Anda di halaman 1dari 29

MODUL KEPERAWATAN ANAK 2

MODUL SESI I
PENYAKIT KRONIS dan KONDISI TERMINAL PADA ANAK

DISUSUN OLEH
NS. RITA DWI PRATIWI, S. Kep., M. SC
Ns. Ni Bodro Ardi,S.Kep.,M.Kep

STIKES WIDYA DHARMA HUSADA TANGERANG


TAHUN 2020

0|Keperawatan Anak 2
Penyakit Kronis Pada Anak

A. Kemampuan Akhir Yang Diharapkan


Mahasiswa mampu memahami konsep keperawatan anak dengan penyakit
kronis dan terminal

Setelah mempelajari modul ini, diharapkan mahasiswa mampu :


1. Pengertian penyakit kronis pada anak
2. Jenis-jenis penyakit kronis pada anak
3. Dampak penyakit kronis terhadap keluarga dan pertumbuhan serta
perkembangan anak
4. Mekanisme Koping

B. Uraian
Peran perawat sangat komprehensif dalam menangani pasien karena peran
perawat adalah membimbing rohani pasien yang merupakan bagian integral
dari bentuk pelayanan kesehatan dalam upaya memenuhi kebutuhan biologis-
psikologis-sosiologis-spiritual. Pentingnya bimbingan spiritual dalam kesehatan
telah menjadi ketetapan WHO yang menyatakan bahwa aspek agama {spiritual}
merupakan salah satu unsurdari pengertian kesehatan seutuhnya. Oleh karena
itu dibutuhkan dokter dan terutama perawat untuk memenuhi kebutuhan
spiritual pasien. Hal ini dikarenakan peran perawat yang komprehensif tersebut
pasien senantiasa memandang perawat memiliki tugas mulia yaitu
mengantarkan pasien di akhir hayatnya dan perawat juga dapat bertindak
sebagai fasilitator {memfasilitasi} agar pasien tetap melakukan yang terbaik
seoptimal mungkin sesuai dengan kondisinya. Namun peran spiritual ini sering
kali diabaikan oleh tim kesehatan padahal aspek spiritual ini sangat penting
terutama untuk pasien terminal yang didiagnosa harapan sembuhnya sangat
tipis dan mendekati sekaratul maut {terminal}. Orang yang mengalami penyakit
terminal lebih banyak menjiwai penyakit kejiwaan ,krisis spiritual dan krisis
kerohanian sehingga pembinaan kerohanian saat klien terminal perlu mendapat
kan perhatian khusus”.
Pasien terminal biasanya memiliki rasa depresi yang berat, perasaan marah

1|Keperawatan Anak 2
terhadap ketidak berdayaan dan keputusasaan. Dalam fase akhir kehidupannya
ini pasien tersebut selalu berada di samping perawat.

Penyakit terminal adalah suatu penyakit yang tidak bisa disembuhkan lagi.
Kematian adalah tahap akhir kehidupan. Kematian bisa datang tiba-tiba tanpa
peringatan atau mengikuti priode sakit yang panjang. Terkadang kematian
menyerang usia muda tetapi selalu menunggu yang tua. Kondisi Terminal
adalah: Suatu proses yang progresif menuju kematian berjalan melalui suatu
tahapan proses penurunan fisik , psikososial dan spiritual bagi individu. Pasien
Terminal adalah pasien –pasien yang dirawat yang sudah jelas bahwa mereka
akan meninggal atau keadaan mereka makin lama makin memburuk sehingga
diperlukan pendampingan dalam proses kematian. Penyakit Kronik terminal
berada pada stadium lanjut, penyakit utama tidak dapat diobati, bersifat
progresif dan pengobatan hanya bersifat paliatif ( mengurangi gejala dan
keluhan, memperbaiki kualitas hidup. Bisa dikatakan Penyakit terminal adalah
lanjutan dari penyakit kronik/ penyakit akut yang sifatnya tidak bisa
disembuhkan dan mengarah pada kematian.
Pasien terminal illness adalah pasien yang sedang menderita sakit dimana
tingkat sakitnya telah mencapai stadium lanjut sehingga pengobatan medis
sudah tidak mungkin dapat menyembuhkan lagi. Oleh karena itu, pasien
terminal illnes harus mendapatkan perawatan paliatif yang bersifat meredakan
gejala penyakit, namun tidak lagi berfungsi untuk menyembuhkan. Jadi fungsi
perawatan paliatif pada pasien terminal illnes adalah mengendalikan nyeri yang
dirasakan serta keluhan-keluhan lainnya dan meminimalisir masalah emosi,
sosial dan spiritual. Penjelasan tersebut mengindikasi bahwa pasien terminal
illness adalah orang-orang sakit yang diagnosis dengan penyakit berat yang
tidak dapat disembuhkan lagi dimana prognosisnya adalah kematian.

Dalam mempelajari penyakit kronis pada anak, pertama yang harus dipahami
adalah perbedaan penyakit kronis dan kondisi kronis. Dua hal tersebut
merupakan suatu kondisi yang mengakibat kesakitan dalam waktu lama, namun
terdapat perbedaan. Kejadian penyakit kronis pada anak akan menyebabkan
kondisi kronis, namun kondisi kronis belum tentu menyebabkan penyakit kronis.
Misalnya pada anak yang mengalami yang mengalami penyakit thalasemia

2|Keperawatan Anak 2
yang merupakan penyakit kronis dengan transfusi darah terus menurus maka
akan menyebabkan chronic condition. Hal berbeda dengan anak autis yang
mengalami chronic condition tapi sepanjang hidupnya tapi belum tentu disertai
dengan penyakit kronis.

Penyakit kronis merupakan penyakit yang membutuhkan perawatan yang lebih


lama. Hal tersebut akan menjadi beban ganda dalam bidang kesehatan selain
dari penyakit infeksi. Penyakit kronis pada anak tidak hanya mengakibatkan
kesakitan, kematian dan ketidakmampuan fisik pada anak, namun juga
prosedur pengobatan yang panjang dan menghabiskan banyak biaya
pengobatan (Denham & Looman, 2010). Dari tahun ke tahun kejadian penyakit
kronis pada anak selalu mengalami peningkatan. Adapun penyakit kronis yang
sering terjadi pada anak adalah leukemia, thalasemia, hemofilia, keganasan lain
pada anak, asthma, diabetes, cerebral palsy, kanker, AIDS, cystic fibrosis,
kelainan jantung bawaan dan lain-lain.

Penyakit kronis pada anak tidak hanya berdampak terhadap anak tetapi juga
kepada orang tua dan saudara kandung. Penyakit kronik yang dialami oleh
anak akan berdampak terhadap pertumbuhan dan perkembangan pada anak.
Selain hal tersebut, tingkat aktivitas anak akan dipengaruhi oleh kondisi kronik
tersebut. Contohnya pada anak usia sekolah, anak akan sering tidak masuk
sekolah karena menjalani perawatan di rumah sakit. Kondisi tersebut secara
tidak langsung akan menimbulkan masalah perilaku dan emosional pada anak.
Pada orang tua, hal tersebut menyebabkan orang tua bolos kerja, beban waktu,
beban finansial, lebih emosional atau masalah fisik selama merawat anak
dengan penyakit kronis. Sehingga dalam dalam perawatan anak dengan
penyakit kronis orang tua dan tenaga kesehatan saling bekerja sama agar
membantu anak untuk meningkatkan kualitas hidupnya.

1. Pengertian penyakit kronis


Penyakit kronis merupakan salah satu penyakit yang sering dijumpai pada anak.
Jika dilihat dari kata “kronis” dapat diartikan suatu penyakit yang dialami dalam
jangka waktu yang lama dan membutuhkan pengobatan yang panjang. Artinya,
dalam kondisi ini seseorang anak akan menjalani masa perawatan yang

3|Keperawatan Anak 2
panjang, teknologi khusus dalam pengobatan serta dapat menimbulkan
berbagai masalah baru terhadap kesehatan anak.

Penyakit kronis merupakan suatu kondisi yang mempengaruhi fungsi


keseharian penderitanya selama lebih dari 3 bulan dalam satu tahun, yang
menyebabkan hospitalisasi selama lebih dari 1 bulan dalam 1 tahun atau pada
saat didiagnosis dibuat terjadi salah satu dari kondisi tersebut (Hockenberry &
Wilson, 2009). Hal tersebut menunjukkan bahwa penyakit kronis tidak sembuh
dengan spontan seperti kondisi sakit akut, namun membutuhkan pengobatan
dalam jangka waktu panjang dan belum tentu dapat sembuh secara sempurna.
Bahkan dalam beberapa kondisi dapat menimbulkan beberapa efek samping
pada anak.

Dari pengertian yang dijabarkan diatas, dapat tarik kesimpulan bahwa kondisi
sakit kronik pada anak akan menimbulkan dampak tidak hanya anak dan
keluarga (dalam hal ini orang tua, sibling, serta anggota keluarga lain) namun
juga terhadap pertumbuhan dan perkembangan anak. Oleh karena itu, seorang
perawat yang merawat anak dengan penyakit kronis harus mampu melakukan
proses asuhan keperawatan secara komprehensif karena dalam kondisi ini
anak akan mengalami berbagai macam masalah yang tidak hanya fisik, namun
juga psikologis, sosial, dan spiritual. Selain hal tersebut, kondisi tersebut juga
menyebabkan anak menjalani hospitalisasi yang panjang sehingga proses
tersebut akan berdampak dalam aktivitas sehari-hari anak.

2. KRITERIA PENYAKIT TERMINAL


a. Penyakit tidak dapat disembuhkan
b. Mengarah pada kematian
c. Diagnosa medis sudah jelas
d. Tidak ada obat untuk menyembuhkan

3. JENIS-JENIS PENYAKIT KRONIS PADA ANAK


Kejadian penyakit kronis pada anak selalu meningkat setiap tahunnya, terutama
kejadian kanker pada anak. Berikut ini adalah jenis-jenis penyakit kronis pada
anak yang sering ditemui pada anak:

4|Keperawatan Anak 2
a. Kanker
Kanker merupakan salah satu penyakit kronis yang sering dijumpai pada
anak. Beberapa jenis kanker yang umum terjadi pada anak adalah leukemia,
tumor wilms, limfoma hodgkin & non hodgkin, tumor sel germinal, tumor pada
sistem saraf pusat, melanoma malignan. Angka kejadian kanker pada anak
di dunia setiap tahunnya mengalami peningkatan. Namun, untuk di Indonesia,
belum ditemukan adanya data akurat terkait dengan jumlah registrasi
nasional kanker pada anak. Namun, untuk mengetahui angka prevalensi
dapat meminta ke Rumah Sakit Pusat seperti RSK Dharmain, RSUPN Dr.
Cipto Mangunkusumo, RS Sardjito, RS Soetomo serta RS lainnya. Oleh
karena itu diharapkan adanya pencatatan yang tepat tentang angka kejadian
kanker pada anak secara nasional sehingga penemuan kasus juga pada
stadium awal/dini. Harapannya adalah dengan penemuan awal akan
meningkatkan survival rate. Namun untuk angka survival rate untuk negara
berkembang masih rendah, yaitu diperkirakan sekitar 20% atau dibawah itu
dibandingkan dengan negara maju yang mempunyai survival rate diatas 80%
(UICC, 2014). Oleh karena itu penting bagi seorang perawat mengetahui
apa saja jenis-jenis kanker pada anak dan penatalaksaannya sehingga
penemuan kasus ditemukan pada stadium dini atau stadium awal. Dengan
hal itu akan mempercepat proses pengobatan dan meningkatkan survival
rate.
b. Asthma
Asthma merupakan salah satu penyakit kronis yang dijumpai pada anak.
Kondisi ini akan mengganggu berbagai macam aktivitas anak sehingga anak
harus dihindari dari faktor-faktor yang dapat memicu munculnya asthma
tersebut. Anak dengan kondisi asthma harus di adaptasikan bagaimana agar
tetap tumbuh dan berkembang secara optimal dengan kondisi tersebut
sesuai dengan tahap perkembangannya. Perlu diingatkan, dalam kondisi
kronis, pencapaian pertumbuhan dan perkembangan anak berbeda dengan
anak normal. Sehingga perlu bagi seorang perawat mengkaji kebutuhan
yang tepat pada anak sesuai dengan tahapan pertumbuhan dan
perkembangan anak.
c. Cystic fibrosis
d. Diabetes tipe 1

5|Keperawatan Anak 2
Diabetes tipe 1 atau juga dikenal dengan juvenille diabetes merupakan salah
satu gangguan sistem endokrin yang ditemui pada anak. Kejadian ini, juga
akan menimbulkan keterbatasan pada anak seperti aktivitas. Selain hal
tersebut diperlukan pengontrolan ketat terhadap anak terutama dalam hal
nutrisi. Oleh karena itu, anak dan keluarga harus mampu beradaptasi
dengan kondisinya sehingga dengan harapan anak mampu melakukan
pengelolaan terhadap penyakitnya. Pengelolaan yang baik membuat anak
mampu tumbuh dan berkembang dengan keterbatasan yang dialami anak.
e. Obesitas
f. Cerebral palsy
Cerebral palsy merupakan salah satu penyakit kronis pada anak dengan
kondisi anak mengalami gangguan motorik. Dalam kondisi ini anak
melakukan keterbatasan gerak dan aktivitas. Penyakit kronis yang dialami
oleh anak juga akan berdampak menimbulkan kondisi kronis.

4. Dampak penyakit kronis terhadap pertumbuhan dan perkembangan anak


a. Dampak terhadap perkembangan anak
Dampak penyakit yang dialami oleh anak akan berbeda-beda pada setiap
usia perkembangan. Dalam kondisi tersebut, anak ada yang mampu
beradaptasi namun ada juga anak yang tidak mampu beradaptasi. Hal
tersebut akan mempengaruhi tumbuh kembang anak serta kualitas hidup
anak. Ada beberapa faktor yang mempengaruhi respon anak terhadap
penyakit kronis yang dialami diantaranya adalah faktor usia, lama anak
mengalami sakit, jenis pengalaman, dan tahap perkembangan anak (Wong,
et al, 2009).

Faktor-faktor yang mempengaruhi hal tersebut akan mempengaruhi proses


asuhan keperawatan yang akan diberikan oleh perawat kepada anak.
Contoh: pada usia bayi anak berada pada tahap perkembang psikososial
trust vs mistrus, dimana pada tahap ini bayi mulai membangun rasa
kepercayaan dengan orang yang paling dekat (dalam hal ini adalah orang
tua) melalui sentuhan dan belaian rasa sayang yang secara continue
diberikan oleh orang tua. Namun, dalam kondisi sakit yang memerlukan
pengobatan dan perawatan dalam jangka waktu yang lama secara tidak

6|Keperawatan Anak 2
langsung akan menyebabkan tidak normalnya hubungan antara orang tua
dan bayi. Selain hal itu, saat dirawat bayi akan kehilangan kemampuan
motorik dimana bayi lebih banyak berbaring ditempat tidur, kurangnya
sentuhan dari orang tua terutama pada bayi yang dirawat diruang intensif
sehingga menyebabkan bayi merasa tidak nyaman dengan kondisi tersebut
(James & Ashwill, 2010).

Begitu dengan tahap perkembangan yang lain seperti anak toddler,


prasekolah, usia sekolah hingga remaja. Dampak yang ditimbulkan tidak
hanya terhadap perkembangan psikososial, namun juga terhadap
perkembangan moral, perkembangan kognitif, perkembangan psikoseksual,
perkembangan bahasa dan perkembangan konsep diri serta perkembangan
spiritual. Contoh untuk perkembangan konsep diri sudah mulai terlihat pada
anak usia sekolah dan usia remaja, dimana anak sudah mulai belajar tentang
struktur tubuh serta fungsinya dan ketika anak melihat dirinya berbeda
dengan teman-teman sebaya akan menimbulkan rasa malu. Hal ini dapat
kita lihat misalnya pada anak dengan penyakit keganasan yang
mendapatkan kemoterapi, dimana dampak kemoterapi salah satunya adalah
alopesia. Kondisi alopesia dimana rambut anak rontok dan bahkan
menyebabkan kebotakan sehingga pada anak usia sekolah akan
menimbulkan rasa malu. Oleh karena itu, seorang perawat dan keluarga
sangat berperan penting dalam mengatasi hal tersebut, salah satunya adalah
menganjurkan anak untuk menggunakan wig atau topi atau penutup kepala. I

b. Pertumbuhan pada anak dengan penyakit kronis


Penyakit kronis yang dialami oleh anak secara langsung akan
mempengaruhi pertumbuhan anak. Kondisi tersebut akan menghambat
proses pertumbuhan sehingga anak akan mengalami keterlambatan
pertumbuhan. Hal tersebut disebabkan salah satunya adalah gangguan
keseimbangan nutrisi. Kita tahu nutrisi merupakan salah satu komponen
yang penting dalam pertumbuhan. Namun ketika tubuh mengalami
kekurangan suplai nutrisi maka menyebabkan metabolisme dan sirkulasi
serta transport nutrisi keseluruh tubuh akan mengalami gangguan. Sehingga,

7|Keperawatan Anak 2
paling umum dijumpai pada anak dengan penyakit kronis adalah penurunan
berat badan, anemia, serta gangguan fisik lainnya.

c. Dampak terhadap keluarga


Penyakit kronis yang dialami oleh anak akan menimbulkan dampak terhadap
keluarga terutama yaitu orang tua. Umumnya, orang tua yang merawat anak
dengan penyakit kronis akan mengalami stress karena berbagai masalah
akan muncul. Sebagian besar orang tua akan mengalami chronic sorrow.
Cronic sorrow merupakan duka cita atau kesedihan yang berkepanjangan.
Hal tersebut disebabkan karena harapan orang tua memiliki anak sempurna
tidak akan mungkin lagi, sehingga tidak jarang orang tua pada awalnya
menolak kondisi anaknya dan tidak jarang orang tua menyalahkan dirinya
sendiri. Sehingga dalam kondisi ini saat diharapkan peran penting dari pihak
keluarga yang lain serta perawat dan petugas kesehatan untuk membantu
orang tua dalam menciptakan mekanisme koping yang adaptif. Mekanisme
koping yang adaptif diharapkan orang tua dapat beradaptasi dengan kondisi
saat ini sehingga akan menerima kondisi anaknya.

Selain hal tersebut, masalah finansial juga akan menimbulkan masalah stres
pada orang tua dan keluarga. Masalah tersebut akibat pengobatan dalam
jangka waktu panjang serta mahalnya biaya pengobatan yang dijalani oleh
anak. Kekhawatiran dan ketakutan juga dialami oleh orang tua dimana
adanya perasaan atau pikiran terhadap hasil pengobatan apakah berhasil
atau tidak, rasa tidak tega akibat kesakitan yang dialami oleh anak setiap
menjalani treatment. Mendampingi anak disetiap menjalani perawatan
sehingga akan mengganggu fungsi dan peran harian keluarga.
Terganggunya fungsi dan peran ini dikarenakan fokus utama orang tua
adalah merawat anak yang sakit, sehingga banyak ibu yang tidak bisa
bekerja dan memutuskan untuk resign dari pekerjaannya. Selain itu, ibu
kurang waktu atau perhatian terhadap anak yang lain sehingga akan ada
beberapa kondisi menimbulkan respon negatif pada anak yang lain.

d. Dampak terhadap sibling

8|Keperawatan Anak 2
Pada saudara kandung, kondisi ini dapat menimbulkan respon positif
ataupun respon negatif. Respon negatif yang ditimbulkan oleh saudara
kandung diantaranya cemas atau takut dengan kondisi yang dialami oleh
saudaranya, cemburu karena orang tua lebih fokus terhadap saudaranya,
kurang waktu dalam berinteraksi dengan teman sejawat dikarenakan sibling
akan diberikan tanggung jawab tambahan seperti menjaga rumah atau
merawat saudara yang lain, serta terkadang muncul rasa malu terhadap
teman-temannya akibat sakit yang dialami oleh saudaranya. Sehingga,
dalam kondisi ini perawat dan petugas kesehatannya lain sangat penting
mengkaji kondisi psikologis sibling dan membantu sibling untuk menciptakan
mekanisme koping yang adaptif sehingga sibling dapat beradaptasi dengan
kondisi tersebut.

5. MANIFESTASI KLINIK PADA PASIEN TERMINAL


a. Fisik
1) Gerakan pengindraan menghilang secara berangsur – angsur dari ujung kaki
dan ujung jari
2) Aktifitas dari GI berkurang
3) Reflek mulai menghilang
4) Kulit kebiruan dan pucat
5) Denyut nadi tidak teratur dan lemah
6) Nafas berbunyi keras dan cepat ngorok
7) Penglihatan mulai kabur
8) Klien kadang-kadang kelihatan rasa nyeri
9) Klien dapat tidak sadarkan diri

b. Psikososial
Sesuai fase-fase kehilangan menurut seorang ahli E.Kubbler Ross mempelajari
respon-respon atas menerima kematian dan maut secara mendalam dan hasil
penelitiannya yaitu :
1) Respon kehilangan
a) Rasa takut diungkapkan dengan ekspresi wajah , keakutan, cara tertentu
untuk mengatur tangan
b) Cemas diungkapkan dengan cara menggerakan otot rahang dan kemudian

9|Keperawatan Anak 2
mengendor
c) Rasa sedih diungkapkan dengan mata setengah terbuka / menangis
2) Hubungan dengan orang lain
Kecemasan timbul akibat ketakutan akan ketidakmampuan untuk berhubungan
secara interpersnal serta akibat penolakan
Penyakit kronik dan keadaan terminal dapat menimbulkan respon Bio-Psiko-
Sosial-Spritual ini akan meliputi respon kehilangan (Purwaningsih dan kartina, 2009):
1) Kehilangan kesehatan
Respon yang ditimbulkan dari kehilangan kesehatan dapat berupa klien merasa
takut, cemas dan pandangan tidak realistic, aktivitas terbatas.
2) Kehilangan kemandirian
Respon yang ditimbulkan dari kehilangan kemandirian dapat ditunjukan melalui
berbagai perilaku, bersifat kekanak-kanakan, ketergantunga
3) Kehilangan situasi
Klien merasa kehilangan situasi yang dinikmati sehari-hari bersama keluarga
kelompoknya
4) Kehilangan rasa nyaman
Gangguan rasa nyaman muncul sebagai akibat gangguan fungsi tubuh seperti
panas, nyeri, dll
5) Kehilangan fungsi fisik
Contoh dampak kehilangan fungsi organ tubuh seperti klien dengan gagal ginjal
harus dibantu melalui hemodialisa
6) Kehilangan fungsi mental
Dampak yang dapat ditimbulkan dari kehilangan fungsi mental seperti klien
mengalami kecemasan dan depresi, tidak dapat berkonsentrasi dan berpikir
efisien sehingga klien tidak dapat berpikir secara rasional
7) Kehilangan konsep diri
Klien dengan penyakit kronik merasa dirinya berubah mencakup bentuk dan
fungsi sehingga klien tidak dapat berpikir secara rasional (bodi image) peran
serta identitasnya. Hal ini dapat akan mempengaruhi idealism diri dan harga diri
rendah
8) Kehilangan peran dalam kelompok dan keluarga
Rentang Respon
Rentang respon seseorang terhadap peyakit terminal dapat digambarkan dalam

10 | K e p e r a w a t a n A n a k 2
suatu rentang yaitu harapan ketidakpastian dan keputusasaan .
1) Respon Adaptif
a) Masih punya harapan
b.Berkeyakinan bisa sembuh
2) Respon Mal Adaptif
a) Keputusasaan
b) Pasrah
3) Respon Ketidakpastian: Respon antara adaptif dan mal adaptif

6. PERILAKU PASIEN TERHADAP PENYAKIT TERMINAL


Kubler- Ross dalam Taylor, 1999 merumuskan lima tahap ketika seseorang
dihadapkan pada kematian. Kelima tahap tersebut antara lain:
a.Denial(penyangkalan)
Respon dimana klien tidak percaya atau menolak terhadap apa yang dihadapi atau
yang sedang terjadi dan tidak siap terhadap kondisi yang dihadapi dan dampaknya.
Ini memungkinkan bagi pasien untuk membenahi diri. Dengan berjalannya waktu,
sehingga tidak refensif secara radikal.
Penyangkalan merupakan reaksi pertama ketika seseorang didiagnosis menderita
terminal illness. Sebagian besar orang akan merasa shock, terkejut dan merasa
bahwa ini merupakan kesalahan. Penyangkalan adalah awal penyesuaian diri
terhadap kehidupan yang diwarnai oleh penyakit dan hal tersebut merupakan hal
yang normal dan berarti.
b.Anger(Marah)
Fase marah terjadi pada saat fase denial tidak lagi bisa dipertahankan. Rasa
kemarahan ini sering sulit dipahami oleh keluarga atau orang terdekat oleh karena
dapat terpicu oleh hal-hal yang secara normal tidak menimbulkan kemarahan. Rasa
marah ini sering terjadi karena rasa tidak berdaya yang bisa terjadi kapan saja dan
kepada siapa saja tetapi umumnya terarah kepada orang-orang yang secara
emosional punya kedekatan hubungan.
Pasien yang menderita terminal illness akan mempertanyakan keadaan dirinya,
mengapa ia yang menderita penyakit dan akan meninggal. Pasien yang marah akan
melampiaskan kebenciannya pada orang-orang yang sehat seperti teman, anggota
keluarga maupun staf rumah sakit. Pasien yang tidak dapat mengekspresikan
kemarahannya misalnya melalui teriakan akan menyimpan sakit hati. Pasien yang

11 | K e p e r a w a t a n A n a k 2
sakit hati menunjukkan kebenciannya melalui candaan tentang kematian,
mentertawakan penampilan atau keadaannya, atau berusaha melakukan hal yang
menyenangkan yang belum sempat dilakukannya sebelum ia meninggal. Kemarahan
merupakan salah satu respon yang paling sulit dihadapi keluarga dan temannya.
Keluarga dapat bekerja sama dengan terapis untuk mengerti bahwa pasien
sebenarnya tidak marah kepada mereka tapi pada nasibnya.
c.Bargaining(tawar-menawar)
Klien mencoba untuk melakukan tawar menawar dengan tuhan agar terhindar dari
kehilangan yang akan terjadi, ini bisa dilakukan dalam diam atau dinyatakan secara
terbuka. Secara psikologis tawar-menawar dilakukan untuk memperbaiki kesalahan
atau dosa masa lalu. Pada tahap ini pasien sudah meninggalkan kemarahannya
dalam berbagai strategi seperti menerapkan tingkah laku baik demi kesehatan atau
melakukan amal atau tingkah laku lain yang tidak biasa dilakukannya merupakan
tanda bahwa pasien sedang melakukan tawar-menawar.
d.Depresi
Tahap keempat dalam model Kubler-Ross dilihat sebagai tahap di mana pasien
kehilangan kontrolnya. Pasien akan merasa jenuh, sesak nafas dan lelah. Mereka
akan merasa kesulitan untuk makan, perhatian, dan sulit untuk menyingkirkan rasa
sakit atau ketidaknyamanan. Rasa kesedihan yang mendalam sebagai akibat
kehilangan (past loss & impending loss), ekspresi kesedihan ini verbal atau
nonverbal merupakan persiapan terhadap kehilangan atau perpisahan abadi dengan
apapun dan siapapun.
Tahap depresi ini dikatakan sebagai masa ‘anticipatory grief’, di mana pasien akan
menangisi kematiannya sendiri. Proses kesedihan ini terjadi dalam dua tahap, yaitu
ketika pasien berada dalam masa kehilangan aktivitas yang dinilainya berharga,
teman dan kemudian mulai mengantisipasi hilangnya aktivitas dan hubungan di
masa depan.
e.Penerimaan(acceptance)
Pada tahap ini pasien sudah terlalu lemah untuk merasa marah dan memikirkan
kematian. Beberapa pasien menggunakan waktunya untuk membuat perisapan,
memutuskan kepunyaannya, dan mengucapkan selamat tinggal pada teman lama
dan anggota keluarga. Pada tahap menerima ini, klien memahami dan menerima
keadaannya yang bersangkutan mulai kehilangan interest dengan lingkungannya,

12 | K e p e r a w a t a n A n a k 2
dapat menemukan kedamaian dengan kondisinya, dan beristirahat untuk
menyiapkan dan memulai perjalanan panjang.

Adaptasi Dengan Terminal Illnes


Bagaimana cara seseorang beradaptasi dengan terminal illness sesuai dengan
umurnya dijelaskan Sarafino (2002) sebagai berikut:
Konsep kematian masih abstrak dan tidak dimengerti dengan baik oleh anak-anak.
Sampai umur 5 tahun, anak masih berpikir bahwa kematian adalah hidup di tempat
lain dan orang dapat datang kembali. Mereka juga percaya bahwa kematian bisa
dihindari. Kematian adalah topik yang tidak mudah bagi orang dewasa untuk
didiskusikan dan mereka biasanya menghindarkan anaknya dari realita akan
kematian dengan mengatakan bahwa orang mati akan “pergi” atau “berada di surga”
atau hanya tidur. Pada anak yang mengalami terminal illness kesadaran mereka
akan muncul secara bertahap. Pertama, anak akan menyadari bahwa mereka sangat
sakit tetapi akan sembuh. Kemudian mereka menyadari penyakitnya tidak bertambah
baik dan belajar mengenai kematian dari teman seumurnya terutama orang yang
memiliki penyakit mirip, lalu mereka menyimpulkan bahwa mereka juga sekarat. Saat
ini, para ahli percaya bahwa anak-anak seharusya mengetahui sebanyak mungkin
mengenai penyakitnya agar mereka mengerti dan dapat mendiskusikannya terutama
mengenai perpisahan dengan orang tua. Ketika anak mengalami terminal illness
biasanya orang tua akan menyembunyikannya sehingga emosi anak tidak
terganggu. Untuk anak yang lebih tua, pendekatan yang hangat, jujur, terbuka dan
sensitif mengurangi kecemasan dan mempertahankan hubungan yang saling
mempercayai dengan orang tuanya.
Menjelaskan Kematian Pada Anak
a. Kebanyakan seorang psikolog percaya bahwa dengan berkata jujur merupakan
strategi yang terbaik dalam mendiskusikan kematian dengan anak.
b. Respon anak terhadap pertanyaan mengenai kematian merupakan dasar tingkat
kematangan anak dalam mengartikan kematian.
c. Pada anak pra sekolah, anak mengartikan kematian sebagai: kematian adalah
sudah tidak ada nafas, dada dan perut datar, tidak bergerak lagi dan tidak bisa
berjalan seperti layaknya orang yang dapat berjalan seperti orang sebelum mati/
meninggal.

13 | K e p e r a w a t a n A n a k 2
d. Kebanyakan anak-anak (anak yang menderita penyakit terminal) membutuhkan
keberanian bahwa ia di cintai dan tidak akan merasa di tinggalkan.
e. Tanpa memandang umur, sebagai orang tua seharusnya sensitif dan simpati,
mendukunng apa yang anak rasakan.
Kebutuhan Anak dengan Penyakit Terminal
a. Komunikasi, dalam hal ini anak sangat perlu di ajak unuk berkomunikasi atau
berbicara dengan yang lain terutama oleh kedua orang tua karena dengan orang
tua mengajak anak berkomunikasi /berbicara anak merasa bahhwa ia tidak sendiri
dan ia merasa ditemani.
a. Memberitahu kepada anak bahwa ia tidak sendiri dalam menghadapi penyakit
tersebut.
b. Berdiskusi dengan siblings (saudara kandung) agar saudara kandung mau
ikut berpartisipasi dalam perawatan atau untuk merawat
c. Social support meningkatkan koping

PEDOMAN UNTUK MENDUKUNG KELUARGA BERDUKA UMUM


Tinggal dengan keluarga ; duduk dengan tenang bila mereka tidak ingin bicara
Terima reaksi berduka keluarga ; hindari pernyataan menghakimi (mis “Anda harus
merasa baik sekarang”). Hindari pernyataan yang dibuat-buat (mis ; “Saya tahu apa
yang anda rasakan” atau “anda masih cukup muda untuk mempunyai bayi lagi”).
Hadapi secara terbuka perasaan-perasaan seperti rasa bersalah, marah dan
kehilangan harga diri. Fokuskan perasaan dengan menggunakan kata-kata
berperasaan dalam pernyataan (mis :”Anda masih merasakan semua kepedihan
karena kehilangan anak)

PADA SAAT KEMATIAN


a. Yakinkan keluarga bahwa segala sesuatu mungkin sedang dilakukan untuk
anak, bila mereka menginginkan intervensi penyelamatan hidup. Lakukan apa
saja yang mungkin dilakukan untuk menjamin kenyamanan anak, khususnya
penghilangan nyeri. Beri kesempatan pada anak dan keluarga untuk meninjau
ulang pengalaman khusus atau memori dalam kehidupan mereka.
b. Ekspresikan perasaan pribadi tentang kehilangan dan/ atau frustasi
(mis;”Kami akan sangat kehilangan dia” atau “ Kami sudah mencoba segala

14 | K e p e r a w a t a n A n a k 2
sesuatu; kami sangat menyesal bahwa kami tidak dapat menyelamatkannya”)
Berikan informasi yang diminta keluarga dan bersikap jujur.
c. Hargai kebutuhan emosional anggota keluarga seperti saudara kandung,
yang mungkin ingin menyingkir sejenak dari anak yang menjelang ajal.
d. Buat setiap upaya untuk mengatur anggota keluarga khususnya orang tua
untuk bersama anak pada saat kematian, bila mereka menginginkannya.
e. Dorong kelurga untuk bicara dengan anak bahkan bila ia tampak koma
f. Bantu keluarga mengidentifikasi dan menghubungi kerabat, teman atau
individu pendukung lain.
g. Hargai keyakinan religius dan budaya seperti upacara khusus atau ritual
h. Atur untuk dukungan spiritual, seperti rohaniawan, beri dukungan spiritual
sesuai permintaan anak atau keluarganya.

SIMTOMATOLOGI BERDUKA NORMAL


a. Sensasi distres somatic
b. Perasaan sesak di tenggorok
c. Tersedak, dengan napas pendek
d. Kecenderungan nyata untuk napas pendek
e. Perasaan kosong dalam abdomen

Distres subyektif terus-menerus yang digambarkan sebagai tegangan atau sakit


mental
a. Preokupasi dengan bayangan kematian, melihat atau membayangkan
kehadiran individu yang sudah meninggal
b. Sedikit rasa tidak nyata
c. Perasaan jarak emosi dari orang lain
d. Dapat meyakini bahwa ia mendekati kegilaan
e. Perasaan bersalah
f. Mencari bukti kegagalan dalam mencegah kematian
g. Mendakwa diri sendiri tentang pengabaian atau kelalaian minor yang
berlebihan
h. Perasaan bermusuhan
i. Kehilangan kehangatan terhadap orang lain
j. Kecenderungan untuk peka rangsang dan marah

15 | K e p e r a w a t a n A n a k 2
k. Mengharapkan untuk tidak diganggu oleh teman dan kerabat
l. Kehilangan pola berhubungan yang umum,Gelisah, tidak dapat duduk diam,
gerakan tanpa tujuan.Terus menerus mencari seuatu untuk dilakukan atau
apa yang ia pikir harus lakukan .Kurang kapasitas untuk memulai atau
mempertahankan pola aktivitas yang teratur.

7. Mekanisme Koping
Dalam mempelajari konsep anak dengan penyakit kronis, perawat juga harus
memahami tentang mekanisme koping. Dimana mekanisme koping ini akan
membantu anak dan keluarganya dalam beradaptasi dengan kondisi sakit yang
menimbulkan masalah bio-psiko-sosio-spiritual. Mekanisme koping yang adaptif
akan membuat anak beradaptasi dengan sakitnya sehingga menciptakan
kualitas hidup yang baik. Bagi keluarga akan beradaptasi positif dengan
perubahan perubahan yang terjadi.
a. Definisi
Masing-masing individu memiliki cara-cara yang berbeda dalam menghadapi
masalah. Ada individu yang memiliki cara yang positif dan tidak jarang
ditemui individu yang memiliki cara yang negatif.
Mekanisme koping merupakan cara atau tindakan untuk beradaptasi
terhadap stressor dengan mengurangi ketegangan akibat situasi tertentu
(Hockenberry & Wilson, 2009). Diharapkan setiap individu mampu
menciptakan mekanisme koping yang positif/adaptif sehingga individu akan
mempunyai waktu untuk menyelesaikan masalah dan beradaptasi serta
melawan stress dengan cara itu.
b. Koping terhadap penyakit kronis
1) Anak
Penyakit yang di alami oleh anak akan menimbulkan stres pada anak
akibat tanda dan gejala yang muncul serta prosedur pengobatan yang
dijalani oleh anak. Kondisi hospitalisasi yang dijalani oleh anak
mengakibatkan anak tidak dapat melaksanakan aktivitas sehari-hari
seperti sebelumnya sehingga akan muncul perasaan bahwa anak berbeda
dengan anak lain seusianya. Tidak jarang terkadang anak menjadi korban
bullying di lingkungan akibat keterbatasan kondisi yang dialami oleh anak.

16 | K e p e r a w a t a n A n a k 2
Hal tersebut akan menyebabkan anak berespon secara kognitif maupun
emosional (Potts & Mandleco, 2012).

Mekanisme koping yang dibentuk oleh anak akan berbeda-beda, ada


yang adaptif dan ada yang maladaptif. Ada empat mekanisme koping
adapatif pada anak dengan penyakit kronis:
a) Dukungan sosial
Dukungan sosial merupakan salah satu faktor yang besar memberikan
dukungan dan kekuatan terhadap anak. Dukungan sosial ini dapat
didapatkan oleh anak dari anggota keluarga yang lain, orang tua, teman
sejawat dan tenaga kesehatan profesional.
b) Penyelesaian masalah
c) Pengaturan emosi
Treatment dan proses pengobatan yang dijalani oleh anak akan
mempengaruhi emosional anak. Sering dijumpai anak dengan penyakit
kronis mengalami rasa cemas dan takut yang berlebihan, trauma dan
kondisi tersebut sering menimbulkan perburukan terhadap kondisi fisik
anak. Pengaturan emosi pada anak dapat dilakukan dengan berbagai
tindakan atraumatic care, metode relaksasi, distraksi, mengalihkan
perhatian, dan humor. Sebuah penelitian yang dilakukan oleh Polat et
al (2014) menunjukkan bahwa pemberian terapi musik 15 hingga 30
menit selama prosedur kemoterapi pada anak secara signifikan
menurunkan tingkat kecemasan pada anak acute lymphoblastic
leukemia. Selain terapi musik, masih banyak terapi lain yang dapat
diterapkan pada anak dengan penyakit kronis sehingga akan
membantu anak dalam mengatur emosi baik saat treatment ataupun
saat aktivitas sehari-hari.
d) Pendekatan spiritual
Pendekatan spiritual merupakan salah satu kebutuhan anak. Hal
tersebut sesuai dengan konsep perkembangan spiritual oleh Fowler.
Dalam hal ini spiritual tidak hanya sebatas agama, namun juga
terhadap nilai dan keyakinan yang ditanamkan kepada anak.
Pendekatan spiritual ini juga disesuaikan dengan usia anak. Ajarkan

17 | K e p e r a w a t a n A n a k 2
anak untuk selalu berdoa setiap saat dan menggantungkan harapan
kepada Tuhan sesuai dengan keyakinan.
2) Saudara Kandung (Sibling)
Bantu sibling untuk beradaptasi adaptif dengan kondisi tersebut. Dalam
hal ini, perawat ataupun petugas kesehatan lain dapat menjelaskan
kepada saudara yang sedang sakit sehingga dengan mengetahui kondisi
tersebut akan meningkatkan kesadaran sibling dan partisipasinya dalam
merawat saudaranya.
3) Orang tua
Penyakit kronis yang dialami oleh anak akan menimbulkan masalah
kompleks pada orang tua. Oleh karena itu, bantu orang tua untuk
beradaptasi dengan kondisi barunya dengan memberikan dukungan dan
libatkan orang-orang terdekat dengan keluarga dalam merawat anak
sehingga orang tua tidak merasa sendiri dalam merawat anaknya yang
sakit. Mekanisme koping yang dapat dilakukan oleh orang tua terutama
ibu dalam merawat anak dengan penyakit kronis adalah:
a) Mencari informasi sebanyak-banyak dengan kondisi penyakit yang
dialami oleh anak
b) Menguasi keterampilan dan pengetahuan yang baru
c) Mencari dukungan sosial untuk menguatkan orang tua
d) Berfokus pada hal-hal positif
e) Berdoa sesuai dengan keyakinan dan agamanya, yakin bahwa sakit
yang dialami oleh anak merupakan ujian bagi orang tua.

8. Perawatan Paliatif
a. Pengertian
“palliative” berasal dari bahasa latin yaitu “pallium” yang artinya adalah
menutupi atau menyembunyikan. Perawatan paliatif ditujukan untuk
menutupi atau menyembunyikan keluhan pasien dan memberikan
kenyamanan ketika tujuan penatalaksanaan tidak mungkin disembuhkan
(Muckaden, 2011).
Menurut The Royal College of Paediatrics and Child Health (RCPCH) dan
Association for Children (ACT) dengan kondisi terminal anak dan keluarga
mengartikan bahwa perawatan paliatif merupakan pendekatan yang aktif dan

18 | K e p e r a w a t a n A n a k 2
total dalam merawat anak, menerima aspek fisik, emosi, sosial dan spiritual.
Pendekatan secara aktif menunjukkan perawatan yang tidak hanya
menghentikan tindakan. Semuanya ditujukan untuk mengatasi pada semua
keluhan yang dialami meliputi keluhan fisik, emosi dan spiritual.

Menurut WHO, asuhan paliatif merupakan asuhan aktif dan menyeluruh bagi
pasien dengan penyakit yang tidak responsif terhadap pengobatan kuratif.
Asuhan paliatif bukan usaha memperpendek hidup atau memperpanjang
proses kematian. Asuhan paliatif pada dasarnya merupakan asuhan yang
paling sesuai untuk anak ataupun pasien dengan penyakit kronis.

b. Prinsip dasar perawatan paliatif


Prinsip dasarnya terintegrasi pada model perawatan paliatif yang meliputi:
1) Menghormati serta menghargai pasien dan keluarganya
Dalam memberikan perawatan paliatif, perawat harus menghargai dan
menghormati keinginan anak dan keluarga. Sesuai dengan prinsip
menghormati maka informasi tentang perawatan paliatif harus disiapkan
untuk anak dan orangtua, yang mungkin memilih untuk mengawali
program perawatan paliatif. Kebutuhan-kebutuhan keluarga harus
diadakan/disiapkan selama sakit dan setelah anak meninggal untuk
meningkatkan kemampuannya dalam menghadapi cobaan berat.
2) Kesempatan atau hak mendapatkan kepuasan dan perawatan paliatif
yang pantas
Pada kondisi untuk menghilangkan nyeri dan keluhan fisik lainnya maka
petugas kesehatan harus memberikan kesempatan pengobatan yang
sesuai untuk meningkatkan kualitas hidup anak, terapi lain meliputi
pendidikan, kehilangan dan penyuluhan pada keluarga, dukungan teman
sebaya, terapi musik dan dukungan spiritual pada keluarga dan saudara
kandung, serta perawatan menjelang ajal.
3) Mendukung pemberi perawatan (caregiver)
Pelayanan keperawatan yang profesional harus didukung oleh tim
perawatan paliatif, rekan kerjanya, dan institusi untuk penanganan proses
berduka dan kematian. Dukungan dari institusi seperti penyuluhan secara
rutin dari ahli psikologi atau penanganan lain.

19 | K e p e r a w a t a n A n a k 2
4) Pengembangan profesi dan dukungan sosial untuk perawatan pada anak
Penyuluhan pada masyarakat tentang kesadaran akan kebutuhan
perawatan anak dan nilai perawatan paliatif serta usaha untuk
mempersiapkan serta memperbaiki hambatan secara ekonomi.

Perawatan paliatif pada anak merupakan area kekhususan karena sejumlah


anak dan sebagian kecil anak yang masih kecil meninggal serta
kebutuhannya akan perawatan paliaitf lebih ke pemberian jangka panjang,
gambaran kematian penyakitnya berbeda, perawatan yang dibutuhkan tidak
hanya kebutuhan fisik anak tetapi juga kebutuhan emosi, pendidikan dan
kebutuhan sosial, serta keluarganya, anak- anak akan tumbuh dan
berkembang secara fisik dan emosi sehingga dalam memberikan perawatan
pada anak harus dilatih secara khusus sesuai yang dianjurkan (Cooke &
McNamara, 2008).
Dalam pemberian asuhan paliatif:
1) Menegaskan hidup dan memandang kematian sebagai proses yang
normal
2) Tidak mempercepat atau menunda kematian
3) Meredakan nyeri dan gejala lainnya
4) Mengintegrasikan aspek-aspek psikologis dan spiritual dalam asuhan
pasien
5) Menawarkan sistem dukungan untuk membantu pasien menjalani
kehidupan dengan seaktif mungkin hingga kematiannya
6) Menawarkan sistem dukungan kepada keluarga untuk menghadapi
penyakit pasien dan membantu menghadapi masa berkabung (Yayasan
Rumah Rachel, 2017).
Semua pasien dengan penyakit yang dapat disembuhkan ataupun tidak
dapat disembuhkan idealnya perlu mendapatkan dukungan psikososial dan
spiritual yang cukup disamping intervensi medis dan keperawatan. Asuhan
paliaitif dapat dilihat sebagai bagian dari kesinambungan asuhan suportif.
c. Tim paliatif
Perawatan paliatif pendekatannya melibatkan berbagai disiplin yang meliputi
pekerja sosial, ahli agama, perawat, dokter (dokter ahli atau dokter umum)
dalam merawat anak dengan kondisi terminal dan membantu keluarga

20 | K e p e r a w a t a n A n a k 2
berfokus pada perawatan yang kompleks meliputi masalah fisik, emosional,
sosial dan spiritual (Hockenberry & Wilson, 2009). Anggota tim yang lain
adalah ahli psikologis, fisioterapi, dan okupasi terapi. Masing-masing profesi
terlibat sesuai dengan masalah yang dihadapi penderita, dan penyusunan
tim perawatan paliatif disesuaikan dengan kebutuhan pasien dan tempat
perawatannya. Anggota tim perawatan paliatif dapat memberikan kontribusi
sesuai dengan keahliannya.
Seluruh anggota tim perawatan paliatif harus memenuhi kriteria dan
kesadaran akan tugas dan tanggung jawabnya yaitu akan memberikan
perawatan secara individu pada anak dan keluarga dengan mendukung nilai,
harapan dan kepercayaan, jika tidak dijelaskan maka akan menyinggung
anak dan keluarganya (Craig, 2007).

d. Peran perawat di perawatan paliatif


Menurut Hockenberry & Wilson (2009) menyatakan bahwa perawatan anak
meliputi setiap aspek pertumbuhan dan perkembangan anak serta
keluarganya. Fungsi perawat bervariasi tergantung pada area kerjanya,
pendidikan serta tujuan karirnya. Menurut Matzo & Sherman (2006), peran
perawat paliatif adalah:
1) Praktik di klinik
Perawat memanfaatkan pengalamannya dalam mengkaji dan
mengevaluasi keluhan serta nyeri. Perawat dengan anggota tim berbagai
keilmuan mengembangkan dan mengimplementasikan rencana
perawatan secara menyeluruh. Perawat mengidentifikasikan pendekatan
baru untuk mengatasi nyeri yang dikembangkan berdasarkan standar
perawatan di rumah sakit untuk melaksakan tindakan. Dengan kemajuan
ilmu pengetahuan keperawatan, maka keluhan sindroma nyeri yang
kompleks dapat perawat praktikkan dengan melakukan pengukuran
tingkat kenyamanan disertai dengan memanfaatkan inovasi, etik dan
berdasarkan keilmuannya.
2) Pendidik
Perawat memfasilitasi filosofi yang komplek, etik dan diskusi tentang
pentalaksanaan keperawatan di klinik, mengkaji anak dan keluarganya
serta semua anggota tim menerima hasil yang positif. Perawat

21 | K e p e r a w a t a n A n a k 2
memperlihatkan dasar keilmuannya/pendidikannya yang meliputi
mengatasi nyeri neuropatik, berperan mengatasi konflik profesi,
mencegah duka cita, dan resiko kehilangan. Perawat pendidik dengan tim
lainnya seperti komite dan ahli farmasi, berdasarkan pedoman dari tim
perawat paliatif maka memberikan perawatan yang berbeda dan khusus
dalam menggunakan obat-obatan intravena untuk mengatasi nyeri
neuropatik yang tidak mudah diatasi
3) Peneliti
Perawat menghasilkan ilmu pengetahuan baru melalui pertanyaan-
pertanyaan penelitian dan memulai pendekatan baru yang ditujukan pada
pertanyaan-pertanyaan penelitian. Perawat dapat meneliti dan terintegrasi
pada penelitian perawatan paliatif.
4) Bekerjasama (callaborator)
Perawat sebagai penasihat anggota/staf dalam mengkaji
biopsikososiospiritual dan penatalaksanaannya. Perawat membangun dan
mempertahankan hubungan kalaborasi dan mengidentifikasi sumber dan
kesempatan bekerja dengan tim perawatan paliatif, perawat memfasilitasi
dalam mengembangkan dan mengimplementasikan anggota dalam
pelayanan, kalaborasi perawat/dokter dan komite penasihat. Perawat
memperlihatkan nilai-nilai kalaborasi dengan anak dan keluarganya,
dengan tim antar disiplin ilmu dan tim kesehatan lainnya dalam
memfasilitasi kemungkinan hasil terbaik.
5) Penasihat
Perawat berkalaborasi dan berdiskusi dengan dokter, tim perawatan
paliatif dan komite untuk menentukan tindakan yang sesuai dalam
pertemuan/rapat tentang kebutuhan-kebutuhan anak dan keluarganya.

Selama anak dirawat dengan kondisi yang membutuhkan tindakan seumur


hidup dan perawat sebagai tim dari perawatan paliatif, maka keluarga akan
berkonsultasi pada perawat tentang perawatan paliatif (Benzart, et al, 2011).
Dalam hal ini perawat dapat memberikan dukungan pada keluarga saat
kondisi anaknya kritis serta memberikan informasi tentang prognosis
penyakit, mengatasi keluhan-keluhan, menjelaskan tujuan perawatan dan
dukungan psikososial serta dukungan spiritual.

22 | K e p e r a w a t a n A n a k 2
e. Pilihan pengobatan pada anak dengan penyakit terminal
Dalam memberikan perawatan pada anak, dimulai dari saat di diagnosa dan
diberikan selama sakit hingga dukungan untuk berduka. Penatalaksanaan
awal secara total oleh tim paliaitif akan memfasilitasi ke perawatan yang
terbaik. Tempat perawatan paliaitf dapat dilaksanakan dirumah sakit, hospice,
atau di rumah anak. Keluarga dan anak agar dihargai dalam memilih tempat
yang disukainya untuk mendapatkan perawatan bila memungkinkan. Tempat
perawatan dibutuhkan pada pelayanan yang tepat dengan fasilitas
kesehatan, home care atau sarana ke hospice terdekat.
1) Rumah sakit
Perawatan di rumah sakit diperlukan jika anak harus mendapat perawatan
yang memerlukan pengawasan ketat, tindakan khusus atau peralatan
khusus. Pemberian perawatan paliatif harus memperhatikan kepentingan
anak dan melaksanakan tindakan yang diperlukan meskipun prognosis
anak memburuk serta harus mempertimbangkan manfaat dan resikonya
sehingga perlu meminta melibatkan keluarganya.Jika keluarga memilih
perawatan di rumah sakit untuk perawatan terminal anaknya, atur kondisi
ruangan seperti dirumah.
2) Hospice
Perawatan anak yang berada dalam keadaan tidak memerlukan
pengawasan ketat atau tindakan khusus serta belum dapat dirawat di
rumah karena memerlukan pengawasan tenaga kesehatan. Perawatan
hospice dapat dilakukan di rumah sakit, rumah atau rumah khusus
perawatan paliatif, tetapi dengan pengawasan dokter atau tenaga
kesehatan yang tidak ketat atau perawatan hospice homecare yaitu
perawatan di rumah dan secara teratur dikunjungi oleh dokter atau
petugas kesehatan apabila diperlukan.
3) Rumah
Pada perawatan di rumah, maka peran keluarga lebih menonjol karena
sebagian perawatan dilakukan oleh keluarga dan keluarga atau orangtua
sebagai caregiver diberikan latihan pendidikan keperawatan dasar.
Perawatan dirumah hanya mungkin dilakukan bila anak tidak memerlukan

23 | K e p e r a w a t a n A n a k 2
alat khusus atau keterampilan perawatan yang tidak mungkin dilakukan
oleh keluarga

C. Peaceful End of Life (EOL)


Ketika anak menderita dan mendapatkan perawatan paliatif biasanya kondisi
anak sudah terminal atau end of life artinya anak akan membutuhkan tindakan
pengobatan untuk mengatasi keluhan serta memerlukan perawatan khusus
sesuai kondisinya. Kondisi terminal terjadi dimana anak sudah dalam keadaan
yang tidak dapat disembuhkan. Pengobatan yang diberikan bersifat suportif dan
mempertahankan fungsi tubuh. Tujuan keperawatan pada kondisi terminal
adalah meningkatkan kualitas hidup dan menghantarkan pasien atau anak
pada kondisi end of life dengan tenang
Teori Ruland and Moore yang mengembangkan EOL dengan teori dan konsep
utamanya telah sesuai dengan tujuan dan prinsip perawatan paliatif yang
meliputi:
a. Menghilangkan rasa nyeri
Pasien terbebas dari pengalaman rasa nyeri merupakan bagian sentral
dalam teori EOL. Nyeri merupakan sensasi yang tidak menyenangkan dan
pengalaman emosional yang dikaitkan dengan kondisi nyata atau potensial
kerusakan jaringan tubuh
b. Kenyamanan
Kenyamanan merupakan suatu kondisi yang menyenangkan dan
kepuasaan, kedamaian dan membuat hidup mudah dan menyenangkan.
c. Menghargai martabat
Masing-masing penderita penyakit terminal dihormati dan dihargai sebagai
manusia. Konsep ini mengacu kepada penghargaan, yang diekspresikan
dengan prinsip etik, autonomi atau respek pada manusia, dimana individu
diperlukan sebagai agen autonomous dan manusia secara atonomi berhak
mendapatkan perlindungan.
d. Kedamaian
Kedamaianan didefinisikan sebagai perasaaan yang menenangkan,
harmoni, kepuasaan, bebas dari kecemasan, kegelisahan, keraguan dan
ketakutan. Kondisi damai secara fisik, fisiologis dan dimensi spiritual.
e. Hubungan dekat dengan orang lain

24 | K e p e r a w a t a n A n a k 2
Kedekatan hubungan didefinisikan sebagai perasaan berhubungan dengan
orang lain yang memberikan perawatan. kedekatan mengandung makna
kedekatan fisik dan emosi yang diekspresikan dengan kehangatan dan
hubungan intim.
d. Asuhan Keperawatan Yang Diperlukan Pada Anak Yang Mengalami
Penyakit Terminal
Asuhan keperawatan yang diperlukan dan digunakan pada anak yang
mengalami penyakit terminal adalah ”PALLIATIVE CARE” tujuan perawatan
paliatif ini adalah guna untuk meningkatkan kualitas hidup anak dengan
kematian minimal mendekati normal, diupanyakan dengan perawatan yang
baik hingga pada akhirnya menuju pada kematian
PALLIATIFE CARE
a. Menambah kualitas hidup (anak) pada kondisi terminal.
b. Perawatan paliatif berfokus pada gejala rasa sakit (nyeri, dypsnea) dan
kondisi(kesendirian) dimana pada kasus ini mengurangi kepuasan atau
kesenangan hidup anak.
c. Mengontrol rasa nyeri dan gejala yang lain,masalah psikologi,social atau
spiritualnya dari anak dalam kondisi terminal.
PRINSIP DARI PERAWATAN PALLIATIVE CARE
a. Menghormati atau menghargai martabat dan harga diri dari pasient dan
keluarga pasien.
b. Dukungan untuk caregiver
c. Palliateve care merupakan accses yang competent dan compassionet
d. Mengembangkan professional dan social support untuk pediatric palliative
care
e. Melanjutkan serta mengembangkan pediatrik palliative care melalui penelitian
dan pendidikan
PALLIATIVE CARE PLANE (RENCANA ASUHAN PERAWATAN PALLIATIVE)
a. Melibatkan seorang partnership antara anak, keluarga, orang tua, pegawai,
guru, staff sekolah dan petugas keseatan yang professional
b. Suport phisik, emosinal, pycososial, dan spiritual khususnya
c. Melibatkan anak pada self care
d. Anak memerlukan atau membutuhkan gambaran dan kondisi (kondisi penyakit
terminalnya) secara bertahap, tepat dan sesuai

25 | K e p e r a w a t a n A n a k 2
e. Menyediakan diagnostic atau kebutuhan intervensi terapeutik guna
memperhatikan/memikirkan konteks tujuan dan pengaharapan dari anak dan
keluarga.

ASUHAN KEPERAWATAN PADA ANAK YANG TERMINAL ATAU MENJELANG


AJAL
A.PENGKAJIAN
1.BIODATA PASIEN
Nama :
Umur :
Jenis Kelamin :
Tanggal masuk RS :
No.MR :
Diagnosa medis :
Nama orang tua :
Umur orang tua :
Pekerjaan :
Agama :
Alamat :
2.KELUHAN UTAMA
Biasa nya klien dg penyakit terminal dengan keluhan tidak enak badan,berupa:
a. Gerakan pengindraan menghilang secara berangsur – angsur dari ujung kaki
dan ujung jari
b. Reflek mulai menghilang
c. Kulit kebiruan dan pucat
d. Denyut nadi tidak teratur dan lemah
e. Nafas berbunyi keras dan cepat ngorok
f. Penglihatan mulai kabur
g. Klien kadang-kadang kelihatan rasa nyeri
h. Klien dapat tidak sadarkan diri

3.RIWAYAT KESEHATAN
a. Riwayat kesehatan sekarang: kaji mengenai keluhan yang dirasakan oleh
pasien,misalnya penglihatan mulai kabur.

26 | K e p e r a w a t a n A n a k 2
b. Riwayat kesehatan dahulu: Kaji penyakit yang pernah di alami oleh
pasien,baik yang ada hubungan nya dengan penyakit yang di alami saat ini.
c. Riwayat kesehatan keluarga: Kaji apakah ada anggota keluarga yang
menderita penyakit yang sama dengan klien.

4.KEBIASAAN SEHARI-HARI
Kaji tentang kebiasaan yang dilakukan oleh pasien atau orang tua pasien sebelum
sakit dan saat sakit.biasanya mencakup Nutrisi, Eliminasi, Pola Istirahat dan tidur
serta Pola Kebersihan

B.PEMERIKSAAN FISIK
A.Keadaan umum
Bagaimana keadaan klien,apakah letih,lemah,atau sakit berat
B.Tanda vital
 Suhu:tidak normal>37
 Nadi:tidak normal{lemah&lambat}>70x/i
 Pernafasan:tidak normal>16x/i
 Tekanan darah:tidak normal{menurun}
C.Kepala
 kulit kepala,rambut,serta bentuk kepala,apakah ada kelainan,atau lesi pada kepala.
D.wajah
 bentuk wajah pucat
E.Mata
 konjungtiva:anemis
 sclera:ikterik
 pupil:reflek{-}
F.Telinga
Pendengaran{-}pendengaran terakhiryang hilang pada pasien terminal
G.Hidung
Bentuk hidung,keadaan bersih/tidak,ada tidak secret pada hidug,serta cairan yang
keluar,ada sinus/tidak,dan terdapat ngguan dalam penciuman.
H.Thoraks
Bentuk dada simetris/tidak,dan mengalami ngguan pada pernafasan.
I.Abdomen

27 | K e p e r a w a t a n A n a k 2
Bagaimana bentuk abdomen,turgor kulit kering.
J.Integumen
Warna kulit pucat,turgor kulit kering,terdapat nyeri tekan pada kulit,,kulit teraba dingin.
K.Ekstremitas
Terdapat kelemahan fisik,kelemahan otot,dan kehilangan sensasi dan gerakan pada
ekstremitas.

C. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1.Perubahan pertumbuhan dan perkembangan berhubungan dengan penyakit
terminal dan ancaman kematian
2. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan kehilangan nafsu
makan, tidak tertarik pada makanan.
3. Takut/ cemas berhubungan dengan diagnosa, terapi, dan prognosis
4. Berduka antisipasi berhubungan denga ancaman kematian anak

Daftar Pustaka
Benzart, et al. (2011). Discharge planning for palliative care patient: a qualitative
analysis. Journal of palliative medicine, vol 14, p1
Craig, F., et al. (2007). IMPaCCT: standard for paediatric palliative care in Europe.
Journal of palliative care, vol 14, p109-114
Hockenberry, J.M., & Wilson, D. (2009). Wong: Essentials of pediatric nursing 8th
ed. St. Loius: Mosby Elsevier
James, S.R., & Ashwil, J. W. (2010). Nursing care of children: principle & practice.
St. Louis: Saunders Elsevier
Muckaden, et al. (2011). Pediatric palliative care: theory to practice. Indian journal
of palliative care, vol 1, p 52-60.
Polat, et al. (2014). The effect of therapeutic music on anxiety in children with
acute lymphoblastic leukemia. Indian Journal of Traditional Knowledge, p 42-
46
Plotts, N. L., & Mandleco, B.L. (2012). Pediatric nursing: caring for children and
their family, 3th ed. New York: Thomson Delmar Learning
Torpy, J., et al. (2010). Chronic diseases of children. JAMA, p303.

28 | K e p e r a w a t a n A n a k 2

Anda mungkin juga menyukai