Anda di halaman 1dari 4

BAB 1

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Teori merupakan sekelompok konsep membentuk pola yang
menjelaskan suatu proses atau peristiwa dan telah dibuktikan dengan observasi
secara langsung. Teori keperawatan menurut (Barnum, 1990) adalah usaha-usaha
untuk menguraikan atau menjelaskan fenomena mengenai keperawatan. Saat ini
banyak sekali teori yang sedang berkembang dalam dunia keperawatan, salah
satunya ialah teori dari “Virginia Henderson”.
Virginia Henderson lahir pada 1897, di Kansas City. Ia
memperkenalkan definisi keperawata. Definisinya tentang keperawatan
dipengaruhi oleh latar belakang pendidikannya dan kecintaanya dengan
keperawatan saat Ia melihat korban-korban perang dunia. Ia mengatakan bahwa
definisi keperawatan harus menyertakan prinsip kesetimbangan fisiologis.
Menurutnya, “tugas unik perawat ialah membantu individu, baik dalam keadaan
sakit maupun sehat, melalui usahanya melakukan berbagai aktifitas guna
mendukung kesehatan dan penyembuhan individu atau proses meninggal dengan
damai” dengan begitu maksud dari teori Virginia Henderson yaitu berusaha
mengembalikan kemandirian, kekuatan, kemampuan, kemauan, dan pengetahuan
individu tersebut.
Selain itu, Virginia Henderson juga mengembangkan sebuah model
keperawatan “The Actifities of Living”. Model tersebut menjelaskan bahwa
tugas perawat ialah membantu individu dalam meningkatkan kemandiriannya
secepat mungkin. Perawat harus mandiri dalam mengerjakan tugasnya dan tidak
tergantung pada dokter. Akan tetapi, perawat tetap harus menyampaikan
rencananya pada dokter sewaktu mengunjungi pasien.
Cedera pada sistem muskuloskeletal merupakan salah satu akibat dari
trauma. Cedera muskuloskeletal dapat meliputi fraktur, dislokasi, sprain, dan
strain. Satu dari empat orang Amerika mengalami gangguan muskuloskeltal dan
sekitar 40% gangguan muskuloskeletal ini penyebab penurunan kemampuan
fisik (1). Di Indonesia yaitu di Rumah Sakit Umum Pusat Fatmawati sebagian
besar gangguan muskuloskeletal disebabkan oleh fraktur. Di perkirakan sekitar
80% fraktur pada ektremitas bawah, 5% fraktur ektremitas atas, 5% fraktur
pelvis, 5% fraktur pinggul, 5% fraktur pada tulang belakang (2).
Fraktur merupakan kondisi hilangnya kontinuitas tulang yang dapat
disebabkan oleh faktor trauma dan non trauma (3). Adapun yang termasuk faktor
trauma yaitu terjatuh atau cedera, sedangkan faktor non trauma seperti pada
kasus osteoporosis (4). Komplikasi proses penyembuhan fraktur yang sering
terjadi diantaranya malunion, delay union, dan non union. Malunion merupakan
kondisi penyambungan tulang yang tidak sesuai dengan tempatnya sehingga
menimbulkan deformitas (5). Delay union yaitu kondisi keterlambatan
penyambungan tulang, sedangkan non union adalah kondisi tidak terjadinya
penyambungan tulang (6).
Penatalaksanaan fraktur yang tidak semestinya, seperti dilakukan oleh
bone setter (pengobatan tradisional/dukun patah) masih sering dijumpai di
masyarakat Indonesia (7). Hal ini dapat menyebabkan terjadinya Neglected
fracture. Dampak dari kondisi ini dapat memperpanjang hari rawat pasien di
rumah sakit sehingga dapat menimbulkan masalah sosio ekonomi berupa
peningkatan biaya perawatan (8).
Selain berdampak terhadap sosi ekonomi, dampak lainnya adalah
kecemasan. Tindakan operasi dapat menimbulkan kecemasan terhadap pasien
(9). Untuk mencegah terjadinya dampak tersebut diperlukan pemahaman dan
keterampilan dari perawat. Sehingga pasien akan mendapatkan pelayanan
professional dan memadai dalam rangka mencegah berbagai komplikasi baik
secara fisik maupun psikologis (10). Adapun upaya yang dapat dilakukan,
meningkatkan kualitas asuhan keperawatan dengan pendekatan aplikasi teori
model keperawatan yang dapat diterapkan dalam pemberian asuhan keperawatan
(11). Pendekatan model keperawatan yang dapat digunakan dalam praktik
keperawatan salah satunya adalah Virginia Henderson yaitu 14 Pemenuhan
Kebutuhan Dasar Manusia yang bertujuan untuk memandirikan pasien (12).
Berdasarkan uraian di atas, penulis tertarik menerapkan secara
langsung teori Virginia Henderson pada pasien dengan neglected fracture of left
shaft femur di ruang perawatan orthopedi RSUD Kota Mataram.
B. Rumusan Masalah
Bagaimanakah Penerapan teori Virginia Henderson pada pasien dengan
neglected fracture of left shaft femur di ruang perawatan orthopedi RSUD Kota
Mataram.

C. Tujuan Studi Kasus


1. Tujuan Umum
Membandingkan Penerapan teori Virginia Henderson pada pasien dengan
neglected fracture of left shaft femur di ruang perawatan orthopedi RSUD
Kota Mataram.
2. Tujuan Khusus
Mengetahui Penerapan teori Virginia Henderson pada pasien dengan
neglected fracture of left shaft femur di ruang perawatan orthopedi RSUD
Kota Mataram.

B. Manfaat Studi Kasus


1. Manfaat Teoritis
Studi kasus ini diharapkan dapat menambah referensi ilmiah sebagai bahan
untuk pengembangan ilmu pengetahuan dan penelitian khususnya dalam
pengelolaan pasien dengan neglected fracture of left shaft femur
2. Manfaat Praktis.
a. Untuk Perawat
Memperoleh pengalaman dalam mengaplikasikan hasil riset
keperawatan, khususnya studi kasus tentang Penerapan teori Virginia
Henderson pada pasien dengan neglected fracture of left shaft femur di
ruang perawatan orthopedi RSUD Kota Mataram.
b. Untuk Rumah Sakit
Dapat menerapkan intervensi berbasis evidence based untuk pengelolaan
pasien dengan neglected fracture of left shaft femur
c. Bagi Institusi Poltekkes Kemenkes Mataram.
Menambah keluasan ilmu dan teknologi terapan bidang keperawatan
dalam pengelolaan pasien dengan neglected fracture of left shaft femur
khususnya ilmu keperawatan kegawat daruratan.
d. Bagi Pasien
Menambah pengetahuan pasien dalam pengelolaan mandiri pada pasien
dengan neglected fracture of left shaft femur

Anda mungkin juga menyukai