Anda di halaman 1dari 15

MAKALAH MIKROBIOLOGI

“BIOREMEDIASI”

Makalah Ini Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Mikrobiologi


Teknik Lingkungan

Disusun Oleh :

Diah Putri A.S (D131181310)

Universitas Hasanuddin
Fakultas Teknik

2020
KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah yang telah memberikan rahmat serta hidayahnya sehingga
penulis dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul “Bioremediasi” tepat pada waktu
yang telah ditentukan.

Makalah ini dibuat dalam rangka memenuhi tugas mata kuliah Mikrobiologi Teknik
Lingkungan. Terimakasih kepada dosen pengemban mata kuliah unit operasi dan terimakasih
kepada pihak-pihak yang telah membantu penulis dalam penyelesaian makalah ini.

Penulis dapat menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam penyusunan


makalah ini, oleh karena itu penulis akan sangat menghargai kritikan dan saran untuk
membangun makalah ini lebih baik lagi. Semoga makalah ini dapat memberikan manfaat
bagi kita semua.

Lamasi, 31 Maret 2020

Penulis
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Lingkungan kita sedang terancam. Secara mengejutkan udara yang kita hirup, air
yang kita minum dan tanah yang kita andalkan untuk menanam bahan makanan
telah terkontaminasi secara langsung oleh hasil aktivitas manusia. Polusi dari
sampah industri seperti tumpahan bahan kimia, produk rumah tangga dan
peptisida telah menyebabkan kontaminasi pada lingkungan. Bertambahnya jumlah
bahan kimia beracun menyebabkan ancaman bagi kesehatan lingkungan dan
organisme hidup yang ada di dalamnya.

Perkembangan pembangunan di Indonesia khususnya bidang industri, senantiasa


meningkatkan kemakmuran dan dapat menambah lapangan pekerjaan bagi
masyarakat kita. Namun di lain pihak, perkembangan industri memiliki dampak
terhadap meningkatnya kuantitas dan kualitas limbah yang dihasilkan termasuk di
dalamnya adalah limbah bahan berbahaya dan beracun (B3). Bila tidak ditangani
dengan baik dan benar, limbah B3 akan menimbulkan pencemaran terhadap
lingkungan.

Pencemaran atau polusi bukanlah merupakan hal baru, bahkan tidak sedikit dari
kita yang sudah memahami pengaruh yang ditimbulkan oleh pencemaran atau
polusi lingkungan terhadap kelangsungan dan keseimbangan ekosistem. Polusi
dapat didefinisikan sebagai kontaminasi lingkungan oleh bahan-bahan yang dapat
mengganggu kesehatan manusia, kualitas kehidupan, dan juga fungsi alami dari
ekosistem. Walaupun pencemaran lingkungan dapat disebabkan oleh proses alami,
aktivitas manusia yang notabenenya sebagai pengguna lingkungan adalah sangat
dominan sebagai penyebabnya, baik yang dilakukan secara sengaja ataupun tidak.

Berdasarkan kemampuan terdegradasinya di lingkungan, polutan digolongkan atas


dua golongan:
1. Polutan yang mudah terdegradasi (biodegradable pollutant), yaitu bahan
seperti sampah yang mudah terdegradasi di lingkungan. Jenis polutan ini
akan menimbulkan masalah lingkungan bila kecepatan produksinya lebih
cepat dari kecepatan degradasinya.
2. Polutan yang sukar terdegradasi atau lambat sekali terdegradasi
(nondegradable pollutant), dapat menimbulkan masalah lingkungan yang
cukupserius.

Bahan polutan yang banyak dibuang ke lingkungan terdiri dari bahan pelarut
(kloroform, karbontetraklorida), pestisida (DDT, lindane), herbisida (aroklor,
antrazin, 2,4-D), fungisida (pentaklorofenol), insektisida (organofosfat),
petrokimia (polycyclic aromatic hydrocarbon [PAH], benzena, toluena, xilena),
polychlorinated biphenyls (PCBs), logam berat, bahanbahan radioaktif, dan masih
banyak lagi bahan berbahaya yang dibuang ke lingkungan, seperti yang tertera
dalam lampiran Peraturan Pemerintah RI Nomor 18 Tahun 1999 tentang
Pengelolaan Bahan Berbahaya dan Beracun.

Untuk mengatasi limbah (khususnya limbah B3) dapat digunakan metode biologis
sebagai alternatif yang aman, karena polutan yang mudah terdegradasi dapat
diuraikan oleh mikroorganisme menjadi bahan yang tidak berbahaya seperti CO2
dan H2O. Cara biologis atau biodegradasi oleh mikroorganisme, merupakan salah
satu cara yang tepat, efektif dan hampir tidak ada pengaruh sampingan pada
lingkungan. Hal ini dikarenakan tidak menghasilkan racun ataupun blooming
(peledakan jumlah bakteri). Mikroorganisme akan mati seiring dengan habisnya
polutan dilokasi kontaminan tersebut.

Hanya bioteknologi yang dipertimbangkan untuk menjadi kunci dalam


mengidentifikasi dan memecahkan masalah kesehatan manusia. Bioteknologi juga
menjadi peralatan yang bagus untuk pembelajaran atau perbaikan terhadap
buruknya kesehatan akibat polusi lingkungan.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan diatas, penyusun menemukan


beberapa permasalahan dalam pembuatan makalah ini, yaitu diantara sebagai
berikut :
1. Apakah pengertian Bioremediasi?
2. Apa sajakah mikroorganisme yang berperan dalam proses bioremediasi ?
3. Apakah tujuan dari biormediasi ?
4. Apa sajakah jenis-jenis bioremediasi ?
5. Bagaimanakah proses bioremediasi ?
6. Apa sajakah kekurangan dan kelebihan bioremediasi?
7. Faktor-faktor apakah yang mempengaruhi bioremediasi?
1.3 Tujuan dan Maksud Penulisan

Adapun tujuan dan maksud penulisan makalah ini, diantaranya :

1. Untuk Mengetahui pengertian bioremediasi.


2.  Untuk mengetahui mikroorganisme yang berperan dalam bioremedisi.
3.  Untuk mengetahui tujuan penggunaan dari bioremediasi.
4. Untuk mengetahui jenis-jenis bioremediasi.
5. Untuk mengetahui proses bioremediasi.
6. Untuk mengetahui kekurangan dan kelebihan bioremediasi.
7.  Untuk mengetahui Faktor-faktor yang mempengaruhi bioremediasi.
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Bioremediasi

Bioremediasi berasal dari dua kata yaitu bio dan remediasi yang dapat diartikan


sebagai proses dalam menyelesaikan masalah. Menurut Munir
(2006), bioremediasi merupakan pengembangan dari bidang bioteknologi lingkungan
dengan memanfaatkan proses biologi dalam mengendalikan pencemaran. Menurut
Sunarko (2001), bioremediasimempunyai potensi untuk menjadi salah satu teknologi
lingkungan yang bersih, alami, dan paling murah untuk mengantisipasi masalah-
masalah lingkungan.

Menurut Ciroreksoko(1996), bioremediasi diartikan sebagai proses pendegradasian


bahan organik berbahaya secara biologis menjadi senyawa lain seperti karbondioksida
(CO2), metan, dan air. Sedangkan menurut Craword (1996), bioremediasi merujuk
pada penggunaan secara produktif proses biodegradatif untuk menghilangkan atau
mendetoksi polutan (biasanya kontaminan tanah, air dan sedimen) yang mencemari
lingkungan dan mengancam kesehatan masyarakat.

Jadi bioremediasi adalah salah satu teknologi alternatif untuk mengatasi masalah
lingkungan dengan memanfaatkan bantuan mikroorganisme. Mikroorganisme yang
dimaksud adalah khamir, fungi (mycoremediasi), yeast, alga dan bakteri yang
berfungsi sebagai agen bioremediator. Selain dengan memanfaatkan mikroorganisme,
bioremediasi juga dapat pula memanfaatkan tanaman air. Tanaman air memiliki
kemampuan secara umum untuk menetralisir komponen-komponen tertentu di dalam
perairan dan sangat bermanfaat dalam proses pengolahan limbah cair ( misalnya
menyingkirkan kelebihan nutrien, logam dan bakteri patogen). Penggunaan tumbuhan
ini biasa dikenal dengan istilah fitoremediasi.
Bioremediasi juga dapat dikatakan sebagai proses penguraian limbah
organik/anorganik polutan secara biologi dalam kondisi terkendali.

2.2 Jenis-jenis Mikroorganisme yang berperan dalam bioremediasi

   Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, bioremediasi adalah salah satu teknologi
alternatif untuk mengatasi masalah lingkungan dengan memanfaatkan bantuan
mikroorganisme. Mikroorganisme yang dimaksud adalah khamir, fu8ngi
(mycoremediasi), yeast, alga dan bakteri. Mikroorganisme akan mendegradasi zat
pencemar atau polutan menjadi bahan yang kurang beracun atau tidak beracun.
Polutan dapat dibedakan menjadi dua yaitu bahan pencemar organik dan sintetik
(buatan). Bahan pencemar dapat dibedakan berdasarkan kemampuan terdegradasinya
di lingkungan yaitu:

a. Bahan pencemar yang mudah terdegradasi (biodegradable pollutant), yaitu


bahan yang mudah terdegradasi di lingkungan dan dapat diuraikan atau
didekomposisi, baik secara alamiah yang dilakukan oleh dekomposer (bakteri
dan jamur) ataupun yang disengaja oleh manusia, contohnya adalah limbah
rumah tangga. Jenis polutan ini akan menimbulkan masalah lingkungan bila
kecepatan produksinya lebih cepat dari kecepatan degradasinya.
b. Bahan pencemar yang sukar terdegradasi atau lambat sekali terdegradasi
(nondegradable pollutant), dapat menimbulkan masalah lingkungan yang
cukup serius. Contohnya adalah jenis logam berat seperti timbal (Pb) dan
merkuri.

Sedangkan senyawa-senyawa pencemar menurut keberadaannya dapat dibedakan


menjadi :

a. Senyawa-senyawa yang secara alami ditemukan di alam dan jumlahnya


(konsentrasinya) sangat tinggi, contohnya antara lain minyak mentah (hasil
penyulingan), fosfat dan logam berat.

b. Senyawa xenobiotik yaitu senyawa kimia hasil rekayasa manusia yang sebelumnya
tidak pernah ditemukan di alam, contohnya adalah pestisida, herbisida, plastik dan
serat sintesis.

Dalam bioremediasi, lintasan biodegradasi berbagai senyawa kimia yang berbahaya


dapat dimengerti berdasarkan lintasan mekanisme dari beberapa senyawa kimia alami
seperti hidrokarbon, lignin, selulosa, dan hemiselulosa. Sebagian besar dari prosesnya,
terutama tahap akhir metabolisme, umumnya berlangsung melalui proses yang sama.
Polimer alami yang mendapat perhatian karena sukar terdegradasi di lingkungan
adalah lignoselulosa (kayu) terutama bagian ligninnya.

2.3 Tujuan Bioremediasi

Bioremediasi bertujuan untuk memecah atau mendegradasi zat pencemar menjadi


bahan yang kurang beracun atau tidak beracun (karbon dioksida dan air) atau dengan
kata lain mengontrol,  mereduksi atau bahkan mereduksi bahan pencemar dari
lingkungan.

2.4 Jenis-jenis Bioremediasi

Bioremediasi yang melibatkan mikroba terdapat 3 macam yaitu :

1.    Biostimulasi

Biostimulasi adalah memperbanyak dan mempercepat pertumbuhan mikroba


yang sudah ada di daerah tercemar dengan cara memberikan lingkungan pertumbuhan
yang diperlukan, yaitu penambahan nutrien dan oksigen. Jika jumlah mikroba yang
ada dalam jumlah sedikit, maka harus ditambahkan mikroba dalam konsentrasi yang
tinggi sehingga bioproses dapat terjadi. Mikroba yang ditambahkan adalah mikroba
yang sebelumnya diisolasi dari lahan tercemar kemudian setelah melalui proses
penyesuaian di laboratorium di perbanyak dan dikembalikan ke tempat asalnya untuk
memulai bioproses. Namun sebaliknya,  jika kondisi yang dibutuhkan tidak terpenuhi,
mikroba akan tumbuh dengan lambat atau mati. Secara umum kondisi yang
diperlukan ini tidak dapat ditemukan di area yang tercemar (Suhardi, 2010).

2.    Bioaugmentasi

Bioaugmentasi merupakan penambahan produk mikroba komersial ke dalam


limbah cair untuk meningkatkan efisiensi dalam pengolahan limbah secara biologi.
Cara ini paling sering digunakan dalam menghilangkan kontaminasi di suatu tempat.
Hambatan mekanisme ini yaitu sulit untuk mengontrol kondisi situs yang tercemar
agar mikroba dapat berkembang dengan optimal. Selain itu mikroba perlu beradaptasi
dengan lingkungan tersebut (Uwityangyoyo, 2011). Menurut Munir (2006), dalam
beberapa hal, teknik bioaugmentasi juga diikuti dengan penambahan nutrien tertentu.
Para ilmuwan belum sepenuhnya mengerti seluruh mekanisme yang terkait
dalam bioremediasi, dan mikroorganisme yang dilepaskan ke lingkungan yang asing
kemungkinan sulit untuk beradaptasi.

3.    Bioremediasi Intrinsik

Bioremediasi jenis ini terjadi secara alami di dalam air atau tanah yang
tercemar.

Bioremediasi berdasarkan lokasi terdapat 2 macam yaitu:

1. In situ, yaitu dapat dilakukan langsung di lokasi tanah tercemar ( proses bioremediasi
yang digunakan berada pada tempat lokasi limbah tersebut). Proses bioremadiasi in
situ pada lapisan surface juga ditentukan oleh faktor bio-kimiawi dan hidrogeologi

2. Ex situ, yaitu bioremediasi yang dilakukan dengan mengambil limbah tersebut lalu
ditreatment ditempat lain, setelah itu baru dikembalikan ke tempat asal.  Lalu diberi
perlakuan khusus dengan memakai mikroba.  Bioremediasi ini bisa lebih cepat dan
mudah dikontrol dibanding in-situ, ia pun mampu me-remediasi jenis kontaminan dan
jenis tanah yang lebih beragam.

2.5 Proses Bioremediasi

Proses utama pada bioremediasi adalah biodegradasi, biotransformasi dan biokatalis.


Saat bioremediasi terjadi, enzim-enzim yang diproduksi oleh mikroorganisme
memodifikasi polutan beracun dengan mengubah struktur kimia polutan tersebut.
Enzim mempercepat proses tersebut dengan cara menurunkan energi aktivasi, yaitu
energi yang dibutuhkan untuk memulai suatu reaksi. Pada proses ini terjadi
biotransformasi atau biodetoksifikasi senyawa toksik menjadi senyawa yang kurang
toksik atau tidak toksik. Pada banyak kasus, biotransformasi berujung pada
biodegradasi. Degradasi senyawa kimia oleh mikroba di lingkungan merupakan
proses yang sangat penting untuk mengurangi kadar bahan-bahan berbahaya di
lingkungan, yang berlangsung melalui suatu seri reaksi kimia yang cukup kompleks
dan akhirnya menjadi metabolit yang tidak berbahaya dan tidak beracun. Misalnya
mengubah bahan kimia menjadi air dan gas yang tidak berbahaya misalnya CO2.
Dalam proses degradasinya, mikroba menggunakan senyawa kimia tersebut untuk
pertumbuhan dan reproduksinya melalui berbagai proses oksidasi. Enzim yang
dihasilkan juga berperan untuk mengkatalis reaksi degradasi, sehingga tidak
membutuhkan waktu yang lama untuk mencapai keseimbangan. Lintasan
biodegradasi berbagai senyawa kimia yang berbahaya dapat dimengerti berdasarkan
lintasan mekanisme dari beberapa senyawa kimia alami seperti hidrokarbon, lignin,
selulosa, dan hemiselulosa. Sebagian besar dari prosesnya, terutama tahap akhir
metabolisme umumnya berlangsung melalui proses yang sama.

Supaya proses tersebut dapat berlangsung optimal, diperlukan kondisi lingkungan


yang sesuai dengan kebutuhan pertumbuhan dan perkembangangbiakan
mikroorganisme. Tidak terciptanya kondisi yang optimum akan mengakibatkan
aktivitas degradasi biokimia mikroorganisme tidak dapat berlangsung dengan baik,
sehingga senyawa-senyawa beracun menjadi persisten di lingkungan. Agar tujuan
tersebut tercapai diperlukan pemahaman akan prinsip-prinsip biologis tentang
degradasi senyawa-senyawa beracun, pengaruh kondisi lingkungan terhadap
mikroorganisme yang terkait dan reaksi-reaksi yang dikatalisnya. Salah satu cara
untuk meningkatkan bioremediasi adalah melalui teknologi genetik. Teknologi
genetik molekular sangat penting untuk mengidentifikasi gen-gen yang mengkode
enzim yang terkait pada bioremediasi. Karakterisasi dari gen-gen yang bersangkutan
dapat meningkatkan pemahaman kita tentang bagaimana mikroba-mikroba
memodifikasi polutan beracun menjadi tidak berbahaya.

2.6 Kelebihan dan Kekurangan Bioremediasi

 Kelebihan bioremediasi sebagai berikut :

1)   Proses pelaksanaan dapat dilakukan langsung di daerah tersebut dengan lahan yang
sempit sekalipun.

2)   Mengubah pollutant bukan hanya memindahkannya.

3)   Proses degradasi dapat dilaksanakan dalam jangka waktu yang cepat.

4)   Bioremediasi sangat aman digunakan karena menggunakan mikroba yang secara


alamiah sudah ada dilingkungan (tanah).

5)   Bioremediasi tidak menggunakan/menambahkan bahan kimia berbahaya.

6)   Teknik pengolahannya mudah diterapkan dan murah biaya.

 Kekurangan bioremediasi sebagai berikut :


1)   Tidak semua bahan kimia dapat diolahsecara bioremediasi.

2)   Membutuhkan pemantauan yang ekstensif .

3)   Membutuhkan lokasi tertentu.

4)   Pengotornya bersifat toksik 

5)   Padat ilmiah

6)   Berpotensi menghasilkan produk yangtidak dikenal

7)   Dapat digabung dengan teknik pengolahan lain

8)   Persepsi sebagai teknologi yang belum teruji

Sumber: Wisnjnuprapto (1996)

2.7 Faktor-faktor yang mempengaruhi Bioremediasi.

Keberhasilan proses biodegradasi banyak ditentukan oleh aktivitas enzim.


Dengan demikian mikroorganisme yang berpotensi menghasilkan enzim pendegradasi
hidrokarbon perlu dioptimalkan aktivitasnya dengan pengaturan kondisi dan
penambahan suplemen yang sesuai. Dalam hal ini perlu diperhatikan faktor-faktor
lingkungan yang mempengaruhi proses bioremediasi, yang meliputi kondisi tanah,
temperature, oksigen, dan nutrient yang tersedia.

a)    Lingkungan

Proses biodegradasi memerlukan tipe tanah yang dapat mendukung kelancaran


aliran nutrient, enzim-enzim mikrobial dan air. Terhentinya aliran tersebut akan
mengakibatkan terbentuknya kondisi anaerob sehingga proses biodegradasi aerobik
menjadi tidak efektif. Karakteristik tanah yang cocok untuk bioremediasi in situ
adalah mengandung butiran pasir ataupun kerikil kasar sehingga dispersi oksigen dan
nutrient dapat berlangsung dengan baik. Kelembaban tanah juga penting untuk
menjamin kelancaran sirkulasi nutrien dan substrat di dalam tanah.8

b)   Temperatur
Temperatur yang optimal untuk degradasi hidrokaron adalah 30-40˚C. Ladislao,
et. al. (2007) mengatakan bahwa temperatur yang digunakan pada suhu 38˚C bukan
pilihan yang valid karena tidak sesuai dengan kondisi di Inggris untuk mengontrol
mikroorganisme patogen. Pada temperatur yang rendah, viskositas minyak akan
meningkat mengakibatkan volatilitas alkana rantai pendek yang bersifat toksik
menurun dan kelarutannya di air akan meningkat sehingga proses biodegradasi akan
terhambat. Suhu sangat berpengaruh terhadap lokasi tempat dilaksanakannya
bioremediasi

c)    Oksigen

Langkah awal katabolisme senyawa hidrokaron oleh bakteri maupun kapang


adalah oksidasi substrat dengan katalis enzim oksidase, dengan demikian tersedianya
oksigen merupakan syarat keberhasilan degradasi hidrokarbon minyak. Ketersediaan
oksigen di tanah tergantung pada (a) kecepatan konsumsi oleh mikroorganisme tanah,
(b) tipe tanah dan (c) kehadiran substrat lain yang juga bereaksi dengan oksigen.
Terbatasnya oksigen, merupakan salah satu faktor pembatas dalam biodegradasi
hidrokarbon minyak

d)   pH.

Pada tanah umumnya merupakan lingkungan asam, alkali sangat jarang namun
ada yang melaporkan pada pH 11. Penyesuaian pH dari 4,5 menjadi 7,4 dengan
penambahan kapur meningkatkan penguraian minyak menjadi dua kali. Penyesuaian
pH dapat merubah kelarutan, bioavailabilitas, bentuk senyawa kimia polutan, dan
makro & mikro nutrien. Ketersediaan Ca, Mg, Na, K, NH 4+, N dan P akan turun,
sedangkan penurunan pH menurunkan ketersediaan NO3- dan Cl- . Cendawan yang
lebih dikenal tahan terhadap asam akan lebih berperan dibandingkan bakteri asam.

e)    Kadar H2O dan karakter geologi.

Kadar air dan bentuk poros tanah berpengaruh pada bioremediasi. Nilai aktivitas
air dibutuhkan utk pertumbuhan mikroba berkisar 0.9 - 1.0, umumnya kadar air 50-
60%. Bioremediasi lebih berhasil pada tanah yang poros.

f)    Keberadaan zat nutrisi.


Baik pada in situ & ex situ. Bila tanah yang dipergunakan bekas pertanian
mungkin tak perlu ditambah zat nutrisi. Untuk hidrokarbon ditambah nitrogen &
fosfor, dapat pula dengan makro & mikro nutrisi yang lain.

Mikroorganisme memerlukan nutrisi sebagai sumber karbon, energy dan


keseimbangan metabolisme sel. Dalam penanganan limbah minyak bumi biasanya
dilakukan penambahan nutrisi antara lain sumber nitrogen dan fosfor sehingga proses
degradasi oleh mikroorganisme berlangsung lebih cepat dan pertumbuhannya
meningkat.

g)   Interaksi antar Polusi.

Fenomena lain yang juga perlu mendapatkan perhatian dalam mengoptimalkan


aktivitas mikroorganisme untuk bioremediasi adalah interaksi antara beberapa galur
mikroorganisme di lingkungannya. Salah satu bentuknya adalah kometabolisme.
Kometabolisme merupakan proses transformasi senyawa secara tidak langsung
sehingga tidak ada energy yang dihasilkan.

BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Bioremediasi adalah proses pembersihan pencemaran tanah dengan menggunakan


mikroorganisme (jamur, bakteri). Bioremediasi bertujuan untuk memecah atau
mendegradasi zat pencemar menjadi bahan yang kurang beracun atau tidak beracun
(karbon dioksida dan air).

Jenis-jenis bioremediasi meliputi :

A. Bioremediasi yang melibatkan mikroba terdapat 3 macam yaitu :

1. Biostimulasi,  yaitumemperbanyak dan mempercepat pertumbuhan mikroba yang


sudah ada di daerah tercemar dengan cara memberikan lingkungan pertumbuhan yang
diperlukan, yaitu penambahan nutrien dan oksigen.
2. Bioaugmentasi, yaitupenambahan produk mikroba komersial ke dalam limbah cair
untuk meningkatkan efisiensi dalam pengolahan limbah secara biologi.

3. Bioremediasi Intrinsik,  terjadi secara alami di dalam air atau tanah yang tercemar.

B. Bioremediasi berdasarkan lokasi, meliputi :

1. In situ, yaitu dapat dilakukan langsung di lokasi tanah tercemar (proses bioremediasi


yang digunakan berada pada tempat lokasi limbah tersebut).

2. Ex situ, yaitu bioremediasi yang dilakukan dengan mengambil limbah tersebut lalu
ditreatment ditempat lain, setelah itu baru dikembalikan ke tempat asal. 

3.2 Saran

Penyusun menyarankan agar makalah ini dapat digunakan sebaik-baiknya serta kita
harus bisa menjaga lingkungan dengan baik dengan cara membuang sampah pada
tempatnya. Lingkungan merupakan tempat kita yang harus dilestarikan dan dijaga.
Karena hal tersebut juga bisa bermanfaat untuk manusia.

DAFTAR PUSTAKA

Arifin, H.S., M. Yani, F. Aribowo, and A.M. Fauzi. 2004. Bioremediation: A Case
Study in East Kalimantan, Indonesia. Proceeding the 1st COE International
Symposium “Environmental Degradation and Ecosystem Restoration in East Asia”
Tokyo University – Japan. 9 p.

Baker, J. M., Clark, R. B., Kingston, P. F. and Jenkins, R. H. (1990). Natural


Recovery of Cold Water Marine Environments after an Oil Spill. 13th AMOP
Seminar, June 1990.

Cookson, J.T. 1995. Bioremediation Engineering : Design and Application. McGraw-


Hill, Inc. Toronto.

Budianto, H. 2006. Perbaikan lahan terkontaminasi minyak bumi secara


bioremediasi.
Munawar dkk. 2005. Bioremediasi Tumpahan Minyak Mentah Dengan Metode
Biostimulasi   Di Lingkungan Pantai Surabaya Timur. Surabaya.

Anda mungkin juga menyukai