuat oleh Effendi dan dimodifikasi oleh Levine dan Edwards,
sebagaimana diuraikan dalam subbagian berikut.

Fraktur tipe 1 — Fraktur tipe 1 adalah fraktur pars bilateral tanpa angulasi
atau translasi yang signifikan. Ini hasil dari hiperekstensi dan pembebanan
aksial dan dianggap stabil secara mekanis dan neurologis.
Fraktur tipe 2 — Fraktur tipe 2 termasuk gangguan pada disk C2–3 dengan
translasi anterior tubuh C2. Ini adalah jenis fraktur hangman yang paling
umum dan hasil dari hiperekstensi dengan pembebanan aksial diikuti oleh
hiperfleksi. Mereka tidak stabil dan dapat menghasilkan fragmen fraktur
posterior kecil yang dapat mempersempit kanal dan menyebabkan cedera
tulang belakang.
Fraktur tipe 2A — Fraktur tipe 2A adalah cedera gangguan fleksi yang tidak
stabil dengan angulasi C2 tetapi tanpa translasi.
Fraktur tipe 3 — Fraktur tipe 3 merupakan kombinasi translasi anterior dan
angulasi dengan subluksasi facet atau dislokasi frank. Ini adalah cedera yang
sangat tidak stabil yang diakibatkan oleh hiperfleksi dan kompresi.

Poin Diagnostik dan Diferensial


Fraktur tipe 1 secara radiografik halus dan dapat dengan mudah terabaikan
tetapi harus diidentifikasi pada CT dengan multiplanar rekonstruksi.
Pembengkakan jaringan lunak prevertebral sering ditemukan, dan garis
spinolaminar dari C1 ke C3 dapat menunjukkan perpindahan posterior dari
sambungan spinolaminar C2. Fraktur atipikal mengganggu Harris ring posterior

6
dan menunjukkan pemisahan anteroposterior dari fragmen fraktur C2, yang dikenal
sebagai the fat C2 sign (Gbr. 4). Fraktur yang melibatkan foramen transversal, atau
yang berhubungan dengan defisit neurologis, harus diikuti dengan pencitraan
angiografik, biasanya CT angiografi, untuk menyingkirkan cedera arteri vertebralis
(Gbr. 5).

Tipe 2A dan 3 memerlukan reduksi bedah dan fiksasi internal oleh karena
itu harus dibedakan dari tipe 1 dan 2. Fraktur servikal atas bersamaan sering terjadi
dan seharusnya dikecualikan, ini termasuk fraktur odontoid, Fraktur lengkung C1
posterior dan fraktur hiperekstensi teardrop.

Gambar 3. Pria 24 tahun dengan hangman fraktur. Fraktur bilateral C2 pars interarticularis.

Gambar 4. Pria 28 tahun dengan atipikal hangman fraktur. Fraktur C2 dengan perpindahan
anteroposterior fragmen fraktur, terlihat (tanda pembesaran C2). Fraktur Harris ring posterior dan
menyebabkan offset spinolaminar line posterior dari C1 ke C3.

7
Gambar 5. Pria 55 tahun dengan atipikal hangman fraktur. Transaksial CT angiograpi menunjukan
fraktur melalui kedua foramen transversal, dengan oklusi arteri vertebralis kanan.

Gambar 6. Wanita 21 tahun dengan subluksasi anterior. Radiografi servikal spine lateral
menunjukan tanda-tanda hiperfleksi yang halus, termasuk pelebaran interspinous C6-7 (tanda
panah), telihat faset, dan sedikit translasi antrerior.

8
Tulang Belakang Serviks Subaksial: Hiperfleksi Sprain dan Subluksasi
Anterior

Mekanisme, Anatomi, dan Penyebab yang Relevan

Cedera hiperfleksi subaksial (Gbr. 6) terdiri dari gangguan integritas


ligamen serviks yang semakin parah. Mulai dari hiperfleksi sprain, subluksasi
anterior, dislokasi interfacetal bilateral dan fraktur teardrop fleksi. Gangguan
ligamen yang sesuai berkembang dari posterior ke anterior, dimulai dengan
gangguan ligamentum supraspinous, ligamentum interspinous, ligament capsular,
dan ligamentum flavum. Kelompok ligamen ini disebut sebagai kompleks ligamen
posterior.

Gangguan kompleks ligamen posterior saja tidak cukup untuk menimbulkan


ketidakstabilan tulang belakang. Hiperfleksi sprain terbatas pada cedera kompleks
ligamen posterior dan stabil. Subluksasi anterior mencerminkan hiperfleksi lebih
lanjut dengan gangguan ligamentum longitudinal posterior dan anulus diskus
posterior (middle of column of Denis), yang menyebabkan ketidakstabilan.

Evaluasi radiologis dari hiperfleksi sprain dan subluksasi anterior dapat


menjadi tantangan. Tanda radiografi dan CT tidak kentara; bahkan jika dikenali,
signifikansinya mungkin tidak dihargai. Namun, penting untuk dipahami karena
cedera yang terlewat dapat menyebabkan morbiditas yang signifikan, termasuk
nyeri, kifosis, dislokasi vertebra yang tertunda, dan defisit neurologis.

Tampilan pada Modalitas yang Relevan

Ciri-ciri pencitraan dari cedera hiperfleksi yang semakin parah termasuk


(dari posterior ke anterior) proses mengipasi spinosus atau pelebaran interspinous,
faset yang tidak tertutup, ruang diskus posterior yang melebar, kifosis fokal, dan
subluksasi anterior. Fraktur kompresi tubuh vertebral dapat terlihat dengan
hiperfleksi yang cukup dan beban aksial.

9
Jika temuan CT masih samar, MRI dapat mendeteksi edema ligamen serviks
dan jaringan lunak. Radiografi fleksi dan ekstensi tidak boleh dilakukan dengan
adanya kejang otot untuk menghindari hasil negatif palsu.

Diagnosis Banding

Penegakan serviks dan pembalikan lordosis normal dapat terjadi pada


spasme otot serviks dan harus dibedakan dari subluksasi anterior yang sebenarnya.
Perhatian yang cermat pada penyelarasan faset pada CT dan jarak disk posterior
sangat membantu dalam hal ini.

Perubahan degeneratif mungkin membingungkan dengan subluksasi


traumatis. Berbeda dengan subluksasi anterior traumatis, retrolistesis adalah
konsekuensi umum dari spondilosis serviks karena lordosis serviks normal dan
kemiringan posterior faset artikular. Sendi facet yang terdegenerasi paling sering
menyempit, dengan penipisan sisi tulang akibat keausan jangka panjang. Namun,
pada subluksasi traumatis, sendi facet sering kali melebar secara tidak normal.

Hiperekstensi-Dislokasi

Mekanisme, Anatomi, dan Penyebab yang Relevan

Cedera tulang belakang leher akibat hiperekstensi berkisar dari


hiperekstensi yang stabil hingga dislokasi hiperekstensi yang sangat tidak stabil. Itu
sebagian besar adalah gangguan ligamen yang berkembang dari anterior ke
posterior, dimulai dengan ligamentum longitudinal anterior dan annulus fibrosus
anterior dan meluas melalui anulus posterior, ligamentum longitudinal posterior,
dan ligamentum flavum. Cedera dislokasi hiperekstensi sering menyebabkan defisit
neurologis mayor, biasanya sindrom korda sentral.

Sekitar 25% dari cedera tulang belakang leher adalah hasil dari kekuatan
hiperekstensi, baik yang berhubungan dengan benturan langsung, atau melalui efek
whiplash. Cedera benturan langsung sering kali dikaitkan dengan cedera kepala
bagian depan atau wajah. Kondisi yang merupakan predisposisi cedera termasuk
usia yang lebih tua dari 65 tahun, dengan kecenderungan yang meningkat untuk

10
jatuh dan kecelakaan kendaraan bermotor, perubahan degeneratif, stenosis kanal
tulang belakang, dan osteopenia.

Tampilan pada Modalitas yang Relevan

Meskipun cedera dislokasi-hiperekstensi parah dan tidak stabil, tanda-tanda


pencitraan seringkali tidak kentara. Cedera dan perpindahan jaringan lunak yang
luas terjadi pada saat trauma, tetapi spasme otot dan imobilisasi di kerah serviks
dapat menyebabkan pemeriksaan tulang belakang yang tampak normal.

Cedera dislokasi-hiperekstensi biasanya melibatkan tulang belakang leher


bagian bawah. Tanda pada radiografi lateral dan reformasi CT sagital termasuk
pelebaran ruang diskus intervertebralis anterior ringan, fragmen avulsi tubuh
vertebral anterior, dan malalignment facet (Gbr. 7A). Pada tulang belakang normal,
faset harus sejajar. Dengan cedera ekstensi, seseorang mungkin melihat sendi facet
berbentuk V yang lebar di anterior dan meruncing ke posterior.

MRI menunjukkan tingkat cedera discoligamentous. Gambar T2 weighted


menunjukkan gangguan ligamen, edema jaringan lunak, tonjolan diskus, dan cedera
tulang belakang (Gbr. 7B).

Diagnosis Banding

Seperti hiperfleksi sprain dan subluksasi anterior, dislokasi-hiperekstensi


mungkin terlewatkan dan disalahartikan sebagai normal pada radiografi dan CT.
Defisit neurologis, trauma kepala yang terjadi bersamaan, atau fraktur wajah harus
meningkatkan kecurigaan akan cedera yang berpotensi tidak stabil ini.

Fraktur bagian sudut vertebral, saat terjadi pada cedera dislokasi-


hiperekstensi, cenderung memiliki orientasi horizontal yang istimewa. Hal ini
berbeda dengan teardrop fraktur hiperekstensi yang lebih berorientasi vertikal, yang
biasanya terlihat di tulang belakang leher bagian atas, biasanya di C2.

11
Gambar 7. Pria 64 tahun dislokasi hiperestensi. A, gambar CT Midsagittal menunjukan sedikit ruang
diskus anterior melebar pada C3-4 dan fraktur chip osteofit (tanda panah). Spinal colimn sejajar
dengan baik. B, MRI Midsagital T2 menunjukan edema jaringan lunak prevertebralis dengan
gangguan dari ligamentum longitudinal anterior (tanda pnah). Kontus spinal cord terjepit antara
discherniasi traumatis (tanda panah) dan ligamentum flavum. Cedera jaringan lunak posterior
diindikasikan dengan perubahan tanda yang tinggi.

Gambar 8. Pria 69 tahun dengan hiperekstensi fuse spine fraktur dengan gangguan kortikal
C6 (tanda panah). Orientasi fraktur transversal mudah terabaikan pada CT transaxial.

12
Trauma Tulang Belakang Serviks pada Kondisi Patologis yang Sudah Ada
Sebelumnya: Cedera Hiperekstensi Tulang Belakang Menyatu

Mekanisme, Anatomi, dan Penyebab yang Relevan

Ankylosing spondylitis dan diffuse idiopathic skeletal hyperostosis


keduanya menghasilkan penghubung intervertebralis dengan fusi dan kualitas
tulang dasar yang buruk. Kekakuan dari segmen yang menyatu membuatnya rentan
terhadap fraktur bahkan dengan hiperekstensi ringan.

Sebagian besar pasien dengan fraktur hiperekstensi tulang belakang


menyatu mengalami defisit neurologis yang parah. Cedera neurologis yang tertunda
terjadi pada 20-100% kasus ketika diagnosis awal terlewat. Insiden tinggi dari
fraktur tambahan yang tidak berdampingan mengharuskan skrining pada seluruh
tulang belakang. Perbaikan bedah membutuhkan fiksasi segmen yang panjang.

Tampilan pada modalitas yang relevan

Indeks kecurigaan yang tinggi harus dipertahankan dengan trauma pasien


yang mengalami ankylosing spondylitis atau hiperostosis skeletal idiopatik difus
karena fraktur hiperekstensi tulang belakang yang menyatu mungkin tidak terlihat
pada radiografi dan CT. Hal ini disebabkan oleh reduksi spontan yang sering terjadi
dan osteoporosis yang mendasari, terutama pada pasien dengan penyakit lanjut.

Reformasi CT sagital secara optimal mengidentifikasi fraktur halus yang


tidak bergeser karena seringkali horizontal, membatasi kegunaan gambar
transaksial (Gbr. 8). Fraktur mungkin melibatkan tubuh vertebral, ruang disk yang
menyatu, atau melintasi keduanya secara miring. Fraktur ini biasanya melibatkan
tulang belakang leher bagian bawah dan lengkap, melintasi semua ligamen yang
mengeras dari anterior ke posterior dan menyebabkan ketidakstabilan yang nyata.

REFERENSI

1. Legome E, Shockley LW, eds. Trauma: Darurat Komprehensif Obat


Approach. Cambridge, Inggris: Cambridge University Press: 2011

13

Anda mungkin juga menyukai