OLEH :
ROSMITA
NIM : 1941129
PEMBIMBING AKADEMIK :
Ns. ANITA SYARIFAH, S.Kep, M.Kep
A. KONSEP DASAR
1. Definisi
Diabetes Mellitus ( DM ) adalah penyakit metabolik yang kebanyakan
herediter, dengan tanda – tanda hiperglikemia dan glukosuria, disertai dengan atau
tidak adanya gejala klinik akut ataupun kronik, sebagai akibat dari kuranganya
insulin efektif di dalam tubuh, gangguan primer terletak pada metabolisme
karbohidrat yang biasanya disertai juga gangguan metabolisme lemak dan protein.
( Askandar, 2010 ).
Ulkus adalah luka terbuka pada permukaan kulit atau selaput lender dan ulkus
adalah kematian jaringan yang luas dan disertai invasif kuman saprofit. Adanya
kuman saprofit tersebut menyebabkan ulkusberbau,ulkus diabetikum juga merupakan
salah satu gejala klinik dan perjalanan penyakit DM denganneuropati perifer,
(Andyagreeni, 2012).
Ulkus Diabetik merupakan komplikasi kronik dariDiabetes Melllitus sebagai
sebab utama morbiditas, mortalitas serta kecacatan penderit Diabetes. Kadar LDL
yang tinggi memainkan peranan penting untuk terjadinya Ulkus Uiabetik untuk
terjadinya Ulkus Diabetik melalui pembentukan plak atherosklerosis pada dinding
pembuluh darah, (Zaidah 2014).
Ulkus kaki Diabetes(UKD) merupakan komplikasi yang berkaitan dengan
morbiditas akibatDiabetes Mellitus. UlkuskakiDiabetesmerupakan komplikasi serius
akibatDiabetes, (Andyagreeni, 2012).
2. Klasifikasi
Klasifikasi Diabetes yang utama menurut Smeltzer dan Bare (2012:1220), adalah
sebagai berikut :
1. Tipe I Diabetes Mellitus tergantung insulin (Insulin Dependent Diabetes Mellitus)
2. Tipe II Diabetes mellitus tidak tergantung insulin (Non-Insulin Dependent Diabetes
Mellitus)
3. Diabetes Mellitus yang berhubungan dengan sindrom lainnya.
4. Diabetes Mellitus Gestasional (Gestasional Diabetes Mellitus).
Klasifikasi Diabetes Mellitus menurut PERKENI (2016) adalah yang
sesuai dengan anjuran klasifikasi diabetes mellitus American Diabetes Association
(ADA) , yang membagi klasifikasi diabetes mellitus menjadi 4 kelompok yaitu
diabetes mellitus tipe 1, diabetes mellitus tipe 2, diabetes mellitus tipe lain, dan
diabetes mellitus gestasional (Shahab, 2016). Diabetes mellitus tipe 1 disebabkan
karena terjadinya destruksi sel beta, umumnya menjurus ke defisiensi insulin
absolute seperti autoimun (melalui proses imunologik) dan idiopatik (Shahab,
2006). Diabetes mellitus tipe 2 bervariasi mulai dari yang dominan resistensi
insulin disertai defesiensi insulin relative, sampai yang terutama defek sekresi
insulin disertai resistensi insulin (Shahab, 2006).
3. Etiologi
a. Diabetes Melitus
DM mempunyai etiologi yang heterogen, dimana berbagai lesi dapat
menyebabkan insufisiensi insulin, tetapi determinan genetik biasanya memegang
peranan penting pada mayoritas DM. Faktor lain yang dianggap sebagai
kemungkinan etiologi DM yaitu :
1) Kelainan sel beta pankreas, berkisar dari hilangnya sel beta sampai kegagalan
sel beta melepas insulin.
2) Faktor – faktor lingkungan yang mengubah fungsi sel beta, antara lain agen
yang dapat menimbulkan infeksi, diet dimana pemasukan karbohidrat dan gula
yang diproses secara berlebihan, obesitas dan kehamilan.
3) Gangguan sistem imunitas. Sistem ini dapat dilakukan oleh autoimunitas yang
disertai pembentukan sel – sel antibodi antipankreatik dan mengakibatkan
kerusakan sel - sel penyekresi insulin, kemudian peningkatan kepekaan sel beta
oleh virus.
4) Kelainan insulin. Pada pasien obesitas, terjadi gangguan kepekaan jaringan
terhadap insulin akibat kurangnya reseptor insulin yang terdapat pada membran
sel yang responsir terhadap insulin.
b. Diabetes dengan Ulkus
1) Faktor endogen :
a) Neuropati:
Terjadi kerusakan saraf sensorik yang dimanifestasikan dengan penurunan
sensori nyeri, panas, tak terasa, sehingga mudah terjadi trauma dan
otonom/simpatis yang dimanifestasikan dengan peningkatan aliran darah,
produksi keringat tidak ada dan hilangnya tonus vaskuler
b) Angiopati
Dapat disebabkan oleh faktor genetic, metabolic dan faktor resiko lain.
c) Iskemia
Adalah arterosklerosis (pengapuran dan penyempitan pembuluh darah)
pada pembuluh darah besar tungkai (makroangiopati) menyebabkan
penurunan aliran darah ke tungkai, bila terdapat thrombus akan
memperberat timbulnya gangrene yang luas. Aterosklerosis dapat
disebabkan oleh faktor:
Adanya hormone aterogenik
Merokok
Hiperlipidemia
Faktor eksogen : Trauma, Infeksi
4. Manifestasi klinis
a. Gejala yang sering muncul pada DM, yaitu :
1) Poliuria (banyak dan sering kencing)
2) Polipagia (banyak makan)
3) Polidipsi (banyak minum)
b. Keluhan-keluhan yang sering mincul :
1) Kelemahan tubuh, lesu, tidak bertenaga.
2) Berat badan menurun
3) Rasa kesemutan, karena iritasi (perangsangan) pada serabut-serabut saraf
4) Kelainan kulit, gatal-gatal, bisul-bisul
5) Infeksi saluran kencing
6) Kelainan ginjal kalogi: keputihan
7) Infeksi yang sukar sembuh
c. Pemeriksaan laboratorium:
1) Kadar gula darah meningkat
2) Peningkatan plasma proinsulin dan plasma C polipeptida
3) Glukosuria
d. Manifestasi kaki diabetes iskemia:
1) Kaki dingin
2) Nyeri nocturnal
3) Tidak terabanya denyut nadi
4) Adanya pemucatan ekstrimitas inferior
5) Kulit mengkilap
6) Hilangnya rambut dari jari kaki
7) Penebalan kuku
8) Gangrene kecil atau luas
5. Patofisiologi
Menurut Smeltzer dan Bare (2001), patofisiologi dari diabetes melitus adalah :
a. Diabetes tipe I
Pada Diabetes tipe I terdapat ketidakmampuan untuk menghasilkan insulin
karena sel-sel beta pankreas telah dihancurkan oleh proses autoimun.
Hiperglikemia puasa terjadi akibat produksi glukosa yang tidak terukur oleh hati.
Disamping itu, glukosa yang berasal dari makanan tidak dapat disimpan dalam
hati meskipun tetap berada dalam darah dan menimbulkan
hiperglikemia postprandial (sesudah makan). Jika konsentrasi glukosa dalam
darah cukup tinggi, ginjal tidak dapat menyerap kembali semua glukosa yang
tersaring keluar, akibatnya glukosa tersebut muncul dalam urin (Glukosuria).
Ketika glukosa yang berlebih dieksresikan dalam urin, ekskresi ini akan disertai
pengeluaran cairan dan elektrolit yang berlebihan. Keadaan ini dinamakan diuresis
osmotik. Sebagai akibat dari kehilangan cairan yang berlebihan, pasien akan
mengalami peningkatan dalam berkemih (poliuria) dan rasa haus (polidipsia).
Defisiensi insulin juga mengganggu metabolisme protein dan lemak yang
menyebabkan penurunan berat badan. Pasien dapat mengalami peningkatan selera
makan (polifagia) akibat menurunnya simpanan kalori. Gejala lainnya mencakup
kelelahan dan kelemahan.Proses ini akan terjadi tanpa hambatan dan lebih lanjut
turut menimbulkan hiperglikemia. Disamping itu akan terjadi pemecahan lemak
yang mengakibatkan peningkatan produksi badan keton yang merupakan produk
samping pemecahan lemak. Badan keton merupakan asam yang mengganggu
keseimbangan asam basa tubuh apabila jumlahnya berlebihan. Ketoasidosis
diabetik yang diakibatkannya dapat menyebabkan tandatanda dan gejala seperti
nyeri abdominal, mual, muntah, hiperventilasi, napas berbau aseton dan bila tidak
ditangani akan menimbulkan perubahan kesadaran, koma bahkan kematian.
b. Diabetes tipe II
Pada Diabetes tipe II terdapat dua masalah yang berhubungan dengan
insulin, yaitu resistensi insulin dan gangguan sekresi insulin. Normalnya insulin
akan terikat dengan reseptor khusus pada permukaan sel. Sebagai akibat
terikatnya insulin dengan reseptor tersebut, terjadi suatu rangkaian reaksi dalam
metabolisme glukosa didalam sel. Resistensi insulin pada diabetes tipe II disertai
dengan penurunan reaksi intrasel ini. Dengan demikian insulin menjadi tidak
efektif untuk menstimulasi pengambilan glukosa oleh jaringan. Akibat intoleransi
glukosa yang berlangsung lambat dan progresif maka awitan diabetes tipe II dapat
berjalan tanpa terdeteksi. Jika gejalanya dialami pasien, gejala tersebut sering
bersifat ringan dan dapat mencakup kelelahan, iritabilitas, poliuria, polidipsia,
luka yang lama sembuh, infeksi vagina atau pandangan yang kabur ( jika kadar
glukosanya sangat tinggi ).
Penyakit Diabetes membuat gangguan/ komplikasi melalui kerusakan
pada pembuluh darah di seluruh tubuh, disebut angiopati diabetik. Penyakit ini
berjalan kronis dan terbagi dua yaitu gangguan pada pembuluh darah besar
(makrovaskular) disebut makroangiopati, dan pada pembuluh darah halus
(mikrovaskular) disebut mikroangiopati.
Ulkus Diabetikum terdiri dari kavitas sentral biasanya lebih besar
disbanding pintu masuknya, dikelilingi kalus keras dan tebal. Awalnya proses
pembentukan ulkus berhubungan dengan hiperglikemia yang berefek terhadap
saraf perifer, kolagen, keratin dan suplai vaskuler. Dengan adanya tekanan
mekanik terbentuk keratin keras pada daerah kaki yang mengalami beban terbesar.
Neuropati sensoris perifer memungkinkan terjadinya trauma berulang
mengakibatkan terjadinya kerusakan jaringan dibawah area kalus. Selanjutnya
terbentuk kavitas yang membesar dan akhirnya ruptur sampai permukaan kulit
menimbulkan ulkus. Adanya iskemia dan penyembuhan luka abnormal
manghalangi resolusi. Mikroorganisme yang masuk mengadakan kolonisasi
didaerah ini. Drainase yang inadekuat menimbulkan closed space infection.
Akhirnya sebagai konsekuensi sistem imun yang abnormal, bakteria sulit
dibersihkan dan infeksi menyebar ke jaringan sekitarnya, (Anonim 2009).
6. Pemeriksaan penunjang
a. Pemeriksaan darah
Pemriksaan darah meliputi : GDS ˃200 mg/dl, gula darah puasa ˃220 mg/dl dan
dua jam post prandial ˃200 mg/dl.
b. Urine
Pemeriksaan didapatkan adanya glukosa dalam urine. Pemeriksaan dilakukan
dengan cara Benedict (reduksi). Hasil dapat dilihat melalui perubahan warna pada
urine : hijau (+), kuning (++), merah (+++), dan merah bata (++++).
c. Kultur pus
Mengetahui jenis kuman pada luka dan memberikan antibiotic yang sesuai dengan
jenis kuman.
7. Komplikasi
Wagner ( 1983 ) membagi gangren kaki diabetik menjadi enam tingkatan , yaitu :
Derajat 0 : Tidak ada lesi terbuka, kulit masih utuh dengan kemungkinan disertai
kelainan bentuk kaki seperti “ claw,callus “.
Derajat I : Ulkus superfisial terbatas pada kulit.
Derajat II : Ulkus dalam menembus tendon dan tulang.
Derajat III : Abses dalam, dengan atau tanpa osteomielitis.
Derajat IV : Gangren jari kaki atau bagian distal kaki dengan atau tanpa selulitis.
Derajat V : Gangren seluruh kaki atau sebagian tungkai.
Sedangkan Brand (1986) dan Ward (1987) membagi gangren kaki menjadi dua
golongan :
1. Kaki Diabetik akibat Iskemia ( KDI )
Disebabkan penurunan aliran darah ke tungkai akibat adanya makroangiopati
( arterosklerosis ) dari pembuluh darah besar ditungkai, terutama di daerah betis.
Gambaran klinis KDI :
- Penderita mengeluh nyeri waktu istirahat.
- Pada perabaan terasa dingin.
- Pulsasi pembuluh darah kurang kuat.
- Didapatkan ulkus sampai gangren.
2. Kaki Diabetik akibat Neuropati ( KDN )
Terjadi kerusakan syaraf somatik dan otonomik, tidak ada gangguan dari
sirkulasi. Klinis di jumpai kaki yang kering, hangat, kesemutan, mati rasa,
oedem kaki, dengan pulsasi pembuluh darah kaki teraba baik.
8. Penatalaksanaan
a. Diet
1) Mencukupi semua unsure makanan essensial (misalnya vitamin dan mineral).
2) Mencapai dan memepertahankan berat badan (BMI) yang sesuai.
Penghitungan BMI = BB (kg) / TB (m)
3) BMI normal wanita = 18,5 – 22,9 kg / m2
4) BMI normal pria = 20 – 24,9 kg / m2
5) Memenuhi kebutuhan energi
6) Mencegah fluktuasi kadar glukosa darah setiap harinya
7) Menurunkan kadar lemak darah jika kadar ini meningkat
b. Olahraga
1) 5 – 10 menit pemanasan
2) 20 – 30 menit latihan aerobic (75 – 80& denyut jantung maksimal)
3) 15 – 20 menit pendinginan
Namun sebaiknya dalam berolahraga juga memperhatikan hal-hal sebagai
berikut:
a) Jangan lakukan latihan fisik jika glukosa darah >20 mg/dL
b) Jika glukosa darah <100 mg/dL sebelum latihan, maka sebaiknya makan
camilan dulu
c) Rekomendasi latihan bagi penderita dengan komplikasi disesuaikan
dengan kondisinya
d) Latihan dilakukan 2 jam setelah makan
e) Pada klien dengan gangrene kaki diabetic tidak dianjurkan untuk
melakukan latihan fisik terlalu berat
c. Pengobatan
1) Kering
a) Istirahat ditempat tidur
b) Control gula darah dengan diet, insulin atau obat antidiabetik
c) Tindakan amputasi untuk mencegah meluasnya gangrene, tapi dengan
indikasi yang sangat jelas
d) Memperbaiki sirkulasi guna mengatasi angiopati dengan obat-obat
antiplatelet agresi (aspirin, diprymadol, atau petoxyvilin)
2) Basah
a) Istirahat ditempat tidur
b) Control gula darah dengan diet, insulin atau obat antidiabetik
c) Debridement
d) Kompres dengan air hangat, jangan air panas atau dingin
e) Beri topical antibiotic
f) Beri antibiotic yang sesuai kultur atau dengan antibiotic spectrum luas
g) Untuk neuropati berikan pyridoxine (vit B6) atau neurotropik lain
h) Memperbaiki sirkulasi guna mengatasi angiopati dengan obat-obat
antiplatelet agresi (aspirin, diprymadol, atau petoxyvilin).
i) Pembedahan amputasi segera, debridement dan drainase, setelah tenang
maka tindakan yang dapat diambil adalh amputasi skin / arterial graft.
3) Medika mentosa
a) Sulfunil urea
b) Biguanid
c) Inhibitor alfa glukosida
d) Insulin sensitizing agent
4) Insulin
Indikasi pengobatan dengan insulin
a) Ketoasidosis, koma hiperosmolar dan asidosis laktat
b) DM dengan berat badan menurun secara cepat/kurus
c) DM yang mengalami stress berat (infeksi sistemik, operasi berat, dll)
d) DM dengan kehamilan
e) DM tipe 1
f) Kegagalan pemakaian hipoglikemik oral (OHD)
9. Clinical Pathway
Penurunan
Diabetes Militus Defisiensi insulin Pemakaian glukosa hiperglikemi dehidrasi trombosis
oleh sel
Gangguan perfusi
Gangren basah Gangren kering jaringan
Peningkatan kadar Potensial
glukosa dalam terjadinya
darah penyebaran Thrombosis/emboli
Thrombosis/emboli
infeksi
Penyumbatan arteri
(Mendadak) Penyumbatan arteri
glukoneogenesis
(perlahan)
Suplai O2 dan
hiperosmolaritas darah ekstremitas
Gangguan
integritas
Kalori keluar Iskemia jaringan jaringan Infeksi
(layu,anemic,
Nekrosis jaringan warna hitam)
Rasa lapar
Medulla spinalis
Terdapat luka
Kurang informasi tentang Hypothalamus
proses penyakit, diet,
perawatan dan pengobatan Perawatan luka tdk
efektif
Otak
Cemas
Berbau busuk, layu,
anemic, warna Ggg. Pola tidur Keterbatasan
hitam mobilitas fisik
Gangguan
gambaran diri
B. ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
Pengkajian merupakan langkah utama dan dasar utama dari proses keperawatan yang
mempunyai dua kegiatan pokok, yaitu :
a. Pengumpulan data
Pengumpulan data yang akurat dan sistematis akan membantu dalam
menentukan status kesehatan dan pola pertahanan penderita mengidentifikasikan,
kekuatan dan kebutuhan penderita yang dapt diperoleh melalui anamnese,
pemeriksaan fisik, pemerikasaan laboratorium serta pemeriksaan penunjang
lainnya.
2. Anamnese
a. Identitas penderita
Meliputi nama, umur, jenis kelamin, agama, pendidikan, pekerjaan, alamat, status
perkawinan, suku bangsa, nomor register, tanggal masuk rumah sakit dan diagnosa
medis.
b. Keluhan Utama
Adanya rasa kesemutan pada kaki / tungkai bawah, rasa raba yang menurun,
adanya luka yang tidak sembuh – sembuh dan berbau, adanya nyeri pada luka.
c. Riwayat kesehatan sekarang
Berisi tentang kapan terjadinya luka, penyebab terjadinya luka serta upaya yang
telah dilakukan oleh penderita untuk mengatasinya.
d. Riwayat kesehatan dahulu
Adanya riwayat penyakit DM atau penyakit – penyakit lain yang ada kaitannya
dengan defisiensi insulin misalnya penyakit pankreas. Adanya riwayat penyakit
jantung, obesitas, maupun arterosklerosis, tindakan medis yang pernah di dapat
maupun obat-obatan yang biasa digunakan oleh penderita.
e. Riwayat kesehatan keluarga
Dari genogram keluarga biasanya terdapat salah satu anggota keluarga yang juga
menderita DM atau penyakit keturunan yang dapat menyebabkan terjadinya
defisiensi insulin misal hipertensi, jantung.
f. Riwayat psikososial
Meliputi informasi mengenai prilaku, perasaan dan emosi yang dialami penderita
sehubungan dengan penyakitnya serta tanggapan keluarga terhadap penyakit
penderita.
3. Pemeriksaan fisik
a. Status kesehatan umum
Meliputi keadaan penderita, kesadaran, suara bicara, tinggi badan, berat badan dan
tanda – tanda vital.
b. Kepala dan leher
Kaji bentuk kepala, keadaan rambut, adakah pembesaran pada leher, telinga
kadang-kadang berdenging, adakah gangguan pendengaran, lidah sering terasa
tebal, ludah menjadi lebih kental, gigi mudah goyah, gusi mudah bengkak dan
berdarah, apakah penglihatan kabur / ganda, diplopia, lensa mata keruh.
c. Sistem integumen
Turgor kulit menurun, adanya luka atau warna kehitaman bekas luka, kelembaban
dan shu kulit di daerah sekitar ulkus dan gangren, kemerahan pada kulit sekitar
luka, tekstur rambut dan kuku.
d. Sistem pernafasan
Adakah sesak nafas, batuk, sputum, nyeri dada. Pada penderita DM mudah terjadi
infeksi.
e. Sistem kardiovaskuler
Perfusi jaringan menurun, nadi perifer lemah atau berkurang, takikardi /
bradikardi, hipertensi/hipotensi, aritmia, kardiomegalis.
f. Sistem gastrointestinal
Terdapat polifagi, polidipsi, mual, muntah, diare, konstipasi, dehidrase, perubahan
berat badan, peningkatan lingkar abdomen, obesitas.
g. Sistem urinary
Poliuri, retensio urine, inkontinensia urine, rasa panas atau sakit saat berkemih.
h. Sistem muskuloskeletal
Penyebaran lemak, penyebaran masa otot, perubahn tinggi badan, cepat lelah,
lemah dan nyeri, adanya gangren di ekstrimitas.
i. Sistem neurologis
Terjadi penurunan sensoris, parasthesia, anastesia, letargi, mengantuk, reflek
lambat, kacau mental, disorientasi.
4. Pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan laboratorium yang dilakukan adalah :
a. Pemeriksaan darah
Pemeriksaan darah meliputi : GDS > 200 mg/dl, gula darah puasa >120 mg/dl dan
dua jam post prandial > 200 mg/dl.
b. Urine
Pemeriksaan didapatkan adanya glukosa dalam urine. Pemeriksaan dilakukan
dengan cara Benedict ( reduksi ). Hasil dapat dilihat melalui perubahan warna pada
urine : hijau ( + ), kuning ( ++ ), merah ( +++ ), dan merah bata ( ++++ ).
c. Kultur pus
Mengetahui jenis kuman pada luka dan memberikan antibiotik yang sesuai dengan
jenis kuman.
5. Analisa Data
Data yang sudah terkumpul selanjutnya dikelompokan dan dilakukan analisa serta
sintesa data. Dalam mengelompokan data dibedakan atas data subyektif dan data
obyektif dan berpedoman pada teori Abraham Maslow yang terdiri dari:
a. Kebutuhan dasar atau fisiologis
b. Kebutuhan rasa aman
c. Kebutuhan cinta dan kasih sayang
d. Kebutuhan harga diri
Kebutuhan aktualisasi diri
Data yang telah dikelompokkan tadi di analisa sehingga dapat diambil
kesimpulan tentang masalah keperawatan dan kemungkinan penyebab, yang
dapat dirumuskan dalam bentuk diagnosa keperawatan meliputi aktual, potensial,
dan kemungkinan.
6. Diagnosa keperawatan
Diagnosa keperawatan adalah penilaian klinis tentang respon individu, keluarga atau
komunitas terhadap proses kehidupan/ masalah kesehatan. Aktual atau potensial dan
kemungkinan dan membutuhkan tindakan keperawatan untuk memecahkan masalah
tersebut.
Adapun diagnosa keperawatan yang muncul pada pasien gangren kaki diabetik adalah
sebagai berikut :
a. Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan melemahnya / menurunnya aliran
darah ke daerah gangren akibat adanya obstruksi pembuluh darah.
b. Gangguan integritas jaringan berhubungan dengan adanya gangren pada
ekstrimitas.
c. Nyeri akut berhubungan dengan iskemik jaringan.
d. Keterbatasan mobilitas fisik berhubungan dengan rasa nyeri pada luka.
e. Gangguan pemenuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
intake makanan yang kurang Potensial terjadinya penyebaran infeksi ( sepsis )
berhubungan dengan tingginya kadar gula darah.
f. Cemas berhubungan dengan kurangnya pengetahuan tentang penyakitnya.
g. Kurangnya pengetahuan tentang proses penyakit, diet, perawatan dan pengobatan
berhubungan dengan kurangnya informasi.
h. Gangguan gambaran diri berhubungan dengan perubahan bentuk salah satu
anggota tubuh.
i. Ganguan pola tidur berhubungan dengan rasa nyeri pada luka di kaki.
7. Intervensi
Setelah merumuskan diagnosa keperawatan, maka intervensi dan aktivitas
keperawatan perlu ditetapkan untuk mengurangi, menghilangkan, dan mencegah
masalah keperawatan penderita.
Tahapan ini disebut perencanaan keperawatan yang meliputi penentuan prioritas,
diagnosa keperawatan, menetapkan sasaran dan tujuan, menetapkan kriteria evaluasi
dan merumuskan intervensi dan aktivitas keperawatan.
d. Keterbatasan mobilitas fisik berhubungan dengan rasa nyeri pada luka di kaki.
Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian analgesik.
Rasional : Obat –obat analgesik dapat membantu mengurangi nyeri pasien.
Tujuan : Pasien dapat mencapai tingkat kemampuan aktivitas yang
optimal.
Kriteria Hasil :
Pergerakan paien bertambah luas
Pasien dapat melaksanakan aktivitas sesuai dengan kemampuan ( duduk,
berdiri, berjalan ).
Rasa nyeri berkurang.
Pasien dapat memenuhi kebutuhan sendiri secara bertahap sesuai dengan
kemampuan.
Rencana tindakan :
Kaji dan identifikasi tingkat kekuatan otot pada kaki pasien.
Rasional : Untuk mengetahui derajat kekuatan otot-otot kaki pasien.
Beri penjelasan tentang pentingnya melakukan aktivitas untuk menjaga
kadar gula darah dalam keadaan normal.
Rasional : Pasien mengerti pentingnya aktivitas sehingga dapat kooperatif
dalam tindakan keperawatan.
Anjurkan pasien untuk menggerakkan/mengangkat ekstrimitas bawah sesui
kemar
Rasional : Untuk melatih otot – otot kaki sehingg berfungsi dengan baik.
Bantu pasien dalam memenuhi kebutuhannya.
Rasional : Agar kebutuhan pasien tetap dapat terpenuhi.
Kerja sama dengan tim kesehatan lain : dokter ( pemberian analgesik ) dan
tenaga fisioterapi.
Rasional : Analgesik dapat membantu mengurangi rasa nyeri, fisioterapi
untuk melatih pasien melakukan aktivitas secara bertahap dan benar.
j. Gangguan pola tidur berhubungan dengan rasa nyeri pada luka di kaki.
Tujuan : Gangguan pola tidur pasien akan teratasi.
Kriteria hasil :
Pasien mudah tidur dalam waktu 30 – 40 menit.
Pasien tenang dan wajah segar.
Pasien mengungkapkan dapat beristirahat dengan cukup.
Rencana tindakan :
Ciptakan lingkungan yang nyaman dan tenang.
Rasional : Lingkungan yang nyaman dapat membantu meningkatkan
tidur/istirahat.
Kaji tentang kebiasaan tidur pasien di rumah.
Rasional : mengetahui perubahan dari hal-hal yang merupakan kebiasaan
pasien ketika tidur akan mempengaruhi pola tidur pasien.
Kaji adanya faktor penyebab gangguan pola tidur yang lain seperti cemas,
efek obat-obatan dan suasana ramai.
Rasional : Mengetahui faktor penyebab gangguan pola tidur yang lain
dialami dan dirasakan pasien.
Anjurkan pasien untuk menggunakan pengantar tidur dan teknik relaksasi .
Rasional : Pengantar tidur akan memudahkan pasien dalam jatuh dalam
tidur, teknik relaksasi akan mengurangi ketegangan dan rasa nyeri.
Kaji tanda-tanda kurangnya pemenuhan kebutuhan tidur pasien.
Rasional : Untuk mengetahui terpenuhi atau tidaknya kebutuhan tidur
pasien akibat gangguan pola tidur sehingga dapat diambil tindakan yang
tepat.
A. IDENTITAS PASIEN
Nama : Tn. A
Umur : 51 tahun
Pekerjaan : Wiraswasta
Alamat : Jl. Riau No. 3 Pasir Pengaraian Kec. Ramah
Jenis Kelamin : Laki-laki
Agama : Islam
RM : 137539
Ruang rawat : Cempaka Kelas III
Tanggal masuk : 06 September 2020
Tanggal pengkajian : 08 September 2020
B. ANAMNESIS
Diambil dari autoanamnesa pada tanggal 08 September 2020
Keluhan Utama : Kaki kiri luka dan terasa nyeri
Keluhan Tambahan : Kesemutan, banyak makan, minum dan sering merasa haus
F. RIWAYAT SOSIAL
Pasien mengatakan sejak dulu mempunyai berat badan berlebih dan malas berolahraga.
G. PEMERIKSAAN FISIK
Dilakukan tanggal 08 september 2020, pukul 10.30 WIB
1. Keadaan Umum
Kesan sakit : Sakit sedang
Kesadaran : Compos mentis
Berat Badan : 70 kg
Tinggi Badan : 160 cm
IMT : 27.3 kg/ m2
Tanda Vital :
TD : 140/80 mmHg
Nadi : 80x/menit
Pernapasan : 20 x/menit
Suhu : 36.3 °C
2. Status generalis
a. Pemeriksaan kepala
Bentuk kepala : Normochepal, simetris
Rambut : Warna putih, distribusi merata, tidak mudah
dicabut, tidak mudah rontok
b. Pemeriksaan mata
Palpebra : Edema (-/-)
Konjungtiva : Anemis (-/-)
Sklera : Ikterik (-/-)
c. Pemeriksaan telinga
Letak : Simetris
Bentuk : Normal
Discharge : Tidak ada
Benjolan : Tidak ada
d. Pemeriksaan hidung
Discharge : Tidak ada
Deviasi septum : Tidak ada
NCH : Tidak ada
e. Pemeriksaan mulut
Sianosis : Tidak ada
Lidah kotor : Tidak ada
Lidah hiperemis : Tidak ada
f. Pemeriksaan leher
Inspeksi :
Tidak terlihat benjolan atau massa
Palpasi :
Kelenjar getah bening leher kanan dan kiri tidak teraba membesar, tidak
terdapat nyeri tekan, Spider naevi tidak ada, tidak ada deviasi trakhea, Jugular
Venous Pressure tidak meningkat
g. Pemeriksaan dada
Paru-paru
Inspeksi : Dinding dada simetris
Palpasi : Vokal fremitus apex paru kanan = kiri
Vokal fremitus basal paru kanan = kiri
Perkusi : Suara sonor pada seluruh lapang paru
Auskultasi :
Suara dasar vesikuler (+/+), wheezing (-/-), ronkhi basah halus (-/-), ronkhi
basah kasar (-/-), tidak ada eksperium di perpanjang.
Jantung
Inspeksi : Tidak terlihat pulsasi iktus cordis
Palpasi : Teraba pulsasi iktus kordis di SIC V 1 jari medial pada
LMCS, tidak kuat angkat, tidak teraba thrill
Perkusi :
- Batas kiri atas : SIC II linea parasternal sinistra
- Batas kiri bawah : SIC V 1 jari medial linea midclavikula sinistra
- Batas kanan atas : SIC II linea parasternal dekstra
- Batas kanan bawah : SIC IV linea parasternal dekstra
Auskultasi : S1 > S2, irreguler, bising (-), gallop (-)
h. Pemeriksaan abdomen
Inspeksi : Datar
Auskultasi : Bunyi usus (+) normal
Palpasi : Hepar dan lien dalam batas normal (ttb)
Perkusi : Timpani pada seluruh regio abdomen
Nyeri ketok kostovertebrae kanan dan kiri (-)
Kulit : Turgor kulit normal
i. Ekstremitas
Superior :
Deformitas (-/-), jari tabuh (-/-), sianosis (-/-), tremor (-/-), edema (-/-),
kesemutan (-/-), sensorik dan motorik baik, eutrofi (-/-), reflek fisiologis (+/+)
normal, reflek patologis (-/-)
Inferior :
Status lokalis pedis sinistra : Ulcus pedis sinistra
Inspeksi : Perban (+), bengkak (+)
Palpasi : NT (+)
H. PEMERIKSAAN LABORATORIUM
Pemeriksaan Lab tanggal 06 September 2020
Hemoglobin (HGB) : 12.1 g/dl Normal : 13-16
Leukosit (WBC) : H 35.05 103/mm3 Normal : 5.0 – 10.0
Hematokrit (HCT) : 33 % Normal : 42 - 52
Eritrosit (RBC) : 4.27 106/ul Normal : 4.7 - 6.1
Trombosit (PLT) : H 520 103/mm3 Normal :150 - 400
MCV : 77 fL Normal : 80 - 95
MCH : 28 pg Normal : 27-31
MCHC : 37 % Normal : 32-36
RDW : 11.90 % Normal :11.0 - 14.5
MPV : 9.70 fL Normal : 7.4 -10.4
Hitung Jenis :
Basofil : 0.2 % Normal : 0 -1
Eosinofil : L 0.1 % Normal : 1 - 4
Netrofil Segmen : H 90.0 % Normal : 55 - 70
Limfosit Absolut : L 0.8 103/uL Normal : ¿ 1.5
Monosit : 7.4 % Normal : 2 - 8
Limfosit : L 2.3 % Normal : 20 - 40
Pemeriksaan Kimia Klinik
Ureum : 32 mg/ dl Normal : ¿ 50
Kreatinin : 0.8 mg/ dl Normal : 0.6 - 1.2
Glukosa Sewaktu : 197 mg/ dl Normal : < 100 : Bukan DM
100–199:Belum pasti DM
¿ 200 : Mungkin DM
I. KESIMPULAN PEMERIKSAAN
1. Anamnesis
Pasien masuk ke IGD RSUD Rokan Hulu pada tanggal 06 september 2020. Dengan
keluhan kaki kiri mengalami luka dan tidak sembuh ± 1 bulan ini. Pasien mengatakan
awalnya timbul luka kecil di kaki kiri. Mula-mula luka tersebut berukuran kecil, dua
hari kemudian lukanya bertambah merah, selanjutnya lukanya menjadi terbuka dan
berbau. Pasien mengaku rajin merawat lukanya dengan betadin, namun lukanya tidak
mengalami penyembuhan, bahkan menjadi bengkak kemerahan yang disertai nanah
dan terasa nyeri. Pasien juga mengeluh badan terasa lemas, pusing dan kesemutan
pada kedua kaki.
RPD : Riwayat keluhan serupa : Terdapat
2. Pemeriksaan fisik
TD : 140/80 mmHg
Nadi : 80x/menit
Pernapasan : 20 x/menit
Suhu : 36.3 °C
3. Pemeriksaan penunjang :
Leukosit (WBC) : H 35.05 103/mm3 Normal : 5.0 –
10.06
Trombosit (PLT) : H 520 103/mm3 Normal :150 - 400
J. DIAGNOSIS KERJA
DM Tipe II disertai Ulkus Pedis Sinistra
K. DAFTAR MASALAH
Ulkus diabetikum pedis sinistra
DM tipe II
L. TERAPI
1. IVFD RL 12 jam/kolof
2. Inj. Ceftriaxon
3. Inj. Ketorolac
4. Inj. Ranitidin
M. ANALISA DATA
No
Data Etiologi Masalah
1. DS : Ulkus Diabetikum Nyeri Kronis
Pasien mengatakan nyeri
pada kaki dengan skala
nyeri 4
DO :
Wajah klien
terlihat meringis
kesakitan
Luka pada kaki
tampak
kemerahan dan
bernanah
2. DS : Kelemahan Fisik Intoleransi Aktifitas
Pasien mengatakan
kebutuhan sehari-hari
dibantu keluarga
DO :
ADL pasien tampak
dibantu oleh keluarga
K/U : Sedang
N. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Nyeri kronis berhubungan dengan luka ulkus diabetikum sinistra
2. Intoleransi aktifitas berhubungan dengan kelemahan fisik
O. INTERVENSI KEPERAWATAN
Diagnosa
No Tujuan dan kriteria hasil Intervensi Rasional
keperawatan
1. Nyeri kronis NOC : NIC : 1. Untuk
mengetahui
berhubungan Tujuan : 1. Kaji skala nyeri
kualitas nyeri
dengan luka Setelah dilakukan tindakan 2. Monitor tanda- yang dirasakan
pasien
ulkus keperawatan 3x24 jam tanda vital
2. Peningkatan
diabetikum maka : diharapkan klien 3. Ajarkan teknik
suhu dan denyut
sinistra membaik relaksasi dan
nadi akan
Kriteria Hasil: distraksi
menunjukan
Nyeri skala 2 4. Kolaborasi
infeksi pada
Wajah tampak rilek dalam
luka
Tanda-tanda dalam pemberian obat
3. Teknik relaksasi
batas normal dapat membuat
pasien merasa
sedikit nyaman
dan distraksi
dapat
mengalihkan
perhatian pasien
terhadap nyeri
sehingga dapat
membantu
mengurangi
nyeri yang
dirsakan
4. Pemberian obat
yang tepat dapat
dapat
menrunkan
gejala dan
membrikan
kenyamanan
terhadap pasien
P. IMPLEMENTASI
Hari/
No Jam Tindakan
Tanggal
1 Selasa, 10.00 wib 1. Mengkaji sekala nyeri
08/09/2020 2. Monitor TTV
3. Mengajarkan teknik relaksasi dan distraksi
4. Berkolaborasi dengan dokter dalam
pemberian terapi obat
2. Selasa, 14.00 wib 1. Mengkaji tingkat ketergantungan pasien
08/09/2020 2. Mendekatkan apa yang dibutuhkan oleh
pasien
3. Melibatkan keluarga dalam pemenuhan
kebutuhan ADL pasien
Q. Evaluasi
Nama
Hari/ Diagnosa
No Evaluasi dan TT
Tanggal Keperawatan
Perawat
1. Rabu, Nyeri kronis S : Pasien mengatakan nyeri
09/09/2020 berhubungan berkurang, skala nyeri 3
dengan luka O : Pasien tampak menahan nyeri
ulkus A : Masalah teratasi sebagian
diabetikum P : Inervensi dilanjutkan Rosmita
sinistra - Anjur pasien
mempertahankan teknik
relaksasi dan distraksi
- Berikan terapai
analgetik
R. KESIMPULAN
Setelah dilakukan studi kasus pada Tn.A dengan gangguan sistem integumen (ulkus
pedis sinistra) di Ruang Cempaka (bedah) RSUD Rokan Hulu. Tanggal 08/09/2020 dan
tanggal 09/09/2020, dapat disimpulkan beberapa hal diantaranya :
1. Pada pengkajian pasien dengan ulkus pedis sinistra , kita harus cermat dalam
pengumpulan data yaitu dengan mengetahui keluhan utama yang normal, riwayat
kesehatan yang lalu dan sekarang, pemeriksaan fisik dan pola kehidupan sehari-hari
pasien.
2. Diagnosa yang muncul ditentukan dari kondisi klien dan patofisiologi penyakit
pasien.
3. Untuk menentukan prioritas diperlukan pengetahuan perawat mengenai kondisi
pasien yang ada di lapangan, dengan mendahulukan kebutuhan/ keadaan yang
mendesak untuk diselesaikan / diatasi yang mungkin dapat membahayakan pasien.
4. Pada rencana tindakan tidak semua diterapkan dalam implemntasi secara ideal, tetapi
disesuaikan dengan situasi kondisi dan fasilitas ruangan.
5. Evaluasi secara umum terhadap pasien setelah dilakukan tindakan keperawatan
masalah teratasi dan masalah teratasi sebagian. Hal ini terjadi karena keterbatasan
dalam waktu.
S. SARAN
1. Perawat hendaknya melibatkan keluarga dalam melakukan asuhan keperawatan.
2. Agar tidak terjadi komplikasi yang berkelanjutan maka perawat hendaknya harus
mampu untuk meningkatkan pengetahuan pasien.
3. Dalam pelaksanaan tindakan keperawatan agar dapat dilakukan dengan baik maka
selain disesuaikan dengan situasi, kondisi, juga perlu kerja sama secepatnya dengan
tim kesehatan lain.
DAFTAR PUSTAKA
Brunner dan Suddarth. 2012. Keperawatan Medikal Bedah Edisi 8 Volume 2. Jakarta : EGC.
Carpenito, Lynda Juall. 2014. Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Jakarta: EGC
Doenges, Marilynn E, Mary Frances Moorhouse dan Alice C. Geisser. 1999. Rencana
Asuhan Keperawatan : Pedoman Untuk Perencanaan Dan Pendokumentasian
Perawatan Pasien. Jakarta: EGC
Hadi, Sujono. 2009.Gastroenterology. Bandung : Penerbit Alumni
Smeltzer, Suzanne C dan Brenda G. Bare. 2001. Keperawatan Medikal Bedah 2. (Ed 8).
Jakarta: EGC
Price Sylvia A. 2015. Pathophisiology Consept of Disease Process (Brahm U. Pendit,
Penerjemah).USA : Mosby Company
Joane C. Mc. Closkey, Gloria M. Bulechek, 2016, Nursing Interventions Classification
(NIC), Mosby Year-Book, St. Louis
Kuncara, H.Y, dkk, 2012, Buku Ajar Keperawatan Medikal-Bedah Brunner & Suddarth,
EGC, Jakarta
Marion Johnson, dkk, 2010, Nursing Outcome Classifications (NOC), Mosby Year-Book, St.
Louis
Marjory Gordon, dkk, 2001, Nursing Diagnoses: Definition & Classification 2001-2002,
NANDA
Smeltzer, Suzanne C dan Brenda G. Bare. (2014). Keperawatan medikal bedah 2. (Ed 8).
Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran (EGC).
Soeparman. (2014). Ilmu Penyakit Dalam, Balai Penerbit FKUI, Jakarta.