Anda di halaman 1dari 11

Muty Hardani, Reni Zuraida | Penatalaksanaan Gizi Buruk dan Stunting pada Balita Usia 14 Bulan dengan Pendekatan

Kedokteran Keluarga

Penatalaksanaan Gizi Buruk dan Stunting pada Balita Usia 14 Bulan dengan
Pendekatan Kedokteran Keluarga
Muty Hardani1, Reni Zuraida2
1
Mahasiswa Pendidikan Dokter, Fakultas Kedokteran Universitas Lampung
2
Bagian Ilmu Kedokteran Komunitas dan Ilmu Kesehatan Masyarakat, Fakultas Kedokteran
Universitas Lampung

Abstrak
Stunting adalah gambaran dari status gizi kurang yang kronik sejak awal kehidupan. Indonesia merupakan negara dengan
prevalensi stunting kelima terbesar di dunia, sehingga penurunan prevalensi balita stunting menjadi salah satu prioritas
pembangunan nasional. Faktor kurangnya asupan makanan dan penyakit infeksi menjadi resiko utama terjadinya stunting.
Oleh karena itu, dalam upaya penatalaksaan penyakit dibutuhkan peran keluarga untuk mencapai tujuan terapi yang
maksimal. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi faktor risiko dan masalah klinis pasien, menerapkan pendekatan
dokter keluarga yang holistik dan komprehensif, serta melakukan penatalaksanaan berbasis Evidence Based Medicine yang
bersifat family-approach dan patient-centered. Pasien adalah seorang balita berusia 14 bulan dengan BB 8 kg, PB 72 cm,
dan IMT 15.4. Pada pemeriksaan status gizi menurut indikator BB/U dan PB/U didapatkan hasil z-score -3.0 SD sampai
dengan <-2.0 SD sehingga pasien didiagnosis mengalami gizi kurang serta stunting. Pada pasien didapatkan risiko internal
yaitu kebiasaan mengkonsumsi makanan yang tidak sesuai anjuran gizi seimbang, tidak mencuci tangan, tidak menggunting
kuku, dan bermain di tempat kotor. Risiko eksternal pada pasien yaitu kurangnya penghasilan orangtua, lingkungan yang
padat penduduk, serta kurangnya pengetahuan ibu mengenai penyakit pasien, kebutuhan gizi anak, serta PHBS. Pada
keluarga pasien dilakukan intervensi mengenai anjuran gizi seimbang, dampak yang dapat ditimbulkan dari kurangnya gizi
dan stunting, pentingnya sanitasi rumah tangga, dan PHBS dalam 4 kali kunjungan rumah. Setelah evaluasi didapatkan
pengetahuan terhadap gizi seimbang, sanitasi, dan PHBS meningkat.

Kata kunci: Gizi kurang, gizi seimbang, kedokteran keluarga, stunting

Management Of Underweight and Stunting in 14 Months Children with


Family Medicine Approach
Abstract
Stunting reflects chronic undernutrition since early life. Indonesia is the fifth largest contributor of stunting in the world,
reducing stunting prevalence is gaining high priority of national development agenda. The main risk factor of stunting are
inadequate nutrient intake and infectious diseases. Therefore to achieve the best outcomes, optimal family participation is
needed in paying attention to the disease. The purpose of this study is to implement family doctor evidence based medicine
services by identifying risk factors, clinical problems, and patient management based on the framework of patient problem
solving with a patient centered approach and family approach. The patient is a 14 month old toddler who has 8 kg weight,
72 cm height, and 15.4 BMI. Diagnosis of underweight and stunting were based on the results of z-score -3.0 SD to <-2.0 for
weight and height for age standard. The habit of consuming poor nutritional food, not washing hands, untrimmed nails, and
playing on dirty places are the internal risk factor. External risk include lack of parental income, densely populated
environment, and lack of maternal knowledge about the illness, nutritional needs, and PHBS. Interventions were carried out
on the family of the recommended balanced nutrition, sanitation, and the application of PHBS in 4 home visits. After the
evaluation, the knowledge about balanced nutrition, sanitation, and PHBS obtained were increased.

Keywords: underweight, stunting, balanced nutrition, family approach

Korespondensi: Muty Hardani, alamat Gang Kenari, Gedong Air Bandar Lampung, HP 081382140020, email:
mutyhardani@gmail.com

Medula | Volume 9 | Nomor 3 | Oktober 2019 |565


Muty Hardani, Reni Zuraida | Penatalaksanaan Gizi Buruk dan Stunting pada Balita Usia 14 Bulan dengan Pendekatan Kedokteran Keluarga

Pendahuluan Balita yang mengalami stunting akan memiliki


Gizi merupakan faktor penting yang tingkat kecerdasan yang tidak maksimal,
bertujuan membangun sumber daya manusia menjadikan anak lebih rentan terhadap
yang berkualitas. Berbagai penelitian yang penyakit, dan mempengaruhi produktivitasnya
telah dilakukan mengungkapkan bahwa di masa depan. Pada akhirnya, secara luas
kekurangan gizi, terutama pada usia dini akan stunting dapat menghambat pertumbuhan
berdampak pada pertumbuhan dan perekonomian, meningkatkan kemiskian, dan
perkembangan anak. Anak yang kekurangan memperbesar ketimpangan di Indonesia.4
gizi akan bertubuh kurus, kecil dan pendek. Penyebab stunting merupakan faktor
Gizi kurang juga akan berdampak pada multi dimensi yang tidak hanya disebabkan
rendahnya kemampuan kognitif dan oleh faktor gizi buruk yang dialami oleh ibu
intelektual pada anak, serta berpengaruh hamil maupun banak balita. Beberapa faktor
terhadap menurunnya produktivitas anak.1 yang dapat menyebabkan stunting
Balita pendek atau stunting merupakan diantaranya, yaitu praktek pengasuhan yang
suatu kondisi gagal tumbuh pada balita (bayi kurang baik; terbatasnya layanan kesehatan
di bawah lima tahun) akibat kekurangan gizi termasuk layanan ANC (Ante Natal Care) atau
kronis sehinggga anak terlalu pendek untuk pelayanan kesehatan untuk ibu selama masa
usianya. Kekurangan gizi pada stunting dapat kehamilan, Post Natal Care dan pembelajaran
terjadi sejak bayi masih di dalam kandungan dini yang berkualitas; masih kurangnya akses
dan pada masa awal setelah bayi lahir. Saat rumah tangga/keluarga ke makanan bergizi;
ini, penurunan prevalensi balita stunting serta kurangnya akses ke air bersih dan
menjadi salah satu prioritas pembangunan sanitasi.5
nasional yang tercantum di dalam sasaran Pada kasus ini, pasien balita dengan gizi
pokok rencana pembangunan jangka kurang dan stunting perlu dilakukan
2
menengah tahun 2015–2019. penatalaksanaan yang lebih menyeluruh
Berdasarkan data dari World Health dalam hal kuratif, promotif, dan preventif
Organization (WHO) pada tahun 2017, serta tidak hanya melibatkan pasien dalam
sebanyak 22,2% atau sekitar 150,8 juta balita upaya penatalaksaan, juga dibutuhkan peran
di dunia mengalami stunting dan lebih dari serta keluarga untuk mencapai tujuan terapi
setengah balita stunting tersebut berasal dari semaksimal mungkin.
Asia (55%). Indonesia merupakan negara
dengan prevalensi stunting kelima terbesar di Kasus
dunia. Rata-rata prevalensi balita stunting di Pasien An.K, seorang balita berusia 14
Indonesia tahun 2005-2017 adalah 36,4%.3 bulan, berdomisili di Kelurahan Talang, diantar
Menurut Riskesdas tahun 2013, gambaran oleh ibu kandungnya untuk mengontrol
kasus balita stunting di Provinsi Lampung tumbuh kembang dengan keluhan berat
masih berada di atas rerata nasional yaitu badan dan tinggi badan pasien yang tidak
42,64%.4 sesuai usianya sehingga masuk dalam kategori
Untuk mengetahui adanya penurunan gizi kurang dan stunting.
atau kenaikan tinggi badan (TB) dan berat Selama kehamilan pasien, ibu tidak
badan (BB) dapat dilihat pada Kartu Menuju pernah mengkonsumsi tablet tambah darah
Sehat (KMS) yang disediakan pemerintah dan kenaikan BB ibu hanya 7kg. Pasien lahir
untuk seluruh balita. Balita gizi kurang adalah dengan berat badan 2,7 kg, panjang badan 48
balita dengan status gizi kurang yang cm, lahir cukup bulan langsung menangis
berdasarkan indikator BB/U dengan nilai z- secara pervaginam tanpa ada penyulit.
score < - 2 SD sampai – 3 SD. Pada balita Persalinan dibantu oleh bidan. Ibu pasien
stunting status gizi yang dinilai didasarkan mengaku pasien segera diberikan ASI setelah
pada indeks PB/U atau TB/U, kemudian lahir atau Inisiasi Menyusui Dini (IMD), namun
hasilnya diinterpretasikan dalam batas pasien tidak mendapatkan ASI ekslusif karena
ambang Z-Score<-2 SD (pendek/stunted) dan pada usia 2 bulan sudah diberikan susu
<-3SD (sangat pendek/severely stunted).2 formula. Pada usia 5 bulan pasien sudah

Medula | Volume 9 | Nomor 3 | Oktober 2019 | 566


Muty Hardani, Reni Zuraida | Penatalaksanaan Gizi Buruk dan Stunting pada Balita Usia 14 Bulan dengan Pendekatan Kedokteran Keluarga

diberikan MPASI lunak dengan kombinasi nasi Pada pemeriksaan status generalis
dan sayuran. MPASI diberikan tiga kali sehari, didapatkan rambut coklat kehitaman tidak
namun pasien biasanya hanya memakan mudah dicabut. Tidak tampak adanya tulang
setengah piring. Ibu pasien mengaku pasien rusuk menonjol, abdomen datar, tidak
sangat jarang memakan daging karena didapatkan organomegali ataupun ascites,
keterbatasan biaya. Pasien berhenti pasien tidak nampak tua, kulit keriput, dan
mendapatkan ASI pada usia 7 bulan karena ibu edema.
pasien hamil dan mengalami preeklamsia Bentuk keluarga pasien adalah keluarga
berat. Saat ini, pasien makan tiga kali sehari nuclear yang terdiri ayah, ibu, dua orang anak
dengan kombinasi seperempat piring nasi, laki-laki dan dua orang anak perempuan.
seperempat piring sayuran, dan sumber Terdapat gangguan pada fungsi ekonomi
protein dari setengah butir telur. Setiap hari keluarga, karena sumber penghasilan keluarga
pasien jajan sembarangan, mengkonsumsi ini hanya berasal berasal dari ayah sebesar Rp.
makanan berpenyedap, berpengawet, dan 1.500.000 per bulan (UMR Bandarlampung Rp.
minum minuman dengan pemanis buatan. 2.445.141 per bulan).
Pengetahuan ibu mengenai anjuran
gizi seimbang pasien kurang baik, hal itu dapat
dilihat pada perhitungan tingkat kecukupan
gizi pasien dengan metode survey food recall 1
x 24 jam didapatkan hasil sebagai berikut:

Tabel 1. Tingkat Kecukupan Gizi


Asupan Zat AKG
Zat Gizi TKG
Gizi Koreksi
Gambar 1. Genogram keluarga An. N
Kalori 860,8 kkal 1125 kkal 76%
Protein 22,05 gr 26 gr 84%
Keterangan gambar:
Lemak 20,5 gr 44 gr 47%
= perempuan
Karbohidrat 115,5 gr 155 gr 74%
= pasien
= laki-laki
Ibu pasien mengatakan jika = tinggal serumah
perkembangan anaknya cukup baik dan sesuai
bulan. Pasien tidak pernah memiliki riwayat
penyakit bawaan dan infeksi sebelumnya.
Kakak kedua dan ketiga pasien mengalami
keluhan serupa dengan pasien dan masuk
dalam katagori Bawah Garis Merah (BGM).
Setiap hari pasien sering bermain di tempat
kotor, tidak mencuci tangan, dan jarang
mengunting kuku.
Dari pemeriksaan fisik didapatkan Gambar 2. Family map
penampilan sesuai usia, tampak sakit ringan,
nadi 94 x/menit, frekuensi nafas 20 x/menit, Keterangan gambar
suhu 36,40C, berat badan 8 kg, panjang badan : Hubungan dekat
72 cm, dan IMT 15.4. Pada penilaian status gizi : Hubungan tidak dekat
An.K didapatkan hasil sebagai berikut:
Pasien tinggal bersama dengan ayah
Tabel 2. Status Gizi dan ibu serta ketiga kakanya. Jarak dari rumah
Indikator Z-Score Status Gizi ke puskesmas kurang dari 1 km. Rumah
BB/U -3.0 SD s.d <-2.0 SD Kurang berukuran 4m x 6m tidak bertingkat, memiliki
PB/U -3.0 SD s.d <-2.0 SD Stunting 1 buah kamar tidur, ruang tamu, dapur dan 1
BB/PB -2.0 SD s.d < 2.0 SD Normal buah kamar mandi dan WC. Lantai rumah
IMT/U -2.0 SD s.d < 2.0 SD Normal keramik. Dinding rumah terbuat dari tembok

Medula | Volume 9 | Nomor 3 | Oktober 2019 | 567


Muty Hardani, Reni Zuraida | Penatalaksanaan Gizi Buruk dan Stunting pada Balita Usia 14 Bulan dengan Pendekatan Kedokteran Keluarga

yang sudah dicat di seluruh bagian rumah. Intervensi family focused selanjutnya
Kamar mandi dan wc berada di dalam rumah, dilakukan di dirumah pasien dengan home
dengan tembok yang telah di cat di bagian visit sebanyak 4 kali. Pada kunjungan pertama,
dalam. Atap rumah keseluruhan sudah di dilakukan perkenalan, menjelaskan maksud
plavon. Penerangan baik, ventilasi kurang, dan tujuan kedatangan ke rumah pasien, serta
hanya ada satu jendela di ruang tamu. meminta izin pasien dan keluarga untuk
Keluarga pasien memasak menggunakan dilakukan anamnesis lebih mendalam
kompor gas. Sumber air di rumah berasal dari sehingga dapat menggali permasalahan dan
sumur gali. Rumah tidak memiliki halaman faktor resiko penyebab terjadinya perubahan
rumah. Rumah sudah menggunakan listrik status kesehatan pada pasien, menilai
token. Rumah berada di lingkungan yang karakteristik demografi keluarga, fungsi
padat penduduk dan kurang bersih. Air yang keluarga, dan identifikasi faktor lain yang
digunakan untuk minum, mandi dan mencuci berpengaruh terhadap penyakit An. K juga
berasal dari sumur. Limbah dialirkan ke got. identifikasi kondisi rumah dan lingkungan.
Diagnostik holistik awal pada pasien Kunjungan kedua dilakukan pada 10
terdiri dari empat aspek. Aspek personal yaitu Oktober 2019 untuk melakukan food recall 1 x
alasan kedatangan: berat badan dan tinggi 24 jam pada pasien dimana didapatkan pasien
badan tidak sesuai usia dan pertumbuhan; kekurangan keseluruhan unsur gizi untuk
kekhawatiran: penyakit menimbulkan usianya yaitu kurang kalori, karbohidrat,
kecacatan di kemudian hari; harapan: kondisi protein, dan lemak. Oleh karena itu, dilakukan
kesehatan membaik dan dapat mengkonsumsi intervensi terhadap ibu pasien An.K pada
asupan bergizi seimbang. Aspek klinis awal kunjungan ketiga, tanggal 22 Oktober 2019
yaitu Stunting menurut indikator PB/U (ICD10- berupa edukasi mengenai anjuran gizi
E45) dan Gizi Kurang menurut indikator BB/U seimbang dan dampak yang dapat ditimbulkan
(ICD10- E44.1). Aspek ketiga, risiko internal dari kurangnya gizi dan stunting, pentingnya
yaitu kebiasaan mengkonsumsi makanan yang sanitasi rumah tangga, serta pola hidup bersih
tidak sesuai anjuran gizi seimbang, tidak dan sehat terutama mencuci tangan dengan
mencuci tangan, tidak mengunting kuku, dan sabun menggunakan media leaflet dan poster.
bermain di tempat kotor. Aspek keempat, Perubahan pengetahuan ibu dinilai
resiko eksternal yaitu kurangnya ekonomi secara kuantitatif dengan menggunakan
keluarga dan lingkungan padat penduduk, pilihan ganda yang berjumlah sepuluh
kurangnya dukungan dari suami pada ibu pertanyaan yang dilakukan sebelum intervensi
pasien serta pengetahuan ibu yang kurang (pre-test) dan sesudah intervensi (post-test).
mengenai pola asuh anak, tumbuh kembang Hasilnya terdapat peningkatan skor sebesar Δ
anak sesuai umur, kebutuhan gizi anak, 40 setelah dilakukan intervensi.
manajemen malnutrisi, pemberian ASI dan
MPASI, suplementasi dan fortifikasi makanan, Tabel 5. Hasil Pretest dan Post Test
pencegahan infeksi, dan prilaku mencuci SKOR PENGETAHUAN
tangan dengan sabun. Berdasarkan diagnosis Pre test Post test Δ
holistik awal tersebut diketahui derajat 30 80 40
fungsional 1 yaitu dapat melakukan pekerjaan
seperti sebelum sakit. Evaluasi hasil intervensi gizi pada pasien
Intervensi yang dilakukan terbagi atas dilakukan pada kunjungan keempat tanggal 25
patient centered dan family approach. Oktober 2019 dengan melakukan food recall 1
Puskesmas hanya melakukan intervensi x 24 jam yang dianalsis dengan evaluasi hasil
patient centered berupa terapi medika survei konsumsi pangan dengan angka
mentosa yaitu vitamin B complex 1x2.5ml, kecukupan gizi (AKG).
vitamin C 1x40mg, vitamin A 200.000 IU setiap Hasil food recall tersebut menunjukan
6 bulan, albendazol 200mg setiap 6 bulan, dan perubahan perilaku setelah diberikan empat
Pemberian Makanan Tambahan (PMT) 12 kunjungan, dimana tingkat kecukupan gizi
keping per hari selama 1 bulan. An.K semakin mendekati normal dengan

Medula | Volume 9 | Nomor 3 | Oktober 2019 | 568


Muty Hardani, Reni Zuraida | Penatalaksanaan Gizi Buruk dan Stunting pada Balita Usia 14 Bulan dengan Pendekatan Kedokteran Keluarga

perbaikan komposisi makanan, frekuensi, dan pengaturan makanan dan pola hidup yang
pola makan sesuai anjuran gizi seimbang benar untuk penyakit yang di derita anaknya.
untuk usia pasien.
Pembahasan
Tabel 6. Tingkat Kecukupan Gizi Setelah Intervensi Masalah kesehatan yang dibahas dalam
Asupan AKG kasus ini adalah seorang balita berusia 14
Zat Gizi TKG
Zat Gizi Koreksi bulan yang datang ke Puskesmas Pasar Ambon
Kalori 1098 kkal 1125 kkal 97,6% untuk mengontrol tumbuh kembang dengan
Protein 27,05 gr 26 gr 104% keluhan berat badan dan tinggi badan yang
Lemak 39,05 gr 44 gr 88,7% tidak sesuai dengan usianya. Berdasarkan data
Karbohidrat 130,5 gr 155 gr 84,2%
hasil anamnesis dan pemeriksaan fisik yang
Tabel 7. Perbandingan TKG Sebelum dan Setelah
dilakukan kepada pasien, dapat disimpulkan
Intervensi
TKG Sebelum TKG Setelah
bahwa pasien An.K didiagnosis gizi kurang
Zat Gizi menurut indikator BB/U dan stunting menurut
Intervensi Intervensi
Kalori 76% 97,6% indikator PB/U.
Protein 84% 104% Diagnosis klinis gizi kurang dan stunting
Lemak 47% 88,7% An. K dinilai dari hasil pengukuran
Karbohidrat 74% 84,2% antropometri berupa BB dan PB/TB setiap
bulan di Posyandu. Penilaian status gizi
Diagnostik holistik akhir pada pasien dipantau secara rutin melalui Standar Deviasi
dari aspek personal yaitu keluhan berat badan (SD) atau disebut juga Z-Score. Z-score
dan tinggi badan pasien semakin mendekati merupakan nilai simpangan hasil pemeriksaan
target usianya, kekhawatiran akan kecacatan antropometri dari standar normal kelompok
yang dapat ditimbulkan penyakit dapat balita berdasarkan usianya menurut baku
dicegah, dan harapan akan kondisi kesehatan pertumbuhan yang ditetapkan WHO.2
membaik sudah tercapai dengan konsumsi Seorang balita akan dikatakan memiliki
asupan bergizi seimbang; aspek klinis yaitu gizi kurang jika dilakukan pengukuran status
Stunting menurut indikator PB/U (ICD10- E45) gizi dengan indikator BB/U.2 Oleh karena itu
dan Gizi Kurang menurut indikator BB/U berdasarkan hasil pengukuran tersebut, pada
(ICD10- E44.1); aspek risiko internal: pasien An.K didapatakan hasil z-score -3.0 SD sampai
mendapatkan asupan makan yang sesuai dengan <-2.0 SD sehingga dapat disimpulkan
dengan anjuran gizi seimbang, penerapan pasien mengalami gizi kurang. Indikator BB/U
prilaku hidup bersih dan sehat, dan pasien memberikan indikasi masalah gizi secara
lebih diperhatikan kondisi kesehatannya umum karena berat badan berkorelasi positif
karena meingkatnya pengetahuan ibu pasien; dengan umur dan panjang badan. Gizi kurang
aspek psikososial dan lingkungan eksterna pada balita, membawa dampak negatif
yaitu keluarga pasien ikut serta menjaga terhadap pertumbuhan fisik maupun mental
kebersihan lingkungan, dan meningkatnya yang selanjutnya akan menghambat prestasi
pemahaman ibu mengenai pola asuh anak, belajar. Akibat lainnya adalah penurunan daya
tumbuh kembang anak sesuai umur, tahan, menyebabkan hilangnya masa hidup
kebutuhan gizi anak, manajemen malnutrisi, sehat balita, serta dampak yang lebih serius
pemberian ASI dan MPASI, suplementasi dan adalah timbulnya kecacatan, tingginya angka
fortifikasi makanan, pencegahan infeksi, dan kesakitan dan percepatan kematian.4
prilaku mencuci tangan dengan sabun. Derajat Indikator PB/U memberikan indikasi
fungsional akhir 1 yaitu mampu melakukan masalah gizi yang sifatnya kronis akibat dari
pekerjaan seperti sebelum sakit. keadaan yang berlangsung lama. PB/U
Pada akhir intervensi orang tua pasien menurut umur yang rendah disebabkan
sudah paham bahwa anaknya mengalami gizi masalah gizi kronis atau penyakit infeksi. Pada
kurang dan stunting serta mengetahui An.K menurut indikator PB/U didapatakan
penyebab, komplikasi, pengobatan serta hasil z-score -3.0 SD sampai dengan <-2.0 SD.2

Medula | Volume 9 | Nomor 3 | Oktober 2019 | 569


Muty Hardani, Reni Zuraida | Penatalaksanaan Gizi Buruk dan Stunting pada Balita Usia 14 Bulan dengan Pendekatan Kedokteran Keluarga

Dari hasil tersebut maka pasien di diagnosis asupan nutrisi yang kurang pada saat
pendek atau stunting. kehamilan.2 Situasi ibu dan calon ibu yang
Stunting adalah kondisi gagal tumbuh tidak baik ini lebih mungkin untuk melahirkan
pada anak balita akibat kekurangan gizi kronis anak terhambat sehingga mengabadikan
atau menahun sehingga anak terlalu pendek lingkaran setan kemiskinan di Indonesia.2
untuk usianya. Kekurangan gizi pada stunting Saat ini ibu hamil dengan KEK sudah
terjadi dalam 1000 hari pertama kehidupan, memiliki program perbaikan gizi yang
yaitu sejak janin dalam kandungan sampai ditetapkan pemerintah yaitu dengan PMT ibu
anak berusia dua tahun. Periode 0-24 bulan hamil berupa biskuit yang mengandung
merupakan periode yang menentukan kualitas protein, asam linoleat, karbohidrat, dan
kehidupan sehingga disebut dengan periode diperkaya dengan 11 vitamin dan 7 mineral.
emas. Periode ini merupakan periode yang PMT tersebut diatur dalam Peraturan Menteri
sensitif karena akibat yang ditimbulkan Kesehatan Nomor 51 Tahun 2016 tentang
terhadap bayi pada masa ini akan bersifat Standar Produk Suplementasi Gizi. 2
permanen dan tidak dapat dikoreksi sehingga Asupan zat gizi pada balita juga sangat
diperlukan pemenuhan gizi yang adekuat.6 penting dalam mendukung pertumbuhan
Banyak faktor yang menyebabkan sesuai grafik sehingga tidak terjadi gagal
tingginya kejadian stunting pada balita. Secara tumbuh (growth faltering) yang menyebabkan
garis besar pemerintah menetapkan empat stunting. Oleh sebab itu, pola asuh (caring)
penyebab utama stunting di Indonesia yaitu: juga mencakup Inisiasi Menyusu Dini (IMD),
praktek pengasuhan yang tidak baik; menyusui eksklusif sampai dengan 6 bulan,
terbatasnya layanan kesehatan termasuk dan pemberian ASI dilanjutkan dengan
layanan ANC (ante natal care), post natal, dan makanan pendamping ASI (MPASI) sampai
pembelajaran dini yang berkualitas; kurangnya dengan 2 tahun. 2
akses ke makanan bergizi; serta kurangnya Idealnya sesudah bayi berusia 6 bulan,
akses ke air bersih dan sanitasi.2 bayi baru diperkenalkan dengan MPASI agar
Praktek pengasuhan yang tidak baik pemenuhan gizi untuk tumbuh dapat
berhubungan dengan kurangnya pengetahuan terpenuhi. WHO/UNICEF dalam ketentuannya
masyarakat tentang kesehatan dan gizi mengharuskan bayi usia 6-23 bulan mendapat
sebelum dan pada masa kehamilan. Kondisi MPASI yang adekuat dengan komposisi
kesehatan dan gizi ibu sebelum dan saat makanan terdiri dari minimal 4 atau lebih dari
kehamilan serta setelah persalinan 7 jenis makanan (serealia/umbi-umbian,
mempengaruhi pertumbuhan janin dan risiko kacang-kacangan, produk olahan susu, telur,
terjadinya stunting.2 Janin yang tumbuh dalam sumber protein lainnya, sayur dan buah kaya
kandungan ibu yang mengalami kurang gizi vitamin A, sayur dan buah lainnya) yang diatur
kronis (KEK) akan beradaptasi dengan dalam Minimum Dietary Diversity (MMD). Di
lingkungannya. Penyesuaian pertumbuhan samping itu, berdasarkan Minimum Meal
janin tersebut menyebabkan pertumbuhan Frequency (MMF) bayi berusia 6-23 bulan
yang tidak optimal atau retardasi yang dikenal harus diberikan MPASI dengan frekuensi
dengan istilah intra uterine growth retardation sebagai berikut:
(IUGR). .7 a. Untuk bayi yang diberi ASI:
Bedasarkan hasil anamnesis, selama 1) Umur 6-8 bulan: 2x/hari atau lebih;
kehamilan berat badan ibu pasien hanya 2) Umur 9-23 bulan: 3x/hari atau lebih.
bertambah sebanyak 7 kg (kenaikan ideal b. Untuk bayi 6-23 bulan yang tidak diberi
11.5-16kg). Jarak kehamilan pasien dengan ASI: 4 x/hari atau lebih. 3
anak sebelumnya juga hanya 10 bulan yang
berarti jaraknya terlalu dekat. Hal tersebut Pasien An.K tidak mendapatkan ASI
berhubungan dengan faktor ibu yang ekslusif dan sudah diberikan MPASI pada usia
mempengaruhi kejadian stunting yaitu postur 5 bulan. Kuantitas, kualitas, dan keamanan
tubuh ibu (pendek), jarak kehamilan yang pangan MPASI yang diberikan juga belum
terlalu dekat, ibu yang masih remaja, serta sesuai dengan standar yang ditetapkan. Oleh

Medula | Volume 9 | Nomor 3 | Oktober 2019 | 570


Muty Hardani, Reni Zuraida | Penatalaksanaan Gizi Buruk dan Stunting pada Balita Usia 14 Bulan dengan Pendekatan Kedokteran Keluarga

karena itu, gagalnya pemberian air susu ibu dapat meningkatkan risiko terjadinya penyakit
(ASI) eksklusif dan proses penyapihan dini infeksi. Penelitian yang dilakukan di negara
pada An.K dapat menjadi salah satu faktor yang berpendapatan menengah dan rendah
terjadinya stunting.3 menunjukkan bahwa anak-anak yang tinggal
Untuk memenuhi kecukupan gizi pada di daerah kumuh dengan akses air bersih yang
balita, telah ditetapkan program PMT terbatas memperburuk risiko untuk terjadinya
khususnya untuk balita kurus berupa PMT stunting.9
lokal maupun PMT pabrikan yaitu biskuit MT Mahalnya harga bahan pangan dan
balita. Jika berat badan telah sesuai dengan kondisi ekomoni orang tua pasien yang
perhitungan berat badan menurut tinggi berpengasilan dibawah UMR menyebabkan
badan, maka MT balita kurus dapat dihentikan tidak terpenuhinya makanan bergizi pada
dan dilanjutkan dengan makanan keluarga pasien, padahal pemenuhan zat gizi yang
bergizi seimbang.2 adekuat, baik gizi makro maupun gizi mikro
Terbatasnya layanan kesehatan merupakan komponen penting karena
termasuk layanan ANC (ante natal care), post berperan dalam pertumbuhan linear anak.10
natal, dan pembelajaran dini yang berkualitas Pemberian asupan gizi yang adekuat
pada pasien ini dapat dilihat dari berpengaruh pada pola pertumbuhan normal
ketidaktahuan ibu mengenai konsumsi tablet sehingga anak dapat mengejar ketertinggalan
tambah darah selama masa kehamilan pasien. tumbuh kembang (catch up).11
Sesuai dengan ketentuan pemerintah, ibu Pasien tinggal di lingkungan yang padat
hamil seharusnya mendapat minimal 90 tablet penduduk. Kondisi lingkungan sekitar rumah
tambah darah selama masa kehamilan untuk yang merupakan tempat bermain pasien
mencegah terjadinya anemia. Ibu hamil menjadi kurang bersih sehingga memperbesar
dengan anemia beresiko 1,76 kali lebih tinggi resiko penyakit infeksi. Penyakit infeksi yang
untuk melahirkan anak dengan stunting. disebabkan oleh higiene dan sanitasi yang
Kementrian Kesehatan RI (2016), menyatakan buruk misalnya diare dan kecacingan
sebanyak 48.6% ibu hamil menderita anemia mengakibatkan terganggunya proses
sehingga lima dari sepuluh ibu hamil di penyerapan zat gizi oleh tubuh sehingga zat
Indonesia berpotensi melahirkan anak gizi tidak dapat terserap dengan baik.6
stunting. Menurunnya tingkat kehadiran anak Penyakit infeksi yang berat juga meningkatkan
di posyandu juga menyebabkan kehilangan zat-zat gizi yang sangat dibutuhkan
keterlambatan orang tua mengetahui tumbuh oleh tubuh sehingga berakhir pada status gizi
kembang anak sehingga kekurangan gizi anak yang semakin buruk.12 Jika kondisi ini terjadi
berlangsung secara kronis. 2 dalam waktu yang cukup lama dan tidak
Pemerintah saat ini mengupayakan disertai dengan pemberian asupan yang cukup
perbaikan layanan kesehatan yang dapat untuk proses penyembuhan maka dapat
dijangkau oleh seluruh masyarakat dengan mengakibatkan stunting.2
melibatkan kerjasama lintas sektor. Dengan Rumah tangga sendiri disebut memiliki
pelayanan kesehatan yang baik pemerintah sanitasi yang layak apabila fasilitas sanitasi
juga menargetkan imunisasi dasar lengkap yang digunakan memenuhi syarat kesehatan.
serta imunisasi lanjutan DPT-HB-Hib dan Syarat tersebut antara lain dilengkapi dengan
Campak/MR pada setiap balita sehingga jenis kloset leher angsa atau plengsengan
menurunkan angka penyakit infeksi yang dengan tutup, memiliki tempat pembuangan
memperberat kondisi stunting.8 akhir tinja tangki (septic tank) atau Sistem
Kondisi sosial ekonomi dan sanitasi Pembuangan Air Limbah (SPAL), dan memiliki
tempat tinggal juga berkaitan dengan fasilitas buang air besar yang dapat digunakan
tingginya angka stunting. Kondisi ekonomi sendiri atau bersama. 2
erat kaitannya dengan kemampuan dalam Stunting menimbulkan banyak kerugian
memenuhi asupan yang bergizi dan pelayanan dalam kehidupan anak. WHO
kesehatan untuk ibu hamil dan balita. mengklasifikasikannya menjadi dampak jangka
Sedangkan sanitasi dan keamanan pangan pendek dan dampak jangka panjang. Dampak

Medula | Volume 9 | Nomor 3 | Oktober 2019 | 571


Muty Hardani, Reni Zuraida | Penatalaksanaan Gizi Buruk dan Stunting pada Balita Usia 14 Bulan dengan Pendekatan Kedokteran Keluarga

jangka pendek dari sisi kesehatan antara lain: Strategi peningkatan MPASI dilakukan
angka kesakitan dan angka kematian dengan penyuluhan tentang gizi serta
meningkat; sisi perkembangan: penurunan konseling gizi pada ibu dan suplementasi
fungsi kognitif, motorik, dan perkembangan makanan di daerah rawan pangan. Intervensi
bahasa; dan dari sisi ekonomi: peningkatan untuk gizi ibu berupa pemberian suplemen
health expenditure, peningkatan pembiayaan folat besi, beberapa mikronutrien, kalsium,
perawatan anak yang sakit. Sedangkan dan energi dan protein seimbang yang
dampak jangka pendek dari stunting antara terbukti mengurangi risiko anak lahir dengan
lain, dari sisi kesehatan: perawakan dewasa berat badan lahir rendah. Selain itu intervensi
yang pendek, peningkatan obesitas dan pengurangan stunting jangka panjang harus
komorbid yang berhubungan, serta penurunan dilengkapi dengan perbaikan dalam faktor-
kesehatan reproduksi; dari sisi perkembangan: faktor penentu gizi, seperti kemiskinan,
penurunan prestasi belajar, penurunan pendidikan yang rendah, beban penyakit, dan
learning capacity unachieved potensial; serta kurangnya pemberdayaan perempuan.9
dari sisi ekonomi: serta penurunan kapasitas Komitmen pemerintah dalam
kerja dan produktifitas kerja.3 memberantas masalah gizi didukung dengan
Sejak tahun 2010 upaya perbaikan gizi koordinasi lintas kementerian/lembaga. Saat
di dunia dikembangkan dalam bentuk gerakan ini, penguatan koordinasi antar 23
gizi internasional yang dikenal sebagai gerakan kementerian/lembaga berada di bawah
Scaling Up Nutrition (SUN). Gerakan ini dibuat Kantor Sekretariat Wakil Presiden Republik
sebagai respon dunia terhadap kondisi status Indonesia. Tim ini berperan dalam
gizi di sebagian besar negara berkembang dan mengarusutamakan pesan-pesan kunci yang
akibat kemajuan yang tidak merata dalam sudah disusun oleh Kementerian Kesehatan ke
pencapaian MDGs. Fokus Gerakan perbaikan dalam program masing-masing kementerian
gizi pada 1000 hari pertama kehidupan di dan lembaga terkait percepatan pencegahan
Indonesia disebut dengan Gerakan Nasional stunting.19 Kementrian kesehatan juga
Sadar Gizi dalam Rangka Percepatan menyediakan platform untuk mendorong
Perbaikan Gizi Pada 1000 Hari Pertama kerja sama lintas sektor dan memperkuat
Kehidupan. Intervensi yang dilakukan implementasi komunikasi perubahan perilaku
pemerintah Indonesia terdiri dari intervensi dengan membentuk Gerakan Masyarakat
spesifik dan intervensi sensitif.8 Hidup Sehat (GERMAS). Dengan adanya
Intervensi spesifik adalah tindakan atau Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 2017
kegiatan yang dalam perencanaannya tentang GERMAS, saat ini hampir seluruh
ditujukan khusus untuk kelompok 1000 hari kementerian/lembaga telah memiliki
pertama kehidupan (HPK) dan bersifat jangka program-progam terkait GERMAS.13
pendek. Kegiatan ini umumnya dilakukan di Terapi farmakologis pada pasien ini
sektor kesehatan seperti mengadakan meliputi pemberian mikronutrien yaitu
imunisasi lengkap, pemberian PMT ibu hamil vitamin B komplek, vitamin A, dan vitamin C
dan balita, monitoring pertumbuhan balita di sudah tepat. Pada anak dengan malnutrisi
Posyandu, suplementasi tablet besi-folat pada sangat mungkin mengalami kekurangan
ibu hamil, promosi ASI eksklusif, MP-ASI, dan mikronutiren. Suplementasi mikronutrien
sebagainya. Sedangkan intervensi sensitif yang penting untuk balita adalah vitamin A,
adalah berbagai kegiatan pembangunan di zat besi, zink, dan iodium. Zat-zat gizi tersebut
luar sektor kesehatan yang ditujukan pada penting karena berperan dalam pertumbuhan
masyarakat umum. Beberapa kegiatan dan imunitas anak. Namun di Indonesia
tersebut meliputi penyediaan air bersih, program suplementasi yang sudah ada untuk
sarana sanitasi yang baik, penanggulangan semua balita hanya suplementasi vitamin A.
kemiskinan, ketahanan pangan dan gizi, Suplementasi vitamin A diberikan karena
fortifikasi pangan, KIE gizi dan kesehatan, kadar vitamin A dalam ASI tidak tinggi,
kesetaraan gender, dan lain-lain.8 sehingga terkadang tidak bisa mencukupi
kebutuhan anak. Saat ini, pemerintah

Medula | Volume 9 | Nomor 3 | Oktober 2019 | 572


Muty Hardani, Reni Zuraida | Penatalaksanaan Gizi Buruk dan Stunting pada Balita Usia 14 Bulan dengan Pendekatan Kedokteran Keluarga

membuat program suplementasi vitamin A penanggulan kecacingan yang diatur dalam


yang diberikan setiap bulan Februari dan PMK No. 15 Tahun 2017. Obat yang digunakan
Agustus atau setiap enam bulan sekali. Dosis dalam pemberian obat pencegahan massal
vitamin A untuk anak usia 12-59 bulan adalah cacingan adalah albendazol dalam bentuk
200.000 IU yang dikemas dalam kapsul sediaan tablet kunyah dan sirup. Albendazol
berwarna merah.1 Sehingga dosis pemberian merupakan obat cacing berspektrum luas yang
vitamin A pada An.K sudah sesuai. bekerja menghambat pembentukan energi
Vitamin B kompleks sendiri merupakan cacing. Dosis albendazol yang
suatu grup dari beberapa vitamin B, yang direkomendasikan WHO untuk anak usia 1-2
berperan sebagai kofaktor enzim atau tahun adalah 200mg atau setengah tablet
prekursor pada berbagai proses metabolisme kunyah dosis tunggal setiap 6 bulan.14 Oleh
asam amino dan karbohidrat. Vitamin B karena itu pemberian albendazol pada An.K
kompleks terdiri dari gabungan dua atau lebih sudah tepat.
vitamin B yang dapat meliputi B1 (Tiamin), B2 Dalam upaya penatalaksaan penyakit
(Riboflavin), B3 (Niacin), B5 (Asam gizi buruk dan stunting, peranan keluarga
pantotenat), B6 (Piridoksin), B9 (Asam folat), pasien sangat penting untuk mencapai tujuan
dan B12 (Kobalamin). Pada pasien diberikan terapi yang maksimal. Oleh sebab itu, dalam
vitamin B komplek dengan sediaan sirup rangka penatalaksanaan kedokteran yang
sebanyak 2.5ml sekali sehari yang didalamnya berbasis keluarga ditambahkan intervensi
terdapat 2.5mg B1, 1mg B2, 10mg B3, 1.5mg berupa kegiatan home visite sebanyak 4 kali
B5, 1.25mg B6, dan 1.25mg B12. Dosis dirumah pasien dengan melakukan
tersebut sudah tepat diberikan pada anak komunikasi antar pribadi dengan ibu kandung
berusia lebih dari 12 bulan. Pemberian vitamin pasien. Beberapa studi global tentang perilaku
C sebanyak 40mg untuk An.K juga sudah kesehatan menunjukkan bahwa komunikasi
sesuai karena menurut AKG, anak di atas satu antar pribadi tetap menjadi metode yang
tahun membutuhkan asupan vitamin C sangat efektif dalam perubahan perilaku.
sebanyak 40-45 mg per hari.1 Komunikasi antar pribadi juga dapat
Pemberian PMT balita pada An.K sudah meyakinkan sasaran untuk mengunjungi
tepat karena sesuai indikasi yaitu PMT fasilitas kesehatan. Komunikasi tatap muka
diberikan pada anak dengan status gizi kurang. yang sesuai dengan budaya, didesain secara
PMT Balita merupakan pemberian strategis untuk sasaran dan fasilitator yang
suplementasi gizi untuk melengkapi baik dapat mempercepat peningkatan
kebutuhan gizi agar mencapai berat badan kesadaran dan perubahan perilaku yang
sesuai usia. Tiap 100 gram PMT mengandung sesungguhnya.13
450 kalori, 14 gram lemak, 9 gram protein, Setelah dilakukan kunjungan terlihat
dan 71 gram karbohidrat. PMT Balita bahwa pengetahuan ibu pasien mengenai
mengandung 10 vitamin (vitamin A, B1, B2, anjuran gizi seimbang dan dampak dari
B3, B6, B12, D, E, K, dan Asam Folat) dan 7 kurangnya gizi dan stunting, sanitasi rumah
mineral (besi, zink, fosfor, selenium, dan tangga, serta pola hidup bersih dan sehat
kalsium). Setiap bungkus PMT Balita terdiri meningkat. Evaluasi hasil intervensi gizi pada
dari 12 keping biskuit atau 540 kalori (45 kalori kunjungan terakhir juga menunjukan
per biskuit). Anak berusia 12-59 bulan perbaikan AKG akibat perubahan positif
diberikan 12 keping per hari selama 1 bulan kualitas dan kuantitas MPASI pasien dari hasil
atau setara dengan 30 bungkus PMT Balita. food recall 1x24 jam post intervensi.
Bila berat badan telah sesuai, pemberian PMT Jika dibandingkan dengan tingkat
Balita dihentikan dan untuk selanjutnya pemenuhan kalori pasien sebelum
mengonsumsi makanan keluarga gizi dilakukannya intervensi, terdapat peningkatan
seimbang.1 persentase kalori sebesar 21,6% setelah
Obat anti cacing pada pasien diberikan intervensi. Tingkat pemenuhan gizi protein
untuk pencegahan infeksi dan termasuk pasien setelah diintervensi adalah sebesar
program pemerintah dalam rangka 104% yang menunjukkan hasil normal atau

Medula | Volume 9 | Nomor 3 | Oktober 2019 | 573


Muty Hardani, Reni Zuraida | Penatalaksanaan Gizi Buruk dan Stunting pada Balita Usia 14 Bulan dengan Pendekatan Kedokteran Keluarga

sesuai. Tingkat pemenuhan kebutuhan lemak memperbaiki pola hidupnya menjadi lebih
pasien An.K setelah diintervensi adalah sehat.
sebesar 88,7%, angka ini menunjukkan
peningkatan yang signifikan sebesar 41,7% jika Daftar Pustaka
dibandingkan dengan tingkat pemenuhan gizi 1. Kementrian Kesehatan Republik
lemak sebelum intervensi yaitu sebesar 47%. Indonesia. Gizi seimbang menuju hidup
Tingkat pemenuhan gizi karbohidrat pasien sehat bagi balita. Jakarta: Departemen
setelah diintervensi sebesar 84,2%, walaupun Kesehatan RI; 2014.
belum mencapai persentase normal namun 2. Kementrian Kesehatan Republik
sudah mengalami peningkatan sebanyak Indonesia. Situasi balita pendek. Jakarta:
10,2%. Infodatin Pusat Data dan Informasi
Tujuan penggunan food recall pada Kementerian Kesehatan RI; 2016.
penatalaksanaan kasus ini adalah untuk 3. World Health Organization. Reducing
melihat secara kuantitatif salah satu faktor stunting in children. Geneva: WHO; 2018.
penyebab terjadinya kurang gizi dan stunting 4. Riskesdas. Riset kesehatan dasar. Jakarta:
serta mengukur asupan gizi pasien sehingga Badan Penelitian dan Pengembangan
dapat dilakukan perbaikan terhadap kondisi Kesehatan Kementerian Kesehatan RI;
yang dialami. Keuntungan penggunaan food 2018.
recall antara lain dapat digunakan pada 5. Tim Nasional Percepatan Penanggulangan
subyek yang buta huruf, relatif murah dan Kemiskinan (TNP2K). 100 kabupaten/kota
cepat, dapat menjangkau sampel yang besar prioritas untuk intervensi anak kerdil
serta dapat dihitung asupan energi dan zat gizi (stunting). Jakarta: Sekretariat Wakil
sehari. Namun, food recall memiliki beberapa Presiden RI; 2017.
kekurangan antara lain sangat tergantung 6. Mucha. N. Implementing nutrition
pada daya ingat subyek, memerlukan tenaga censitive development: reaching
yang trampil dalam pelaksanaannya, adanya consensus briefing paper. 2012. Akses dari
The flat slope syndrome, dan tidak dapat www.bread.org/institute/papers
diketahui distribusi konsumsi individu bila /nutrition-sensitive-interventions.pdf
digunakan untuk keluarga.13 tanggal 26 Oktober 2019.
7. UNICEF. Tracking progress on child and
Simpulan maternal nutrition survival and
Pada kasus ini didapatkan faktor development priority. New York: UNICEF;
internal yaitu kebiasaan mengkonsumsi 2009.
makanan yang tidak sesuai anjuran gizi 8. Scaling Up Nutrition. Country progress In
seimbang, kebiasaan tidak mencuci tangan, scaling up nutrition. 2013. Akses dari
tidak menggunting kuku, dan bermain di scalingupnutrition.org/resources tanggal
tempat kotor. Faktor resiko eksternal berupa 26 Oktober 2019
penghasilan orangtua pasien yang kurang, 9. Kyu H, Shannon H, Georgiades K, dan
lingkungan yang padat penduduk dan kurang Boyle M. Association of urban slum
bersih, serta kurangnya pengetahuan ibu residency with infant mortality and child
mengenai penyakit pasien serta pola asuh stunting in low and middle income
anak, tumbuh kembang anak sesuai umur, countries. Ethiopia: BioMed Research
kebutuhan gizi anak, pemberian ASI dan International Volume; 2013.
MPASI, suplementasi dan fortifikasi makanan, 10. Taufiqurrahman, Hadi H, Julia M, Herman
pencegahan infeksi, dan prilaku mencuci S. Defisiensi vitamin A dan zinc sebagai
tangan dengan sabun. faktor risiko terjadinya stunting pada
Telah dilakukan penatalaksanaan secara balita di nusa tenggara barat. Nusa
holistik, komprehensif, patient centered, Tenggara Barat: Media Penelitian dan
family focus dan community oriented. Pada Pengembangan Kesehatan; 2009.
pasien didapatkan perubahan perilaku yang 11. Rahayu LS. Associated of health of
terlihat setelah diberikan intevensi, pasien parents with changes of stunting from 6-

Medula | Volume 9 | Nomor 3 | Oktober 2019 | 574


Muty Hardani, Reni Zuraida | Penatalaksanaan Gizi Buruk dan Stunting pada Balita Usia 14 Bulan dengan Pendekatan Kedokteran Keluarga

12 months to 3-4 years. Yogyakarta:


Universitas Gajah Mada; 2011.
12. Arum R, Rahfiludin M, dan Nugraheni S.
Faktor-faktor yang berhubungan dengan
terjadinya gizi kurang pada anak balita
usia 25-59 bulan. Semarang: Jurnal
Kesehatan Masyarakat; 2017.
13. Kementrian Kesehatan Republik
Indonesia. Pedoman strategi komunikasi:
perubahan prilaku dalam percepatan
pencegahan stunting di indonesia.
Jakarta: Departemen Kesehatan RI; 2018.
14. Kementrian Kesehatan Republik
Indonesia. Peraturan Menteri Kesehatan
Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2017
tentang Penanggulangan Cacingan.
Jakarta: Departemen Kesehatan RI; 2017.

Medula | Volume 9 | Nomor 3 | Oktober 2019 | 575

Anda mungkin juga menyukai