Anda di halaman 1dari 54

Dasar Hukum Perlindungan dan

Penegakan Hukum
Diposkan oleh Muh Ilmi Ikhsan Sabur
Perlindungan dan pengegakan hukum di suatu negara itu merupakan suatu keharusan agar
tercipta kedamaian, perdamaian, dan ketertiban dalam negera tersebut. Hukum tidak diadakan
begitu saja, namun memiliki dasar-dasar yang kuat dari kostitusi. Begitu juga dengan
Perlindungan dan penegakan hukum pastilah memiliki dasar hukum tertentu. Oleh karena itu,
kita akan membahas mengenai dasar hukum perlindungan dan penegakan hukum.

Dasar Hukum Perlindungan dan Penegakan Hukum


Pengertian Perlindungan dan Penegakan Hukum

Perlindungan Hukum

Perlindugan hukum adalah segala upaya pemerintah untuk menjamin adanya kepastian
hukum sebagai segala upaya pemerintah untuk menjamin adanya kepastian hukum untuk
memberi kepastian hukum untuk memberi perlindungan kepada warganya agar hak-haknya
sebagai seorang warga negara tidak dilanggar, dan bagi yang melanggarnya akan dapat
dikenakan sanksi sesuai peraturan yang berlaku. Contoh perlindungan hukum adalah
perlindungan hukum terhadap konsumen.

Penegakan Hukum

Penegakan hukum adalah proses dilaksanakannya upaya untuk memfungsikan norma


hukum secara nyata sebagai pedoman perilaku dalam bermasyarakat dan bernegara. Contoh
penegakan hukum sangat banyak disekitar kita, misalnya penangkapan pengedar narkotika
dan sebagainya.

Dasar Hukum Perlindungan dan Penegakan Hukum dalam Konstitusi


Dasar Hukum Perlindungan dan Penegakan Hukum

Pasal 27 ayat (1) UUD RI 1945


“Segala warga negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan dan
wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya.”
Pasal 28 D ayat (1) UUD RI 1945
“Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil
serta perlakuan yang sama di hadapan hukum.”
Pasal 24 ayat (1) UUD RI 1945
“Kekuasaan kehakiman merupakan kekuasaan yang merdeka untuk menyelenggarakan
peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan."
Pasal 28 ayat (5) UUD RI 1945 
“Untuk menegakkan dan melindungi Hak Asasi Manusia sesuai dengan prinsip negara
hukum yang demokratis, maka pelaksanaan Hak Asasi Manusia dijamin, diatur, dan
dituangkan dalam peraturan perundang-undangan.”
Pasal 30 ayat (4) UUD RI 1945 
“Kepolisian Negara Republik Indonesia sebagai alat negara yang menjaga keamanan dan
ketertiban masyarakat bertugas melindungi, mengayomi, melayani masyarakat, serta
menegakkan hukum." 

Realitas Penegakan Hukum di Indonesia

Seperti yang kita rasakan akhir-akhir ini, sifat hukum di Indonesia seperti tumpul ke atas dan
tajam ke bawah. Misalnya saja penegakan hukum terhadap koruptor yang kebanyakan hanya
menerima hukum yang tidak sesuai dengan perbuatannya, sebaliknya para rakya kecil jika
melanggar maka hukumannya sangat berat seperti kasus pencurian buah kapuk yang
dilakukan oleh seorang kakek yang menyebabkannya masuk bui beberapa tahun. Hal ini
membuat kita pesimis akan nasib penegakan hukum di Indonesia.

http://www.smansax1-edu.com/2014/11/dasar-hukum-perlindungan-dan-penegakan.html
Sabtu, 15 Februari 2014
Makalah Penegakan Hukum di Indonesia

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Seperti yang kita ketahui,semua Negara pasti mempunyai peraturan-peraturan dan


hukum,dan begitu juga dengan Negara Indonesia. Negara Indonesia adalah Negara hukum, yang
mempunyai peraturan-peraturan hukum, yang sifatnya memaksa seluruh masyarakat atau rakyat
Indonesia harus patuh terhadap peraturan-peraturan atau kebijakan-kebijakan hukum di Indonesia 
bahkan juga memaksa orang asing yang berada di wilayah Indonesia untuk patuh terhadap hukum
yang ada di Negara indonesia.dan Negara pun membentuk badan penegak hukum guna
mempermudah dalam mewujudkan Negara yang adil dan makmur. Tetapi tidak dapat dipungkiri di
Negara kita masih banyak kesalahan dalam menegakan hukum di Negara kita. Dan masih banyak
juga ketidak adilan dalam melaksanakan hukum yang berlaku. Tetapi, itu bukanlah salah dalam
perumusan hukum,melainkan salah satu keteledoran badan-badan pelaksana hukum di Indonesia.

Akibat dari keteledoran tersebut banyak sekali pelangaran-pelangaran hukum,dan pelangar-


pelangar hukum yang seharusnya di adili dan dikenakan sangsi yang seharusnya,malah dibiarkan
begitu saja.dan hal ini sangat berdampak buruk bagi masa depan Negara ini. Oleh karena itu kita
akan membahas apa bagaimana  penegakan hukum yang adil dan bagaimana upaya-upaya
penegakan hukum di Negara kita ini untuk memulihkan atau membentuk Negara yang memiliki
hukum yang tegas dan sesuai dengan undang-undang yang berlaku. Karena masalah tersebut
merupakan masalah yang sangat serius yang harus dipecahkan,guna menciptakan keadilan bagi
seluruh rakyat Indonesia.dan dalam menegakkan hukum di Indonesia.

B.  Rumusan Masalah

Adapun rumusan masalah dalam makalah ini adalah sebagai berikut :


  Apakah Pentingnya Peran Pemerintah dalam Penegakan Hukum?

   Bagaimana keadaan keadaan penegakkan hukum di Indonesia saat ini?

  Bagaimana cara menegakkan hukum di Negara kita?

C. Tujuan

Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah:

  untuk membahas mengenai faktor penyebab ketidakadilan hukum dan cara mengatasai masalah yang
terjadi pada Negara ini.

  bagaima terjadinya ketidakadilan hukum yang berkembang dalam masyarakat.

   bagaimana cara kita menyikapinya.


BAB II

PEMBAHASAN

 A.Pentingnya Peran Pemerintah dalam Penegakan Hukum

Sebelum berangkat ke pertanyaan itu, satu hal yang harus dikemukakan adalah pentingnya
ada upaya dari pemerintah, di samping dari lembaga yudikatif sendiri, untuk melakukan hal ini.
Setidaknya ada tiga alasan perlunya ada kebijakan dari pemerintah dalam penegakan hukum:

Pertama,  pemerintah  bertanggung  jawab  penuh  untuk  mengelola  wilayah  dan


rakyatnya  untuk  mencapai  tujuan  dalam  bernegara.  Bagi  Indonesia  sendiri, pernyataan  tujuan 
bernegara  sudah  dinyatakan  dengan  tegas  oleh  para  pendiri negara  dalam  Pembukaan  UUD
1945,  di  antaranya:  melindungi  bangsa  dan memajukan  kesejahteraan  umum.  Bukan  hanya 
pernyataan  tujuan  bernegara Indonesia,  namun  secara  mendasar  pun  gagasan  awal  lahirnya 
konsep  negara, pemerintah  wajib  menjamin  hak  asasi  warga  negaranya.  Memang,  dalam  teori
pemisahan  kekuasaan  cabang  kekuasaan  negara  mengenai  penegakan  hukum dipisahkan dalam
lembaga yudikatif. Namun lembaga eksekutif tetap mempunyai tanggung jawab karena adanya
irisan kewenangan dengan yudikatif serta legislatif dalam konteks checks and balances  dan
kebutuhan pelaksanaan aturan hukum dalam pelaksanaan wewenang pemerintahan sehari-hari.

Kedua, tidak hanya tanggung jawab, pemerintah pun punya kepentingan langsung untuk
menciptakan kondisi yang kondusif dalam menjalankan pemerintahannya. Birokrasi dan pelayanan
masyarakat yang berjalan dengan baik, serta keamanan masyarakat.  Dengan  adanya  penegakan 
hukum  yang  baik,  akan  muncul  pula stabilitas yang akan berdampak pada sektor politik dan
ekonomi. Menjadi sebuah penyederhanaan  yang  berlebihan  bila  dikatakan  penegakan  hukum 
hanyalah tanggung jawab dan kepentingan lembaga yudikatif.

Ketiga, sama sekali tidak bisa dilupakan adanya dua institusi penegakan hukum lainnya yang
berada di bawah lembaga eksekutif, yaitu Kepolisian dan Kejaksaan. Penegakan hukum bukanlah
wewenang Mahkamah Agung semata. Dalam konteks keamanan  masyarakat  dan  ketertiban 
umum,  Kejaksaan  dan  Kepolisian  justru menjadi  ujung  tombak  penegakan  hukum  yang  penting 
karena  ia  langsung berhubungan dengan masyarakat. Sementara itu, dalam konteks legal
formal,sehingga saat  ini  pemerintah  masih  mempunyai  suara  yang  sigifikan  dalam  penegakan
hukum. Sebab, sampai dengan September 2004, urusan administratif peradilan masih dipegang 
oleh  Departemen  Kehakiman  dan  Hak  Asasi  Manusia.  Karena  itu, Pemerintah  masih  berperan 
penting  dalam  mutasi  dan  promosi  hakim,  serta administrasi peradilan.

Evolusi masyarakat hingga menjadi organisasi negara melahirkan konsep tentang

adanya hukum untuk mengatur institusi masyarakat. Karenanya, ada asumsi dasar bahwa adanya
kepastian dalam penegakan hukum akan mengarah kepada stabilitas masyarakat.  Dan  memang, 
selama  hukum  masih  punya  nafas  keadilan,  walau terdengar  utopis,  kepastian  hukum  jadi  hal 
yang  didambakan.  Sebab  melalui kepastian inilah akan tercipta rasa aman bagi rakyat. Kepastian
bahwa kehidupan dijaga oleh negara, kepentingannya dihormati, dan kepemilikan yang diraihnya
dilindungi.

Tidak berhenti di situ. Bagi Indonesia sendiri, penegakan hukum bukan cuma soal mendorong 
perbaikan  politik  dan  pemulihan  ekonomi.  Harus  disadari  bahwa penegakkan hukum justru
merupakan ujung tombak proses demokratisasi. Sebabnya, melalui  penegakan  hukum  ini 
Indonesia  dapat  secara  konsisten  memberantas korupsi yang sudah mengakar dengan kuat di
berbagai sektor, menjalankan aturanaturan main dalam bidang politik dan ekonomi secara
konsisten. Dengan penegakan hukum yang konsisten dan tegas, pemulihan ekonomi dan tatanan
politik juga bisa didorong percepatannya.

B. Adakah Visi Pemerintah dalam Penegakan Hukum?

Lantas, bagaimana dengan penegakan hukum di Indonesia? Pertanyaan ini menjadi sulit 
dijawab  karena  pemerintah  sendiri  hingga  saat  ini  belum  menunjukkan komitmennya  yang 
jelas  mengenai  penegakkan  hukum.  Hingga  belakangan  ini, hukum  seringkali  tidak  dilihat 
sebagai  sesuatu  yang  penting  dalam  proses demokratisasi.  Ia  sering  dipandang  sebagai sektor 
yang menopang  perbaikan  di bidang lainnya seperti politik dan pemulihan ekonomi. Alhasil,
pembaruan hukum sering diartikan sebagai pembuatan berbagai peraturan perundang-undangan
yang dibutuhkan untuk melaksanakan rencana-rencana perbaikan ekonomi dan politik daripada
pembenahan perangkat penegakan hukum itu sendiri.

Indikasi gejala ini terlihat dari lahirnya berbagai undang-undang secara kilat di DPR, yang didorong
oleh rencana pemulihan ekonomi yang dipreskripsikan oleh berbagai lembaga internasional dan
nasional sementara tidak banyak yang  dilakukan  untuk  memperbaiki  kinerja  kepolisian  dan 
kejaksaan  oleh pemerintah. Memang ada beberapa inisiatif yang sudah dilakukan. Misalnya saja
perbaikan ditubuh Kepolisian RI untuk mendorong Kepolisian yang lebih profesional. Begitu pula 
halnya  dengan  studi-studi  dalam  rangka  perbaikan  kejaksaan,  seperti Governance Audit untuk
Kejaksaan RI yang dilakukan oleh Asian Development Bank dan Price Waterhouse Coopers Indonesia
(Kejaksaan Agung RI, 2001). Saat inipun, dengan didorong dan diasistensi oleh beberapa institusi,
ada gerakan untuk pembaruan  hukum  yang  dilakukan  oleh  institusi-institusi  hukum  negara, 
yaitu Mahkamah Agung, Kejaksaan, dan Kepolisian. Namun  perlu  dicermati  juga  bahwa 
kebanyakan  dari  inisiatif  tersebut  adalah dorongan dari luar, dari masyarakat sipil dan lembaga-
lembaga non-pemerintahan lainnya, baik internasional maupun dalam negeri. Sementara
pemerintah sendiri tampaknya belum mempunyai visi yang jelas mengenai penegakan hukum.
Secara sederhana, asumsi di atas bisa dilihat dari tidak adanya kemauan politik untuk menunjukkan
komitmen terhadap penegakan hukum dengan dibiarkannya beberapa koruptor kelas kakap
berkeliaran di masyarakat. Bahkan, jajaran pemerintahan yang terkena  indikasi  korupsi  pun  masih 
dibiarkan  memegang  jabatannya.  Padahal, langkah pertama untuk menunjukkan komitmen
terhadap penegakan hukum justru dengan secara konsisten menerima putusan, bahkaan sangkaan
pengadilan mengenai tindak pidana tertentu, terlepas dari final atau tidaknya putusan tersebut.
Pasalnya, mereka adalah pejabat publik yang memiliki pertanggungjawaban politik, sehingga soal
teknis legal-formal menjadi tidak lagi relevan.

Dalam bidang pembentukan kebijakan, indikasi yang menunjukkan gejala di atas

bisa dilihat dalam soal perencanaan pembentukan kebijakan hukum pemerintah

yang mandeg. Pada masa pemerintahan Abdurrahman Wahid, dibentuk Komisi

Hukum Nasional yang bertugas memberikan nasehat kepada presiden dalam bidang hukum.

C.Kebijakan yang Perlu Dilakukan Pemerintah dalam Penegakan


Hukum

Menukik ke pembicaraan yang lebih konkrit, ada beberapa hal yang perlu dilakukan oleh
pemerintah dalam penegakan hukum. Di tingkat substansi hukum  - peraturan perundang-
undangan- pemerintah perlu mendorong  pembentukan  perangkat  peraturan  yang  terkait 
dengan  penegakan hukum dengan visi di atas. Misalnya saja, pembentukan peraturan yang
mewajibkan prosedur teknis dalam melaksanakan prinsip transparansi dan akuntabilitas. Juga,
pemerintah, sebagai salah satu aparat pembentuk undang-undang, perlu berinisiatf membentuk
undang-undang yang berkaitan dengan perbaikan institusi penegakan hukum: Pengadilan,
Kejaksaan, dan Kepolisian. Di tingkat aparat, perlu ada kebijakan yang berkaitan dengan disiplin yang
tinggi.

 Bukan hanya aparat penegak hukum yang langsung berkaitan dengan pengadilan tetapi 
seluruh  aparat  birokrasi  pemerintah.  Sebab  penegakan  hukum  bukanlah hanya dilakukan di
pengadilan tapi juga soal bagaimana menjalankan peraturan perundang-undangan secara konsisten,
tanpa kolusi, korupsi, dan nepotisme. Dalam konteks “kultur” hukum, pemerintah perlu
menjalankan kebijakan ke dua arah, yaitu kepada dirinya sendiri, dalam hal ini aparat birokrasi, dan
kepada rakyat pengguna jasa penegakan hukum. Kultur ini bisa saja menjadi keluaran dari proses
disiplin yang kuat yang menumbuhkan budaya penghormatan yang tinggi kepada hukum.  Namun 
di  samping  itu,  perlu  juga  dilakukan  rangkaian  kegiatan  yang sistematis untuk mensosialisasikan
hak dan kewajiban warga negara, agar muncul kesadaran politik dan hukum.

Anggaran Penegakan Hukum

Masih  dalam  konteks  kebijakan  pemerintah,  penegakan  hukum  inipun  harus didukung
pendanaan yang mencukupi oleh pemerintah serta, yang lebih penting lagi,  perencanaan 
pendanaan  yang  memadai.  Dalam  kurun  waktu  tiga  tahun terakhir, dana untuk sektor hukum
dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) meningkat dari tahun ke tahun. Namun,
ada beberapa permasalahan dalam hal  anggaran  ini,  seperti  diungkapkan  dalam  Kertas  Kerja 
Pembaruan  Sistem Pengelolaan Keuangan Pengadilan yang disusun oleh Mahkamah Agung bekerja
sama dengan Lembaga Kajian dan Advokasi untuk Independensi Peradilan (LeIP). Dalam hal
perencanaan dan pengajuan APBN, kelemahan internal pengadilan yang berhasil  diidentifikasi 
antara  lain: (i)  ketiadaan  parameter  yang  obyektif  dan    argumentasi  yang  memadai;  (ii)  proses 
penyusunan  yang  tidak  partisipatif;  (iii) ketidakprofesionalan  pengadilan;  dan  lain-lain (MA, 
2003:  53-55).  Kebanyakan  “perencanaan”  dana  pemerintah  untuk  satu  tahun  anggaran  tidak 
dilakukan berdasarkan  pengamatan  yang  menyeluruh  berdasarkan  kebutuhan  yang  riil,
melainkan  menggunakan  sistem “line  item  budgeting”  menggunakan  metode penetapan
anggaran melalui pendeketan “incremental” (penyusunan anggaran hanya dilakukan dengan cara
menaikkan jumlah tertentu dari anggaran tahun lalu atau anggaran yang sedang berjalan).
Akibatnya, dalam pelaksanaan anggaran, muncul “kebiasaan”  untuk  menghabiskan  anggaran  di 
akhir  tahun  anggaran,  tanpa memperhatikan hasil dan kualitas dari anggaran yang digunakan (MA,
2003: 53-55) .

Kertas Kerja tersebut merumuskan serangkaian rekomendasi yang sangat teknis guna mengatasi
kelemahan-kelemahan tersebut. Kertas Kerja itu memang lebih banyak ditujukan untuk
mempersiapkan wewenang administrasi dan keuangan yang akan dipindahkan  dari  pemerintah  ke 
Mahkamah  Agung.  Meski  begitu,  setidaknya beberapa  rekomendasi  yang  sifatnya  umum  dan 
sesuai  dengan  arah  kebijakan penegakan hukum, seharusnya dapat diterapkan pula oleh
pemerintah.

Kebijakan yang Mendesak

Dalam jangka pendek, hal yang paling dekat yang bisa dilakukan pemerintah untuk
mendukung  penegakan  hukum  misalnya  terkait  dengan  wewenang  administrasi pengadilan yang
masih ada di tangan pemerintah hingga September 2004. Di sini, pemerintah bisa memainkan
peranan penting dalam mendisiplinkan hakim-hakim yang diduga melakukan praktek korupsi dan
kolusi. Selain itu, perlu ada dorongan dalam pembentukan undang-undang yang berkaitan dengan
pembenahan institusi pengadilan. Seperti perubahan lima undang-undang yang berkaitan dengan
sistem peradilan terpadu (integrated justice system), yaitu UU Ketentuan-Ketentuan Pokok
Kekuasaan Kehakiman, UU Peradilan Tata Usaha Negara, UU Mahkamah Agung, UU Peradilan
Umum, dan UU Kejaksaan. Kelima undang-undang ini tengah dibahas di  DPR  oleh  Badan  Legislasi
(lihat  www.parlemen.net).  Sejauh  perannya  bisa dimainkan dalam proses pembahasan kelima
undang-undang ini, pemerintah perlu mendorong perbaikan institusi yang mengedepankan
pengadilan yang bersih dan independen. Begitu pula halnya dengan rencana penyusunan UU
tentang Komisi Yudisial yang sudah disampaikan oleh Badan Legislasi DPR kepada pemerintah
namun belum mendapatkan jawaban.

Dalam hal korupsi, yang tentunya berkaitan erat dengan konsistensi penegakan hukum,
pembentukan Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang tengah dilaksanakan harus
mendapatkan perhatian yang serius dari pemerintah. Demikian juga dengan rencana pembentukan
Pengadilan Khusus Korupsi yang direncanakan terbentuk  pada  bulan  Juni 2004 (lihat  Bappenas, 
Cetak  Biru  Pembentukan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi). Satu hal yang sama sekali tidak boleh
dilupakan adalah peran pemerintah dalam perbaikan institusi kejaksaan dan kepolisian yang jelas
berada di bawah wewenang pemerintah.  Pada  saat  ini  Kejaksaan  tengah  menyusun  cetak  biru 
pembaruan kejaksaan dengan asistensi Komisi Hukum Nasional. Di sini perlu ada dorongan politik
yang kuat agar cetak biru tersebut tersusun dengan baik dan, lebih penting lagi, dapat terlaksana
dengan baik.

BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Pentingnya Peran Pemerintah dalam Penegakan Hukum

  pemerintah  bertanggung  jawab  penuh  untuk  mengelola  wilayah  dan

rakyatnya  untuk  mencapai  tujuan  dalam  bernegara.

  tidak hanya tanggung jawab, pemerintah pun punya kepentingan langsung

untuk menciptakan kondisi yang kondusif dalam menjalankan pemerintahannya.

  sama sekali tidak bisa dilupakan adanya dua institusi penegakan hukum

lainnya yang berada di bawah lembaga eksekutif, yaitu Kepolisian dan Kejaksaan

Adakah Visi Pemerintah dalam Penegakan Hukum


  ada beberapa inisiatif yang sudah dilakukan. Misalnya saja perbaikan di

tubuh Kepolisian RI untuk mendorong Kepolisian yang lebih professional.

  kebanyakan  dari  inisiatif  tersebut  adalah dorongan dari luar, dari masyarakat sipil dan lembaga-
lembaga non-pemerintahan lainnya, baik internasional maupun dalam negeri.

Kebijakan yang Perlu Dilakukan Pemerintah dalam Penegakan Hukum

  Satu hal yang sama sekali tidak boleh dilupakan adalah peran pemerintah dalam perbaikan institusi
kejaksaan dan kepolisian yang jelas berada di bawah wewenang pemerintah.
  kebijakan-kebijakan  pemerintah  ini  harus  terus  didorong  agar mempunyai visi yang lebih jelas dan
responsif terhadap persoalan-persoalan yang nyata ada di masyarakat.

http://rodlial.blogspot.com/2014/02/makalah-penegakan-hukum-di-indonesia.html

Minggu, 30 November 2014


Makalah Perlindungan dan Penegakan Hukum

BAB I

PENDAHULUAN

1.1  Latar Belakang

Penegakan hukum merupakan salah satu usaha untuk mencapai atau menciptakan tata
tertib, keamanan dan ketentraman dalam masyarakat baik itu merupakan usaha pencegahan
maupun pemberantasan atau penindakan setelah terjadinya pelanggaran hukum, dengan perkataan
lain baik secara preventif maupun represif. Sejauh ini peraturan yang mengatur tentang penegakan
hukum dan perlindungan hukum terhadap keluhuran harkat martabat manusia di dalam proses
pidana pada hakekatnya telah diletakkan dalam Undang-undang Nomor 48 Tahun 2009 Tentang
Kekuasaan Kehakiman dan Undang-undang Nomor 8 Tahun 1981 Tentang Kitab Undang-undang
Hukum Acara Pidana (KUHAP).

Lembaga peradilan sebagai lembaga penegakan hukum dalam system mperadilan pidana
merupakan suatu tumpuan harapan dari para pencari keadilan yang selalu menghendaki peradilan
yang sederhana, cepat dan biaya ringan sebagaimana yang diatur dalam pasal 2 ayat (4) Undang-
undang Nomor 48 Tahun 2009 Tentang Kekuasaan Kehakiman. Keadilan yang dihasilkan dari suatu
lembaga peradilan melalui suatu proses peradilan yang tertuang di dalam putusan hakim adalah
merupakan syarat utama di dalam mempertahankan kelangsungan hidup suatu masyarakat sebab
putusan-putusan hakim yang kurang adil membuat kepercayaan masyarakat terhadap lembaga
peradilan menjadi berkurang, sehingga mengakibatkan Universitas Sumatera Utaramasyarakat
enggan untuk menempuh jalur hukum di dalam mengatasi permasalahan hukum yang mereka
hadapi. Maka dalam hal ini hakim sebagai pejabat Negara yang diberi wewenang oleh undang-
undang untuk mengadili dalam suatu proses peradilan pidana, mempunyai suatu peranan penting
dalam penegakan hukum pidana untuk tercapainya suatu keadilan yang diharapkan dan dicita-
citakan.

1.2  Rumusan Masalah

Berdasarkan pembahasan di atas, maka rumusan masalah yang lahir adalah sebagai berikut:

1.      Bagaimana Perlindungan dan Penegakan Hukum?


2.      Apa Dasar Hukum Perlindungan dan Penegakan Hukum?
3.      Bagaimana Pentingnya Perlindungan dan Penegakan Hukum?

4.      Bagaimana Peristiwa Di lingkungan Sekitar yang Disebabkan Lemahnya Perlindungan dan
Penegakkan Hukum?

1.3  Tujuan

Mengacu pada rumusan masalah tersebut tujuan yang diharapkan adalah sebagai berikut:

1.      Memahami Perlindungan dan Penegakan Hukum.


2.      Mengetahui Dasar Hukum Perlindungan dan Penegakan Hukum.
3.      Memahami Pentingnya Perlindungan dan Penegakan Hukum.
4.      Memaparkan Peristiwa Di lingkungan Sekitar yang Disebabkan Lemahnya Perlindungan dan
Penegakkan Hukum
1.4  Manfaat
Manfaat yang diharapkan dalam pembahasan ini ada dua yaitu, manfaat teoretis dan
manfaat praktis.
1.4.1.      Manfaat teoretis

Dapat menambah khasana keilmuan tentang perlindungan dan penegakan hukum.

1.4.2.      Manfaat praktis


Memberikan pengetahuan pada masyarakat (pembaca) terhadap perlindungan dan
penegakan hukum.

BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Perlindungan dan Penegakan Hukum

Menurut Andi Hamzah sebagaimana dikutip oleh Soemardi dalam artikelnya yang berjudul
Hukum dan Penegakan Hukum (2007), perlindungan hukum dimaknai sebagai daya upaya yang
dilakukan secara sadar oleh setiap orang maupun lembaga pemerintah, swasta yang bertujuan
mengusahakan pengamanan, penguasaan dan pemenuhan kesejahteraan hidup sesuai dengan hak-
hak asasi yang ada. Makna tersebut tidak terlepas dari fungsi hukum itu sendiri, yaitu untuk
melindungi kepentingan manusia. Dengan kata lain hukum memberikan perlindungan kepada
manusia dalam memenuhi berbagai macam kepentingannya, dengan syarat manusia juga harus
melindungi kepentingan orang lain.

Di sisi lain, Simanjuntak dalam artikelnya yang berjudul Tinjauan Umum tentang
Perlindungan Hukum dan Kontrak Franchise (2011), mengartikan perlindungan hukum sebagai segala
upaya pemerintah untuk menjamin adanya kepastian hukum untuk memberi perlindungan kepada
warganya agar hak-haknya sebagai seorang warga negara tidak dilanggar, dan bagi yang
melanggarnya akan dapat dikenakan sanksi sesuai peraturan yang berlaku. Dengan demikian, suatu
perlindungan dapat dikatakan sebagai perlindungan hukum apabila mengandung unsur-unsur
sebagai berikut :

a. Adanya perlindungan dari pemerintah kepada warganya.

b. Jaminan kepastian hukum.

c. Berkaitan dengan hak-hak warganegara.

d. Adanya sanksi hukuman bagi pihak yang melanggarnya.


Pada hakikatnya setiap orang berhak mendapatkan perlindungan dari hukum. Oleh karena
itu, terdapat banyak macam perlindungan hukum. Dari sekian banyak jenis dan macam perlindungan
hukum, terdapat beberapa diantaranya yang cukup populer dan telah akrab di telinga kalian, seperti
perlindungan hukum terhadap konsumen. Perlindungan hukum terhadap konsumen ini telah diatur
dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen
yang pengaturannya mencakup segala hal yang menjadi hak dan kewajiban antara produsen dan
konsumen

Selain itu, terdapat juga perlindungan hukum yang diberikan kepada Hak atas Kekayaan
Intelektual (HaKI). Pengaturan mengenai hak atas kekayaan intelektual meliputi, hak cipta dan hak
atas kekayaan industri. Pengaturan mengenai hak atas kekayaan intelektual tersebut telah
dituangkan dalam sejumlah peraturan perundang-undangan, seperti Undang-Undang Republik
Indonesia Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta, Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 15
Tahun 2001 tentang Merek, Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2001 tentang
Paten, Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 29 Tahun 2000 tentang Perlindungan Varietas
Tanaman, dan lain sebagainya.

Tersangka sebagai pihak yang diduga telah melakukan perbuatan hukum juga memiliki hak
atas perlindungan hukum. Perlindungan hukum terhadap tersangka diberikan berkaitan dengan hak-
hak tersangka yang harus dipenuhi agar sesuai dengan prosedur pemeriksaan sebagaimana diatur
dalam peraturan perundangundangan. Hukum dapat secara efektif menjalankan fungsinya untuk
melindungi kepentingan manusia, apabila ditegakkan. Dengan kata lain perlindungan hukum dapat
terwujud apabila proses penegakan hukum dilaksanakan. Proses penegakan hukum merupakan
salah satu upaya untuk menjadikan hukum sebagai pedoman dalam setiap perilaku masyarakat
maupun aparat atau lembaga penegak hukum. Dengan kata lain, penegakan hukum merupakan
upaya untuk melaksanakan ketentuan-ketentuan hukum dalam berbagai macam bidang kehidupan.
Penegakan hukum merupakan syarat terwujudnya perlindungan hukum. Kepentingan setiap orang
akan terlindungi apabila hukum yang mengaturnya dilaksanakan baik oleh masyarakat ataupun
aparat penegak hukum. Misalnya, perlindungan hukum konsumen akan terwujud, apabila undang-
undang

perlindungan konsumen dilaksanakan, hak cipta yang dimiliki oleh seseorang juga

akan terlindungi apabila ketentuan mengenai hak cipta juga dilaksanakan. Begitu

pula dengan kehidupan di sekolah, keluarga dan masyarakat akan tertib, aman dan tenteram apabila
norma-norma berlaku di lingkungan tersebut dilaksanakan.
2.2 Dasar Hukum Perlindungan dan Penegakan Hukum

Adapun dasar hukum yang mengatur tentang perlindungan dan penegakan hukum di
Indonesia, antara lain:

1.    Pasal 27 ayat (1) UUD 1945 yang berbunyi “Segala warga negara bersamaan kedudukannya di dalam
hukum dan pemerintahan dan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada
kecualinya.”
2.    Pasal 28 D ayat (1) UUD 1945 yang berbunyi “Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan,
perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama di hadapan hukum.”
3.    Pasal 28 ayat (5) UUD 1945 yang berbunyi “Untuk menegakkan dan melindungiHak Asasi
Manusia sesuai dengan prinsip negara hukum yang demokratis, maka pelaksanaan Hak Asasi
Manusia dijamin, diatur, dan dituangkan dalam peraturan perundang-undangan.”
4.    Pasal 30 ayat (4) UUD 1945 yang berbunyi “Kepolisian Negara Republik Indonesia sebagai alat
negara yang menjaga keamanan dan ketertiban masyarakat bertugas melindungi, mengayomi,
melayani masyarakat, serta menegakkan hukum.
5.    Pasal 24 ayat (1) UUD 1945 yang berbunyi “Kekuasaan kehakiman merupakan kekuasaan yang
merdeka untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan

2.3 Pentingnya Perlindungan dan Penegakan Hukum

Sebagai negara hukum, Indonesia wajib melaksanakan proses perlindungan dan penegakan
hukum. Negara wajib melindungi warga negaranya dari berbagai macam ketidakadilan,
ketidaknyaman dan penyimpangan hukum lainnya. Selain itu, Negara mempunyai kekuasaan untuk
memaksa seluruh warga negaranya untuk melaksanakan semua ketentuan-ketentuan yang berlaku.

Perlindungan dan penegakan hukum sangat penting dilakukan, karena dapat mewujudkan
hal-hal berikut ini:

2.3.1 Tegaknya supremasi hukum

Supremasi hukum bermakna bahwa hukum mempunyai kekuasaan mutlak dalam mengatur
pergaulan manusia dalam berbagai macam kehidupan. Dengan kata lain, semua tindakan warga
negara maupun pemerintahan selalu berlandaskan pada hukum yang berlaku. Tegaknya supremasi
hukum tidak akan terwujud apabila aturan-aturan yang berlaku tidak ditegakkan baik oleh
masyarakat maupun aparat penegak hukum.

2.3.2 Tegaknya keadilan


Tujuan utama hukum adalah mewujudkan keadilan bagi setiap warga negara. Setiap warga
negara dapat menikmati haknya dan melaksanakan kewajibannya merupakan wujud dari keadilan
tersebut. Hal itu dapat terwujud apabila aturan-aturan ditegakkan.

2.3.3 Mewujudkan perdamaian dalam kehidupan di masyarakat

Kehidupan yang diwarnai suasana yang damai merupakan harapan setiap orang. Perdamaian
akan terwjud apabila setiap orang merasa dilindungi dalam segala bidang kehidupan. Hal itu akan
terwujud apabila aturan-aturan yang berlaku dilaksanakan.

Keberhasilan proses perlindungan dan penegakan hukum tidaklah semata-mata menyangkut


ditegakkannya hukum yang berlaku, akan tetapi menurut Soerjono Soekanto (dalam bukunya yang
berjudul Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Penegakan Hukum, 2002) sangat tergantung pula dari
beberapa faktor, antara lain:

a.    Hukumnya. Dalam hal ini yang dimaksud adalah undang-undang dibuat tidak boleh bertentangan
dengan ideologi negara, dan undang-undang dibuat haruslah menurut ketentuan yang mengatur
kewenangan pembuatan undangundang sebagaimana diatur dalam Konstitusi negara, serta undang-
undang dibuat haruslah sesuai dengan kebutuhan dan kondisi masyarakat di mana undang-undang
tersebut diberlakukan.

b. Penegak hukum, yakni pihakpihak yang secara langsung terlibat dalam bidang penegakan hukum.
Penegak hukum harus menjalankan tugasnya dengan baik sesuai dengan peranannya masing-masing
yang telah diatur dalam peraturan perundang-undangan. Dalam menjalankan tugas tersebut
dilakukan dengan mengutamakan keadilan dan profesionalisme, sehingga menjadi panutan
masyarakat serta dipercaya oleh semua pihak termasuk semua anggota masyarakat.

c. Masyarakat, yakni masyarakat lingkungan di mana hukum tersebut berlaku atau diterapkan.
Maksudnya warga masyarakat harus mengetahui dan memahami hukum yang berlaku, serta
menaati hukum yang berlaku dengan penuh kesadaran akan penting dan perlunya hukum bagi
kehidupan masyarakat.

d. Sarana atau fasilitas yang mendukung penegakan hukum. Sarana atau fasilitas`tersebut mencakup
tenaga manusia yang terdidik dan terampil, organisasi yang baik, peralatan yang memadai, keuangan
yang cukup, dan sebagainya. Ketersediaan sarana dan fasilitas yang memadai merupakan suatu
keharusan bagi keberhasilan penegakan hukum.
e. Kebudayaan, yakni sebagai hasil karya, cipta dan rasa yang didasarkan pada karsa manusia di dalam
pergaulan hidup. Dalam hal ini kebudayaan mencakup nilai-nilai yang mendasari hukum yang
berlaku, nilai-nilai mana merupakan konsepsi-konsepsi abstrak mengenai apa yang dianggap baik
sehingga dianut, dan apa yang dianggap buruk sehingga dihindari.

2.4 Peristiwa Di lingkungan Sekitar yang Disebabkan Lemahnya Perlindungan dan Penegakkan Hukum

Pelanggaran hukum disebut juga perbuatan melawan hukum, yaitu tindakan seseorang yang
tidak sesuai atau bertentangan dengan aturan-aturan yang berlaku. Dengan kata lain, pelanggaran
hukum merupakan pengingkaran terhadap kewajiban-kewajiban yang telah ditetapkan oleh
peraturan atau hukum yang berlaku, misalnya kasus pembunuhan merupakan pengingkaran
terhadap kewajiban untuk menghormati hak hidup orang lain. Pelanggaran hukum merupakan
bentuk ketidakpatuhan terhadap hukum. Ketidakpatuhan terhadap hukum dapat disebabkan oleh
dua hal, yaitu:

a.    Pelanggaran hukum oleh pelaku pelanggaran sudah dianggap sebagai kebiasaan bahkan kebutuhan
b.    Hukum yang berlaku sudah tidak sesuai lagi dengan tuntutan kehidupan.

Saat ini kita sering melihat berbagai pelanggaran hukum banyak terjadi di negara ini. Hampir
setiap hari kita mendapatkan informasi mengenai terjadinya tindakan melawan hukum baik yang
dilakukan oleh masyarakat ataupun oleh aparat penegak hukum sendiri. Berikut ini contoh perilaku
yang bertentangan dengan hukum yang dilakukan di lingkungan keluarga, sekolah, masyarakat,
bangsa dan negara.

2.4.1 Dalam lingkungan keluarga

1.    mengabaikan perintah orang tua


2.    mengganggu kakak atau adik yang sedang belajar
3.    ibadah tidak tepat waktu
4.    menonton tayangan yang tidak boleh ditonton oleh anak-anak;
5.    nonton tv sampai larut malam
6.    bangun kesiangan.

2.4.2 Dalam lingkungan sekolah

1.    mencontek ketika ulangan


2.    datang ke sekolah terlambat
3.    bolos mengikuti pelajaran
4.    tidak memperhatikan penjelasan guru
5.     berpakaian tidak rapi dan tidak sesuai dengan yang ditentukan sekolah.
2.4.3   Dalam lingkungan masyarakat
1.    mangkir dari tugas ronda malam
2.    tidak mengikuti kerja bakti dengan alasan yang tidak jelas
3.     main hakim sendiri
4.     mengkonsumsi obat-obat terlarang
5.    melakukan tindakan diskriminasi kepada orang lain
6.    melakukan perjudian
7.    membuang sampah sembarangan.
2.4.4   Dalam lingkungan bangsa dan negara, diantaranya:
1.    tidak memiliki KTP
2.    tidak memiliki SIM
3.    tidak mematuhi rambu-rambu lalu lintas
4.    melakukan tindak pidana seperti pembunuhan, perampokan, penggelapan, pengedaran uang palsu,
pembajakan karya orang lain dan sebagainya
5.    melakukan aksi teror terhadap alat-alat kelengkapan negara
6.    tidak berpartisipasi pada kegiatan Pemilihan Umum
7.    merusak fasilitas negara dengan sengaja.

BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Menurut Andi Hamzah sebagaimana dikutip oleh Soemardi dalam artikelnya yang berjudul
Hukum dan Penegakan Hukum (2007), perlindungan hukum dimaknai sebagai daya upaya yang
dilakukan secara sadar oleh setiap orang maupun lembaga pemerintah, swasta yang bertujuan
mengusahakan pengamanan, penguasaan dan pemenuhan kesejahteraan hidup sesuai dengan hak-
hak asasi yang ada.

Pelanggaran hukum disebut juga perbuatan melawan hukum, yaitu tindakan seseorang yang
tidak sesuai atau bertentangan dengan aturan-aturan yang berlaku. Dengan kata lain, pelanggaran
hukum merupakan pengingkaran terhadap kewajiban-kewajiban yang telah ditetapkan oleh
peraturan atau hukum yang berlaku, misalnya kasus pembunuhan merupakan pengingkaran
terhadap kewajiban untuk menghormati hak hidup orang lain.

3.2. Saran

Berdasarkan pembahasan di atas dan simpulan yang telah di kemukakan sebelumnya, pada
bagian ini penulis mengemukakan beberapa saran sebagai berikut:

3.2.1.      Penulis berharap dari adanya tugas ini dapat memberikan manfaat yang banyak bagi para pembaca
terutama siswa sebagai generasi mudah.
3.2.2.      Penulis berharap agar siswa lebih mudah memahami perlindungan dan penegakkan hukum.
3.2.3.      Penulis menyadari bahwa masih banyak siswa yang belum memahami tentang perlindungan dan
penegakkan hukum maka dalam hal ini perlu mendapatkan perhatian dari para guru terutama para
ahli hukum.
Diposkan oleh Irwan Darwis di Minggu, November 30, 2014

http://irwankaimoto.blogspot.com/2014/11/makalah-perlindungan-dan-penegakan-hukum.html

BAB I
PENDAHULUAN
1.1              Latar Belakang Masalah
Bergulirnya iklim reformasi dan demokratisasi di Indoneseia dalam kurun waktu
beberapa tahun terakhir ini telah membawa angin perubahan berupa kebebasan berekspresi
yang sangat bebas. Kebebasan tersebut pada beberapa kesempatan telah “kebabalasan”
bahkan berujung pada konflik horisontal maupun konflik vertikal. Konflik yang tidak
terkelola dengan baik ditambah dendam masa lalu pada masa Pemerintahan Orde Baru, yang
sangat otoriter berdampak pada kekerasan bahkan telah terjadi konflik bersenjata. Bahkan
beberapa daerah telah jatuh korban berjumlah ratusan bahkan mungkin ribuan. Terjadi pula
pengusiran dan pemusnahan kelompok etnis tertentu (genocide) oleh kelompok etnis lain.
Kekerasan, kontak senjata dan pemusnahan etnis seakan menjadi “menu utama”  berbagai
media di tanah air.

Sejarah bangsa Indonesia hingga kini mencatat berbagai penderitaan, kesengsaraan


dan kesenjangan sosial, yang disebabkan oleh perilaku tidak adil dan diskriminatif atas dasar
etnik, ras, warna kulit, budaya, bahasa, agama, golongan, jenis kelamin dan status sosial
lainnya. Perilaku tidak adil dan diskriminatif tersebut merupakan pelanggaran hak asasi
manusia, baik yang bersifat vertikal (dilakukan oleh aparat negara terhadap warga negara
atau sebaliknya) maupun horisontal (antarwarga negara sendiri) dan tidak sedikit yang masuk
dalam kategori pelanggaran hak asasi manusia yang berat (gross violation of human rights).
Pada kenyataannya selama lebih lima tujuh tahun usia Republik Indonesia, pelaksanaan
penghormatan, perlindungan atau penegakan hak asasi manusia masih jauh dari memuaskan.

Hal tersebut tercermin dari kejadian berupa penangkapan yang tidak sah, penculikan,
penganiayaan, perkosaan, penghilangan paksa, pembunuhan, pemusnahan kelompok etnis
tertentu, pembakaran sarana pendidikan dan tempat ibadah, dan teror bom yang semakin
berkembang. Selain itu, terjadi pula penyalahgunaan kekuasaan oleh pejabat publik dan
aparat penegak hukum, pemelihara keamanan, dan pelindung rakyat, tetapi justru
mengintimidasi, menganiaya, menghilangkan paksa dan/atau menghilangkan nyawa. Bahkan
pada beberapa kesempatan yang lalu, Pengadilan HAM Ad Hoc Kasus pelanggaran HAM
berat Timtim telah membebaskan sebagian terbesar para Jendaral Angkatan Darat dari segala
tuntutan hukum.

Padahal secara jelas dan tegas untuk melaksanakan amanat Undang-undang Dasar 1945,
Majelis Permusyarwaratan Rakyat melalui Ketetapan MPR Nomor XVII/MPR/1998 tentang
Hak Asasi Manusia, telah menugaskan kepada Lembaga-lembaga Tinggi Negara dan seluruh
aparatur Pemerintah, untuk menghormati, menegakkan dan menyebarluaskan pemahaman
mengenai hak asasi manusia kepada seluruh masyarakat. Telah terbentuk juga Undang-
undang No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia dan Undang-undang No. 26 Tahun
2000 tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia, yang diikuti dengan pengukuhan melalui
Undang-undang No. 39 Tahun 1999 Komisi Nasional Hak Asasi Manusia. 

1.2              Rumusan Masalah


Dengan memperhatikan latar belakang tersebut, agar dalam penulisan ini penulis
mendapatkan hasil yang diinginkan, maka penulis mengemukakan beberapa perumusan
masalah. Rumusan masalah itu adalah :
Adapun rumusan masalah dalam pembuatan makalah ini adalah sebagai berikut:
1.    Apakah penegakan hukum itu?
2.    Apakah itu aparatur penegak hukum?
3.    Apakah Faktor yang mempengaruhi Penegakan Hukum?
4.    Apakah  Permasalahan Penegakan Hukum di Indonesia?
5.    Bagaimana Pemberdayaan Masyarakat dan Penegakan Hukum?

  Tujuan Penulisan
Tujuan dari penulisan makalah ini antara lain:

 1. Untuk memenuhi tugas mata kuiah Sistem Hukum Indonesia


 2. Untuk menambah pengetahuan tentang Penegakan Hukum
 3. Untuk mengetahui berbagai permasalahan Penegakan Hukum di Indonesia

1.3              Metode Penulisan


Metode yang digunakan dalam penulisan makalah ini adalah studi pustaka atau studi literatur,
yaitu penulis mengambil sumber penulisan dari internet dan jurnal hukum.

BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Penegakan Hukum

Penegakan  hukum  adalah  proses  dilakukannya  upaya  untuk  tegaknya  atau


berfungsinya  norma-norma  hukum  secara  nyata  sebagai  pedoman  perilaku  dalam  lalu
lintas  atau  hubungan-hubungan  hukum  dalam  kehidupan  bermasyarakat  dan  bernegara.
Ditinjau dari  sudut subjeknya, penegakan hukum itu dapat dilakukan oleh subjek  yang
luas  dan  dapat  pula  diartikan  sebagai  upaya  penegakan  hukum  oleh  subjek  dalam  arti
yang  terbatas  atau  sempit.  Dalam  arti  luas,  proses  penegakan  hukum  itu  melibatkan
semua subjek hukum dalam setiap hubungan hukum. Siapa saja yang menjalankan aturan
normatif atau melakukan sesuatu atau tidak melakukan sesuatu dengan mendasarkan diri
pada norma aturan hukum yang berlaku, berarti dia menjalankan atau menegakkan aturan
hukum. Dalam arti sempit, dari segi subjeknya itu, penegakan hukum itu hanya diartikan
sebagai  upaya  aparatur  penegakan  hukum  tertentu  untuk  menjamin  dan  memastikan
bahwa  suatu  aturan  hukum  berjalan  sebagaimana  seharusnya.  Dalam  memastikan
tegaknya  hukum  itu,  apabila  diperlukan,  aparatur  penegak  hukum  itu  diperkenankan
untuk menggunakan daya paksa.

            Pengertian  penegakan  hukum  itu  dapat pula  ditinjau  dari  sudut  objeknya,  yaitu
dari segi hukumnya.  Dalam  hal ini, pengertiannya juga mencakup  makna  yang luas dan
sempit.  Dalam  arti  luas,  penegakan  hukum  itu  mencakup pula  nilai-nilai  keadilan  yang
terkandung  di  dalamnya  bunyi  aturan  formal  maupun  nilai-nilai  keadilan  yang  hidup
dalam  masyarakat.  Tetapi,  dalam  arti  sempit,  penegakan  hukum  itu  hanya  menyangkut
penegakan  peraturan  yang  formal  dan  tertulis  saja.  Karena  itu,  penerjemahan perkataan
‘law enforcement’ ke dalam bahasa Indonesia dalam menggunakan perkataan ‘penegakan
hukum’  dalam  arti  luas  dan  dapat  pula  digunakan  istilah  ‘penegakan  peraturan’  dalam
arti  sempit.  Pembedaan  antara  formalitas  aturan  hukum  yang  tertulis  dengan  cakupan
nilai keadilan yang dikandungnya ini bahkan  juga timbul dalam  bahasa Inggeris  sendiri
dengan dikembangkannya istilah ‘the rule of law’ versus ‘the rule of just law’ atau dalam
istilah ‘the rule of law and not of man’ versus istilah ‘the rule by law’  yang berarti ‘the
rule of man by law’. Dalam istilah ‘the rule of law’ terkandung makna pemerintahan oleh
hukum,  tetapi  bukan  dalam  artinya  yang  formal,  melainkan  mencakup  pula  nilai-nilai
keadilan  yang  terkandung  di  dalamnya.  Karena  itu,  digunakan  istilah  ‘the  rule  of  just
law’.  Dalam  istilah  ‘the  rule  of  law  and  not  of  man’  dimaksudkan  untuk  menegaskan
bahwa  pada  hakikatnya  pemerintahan  suatu  negara  hukum  modern  itu  dilakukan  oleh
hukum, bukan oleh orang. Istilah sebaliknya adalah ‘the rule by law’ yang dimaksudkan
sebagai  pemerintahan  oleh  orang  yang  menggunakan  hukum  sekedar  sebagai  alat
kekuasaan belaka.
             Dengan uraian di atas  jelaslah kiranya  bahwa  yang  dimaksud dengan penegakan
hukum itu kurang lebih merupakan upaya yang dilakukan untuk menjadikan hukum, baik
dalam  arti  formil  yang  sempit  maupun  dalam  arti  materiel  yang  luas,  sebagai 
pedoman
perilaku dalam setiap perbuatan hukum, baik oleh para subjek hukum yang bersangkutan
maupun oleh  aparatur  penegakan hukum  yang  resmi  diberi  tugas  dan  kewenangan oleh
undang-undang untuk  menjamin berfungsinya  norma-norma hukum  yang berlaku dalam
kehidupan bermasyarakat dan bernegara. Dari pengertian yang luas itu, pembahasan kita
tentang  penegakan hukum dapat  kita  tentukan  sendiri batas-batasnya.  Apakah  kita  akan
membahas  keseluruhan  aspek  dan  dimensi  penegakan  hukum  itu,  baik  dari  segi
subjeknya  maupun  objeknya  atau  kita  batasi  hanya  membahas  hal-hal  tertentu  saja,
misalnya,  hanya  menelaah  aspek-aspek  subjektifnya  saja.  Makalah  ini  memang  sengaja
dibuat  untuk  memberikan  gambaran  saja  mengenai  keseluruhan  aspek  yang  terkait
dengan tema penegakan hukum itu.

PENEGAKAN HUKUM OBJEKTIF

             Seperti  disebut di  muka,  secara  objektif,  norma  hukum  yang hendak  ditegakkan
mencakup  pengertian  hukum  formal  dan  hukum  materiel.  Hukum  formal  hanya
bersangkutan  dengan  peraturan  perundang-undangan  yang  tertulis,  sedangkan  hukum
materiel  mencakup  pula  pengertian  nilai-nilai  keadilan  yang  hidup  dalam  masyarakat.
Dalam  bahasa  yang  tersendiri,  kadang-kadang  orang  membedakan  antara  pengertian
penegakan  hukum  dan  penegakan  keadilan.  Penegakan  hukum  dapat  dikaitkan  dengan
pengertian ‘law enforcement’ dalam arti sempit, sedangkan penegakan hukum dalam arti
luas, dalam arti hukum materiel, diistilahkan dengan penegakan keadilan. Dalam bahasa
Inggeris juga terkadang dibedakan  antara konsepsi  ‘court of  law’  dalam arti  pengadilan
hukum  dan  ‘court  of  justice’  atau  pengadilan  keadilan.  Bahkan,  dengan  semangat  yang
sama pula, Mahkamah Agung di Amerika Serikat disebut dengan istilah ‘Supreme Court
of Justice’.

  Istilah-istilah  itu  dimaksudkan  untuk  menegaskan  bahwa  hukum  yang  harus


ditegakkan  itu  pada  intinya  bukanlah  norma  aturan  itu  sendiri,  melainkan  nilai-nilai
keadilan  yang  terkandung  di  dalamnya.  Memang  ada  doktrin  yang  membedakan  antara
tugas hakim dalam proses pembuktian dalam perkara pidana dan perdata. Dalam perkara
perdata dikatakan bahwa hakim cukup menemukan  kebenaran  formil  belaka,  sedangkan
dalam  perkara  pidana  barulah  hakim  diwajibkan  mencari  dan  menemukan  kebenaran
materiel  yang  menyangkut  nilai-nilai  keadilan  yang  harus  diwujudkan  dalam  peradilan
pidana.  Namun  demikian,  hakikat  tugas  hakim  itu  sendiri  memang  seharusnya  mencari
dan  menemukan  kebenaran  materiel  untuk  mewujudkan  keadilan  materiel.  Kewajiban
demikian  berlaku,  baik  dalam  bidang  pidana  maupun  di  lapangan  hukum  perdata.
Pengertian kita tentang penegakan hukum sudah seharusnya berisi penegakan keadilan itu
sendiri,  sehingga  istilah  penegakan hukum dan  penegakan  keadilan  merupakan dua  sisi
dari mata uang yang sama.

  Setiap  norma  hukum  sudah  dengan  sendirinya  mengandung  ketentuan  tentang


hak-hak dan kewajiban-kewajiban para subjek hukum dalam lalu  lintas hukum. Norma-
norma  hukum  yang  bersifat  dasar,  tentulah  berisi  rumusan  hak-hak  dan  kewajiban-
kewajiban  yang  juga  dasar  dan  mendasar.  Karena  itu,  secara  akademis,  sebenarnya,
persoalan hak dan kewajiban asasi manusia memang menyangkut konsepsi yang niscaya
terkandung di dalamnya dimensi hak dan kewajiban secara paralel dan bersilang. Karena
itu,  secara  akademis,  hak  asasi  manusia  mestinya  diimbangi  dengan  kewajiban  asasi
manusia.  Akan  tetapi,  dalam  perkembangan  sejarah,  issue  hak  asasi  manusia  itu 
sendiri  terkait  erat  dengan  persoalan  ketidakadilan  yang  timbul  dalam  kaitannya 
dengan  persoalan  kekuasaan.  Dalam  sejarah,  kekuasaan  yang  diorganisasikan  ke  dalam 
dan  melalui organ-organ negara, seringkali terbukti melahirkan penindasan dan
ketidakadilan. Karena  itu, sejarah umat  manusia  mewariskan  gagasan  perlindungan dan 
penghormatan terhadap  hak-hak  asasi  manusia.  Gagasan  perlindungan  dan 
penghormatan  hak  asasi manusia  ini  bahkan  diadopsikan  ke  dalam  pemikiran  mengenai 
pembatasan  kekuasaan yang kemudian dikenal dengan aliran konstitusionalisme. Aliran
konstitusionalime inilah yang memberi warna modern terhadap ide-ide demokrasi dan
nomokrasi (negara hukum) dalam  sejarah,  sehingga  perlindungan  konstitusional  terhadap 
hak  asasi  manusia
dianggap sebagai ciri utama yang perlu ada dalam setiap negara hukum yang demokratis
(democratische  rechtsstaat)  ataupun  negara  demokrasi  yang  berdasar  atas  hukum
(constitutional democracy).

             Dengan perkataan lain, issue hak asasi manusia itu sebenarnya terkait erat dengan
persoalan  penegakan  hukum  dan  keadilan  itu  sendiri.  Karena  itu,  sebenarnya,  tidaklah
terlalu  tepat  untuk  mengembangkan  istilah  penegakan  hak  asasi  manusia  secara
tersendiri.  Lagi  pula,  apakah  hak  asasi  manusia  dapat  ditegakkan?  Bukankah  yang
ditegakkan itu adalah aturan hukum dan konstitusi yang menjamin hak asasi manusia itu,
dan bukannya hak asasinya itu sendiri? Namun, dalam praktek sehari-hari, kita memang
sudah  salah  kaprah.  Kita  sudah  terbiasa  menggunakan  istilah  penegakan  ‘hak  asasi
manusia’. Masalahnya, kesadaran umum mengenai hak-hak asasi manusia dan kesadaran
untuk  menghormati  hak-hak  asasi  orang  lain  di  kalangan  masyarakat  kitapun  memang
belum berkembang secara sehat.

2.2  Aparatur Penegak Hukum

            Aparatur  penegak  hukum  mencakup  pengertian  mengenai  institusi  penegak


hukum  dan  aparat  (orangnya)  penegak  hukum.  Dalam  arti  sempit,  aparatur  penegak
hukum  yang  terlibat  dalam  proses  tegaknya  hukum  itu,  dimulai  dari  saksi,  polisi,
penasehat  hukum,  jaksa,  hakim,  dan  petugas  sipir  pemasyarakatan.  Setiap  aparat  dan
aparatur  terkait  mencakup  pula  pihak-pihak  yang  bersangkutan  dengan  tugas  atau
perannya  yaitu  terkait  dengan  kegiatan  pelaporan  atau  pengaduan,  penyelidikan,
penyidikan, penuntutan, pembuktian, penjatuhan vonis dan pemberian sanksi, serta upaya
pemasyarakatan kembali (resosialisasi) terpidana.

            Dalam  proses  bekerjanya  aparatur  penegak  hukum  itu,  terdapat  tiga  elemen
penting  yang  mempengaruhi,  yaitu:  (i)  institusi  penegak  hukum  beserta  berbagai
perangkat  sarana  dan  prasarana  pendukung  dan  mekanisme  kerja  kelembagaannya;  (ii)
budaya kerja yang terkait dengan aparatnya, termasuk mengenai kesejahteraan aparatnya,
dan  (iii)  perangkat  peraturan  yang  mendukung  baik  kinerja  kelembagaannya  maupun
yang  mengatur  materi  hukum  yang  dijadikan  standar  kerja,  baik  hukum  materielnya
maupun  hukum  acaranya.  Upaya  penegakan  hukum  secara  sistemik  haruslah
memperhatikan ketiga aspek itu secara simultan, sehingga proses penegakan hukum dan
keadilan itu sendiri secara internal dapat diwujudkan secara nyata.

            Namun, selain ketiga faktor di atas, keluhan berkenaan dengan kinerja penegakan
hukum  di  negara  kita  selama  ini,  sebenarnya  juga  memerlukan  analisis  yang  lebih
menyeluruh  lagi.  Upaya  penegakan  hukum  hanya  satu  elemen  saja  dari  keseluruhan
persoalan  kita  sebagai  Negara  Hukum  yang  mencita-citakan  upaya  menegakkan  dan
mewujudkan  keadilan sosial bagi seluruh rakyat  Indonesia. Hukum  tidak  mungkin  akan
tegak,  jika  hukum  itu  sendiri  tidak  atau  belum  mencerminkan  perasaan  atau  nilai-nilai
keadilan  yang  hidup  dalam  masyarakatnya.  Hukum  tidak  mungkin  menjamin  keadilan
jika materinya sebagian besar merupakan warisan masa lalu yang tidak sesuai lagi dengan
tuntutan zaman. Artinya, persoalan yang kita hadapi bukan saja berkenaan dengan upaya
penegakan  hukum  tetapi  juga  pembaruan  hukum  atau  pembuatan  hukum  baru.  Karena
itu,  ada empat  fungsi  penting  yang  memerlukan perhatian  yang  seksama,  yang  yaitu  (i)
pembuatan  hukum  (‘the  legislation of  law’  atau  ‘law  and  rule  making’),  (ii)  sosialisasi,
penyebarluasan dan bahkan pembudayaan hukum (socialization and promulgation of law,
dan (iii) penegakan hukum (the enforcement of law). 

Ketiganya membutuhkan dukungan (iv) adminstrasi hukum (the administration of


law)  yang efektif  dan  efisien  yang  dijalankan  oleh  pemerintahan  (eksekutif)  yang
bertanggungjawab  (accountable).  Karena  itu,  pengembangan  administrasi  hukum  dan
sistem  hukum  dapat  disebut  sebagai  agenda  penting  yang  keempat  sebagai  tambahan
terhadap  ketiga  agenda  tersebut di  atas.  Dalam  arti  luas,  ‘the administration  of  law’  itu
mencakup pengertian pelaksanaan hukum (rules executing) dan tata administrasi hukum
itu  sendiri  dalam  pengertian  yang  sempit.  Misalnya  dapat  dipersoalkan  sejauhmana
sistem  dokumentasi  dan  publikasi  berbagai  produk  hukum  yang  ada  selama  ini  telah
dikembangkan dalam rangka pendokumentasian peraturan-peraturan (regels), keputusan-
keputusan  administrasi  negara  (beschikkings),  ataupun  penetapan  dan  putusan  (vonis)
hakim di  seluruh  jajaran dan  lapisan  pemerintahan  dari  pusat  sampai  ke  daerah-daerah.
Jika  sistem  administrasinya  tidak  jelas,  bagaimana  mungkin  akses  masyarakat  luas
terhadap  aneka  bentuk  produk  hukum  tersebut  dapat  terbuka?  Jika  akses  tidak  ada,
bagaimana  mungkin  mengharapkan  masyarakat  dapat  taat  pada  aturan  yang  tidak
diketahuinya?  Meskipun  ada  teori  ‘fiktie’  yang  diakui  sebagai  doktrin  hukum  yang
bersifat  universal,  hukum  juga  perlu  difungsikan  sebagai  sarana  pendidikan  dan
pembaruan  masyarakat  (social  reform),  dan  karena  itu  ketidaktahuan  masyarakat  akan
hukum  tidak  boleh  dibiarkan  tanpa  usaha  sosialisasi  dan  pembudayaan  hukum  secara
sistematis dan bersengaja.

2.3  Faktor yang mempengaruhi Penegakan Hukum


Menurut Soerjono Soekanto, dalam bukunya faktor-faktor yang mempengaruhi
penegakan hukum (2002:5) menyebutkan bahwa masalah pokok dari penegakan hukum
sebenarnya terletak pada faktor-faktor yang mungkin mempengaruhinya, yaitu :
a.    Faktor hukumnya sendiri yaitu berupa undang-undang
b.    Faktor penegak hukum, yakni pihak-pihak yang membentuk maupun yang menerapkan
hukum.

c.    Faktor sarana atau fasilitas yang mendukung penegakan hukum.

d.    Faktor masyarakat, yakni lingkungan di mana hukum tersebut berlaku atau diterapkan.

e.    Faktor kebudayaan, yakni sebagai hasil karya, cipta dan rasa yang didasarkan pada karsa
manusia di dalam pergaulan hidup.

Kemudian Al. Wisnubroto dalam bukunya yang berjudul Hakim dan peradilan di
Indonesia (1997:88-90) memuat beberapa faktor internal yang mempengaruhi hakim dalam
mengambil keputusan. Adapun beberapa faktor yang mempengaruhi hakim dalam
mempertimbangkan suatu keputusan adalah :
1.    Faktor Subjektif
a.    Sikap prilaku apriori
Sering kali hakim dalam mengadili suatu perkara sejak awal dihinggapi suatu
prasangka atau dugaan bahwa terdakwa atau tergugat bersalah, sehingga harus dihukum atau
dinyatakan sebagai pihak yang kalah. Sikap ini jelas bertentangan dengan asas yang
dijunjung tinggi dalam peradilan modern, yakni asas praduga tak bersalah (presumtion of
innocence), terutama dalam perkara pidana. Sikap yang bersifat memihak salah satu pihak
(biasanya adalah penuntut umum atau penggugat) dan tidak adil ini bisa saja terjadi karena
hakim terjebak oleh rutinitas penanganan perkara yang menumpuk dan target penyelesaian
yang tidak seimbang.

b.    Sikap perilaku emosional


Perilaku hakim yang mudah tersinggung, pendendam dan pemarah akan berbeda
dengan prilaku hakim yang penuh pengertian, sabar dan teliti dalam menangani suatu
perkara. Hal ini jelas sangat berpengaruh pada hasil putusannya.
c.    Sikap Arrogence power
Hakim yang memiliki sikap arogan, merasa dirinya berkuasa dan pintar melebihi
orang lain seperti jaksa, penasihat hukum apalagi terdakwa atau pihak-pihak yang
bersengketa lainnya, sering kali mempengaruhi Keputusannya.

d.    Moral
Faktor ini merupakan landasan yang sangat vital bagi insan penegak keadilan,
terutama hakim. Faktor ini berfungsi membentengi tindakan hakim terhadap cobaan-cobaan
yang mengarah pada penyimpangan, penyelewengan dan sikap tidak adil lainnya.

2.    Faktor Objektif
a.    Latar belakang sosial budaya
Latar belakang sosial hakim mempengaruhi sikap perilaku hakim. Dalam beberapa
kajian sosiologis menunjukkan bahwa, hakim yang berasal dari status sosial tinggi berbeda
cara memandang suatu permasalahan yang ada dalam masyarakat dengan hakim yang berasal
dari lingkungan status sosial menengah atau rendah.

b.    Profesionalisme
Profesionalisme yang meliputi knowledge (pengetahuan, wawasan)
danskills (keahlian, keterampilan) yang ditunjang dengan ketekunan dan ketelitian merupakan
faktor yang mempengaruhi cara hakim mengambil keputusan masalah profesionalisme ini
juga sering dikaitkan dengan kode etik di lingkungan peradilan. Oleh sebab itu hakim yang
menangani suatu perkara dengan berpegang teguh pada etika profesi tentu akan menghasilkan
putusan yang lebih dapat dipertanggungjawabkan.

2.4 Permasalahan Penegakan Huukum di Indonesia

Indonesia tengah mengalami krisis kepatuhan hukum karena hukum telah kehilangan
substansinya. Permasalahan hukum di Indonesia yang saat ini sedang terjadi disebabkan oleh
beberapa hal yaitu sistem peradilannya, perangkat hukumny, inkonsistensi penegakan hukum,
intervensi kekuasaan maupun perlindungan hukum. Diantara banyaknya permasalahan
tersebut adalah adanya inkonsistensi penegakan hukum yang dilaksanakan oleh aparat baik
polisi, jaksa, hakim maupun pemerintah (eksekutif) yang ada dalam wilayah peradilan yang
bersangkutan. Inkonsistensi penegakan hukum kadang melibatkan masyarakat itu sendiri dan
dalam media elektronik maupun media cetak. Inkonsistensi penegakan hukum ini secara tidak
disadari telah berlangsung dari hari ke hari. Contoh kecil dari Inkonsistensi penegakan
hukum yang terjadi pada saat berkendaraan dijalan raya dikota besar seperti di Jakarta yang
memberlakukan aturan "three-in-one". Aturan ini tidak akan berlaku bagi TNI dan Polri.
Bahkan polisi yang bertugas membiarkan begitu saja mobil dinas TNI  atau Polri yang
melintas meski mobil tersebut berpenumpang kurang dari tiga orang atau bahkan terkadang
polisi yang bertugas memberikan penghormatan apabila penumpangnya berpangkat lebih
tinggi. Secara tidak disadari hal tersebut merupakan diskriminasi terhadap masyarakat awam
tapi sayangnya banyak masyarakat yang tidak  menyadari hal tersebut.
Ketimpangan dan putusan hukum yang tidak menyentuh rasa keadilan masyarakat
tetap dirasakan dari hari ke hari. Berikut ini beberapa kasus inkonsistensi penegakan hukum
di Indonesia yang dikelompokan berdasarlan beberapa alasan yang banyak ditemui oleh
masyarakat awam baik melalui pengalaman pencari keadilan itu sendiri maupun peristiwa
lain yang bisa diikuti melalui media cetak dan media elektronik.
a.      Tingkat kekayaan seseorang.
Tingkat kekayaan seseorang dapat memperingan masa tahan seseorang yang melakukan
pelanggaran. Pelaku pelanggaran bisa menyewa pengacara mahal yang bisa mementahkan
dakwaan kejaksaan untuk memperingan masa tahanannya atau jika perlu pelaku dapat
membayar hakim atau jaksa agar memperingan masa tahanannya. Sebaliknya dengan pelaku
pelanggaran yang tidak memiliki uang yang banyak maka pelaku hanya bisa membayar
pengacara semampunya atau tidak sedikit pula yang mereka hanya pasrah menerima putusan
hakim. Padahal jika dibandingkan kasus pelanggarannya tidak merugikan pemerintah
milyaran rupiah. Inilah yang terjadi di Indonesia saat ini. Hukum bisa dibeli dengan uang.

b.       Tingkat Jabatan Seseorang


Mari kita simak kasus berikut ini. Kasus Ancolgate berkaitan dengan studi banding keluar
negri yang diikuti oleh sekitar 40 orang anggota DPRD DKI Komisi D. Dalam studi banding
tersebut anggota  DPRD yang berangkat memanfaatkan dua sumber keuangan yaitu SPJ
anggaran yang diperoleh dari anggaran DPRD DKI sekitar 5,2 M dan uang saku dari PT.
Pembangunan Jaya Ancol sekitar 2,1 M. Dalam kasus ini 9 orang staf Bapedal DKI Bambang
Sungkono dan Kepala Dinas Tata Kota DKI Ahmadin Ahmad tidak dikenai tindakan apapun.
Penyelesaian masalah ini dilakukan setelah media cetak dan media elektronik menemukan
ketidaksesuaian dalam masalah pendanaan studi banding tersebut. Penyelesaian secara
administratif ini seakan dilakukan agar dapat mencegah tindakan hukum yang mungkin bisa
dilakukan. Rasa ketidakadilan masyarakat terurik ketika sanksi ini hanya dikenalan pada
pegawai rendahan. Pihak kejaksaan pun terkesan mengulur-ulur janji untuk mengusut kasus
ini sampai ke pejabat tinggi DKI yaitu Gubernur Sutiyoso (saat itu) yang sebagai komisaris
PT. Pembangunan Jaya Ancol ikut bertanggungjawab.

Dari kasus diatas terlihat sekali bahwa seseorang yang memiliki jabatan tinggi mendapat
keringanan hukuman dibanding pegawai rendahannya. Entah apa penyebabnya sampai hal ini
terjadi. Secara tidak langsung hal ini bisa disebut sebagai ketidakadilan hukum dimana karna
jabatan seseorang yang tinggi hukuman yang didapat ketika melakukan pelanggaran
hukumannya pun lebih ringan dibandingkan seseorang yang jabatannya rendah walaupun
pada kasus yang sama.
c.        Nepotisme
Terdakwa Letda (Inf) Agus Isrok anak mantan Kepala Staf Angkatan Darat (KASAD),
Jendral (TNI) Subagyo H.S. diperingan hukumannya oldh mahkamah militer dari empat
tahum penjara menjadi dua tahun penjara. Disamping itu, terdakwa juga dikembalikan ke
kesatuannya selama dua minggu sambil menunggu dan berpikir terhadap vonis mahkamah
militer tinggi. Putusan ini terasa tidk adil dibandingkan dengan vonis-vonis kasus narkoba
lainnya yang terjadi di Indonesia yang didasarkan atas pelaksanaan UU Psikotropika.
Disamping itu, proses pengadilan ini juga memperlihatkan eksklusivitas hukum militer yang
diterapkan pada kasus narkoba. Jelas sekaki kasus ini mengesankan adanya diskriminasi
hukum bagi keluarga bekas pejabat.
d.     Tekanan Internasional
Kasus Atambua, Nusa Tenggara Timur xang terjadi 6 September 2000 yang menewaskan tiga
orang staf NHCR mendapat perhatian Internasional dengan cepat. Tekanan Internasional ini
mengakibatjan pemerintah Indonesia bertindak dengan melucuti pesenjataan milisi Timor
Timor dan mengadiji beberapa bekas anggota milisi Timor Leste yang dianggap
bertanggungjawab. Apabila dibandingkan dengan kasus-kasus kekerasan yamg terjadi di
bagian lain di Indonesia seperti Ambon, Aceh, Samlar, Sampit, kasus Atambua termasuk
kasus yang memgalami penyelesaian secara cepat dan tanggap dari aparat. Dalam enam bulan
sejak kasus ini terjadi, kekerasan berhasil diatasi, milisi berhasil dilucuti dan situasi kembali
aman dan normal. Meskipun kasus lainnya juga mendapat perhatian dari Internasional,
namun tekanan yang diberikn pada kasus ini lebih menekan pemerintah Indonesia untuk
dapat diselesaikan secepatnya. Jadi dapat disimpulkan bahwa derajat tekanan Internasional
menentukan kecepatan aparat melakukan penegakan hukum dalam mengatasi kasus
kekerasan.  
Dari beberapa kasus tadi, dapat menimbulkan masalah yang paling dirasakan oleh
masyarakat dan membawa dampak yang sangat buruk bagi kehidupan bermasyarakat.
Persepsi masyarakat menjadi buruk terhadap penegakan hukum. Hal ini membuat masyarakat
tidak mempercayai huktm sebagai sarana penyelesaian konflik dan cenderung menyelesaikan
permasalahannya diluar jalur hukum. Pemanfaatan inkonsistensi penegakan hukum oleh
sekelompok orang demi kepentingannya sendiri, selaku berakibat merugikan pihak yang
tidak mempunyai kemampuan yang setara. Akibatnya rasa ketidakadilan dan ketidakpuasan
tumbuh subur di masyarakat Indonesia. Penegakan hukum di Indonesia harus terus
diupayakan dengan mulai memperbaiki kinerja dan moral aparat baik polisi, jaksa, hakim
maupun pemerintah (eksekutif) yang ada dalam wilayah peradilan bersangkutan. Tanpa
adanya perbaikan tersebut segala bentuk KKN akan terus berpengaruh dalam proses
penegakan hukum  di Indonesia. Selain itu materi hukum sendiri juga harus terus menerus
diperbaiki, peran DPR sebagai lembaga legislatif untuk lebih aktif dalam memperbaiki dan
menciptakan perundang-undangan yang lebih sesuai dengan perkembangan zaman dan lebih
tegas lagi. Peningkatan kesadaran hukum masyarakat juga menjadi faktor kunci dalam
penegakan hukum secara konsisten.

Jadi, keterpurukan penegakan hukum di Indonesia terletak pada faktor integritas aparat
penegak  hukum,  aturan  hukum  yang  tidak  responsif,  serta  tidak  diaplikasikannya  nilai-
nilai  Pancasila  khususnya  nilai  kemanusiaan,  nilai  musyawarah  untuk  mufakat  dan 
nilai
keadilan  dalam  penegakan  hukum  oleh  aparat  penegak  hukum,  sehingga  menimbulkan
ketidakpercayaan  masyarakat  terhadap  penegakan  hukum  yang  ada  di  Indonesia.  Hasil
penelitian,  menunjukkan  tingkat  kepercayaan  masyarakat  terhadap  penegakan  hukum
sangat  dipengaruhi  oleh  keadaan  atau  situasional  suatu  daerah,  apabila  disuatu  daerah
penegakan  hukumnya  baik,  maka  tingkat  kepercayaan  masyarakat  juga  baik  di  daerah
tersebut,  namun  apabila  penegakan  hukumnya  kurang  baik,  maka  tingkat  kepercayaan
masyarakat terhadap penegakan hukum di daerah tersebut menjadi kurang baik. 
Dalam  rangka  pembentukan  hukum  nasional,  perlu  dibentuk  konsepsi  sistem
hukum  Indonesia,  yang  penulis  sebut  dengan  Indonesia  Juripridence  maka  nilai-nilai
Pancasila  harus  diserap dalam  pembentukan  hukum,  sehingga  dibutuhkan  standar 
hukum
yang  bersifat  united  legal  frame  work  dan united  legal opinion  (Kesatuan  pandangan) 
di
antara aparat penegak  hukum sehingga perlu dibentuk  Undang-Undang sinergitas terpadu
dalam  pelaksanaan  tugas  penegakan  hukum.  Untuk  mengembalikan  kepercayaan
masyarakat, maka dibutuhkan aparat penegak hukum yang memiliki integritas baik, aturan
hukum  yang  responsif  yang  sejalan  dengan  nilai-nilai  Pancasila  dan  selanjutnya
diimplementasikan ke dalam pelaksanaan tugas sehari-hari oleh aparat penegak hukum. 

2.5  PEMBERDAYAAN MASYARAKAT DAN PENEGAKAN HUKUM

Suatu hukum hanya dapat dilaksanakan dan diterapkan dengan baik apabila dalam
Masyarakat terdapat suatu struktur yang memungkinkan bagi setiap anggota masyarakat
untuk mewujudkan cita-cita hukum tersebut. Oleh karena itu jika kita mengharapkan perilaku
hukum masyarakat yang  baik, maka kita harus menciptakan struktur sosial masyarakat yang
baik pula. Selama  struktur sosial  masyarakat  tidak  terkandung  kearah  susunan 
masyarakat yang baik maka selama itu pula perilaku hukum masyarakat sulit untuk mengarah
kepada perilaku hukum yang baik.
Selanjutnya, harus pula dipahami bahwa kesadaran hukum yang menyangkut perilaku
manusia, tidak dapat dilepaskan dari sikap batin. Oleh karena itu kesadaran hukum yang
dimaksudkan haruslah memiliki keterkaitan pula dengan sikap batin pelakunya. Dengan kata
lain, harus terdapat kaitan yang erat antara sikap batin dan tindakan yang dilakukan oleh
seseorang.

Berdasarkan uraian-uraian yang telah kami kemukakan pada bahagian terdahulu, maka
pada bahagian ini dapat kami simpulkan hal-hal sebagai berikut: 1) Bahwa pemberdayaan
masyarakat dalam proses penegakan hukum meliputi peningkatan, pengetahuan masyarakat
terhadap kaedah hukum itu sendiri termasuk pengetahuan dan  pemahamannya  terhadap  isi
kaedah  hukum itu, ketaatan dan kepatuhan masyarakat terhadap kaedah hukum itu dan pola
perilaku hukum masyarakat itu sendiri; 2) Bahwa pemahaman hukum masyarakat
dipengaruhi
oleh struktur sosial tempat di mana hukum itu berlaku, karenanya untuk mencapai
terpeliharanya tertib hukum melalui kesadaran hukum masyarakat, maka perlu pula dibenahi
struktur masyarakat yang bersangkutan, seperti struktur ekonomi, politik, pendidikan,
pertahanan keamanan dan lain sebagainya yang terdapat dalam sistem sosial; 3) Bahwa
pemberdayaan masyarakat untuk memelihara tertib hukum, tidak hanya dipengaruhi oleh
faktor juridis semata, tetapi juga dipengaruhi oleh faktor non juridis seperti sikap penegak
hukum, sarana dan prasarana, budaya hukum dan masyarakat sebagai pemegang peran; 4)
Bahwa perlu kiranya untuk menumbuhkan kesadaran hukum masyarakat agar tertib hukum
terpelihara dengan baik disusun suatu kaedah hukum yang sesuai dengan aspirasi masyarakat
Indonesia, sesuai dengan asas-asas hukum Indonesia dengan kata lain perlu diperhatikan segi
substansialnya, bukan segi formalnya seperti yang berkembang selama ini
http://yenisaputri080893.blogspot.com/2013/08/makalah-penegakan-hukum.html

Makalah Problematika Penegakan Hukum di Indonesia

Diposkan oleh Moch Yusuf Wicaksono on Tuesday, 17 December 2013


Label: article
MAKALAH
Problematika Penegakan Hukum di Indonesia
Disusun Guna Melengkapi Tugas Mata Kuliah
Pendidikan Kewarganegaraan
Dosen Pengampu : Budi Mulyono, M.Pd
Disusun Oleh :
Moch. Yusuf Wicaksono                        12804244009

PENDIDIKAN EKONOMI
FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA
2013

KATA PENGANTAR
 
Puji dan syukur marilah kita panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas
berkat dan rahmat-Nya maka tersusunlah makalah ini. Makalah ini disusun guna melengkapi
tugas mata kuliah Pendidikan Kewarganegaraan. Tidak lupa saya juga mengucapkan
terimakasih yang sebesar-besarnya bagi pihak-pihak yang mendukung tersusunnya makalah
ini, yaitu :

1.      Bapak Budi Mulyono, M.Pd selaku dosen pengampu mata kuliah Pedidikan
Kewarganegaraan
2.      Orang tua yang selalu mendukung dan memberi fasilitas kepada saya.

Saya  menyadari bahwa makalah ini masih sangat jauh dari sempurna, oleh karena itu
saya sangat mengharapkan dan berterimakasih apabila anda memberikan kritik dan saran atas
makalah ini, sehingga hal tersebut dapat memotivasi saya agar dapat berkarya dengan lebih
baik lagi.

Yogyakarta, 25 November 2013


                                                                                   

Penulis

DAFTAR ISI
1.      Kata Pengantar………………………………………………………………… i
2.      Daftar isi……………………………………………………………………….  ii
3.      BAB I Pendahuluan……………………………………………………...……. 1
A.    Latar belakang…………………………………………………………  1
B.     Rumusan masalah……………………………………………………… 2
C.     Tujuan ……………………………………………………………........  2
D.    Manfaat.................................................................................................... 2
4.      BAB II Pembahasan …………………………………………...……………....             4
A.    Kebijakan Penegak Hukum …………………………………….…….... 4
B.     Problematika Penegak Hukum di Indonesia …………….....................   5
C.     Dampak dalam Penegakan Hukum di Indonesia …………………........ 14
D.    Ketidakpuasan  Terhadap Penegakan Hukum di Indonesia....………….16
E.     Pemecahan Problematika Penegak Hukum di Indonesia...................….  16
5.      BAB III Penutupan.……………………………………………………...........  19
6.      Daftar Pustaka ………………………………………………………………… 21
BAB I
PENDAHULUAN

A.      LATAR BELAKANG


Saat ini tidak mudah untuk memaparkan kondisi hukum di Indonesia tanpa adanya
keprihatinan yang mendalam mendengar ratapan masyarakat yang terluka oleh hukum, dan
kemarahan masyarakat pada mereka yang memanfaatkan hukum untuk mencapai tujuan
mereka tanpa menggunakan hati nurani. Dunia hukum di Indonesia tengah mendapat sorotan
yang amat tajam dari seluruh lapisan masyarakat, baik dari dalam negeri maupun luar negeri.
Dari sekian banyak bidang hukum, dapat dikatakan bahwa hukum pidana menempati
peringkat pertama yang bukan saja mendapat sorotan tetapi juga celaan yang luar biasa
dibandingkan dengan bidang hukum lainnya. Bidang hukum pidana merupakan bidang
hukum yang paling mudah untuk dijadikan indikator apakah reformasi hukum yang
dijalankan di Indonesia sudah berjalan dengan baik atau belum. Hukum pidana bukan hanya
berbicara tentang putusan pengadilan atas penanganan perkara pidana, tetapi juga meliputi
semua proses dan sistem peradilan pidana. Proses peradilan berawal dari penyelidikan yang
dilakukan pihak kepolisian dan berpuncak pada penjatuhan pidana dan selanjutnya diakhiri
dengan pelaksanaan hukuman itu sendiri oleh lembaga pemasyarakatan. Semua proses pidana
itulah yang saat ini banyak mendapat sorotan dari masyarakat karena kinerjanya, atau
perilaku aparatnya yang jauh dari kebaikan.
Hukum di Indonesia yang bisa kita lihat saat ini bisa dikatakan sebagai hukum yang
carut marut, mengapa? Karena dengan adanya pemberitaan mengenai tindak pidana di
televisi, surat kabar, dan media elektronik lainnya kita dapat mengambil kesimpulan bahwa
hukum di Indonesia carut marut. Banyak sekali kejadian yang menggambarkannya, mulai
dari tindak pidana yang diberikan oleh maling sandal hingga maling uang rakyat. Sebenarnya
permasalahan hukum di Indonesia dapat disebabkan oleh beberapa hal diantaranya yaitu
sistem peradilannya, perangkat hukumnya, inkonsistensi penegakan hukum, intervensi
kekuasaan, maupun perlindungan hukum.  
Hukum Negara ialah aturan bagi negara itu sendiri, bagaimana suatu negara
menciptakan keadaan yang relevan, keadaan yang menentramkan kehidupan sosial
masyarakatnya, menghindarkan dari segala bentuk tindak pidana maupun perdata. Namun
tidak di Indonesia dalam beberapa tahun terakhir ini, pemberitaan di media masa sungguh
tragis. Bahkan dari Hasil survei terbaru dari Lembaga Survei Indonesia (LSI) menyebutkan
bahwa 56,0 persen publik menyatakan tidak puas dengan penegakan hukum di Indonesia,
hanya 29,8 persen menyatakan puas, sedangkan sisanya 14,2 persen tidak menjawab. Sebuah
fenomena yang menggambarkan betapa rendahnya wibawa hukum di mata publik.
Dengan landasan pemikiran ini, penulis akan mencoba memaparkan mengenai
kebijakan, problematika, dampak dan pemecahan penegakan hukum di Indonesia. Selain itu
penulis juga akan memaparkan ketidakpuasan masyarakat terhadap penegakan hukum di
Indonesia.

B.       RUMUSAN MASALAH


Adapun rumusan masalah dalam perkara ini adalah sebagai berikut.
1.      Definisi kebijakan penegak hukum.
2.      Problematika penegakan hukum di Indonesia.
3.      Dampak yang timbul dari penegakan hukum di Indonesia.
4.      Ketidakpuasan masyarakat terhadap penerapannya.
5.      Solusi dan cara menghadapai permasalahan dalam penegakan hukum di Indonesia.

C.      TUJUAN
Tujuan dalam pembahasan ini adalah interpretasi terhadap rumusan permasalahan ini, yaitu.
1.      Untuk mengetahui definisi kebijakan penegak hukum.
2.      Untuk mengetahui problematika penegakan hukum di Indonesia.
3.      Untuk mengetahui dampak yang timbul dari penegakan hukum di Indonesia.
4.      Untuk mengetahui ketidakpuasan masyarakat terhadap penerapannya.
5.      Untuk mengetahui solusi dan cara menghadapai permasalahan dalam penegakan hukum di
Indonesia.

D.      MANFAAT
Adapun manfaat yang diharapkan dalam pembahasan ini adalah sebagai berikut.
1.      Dapat mengetahui dasar-dasar dalam pembentukan hukum Negara Indonesia.
2.      Dapat mengetahui problematika penegakan hukum yang berlaku di Indonesia.
3.      Dapat mengetahui dampak dalam penegakan hukum di Indonesia.
4.      Dapat mengetahui kenapa masyarakat tidak puas dengan penegakan hukum di Indonesia.
5.      Dapat mengetahui dan menilai bagaimana solusi dalam pemecahan permasalahan hukum di
Indonesia.
6.      Khusus bagi pemerintahan, memberikan gambaran mengenai sistem penegakan hukum yang
berlaku dalam masyarakat, serta diharapkan dapat menilai, menelaah dan membuat suatu
keputusan dalam pemecahan masalah penegakan hukum tersebut.
BAB II
PEMBAHASAAN

A.      Kebijakan Penegak Hukum

Kebijakan adalah kepandaian, kemahiran, kebijaksanaan; rangkaian konsep dan asas


yang menjadi garis besar dan dasar rencana dalam pelaksanaan suatu pekerjaan,
kepemimpinan, dan cara bertindak pemerintah; pernyataan cita-cita, tujuan, prinsip, atau
maksud sebagai garis pedoman untuk manajemen dalam usaha mencapai sasaran dari haluan-
haluan pemerintah mengenai moneter perlu dibahas oleh DPR (Kamus Besar Bahasa
Indonesia Edisi III, 2005: 149).
Sedangkan penegakan adalah proses, cara, perbuatan, menegakkan. (Kamus Besar
Bahasa Indonesia Edisi III, 2005: 1155). Selain itu hukum memiliki beberapa pengertian atau
definisi dari hukum, antara lain:
Hukum adalah:
1.      Peraturan atau adat yang secara resmi dianggap mengikat, yang dikukuhkan oleh penguasa
atau pemerintah;
2.      Undang-undang, peraturan, dsb untuk mengatur pergaulan hidup masyarakat;
3.      Patokan (kaidah,ketentuan) mengenai peristiwa (alam, dsb) yang tertentu;
4.      Keputusan (pertimbangan) yang diterapkan oleh hakim (di pengadilan); vonis. (Kamus Besar
Bahasa Indonesia Edisi III, 2005: 410)
Hukum adalah keseluruhan peraturan-peraturan atau kaedah-kaedah dalam suatu
kehidupan bersama: keseluruhan peraturan tentang tingkah laku yang erlaku dalam suatu
kehidupan bersama, yang dapat dipaksakan pelaksanaannya dengan suatu sanksi (Sudikno,
1999: 40).
Jadi, kebijakan penegakan hukum adalah usaha-usaha yang diambil oleh pemerintah
atau suatu otoritas untuk menjamin tercapainya rasa keadilan dan ketertiban dalam
masyarakat dengan menggunakan beberapa perangkat atau alat kekuasaan negara baik dalam
bentuk undang-undang, sampai pada para penegak hukum antara lain polisi, hakim, jaksa,
serta pengacara.
Bangsa yang beradab adalah bangsa yang menjalankan fungsi hukumnya secara
merdeka dan bermartabat. Merdeka dan bermartabat berarti dalam penegakan hukum wajib
berpihak pada keadilan, yaitu keadilan untuk semua. Sebab apabila penegakan hukum dapat
mengaplikasikan nilai keadilan, tentulah penerapan fungsi hukum tersebut dilakukan dengan
cara-cara berpikir yang filosofis.
Hukum berfungsi sebagai perlindungan kepentingan manusia. Agar kepentingan
manusia terlindungi, hukum harus dilaksanakan. Dalam penegakan hukum ada tiga unsur
yang selalu harus diperhatikan, yaitu: kepastian hukum (Rechtssicherheit), kemafaatan
(Zweckmassigkeit) dan keadilan (Gerechtigkeit) (Sudikno, 1999: 145).
Kepastian hukum merupakan perlindungan yustisiable terhadap tindakan sewenang-
wenang, yang berarti bahwa seseorang akan dapat memperoleh sesuatu yang diharapkan
dalam keadaan tertentu. Sebaliknya masyarakat mengharapkan manfaat dalam pelaksanaan
atau penegakkan hukum. Hukum adalah untuk manusia, maka pelaksanaan hukum atau
penegakan hukum harus memberi manfaat bagi masyarakat. Selain itu masyarakat sangat
berkepentingan bahwa dalam pelaksanaaan atau penegakan hukum keadilan diperhatikan.
Dalam pelaksanaan atau penegakan hukum harus adil (Sudikno, 1999: 146).
Dalam pasal 27 UUD 1945 dengan jelas tercantum:
“Segala warga negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan dan
wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya.”
Rumusan tersebut mengandung makna bahwa semua warga negara Republik
Indonesia memiliki persamaan hukum dan hak-hak yang sama di hadapan pemerintah.
Dengan demikian dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia tidak boleh ada yang
dinamakan diskriminasi terhadap warga negara. Bahkan tafsiran tersebut juga menyangkut
prinsip persamaan itu berlaku bagi siapa saja, apakah ia seorang warga negara atau bukan,
selama mereka adalah penduduk Negara Republik Indonesia (Jimly, 2011: 110).

B.       Problematika Penegakan Hukum di Indonesia

Masalah utama penegakan hukum di negara-negara berkembang khususnya Indonesia


bukanlah pada sistem hukum itu sendiri, melainkan pada kualitas manusia yang menjalankan
hukum (penegak hukum). Dengan demikian peranan manusia yang menjalankan hukum itu
(penegak hukum) menempati posisi strategis. Masalah transparansi penegak hukum berkaitan
erat dengan akuntabilitas kinerja lembaga penegak hukum. Undang-undang No. 28 tahun
1999 tentang penyelenggara negara yang bersih dan bebas dari korupsi, kolusi dan nepotisme,
telah menetapkan beberapa asas. Asas-asas tersebut mempunyai tujuan, yaitu sebagai
pedoman bagi para penyelenggara negara untuk dapat mewujudkan penyelenggara yang
mampu menjalankan fungsi dan tugasnya secara sungguh-sungguh dan penuh tanggung
jawab (Siswanto, 2005: 50).
Penegak hukum merupakan golongan panutan dalam masyarakat, yang hendaknya
mempunyai kemampuan-kemampuan tertentu, sesuai dengan aspirasi masyarakat. Mereka
harus dapat berkomunikasi dan mendapatkan pengertian dari golongan sasaran (masyarakat),
di samping mampu membawakan atau menjalankan peranan yang dapat diterima oleh
mereka. Selain itu, maka golongan panutan harus dapat memanfaatkan unsur-unsur pola
tradisional tertentu, sehingga menggairahkan partispasi dari golongan sasaran atau
masyarakat luas. Golongan panutan juga harus dapat memilih waktu dan lingkungan yang
tepat di dalam memperkenalkan norma-norma atau kaidah-kaidah hukum yang baru serta
memberikan keteladanan yang baik (Soerjono, 2002: 34).
Namun sebagaimana yang telah kita ketahui bahwa salah satu penyebab lemahnya
penegakan hukum di Indonesia adalah masih rendahnya moralitas aparat penegak hukum
(hakim, polisi, jaksa dan advokat ) serta judicial corruption yang sudah terlanjur  mendarah
daging sehingga sampai saat ini sulit sekali diberantas. Adanya judicial corruption jelas
menyulitkan penegakan hukum di Indonesia karena para penegak hukum yang seharusnya
menegakkan hukum terlibat dalam praktek korupsi, sehingga sulit diharapkan bisa ikut
menciptakan pemerintahan yang baik atau good governance. Penegakan hukum hanya bisa
dilakukan apabila lembaga-lembaga hukum (hakim, jaksa, polis dan advokat) bertindak
profesional, jujur dan menerapkan prinsip-prinsip good governance.
Beberapa permasalahan mengenai penegakan hukum, tentunya tidak dapat terlepas
dari kenyataan, bahwa berfungsinya hukum sangatlah tergantung pada hubungan yang serasi
antara hukum itu sendiri, penegak hukum, fasilitasnya dan masyarakat yang diaturnya.
Kepincangan pada salah satu unsur, tidak menutup kemungkinan akan mengakibatkan bahwa
seluruh sistem akan terkena pengaruh negatifnya (Soerjono Soekanto dan Mustafa Abdullah,
1987: 20). Misalnya, kalau hukum tertulis yang mengatur suatu bidang kehidupan tertentu
dan bidang-bidang lainnya yang berkaitan berada dalam kepincangan. Maka seluruh lapisan
masyarakat akan merasakan akibat pahitnya.
Penegak hukum yang bertugas menerapkan hukum mencakup ruang lingkup yang
sangat luas, meliputi: petugas strata atas, menengah dan bawah. Maksudnya adalah sampai
sejauhmana petugas harus memiliki suatu pedoman salah satunya peraturan tertulis yang
mencakup ruang lingkup tugasnya. Dalam penegakkan hukum, menurut Soerjono Soekanto
sebagaimana dikutip oleh Zainuddin Ali, kemungkinan penegak hukum mengahadapi hal-hal
sebagai berikut:
a)      Sampai sejauhmana petugas terikat dengan peraturan yang ada,
b)      Sampai batas-batas mana petugas berkenan memberikan kebijakan,
c)      Teladan macam apakah yang sebaiknya diberikan oleh petugas kepada masyarakat,
d)     Sampai sejauhmanakah derajat sinkronisasi penugasan yang diberikan kepada para petugas
sehingga memberikan batas-batas yang tegas pada wewenangnya (Zainuddin, 2006: 95).
Lemahnya mentalitas aparat penegak hukum mengakibatkan penegakkan hukum tidak
berjalan sebagaimana mestinya. Banyak faktor yang mempengaruhi lemahnya mentalitas
aparat penegak hukum diantaranya lemahnya pemahaman agama, ekonomi, proses
rekruitmen yang tidak transparan dan lain sebagainya. Sehingga dapat dipertegas bahwa
faktor penegak hukum memainkan peran penting dalam memfungsikan hukum. Kalau
peraturan sudah baik, tetapi kualitas penegak hukum rendah maka akan ada masalah.
Demikian juga, apabila peraturannya buruk sedangkan kualitas penegak hukum baik,
kemungkinan munculnya masalah masih terbuka.
Kondisi riil yang terjadi saat ini di Indonesia mengindikasikan adanya kegagalan
aparat-aparat penegak hukum dalam menegakan hukum. Kegagalan penegakan hukum secara
keseluruhan dapat dilihat dari kondisi ketidakmampuan (unability) dan ketidakmauan
(unwillingness) dari aparat penegak hukum itu sendiri. Ketidakmampuan penegakan hukum
diakibatkan profesionalisme aparat yang kurang, sedangkan ketidakmauan penegakan hukum
berkait masalah KKN (korupsi kolusi dan nepotisme) yang dilakukan oleh aparat hukum
sudah menjadi rahasia umum. Terlepas dari dua hal di atas lemahnya penegakan hukum di
Indonesia juga dapat kita lihat dari ketidakpuasan masyarakat karena hukum yang nota
benenya sebagai wadah untuk mencari keadilan bagi masyarakat, tetapi malah memberikan
rasa ketidakadilan.
Akhir-akhir ini banyak isu yang sedang hangat-hangat di perbincangkan salah satunya
adalah permasalahan korupsi. Kasus ini seakan sudah menjadi tradisi yang mendarah daging
di bangsa ini. Penyakit korupsi melanda seluruh lapisan masyarakat bahkan yang menjadi
perhatian saat ini adalah para aparat yang seharusnya menjadi penegak dalam kasus ini juga
ikut terkait di dalamnya. Salah satu lembaga yang menjadi perhatian adalah lembaga
peradilan.
Korupsi telah merambat dan mengotori hampir seluruh institusi penegakan hukum
kita termasuk lembaga peradilan. Misalnya saja tentang salahnya penegakan hukum di
Indonesia seperti saat seseorang mencuri sandal, ia disidang dan didenda hanya karena
mencuri sandal seorang briptu yang harganya bisa dibilang murah, sedangkan para koruptor
di Indonesia bisa dengan leluasa merajalela, menikmati hidup seakan tanpa dosa, karena
mereka memandang rendah hukum yang ada di Indonesia. Kita ambil contoh Arthalyta
Suryani, yang menempati ruang tahanan yang terbilang mewah dari tahanan yang lain karena
lengkap dengan fasilitas televisi, kulkas, AC, bahkan sampai ruang karokean. Hal ini
kemudian memperlihatkan diskriminasi di dalam pemutusan perkara oleh lembaga peradilan
kita dimana rakyat miskin yang tidak mempunyai kekuatan financial seakan hukum begitu
runcing kepadanya sedangkan para orang-orang yang berduit menganggap hukum itu bisa
dibeli bahkan saya anggap bahwa sel tahanan mereka tidak layaklah dikatakan sebagai sel
tetapi hotel sementara sedangkan rakyat miskin begitu merasakan yang namanya sel tahanan
Hukum di negara kita ini dapat diselewengkan atau disuap dengan mudahnya, dengan
inkonsistensi hukum di Indonesia. Selain lembaga peradilan, ternyata aparat kepolisianpun
tidak lepas dari penyelewengan hukum. Misalnya saat terkena tilang  polisi lalu lintas, ada
beberapa oknum polisi yang mau atau bahkan terkadang minta suap agar kasus ini tidak
diperpanjang, polisinya pun mendapatkan keuntungan materi dengan cepat namun salah
tempat. Ini merupakan contoh kongkrit di lingkungan kita.
Persamaan di hadapan hukum yang selama ini di kampanyekan oleh pemerintah
nyatanya tidak berjalan dengan efektif. Hukum yang berlaku sekarang di Indonesia seakan-
akan berpihak kepada segelintir orang saja. Supremasi hukum di Indonesia masih harus
diperbaiki untuk mendapat kepercayaan masyarakat dan dunia internasional tentunya
terhadap sistem hukum Indonesia. Masih banyak kasus-kasus ketidakadilan hukum yang
terjadi di negara kita. Keadilan harus diposisikan secara netral, artinya setiap orang memiliki
kedudukan dan perlakuan hukum yang sama tanpa kecuali. Namun, keadaan yang sebaliknya
terjadi di Indonesia. Hukum seakan tajam kebawah namun tumpul keatas. Ini terbukti dengan
banyaknya kasus yang terjadi, contohnya saja kasus nenek Minah yang divonis 1,5 bulan
penjara karena mencuri tiga buah kakao. Dari segi manapun mencuri memang tidak
dibenarkan. Namun, kita juga harus melihat dari sisi kemanusiaan. Betapa tidak adilnya
ketika rakyat kecil seperti itu betul-betul ditekan sedangkan para pejabat yang korupsi jutaan
bahkan miliaran rupiah bebas begitu saja, walaupun ada yang terjerat hukuman tapi
penjaranya bagaikan kamar hotel.
Sebenarnya apa yang terjadi dengan lembaga penegak hukum kita, sehingga justice
for all (keadilan untuk semua) berubah menjadi justice not for all (keadilan untuk tidak
semua). Hukum di negara kita ini seakan tidak memperlihatkan cerminan terhadap kesamaan
di depan hukum yang merata kepada semua lapisan masyarakat tetapi terkesan tajam
kebawah kepada rakyat miskin tetapi tumpul keatas terhadap mereka yang mempunyai uang.
Berbagai kasus terkait dengan penegakan hukum di Indonesia yang sangat memprihatinkan
menjadi cambuk atau pukulan telak serta menjadi potret buram bagi kita semua sebagai satu
kesatuan dalam bingkai Negara Kesatuan Republik Indonesia. Ini menjadi ironi tersendiri
bagi kita.
Di Indonesia sendiri hukum dibuat berlandaskan Pancasila serta UUD 1945. Dalam
penegakkan hukum di Indonesia memang terjadi beberapa masalah seperti ketidakmampuan
suatu lembaga keadilan dalam memberikan keadilan itu sendiri bagi masyarakat. Keadilan
dianggap suatu yang sulit untuk didapatkan terutama bagi masyarakat kelas bawah yang
sekiranya merupakan golongan yang tidak mampu dalam segi materi. Sekiranya kita dapat
melihat fakta yang terjadi di lapangan dengan berbagai macam kasus yang ada dan
melibatkan masyarakat kelas bawah. Beberapa kasus seperti pencurian sendal yang dilakukan
oleh seorang murid terhadap salah satu anggota kepolisian misalnya, terdapat berbagai
kejanggalan dalam kasus tersebut seperti berbedanya sandal yang dimaksud serta adanya
penganiayaan terhadap sang pelaku oleh oknum polisi tersebut. Dengan hanya mencuri
sepasang sendal jepit yang kemungkinan pula bukan anak tersebut pelakunya, malah
diberikan tuntutan hukuman 5 tahun penjara. Adilkah itu ? Masyarakat awam pun pasti
mengetahui apa yang dimaksud keadilan. Berbeda dengan kasus yang melibatkan rakyat kecil
yang seharusnya memang bisa diselesaikan dengan rasa keadilan serta kekeluargaan, para
pimpinan negara yang terhormat malah melakukan banyak korupsi dan tak terselesaikan
masalahnya.
Para penegak hukum antara lain hakim, jaksa, polisi, advokat dan penasihat hukum.
Di tangan merekalah terletak suatu beban kewajiban untuk mengimplementasikan suatu
prinsip keadilan sebagaimana yang tercantum dalam sila kedua secara optimal dan maksimal.
Namun , hal sebaliknya terjadi di Indonesia. Banyak kasus penegakan hukum yang tidak
berjalan semestinya. Banyak keganjalan yang terjadi didalam penegakan hukum itu seperti
dengan mudahnya seseorang yang mempunyai uang mendapatkan fasilitas di ruang tahanan
atau ada beberapa kasus yang sangat mengganjal keputusan yang di putuskan seperti kasus
pencurian sandal diatas.
Penegakkan hukum dari aparat kepolisian juga dinilai sangat kurang, bisa dilihat
dengan banyaknya penilangan kepada kendaraan bermotor yang berakhir dengan istilah UUD
(Ujung-Ujungnya Duit) atau biasa disebut uang sogokkan. Serta ada pula masalah tentang
kebijakkan-kebijakkan pemerintah yang dinilai kurang serta tidak didasari dengan landasan
hukum yang tepat. Seperti kebijakkan bagi pengendara motor yang diharuskan menyalakan
lampu utama pada siang hari yang dinilai kurang realistis. Karena menyalakan lampu pada
siang hari sama saja dengan pemborosan energi, sesungguhnya cahaya matahari sudah cukup
terang bagi pengguna jalan. Dan alasan karena banyaknya terjadi kecelakaan siang hari oleh
para pengguna sepeda motor tentu bukan karena lampu atau cahaya yang kurang.
Dengan adanya pemanasan global dan yang dicanangkan pemerintah tentang save
energy-pun dipertanyakan karena memang menyalakan lampu pada siang hari adalah
pemborosan energi. Beberapa Undang-undang yang seharusnya dibuat setiap tahun dengan
jumlah yang sudah ditetapkan pun molor sehingga hanya ada sedikit Undang-undang yang
sudah terealisasikan. Hal ini tentu menjadi catatan bagi pemerintah yang seharusnya hukum
itu untuk keteraturan serta tercipta kedamaian di negara kita menjadi begitu tidak dapat
diandalkan.
Selain dengan masalah-masalah tersebut tentu dengan adanya hukum yang lemah
maka ketahanan negara juga akan lemah. Bisa kita lihat dari berbagai macam kasus tentang
perbatasan negara maupun pencaplokan wilayah dan budaya yang dilakukan oleh negara
tetangga. Pemerintah Indonesia sangat lamban dalam mengambil sikap dalam hal pertahanan
dan keamanan negara, adanya kesenjangan sosial di wilayah perbatasan Indonesia serta kota-
kota lain di Indonesia serta sarana dan infrastruktur di daerah perbatasan yang sangat kurang
menjadi masalah yang harus ditanggapi serius oleh pemerintah. Masyarakat perbatasan tentu
merasa dianak tirikan oleh pemerintah karena tidak adanya peran pemerintah dalam
mengatasi hal tersebut, dan tentu hal ini menjadi senjata bagi negara lain untuk dengan
mudah mencaplok daerah perbatasan sebagai daerah negaranya karena negara tersebut
mengambil hati masyarakat dengan memberi berbagai macam kebutuhan oleh negara tersebut
berbeda dengan apa yang diberikan oleh pemerintah Indonesia.
Hal tersebut menyebabkan bahwa suatu hukum di Indonesia walaupun dibuat dengan
berlandaskan pancasila serta UUD 1945 namun dalam pelaksanaannya tidak ada jiwa
pancasila yang melekat dalam setiap penegak hukum serta pemerintah Indonesia. Dengan
melemahnya hukum di Indonesia tentu sedikit demi sedikit maka keadilan di Indonesia akan
terkikis dengan adanya sikap pemerintah yang seakan hanya mementingkan dirinya sendiri,
jabatan dan kekuasaan politik bagi diri dan partainya
Sungguh menjadi sesuatu yang ironis ketika kepercayaan masyarakat kepada
pemimpinnya menjadi berkurang, dan ketika itulah masyarakat akan menjadi merasa tersakiti
serta tak mempercayai kepemerintahan negara, karena kepercayaan adalah salah satu tiang
keadilan dan kemakmuran. Ketika hukum yang hanya memihak golongan tertentu maka
keadilan juga akan memudar dan akan meruntuhkan derajat dan martabat negara. Dengan
runtuhnya derajat negara, runtuh pula negara tersebut dan akan mudah bagi pihak-pihak yang
merasa diuntungkan dengan situasi ini yaitu adanya intervensi asing dalam masalah negara.
Karena intervensi itu sendiri sudah mulai muncul ketika banyaknya media asing yang
memberitakan tentang bobroknya negara ini. Sebagai salah satu contohnya dimana ada media
asing yang memberitakan tentang masalah jembatan yang tak layak di Indonesia. Masyarakat
terutama para siswa yang ingin bersekolah harus menantang nyawa dengan menyebrangi
sungai hanya dengan seutas tali. Dimana peran pemerintah? Hanya ada janji yang entah
kapan akan ditepati. Hukum memang salah satu cara untuk memberikan keadilan, dan hukum
seharusnya ditegakkan dengan bijaksana, tegas dan apa adanya.
Selain beberapa faktor diatas, faktor uang juga mempengaruhi penegakan hukum di
Indonesia. Beberapa kasus bisa menjadi cerminan lemahnya hukum di Indonesia ketika sudah
berbenturan dengan uang, misalnya saja kasus korupsi yang menjerat nama Gayus
Tambunan. Kasus ini memang sudah di selesaikan dipengadilan, tetapi walaupaun Gayus
telah ditempatkan di dalam penjara, nyatanya dia masih bebas untuk berwisata ke  Bali
bahkan sampai keluar negeri yaitu Makau. Ini karena lemahnya iman para petugas yang
seharusnya menegakkan keadilan hukum setegak-tegaknya kalau sudah dihadapkan dengan
uang. Mereka tentunya mengabulkan permintaan Gayus tersebut tidak dengan cuma-cuma,
tetapi ada imbalan yang diberikan kepada para petugas tersebut. Beberapa kasus yang
diungkapkan sebelumnya seperti kasus Artalita, ini semua tidak lepas dari lemahnya iman
aparat yang bertugas menegakkan hukum ketika sudah di hadapkan dengan uang. Apakah ini
yang di namakan “uang berbicara”? Dan apakan hukum di negeri ini semudah itu menjadi
lunak?. Kalau sudah seperti itu Anda pun dapat menilainya sendiri sebenarnya apa yang telah
melanda hukum di negeri tercinta kita ini, sehingga jangan heran kalau ada istilah yang
kemudian muncul di masyarakat kita tentang penegakkan hukum di Indonesia yaitu KUHP
(Kasih Uang Habis Perkara). Ini adalah cerminan bahwa rakyat Indonesia sudah mulai hilang
kepercayaan dengan penegakan hukum yang ada di Indonesia.
Penegakan hukum yang carut-marut, kacau, dan mengesampingkan keadilan tersebut
bisa saja diminimalisir kalau seandainya hukum dikembalikan kepada fungsi aslinya, yaitu
untuk untuk menciptakan keadilan, ketertiban serta kenyamanan. Selain itu sebagaimana
menurut Soerjono Soekanto, hukum dapat berfungsi dengan baik diperlukan keserasian dan
hubungan antara empat faktor, yakni:
1.      Hukum dan peraturan itu sendiri.
Kemungkinannya adalah bahwa terjadi ketidak cocokan dalam peraturan perundang-
undangan mengenai bidang-bidang kehidupan tertentu. Kemungkinan lainnya adalah
ketidakcocokan antara peraturan perundang-undangan dengan hukum tidak tertulis atau
hukum kebiasaan. Kadangkala ketidakserasian antara hukum tertulis dengan hukum
kebiasaan, dan seterusnya.
2.      Mentalitas Petugas yang menegakkan hukum.
Penegak hukum antara lain mencakup hakim, polisi, jaksa, pembela, petugas
pemasyarakatan, dan seterusnya. Apabila peraturan perundang-undangan sudah baik, akan
tetapi jika mental penegak hukum kurang baik, maka akan terjadi pada sistem penegakkan
hukum.
3.      Fasilitas yang diharapkan untuk mendukung pelaksanaan hukum.
Kalau peraturan perundang-undangan sudah baik dan juga mentalitas penegaknya
baik, akan tetapi fasilitas kurang memadai, maka penegakkan hukum tidak akan berjalan
dengan semestinya.
4.      Kesadaran dan kepatuhan hukum dari para warga masyarakat.
Namun dipihak lain perlu juga disadari bahwa penegakan hukum bukan tujuan akhir
dari proses hukum karena keadilan belum tentu tercapai dengan penegakan hukum, padahal
tujuan akhirnya adalah keadilan. Pernyataan di atas merupakan isyarat bahwa keadilan yang
hidup di masyarakat tidak mungkin seragam. Hal ini disebabkan keadilan merupakan proses
yang bergerak di antara dua kutub citra keadilan. Naminem Laedere semata bukanlah
keadilan, demikian pula Suum Cuique Tribuere yang berdiri sendiri tidak dapat dikatakan
keadilan. Keadilan bergerak di antara dua kutub tersebut. Pada suatu ketika keadilan lebih
dekat pada satu kutub, dan pada saat yang lain, keadilan lebih condong pada kutub lainnya.
Keadilan yang mendekati kutub Naminem Laedere adalah pada saat manusia berhadapan
dengan bidang-bidang kehidupan yang bersifat netral. Akan tetapi jika yang dipersoalkan
adalah bidang kehidupan spiritual atau sensitif, maka yang disebut adil berada lebih dekat
dengan kutub Suum Cuique Tribuere. Pengertian tersebut mengisyaratkan bahwa hanya
melalui suatu tata hukum yang adil orang dapat hidup dengan damai menuju suatu
kesejahteraan jasmani maupun rohani (Abdul Ghofur, 2006: 55-56).
Penegakan hukum yang acap kali menciderai rasa keadilan, baik keadilan menurut
pandangan yuridis maupun keadilan menurut masyarakat. Hal inilah salah satu pemicu
ketidakpercayaan masyarakat terhadap kinerja aparat penegak hukum dalam menegakan
hukum di tengah masyarakat. Jika kita pandang dari kacamata sosiologi hukum, kita dapat
mengasumsisikan bahwa ada dua faktor yang paling menonjol yang mempengaruhi aparat
penegak hukum dalam menegakan hukum yaitu faktor internal dan eksternal. Adapun faktor
internal (yang berasal dari penegak hukum itu sendiri) salah satu contoh, adanya
kecenderungan dari aparat penegak hukum dalam menegakan hukum berpedoman pada
undang-undang semata sehingga mengesampingkan nilai-nilai yang berkembang dalam
masyarakat. Selanjutnya faktor eksternal (yang berasal dari luar penegak hukum itu sendiri)
misalnya ketika terjadi peristiwa hukum adanya kecenderungan masyarakat yang
menyelasaikan dengan caranya sendiri.
Lembaga hukum merupakan lembaga penegak keadilan dalam suatu masyarakat,
lembaga di mana masyarakat memerlukan dan mencari suatu keadilan. Idealnya, lembaga
hukum tidak boleh sedikitpun bergoyah dalam menerapkan keadilan yang didasarkan atas
ketentuan hukum dan syari’at yang telah disepakati bersama. Hukum menjamin agar keadilan
dapat dijalankan secara murni dan konsekuen untuk seluruh rakyat tanpa membedakan asal-
usul, warna kulit, kedudukan, keyakinan dan lain sebagainya. Jika keadilan sudah tidak ada
lagi maka masyarakat akan mengalami ketimpangan. Oleh karena itu, lembaga hukum dalam
masyarakat madani harus menjadi tempat mencari keadilan. Hal ini bisa diciptakan jika
lembaga hukum tersebut dihormati, dijaga dan dijamin integritasnya secara konsekuen
(Miftah, 2003: 218).
Jika kita berkaca kepada potret penegakan hukum di Indonesia setelah menilik dari
berbagai kasus (menurut penulis) belumlah berjalan dengan baik, bahkan bisa dikatakan
buruk. Lemahnya penegakan hukum di Indonesia saat ini dapat tercermin dari berbagai
penyelesaian kasus besar yang belum tuntas salah satunya praktek korupsi yang menggurita,
namun ironisnya para pelakunya sangat sedikit yang terjerat oleh hukum. Kenyataan tersebut
justru berbanding terbalik dengan beberapa kasus yang melibatkan rakyat kecil, dalam hal ini
aparat penegakkan hukum cepat tanggap, karena sebagaimana kita ketahui yang terlibat kasus
korupsi merupakan kalangan berdasi alias para pejabat dan orang-orang berduit yang
memiliki kekuatan (power) untuk menginterfensi efektifitas dari penegakan hukum itu
sendiri.
Realita penegakan hukum yang demikian sudah pasti akan menciderai hati rakyat
kecil yang akan berujung pada ketidakpercayaan masyarakat pada hukum, khususnya aparat
penegak hukum itu sendiri. Sebagaimana sama-sama kita ketahui para pencari keadilan yang
note bene adalah masyarakat kecil sering dibuat frustasi oleh para penegak hukum yang
nyatanya lebih memihak pada golongan berduit. Sehingga orang sering menggambarkan
kalau hukum Indonesia seperti jaring laba-laba yang hanya mampu menangkap hewan-hewan
kecil, namun tidak mampu menahan hewan besar tetapi hewan besar tersebutlah yang
mungkin menghancurkan seluruh jaring laba-laba (Jimly, 2011: 156).
Problematika penegakan hukum yang mengandung unsur ketidakadilan 
mengakibatkan adanya isu mafia peradilan, keadilan dapat dibeli, munculnya bahasa-bahasa
yang sarkastis dengan plesetan HAKIM (Hubungi Aku Kalau Ingin Menang), KUHAP
diplesetkan sebagai Kurang Uang Hukuman Penjara, UUD (Ujung-Ujungnya Duit) tidaklah
muncul begitu saja. Kesemuanya ini merupakan “produk sampingan” dari bekerjanya
lembaga-lembaga hukum itu sendiri. Ungkap-ungkapan ini merupakan reaksi dari rasa
keadilan masyarakat yang terkoyak karena bekerja lembaga-lembaga hukum yang tidak
profesional maupun putusan hakim/putusan pengadilan yang semata-mata hanya
berlandaskan pada aspek yuridis. Berlakunya hukum di tengah-tengah masyarakat,
mengemban tujuan untuk mewujudkan keadilan, kepastian hukum dan kemanfaatan dan
pemberdayaan sosial bagi masyarakatnya.

C.      Dampak dalam Penegakan Hukum di Indonesia


Penyelewengan atau inkonsistensi di Indonesia berlangsung lama bertahun-tahun
hingga sekarang, sehingga bagi masyarakat Indonesia ini merupakan rahasia umum, hukum
yang dibuat berbeda dengan hukum yang dijalankan, contoh paling dekat dengan lingkungan
adalah, penilangan pengemudi kendaraan yang melanggar tata tertib lalu lintas. Mereka yang
melanggar tata tertib lalu lintas tidak jarang ingin berdamai di tempat atau menyelewengkan
hukum, kemudian seharusnya aparat yang menegakkan hukum tersebut dapat menangi secara
hukum yang berlaku di Indonesia, namun tidak jarang penegak hukum tersebut justru
mengambil kesempatan yang tidak terpuji itu untuk menambah pundi-pundi uangnya.
Oleh karena itu, akibat-akibat yang ditimbulkan dari masalah penyelewengan hukum
tersebut diantaranya, yaitu:
1.      Ketidakpercayaan masyarakat pada hukum
Masyarakat berependapat hukum banyak merugikan mereka, terlebih lagi soal materi
sehingga mereka berusaha untuk menghindarinya. Karena mereka percaya bahwa uanglah
yang berbicara, dan dapat meringankan hukuman mereka, fakta-fakta yang ada diputar
balikan dengan materi yang siap diberikan untuk penegak hukum. Kasus-kasus korupsi di
Indonesia tidak terselesaikan secara tuntas karena para petinggi Negara yang terlibat di
dalamnya mempermainkan hukum dengan menyuap sana sini agar kasus ini tidak terungkap,
akibatnya kepercayaan masayarakatpun pudar.
2.      Penyelesaian konflik dengan kekerasan
Penyelesaian konflik dengan kekerasan contohnya ialah pencuri ayam yang dipukuli
warga, pencuri sandal yang dihakimi warga. Konflik yang terjadi di sekelompok masyarakat
di Indonesia banyak yang diselesaikan dengan kekerasan, seperti kasus tawuran antar pelajar,
tawuran antar suku yang memperebutkan wilayah, atau ada salah satu suku yang tersakiti
sehingga dibalas degan kekerasan. Mereka tidak mengindahkan peraturan-peraturan
kepemerintahan, dengan masalah secara geografis, mereka. Ini membuktikan masayarakat
Indonesia yang tidak tertib hukum, seharusnya masalah seperti maling sandal atau ayam
dapat ditangani oleh pihak yang yang berwajib, bukan dihakimi secara seenakanya, bahkan
dapat menghilangkan nyawa seseorang.
3.      Pemanfaatan Inkonsistensi Penegakan Hukum untuk Kepentingan Pribadi
Dari beberapa kasus di Indonesia, banyak warga Negara Indonesia yang
memanfaatkan inkonsistensi penegakan hukum untuk kepentingan pribadi. Contohnya ialah
pengacara yang menyuap polisi ataupun hakim untuk meringankan terdakwa, sedangkan
polisi dan hakim yang seharusnya bisa menjadi penengah bagi kedua belah pihak yang
sedang terlibat kasus hukum bisa jadi lebih condong pada banayknya materi yang diberikan
oleh salah satu pihak yang sedang terlibat dalam kasus hukum tersebut.
4.      Penggunaan Tekanan Asing dalam Proses Peradilan
Dalam hal ini kita dapat mengambil contoh pengrusakan lingkungan yang
diakibatkan oleh suatu perusahaan asing yang membuka usahanya di Indonesia, mereka akan
minta bantuan dari negaranya untuk melakukan upaya pendekatan kepada Indonesia, agar
mereka tidak mendapatkan hukuman yang berat, atau dicabut izin memproduksinya di
Indonesia (Supriadi, 2008: 312).

D.      Ketidakpuasan Masyarakat Terhadap Penegakan Hukum di Indonesia

Ketidakpuasan masyarakat terhadap penegakan hukum di Indonesia ini merupakan


fakta dan data yang ditunjukkan dari hasil survei terhadap masyarakat oleh Lembaga Survei
Indonesia (LSI) yang menyebutkan bahwa 56,0 persen publik menyatakan tidak puas dengan
penegakan hukum di Indonesia, hanya 29,8 persen menyatakan puas, sedangkan sisanya 14,2
persen tidak menjawab. Mereka yang tak puas terhadap penegakan hukum di Indonesia
merata di semua segmen. Mereka yang tinggal di kota maupun desa, berpendidikan tinggi
maupun rendah, mereka yang berasal dari ekonomi atas maupun ekonomi bawah.
Namun demikian, mereka yang tinggal di desa, berasal dari ekonomi bawah, dan
berpendidikan rendah lebih tak puas jika dibandingkan dengan mereka yang berada di kota
dan berpendidikan tinggi. Hal ini disebabkan karena mereka yang berada di desa dan
kelompok ekonomi bawah lebih sering menghadapi kenyataan merasa diperlakukan tidak adil
jika berhadapan dengan aparat hukum. Ketidakpuasaan responden terhadap penegakan
hukum di Indonesia cenderung meningkat dari tahun ke tahun yaitu 37,4 persen (Survei LSI
Januari 2010), sebesar 41,2 persen (Oktober 2010), sebesar 50,3 persen (September 2011),
sebesar 50,3 persen (Oktober 2012), dan terakhir 56,6 persen (April 2013)
(http://www.lsi.or.id/riset/).
Uraian di atas menunjukkan betapa rusaknya hukum di Indonesia. Mungkin yang
tidak mendapat sorotan adalah lembaga pemasyarakatan karena tidak banyak orang yang
mengamatinya. Tetapi lembaga ini sebenarnya juga tidak dapat dikatakan sempurna.
Lembaga yang seharusnya berperan dalam memulihkan sifat para warga binaan (terpidana)
ternyata tidak dapat menjalankan tugasnya dengan baik. Jumlah narapidana yang melebihi
dua kali lipat dari kapasitasnya menjadikan nasib narapidana juga semakin buruk. Mereka
tidak tambah sadar, tetapi justru belajar melakukan tindak pidana baru setelah berkenalan
dengan narapidana lainnya. Tentunya ini jauh dari konsep pemidanaan yang sesungguhnya
bertujuan untuk merehabilitasi terpidana. Bahkan fakta yang ada hari ini, beberapa
narapidana dengan leluasanya membuat “aturan” sendiri dengan merubah hotel prodeo
tersebut menjadi hotel bak bintang lima.

E.       Pemecahan Problematika Penegakan Hukum di Indonesia

Berbagai realita yang terjadi di era reformasi sampai sekarang terkait dengan
penegakan hukum yang terdapat di Indonesia sudah tidak relevan dengan apa yang tertuang
dalam kontitusi negara ini. Indonesia dengan berbagai macam problem tentang anarkisnya
para penegak hukum, hal ini sudah tidak sesuai dengan apa yang di cita-citakan oleh para
pendiri bangsa terdahulu. Berbagai hal sudah bergeser dari amanah konstitusi namun kita
tidak sepantasnya untuk menyalahkan sepenuhnya kegagalan tersebut kepada para penegak
hukum atau pihak-pihak yang menjalankan hukum karena bagaimana pun masyarakat adalah
pemegang hukum dan tempat hukum tersebut berpijak.
Semboyan “Bhineka Tunggal Ika” merupakan entri yang sangat menuju masyarakat
kewargaan. Masyarakat kewargaan pertama-tama akan mempersoalkan siapa-siapa yang
termasuk ke dalam kategori warga atau kewargaan dalam masyarakat. Reformasi hukum
hendaknya secara sungguh-sungguh menjadikan “eksistensi kebhinekaan” menjadi agenda
dan bagaimana mewujudkan ke dalam sekalian fundamental hukum. Kalau kita belajar dari
pengalaman, maka semboyan “Bhineka Tunggal Ika” lebih memberi tekanan pada aspek
”Tunggal”, sehingga memperkosa eksistensi pluralism. Demi ketunggalan atau kesatuan,
pluralism tidak dibiarkan ada.
Bertolak dari pengakuan terhadap eksistensi pluralism tersebut, maka konflik adalah
fungsional bagi berdirinya masyarakat. Konflik bukan sesuatu yang harus ditabukan, sebab
mengakui kebhinekaan adalah mengakui konflik, sebagai sesuatu yang potensial. Dengan
demikian, filsafat yang dipegang adalah menyalurkan konflik sedemikian rupa sehingga
menjadi produktif buat masyarakat.  
Masalah tentang problematika penegakan hukum telah menjadi sebuah tema yang
sangat menarik untuk diangkat dalam berbagai seminar. Salah satu diantaranya tidak ada
kepuasaan yang dicapai subjek hukum yang tidak lain adalah manusia serta berbagai badan-
badan hukum.
Saya mencoba untuk memberikan beberapa pemecahan dari berbagai problematika
penegakan hukum di Indonesia. Yang pertama yakni bagaimana sikap serta tindakan para
sarjana hukum untuk lebih memperluas cakrawalanya dalam memahami atau menganalisis
masalah-masalah yang terjadi sekarang ini. Di sini dibutuhkan sebuah pandangan kritis akan
makna atau arti penting penegakan hukum yang sebenarnya. Selain itu dibutuhkan ilmu-ilmu
sosial lainnya seperti sosiologi dalam mengidentifikasi masalah-masalah sosial serta
penegakan hukum yang ada dalam masyarakat agar dalam pembuatan hukum ke depannya
dapat menjadikan kekurangan atau kegagalan di masa lalu sebagai bahan pembelajaran.
Namun yang perlu diingat bersama adalah adanya kesadaran dalam pelaksanaaan
hukum serta adanya keadilan tanpa memandang suku, agama, ras, serta budaya seperti yang
terkandung di dalam pasal 27 ayat 1 yang berbunyi sebagai berikut: “Segala warga negara
bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan dan wajib menjunjung hukum
dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya.”
Kemudian yang kedua, cara untuk menyelesaikan berbagai masalah terkait hal
tersebut  yakni bagaimana tindakan para aparat penegak hukum mulai dari polisi, hakim,
jaksa, serta pengacara dalam menangani setiap kasus hukum dengan dilandasi nilai-nilai
kejujuran, sadar akan namanya keadilan, serta melakukan proses-proses hukum sesuai dengan
aturan yang ada di dalam undang-undang negara kita. Bukan hanya itu filosofi Pancasila
sebagai asas kerohanian dan sebagai pandangan hidup dalam bertindak atau sebagai pusat
dimana pengamalannya sesuai dengan cita-cita dan tujuan negara kita sebagaimana telah
dijelaskan dalam pembukaan UUD 1945 yang terdapat pada alinea ke-IV. Hukum seharusnya
tidak ditegakkan dalam bentuknya yang paling kaku, arogan, hitam putih. Tapi harus
berdasarkan rasa keadilan yang tinggi, tidak hanya mengikuti hukum dalam konteks
perundang-undangan hitam putih semata. Karena hukum yang ditegakkan yang hanya
berdasarkan konteks hitam putih belaka hanya akan menghasilkan putusan-putusan yang
kontoversial dan tidak memenuhi rasa keadilan yang sebenarnya.
Cara yang ketiga yakni program jangka panjang yang perlu dilakukan yakni
penerapan pendidikan karakter dalam setiap tingkatan pendidikan. Untuk mengetahui tingkat
keefektifan program tersebut dalam membangun atau menguatkan mental anak bangsa
ditengah penurunan kualitas sumber daya manusia bangsa Indonesia tidak semudah
membalikkan telapak tangan. Namun perlu kita pupuk dulu agar nantinya generasi-generasi
penerus bangsa tidak salah langkah dalam mengambil setiap keputusan. Program ini juga
mempunyai implikasi positif terhadap penegakan hukum yang dijalankan di Indonesia karena
para penegak hukum telah dibekali pembangunan karakter yang akan melahirkan atau
menciptakan manusia Indonesia yang unggul.
Untuk cara keempat yakni adanya penghargaan bagi jaksa dan hakim berprestasi yang
memberikan terobosan-terobosan dalam penegakan hukum di Indonesia. Dengan adanya
penghargaan ini diharapkan setiap jaksa maupun hakim berlomba untuk memberikan
terobosan yang bermanfaat bagi penegakan hukum di Indonesia.
Meskipun saat ini kepercayaan masyarakat terhadap aparat penegak hukum masih
sangat rendah. Keberanian lembaga-lembaga hukum bangsa ini akan menjadi titik cerah bagi
penegakan hukum. Namun selain itu kesadaran masyarakat dalam menaati hukum akan
menjadi hal yang mempengaruhi penegakkan hukum di Indonesia. Karena lemahnya
penegakan hukum selama ini juga akibat masyarakat yang kurang menaati hukum.

BAB III
PENUTUPAN
A.      KESIMPULAN
Masalah penegakan hukum di Indonesia merupakan masalah yang sangat serius dan
akan terus berkembang jika unsur di dalam sistem itu sendiri tidak ada perubahan, tidak ada
reformasi di bidang itu sendiri. Karakter bangsa Indonesia yang kurang baik merupakan aktor
utama dari segala ketidaksesuaian pelaksanaan hukum di negari ini. Perlu ditekankan sekali
lagi, walaupun tidak semua penegakan hukum di Indonesia tidak semuanya buruk, Namun
keburukan penegakan ini seakan menutupi segala keselaran hukum yang berjalan di mata
masyarakat. Begitu banyak kasus-kasus hukum yang silih berganti dalam kurun waktu relatif
singkat, bahkan bersamaan kejadiaannya. Perlu ada reformasi yang sebenarnya, karena
permasalahan hukum ini merupakan permasalahan dasar suatu negara, bagaimana masyarakat
bisa terjamin keamanannya atau bagaimana masyarakat bisa merasakan keadilan yang
sebenarnya, hukumlah yang mengatur semua itu, dan perlu digaris-bawahi bahwa hukum
sebanarnya telah sesuai dengan kehidupan masyarakat, tetapi pihak-pihak yang ingin
mengambil keuntungan baik pribadi maupun kelompok merupakan penggagas segala
kebobrokan hukum di negeri ini.
Perlu banyak evaluasi-evaluasi yang harus dilakukan, harus ada penindaklanjutan
yang jelas mengenai penyelewengan hukum yang kian hari kian menjadi. Perlu ada ketegasan
tersendiri dan kesadaran yang hierarki dari individu atau kelompok yang terlibat di dalamnya.
Perlu ditanamkan mental yang kuat, sikap malu dan pendirian iman dan takwa yang sejak
kecil harus diberikan kepada kader-kader pemimpin dan pelaksana aparatur negara atau
pihak-pihak berkepentingan lainnya. Karena baik untuk hukum Indonesia, baik pula untuk
bangsanya dan buruk untuk hukum di negeri ini, buruk pula konsekuensi yang akan diterima
oleh masayarakat dan Negara.
Jadi, penerapan dalam pasal 1 ayat (3) UUD 1945 perubahan ketiga yang berbunyi
“Negara Indonesia adalah Negara hukum”, harus dilaksanakan, karena sudah demikian
ketetapan itu berlaku. Merupakan karekteristik yang harus tertanam dalam diri pribadi
ataupun kelompok kepentingan. Kita harus malu dengan Undang-Undang tersebut, harus
malu dengan pendiri bangsa yang rela menumpahkan darah demi memperjuangkan
kemerdekaan Indonesia, kita harus menghargai semua perjuangan itu dengan hal yang tidak
dapat membuat negeri ini malu di mata masyarakat ini sendiri bahkan dunia luar. Bangsa
yang besar tidak hanya berdasarkan luasan wilayahnya ataupun betapa banyaknya jumlah
penduduk, tetapi dengan menghargai perjuangan para pahlawan terdahulu dengan
menjalankan ketentuan hukum yang berlaku demi terciptanya keamanan, ketentraman dan
kesejahteraan masyarakat.

http://yourlongdistancerelationship.blogspot.com/2013/12/makalah-problematika-
penegakan-hukum-di.html

Anda mungkin juga menyukai