Mulyanto
Balai Bahasa Daerah Istimewa Yogyakarta
mulyanto.ms@gmail.com
Abstrak
Selama ini ragam krama desa dalam bahasa Jawa dianggap sebagai bentuk olok-olok atau sebagai bahasa
orang yang tidak mengerti bahasa ragam halus. Penelitian ini bertujuan untuk menaturalisasi anggapan
itu dan menjelaskan secara deskriptif krama desa sebagai bahasa yang hidup. Hasilnya, pembentukan
kosakata krama desa merupakan sebuah paradigma yang memiliki sistem. Walaupun dianggap sebagai
bentukan yang salah dan dengan jumlah kosakata yang terbatas, krama desa memiliki sistem yang ber-
sifat teratur sebagaimana pembentukan bentuk kromo atau krama inggil dari ragam ngoko. Keteraturan
sistem itu berupa analogi yang kuat adanya proses pembentukan kosakata ragam kromo menjadi kromo
yang lain, yang searti.
Abstract
During this diversity the manner of krama desa in the Javanese language is considered as a form of moc-
kery or as a language of people who do not understand a subtle language diversity. This study aims to natur-
ralize the assumption and explain descriptively of the krama desa as a living language. As a result, the
forming of krama desa vocabulary as a form of paradigm which has a system. Although considered as a
wrong formation with limited numbers of vocabulary, krama desa has a regular system as a forming pesta-
blishment of kromo or krama inggil from ngoko. The regularity of the system in the form of a strong ana-
logy ing kromo vocabularly forming pricess become another kromo synonymous.
1. Pendahuluan
Bahasa krama desa merupakan bahasa asli bahasa yang dipakai orang tua tidaklah
orang-orang desa yang tidak dipenga-ruhi peduli apakah bahasa itu benar atau salah.
oleh bahasa lain. Bahasa itu masih “murni” Pada kenyataannya bahasa itu digunakan
sebagai alat komunikasi sehari-hari yang secara berkelanjutan dan penu-tur tidak
benar-benar muncul dari alam orang pede- pernah membuat penilaian apa pun
saan di Jawa. Kosakata krama desa disebut terhadap bahasanya. Bahasa itu ala-miah.
sebagai “tutur-tinular”. Artinya, bahasa ini Pernyataan itu muncul dari seorang
dipakai sebagai sarana percakapan di pendengar siaran interaktif bahasa Jawa di
antara para orang tua yang kemudian RRI Yogyakarta yang diselenggarakan oleh
ditiru oleh anak cucunya sehing-ga menjadi Balai Bahasa DIY tanggal 24 Februari 2016.
bahasa yang wajar dan terbiasa digunakan Adanya penyataan itu membuat penu-
di pedesaan, terutama di pasar atau tempat lis tergelitik untuk melihat secara lebih sek-
umum lainnya. Anak cucu yang menirukan sama tentang bahasa Jawa ragam krama
124