KERMalukuUtaraTwI2009 PDF
KERMalukuUtaraTwI2009 PDF
PERKEMBANGAN
EKONOMI REGIONAL
PROVINSI MALUKU UTARA
PERKEMBANGAN
EKONOMIREGIONAL
PROVINSI MALUKU UTARA
TRIWULAN I-2009
Redaksi :
Kelompok Kajian, Statistik, Survey dan Pengawasan Bank
Kantor Bank Indonesia Ternate
Jl. Jos Sudarso No. 1, Ternate
Telp : (0921) 3121217
Fax : (0921) 3124017
KATA PENGANTAR
Tugas Bank Indonesia berdasarkan UU No. 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia
sebagaimana telah diubah dengan UU No. 3 Tahun 2004 adalah menetapkan dan
melaksanakan kebijakan moneter, mengatur dan menjaga kelancaran system pembayaran
serta mengatur dan mengawasi bank dalam rangka mencapai dan memelihara kestabilan
nilai rupiah.
Sejalan dengan undang-undang tersebut, keberadaan Kantor Bank Indonesia di
daerah merupakan bagian dari jaringan kerja Kantor Pusat Bank Indonesia yang berperan
sebagai pelaksana kebijakan Bank Indonesia dan tugas-tugas pendukung lainnya di daerah.
Sebagai jaringan kerja Kantor Pusat Bank Indonesia di bidang ekonomi dan
moneter, Bank Indonesia Ternate berperan memberikan masukan dengan menyusun dan
menerbitkan suatu produk yaitu Laporan Perkembangan Ekonomi, Kinerja Perbankan dan
Sistem Pembayaran Provinsi Maluku Utara. Laporan ini diolah berdasarkan data dan
informasi di daerah untuk mendukung keberhasilan pelaksanaan kebijakan moneter Bank
Indonesia dan diharapkan dapat menjadi salah satu bahan informasi bagi penentu
kebijakan di daerah. Laporan Triwulan ini meliputi perkembangan inflasi regional; ekonomi,
moneter dan Perbankan; sistem pembayaran dan prospek ekonomi.
Kami menyadari bahwa dalam penyusunan laporan ini masih menemui beberapa
kendala. Oleh karena itu, dengan segala kerendahan hati kami senantiasa mengharapkan
kritik dan saran serta kerjasama dari semua pihak agar kualitas dan manfaat laporan ini
menjadi lebih baik di waktu yang akan datang.
Akhirnya, kepada pihak-pihak yang membantu tersusunnya laporan ini, kami
sampaikan penghargaan dan ucapkan terima kasih.
Sabarudin
Deputi PBI
i
DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR i
DAFTAR ISI ii
DAFTAR TABEL iv
DAFTAR GRAFIK v
TABEL INDIKATOR EKONOMI TERPILIH viii
RINGKASAN EKSEKUTIF x
ii
BAB V PERKEMBANGAN SISTEM PEMBAYARAN 70
5.1 Transaksi Tunai…………………………. ..................…………...……… 70
5.1.1 Aliran Uang Kartal ............................................................................. 70
5.1.2 Pemusnahan Uang........................................................................... 73
5.1.3 Uang Palsu.......................................................................................... 74
5.2 Transaksi Non Tunai............................................................................ 76
5.2.1 Perkembangan Kliring Lokal ............................................................. 76
5.2.2 Perkembangan Transaksi RTGS ...................................................... 78
BAB VI PERKEMBANGAN KETENAGAKERJAAN DAERAH 79
6.1 Ketenagakerjaan.............. …………………………………………....... 79
6.1.1 Angkatan Kerja .................................................................................. 79
6.1.2 Lapangan Pekerjaan Utama............................................................ 83
6.2 Kesejahteraan..................................................................................... 84
6.2.1 Kesejahteraan Petani........................................................................ 84
6.2.2 Tingkat Upah....................................................................................... 85
BAB VII PROSPEK PEREKONOMIAN DAERAH 87
7.1 Prospek Pertumbuhan Ekonomi........................................................ 87
7.2 Prosoek Inflasi Daerah........................................................................ 88
iii
DAFTAR TABEL
Halaman
iv
83
Tabel 6.3 Komposisi Angkatan Kerja Menurut Kota...................... ………............
Tabel 6.4 Penduduk Usia Kerja Berdasarkan lapangan Kerja................................ 83
Tabel 6.5 Penduduk usia kerja menurut status pekerjaan utama.......................... 84
Tabel 6.6 Nilai Tukar Petani di Maluku Utara........................................................ 85
Tabel 6.7 Perkembangan UMP di Beberapa Daerah Sulampua............................ 86
Tabel 7.1 Indeks Ekspektasi Terhadap Harga dan Bunga...................................... 89
v
DAFTAR GRAFIK
Halaman
Grafik 1.1 Struktur SBT SKDU Triwulan I-2009..………………………………… 1
Grafik 1.2 PDRB Maluku Utara Sisi Permintaan.................................................. 3
Grafik 1.3 Nilai Konsumsi Maluku Utara............................................................. 4
Grafik 1.4 Perkembangan Nilai Ekspor Maluku Utara ........................................ 6
Grafik 1.5 Nilai Ekspor – Impor Maluku Utara.................................................... 7
Grafik 1.6 Pertumbuhan PDRB Maluku Utara.................................................... 8
Grafik 1.7 Nilai PDRB Maluku Utara.................................................................. 9
Grafik 1.8 Perkembangan NTP Maluku Utara..................................................... 10
Grafik 1.9 Perkembangan Harga Hasil Perkebunan............................................ 11
Grafik 1.10 Produksi Sektor Pertanian Maluku Utara........................................... 12
Grafik 1.11 Presentase Ekspor Maluku Utara........................................................ 13
Grafik 1.12 Nilai Ekspor Nikel Maluku Utara......................................................... 13
Grafik 1.13 Perkembangan Harga Nikel Dunia..................................................... 14
Grafik 1.14 Negara Tujuan Ekspor Nikel Maluku Utara....................................... 14
Grafik 1.15 Hasil Pengelolaan Nikel Dunia........................................................... 15
Grafik 1.16 Produksi Sekstor Industri Pengolahan............................................... 17
Grafik 1.17 Perkembangan Kelistrikan daerah................................................... 17
Grafik 1.18 Produksi sektor pengangkutan dan komunikasi............................... 20
Grafik 1.19 Perkembangan Kegiatan Bank........................................................ 21
Grafik 1.20 Produksi sektor Jasa-jasa.................................................................. 22
Grafik 2.1 Perkembangan Harga di Maluku Utara ............................................. 31
Grafik 2.2 Perbandingan Inflasi Triwulanan....................................................... 32
Grafik 3.1 Perkembangan Aset Perbankan Maluku Utara .......…………………. 44
Grafik 3.2 Proporsi DPK Perbankan ..………......................................………..... 46
Grafik 3.3 Proporsi Pemberian Kredit Baru ………......................................…... 51
Grafik 3.4 Struktur Kredit Executing................................................................. 52
Grafik 3.5 Perkembangan LDR Bank Umum..................................................... 53
Grafik 3.6 Perbandingan NPL’s Perbankan Daerah.......................................... 54
vi
Grafik 4.1 Perkembangan APBD Maluku Utara .............………………… ............ 64
Grafik 5.1 Perbandingan Jumlah Kas Keliling dan Uang yang Masuk ke BI …….. 72
Grafik 5.2 Perbandingan Persentase Penemuan Uang Palsu…….……………….. 75
vii
TABEL INDIKATOR EKONOMI TERPILIH
viii
PERBANKAN
ix
Perkembangan Ekonomi dan Keuangan Daerah Provinsi Maluku Utara
Ringkasan Eksekutif
GAMBARAN UMUM
Perekonomian Provinsi Kelesuan perekonomian yang sempat terjadi di
Maluku Utara pada triwulan wilayah Maluku Utara pada triwulan IV-2008 berangsur-
I-2009 mengalami
pertumbuhan sebesar 0,79% angsur mulai pulih. Kinerja perekonomian Maluku Utara pada
(q-t-q) dan 4,98% (y-o-y)... triwulan I-2009 menunjukkan pertumbuhan positif. Hal ini
tergambar dari angka pertumbuhan PDRB atas dasar harga
konstan tahun 2000 secara tahunan sebesar 4,98% (y-o-y).
Tingkat inflasi di Ternate pada Triwulan I-2009
Tingkat inflasi tahunan di
Ternate mengalami mengalami peningkatan dibandingkan dengan Triwulan IV-
penurunan... 2008, namun menurun apabila dibandingkan terhadap
periode yang sama tahun 2008.
Ringkasan Eksekutif x
Perkembangan Ekonomi dan Keuangan Daerah Provinsi Maluku Utara
Ringkasan Eksekutif xi
Perkembangan Ekonomi dan Keuangan Daerah Provinsi Maluku Utara
INFLASI REGIONAL
Secara triwulanan, Inflasi tertinggi pada triwulan ini
Pada triwulan I-2009 inflasi terjadi pada kelompok bahan makanan (3,73%). Sub
tertinggi dialami oleh kelompok yang mengalami inflasi tertinggi pada kelompok ini
kelompok bahan makanan ...
adalah ikan segar dan bumbu-bumbuan yang inflasinya
mencapai 11,41% dan 8,33%. Hal ini terutama disebabkan
oleh kenaikan harga pada sub kelompok ikan segar dan
bumbu-bumbuan. Harga ikan segar yang mengalami
kenaikan yaitu cakalang, lolosi, kembung, malalugis, tude
dan ekor kuning. Sedangkan untuk bumbu-bumbuan,
komoditas yang mengalami kenaikan harga adalah bawang
merah, bawang putih dan cabe rawit.
KEUANGAN DAERAH
Berdasarkan Peraturan Daerah Provinsi Maluku Utara
Deficit anggaran tahun 2009
Nomor 1 Tahun 2009 tentang Anggaran Pendapatan dan
diperkirakan mencapai
Rp34,5 miliar ... Belanja Daerah Tahun Anggaran 2009 tanggal 21 Januari
2009 diketahui bahwa untuk tahun anggaran 2009
pendapatan daerah Provinsi Maluku Utara ditargetkan
sebesar 721,41 miliar rupiah sedangkan belanja daerah
dianggarkan sebesar 755,91 miliar rupiah. Dengan demikian
anggaran pembangunan daerah pada tahun 2009
mengalami defisit sebesar 34,5 miliar rupiah.
Pada tahun 2009, pemerintah pusat melalui anggaran
kementrian Negara/lembaga mengalokasikan stimulus fiskal
guna mendukung ekspansi sektor rii sebesar Rp12,2 triliun.
Provinsi Maluku Utara sendiri mendapatkan kucuran dana
sebesar Rp224,2 juta. Rencananya, sejumlah dana tersebut
akan disalurkan melalui kegiatan/proyek pembangunan
departemen pekerjaan umum dan departemen perhubungan.
SISTEM PEMBAYARAN
Pada triwulan I-2009, total aliran uang kartal keluar
Aliran uang kartal di Bank dan masuk ke Bank Indonesia tercatat sebesar Rp207,63
Indonesia Ternate mengalami
miliar atau mengalami penurunan sebesar minus 46,27% (q-
penurunan ...
t-q). kondisi tersebut sejalan dengan siklus tahunan yang
menunjukkan bahwa pada awal tahun uang kartal yang
keluar dan masuk di Bank Indonesia Ternate mengalami
penurunan seiring dengan berakhirnya berbagai event
menyambut pergantian tahun serta event keagamanan yang
berlangsung pada triwulan sebelumnya.
Pada triwulan I-2009 rata-rata penyelesaian transaksi
Rata-rata transaksi kliring harian melalui kliring mengalami penurunan. Rata-rata harian
mengalami penurunan ...
nilai nominal transaksi kliring pada triwulan I-2009 sebesar
2,334 miliar rupiah atau mengalami penurunan sebesar
TENAGA KERJA
Secara tahunan, pada posisi Agustus 2008 terjadi
Jumlah orang yang bekerja peningkatan jumlah orang yang bekerja sebesar 5,98% (y-o-
mengalami peningkatan ...
y) dari kondisi Bulan Agustus 2007 dimana jumlah penduduk
yang bekerja tercatat sejumlah 372,34 ribu jiwa dengan
tingkat pengangguran terbuka sebesar 6,48%. Meskipun
garis kemiskinan mengalami peningkatan, jumlah penduduk
miskin pada periode Maret 2008 tercatat sebesar 105 ribu
jiwa atau mengalami penurunan sebesar 4,46 % (y-o-y).
Selaras dengan kegiatan ekonomi masyarakat yang
terkonsentrasi di Kota Ternate, persebaran angkatan kerja,
penduduk yang menganggur maupun penduduk yang
bekerja juga terkonsentrasi di kota yang sama. Sebagian
besar penduduk usia kerja menggantungkan pekerjaan pada
sektor pertanian. Data dari BPS menunjukkan bahwa pada
periode Agustus 2008, sebanyak 59,21% penduduk usia
kerja bekerja di sektor pertanian
Ringkasan Eksekutif xv
Perkembangan Ekonomi dan Keuangan Daerah Provinsi Maluku Utara
Inflasi pada triwulan I-2009 pada level 1,3 +1% (q-t-q) dan 14,1 +1% (y-o-y). Meskipun
juga mengalami kenaikan ... kondisi politik di Maluku Utara pasca pelaksanaan pemilu
legislatif relatif aman, pertumbuhan ekonomi yang terjadi
menjadi pemicu tersendiri bagi peningkatan inflasi di daerah.
Kelompok bahan makanan dan makanan jadi diperkirakan
masih memegang peranan besar terhadap pembentukan
tingkat harga pada triwulan mendatang. Trend penurunan
suku bunga SBI yang sampai saat ini menjadi salah satu
acuan perbankan dalam menerapkan kebijakan suku bunga
diperkirakan masih akan berlanjut. Dengan demikian kredit
perbankan diharapkan akan semakin terasa lebih murah
dengan penurunan bunga pengembalian.
Bab Perkembangan
I Ekonomi Makro
Grafik 1.1
Struktur SBT SKDU triwulan I-2009
-1.89 Pertanian
0.00 Pertambangan & Penggalian
1.31 Jasa-jasa
Dari sisi permintaan, secara tahunan net ekspor di Maluku Utara mengalami
perlambatan yang cukup besar namun perekonomian daerah masih dapat
mengalami peningkatan seiring dengan pertumbuhan konsumsi masyarakat
dan goverment spending. Net ekspor pada triwulan I-2009 mengalami
perlambatan hingga mencapai minus 64,39% (y-o-y). Adapun konsumsi tumbuh
sebesar 8,40% (y-o-y) dan pengeluaran pemerintah tumbuh 21,97% (y-o-y). Selain
itu investasi masih mengalami pertumbuhan tinggi yaitu sebesar 37,68% (y-o-y),
meskipun menurun dibandingkan dengan pertumbuhan tahunan pada triwulan
sebelumnya.
didominasi oleh barang-barang dari wilayah lain. Kondisi tersebut tergambar dari
peningkatan aktivitas impor oleh pelaku ekonomi di daerah. Konsumsi secara umum
mengalami pertumbuhan sebesar 8,40% (y-o-y), dimana sub komponen konsumsi
rumah tangga tumbuh sebesar 8,47% (y-o-y) sedangkan konsumsi swasta
mengalami pertumbuhan sebesar 2,49% (y-o-y). Pengeluaran pemerintah
mengalami pertumbuhan sebesar 21,97% (y-o-y), kemudian investasi mengalami
pertumbuhan sebesar 37,68% dan net ekspor (ekspor – impor) mengalami
kontraksi yang sangat signifikan yaitu sebesar minus 64,39%. Apabila
dikomparasikan secara parsial, ekspor mengalami kontraksi sebesar minus 23,40%
sedangkan impor tumbuh sebesar 4,26%.
Grafik 1.2
PDRB Maluku Utara Sisi Permintaan dan Kontribusinya (y-o-y)
A. Konsumsi
Tingkat konsumsi secara umum (rumah tangga dan swasta) di Maluku Utara pada
triwulan I-2009 tercatat sebesar Rp573,36 miliar atau mengalami pertumbuhan
sebesar 8,40% (y-o-y), lebih tinggi apabila dibandingkan dengan pertumbuhan
pada periode sebelumnya yang sebesar 3,61% (y-o-y). Apabila ditelusuri secara
lebih rinci, tingginya pertumbuhan konsumsi pada triwulan laporan didominasi oleh
pertumbuhan konsumsi rumah tangga yang mencapai 8,47%, yang mengalami
peningkatan bila dibandingkan dengan pertumbuhannya pada triwulan IV-2008
yang tercatat sebesar 3,61% (y-o-y). Konsumsi swasta pada triwulan laporan
800,000
700,000
Konsumsi Rumah Tangga
600,000
500,000
300,000
200,000
Konsumsi Sw asta
100,000
0
T w. I 2007 T w. II T w. III T w. IV T w. I 2008 Tw. II T w. III T w. IV T w. I
2007 2007 2007 2008 2008 2008 2009*
Grafik 1.3
Nilai Konsumsi Maluku Utara
Atas Dasar Harga Konstan (Juta Rupiah)
B. Investasi
Pertumbuhan investasi di Maluku Utara pada triwulan I-2009 tergolong cukup tinggi
meskipun mengalami penurunan dibandingkan triwulan sebelumnya. Pada triwulan
I-2009 investasi tercatat mengalami pertumbuhan sebesar 37,68% (y-o-y),
sedangkan pada triwulan IV-2008 investasi mengalami pertumbuhan sebesar
40,95% (y-o-y). Masih tingginya investasi disebabkan karena pelaksanaan proyek-
proyek pembangunan infrastruktur oleh Pemerintah daerah khususnya di luar Kota
C. Pengeluaran Pemerintah
Konsumsi pemerintah tercatat mengalami pertumbuhan sebesar 21,97% (y-o-y),
lebih tinggi apabila dibandingkan dengan periode triwulan IV-2008 yang sebesar
15,22% (y-o-y). Faktor pendorong kenaikan konsumsi pemerintah pada periode ini
disebabkan karena pembayaran gaji PNS yang mengalami peningkatan, penerimaan
CPNS dan pengangkatan tenaga honorer menjadi PNS di beberapa daerah, serta
pembangunan infrastruktur di Sofifi untuk kantor gubernur baru.
Kegiatan goverment spending pada triwulan berikutnya diperkirakan akan
mengalami peningkatan yang lebih besar. Salah satu indikasinya adalah pada
triwulan laporan beberapa proyek pemerintah baru memasuki tahap pelelangan
pekerjaan, sehingga pada triwulan berikutnya diperkirakan sudah memasuki
tahapan pengerjaan/realisasi. Beberapa proyek yang tengah dalam tahap pelelangan
tersebut antara lain: proyek tata lingkunga/perpipaan air bersih/limah di daerah
Kepulauan Sula, Halmahera Barat, Halmahera Selatan, Tidore Kepulauan dan
Halmahera Utara; serta Pembangunan tahap III Jalan Kota Baru – Bastiong di
Kotamadya Ternate.
D. Kegiatan Ekspor-Impor
Pada triwulan I-2009 net ekspor Maluku Utara (ekspor - impor) mengalami
penurunan yang cukup besar bila dibandingkan dengan kondisi pada triwulan IV-
2008. Pada triwulan ini net ekspor tercatat mengalami kontraksi sebesar minus
64,39% (y-o-y). Meskipun kinerja net ekspor Maluku Utara memang cenderung
fluktuatif, namun trend penurunan ini sebenarnya telah dimulai sejak triwulan II-
2007, sedikit mengalami perbaikan pada triwulan II-2008, namun mengalami
penurunan kembali pada periode-periode berikutnya.
Grafik 1.4
Perkembangan Nilai Ekspor Maluku Utara
Semakin menurunnya net ekspor ini disebabkan karena selama beberapa periode
terakhir, ekspor semakin menurun namun impor semakin meningkat. Selain itu
diduga bahwa terjadinya krisis global telah menurunkan permintaan Jepang akan
nickel, yang merupakan salah satu komoditas ekspor utama Maluku Utara. Nickel
sebagai salah satu bahan logam penting dalam industri otomotif, selama beberapa
triwulan terakhir ini memang lebih banyak diekspor ke Jepang. Apabila diperhatikan
kinerja perekonomian Jepang, sejak triwulan III-2008 memang terlihat perlambatan,
dan hal ini diduga ikut mempengaruhi perlambatan ekspor selama beberapa
triwulan terakhir.
Kinerja ekspor Maluku Utara pada triwulan I-2009 merupakan yang terendah
dibandingkan dengan beberapa periode terakhir dengan kontraksi mencapai minus
23,40% (y-o-y), jauh dalam dibandingkan periode sebelumnya yang mengalami
kontraksi sebesar minus 2,26%. Penurunan kinerja ini terutama disebabkan oleh
kontraksi pada sisi ekspor luar negeri, yang mencapai minus 27,51%, atau masih
melanjutkan trend penurunan pada triwulan IV-2008 yang kontraksinya sebesar
minus 0,17% (y-o-y). Seperti halnya pada ekspor luar negeri, ekspor antar pulau
juga menunjukan penurunan, dimana pada triwulan I-2009 terjadi kontraksi
sebesar minus 8,03% sedangkan pada triwulan IV-2008 kontraksinya tercatat
sebesar minus 9,99%.
250.000
100.000
Ekspor Antar Pulau
50.000
Impor Luar Negeri
0
Tw . I Tw . II Tw . III Tw . IV Tw . I Tw . II Tw . III Tw . IV Tw . I
2007 2007 2007 2007 2008 2008 2008 2008 2009*
Grafik 1.5
Nilai Ekspor-Impor Maluku Utara
Atas Dasar Harga Konstan (Juta Rupiah)
Grafik 1.6
700,000 Pertanian
Jasa-jasa
400,000
Pengangkutan & Komunikasi
300,000
Pertambangan & Penggalian
200,000
Keuangan, Persew aan & Jasa Prush
100,000 Bangunan
Grafik 1.7
Nilai PDRB Maluku Utara
Atas Dasar Harga Konstan (Juta Rupiah)
A. Pertanian
Pada triwulan I-2009 ini sektor pertanian secara umum masih menunjukkan
peningkatan kinerja dibandingkan triwulan sebelumnya dengan mencatat
pertumbuhan sebesar 8,76% (y-o-y), sedangkan pada triwulan IV-2008 sektor ini
hanya mengalami pertumbuhan sebesar 7,98% (y-o-y). Apabila dilihat lebih
terperinci, terdapat dua sub sektor yang pertumbuhannya melampaui triwulan
sebelumnya, sedangkan tiga sub sektor lainnya mengalami perlambatan meskipun
masih menunjukan pertumbuhan positif. Pertumbuhan sektor pertanian tergambar
pula pada Nilai Tukar Petani pada periode laporan yang mengalami peningkatan
dan dengan nilai yang melebihi 100 (Indeks yang diterima petani lebih besar dari
indeks yang harus dibayar oleh petani).
Grafik 1.8
Perkembangan NTP di Maluku Utara
102
100
98
96
94
92
90
88 Apr
Oct
Feb
Jul
Feb
May
Jan
Jun
Jan
Aug
Sep
Nov
Dec
Mar
2008 2009
Sub sektor tanaman bahan makanan pada triwulan ini mengalami pertumbuhan
tertinggi dengan nilai sebesar 20,00% (y-o-y) dimana pertumbuhannya pada
triwulan IV-2008 adalah 16,23% (y-o-y). Peningkatan kinerja sub sektor ini
dipengaruhi oleh penambahan jumlah transmigran dan pembukaan lahan guna
menampung transmigran baru yang notabene merupakan daerah embrio sentra
penghasil tanaman bahan makanan di Maluku Utara. Periode Januari – April
merupakan permulaan masa panen di beberapa sentra transmigrasi seperti daerah
Halmahera Timur, Halmahera Utara dan Halmahera Tengah. Meskipun demikuan
pemerintah daerah perlu mewaspadai dan memperhatikan perkembangan yang
terjadi di daerah transmigrasi tersebut, baik dari segi perekonomian, fasilitas
pendidikan serta fasilitas umum lainnya maupun akses ke wilayah lain. Pada awal
tahun 2009, beberapa Kepala Keluarga transmigran memilih untuk mencari
penghidupan di kota Ternate dan sekitarnya dengan alasan di wilayah transmigrasi
mereka tidak memperoleh sarana umum dengan baik, seperti pendidikan anak-
anak, fasilitas kesehatan, sanitasi dan akses untuk menjual hasil pertanian yang
kurang menguntungkan. Bila hal ini dibiarkan terus berlanjut, daerah transmigran
yang dipersiapkan sebagai sentra produksi pertanian akan mengalami penurunan
atau bahkan tidak bisa terwujud sama sekali.
Peningkatan pertumbuhan juga terjadi pada sub sektor perikanan dengan angka
pertumbuhan sebesar 6,77% (y-o-y) dimana pertumbuhannya pada triwulan IV-
2008 adalah 4,35% (y-o-y). Seringnya pelaksanaan operasi di perairan sekitar
Maluku Utara oleh Polairud serta tindakan tegas terhadap kapal – kapal yang
melakukan penangkapan ikan secara ilegal diperkirakan menjadi salah satu
pendorong meningkatnya kinerja sub sektor perikanan. Hal ini sesuai dengan
karakteristik perikanan di daerah Maluku Utara yang didominasi oleh perikanan
tangkap dibandingkan dengan perikanan budidaya. Adapun komoditas utama yang
mendorong peningkatan kinerja sub sektor ini diperkirakan berupa ikan cakalang
dan tuna.
Grafik 1.9
Perkembangan harga hasil perkebunan
80,000
70,000
60,000
50,000
40,000
30,000
20,000
10,000
0
Jan Feb Mar Apr May Jun Jul Aug Sep Oct Nov Dec Jan Feb Mar
2008 2009
Pala Fuli Cengkih Coklat Kopra
300,000
Tanaman Perkebunan
250,000
150,000 Perikanan
100,000
Kehutanan
50,000
Grafik 1.10
Produksi Sektor Pertanian Maluku Utara
Atas Dasar Harga Konstan (Juta Rupiah)
9% 1%
Nikel
Hasil Hutan
Lainnya
90%
Grafik 1.11
Persentase Ekspor Maluku Utara (2003-2009)
Sumber: Datawarehouse DSM (diolah)
Nilai ekspor nikel Maluku Utara dalam setahun terakhir telah mengalami penurunan
seperti terlihat pada grafik berikut:
90,000,000
80,000,000
70,000,000
60,000,000
50,000,000
40,000,000
30,000,000
20,000,000
10,000,000
0
Mrt'08 Apr'08 Mei'08 Jun'08 Jul'08 Agst'08 Sep'08 Okt'08 Nov'08 Des'08 Jan'09 Feb'09
Grafik 1.12
Nilai Ekspor Nikel Maluku Utara 1 Tahun Terakhir
Sumber: Datawarehouse DSM
Penurunan pada triwulan I sampai triwulan III 2008 lebih dipicu oleh turunnya harga
komoditas nikel dunia seperti tergambar pada grafik berikut:
Grafik 1.13
Perkembangan Harga Nikel Dunia 1 Tahun Terakhir
Sumber: London Metal Exchange
Sedangkan rendahnya ekspor nikel pada triwulan IV 2008 dan triwulan I 2009 lebih
disebabkan oleh rendahnya permintaan dari negara-negara tujuan ekspor nikel
Maluku Utara seperti Jepang dan RRC.
6%
6%
Jepang
12%
RRC
49% Ukraina
Yunani
Lainnya
27%
Grafik 1.14
Negara Tujuan Ekspor Nikel Maluku Utara (2003-2009)
Sumber: Datawarehouse DSM (diolah)
Di negara tujuannya, output utama dari pengolahan nikel (stainless steel) paling
banyak digunakan pada industri otomotif.
5%
8%
Stainle ss Ste el
Other Alloys
22%
Electroplating
Grafik 1.15
Hasil Pengolahan Nikel Dunia
Sumber: Standard CIB Global Research
Sampai triwulan pertama 2009, pasar otomotif dunia terus memburuk akibat
turunnya permintaan seiring dengan adanya kirisis ekonomi global. Asosiasi
Produsen Mobil Jepang melaporkan penjualan kendaraan di pasar domestik selama
Maret mengalami penurunan hingga 32%. Selain itu akibat merosotnya permintaan
dari Amerika Serikat dan Eropa, produksi otomotif Jepang anjlok hingga 56% pada
bulan Februari lalu dibandingkan bulan sama pada 2008. Penurunan ini merupakan
yang terburuk sejak tahun 1967. Dua belas pabrikan mobil Jepang hanya
memproduksi 481.396 unit pada Februari lalu sehingga mendorong Nissan, Mazda,
dan Mitsubishi memangkas produksi minimal 60%.
C. Industri Pengolahan
Sektor industri pengolahan yang mengalami trend penurunan sepanjang tahun
2008 masih berlanjut pada triwulan I 2009 dengan penurunan sebesar minus
7,26% (y-o-y). Namun penurunan ini masih lebih rendah dibandingkan triwulan
sebelumnya yang turun sebesar minus 10,77% (y-o-y). Perlambatan ini masih
didominasi oleh turunnya sub-sektor barang kayu dan hasil hutan lainnya yang
turun sebesar minus 11,44% (y-o-y). Sedangkan sub-sektor makanan, minuman dan
tembakau tetap tumbuh sebesar 6,20% (y-o-y) namun karena bobotnya yang
dominan sehingga sektor indutri pengolahan secara umum tetap mengalami
perlambatan.
Salah satu faktor yang mempengaruhi perlambatan di sub-sektor barang kayu dan
hasil hutan lainnya adalah karena semakin bertambahnya perusahaan penghasil
kayu lapis yang ditutup.
Tabel 1.1
Daftar Perusahaan Yang Sudah Tidak Beroperasi
Di Provinsi Maluku Utara Tahun 2008
BIDANG PERKEMBANGAN TK
ALAMAT KANTOR DAN NO. TELP. INVESTASI
NO. NAMA PERUSAHAAN USAHA INDONESIA ASING
PUSAT PERWAKILAN RENCANA REALISASI Lokasi RENCANA REALISASI RENCANA REALISASI
1 2 3 4 5 6 8 9 10 11 12
Penanaman Modal Dalam Negeri
1 PT. MANGOLE TIMBER PRODUCERS Jl.Yos Sudarso No.66 Jl. Mononutu Ternate Rp 158,708,933,522 Rp 158,708,933,522 Loging, 15 15 - -
No.06/III/PMDN/1986 Manado Tlp.0431-844557 Playwood,
tgl, 19-06-1989 Blockbooard,
No.275/III/PMDN/1993 Particle Board
tgl, 25-06-1993 SK Merger. Falabisahaya
(Kep.Sula)
2 PT. TALIABU LUNA TIMBER Jl. Kesehatan Raya Jl.Bogenvile RT.04 Rp 2,075,000,000 Rp 2,075,000,000 Penggergajian 196 196 - -
No. 60/V /PMDN /1993 No.60 Tanah Abang Kel. Toboko Ternate Kayu Loging
Tgl. 14-8-1978 Jakarta 10160 Taliabu
(Kep.Sula)
3 PT.WIRANUSA TRISATRYA Jl. Ir Juanda III /19-19A Jl. Mononutu Rp 19,715,900,000 Rp 19,715,900,000 Formaldehyde 103 103 - -
No.485 /I / PMDN /1989 Jakarta Ternate Resin
Falabisahaya
(Kep.Sula)
4 PT. TUNGGAL AGATHIS INDAH Jl. Ir.H Huanda III Jl. Mononutu Rp 3,475,400,000 Rp 3,475,400,000 Loging, Sawmil 1369 170 4 4
WOOD INDUSTRIES No.19-19A Jakarta SK II/20 Ternate Wood, Workoing
No. 274 / III / PMDN / 1993 Playwood
Blockboard
Partickelboard
(Jailolo Selatan)
5 PT. Indonesia Tongbao Mining Jl. Tambak No.55 A $ 750,000 Eksplorasi Jasa Penunjang 30
No.786/I/PMA/2008 Pegangsaan, Menteng, Pertambangan umum
Tgl. 21 Mei 2008 Jakarta Pusat perdagangan besar
(distributo Utama)
ekspor dan impor
Catatan :
* Bahwa Perusahaan yang tertera dikolom atas telah tutup/ tidak beroperasi lagi
namun belum ada Surat Pemberitahuan dari Badan Koordinasi Penanaman Modal di Jakarta
100,000
90,000
80,000
Brg. Kayu & Hasil Hutan Lainnya
70,000
60,000
50,000
40,000
30,000
0
T w. I T w. II Tw. III T w. IV Tw. I T w. II T w. III T w. IV T w. I
2007 2007 2007 2007 2008 2008 2008 2008 2009*
Grafik 1.16
Produksi Sektor Industri Pengolahan Maluku Utara
Atas Dasar Harga Konstan (Juta Rupiah)
Grafik 1.7
Perkembangan kelistrikan daerah
MWH
70,000
60,000
50,000
40,000
30,000
20,000
10,000
0
2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008
Motor penggerak pertumbuhan pada sektor ini berada pada sub-sektor air bersih
yang tumbuh sebesar 4,81% (y-o-y) sedangkan sub sektor listrik relatif tetap
dengan pertumbuhan hanya mencapai 0,24% (y-o-y). Sub-sektor listrik belum
E. Bangunan
Sektor bangunan merupakan sektor yang mengalami pertumbuhan tertinggi pada
triwulan ini dengan pertumbuhan sebesar 19,67% (y-o-y). Namun pertumbuhan
sektor ini belum bisa men-drive kinerja perekonomian Maluku Utara mengingat
bobotnya yang tidak besar. Kontribusi sektor ini terhadap kinerja perekonomian
pada triwulan pertama 2009 hanya sebesar 0,31% (y-o-y).
Sektor ini memang masih cukup konsisten tumbuh diatas 15% dalam setahun
terakhir. Pertumbuhan ini merupakan dampak dari pembangunan infrastruktur di
ibukota Provinsi Maluku Utara yaitu Sofifi, dimana pemerintahan provinsi
ditargetkan akan dipindahkan pada tahun 2009 ini. Selain itu, pertumbuhan juga
didorong oleh adanya proyek-proyek pembangunan infrastruktur terkait adanya
proses pemekaran di beberapa daerah di Maluku Utara serta proyek pembangunan
kawasan Kota Baru di wilayah Kota Ternate dengan peruntukkan perumahan dan
fasilitas umum lainnya.
Pada sub-sektor perdagangan, ekspansi dipicu dari dua sisi, yaitu naiknya
permintaan yang juga disertai naiknya harga barang yang diperdagangkan.
Kenaikan permintaan terjadi pada perdagangan barang primer dan sekunder. Untuk
komoditas energi seperti BBM dan minyak tanah juga mengalami kenaikan
60,000
Pos dan Telekomunikasi
50,000
Angkutan Laut
40,000
Angkutan Udara
20,000
Grafik 1.18
Produksi Sektor Pengangkutan & Komunikasi Maluku Utara
Atas Dasar Harga Konstan (Juta Rupiah)
Tabel 1.2
Perkembangan Kegiatan Bank
2007 2008
Uraian
Tw. I Tw. II Tw. III Tw. IV Tw. I Tw. II Tw. III Tw. IV
DPK 2,147,882 2,210,204 2,289,774 2,620,055 2,666,948 2,692,396 2,656,388 2,799,841
Kredit 710,752 777,404 840,739 865,082 918,336 1,052,831 1,187,038 1,269,690
LDR 33.09% 35.17% 36.72% 33.02% 34.43% 39.10% 44.69% 45.35%
NPL 4.29% 4.15% 3.51% 3.38% 3.73% 3.47% 3.41% 4.48%
Grafik 1.19
Perkembangan Kegiatan Bank
I. Jasa-jasa
Sektor jasa-jasa pada triwulan I-2009 tercatat mengalami pertumbuhan mencapai
4,28% (y-o-y). Angka ini sedikit lebih tinggi dibandingkan dengan pertumbuhan
pada triwulan sebelumnya yang sebesar 4,08% (y-o-y). Sub-sektor yang mengalami
pertumbuhan terbesar adalah sub-sektor jasa hiburan dan rekreasi yang tumbuh
11,28% (y-o-y). Pertumbuhan dipicu oleh banyaknya event yang diselenggarakan
oleh instansi pemerintah menyambut tahun anggaran baru serta oleh partai-partai
menjelang pemilu yang banyak memanfaatkan tempat rekreasi sebagai lokasi
penyampaian visi dan misi. Selain itu, kondisi keamanan yang semakin kondusif di
Maluku Utara mulai mengundang wisatawan ke daerah ini.
60,000
Adm. Pemerintahan & Pertahanan
50,000
40,000
Sosial Kemasyarakatan
30,000
10,000
Gambar 1.20
Produksi Sektor Jasa-jasa Maluku Utara
Atas Dasar Harga Konstan (Juta Rupiah)
23
peserta Rapat Koordinasi Nasional memohon agar pemerintah mempertimbangkan kembali
untuk tidak melaksanakan rencana kebijakan stimulus fiskal tersebut dengan pertimbangan
sebagai berikut:
1. Penerimaan PKB, BBN-KB dan PPJ merupakan jenis penerimaan daerah yang utama dan
sangat dominan terhadap besarnya APBD pada setiap Propinsi dan Kabupaten/Kota di
Indonesia, apabila stimulus fiskal dimaksud dilakukan maka akan mengurangi kapasitas
APBD yang akan berdampak terhadap tidak terlaksananya program dan kegiatan
peningkatan kesejahteraan masyarakat dan pembangunan di daerah akan terganggu
bahkan lebih jauh dikhawatirkan akan berdampak secara luas yang menyangkut sosial dan
politik;
2. Rencana APBD TA 2009 yang telah ditetapkan tidak memperhitungkan adanya rencana
kebijakan fiskal di satu sisi, di sisi lain dalam APBD tersebut sudah mengandung atau sudah
mengakomodir program dan kegiatan dalam rangka mengantisipasi dampak dari krisis
finansial global;
3. Secara teknis pemberian stimulus fiskal berupa pengurangan besar NJKB tidak akan
mempengaruhi harga kendaraan bermotor, karena NJKB bukan merupakan variabel
pembentuk harga kendaraan bermotor, untuk itu mungkin akan lebih tepat stimulus yang
diberikan pada industri otomotif adalah berupa pengurangan tarif pajak penjualan barang
mewah (PPn-BM);
4. Dengan diberikan pengurangan NJKB terhadap kendaraan bermotor tahun pembuatan
2009 akan menimbulkan ketidakadilan dalam pengenaan pajak dimana kendaraan yang
lebih baru akan membayar pajak lebih kecil dibanding dengan kendaraan tahun pembuatan
2008 ke bawah, sehinga dapat menimbulkan gejolak sosial di masyarakat wajib pajak
kendaraan bermotor;
5. Saat ini pemerintah daerah secara kebijakan lokal masing-masing daerah, juga telah
memberlakukan berbagai stimulus dibidang pendapatan daerah seperti penghapusan atau
pembebasan pengenaan retribusi terhadap jenis pelayanan tertentu, pengurangan/
keringanan pengenaan BBN-KB kendaraan bekas, pemutihan BBN-KB penyerahan kedua,
dan lain-lainnya;
6. Rencana kebijakan stimulus fiskal dibidang pajak daerah berupa pengurangan NJKB untuk
meringankan beban industri otomotif kurang relevan dengan tujuh prioritas dibidang
perekonomian yang disampaikan Presiden pada Sidang Kabinet Terbatas tangggal 12
Januari 2009 yang meliputi:
a. Melakukan upaya untuk mencegah pengangguran baru atau PHK, dan langkah-langkah
penanggulangan apabila terjadi PHK;
24
b. Melakukan upaya dan kebijakan yang meringankan dunia usaha termasuk insentif fiskal
untuk mengamankan sektor riil;
c. Mencegah inflasi yang tidak semestinya melalui stabilisasi harga dan meningkatkan daya
beli masyarakat;
d. Menjaga daya beli masyarakat;
e. Melindungi dan membantu masyarakat miskin agar dapat mencukupi kebutuhan sehari-
hari;
f. Menjaga ketahanan pangan dan ketahanan energi sehingga dapat memenuhi
kebutuhan perekonomian tahun 2009;
g. Menjaga laju pertumbuhan ekonomi tahun 2009;
Apabila kebijakan pemberian stimulus fiskal pajak daerah diberikan sangat boleh jadi
yang akan menikmati stimulus tersebut adalah agen penjual kendaraan.
25
III. Lain-Lain
Agenda lain yang dibahas dalam Rakornas Pendapatan Daerah diantaranya meliputi hal-
hal sebagai berikut:
1. Perlu diagendakan kembali pembahasan draft perubahan Instruksi Bersama (Inbers) Kapolri,
Mendagri dan Menkeu tentang Sistem Administrasi Manunggal di Bawah Satu Atap
(SAMSAT);
2. Dalam upaya optimalisasi peningkatan sumber-sumber pajak daerah khususnya dari pajak
dan retribusi daerah dimohon kepada Pemerintah untuk mendorong percepatan
pengesahan RUU pajak daerah dan retribusi daerah menjadi Undang-Undang;
3. Disarankan kepada Depkeu untuk meninjau kembali kebijakan mekanisme transfer dana
bagi hasil baik pajak maupun bukan pajak serta DAU dan DAK agar tepat waktu sehingga
lebih efektif dapat digunakan oleh pemerintah daerah. Jangan seperti saat ini dana bagi
hasil baru bisa diterima oleh daerah pada akhir bulan Desember menjelang tutupnya tahun
anggaran.
Hasil rapat ini disepakati sebagai bahan untuk disampaikan kepada Menteri Dalam
Negeri melalui Sekretaris Jendral Depdagri, Dirjen BAKD Depdagri dan untuk Menteri Keuangan
melalui Dirjen Perimbangan Keuangan Depkeu serta kepada masing-masing Gubernur/ Bupati/
Walikota se Indonesia untuk dijadikan sebagai bahan masukan dan pertimbangan dalam
pengambilan keputusan lebih lanjut.
26
BOX 2
RAPAT KERJA FORUM PEMERINTAHAN DAERAH PROVINSI KEPULAUAN TAHUN 2008
Pada tanggal 19 sampai dengan 20 Januari Tahun 2009 telah dilaksanakan Forum
Kerjasama Antar Pemerintahan Daerah Provinsi Kepulauan yang berlangsung di Kota Ternate,
Provinsi Maluku Utara.
Peserta Forum adalah Seluruh Gubernur se provinsi kepulauan beserta staf dan Ketua
DPRD se Provinsi Kepulauan, Bupati/Walikota se Provinsi Maluku Utara, Satuan Kerja Perangkat
Daerah Provinsi, anggota DPRD Provinsi, Perguruan Tinggi, KADINDA, serta Perwakilan Asosiasi
Swasta.
Pelaksanaan Rakor ini diawali dengan Laporan dan penjelasan teknis Gubernur Maluku
sebagai Ketua Forum Provinsi Kepulauan yang menjelaskan tentang kronologis
kehadiran/Pembentukan Forum ini serta kemajuan yang dicapai oleh Forum. Ketua Forum
mengharapkan adanya persepsi dan pola pikir yang sama dalam memahami perjuangan Forum
ini, yang berawal dari Deklarasi Ambon pada tanggal 10 Agustus 2005 lalu.
Deklarasi yang telah dibuat merupakan tonggak sejarah baru dalam rangka meletakan
dasar-dasar perjuangan untuk mewujudkan pengakuan yuridis bagi Provinsi Kepulauan yang
memiliki karakteristik yang spesifik, itulah sebabnya, pada kelanjutannya, dalam Seminar
Nasional Provinsi Kepulauan di Jakarta pada tanggal 15 Desember tahun 2005, Forum
Kerjasama merasa penting untuk melibatkan berbagai unsur baik akademisi, unsur pemerintah,
unsur LEMHANAS, unsur DPR RI dan Unsur Tokoh Masyarakat guna membicarakan dan
mendapatkan berbagai masukan terkait dengan Provinsi Kepulauan.
Kemudian pada tanggal 21 - 22 April 2006, untuk pertama kalinya, Forum Kerjasama
Provinsi Kepulauan melakukan Rapat Kerjanya di Pangkal Pinang (Provinsi Bangka Belitung).
Dalam Rapat itu, Forum berhasil merumuskan “Formula DAU Pangkal Pinang” yakni cara
menghitung DAU dengan memperhitungkan luas wilayah laut yang selama ini tidak
diperhitungkan dengan menyampaikan beberapa pertimbangan yang mendasarinya. Formula
DAU Pangkal Pinang ini kemudian telah disampaikan oleh Forum pada pertemuannya dengan
Panitia Anggaran DPR RI dan mendapat respons yang positif, setelah terlebih dahulu
menyampaikannya dalam rapat APPSI pada tanggal 22 – 24 Mei 2006 di Mataram yang
mendapat dukungan dari 33 Provinsi di Indonesia.
Dukungan atas perjuangan Forum, ternyata tidak saja berasal dari Asosiasi Pemerintah
Provinsi Seluruh Indonesia, tetapi juga dari Presiden Republik Indonesia, Bapak Susilo Bambang
Yudhoyono yang bersedia menghadiri rapat kerja kedua Forum ini di Pulau Bintan, Provinsi
Kepulauan Riau pada tanggal 5 September 2006.
27
Konfigurasi perjuangan Forum ini ke depan terus dirasakan peningkatannya dari waktu
ke waktu. Dalam Rapat Kerja ketiga di Kota Manado, Provinsi Sulawesi Utara, dari tanggal 14
hingga 16 Juni 2007 lalu, Forum Kerjasama Provinsi Kepulauan berhasil menetapkan
“Kesepakatan Manado” yang berisikan antara lain :
Rapat kerja Forum di Manado dalam pengamatan tentang UU No 32 tahun 2004 menyoroti
tentang masalah luas wilayah sebagaimana diatur dalam pasal 18 UU No 32 Tahun 2004.
Batas wilayah sebagaimana dimaksud dalam pasal tersebut untuk provinsi kepulauan
mestinya diukur berdasarkan Garis pangkal lurus kepulauan, agar sinkron dengan bunyi
penjelasan pasal 4 ayat (2) UU No 32 Tahun 2004 yang antara lain menyebutkan bahwa:
“batas daerah dan cakupan wilayah harus didasarkan pada prinsip Negara
Kepulauan”.
Perhitungan 25% menurut Forum Provinsi Kepulauan, belum dapat mencerminkan
kebutuhan akan penyedian sarana dan prasarana persatuan wilayah sebagaimana yang
tercantum dalam penjelasan pasal 28 ayat (2) UU No 33 Tahun 2004. Sarana dan prasarana
pada wilayah kepulauan membutuhkan pembiayaan yang sangat tinggi. Oleh sebab itu
Kesepakatan Manado mengharapkan agar angka 25 % dapat dinaikan menjadi 50% yang
dihitung dari luas wilayah berdasarkan UU Pembentukan tiap Provinsi.
Prosentasi yang diberikan pada indikator luas wilayah adalah sebesar 15%, dirasakan belum
mencerminkan asas keseimbangan untuk itu “Kesepakatan Manado” mengusulkan agar
Prosentase luas wilayah, kiranya dapat dinaikan, menjadi 20 % yang 5 % nya diambil dari
prosentase jumlah penduduk.
Pasal 28 UU No 33 tahun 2004 menyebutkan antara lain: “Bahwa kebutuhan fiskal daerah
merupakan kebutuhan pendanaan Daerah untuk melaksanakan fungsi layanan dasar umum
yang diukur secara berturut-turut dengan Jumlah Penduduk, Luas Wilayah, Indeks
Kemahalan Konstruksi, Produk Domestik Regional Bruto perkapita dan Indeks Pembangunan
Manusia”
Gubernur Maluku selaku Ketua Forum juga memberikan masukan dalam Rapat Kerja ke
empat di Ternate, Provinsi Maluku Utara, atas pergantian nama ‘Forum’ ke ‘Badan
Kerjasama’ Provinsi Kepulauan dan ini disambut baik oleh seluruh peserta Rakor Forum
Kerjasama Provinsi Kepulauan. Alasan Gubernur Maluku selaku Ketua Forum merubah nama
ini karena, nama ‘Forum’ cenderung diartikan secara negatif sebagai sebuah Forum Aksi yang
bersifat politis. Padahal ‘Forum’ ini hanyalah sebuah wadah konsultatif antar Pemerintah Daerah
di Tujuh Provinsi Kepulauan.
Selain itu, Undang-undang No 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah
mengharuskan penggunaan istilah ‘Badan’ bagi Provinsi-provinsi yang ingin melakukan
28
kerjasama. Ini penting sebab Badan Kerjasama lebih operasional untuk mewujudkan kerjasama
pembangunan di semua bidang dengan tetap mengikuti prinsip-prinsip dasar yang telah di
tetapkan dalam Deklarasi Ambon tanggal 10 Agustus tahun 2005 lalu guna membentuk
paradigma pembangunan yang berwawasan kepulauan.
Dalam diskusi teknis maupun mendengar sambutan Gubernur Maluku Utara dan
penjelasan teknis Gubernur Maluku selaku Ketua Forum Kerjasama antar Pemerintahan Daerah
Provinsi Kepulauan, Panel Diskusi tentang sistem pembangunan kepulauan dalam konteks
pembangunan nasional, mendengar pemaparan ilmiah tentang sistem pembangunan provinsi
kepulauan oleh staf ahli Bappenas, 3 orang panelis dalam panel diskusi tentang sistem
pembangunan procinsi kepulauan dari Departemen Kelautan dan Perikanan, Departemen
Dalam Negeri dan Gubernur Kepulauan Riau, saran dan pendapat dari anggota forum serta
memperhatikan hasil rapat tim teknis Provinsi Kepulauan melahirkan beberapa rekomendasi
sebagai berikut :
1) Perlu segera mengusulkan kepada Pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat Republik
Indonesia untuk segera mengadakan perubahan terhadap UU Nomor 32 Tahun 2004
tentang Pemerintahan Daerah, UU Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan
Pusat dan Daerah, dan UU Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil,
karena ketiga UU tersebut belum sesuai dengan keinginan pasal 25A UUD 1945.
2) Memintakan agar Forum/Badan melakukan pendekatan kerjasama dengan anggota Dewan
Perwakilan Daerah dari masing-masing Provinsi dan Dewan Perwakilan Rakyat Republik
Indonesia yang berasal dari daerah pemilihan pada masing-masing Provinsi untuk
mendukung ide dimaksud pada butir 1di atas.
3) Menetapkan rumput laut sebagai komoditas unggulan yang akan dikembangkan diketujuh
Provinsi yang tergabung dalam Forum/Badan Kerjasama Antar Pemerintahan Daerah Provinsi
Kepulauan, demi peningkatan pendapatan Negara dan Masyarakat.
4) Agar Badan Kerjasama Antar Pemerintahan Daerah Provinsi Kepulauan turut perpartisipasi
aktif dalam W.O.C dan TAIP Tahun 2009
Selain rekomendasi yang dihasilkan dalam Rakor tersebut juga menghasilkan deklarasi
yang diberi nama “Kesepakatan Ternate” atas dasar penelusuran tapak-tapak sejarah
perjalanan Forum Kerjasama Antar Pemerintahan Daerah Provinsi Kepulauan, sejak
dideklarasikan pada tanggal 10 Agustus 2005 yang ditandatangani oleh Gubernur dan Ketua
DPRD se-Provinsi Kepulauan, dengan urut-urutan deklarasi sebagai berikut :
1) Forum Kerjasama Antar Pemerintahan Daerah yang dibentuk berdasarkan Deklarasi Ambon
tanggal sepuluh Agustus Tahun dua ribu lima di Kota Ambon telah mampu meletakan dasar
– dasar perjuangan untuk mewujudkan pengakuan yuridis bagi Provinsi Kepulauan yang
29
memiliki karakeristik yang spesifik sehingga telah mendapatkan pengakuan dari pemerintah
walaupun belum sepenuhnya.
2) Bahwa nama “Forum” yang dipakai oleh tujuh Provinsi ini yang merupakan wadah kerjasama
antar Pemerintah Daerah dari tujuh Provinsi ini cenderung diartikan secara negatif sebagai
sebuah Forum Aksi yang bersifat politis, padahal Forum ini hanyalah sebuah wadah
Konsultatif antar Pemerintah Daerah di ketujuh Provinsi dimaksud, sehingga perlu dirubah
namanya menjadi “Badan Kerjasama Antar Pemerintah Daerah Provinsi Kepulauan”.
3) Bahwa Undang – Undang No. 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah menggunakan
istilah Badan bagi Provinsi – Provinsi yang ingin melakukan kerjasama.
4) Bahwa penggunaan istilah Badan Kerjasama, adalah lebih operasional untuk mewujudkan
kerjasama pembangunan disemua bidang antar ketujuh provinsi tersebut yang memiliki
karekeristik yang sama bagi terwujudnya kesejahteraan rakyat di provinsi kepulauan
5) Bahwa Badan Kerjasama ini tetap mengikuti prinsip – prinsip dasar yang telah di tetapkan
dalam Deklarasi Ambon tanggal sepuluh Agustus tahun 2005, dan menjiwai seluruh aktifitas
Badan Kerjasama ini.
Berdasarkan pertimbangan – pertimbangan tersebut diatas maka para Gubernur dan
Ketua DPRD dari tujuh Provinsi Kepulauan yang semula tergabung dalam Forum Kerjasama
antar Pemerintah Daerah Provinsi Kepulauan bersepakat untuk :
1) Merubah nama Forum Kerjasama antar Pemerintahan Daerah Provinsi Kepulauan menjadi
Badan Kerjasama Antar Pemerintah Daerah Provinsi Kepulauan sejak hari ini Selasa tanggal
dua puluh Januari Tahun dua ribu Sembilan
2) Badan Kerjasama ini akan dipimpin oleh Ketua, Wakil Ketua dan Sekretaris Badan yang
dipilih bersama dari dan oleh Anggota Badan, dan untuk pertama kali sejak pembentukan
Badan ini Pimpinan Forum Kerjasama Antar Pemerintah Daerah Provinsi Kepulauan tetap
dipercayakan memimpin Badan ini sampai dengan berakhir masa jabatannya pada tahun
duaribu sepuluh.
3) Pimpinan Badan Kerjasama dengan dibantu oleh Tim Teknis akan menyusun Anggaran Dasar
dan Anggaran Rumah Tangga Badan selambat – lambatnya enam bulan setelah Badan ini
dibentuk, dan rancangan dimaksud akan dibahas dan ditetapkan pada Rapat Badan
Kerjasama Antar Pemerintah Daerah Provisi Kepulauan tahun 2009.
30
Kajian Ekonomi Regional Provinsi Maluku Utara
Bab Perkembangan
II Inflasi Regional
Grafik 2.1
Perkembangan harga di Maluku Utara
60,000
50,000
40,000
30,000
20,000
10,000
-
Jan Feb Mar Apr May Jun Jul Aug Sep Oct Nov Dec Jan Feb Mar
2008 2009
Bahan Pokok Pertanian Perkebunan Bahan Bangunan BBM
31
Kajian Ekonomi Regional Provinsi Maluku Utara
Grafik 2.2
Perbandingan Inflasi Triwulanan (q-t-q)
32
Kajian Ekonomi Regional Provinsi Maluku Utara
Grafik 2.3
Perbandingan Inflasi Tahunan (y-o-y)
33
Kajian Ekonomi Regional Provinsi Maluku Utara
Tabel 2.1
Inflasi Sub Kelompok Bahan Makanan Triwulan IV-2008 (q-t-q)
Kelompok makanan jadi, minuman, rokok dan tembakau mengalami inflasi sebesar
2,07% lebih tinggi jika dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yang mencapai
0,53%. Inflasi tertinggi terjadi pada sub kelompok minuman yang tidak beralkohol
sebesar 9,97%, sedangkan pergerakan harga pada sub kelompok tembakau dan
minuman beralkohol relatif stabil. Komoditas penyumbang inflasi pada sub
kelompok minuman yang tidak beralkohol adalah minuman kesegaran, minuman
ringan dan teh. Sedangkan komoditas yang mengalami kenaikan harga pada sub
kelompok makanan jadi adalah kue kering, gula pasir, roti manis dan kacang kulit.
Kenikan tingkat harga pada kelompok ini sejalan dengan peningkatan konsumsi
masyarakat pada triwulan laporan serta peningkatan yang terjadi pada sub
kelompok industri tanpa migas, terutama makanan, minuman dan tembakau.
Tabel 2.2
Inflasi Sub Kelompok Makanan Jadi, Minuman, Rokok & Tembakau
Triwulan IV-2008 (q-t-q)
Sub Kelompok Makanan Jadi, Minuman, Rokok & Tembakau Inflasi
Makanan Jadi 1,15%
Minuman yang Tidak Beralkohol 9,97%
Tembakau dan Minuman Beralkohol 0,00%
Sumber: BPS Provinsi Maluku Utara
34
Kajian Ekonomi Regional Provinsi Maluku Utara
Kelompok perumahan, listrik, air, gas dan bahan bakar mengalami inflasi 1,48%
mengalami peningkatan dibandingkan periode sebelumnya yang mengalami deflasi
sebesar 0,14%. Inflasi tertinggi terjadi pada sub kelompok penyelenggaraan rumah
tangga sebesar 2,12% sedangkan sub kelompok yang mengalami inflasi terendah
adalah sub kelompok bahan bakar, penerangan dan air sebesar 0,06%. Komoditas
penyumbang inflasi utama pada kelompok ini diantaranya adalah lemari pakaian,
kompor, mesin cuci dan air conditioner (AC) yang termasuk dalam sub kelompok
perlengkapan rumah tangga, lalu sabun detergen bubuk yang merupakan bagian
sub kelompok penyelenggaraan rumah tangga dan komoditas lilin yang merupakan
bagian dari sub kelompok bahan bakar, penerangan dan air.
Tabel 2.3
Inflasi Sub Kelompok Perumahan, Listrik, Air, Gas dan Bahan Bakar
Triwulan IV-2008 (q-t-q)
Kelompok sandang mengalami inflasi sebesar 2,59% sedikit lebih tinggi jika
dibandingkan dengan inflasi pada triwulan sebelumnya yaitu sebesar 2,54%. Hal ini
terjadi karena peningkatan harga pada sub kelompok barang pribadi dan sandang
lain yang mencapai 12,43%, dimana inflasi pada triwulan sebelumnya adalah -
9,64%. Komoditas yang mengalami kenaikan harga pada sub kelompok ini
diantaranya emas perhiasan, payung dan semir sepatu. Dari sub kelompok sandang
wanita komoditas yang mengalami kenaikan harga diantaranya adalah blus,
sedangkan pada sub kelompok sandang anak-anak yang mengalami kenaikan harga
adalah gaun anak. Peningkatan harga pada kelompok ini searah dengan
peningkatan kinerja pada sub sektor perdagangan.
35
Kajian Ekonomi Regional Provinsi Maluku Utara
Tabel 2.4
Inflasi Sub Kelompok Sandang, Air, Gas dan Bahan Bakar
Triwulan IV-2008 (q-t-q)
Tabel 2.5
Inflasi Sub Kelompok Kesehatan Triwulan IV-2008 (q-t-q)
36
Kajian Ekonomi Regional Provinsi Maluku Utara
Tabel 2.6
Inflasi Sub Kelompok Pendidikan, Rekreasi dan Olah Raga
Triwulan IV-2008 (q-t-q)
Tabel 2.7
Inflasi Sub Kelompok Transpor, Komunikasi dan Jasa Keuangan
Triwulan IV-2008 (q-t-q)
37
Kajian Ekonomi Regional Provinsi Maluku Utara
merupakan sub kelompok yang mengalami inflasi tertinggi yaitu sebesar 24,02%
diikuti sub kelompok ikan segar yang inflasinya mencapai mencapai 26,93%.
Jika dilihat secara tahunan (y-o-y), inflasi kelompok bahan makanan pada triwulan I
tahun 2009 adalah sebesar 12,59%. Angka ini lebih kecil jika dibandingkan dengan
triwulan sebelumnya yang mencapai 17,37%. Inflasi tertinggi terjadi pada sub
kelompok ikan segar yang inflasinya mencapai 26,93%, dimana pada triwulan
sebelumnya inflasi tercatat sebesar 24,92%. Perlambatan inflasi terjadi pada sub
kelompok lemak dan minyak dengan inflasi sebesar minus 13,50% dimana inflasi
pada periode sebelumnya tercatat sebesar 9,13%. Tingginya inflasi pada sub
kelompok ikan segar dikonfirmasikan dengan kelangkaan ikan di pasaran domestik
dan menurunnya hasil tangkapan oleh nelayan di daerah. Kegiatan perdagangan
ikan di laut lepas yang sering dilakukan oleh nelayan dari daerah lain serta sebagian
hasil tangkapan yang dijual ke daerah lain atau di ekspor turut mendongkrang
harga ikan segar di daerah.
Tabel 2.8
Inflasi Sub Kelompok Bahan Makanan Triwulan IV-2008 (y-o-y)
Inflasi tahunan yang terjadi pada kelompok makanan jadi, minuman, rokok dan
tembakau adalah sebesar 9,31% sedikit lebih rendah jika dibandingkan dengan
triwulan sebelumnya yaitu sebesar 9,76%. Inflasi tertinggi terjadi pada sub
38
Kajian Ekonomi Regional Provinsi Maluku Utara
kelompok minuman yang tidak beralkohol dengan inflasi sebesar 10,40% dimana
inflasi yang terjadi pada triwulan sebelumnya adalah 2,39%.
Tabel 2.9
Inflasi Sub Kelompok Makanan Jadi, Minuman, Rokok & Tembakau
Triwulan IV-2008 (y-o-y)
Kelompok perumahan, listrik, air, gas dan bahan bakar mengalami inflasi sebesar -
6,05% lebih rendah jika dibandingkan dengan inflasi pada triwulan sebelumnya
yang mencapai 12,32%. Inflasi tertinggi terjadi pada sub kelompok
penyelenggaraan rumah tangga yaitu 12,69%, sedikit lebih tinggi jika dibandingkan
dengan inflasi yang terjadi pada triwulan sebelumnya yang sebesar 12,47%.
Perbaikan beberapa pembangkit listrik yang telah memasuki tahap penyelesaian
diperkirakan turut mempengaruhi tingkat inflasi pada kelompok ini.
Tabel 2.10
Inflasi Sub Kelompok Perumahan, Listrik, Air, Gas dan Bahan Bakar
Triwulan IV-2008 (y-o-y)
Kelompok sandang mengalami inflasi sebesar 8,06% lebih tinggi jika dibandingkan
dengan inflasi pada triwulan sebelumnya yaitu sebesar 6,82%. Inflasi tertinggi
terjadi pada sub kelompok barang pribadi dan sandang lain dimana inflasi yang
terjadi pada triwulan sebelumnya adalah 12,59%.
39
Kajian Ekonomi Regional Provinsi Maluku Utara
Tabel 2.11
Inflasi Sub Kelompok Sandang, Air, Gas dan Bahan Bakar
Triwulan IV-2008 (y-o-y)
Tabel 2.12
Inflasi Sub Kelompok Kesehatan Triwulan IV-2008 (y-o-y)
Kelompok pendidikan, rekreasi dan olahraga mencapai inflasi sebesar 14,50% lebih
tinggi jika dibandingkan dengan inflasi pada triwulan sebelumnya yang mencapai
13,90%. Inflasi tertinggi terjadi pada sub kelompok pendidikan yang mencapai
24,02%, dimana angka ini sama dengan inflasi yang terjadi pada triwulan
sebelumnya.
40
Kajian Ekonomi Regional Provinsi Maluku Utara
Tabel 2.13
Inflasi Sub Kelompok Pendidikan, Rekreasi dan Olah Raga
Triwulan IV-2008 (y-o-y)
Tabel 2.14
Inflasi Sub Kelompok Transpor, Komunikasi dan Jasa Keuangan
Triwulan IV-2008 (q-t-q)
Sub Kelompok Transpor, Komunikasi & Jasa Keuangan Inflasi
Transpor 4,88%
Komunikasi Dan Pengiriman -11,97%
Sarana dan Penunjang Transpor 1,42%
Jasa Keuangan 2,55%
Sumber: BPS Provinsi Maluku Utara
41
Perkembangan Ekonomi dan Keuangan Daerah Provinsi Maluku Utara
Bab Perkembangan
III Perbankan Daerah
42
Perkembangan Ekonomi dan Keuangan Daerah Provinsi Maluku Utara
beberapa ATM dan payment point yang masih terpusat kota Ternate, Kota Tidore
Kepulauan dan Kabupaten Halmahera Utara.
Dari 10 Bank umum yang beroperasi di Maluku Utara, sebanyak 69,23%
kantor cabang bank beroperasi di wilayah kota Ternate, sehingga perkembangan
keuangan/perekonomian masih didominasi di Kota Ternate. Kondisi trersebut tidak
terlepas dari pusat pemerintahan yang sampai saat ini masih berada di wilayah
Ternate meskipun ibukota definitif Maluku Utara yaitu Sofifi sudah mulai berbenah
menjadi ibukota secara riil disamping persebaran penduduk Maluku Utara yang juga
terpusat di kota Ternate. Penambahan kantor bank pada periode laporan dengan
status kantor cabang pembantu terletak di wilayah Ternate. Sementara satu BPR
masih menjalani proses perizinan dari Bank Indonesia.
43
Perkembangan Ekonomi dan Keuangan Daerah Provinsi Maluku Utara
Grafik 3.1
Perkembangan Aset Perbankan Maluku Utara
Rp miliar
3500
3000
2500
2000
1500
1000
500
0
I II III IV I
2008 2009
Bank Pemerintah Bank Swasta
Tabel 3.1
Komposisi Kepemilikan Aset Perbankan
Di Maluku Utara
1
Tidak termasuk KCP BCA karena laporan bulanannya menginduk ke KC di Manado
44
Perkembangan Ekonomi dan Keuangan Daerah Provinsi Maluku Utara
Berdasarkan jenis valuta, aset bank umum dalam mata uang rupiah
mendominasi sekitar 97,77% aset perbankan Maluku Utara, Sedangkan aset bank
umum dalam valuta asing hanya mencapai 2,23%. Rendahnya share asset bank
dalam denominasi mata uang asingterkonfirmasi dengan penurunan tahunan asset
tersebut sebesar minus 34,42% (y-o-y) sementara asset dalam denominasi rupiah
justru mengalami kenaikan sebesar 11,58% (y-o-y). selain kegiatan perdagangan
antar Negara yang relatif rendah, penurunan asset valas tersebut dipicu oleh tidak
adanya pedagang valuta asing di wilayah Maluku Utara sampai triwulan I-2009;
belum adanya embargasi haji di Provinsi Maluku Utara serta struktur
ketenagakerjaan di Maluku Utara yang hampir tidak ada yang berprofesi sebagai
TKI.
Target pengembangan asset perbankan syariah secara nasional sebesar 5%
dari seluruh total asset perbankan pada tahun 2008 tidak bias tercapai di wilayah
kerja Bank Indonesia Ternate. Pada triwulan I-2009 kepemilikan asset perbankan
syariah di Maluku Utara baru mencapai 2,39 dari total asset bank umum di Provinsi
Maluku Utara. Salah satu faktor penyebabnya adalah sampai triwulan laporan di
wilayah Maluku Utara baru terdapat sebuah bank umum syariah, sementara bank
umum konvensional yang ada belum memiliki unit usaha syariah. Meskipun
demikian, dengan mayoritas warga beragama Islam pengembangan perbankan
syariah di wilayah Maluku Utara diperkirakan memiliki potensi yang cukup menarik
untuk dikelola dengan baik.
45
Perkembangan Ekonomi dan Keuangan Daerah Provinsi Maluku Utara
Grafik 3.2
Proporsi DPK Perbankan
20.02
35.63
Giro
Tabungan
Deposito
44.35
46
Perkembangan Ekonomi dan Keuangan Daerah Provinsi Maluku Utara
47
Perkembangan Ekonomi dan Keuangan Daerah Provinsi Maluku Utara
c. Penyaluran Kredit
c.1.Penyaluran Kredit Berdasarkan Bank Pelapor
Kegiatan penyaluran dana kepada masyarakat dalam bentuk kredit
perbankan (lending) di Provinsi Maluku Utara pada Triwulan I-2009 tercatat sebesar
Rp1,38 triliun. Nilai kredit tersebut mengalami kenaikan sebesar 9,02% (q-t-q)
dibanding triwulan sebelumnya yang tercatat sebesar dan mengalami peningkatan
sebesar 50,74% (y-o-y) bila dibandingkan dengan penyaluran kredit perbankan
pada triwulan I-2008. Kondisi tersebut sejalan dengan perkembangan
perekonomian daerah serta tingginya tingkat harga di wilayah Maluku Utara
dibandingkan partner usaha utama (Manado dan Surabaya) sehingga kebutuhan
dana masyarakat juga mengalami peningkatan.
Pada triwulan laporan, kredit perbankan kepada pelaku ekonomi yang
tergolong ke dalam usaha kecil dan menengah (UKM) tercatat sebesar Rp1,3 triliun
atau memiliki porsi sebesar 93,77% terhadap total kredit perbankan. Kondisi
tersebut menunjukkan komitmen perbankan di daerah dalam mendukung
pengembangan UKM sebagai soko guru perekonomian nasional, disamping secara
struktural perekonomian di Maluku Utara memang masih didominasi oleh pelaku
usaha bertipe UKM dan terbatasnya kewenangan memutus kredit dari perbankan di
Maluku Utara. Untuk pemberiankredit non UKM, sebagian perbankan di Maluku
Utara harus berkonsultasi dulu dengan kantor wilayah baik di Manado atau di
Makassar.
Secara triwulanan, kredit perbankan yang digunakan untuk membiayai
kegiatan konsumsi mengalami kenaikan sebesar 9,57%. Hal ini turut menopang
meningkatnya pertumbuhan konsumsi masyarakat dalam struktur PDRB pada
triwulan laporan. Tingginya kredit konsumsi di daerah tercermin dari share yang
dimiliki oleh kredit konsumsi sebesar 58,24% dari total kredit perbankan. Kredit
modal kerja mengalami kenaikan sebesar 10,5% namun kredit investasi justru
mengalami penurunan sebesar minus 0,4%. Meskipun demikian kegiatan investasi
di daerah pada triwulan laporan masih mengalami peningkatan. Hal ini dipengaruhi
oleh struktur investasi pada triwulan laporan yang masih didominasi oleh investasi
yang dilakukan oleh pemerintah.
Secara tahunan, intermediasi perbankan di wilayah maluku Utara tumbuh
sebesar 50,74% (y-o-y) dibanding dengan triwulan I-2008 yang tercatat sebesar
Rp918,34 miliar. Seluruh jenis penggunaan kredit mengalami kenaikan, dengan
48
Perkembangan Ekonomi dan Keuangan Daerah Provinsi Maluku Utara
kenaikan tertinggi dialami oleh kredit investasi sebesar 58,33% diikuti oleh kredit
konsumsi sebesar 57,16%. Peningkatan kredit investasi banyak digunakan untuk
melakukan peningkatan transportasi di daerah, terutama sarana dan prasarana
speedboat. Bank pemerintah mengalami kenaikan penyaluran kredit sebesar
53,50% (y-o-y) sedangkan bank swasta hanya mengalami kenaikan sebesar
20,64%. Salah satu faktor yang mempengaruhi hal tersebut adalah penyebaran
kantor layanan nasabah bank swasta yang hanya terdapat di wilayah Kota Ternate
sehingga penetrasi kreditnya sangat terbatas.
Peningkatan penyaluran kredit oleh perbankan pada triwulan laporan tetap
mengindahkan kaidah kehati-hatian. Disamping itu penerapan managemen kredit
yang lebih baik juga ditunjukkan oleh perbankan di Maluku Utara pada periode
laporan. Dengan nilai kredit yang semakin besar ternyata rasio jumlah kredit
bermasalah (NPL’s) perbankan justru mengalami penurunan sebesar minus 0,09%
(q-t-q) sehingga pada periode laporan tercatat sebesar 4,38%. Kredit dengan
kategori lancar mengalami kenaikan sebesar 8,39% (q-t-q).
Selama Triwulan I-200, Pertumbuhan pembiayaan/ kredit triwulanan
perbankan tertinggi terjadi pada sektor perindustrian yaitu sebesar 24,16%
kemudian diikuti oleh sektor konstruksi dengan pertumbuhan sebesar 23,65%.
Meningkatnya konsumsi masyarakat terutama yang terkait dengan konsumsi bahan
makanan mendorong terjadinya kenaikan permintaan sehingga industri pengolahan
daerah membutuhkan tambahan modal untuk memenuhi perubahan tersebut.
Sementara persiapan pemindahan ibukota ke Sofifi beserta kelangkapannya seperti
rumah dinas pejabat dan sarana prasarana lainya turut mendorong kenaikan
kebutuhan bahan bangunan. Disisi lain kenaikan tingkat harga di wilayah Maluku
Utara membuat kebutuhan dana oleh kalangan industri pengolahan maupun
pemborong/konstruktor mengalami peningkatan.
Meskipun pertumbuhan kredit di sektor perdagangan, hotel dan restoran
hanya sebesar 5,27% (q-t-q) namun kredit di sektor ini memiliki share terbesar yaitu
25,55% dengan nilai kredit mencapai 335,92 miliar. Share kredit dari sektor ini
sejalan dengan share sektor terhadap pertumbuhan ekonomi daerah. Sementara itu
sektor pertanian yang memiliki share terbesar terhadap pertumbuhan ekonomi
daerah hanya memiliki share sebesar 5,01% dari total kredir perbankan. Pertanian
Maluku Utara yang didominasi oleh pertanian rakyat/kecil sehingga sebagian besar
modal kerja diperoleh dari pelaku ekonomi.
49
Perkembangan Ekonomi dan Keuangan Daerah Provinsi Maluku Utara
Tabel 3.2
Perkembangan Kredit Perbankan
(Miliar rupiah)
2008 2009
Keterangan
I II III IV I
Jenis Penggunaan 918,34 1.052,83 1.187,04 1.269,69 1.384,28
Modal Kerja 336,65 380,82 398,41 424,70 469,28
Investasi 68,71 86,68 109,55 109,22 108,79
Konsumsi 512,98 585,33 679,08 735,77 806,22
Golongan Kredit 304,17 1.052,83 1.187,04 1.269,69 1.384,28
UKM - KUK (inc. PKT) 167,24 199,00 192,44 207,37 207,32
UKM - Non KUK 68,24 788,37 916,26 993,09 1.090,66
Non UKM 68,69 65,46 78,33 69,22 86,29
Jenis Bank 918,34 1.052,83 1.187,04 1.269,69 1.384,28
Bank Pemerintah 841,11 968,45 1.095,49 1.179,40 1.291,11
Bank Swasta 77,23 84,38 91,55 90,29 93,17
50
Perkembangan Ekonomi dan Keuangan Daerah Provinsi Maluku Utara
Grafik 3.3
Proporsi Pemberian Kredit Baru
84.08%
Modal Kerja
Investasi
Konsumsi
14.46%
1.45%
2
Dana milik bank sendiri
51
Perkembangan Ekonomi dan Keuangan Daerah Provinsi Maluku Utara
Grafik 3.4
Struktur Kredit Executing
Bank Umum di Maluku Utara
Rp miliar
1,400
1,200
1,000
800
600 UKM
400 Non UKM
200
0
I II III IV I
2008 22009
52
Perkembangan Ekonomi dan Keuangan Daerah Provinsi Maluku Utara
mengalami penurunan dari 23,67% pada triwulan IV-2008 menjadi 23,57% pada
triwulan laporan. Data tersebut memberikan sinyal awal bahwa perbangkan
berpelat merah memiliki agresifitas yang lebih tinggi bila dibandingkan dengan
perbankan swasta dalam upaya penyaluran kreditnya. Meskipun demikian,
pertumbuhan penyaluran kredit baru oleh perbankan swasta diharapkan mampu
meningkatkan rasio pembiayaan tersebut.
Grafik 3.5
Perkembangan LDR Bank Umum
Di maluku Utara
Rp miliar DPK KREDIT LDR
3,000 60%
2,500 50%
2,000 40%
1,500 30%
1,000 20%
500 10%
0 0%
I II III IV I
2008 2009
53
Perkembangan Ekonomi dan Keuangan Daerah Provinsi Maluku Utara
Grafik 3.6
Perkembangan NPL’s Perbankan Daerah
2008 2009
54
BOX 4
PENANDATANGANAN ADENDUM KESEPAKATAN
KERJASAMA PENGEMBANGAN KOMODITI UNGGULAN UMKM KOTA TERNATE
Pada haris Senin tanggal 16 Maret 2009, bertempat di Sentra kerajinan mebel bambu
lurik Goliho, wilayah Tongole, Kelurahan Marikurubu, telah dilaksanakan penandatanganan
adendum kesepakatan kerjasama pengembangan komoditi unggulan UMKM Kota Ternate
antara Pemerintah Kota Ternate (diwakili oleh Walikota Ternate Syamsir Andili), Bank Indonesia
(diwakili Pimpinan Bank Indonesia Endih Santosa) dan KADIN Ternate (diwakili oleh Abubakar
Sani), yang turut disaksikan oleh Presiden Direktur Japan External Trade Organization (JETRO)
Jakarta Sadanobu Kusaoke dan staf ahli JETRO Yuri Sato, Kepala BRI Cabang Ternate Chaerul
Mustofa, Kepala Bank Artha Graha Cabang Ternate Freddy Pungus, Kepala BPR Malifut Kasim
Konoras, dan Staf Bank Mandiri Cabang Ternate serta staf Bank Tabungan Negara cabang
Ternate.
Pada kesempatan ini diberikan pula bantuan kepada UMKM secara simbolis berupa satu
unit mesin jahit dan alat pertukangan kepada beberapa kelompok UMKM seperti kelompok
akelatuhu, akemotoa, akelamo dan akefako dari Pemerintah Kota TErnate.
Dalam acara ini dilakukan pula penyerahan hasil penelitian dari Universitas Sam
Ratulangi Manado kepada Bank Indonesia Ternate, untuk diserahkan kembali kepada
Pemerintah Kota Ternate. Penelitian yang dimaksud adalah Profil Usaha Kerajinan Mebel Bambu
Lurik di Kota Ternate dan Pola Pembiayaan Usaha Kecil Bubuk Rempah (Pala, Cengkeh dan
Kayu Manis).
Dalam sambutannya PBI Ternate mengucapkan terima kasih atas kepedulian dan respon
Walikota terhadap pengembangan UMKM di Ternate yang salah satunya telah diwujudkan
melalui pendirian UKM center. PBI Ternate juga berterima kasih kepada masyarakat sekitar dan
panitia penyelenggara atas terlaksananya penandatanganan adendum, dimana hal tersebut
menunjukkan komitmen bersama dalam rangka pengembangan UMKM di Ternate khususnya
dan Maluku Utara pada umumnya. Dikemukakan pula bahwa dalam mengevaluasi program
pengembangan UMKM tidak hanya ditujukan untuk peningkatan kualitas produksi tetapi juga
pada peningkatan atau perluasan partisipasi masyarakat sekitar. Pada kesempatan tersebut PBI
ternate juga mengemukakan harapannya bagi keberlanjutan program-program pengembangan
UMKM dan peningkatan sinergi seluruh instansi terkait.
Walikota Ternate mengemukakan bahwa pusat kerajinan bambu lurik Goliho didirikan
pada tahun 1999 dengan memperhatikan potensi pengembangan bambu lurik yang sangat
besar dan sebagai pusat kerajinan masyarakat di Lingkungan Tongole kelurahan Marikurubu.
68
Apabila di daerah jawa motif yang muncul pada bambu adalah karena dibakar, di Ternate motif
lurik merupakan hal yang timbul secara alami. Pengembangan UMKM di Ternate mengalami
pasang surut karena terbentur permasalahan SDM yang kurang mendukung. Dari segi produk,
pengemasan harus dibuat lebih artistik sehingga meningkatkan daya jual produk di pasaran.
Dengan adanya adendum diharapkan dapat terjalin kerjasama semua pihak, termasuk
perbankan, karena keterlibatan perbankan sangat penting bagi pengembangan UMKM. UMKM
di Ternate sangat banyak jumlahnya hingga mencapai lebih dari 4000 unit usaha, dan hal inilah
yang mendorong lahirnya UKM center. Dana yang disalurkan ke masyarakat untuk
pengembangan sektor ini sebesar 2,5 miliar rupiah, dan dalam 7 tahun telah berkembang
menjadi 5,5 miliar rupiah dimana UMKM yang telah difasilitasi adalah sebanyak 1200 unit.
Walikota mengemukakan bahwa willingnes to pay merupakan hal yang paling penting, alih-alih
collateral. Salah satu yang perlu untuk dibanggakan adalah kerajinan meubel bambu lurik telah
di ekspor hingga Dubai.
69
Kajian Ekonomi Regional Provinsi Maluku Utara
Bab Perkembangan
IV Keuangan Daerah
Berdasarkan Peraturan Daerah Provinsi Maluku Utara Nomor 1 Tahun 2009 tentang
Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Tahun Anggaran 2009 tanggal 21
Januari 2009 diketahui bahwa untuk tahun anggaran 2009 pendapatan daerah
Provinsi Maluku Utara ditargetkan sebesar 721,41 miliar rupiah sedangkan belanja
daerah dianggarkan sebesar 755,91 miliar rupiah. Dengan demikian anggaran
pembangunan daerah pada tahun 2009 mengalami defisit sebesar 34,5 miliar
rupiah. Apabila dibandingkan dengan tahun sebelumnya, rencana pendapatan
daerah mengalami kenaikan sebesar 16,08% dimana pada tahun anggaran 2008
rencana pendapatan daerah adalah 621,47 miliar rupiah. Rencana belanja daerah
juga mengalami kenaikan sebesar 18,77% dimana pada tahun sebelumnya belanja
daerah yang direncanakan adalah sebesar 736,61 miliar rupiah.
1
Data masih dalam proses pemeriksaan BPK
63
Kajian Ekonomi Regional Provinsi Maluku Utara
Grafik 4.1
Perkembangan APBD Maluku Utara
Dari sisi pendapatan transfer, pos transfer pemerintah pusat yang yang
berupa dana perimbangan terealisasi sebesar 98,17%. Secara rinci dana
64
Kajian Ekonomi Regional Provinsi Maluku Utara
perimbangan ini berupa dana bagi hasil pajak dengan realisasi 109,59%; dana bagi
hasil sumber daya alam dengan realisasi 68,42%; dana alokasi umum dengan
realisasi 100%; dan dana alokasi khusus yang realisasinya sebesar 100,08%.
Rendahnya realisasi dana bagi hasil sumber daya alam cukup memprihatinkan
karena daerah Maluku Utara terkenal dengan kekayaan sumber daya alam, baik
berupa potensi wisata alam, kandungan mineral/bahan tambang maupun hasil
palawija.
Pada pos belanja operasi, belanja pegawai memiliki realisasi sebesar 91,93%;
belanja barang dan jasa 87,88%; hibah 103,07%; bantuan sosial 96,63%; dan
belanja bantuan keuangan 60,41%. Tingginya realisasi belanja pegawai sejalan
dengan peningkatan gaji PNS serta dilaksanakannya peneriaan CPNS pada tahun
2008. Perkembangan ini terkonfirmasi dengan meningkatnya konsumsi pemerintah
pada PDRB triwulan laporan.
65
Kajian Ekonomi Regional Provinsi Maluku Utara
Pada pos belanja modal, belanja tanah realisasinya 98,12%; belanja peralatan dan
mesin 67,18%; belanja gedung dan bangunan 75,47%; belanja jalan, irigasi dan
jaringan 81,41%; belanja aset tetap lainnya 94,09; dan belanja aset lainnya tidak
dianggarkan. Di Maluku Utara, belanja modal merupakan komponen yang dominan
terhadap kegiatan investasi di daerah. Hal ini tercermin dari meningkatnya kegiatan
investasi di daerah dalam PDRB sejalan dengan perkembangan investasi dari
pemerintah terutama dari realisasi pembangunan infrastruktur di daerah.
4.4 Lain-Lain
Pada tahun 2009, pemerintah pusat melalui anggaran kementrian Negara/lembaga
mengalokasikan stimulus fiskal guna mendukung ekspansi sektor rii sebesar Rp12,2
triliun. Provinsi Maluku Utara sendiri mendapatkan kucuran dana sebesar Rp224,2
juta. Rencananya, sejumlah dana tersebut akan disalurkan melalui kegiatan/proyek
pembangunan departemen pekerjaan umum dan departemen perhubungan.
66
Kajian Ekonomi Regional Provinsi Maluku Utara
Table 4.
Alokasi pemanfaatan dana SILPA
Untuk stimulus fiskal di daerah Maluku Utara
Tahun anggaran 2009
No Deskripsi Jumlah
DEPARTEMEN PEKERJAAN UMUM 115.000.000
I. Jalan dan jembatan Provinsi 25.000.000
II. Jalan dan jembatan Kab/Kota
a Kab. Halmahera Barat 5.000.000
b Kab. Halmahera Timur
- Peningkatan jalan ruas Lapter - Wayamli 10.000.000
- Peningkatan jalan ruas Lmaba - Bicoli 15.000.000
c Kota Tidore Kepulauan 20.000.000
d Kota Ternate (Pembangunan Talud) 20.000.000
III Irigasi Kab/Kota
Kab. Halmahera Timur 10.000.000
IV Pengembangan Infrastruktur Pemukiman di Kab/Kota
Kab. Halmahera Timur 10.000.000
DEPARTEMEN PERHUBUNGAN 109.200.000
Pembangunan dan Rehabilitasi Pelabuhan Laut dan Penyeberangan
I a Lanjutan pembangunan faspel Laut Makean Tahap II 20.000.000
b Lanjutan pembangunan faspel Laut Wayaloar Tahap II 20.700.000
c Lanjutan pembangunan faspel Laut Sanana Tahap II 6.000.000
d Lanjutan pembangunan faspel Laut Bobong Tahap II 20.000.000
e Lanjutan pembangunan faspel Laut Tikong Tahap II 26.500.000
f Lanjutan pembangunan faspel Laut Manituntung Tahap II 10.000.000
g Lanjutan pembangunan faspel Laut LaiwuiTahap III 3.700.000
h Lanjutan pembangunan faspel Laut GebeTahap III 2.300.000
TOTAL 224.200.000
67
BOX 3
Penelitian Lending Model Usaha Mebel Bambu Lurik
Pendahuluan
Tidak banyak orang yang mengetahui bahwa bambu mampu memberikan nilai tambah
yang lebih besar apabila dikelola secara maksimal. Pemahaman seperti ini penting untuk
mengubah persepsi masyarakat dari pemanfaatan bambu secara tradisional menjadi suatu
komoditi yang lebih berdaya guna dengan menerapkan teknologi dan sentuhan seni, sehingga
dapat diubah dari suatu komoditi menjadi produk olahan yang mampu memberikan manfaat
ekonomi bagi pengrajin dan juga mampu menyerap lapangan kerja yang lebih banyak.
Bagi Kota Ternate, usaha kecil kerajinan mebel bambu lurik telah lama dikenal sebagai
salah satu jenis usaha kecil yang memiliki ciri khas yang dapat meningkatkan sumber
pendapatan keluarga pengrajin dan lapangan pekerjaan di Kota Ternate. Produk kerajinan
mebel bumbu lurik telah dipasarkan bukan hanya di Kota Ternate, tetapi juga telah dipasarkan
di daerah lain, seperti ke Kota Manado di Sulawesi Utara, Kota Ambon di Maluku, serta
beberapa kota di Papua dan Pulau Jawa, bahkan ke manca negara, seperti ke Dubai dan
Australia.
Kegiatan studi pola pembiayaan usaha kerajinan mebel bambu lurik dilakukan dengan
metode survey, untuk menghimpun data dan informasi baik data primer dan sekunder dengan
menggunakan alat bantu kuesioner. Responden terdiri dari pengrajin Mebel bambu lurik yang
sentra industrinya berlokasi di Jalan Pemancar TVRI Lingkungan Tangole di kecamatan Ternate
Tengah Kota Ternate Provinsi Maluku Utara. Sebagai pembanding dilakukan survey pada satu
pengusaha yang ada di kota Tidore Kepulauan. Data sekunder diperoleh dari Dinas
Perindustrian dan Perdagangan dan Koperasi Kota Ternate dan BPS Kota Ternate.
Aspek Pasar
Berdasarkan hasil survey dan wawancara dengan pengusaha kerajinan Mebel Lurik di
Kota Ternate diperoleh informasi bahwa pembeli/konsumen atau kelompok pembeli mebel lurik
ini sebagian besar adalah konsumen langsung. Artinya pembeli langsung datang ke tempat
usaha dan membeli produk mebel dari produsen/pengusaha/pegrajin mebel. Produk kerajinan
mebel lurik sebagian besar permintannya adalah pasar lokal (konsumen) khususnya Ternate.
Ada juga produk mebel ini di pasarkan ke daerah-daerah sekitarnya seperti Halmahera Barat,
55
Halmahera Utara dan sebagian lagi dipasarkan di Kota Ambon Provinsi Maluku, Papua dan
Manado. Permintaan konsumen untuk mebel bambu lurik tertinggi terjadi menjelang Idul Fitri.
Tingkat persaingan di antara para pengrajin mebel bambu lurik di Kota Ternate relatif
tergolong rendah karena produk mebel lurik relatif homogen. Usaha kerajinan mebel lurik di
Provinsi Maluku Utara hanya terdapat di 2 (dua) lokasi yaitu di Kota Ternate dan Kota Tidore
Kepulauan. Usaha mebel bambu lurik di kedua daerah ini tidak saling bersaing karena masing-
masing memiliki segmen pasar sendiri-sendiri. Untuk usaha mebel lurik di Kota Tidore sebagian
besar melayani kebutuhan konsumen lokal di kota Tidore. Sebagian pula dijual ke pembeli di
luar kota Tidore Kepulauan yang datang melihat dan membeli di lokasi/tempat usaha. Pembeli
tersebut datang dari daerah-daerah sekitar seperti Halmahera Utara, Halmahera Barat dan
daerah-daerah lainnya. Sesekali juga produk mebel bambu lurik ini dikirim ke ke Jawa maupun
Australia berdasarkan pesanan.
Aspek Produksi
Proses produksi mebel bambu lurik relatif panjang, walaupun teknologi yang digunakan
sangat sederhana
Proses Produksi Mebel Bambu Lurik
56
Skala usaha para pengrajin mebel bambu lurik di Kota Ternate sangat beragam.
Walaupun semuanya tergolong skala kecil, namun ada yang sudah mendekati skala menengah
dan ada juga yang skala usahanya masih sangat kecil. Secara umum, tipe usaha yang tipikal
menghasilkan mebel kursi tamu dengan kapasitas produksi per tahun mencapai 30 unit kursi
tamu tipe sofa, 45 unit kursi tamu tipe sudut, dan 45 unit kursi tamu tipe biasa.
Mutu produk yang dihasilkan oleh para pengrajin mebel bambu lurik di Kota Ternate
juga relatif beragam, yang sesuai dengan harga yang ditawarkan kepada konsumen. Pada
umumnya, mutu dasarnya tergolong baik dan hampir merata pada semua semua pengrajin. Hal
ini didukung oleh pengalaman para pengrajin yang telah cukup lama melaksanakan usaha
kerajinan ini. Namun demikian, ada sebagian pengrajin yang sering mendapatkan pesanan tipe
sofa yang agak mahal, sehingga mutunya pun dibuat lebih baik.
Kendala produksi yang sering dialami oleh para pengrajin bambu lurik adalah cuaca dan
tenaga kerja. Pada saat musim penghujan, pengeringan bambu menjadi lebih lama sehingga
proses produksi akan mengalami penundaan. Akibatnya, jumlah produksi yang dihasilkan akan
berkurang. Demikian juga, jumlah tenaga kerja trampil yang ada sangat terbatas sehingga para
pengrajin sering mengalami kesulitan memenuhi pesanan atau permintaan pasar yang banyak
dalam waktu yang relatif singkat.
Aspek Keuangan
Analisis keuangan kerajinan mebel bambu lurik dibuat untuk mengetahui deskripsi
umum pendapatan dan pengeluaran, kemampuan melunasi kredit dan kelayakan usaha dilihat
dari beberapa kriteria kelayakan finasial seperti Net Present Value (NPV), Internal Rate Return
(IRR), Payback Period (PBP), dan Net Benefit/Cost Ratio (Net B/C).
Langkah awal sebelum analisa keuangan adalah membuat asumsi dan parameter
keuangan yang didasarkan pada hasil pengamatan di lapangan, masukan dari instansi terkait
dan pustaka yang berkaitan. Asumsi dan parameter keuangan yang digunakan dapat dilihat
pada Tabel 1.
Jangka waktu periode proyek ditetapkan 5 tahun, karena umur ekonomis dari sebagian
besar mesin yang digunakan dalam proses produksi adalah 5 tahun. Jumlah bahan baku yang
digunakan untuk satu bulan proses produksi adalah 30 batang bambu lurik yang menghasilkan
mebel kursi tamu sofa sebanyak 2 unit, mebel kursi tamu tipe 1 sebanyak 3 unit dan mebel
kursi tamu tipe 2 sebanyak 3 unit.
57
Proses produksi kerajinan bambu lurik berlaku sepanjang tahun karena bahan baku
dapat diperoleh sepanjang tahun. Hari produksi per bulan diasumsikan selama 26 hari kerja.
Pada saat memulai usaha kerajinan bambu lurik, maka diperlukan biaya investasi yang
mencakup biaya pengurusan perizinan, serta biaya untuk pembelian tanah, bangunan, mesin
dan peralatan. Biaya investasi ini bersifat tetap yang harus dikelurakan di tahun ke-0 sebelum
usaha dimulai. Komponen mesin dan peralatan nilainya tidak besar, yaitu hanya 6,67% dari
seluruh komponen biaya, karena alat yang digunakan pada umumnya adalah manual. Besarnya
biaya investasi untuk usaha kerajinan bambu lurik adalah sebesar Rp. 70.715.000,-.
58
Kebutuhan Biaya Investasi
Analisa sensitivitas kelayakan usaha perlu dilakukan untuk mengetahui seberapa jauh
proyek yang dilaksanakan sensitif terhadap perubahan biaya produksi maupun penjualan
produk. Analisa sentivitas dilakukan pada 3 skenario perubahan yaitu : 1) Penurunan
penerimaan penjualan; 2) Kenaikan biaya produksi variabel dan 3) Penurunan penerimaan
penjualan dan kenaikan biaya produksi variabel.
59
11 Analisis Sensitivitas
1. Dari Sisi Penjualan
a. Turun 10%
-NPV (i =18%) Rp. 4 .236.859
-IRR 20,38%
-Net B/C
1,06
-PBP
57 bulan
-Penilaian
Layak Dilaksanakan
b. Turun 11%
-NPV (i =18%) (Rp.1.056.036)
-IRR 17,40%
-Net B/C 0,99
-PBP
61 bulan
-Penilaian
Tidak Layak Dilaksanakan
2. Dari Sisi Biaya Produksi
a. Naik 16,5%
-NPV (i =18%) Rp. 2.014.474
-IRR 19,13%
-Net B/C
1,03
-PBP
59 bulan
-Penilaian
Layak Dilaksanakan
b. Naik 17,5%
-NPV (i =18%) (Rp. 1.328.031)
-IRR 17,25%
-Net B/C 0,98
-PBP
61 bulan
-Penilaian
Tidak Layak Dilaksanakan
3. Dari Sisi Penjualan dan Biaya
Produksi
a. Naik 6%
-NPV (i =18%) Rp. 5.353.408
-IRR
20,99%
-Net B/C
-PBP 1,08
-Penilaian 56 bulan
Layak Dilaksanakan
b. Naik 7%
-NPV (i =18%) (Rp. 3.281.992)
-IRR 16,13%
-Net B/C 0,95
-PBP
61 bulan
-Penilaian
Tidak Layak Dilaksanakan
60
Kesimpulan
1. Usaha mebel bambu lurik mempunyai prospek yang cerah dimasa datang karena
masyarakat saat ini cenderung menggunakan produk mebel dengan bahan baku
alamiah yang bernilai seni dan ramah lingkungan.
2. Kajian terhadap aspek teknologi dan produksi menunjukkan bahwa secara teknis bahan
baku cukup tersedia di daerah sendiri, sementara teknis/proses produksi bukan
merupakan hambatan kegiatan usaha. Tersedianya sarana dan prasarana transportasi
dan komunikasi memudahkan para pengrajin dalam memasarkan produk mebel lurik.
Kendala yang dihadapi oleh pengrajin mebel bambu lurik adalah kurangnya inovasi
dalam membuat model mebel bambu lurik yang baru.
3. Total biaya investasi yang dibutuhkan untuk usaha mebel bambu lurik dengan kapasitas
produksi 8 set bambu lurik adalah Rp. 70.715.000 yang terdiri dari kredit bank sebesar
35,35 % yaitu Rp. 21.200.000 dan dana sendiri 64,65% yaitu Rp. 45.715.000.
4. Hasil analisis keuangan menunjukkan bahwa usaha ini layak untuk dilaksanakan ditinjau
dari kriteria kelayakan usaha, karena pada tingkat suku bunga 18 %, nilai NPV sebesar
Rp. 57.165.805, IRR sebesar 47,48%, Net B/C sebesar 1,81 dan jangka waktu
pengembalian modal 32 bulan.
5. Hasil analisis sensitivitas usaha kerajinan mebel bambu lurik terhadap penurunan
penjualan menunjukkan bahwa usaha ini masih dapat dilaksanakan sampai batas
penurunan penjualan sebesar 10%. Hasil analisis sensitivitas terhadap kenaikan biaya
produksi menunjukkan bahwa usaha ini masih dapat dilaksanakan sampai batas
kenaikan sebesar 16,5%. Hasil analisis sensitivitas terhadap penurunan penjualan dan
kenaikan biaya produksi menunjukkan bahwa usaha ini masih dapat dilaksanakan
sampai batas penurunan penjualan dan kenaikan biaya poduksi variabel 6%. Usaha ini
lebih sensitif terhadap penurunan penjualan dibandingkan dengan kenaikan biaya
produksi variabel.
6. Usaha mebel bambu lurik mempunyai manfaat yang cukup baik ditinjau dari aspek
sosial ekonomi dan tidak memberikan dampak lingkungan yang membahayakan
masyarakat di sekitar lokasi usaha. Secara keseluruhan usaha ini dapat dikatakan layak
untuk mendapatkan pembiayaan dari perbankan maupun pihak lainnya.
7. Ditinjau dari aspek sosial ekonomi, pengembangan usaha kerajinan mebel lurik dapat
mendorong perekonomian Kota Ternate dan Tidore melalui peningkatan pendapatan
pengrajin, memperluas lapangan pekerjaan dan meningkatan PAD melalui penerimaan
retribusi daerah.
61
Saran
1. Untuk memperkuat sektor usaha kerajinan mebel bambu lurik, hendaknya pengrajin
membentuk Koperasi bagi pengrajin Mebel bambu Lurik. Upaya pendirian Koperasi ini
didasarkan pada pemikiran bahwa perlu adanya wadah berhimpun untuk penguatan
Kelembagaan pengrajin, sebagai sarana menjaga terpeliharanya ketersediaan bahan
baku yang dikelola bersama dan untuk memperkuat akses pembiayaan dan pemasaran.
2. Karena pengusaha yang bergerak di bidang pengolahan produk ini sudah cukup
banyak, usaha mebel bambu lurik perlu mendapatkan lebih banyak pembinaan teknis
khususnya inovasi pembuatan model yang lebih menarik dari pihak Pemerintah Daerah
yang ditunjang oleh aspek permodalan dari pihak perbankan.
3. Untuk terus mempertahankan dan meningkatkan usaha bambu lurik, maka pihak
pengusaha harus membeli atau menggunakan bahan baku bambu lurik yang
berkwalitas baik.
4. Secara finansial proyek ini layak untuk dibiayai,namun pihak perbankan tetap perlu
melakukan analisis kelayakan usaha yang lebih komprehensif berdasarkan prinsip
kehati-hatian, khususnya dalam penyaluran kredit investasi untuk usaha baru maupun
perluasan usaha.
5. Petani bambu lurik dan dinas terkait perlu memperhatikan kondisi lahan hutan bambu
lurik yang ada agar potensi bambu lurik dapat terjaga, yang Kerajinan Mebel Bambu
Lurik berdampak kepada ketersediaan pasokan bahan baku bagi pengrajin bambu serta
mampu menjaga kelestarian lingkungan sekitar.
62
Kajian Ekonomi Regional Provinsi Maluku Utara
Bab Perkembangan
V Sistem Pembayaran
Sesuai dengan Undang-undang Nomor 23 tahun 1999 sebagaimana
telah diubah dengan Undang-undang Nomor 3 tahun 2004 dicantumkan
bahwa salah satu tugas yang harus dijalankan dalam rangka mencapai
tujuan Bank Indonesia adalah mengatur dan menjaga kelancaran sistem
pembayaran (pasal 8). Sistem Pembayaran dapat didefinisikan sebagai sistem yang
mencakup seperangkat aturan, lembaga, dan mekanisme yang dipakai untuk
melaksanakan pemindahan dana guna memenuhi suatu kewajiban yang timbul dari
suatu kegiatan ekonomi1. Kebijakan Bank Indonesia dalam sistem pembayaran tunai
adalah senantiasa untuk dapat memenuhi kebutuhan uang kartal di masyarakat
baik dalam nominal yang cukup, jenis pecahan yang sesuai, tepat waktudan dalam
kondisi yang layak edar (fit for circulation). Sementara dari sisi pembayaran non
tunai kebijakan diarahkan untuk menyediakan sistem pembayaran yang efektif,
efisien, handal dengan tetapmemperhatikan aspek perlindungan konsumen.
Penyelesaian transaksi tunai dilakukan dengan menggunakan alat pembayaran yang
sah (uang kartal) sedangkan penyelesaian transaksi non tunai dapat dilakukan
menggunakan cek, giro, dll. Pemantauan perkembangan penyelesaian transaksi
pembayaran tunai dapat dilakukan dengan mengamati aliran uang yang masuk dan
keluar dari kas Bank Indonesia, sedangkan untuk transaksi pembayaran non tunai
dipantau melalui kegiatan kliring dan RTGS (Real Time Gross Settlement).
1
www.bi.go.id
70
Kajian Ekonomi Regional Provinsi Maluku Utara
Pada triwulan I-2009, total aliran uang kartal keluar dan masuk ke
Bank Indonesia tercatat sebesar Rp207,63 miliar atau mengalami penurunan
sebesar minus 46,27% (q-t-q). kondisi tersebut sejalan dengan siklus tahunan
yang menunjukkan bahwa pada awal tahun uang kartal yang keluar dan masuk di
Bank Indonesia Ternate mengalami penurunan seiring dengan berakhirnya berbagai
event menyambut pergantian tahun serta event keagamanan yang berlangsung
pada triwulan sebelumnya. Penurunan harga BBM oleh Pemerintah yang diikuti
dengan penyesuaian tariff angkutan diduga turut mempengaruhi penurunan aliran
uang kartak di Bank Indonesia, meskipun pada triwulan laporan perekonomian
daerah justru mengalami pertumbuhan bila dibandingkan dengan periode
sebelumnya.
Aliran uang kartal di Bank Indonesia Ternate pada triwulan laporan
secara keseluruhan terjadi net inflow Pada triwulan laporan, aliran uang kartal
yang masuk ke Bank Indonesia Ternate (inflow) sebesar Rp106,43 miliar atau
mengalami peningkatan sebesar 13,65% (q-t-q). Disisi lain, aliran uang kartal keluar
(outflow) dari Bank Indonesia pada Triwulan I-2009 tercatat sebesar Rp101,20 miliar
atau mengalami penurunan sebesar minus 65,43% (q-t-q). Hal ini dipengaruhi oleh
preferensi masyarakat yang melakukan penyetoran uang ke perbankan setelah masa
pergantian tahun dan hari raya keagamaan berlalu.. Bila di breakdown menjadi
bulanan, kondisi net inflow terjadi pada bulan Januari dan Februari. Pada bulan
Maret masyarakat di Maluku Utara memasuki persiapan penyelenggaraan pesta
rakyat Legu Gam, maupun HUT Kota Tidore. Kegiatan tersebut mendorong
peningkatan kebutuhan uang sehingga pada bulan ini mulai terjadi net outflow.
Secara umum, perbandingan antara nilai nominal uang yang masuk dan yang keluar
dari Bank Indonesia Ternate adalah 9,5 : 1.
Tabel 5.1
Perkembangan Kegiatan Kas
Di Bank Indonesia Ternate
miliar rupiah
Net
TRIWULAN Inflow Outflow (inflow/outflo
w)
I 78.65 59.28 19.36
II 35.38 268.74 (233.36)
2007
III 34.17 258.72 (224.56)
IV 52.07 447.97 (395.91)
I 95.86 134.06 (38.20)
II 22.63 233.28 (210.65)
2008
III 25.19 321.47 (296.27)
IV 93.64 292.77 (199.13)
2009 I 106.43 101.20 5.23
Sumber : Bank Indonesia
71
Kajian Ekonomi Regional Provinsi Maluku Utara
Grafik 5.1
Perbandingan Jumlah Kas Keliling
Dengan Uang Yang Masuk Ke BI
Miliar Rp
7 120
6 100
5
80
4
60
3
40
2
1 20
0 ‐
I II III IV I II III IV I
72
Kajian Ekonomi Regional Provinsi Maluku Utara
Tabel 5.2
Perkembangan Pemusnahan Uang Kertas
Di bank Indonesia Ternate
MRUK
TRIWULAN Inflow Nomial
% INFLOW
(miliar)
I 78.65 40.06 50.94
II 35.38 37.74 106.66
2007
III 34.17 36.97 108.21
IV 52.07 25.64 49.25
I 95.86 30.28 31.59
II 22.63 28.89 127.67
2008
III 25.19 28.09 111.48
IV 93.64 34.40 36.74
2009 I 106.43 16.34 15.35
Sumber : Bank Indonesia
Pada triwulan laporan, bank Indonesia Ternate telah melaksanakan
pemusnahan uang kertas sebanyak 12 kali dengan jumlah uang yang telah
diracik mencapai Rp16,34 miliar. Secara triwulanan (q-t-q) jumlah uang yang
diracik mengalami penurunan sebesar 52,51%. Pada triwulan laporan, rasio jumlah
73
Kajian Ekonomi Regional Provinsi Maluku Utara
uang yang dimusnahkan dibandingkan dengan jumlah inflow uang kartal sebesar
15,35%, mengalami penurunan dari rasio pada triwulansebelumnya yang tercatat
sebesar 36,74%.
74
Kajian Ekonomi Regional Provinsi Maluku Utara
Grafik 5.2
Perbandingan Persentase Penemuan Uang Palsu
di KKBI Makassar dan Kantor Pusat BI
% KKBI Makasar Kantor Pusat
70
60
50
40
30
20
10
‐
Aug
Aug
Apr
Apr
Oct
Oct
Feb
Nov
Nov
Jun
Sep
Feb
Jun
Sep
Feb
Dec
Dec
Jul
Jul
May
May
Jan
Jan
Jan
Mar
Mar
2007 2008 2009
Dari tabel di atas, kita dapat melihat bahwa persentase penemuan atau pelaporan
kasus uang palsu di wilayah Sulampua relatif stabil. Kondisi tersebut tentu saja
terkontribusi dari pelaporan penemuan uang palsu di Maluku Utara sebagai salah
satu wilayah di KKBI Makassar (Wilayah Sulampua) yang sejak tahun 2006 selalu
nihil.
Grafik 5.3
Perkembangan rasio uang palsu terhadap uang asli
lb/Rp juta
1.8
1.6
1.4
1.2
1
0.8
0.6
0.4
0.2
0
Nov
Nov
Jan
Jun
Jan
Jun
Jan
Jul
Jul
Mar
Apr
Aug
Sep
Feb
Mar
Apr
Aug
Sep
Feb
Oct
Oct
May
Dec
May
Dec
Feb
Secara nasional pada triwulan I-2009 rasio penemuan uang palsu mengalami
peningkatan. Bila pada akhir tahun 2008 sario uang palsu hanya mencapai 1,08
lembar setiap satu juta lembar uang asli maka pada periode Februari 2009 sudah
mencapai 1,38 lembar setiap satu juta lembar uang asli. Disisi lain, jumlah uang
kartal yang diedarkan oleh Bank Indonesia pada triwulan I-2009 justru mengalami
penurunan sebesar minus 14,27% (q-t-q). Secara umum uang kartal yang diedarkan
75
Kajian Ekonomi Regional Provinsi Maluku Utara
oleh Bank Indonesia masih didominasi oleh uang kertas, yang pada triwulan laporan
mencapai 98,72% dari seluruh uang kartal yang diedarkan.
Tabel 5.4
Posisi uang kartal yang diedarkan
Uang Uang
Periode Kertas Logam Jumlah
(Triliun Rp) (Triliun Rp) (Triliun Rp)
I 196.27 2.67 198.94
II 221.61 2.73 224.34
2008
III 267.42 2.82 270.24
IV 261.53 2.86 264.39
2009 I 223.77 2.90 226.67
76
Kajian Ekonomi Regional Provinsi Maluku Utara
77
Kajian Ekonomi Regional Provinsi Maluku Utara
Grafik 5.5
Perkembangan Kegiatan Kliring
Tabel 5.7
Penyelesaian transaksi RTGS
Kota Ternate
OUTFLOW (FROM) INFLOW (TO) FROM - TO
PERIODE NOMINAL NOMINAL
VOLUME VOLUME NOMINAL (miliar) VOLUME
(miliar) (miliar)
2008 Tw. IV 1792.68 3394 1605.84 3030 808.53 1083
2009 Tw. I 1186.2 1993 992.88 1812 384.17 399
78
Perkembangan Ekonomi dan Keuangan Daerah Provinsi Maluku Utara
Bab Perkembangan
VI Ketenagakerjaan
6.1 Ketenagakerjaan
6.1.1. Angkatan Kerja
Pertumbuhan ekonomi sebesar 4,98% (y-o-y) belum mampu menjadi
stimulus perbaikan kondisi ketenagakerjaan daerah secara menyeluruh.
Meningkatnya penduduk usia kerja (umur 15 tahun keatas) memang diiringi dengan
kenaikan angkatan kerja dan jumlah penduduk yang bekerja, namun tingkat
pengangguran juga mengalami peningkatan. Data hasil survey BPS Provinsi Maluku
Utara pada bulan Agustus 20081 mengungkapkan terjadinya peningkatan jumlah
angkatan kerja sebesar 6,45% bila dibandingkan dengan jumlah angkatan kerja
pada posisi bulan Agustus 2007 yang tercatat sebesar 396,32 ribu orang.
Peningkatan tersebut diikuti oleh peningkatan penduduk usia kerja yang bekerja
1
Survey yang dilakukan oleh BPS Provinsi mengnai data ketenagakerjaan berlangsung bulan
Februari dan Agustus setiap tahunnya.
79
Perkembangan Ekonomi dan Keuangan Daerah Provinsi Maluku Utara
Tabel 6.1
Penduduk Maluku Utara
Usia 15 tahun keatas Menurut Kegiatan
2007 2008
Kegatan Utama
Februari Agustus Februari Agustus
Penduduk usia 15 tahun ke atas 583,03 589,39 624,44 639,8
Angkatan kerja 404,79 396,32 417,45 421,9
• Bekerja 371,03 372,34 388,11 394,6
• Penganggur 33,77 23,98 29,34 27,3
Bukan angkatan kerja 178,23 193,07 206,99 217,9
Tingkat partisipasi angkatan kerja 69,43% 67,24% 66,85% 65,94%
Tingkat pengangguran terbuka 8,34% 6,05% 7,03% 6,48%
Sumber: BPS Provinsi
2
sumber: http://www.datastatistik-indonesia.com
80
Perkembangan Ekonomi dan Keuangan Daerah Provinsi Maluku Utara
Tabel 6.2
Pertumbuhan Penduduk di Maluku Utara
2008 2009
UMUR
Laki-Laki Perempuan TOTAL Laki-Laki Perempuan TOTAL
81
Perkembangan Ekonomi dan Keuangan Daerah Provinsi Maluku Utara
Grafik 6.1
Perbandingan Penduduk
Bekerja dan Menganggur
(ribu jiwa)
300
200
100
0
februari agustus februari agustus
2007 2008
82
Perkembangan Ekonomi dan Keuangan Daerah Provinsi Maluku Utara
Table 6.3
Persebaran Angkatan Kerja menurut Kab/Kota
Tabel 6.4
Penduduk usia kerja berdasarkan lapangan kerja
2007 2008
Lapanga pekerjaan
februari agustus februari agustus
Pertanian 228,56 224,72 234,57 233,63
Pertambangan 9,45 4,14 7,84 6,75
Industri 16,13 14,56 16,70 15,03
Listrik, gas, air 0,75 0,61 0,43 0,76
Bangunan 14,62 14,30 12,78 17,80
Perdagangan 50,01 51,42 48,76 44,58
Angkutan & pergudangan 22,69 26,40 23,36 25,43
Keuangan dan jasa perusahaan 0,30 33,66 2,23 2,96
Jasa kemasyarakatan 28,52 3,13 41,45 47,63
TOTAL 371,03 372,942 388,12 394,55
Sumber: BPS Provinsi
Bila dilihat dari status pekerjaan utama yang dijalani oleh penduduk
usia kerja di daerah, jumlah pekerja yang tidak di bayar masih cukup tinggi.
83
Perkembangan Ekonomi dan Keuangan Daerah Provinsi Maluku Utara
Dari 394,56 ribu jiwa yang bekerja pada periode Agustus 2008, sebanyak 24,39%
merupakan pekerja yang tidak dibayar. Perbandingan tersebut lebih tinggi
dibandingkan dengan penduduk yang menggeluti pekerjaan dengan status usaha
sendiri yang hanya mencapai 23,1%. Kondisi tersebut dapat diasosiasikan secara
sederhana dengan masih rendahnya daya tawar (bargaining position) pekerja di
daerah. Hal ini tentu tidak terlepas dari tingkat pendidikan yang dimiliki oleh pekerja
di daerah. Kondisi tersebut menjadi tantangan tersendiri bagi pemerintah daerah
untuk meningkatkan daya tawar tenaga kerja di daerah guna lebih mengakselerasi
pertumbuhan ekonomi daerah.
Tabel 6.5
Penduduk usia kerja menurut status pekerjaan utama
(ribu jiwa)
2007 2008
status pekerjaan
februari agustus februari agustus
Usaha sendiri 105,33 98,31 89,08 91,13
Usaha dibantu buruh tidak tetap 105,7 83,12 111,39 95,84
Usaha dibantu buruh tetap 7,96 11,99 9,88 14,76
Buruh/karyawan 47,74 73,45 57,8 75,64
Pekerja bebas di pertanian 7,14 14,65 12,65 13,04
Pekerja bebas di non pertanian 13,02 8,23 12,87 7,91
Pekeja tak dibayar 84,14 82,59 94,44 96,24
TOTAL 371,03 372,34 388,11 394,56
Sumber: BPS Provinsi
6.2 Kesejahteraan
6.2.1. Kesejahteraan Petani
Membaiknya kondisi ekonomi diikuti oleh peningkatan mayoritas
penduduk Maluku Utara yang bergelut di sektor pertanian. Indikator yang
sering digunakan untuk mengukur tingkat kesejahteraan petani adalah Nilai Tukar
Petani (NTP). Berdasarkan hasil pemantauan harga-harga pedesaan di provinsi
Maluku Utara yang dilaksanakan oleh BPS pada Februari 2009, NTP mengalami
kenaikan sebesar 0,58% dibandingkan periode Desember 2008. Pada periode
Februari 2009, nilai tukar petani di Maluku Utara tercatat sebesar 100,38 yang
berarti terjadi surplus atas indeks harga yang diterima petani. Kondisi tersebut
selaras dengan peningkatan kinerja sektor pertanian yang terjadi pada triwulan I-
2009. Selain beberapa sentra pertanian yang telah memasuki panen pada triwulan I-
84
Perkembangan Ekonomi dan Keuangan Daerah Provinsi Maluku Utara
Table 6.6
Nilai Tukar Petani di Maluku Utara
2008 2009
Sub Sektor
Dec Jan Feb
Tanaman Pangan
Indeks yang diterima 98,23 103,07 104,17
Indeks yang dibayar 118,49 119,02 118,17
Nilai Tukar Petani 82,90 86,60 88,15
Holtikultura
Indeks yang diterima 114,68 114,36 115,84
Indeks yang dibayar 120,34 120,34 119,16
Nilai Tukar Petani 95,30 95,03 97,21
Tanaman Perkebunan Rakyat
Indeks yang diterima 149,29 149,81 143,15
Indeks yang dibayar 115,96 116,45 115,42
Nilai Tukar Petani 128,74 128,65 124,03
Peternakan
Indeks yang diterima 108,34 109,09 109,79
Indeks yang dibayar 110,56 110,98 109,93
Nilai Tukar Petani 97,99 98,30 99,87
Perikanan
Indeks yang diterima 103,86 104,92 103,31
Indeks yang dibayar 119,2 118,29 117,47
Nilai Tukar Petani 87,13 88,70 87,95
Maluku Utara
Indeks Diterima Petani 117,67 119,25 117,45
Indeks Dibayar Petani 117,91 118,05 117,01
Nilai Tukar Petani 99,80 101,02 100,38
Sumber: BPS Provinsi
85
Perkembangan Ekonomi dan Keuangan Daerah Provinsi Maluku Utara
Tabel 6.7
Perkembangan UMP di beberapa daerah (Sulampua)
UMP (Rp)
NO PROVINSI
2006 2007 2008 2009
1 Maluku 575.000 635.000 700.000 805.000
2 Malut 528.000 660.000 700.000 770.000
3 Gorontalo 527.000 560.000 600.000 675.000
4 Sulut 713.500 750.000 845.000 929.500
5 Sultra 573.400 640.000 700.000 770.000
6 Sulteng 575.000 615.000 670.000 720.000
7 Sulsel 612.000 673.200 740.520 905.000
Rata-rata Nasional 602.151 671.837 760.346 836.612
86
Perkembangan Ekonomi dan Keuangan Daerah Provinsi Maluku Utara
Bab Prospek
VII Perekonomian Daerah
180 200
160 180
140 160
120 140
120
100
100
80
80
60
60
40 40
Ekspektasi Keg. Usaha
20 20
Realisasi Keg. Usaha
0 0
Tw.II-2007 Tw.III- Tw.IV- Tw.I-2008 Tw.II-2008 Tw.III- Tw.IV- Tw.I-2009 Tw.II-2009
2007 2007 2008 2008
87
Perkembangan Ekonomi dan Keuangan Daerah Provinsi Maluku Utara
sub-sektor perikanan mengingat cuaca diharapkan akan kembali normal dan musim
migrasi ikan telah berakhir. Sektor industri pengolahan juga masih yakin akan terus
bertumbuh dengan adanya peningkatan ketersediaan bahan baku, turunnya harga
bahan baku lokal Maluku Utara serta tingginya permintaan. Masih tingginya
permintaan juga diperkirakan akan terus mendorong pertumbuhan sub-sektor
perdagangan, pada triwulan mendatang. Sub-sektor hotel dan restoran juga optimis
mengingat semakin membaiknya infrastruktur serta pengelolaan pariwisata seperti
dibukanya penerbangan baru dan semakin kondusifnya kemanan setelah pemilu.
Sektor ekonomi yang masih perlu diwaspadai antara lain sektor listrik, gas
dan air bersih serta sektor bangunan. Pelaksanaan pembebasan lahan untuk
penempatan generator yang disewa oleh PLN cabang Ternate sampai akhir triwulan
laporan masih mengalami kendala. Sementara itu pada akhir triwulan I-2009
Pertamina Ternate melakukan pengurangan pasokan kepada SPBU yang ada di Kota
Ternate akibat penjualan BBM kepada masyarakat yang menggunakan jerigen,
bukan kendaraan bermotor. Kondisi tersebut bila dibiarkan berjalan lama maka
diperkirakan akan mengurangi pertumbuhan ekonomi daerah.
Dari sisi pengeluaran, kegiatan konsumsi diperkirakan masih akan menjadi
motor penggerak utama pertumbuhan ekonomi daerah. Kondisi ini tercermin dari
kegiatan impor barang yang dilakukan masyarakat Maluku Utara yang didominasi
oleh barang-barang untuk keperluan konsumsi. Selain itu dominasi persetujuan
kredit baru untuk kegiatan konsumsi masih lebih tinggi bila dibandingkan dengan
kredit modal kerja maupun kredit investasi. Pelaksanaan proyek-proyek oleh
pemerintah daerah yang pada triwulan I-2009 sudah memasuki tahapan pelelangan
diperkirakan akan memacu peningkatan konsumsi pemerintah. Kegiatan ekspor
diperkirakan masih akan terkoreksi dengan kecenderungan meningkat seiring
dengan panen raya hasil pertanian dan perkebunan rakyat di wilayah Maluku Utara.
88
Perkembangan Ekonomi dan Keuangan Daerah Provinsi Maluku Utara
Tabel 7.1
Indeks Ekspektasi terhadap Harga Umum & Suku Bunga Kredit
Variabel Tw. I - 2009
Ekspektasi Harga Umum
Ekspektasi 3 bulan y.a.d. 134.38
Ekspektasi 6 bulan y.a.d. 150.00
Ekspektasi Suku Bunga
Ekspektasi 3 bulan y.a.d. 86.21
Ekspektasi 6 bulan y.a.d. 86.21
Trend penurunan suku bunga SBI yang sampai saat ini menjadi salah satu
acuan perbankan dalam menerapkan kebijakan suku bunga diperkirakan masih
89
Perkembangan Ekonomi dan Keuangan Daerah Provinsi Maluku Utara
akan berlanjut. Dengan demikian kredit perbankan diharapkan akan semakin terasa
lebih murah dengan penurunan bunga pengembalian. Ekspektasi peningkatan
tingkat harga serta penurunan tingkat suku bunga tercermin dari hasil SKDU yang
dilaksanakan pada triwulan I-2009.
90