Irna Bedah
Irna Bedah
KELOMPOK III
1. Afi Naufal Adani, S.Farm
2. Amelia Mahardika, S.Farm
3. Annisa Aneka Putri, S.Farm
4. Aulia Ayu Rahmawati, S.Farm
5. Bayu Anggoro Saputro, S.Farm
Erwin Novia Rachmawati,
6.
S.Farm
7. Fandi Harmiki, S.Farm
8. Gita Annisa Fadilla, S.Farm
9. Khoridatur Rohmah, S.Farm
10. Lely Febriyanti, S.Farm
11. Mutia Rahma Yunita, S.Farm
12. Wardatun Nafisah, S.Farm
13. Yuliana Ayu Puspitasari, S.Farm
DAFTAR ISI...........................................................................................................2
DAFTAR LAMPIRAN..........................................................................................4
BAB I TINJAUAN PUSTAKA.............................................................................5
1.1 Ventrikulitis...............................................................................................5
1.1.1 Definisi...............................................................................................5
1.1.2 Etiologi...............................................................................................5
1.1.3 Patofisiologi.......................................................................................6
1.1.4 Diagnosa.............................................................................................7
1.1.5 Pemeriksaan Penunjang.....................................................................7
1.1.6 Manifestasi Klinis..............................................................................9
1.1.7 Penatalaksanaan Terapi......................................................................9
1.2 Pseudomonas Aeruginosa........................................................................17
2.1.1 Pendahuluan.........................................................................................17
2.1.2 Gambaran Klinis..................................................................................17
2.1.3 Terapi...................................................................................................17
BAB II DOKUMEN FARMASI PASIEN..........................................................19
2.1 Profil Pasien............................................................................................19
2.2 Assesment IGD........................................................................................19
2.3 Laporan Operasi......................................................................................20
2.4 DFP 1-Lembar Pengobatan Pasien..........................................................21
2.5 DFP 2-Lembar Pengkajian Obat.............................................................28
2.6 DFP 3-Lembar Monitoring Efek Samping Obat (Aktual).......................32
2.7 DFP 4-Form Rencana Kerja Farmasi dan Lembar Pemantauan.............33
2.8 DFP 5-Lembar Konseling.......................................................................35
BAB III ANALISIS TERAPI..............................................................................38
3.1 AMPICILLIN..........................................................................................38
3.2 AMIKASIN.............................................................................................40
3.3 CEFAZOLIN...........................................................................................41
3.4 METAMIZOLE.......................................................................................42
3.5 PARASETAMOL...................................................................................43
2
3.6 DEKSAMETASON................................................................................44
3.7 INFUS D5 ¼ NS.....................................................................................46
BAB IV KESIMPULAN......................................................................................48
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................49
LAMPIRAN..........................................................................................................52
3
DAFTAR LAMPIRAN
4
BAB I
TINJAUAN PUSTAKA
1.1 Ventrikulitis
1.1.1 Definisi
Ventriculitis adalah peradangan pada lapian ependymal ventrikel
serebral, biasanya akibat infesi sekunder. Memiliki nama lain,
ependymitis, empyema ventrikel, piochepalus, dan ventriculitis piogenik
(Fukui et.al, 2011)
1.1.2 Etiologi
Ventrikulitis dapat disebabkan oleh beberapa faktor, seperti
(Srihawan et al., 2016) :
1. Meningitis (bakteri dan virus)
2. Abses serebral dengan ruptur intraventrikular
3. Terkait dengan kateter (berhubungan dengan shunt atau EVD)
4. Trauma
5. Kebocoran cairan serebrospinal (LCS leakage)
6. Komplikasi bedah saraf
7. Komplikasi kemoterapi intratekal
5
1.1.3 Patofisiologi
Bakteri
Cedera neurologik
Reaksi inflamasi
Edema otak
6
bertanggung jawab untuk sirkulasi cairan serebrospinal (Gower et al, 1990).
Inokulasi langsung organisme pada parenkim otak menyebabkan inflamasi
dan edema pada area otak. (Mathisen and Jhonson, 1997)
Pada pasien dengan cedera neurologik yang menyebabkan inflamasi dan
kerusakan pada sawar darah otak. Diagnosa ventrikulitis dapat ditegakkan
dimana pada cairan serebrospinal telah mengandung darah dengan protein
yang meningkat dan penurunan kadar glukosa (Rivera-Lara, 2017)
1.1.4 Diagnosa
Bayi berusia kurang dari atau sama dengan 1 tahun dengan setidaknya 1
gejala berikut :
1. Demam (38.8 C rectal)
2. Hipotermia
3. Apnea
4. Bradikardia
5. Leher kaku
6. tanda meningeal
7. tanda saraf kranial
8. pasien mudah marah
Hasil dari LCS sebagai berikut :
1. Pemeriksaan LCS positif dengan peningkatan sel darah putih,
peningkatan protein dan atau penurunan kadar glukosa
2. Pemeriksaan pewarnaan gram positif pada LCS
3. organisme yang dikultur dari darah
4. tes antigen positif pada LCS, darah dan urin
5. Diagnostik single-antibody titer (igM) atau peningkatan 4 kali lipat
(IgG) untuk pathogen (Bautista, 2013).
7
adanya abses otak, inflamasi meningeal, atau komplikasi seperti infark
arterial, pendarahan, dan efusi subdural (Hay Jr. et al, 2009). Pada CT
Scan atau MRI, temuan yang khas yaitu adanya irregular debris
ventrikular. Abnormalitas periventrikular terdeteksi dengan MRI dan
menggambarkan perubahan respon inflamatori dari periventrikular.
(Agrawal et al, 2008). Peningkatan ependymal dan edema parenkimal
dapat terlihat dengan sinyal FLAIR pada metode MRI (Fukui, 2001).
Ventrikulitis dapat di diagnosa dengan tes mikrobiologi pada cairan
serebrospinal. Pemeriksaan yang dilakukan diantaranya pewarnaan dan
kultur bakteri, kadar leukosit, kadar glukosa, dan kadar protein. Pewarnaan
gram pada spesimen cairan serebrospinal menghasilkan temuan gram
bakteri dengan kultur organisme, menurunkan kadar glukosa pada cairan
serebrospinal dan peningkatan kadar protein atau temuan nutrofilik
pleositosis. (Agrawal et al, 2008)
Intracranial sonography berguna untuk mendiagnosa kondisi
ventriculitis pada infant. Temuan yang didapatkan diantaranya
peningkatan echogenisitas dinding ventrikulrar, peningkatan ketebalan
dinding ventricular, dan adanya sepsis dan debris pada ventrikel otak.
Intracranial sonography lebih baik menunjukkan kompartementalisasi
ventrikel dari pembentukan septum intraventrikular. (Yikilmaz and Taylor,
2008).
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan untuk membantu
diagnosa ventriculitis diantaranya adalah Radiografi Babygram dan cek
darah lengkap. Radiografi Babygram merupakan alat diagnosa untuk
umum pada bayi. Radiografi Babygram dilakukan setelah menggunakan
CT Scan atau MRI sehingga dapat menguntungkan untuk visualisasi pada
otak, tulang dan organ tubuh lainnya. Radiografi Babygram digunakan
untuk melihat malformasi kongenital yang terjadi pada bayi. (Klein et al,
2012). Cek darah difokuskan dengan pemeriksaan C-Reactive Protein
(CRP) untuk melihat adanya infeksi dan sebagai marker inflamasi akut
yang terjadi pada bagian tubuh. CRP adalah sintesis sel globulin oleh
hepatosit dan disekresikan dalam darah. Kadar CRP akan meningkat pada
8
keadaan reaksi inflamatori sistemik atau lokal dan lebih spesifik pada
penyakit infeksius yang terjadi pada bayi. (Melawati et al, 2015).
Terapi empiris
Dosis antimikroba telah digunakan secara empiris, dengan
penyesuaian dosis dan interval dosis berdasarkan pada kemampuan agen
9
untuk mencapai konsentrasi CSF yang memadai. Pilihan terapi
antimikroba empiris pada ventrikulitis harus diatur berdasarkan usia pasien
dan dengan berbagai kondisi yang mungkin membuat pasien cenderung
menderita ventrikulitis (pascatraum, berhubungan dengan kateter shunt,
dll.) (Agrawal, 2008).
Terapi Khusus
Keputusan tentang pilihan agen antimikroba spesifik didasarkan pada
pengetahuan tentang kerentanan in vitro dan penetrasi relatif ke CSF di
hadapan peradangan meningeal (apakah diperoleh dari model hewan
percobaan atau pasien). Rekomendasi untuk terapi antimikroba pada
pasien dengan identifikasi patogen dugaan dengan pewarnaan Gram
positif, berdasarkan usia pasien dan kondisi predisposisi spesifik, dan
berdasarkan patogen terisolasi dan pengujian kerentanan. Antimikroba
yang dapat digunakan untuk terapi antara lain :
1. Cephalosporin
Namun, mengingat peningkatan frekuensi resistensi antimikroba
di antara basil gram negatif, terutama di rumah sakit, pengujian
kerentanan in vitro terhadap isolat sangat penting untuk memandu
terapi antimikroba. Satu agen, ceftazidime, juga menunjukkan
kemanjuran dalam beberapa studi pasien dengan Pseudomonas
meningitis. Sefalosporin generasi keempat, cefepime, terbukti aman
dan setara dengan sefotaksim dalam pengobatan meningitis bakteri
pada bayi dan anak-anak. dan telah berhasil digunakan pada beberapa
pasien dengan meningitis yang disebabkan oleh bakteri ini,
menjadikannya agen yang berguna dalam perawatan pasien dengan
bakteri meningitis (Agrawal, 2008).
2. Aminoglycosides
Laporan terbaru menunjukkan bahwa amikacin, yang diberikan
secara sistemik kepada pasien dengan meningitis atau ventrikulitis,
mencapai kadar CSF atau cairan ventrikel yang akan menghambat
atau membunuh banyak bakteri gram negatif umum yang
10
menyebabkan infeksi sistem saraf pusat. Terapi sistemik dengan
amikacin dapat menjadi pengobatan pilihan untuk anak-anak dengan
ventriculitis yang disebabkan oleh bakteri yang sangat rentan terhadap
obat ini (Agrawal, 2008).
Laporan terbaru menunjukkan bahwa amikacin, yang diberikan
secara sistemik kepada pasien dengan meningitis atau ventrikulitis,
mencapai kadar LCS atau cairan ventrikel yang akan menghambat
atau membunuh banyak bakteri gram negatif umum yang
menyebabkan infeksi sistem saraf pusat. Terapi sistemik dengan
amikacin dapat menjadi pengobatan pilihan untuk anak-anak dengan
ventriculitis yang disebabkan oleh bakteri yang sangat rentan terhadap
obat ini (Agrawal et al, 2008).
Ringkasan Bukti Prinsip-prinsip terapi antimikroba untuk pasien
dengan ventrikulitis dan meningitis yang harus menembus SSP,
mencapai konsentrasi CSF yang memadai, dan memiliki aktivitas
bakterisidal terhadap patogen yang menginfeksi . Namun, beberapa
mikroorganisme yang menyebabkan infeksi ini sering membentuk
biofilm pada pasien dengan perangkat prostetik di mana agen
antimikroba tidak menembus dengan baik. Oleh karena itu, terapi obat
mungkin bermasalah ketika kateter tidak dilepas. Ketika pleocytosis
CSF hadir, terapi antimikroba harus dimulai setelah kultur yang tepat
diperoleh, tetapi sebelum hasil kultur tersedia, jika ada kecurigaan
infeksi. Mikroorganisme yang paling mungkin terkait dengan infeksi
shunt dan drainase CSF adalah stafilokokus koagulase-negatif
(terutama Staphylococcus epidermidis), S. aureus, P. acnes, dan basil
gram negatif (termasuk Escherichia coli, spesies Enterobacter, spesies
Citrobacter, spesies Serratia, dan Pseudomonas aeruginosa) (Tunkel et
al, 2017).
11
Terapi Antimikroba yang Direkomendasikan pada Pasien dengan
Ventriculitis dan Meningitis yang Berhubungan dengan Kesehatan
Berdasarkan Pengujian Patogen Terisolasi dan Pengujian Kerentanan In
Vitro (tunkel et al, 2017).
12
dengan gentamisin dan aminoglikosida lainnya jarang terjadi dan amikacin
mungkin efektif terhadap pasien yang resisten terhadap aminoglikosida
lainnya (Pubchem, 2019).
Mekanisme aksi :
Amikasin secara ireversibel berikatan dengan subunit ribosom bakteri
30S, yang secara khusus mengunci protein 16S rRNA dan S12 dalam
subunit 30S. Hal ini menyebabkan gangguan dengan kompleks inisiasi
translasi dan kesalahan membaca mRNA, sehingga menghambat sintesis
protein dan menghasilkan efek bakterisida (Pubchem, 2019).
Farmakokinetik:
Absorbsi : cepat secara intramuscular, sangat lambta bila secara oral
(DIH 17th, 2009).
Distribusi :Sangat hidrofilik Terutama ke dalam cairan ekstraseluler;
menembus penghalang sawar darah otak ketika inflamasi meninges, baik
apabila dengan peradangan (melebihi MIC biasa) (DIH 17th, 2009).
Protein-binding: 0% to 11%
Eliminasi: Melalui urin (94-98%) (DIH 17th, 2009).
3. Vancomycin
Atas dasar temuan ini, vankomisin tidak dianjurkan dalam
pengobatan meningitis bakteri yang disebabkan oleh isolat yang
rentan terhadap agen lain (yaitu, penisilin dan sefalosporin). Bahkan
pada pasien dengan meningitis yang disebabkan oleh jenis yang
resisten terhadap penisilin dan sefalosporin, vankomisin harus
dikombinasikan dengan sefalosporin generasi ketiga dan tidak boleh
digunakan sebagai agen tunggal. Ketika digunakan untuk pengobatan
meningitis bakteri, vankomisin harus diberikan untuk
mempertahankan konsentrasi vankomisin serum melalui sekitar 15
hingga 20 mg / mL. Pemberian vankomisin intratekal dapat
dipertimbangkan pada pasien yang tidak merespons pemberian
parenteral (Agrawal, 2008).
13
4. Rifampin
Rifampin memiliki banyak sifat yang menjadikannya agen yang
sangat baik untuk pengobatan meningitis, termasuk penetrasi CSF
yang baik dan aktivitas in vitro terhadap banyak patogen meningeal.
Namun, ketika digunakan sendiri, resistensi cepat berkembang,
sehingga rifampisin harus digunakan dalam kombinasi dengan agen
antimikroba lainnya. Rifampin hanya boleh ditambahkan jika
organisme tersebut terbukti rentan dan ada penundaan dalam respon
klinis atau bakteriologis yang diharapkan. Rifampin juga harus
dikombinasikan dengan vankomisin pada pasien dengan infeksi shunt
CSF yang disebabkan oleh stafilokokus, terutama dalam kasus-kasus
di mana shunt tidak dapat dihilangkan (Agrawal, 2008).
5. Karbapenem
Agen imipenem dan meropenem telah dipelajari pada pasien
dengan meningitis bakteri. Imipenem telah berhasil digunakan pada
pasien dengan meningitis pneumokokus yang disebabkan oleh strain
yang resisten terhadap penisilin dan sefalosporin dan pada pasien
dengan Acinetobacter meningitis, meskipun potensi untuk aktivitas
kejang (yang 33% dalam 1 studi anak-anak dengan meningitis bakteri)
berpendapat menentang penggunaannya pada kebanyakan pasien
dengan meningitis bakteri. Meropenem, yang memiliki jangkauan luas
aktivitas in vitro dan kecenderungan kejang yang lebih sedikit
daripada imipenem, juga telah dipelajari pada anak-anak dan orang
dewasa dengan meningitis bakteri (Agrawal, 2008).
6. Fluoroquinolone
Antibiotik golongan kuinolon juga dapat digunakan dalam
pengobatan ventrikulitis. Ciprofloxacin menembus ke dalam CSF
pasien dengan meningitis bakteri dan memiliki aktivitas antibakteri
yang sangat luas, termasuk sebagian besar organisme yang
bertanggung jawab untuk meningitis purulen, kecuali Streptococcus
pneumoniae. Konsentrasi ciprofloxacin dalam CSF sama dengan atau
lebih tinggi dari konsentrasi penghambatan minimum (MIC) yang
14
dilaporkan atau konsentrasi bakteri minimal terhadap sebagian besar
enterobacteria. Ofloxacin mudah berdifusi ke dalam CSF pasien
dengan meningitis bakteri atau ventrikulitis, dan konsentrasi dalam
CSF melebihi MIC untuk sebagian besar patogen yang bertanggung
jawab untuk meningitis purulen. Pefloxacin dapat berguna untuk
pengobatan basil gram negatif dan meningitis Staphylococci atau
ventriculitis, dan konsentrasi CSF melebihi MIC untuk sebagian besar
galur (kecuali streptokokus), terutama ketika dosis tinggi digunakan.
Namun, berdasarkan literatur yang diterbitkan terbatas, agen ini hanya
boleh digunakan untuk meningitis yang disebabkan oleh basil gram
negatif yang resistan terhadap berbagai obat atau ketika pasien belum
menanggapi atau tidak dapat menerima terapi antimikroba standar
(Agrawal, 2008).
Antibiotik Intraventrikuler
Pemberian antibiotik intraventrikular dapat dipertimbangkan jika
ventrikulitis refrakter terhadap terapi antimikroba sistemik. Dosis yang
dianjurkan dari agen antimikroba yang diberikan melalui rute
intraventrikular adalah vankomisin (5-20 mg / hari), gentamisin (1–8 mg /
hari), tobramycin (5-20 mg / hari), amikasin (5-50 mg / hari) , polymyxin
B (5 mg / d), colistin (10 mg / d), quinupristin / dalfopristin (2-5 mg /
hari), dan teicoplanin (540 mg / hari). Setelah pemberian dosis
intraventrikular pertama, dosis tambahan dapat ditentukan dengan
perhitungan quot ‘quotient penghambatan.’ Sebelum pemberian dosis
intraventrikular berikutnya, sampel CSF ditarik untuk mendapatkan
konsentrasi CSF. Administrasi intraventrikular 1 mg gentamisin
menghasilkan konsentrasi CSF ventrikel yang lebih besar dari 20 mg / mL
1 jam dan 5 hingga 14 mg / mL 36 jam setelah pemberian. Aplikasi
vankomisin intraventrikular aman dan manjur modalitas pengobatan pada
ventriculitis yang berhubungan dengan drain, dengan kadar vankomisin
yang jauh lebih tinggi dicapai dalam CSF ventrikel dibandingkan dengan
pemberian intravena (Agrawal, 2008).
15
Pengelolaan Ventrikulitis Shunt-Asosiasi
Prinsip-prinsip terapi antimikroba untuk infeksi shunt CSF umumnya
sama dengan yang untuk pengobatan meningitis bakteri akut. Namun,
penanaman langsung agen antimikroba ke dalam ventrikel melalui
ventrikulostomi eksternal atau reservoir shunt kadang-kadang diperlukan
pada pasien yang memiliki infeksi shunt yang sulit untuk diberantas atau
yang tidak dapat menjalani komponen bedah dari terapi. Penghapusan
semua komponen shunt yang terinfeksi dan beberapa komponen drainase
eksternal, dalam kombinasi dengan terapi antimikroba yang tepat,
membantu membersihkan ventrikulitis dari infeksi shunt lebih cepat.
Waktu reimplantasi shunt tergantung pada mikroorganisme yang terisolasi,
tingkat infeksi sebagaimana didefinisikan oleh kultur sampel yang
diperoleh setelah eksternalisasi, dan kadang-kadang, pada temuan CSF
(Agrawal, 2008).
Prophylaxis Antibiotik
Profilaksis antibiotik telah terbukti tidak efisien pada pasien trauma
dengan fistula CSF, dan rekomendasi tidak mendukung penggunaan
antibiotik profilaksis pada pasien dengan fistula CSF atau durasi
profilaksis melebihi 24 hingga 48 jam. Pada pasien yang menjalani
kraniotomi, profilaksis antibiotik sangat membantu dalam mencegah
infeksi sayatan tetapi tidak memiliki efek pada pencegahan meningitis.
Meskipun penggunaan antibiotik profilaksis mengurangi kejadian infeksi
CSF dan infeksi sistemik, pada saat yang sama, itu predisposisi pasien
untuk infeksi oleh organisme yang lebih resisten. Karena ventrikulitis
klinis dapat menjadi konsekuensi yang menghancurkan, penggunaan
antibiotik profilaksis direkomendasikan di semua pasien dengan
ventrikulostomi (Agrawal, 2008).
16
1.2 Pseudomonas Aeruginosa
2.1.1 Pendahuluan
P. aeruginosa tersebar luas di tanah, air, dan lingkungan lembab lainnya.
Pasien yang dirawat di rumah sakit dapat dikolonisasi dengan P. aeruginosa di
tempat yang lembab seperti perineum, telinga, dan aksila. P. aeruginosa adalah
patogen oportunistik, terutama di lingkungan rumah sakit. Keberhasilan ini
sebagian besar disebabkan oleh ketahanannya terhadap banyak antibiotik,
kemampuan untuk beradaptasi dengan berbagai kondisi fisik, dan kebutuhan
nutrisi yang minimal.
2.1.3 Terapi
Agen antipseudomonal termasuk ciprofloxacin (satu-satunya pilihan oral),
ceftazidime, ticarcillin, piperacillin, karbapenem, aminoglikosida (gentamicin,
tobramycin, amikacin), polimiksin (natrium colistimethate), dan aztreonam.
Secara teoritis, penggunaan terapi ganda dapat mengurangi resistensi antibiotik
dan mungkin juga memiliki potensi antibakteri secara sinergis, tetapi ada sedikit
bukti klinis untuk ini.
17
Tabel. Agen Antimikroba untuk Pengobatan Infeksi yang Disebabkan oleh
Pseudomonas aeruginosa (Hauser, A. R., 2013).
Golongan Antibiotik Antibiotik
Monobaktam Aztreonam
Kolistin
18
BAB II
DOKUMEN FARMASI PASIEN
19
2.3 Laporan Operasi
Diagnosis pre-operasi Wound dehiscence post reduksi & rekonstruksi cele
+ LCS leakage + pus suspek ventriculitis +
peningkatan TIK
Sign in 08.15
Jumlah perdarahan 60 mL
20
2.4 DFP 1-Lembar Pengobatan Pasien
5/8 6/8 7/8 8/8 9/8 10/8 11/8 12/8 13/8 14/8 15/8 16/8 17/8 18/8 19/8 20/8 21/8
21
7 Amikacin 35mg/8 jam (iv) V V V V V V
Catatan :
Riwayat Pengobatan : Tidak Ada
Hasil RO/USG/CTscan/ MRI :
22
1. Pencitraan Babygram
2. CTscan kepala: peningkatan leptomeningeal, periventrikel
Hasil Kultur :
• Tgl pengambilan : 05/08/19
• Tgl selesai : 08/08/19
• Antibiotik yg sudah diberikan: Tidak Ada
• Bahan : Pus Superficial
• Pemeriksaan : Gram, Kultur Aerob
• Hasil kultur : Pseudomonas aeruginosa
1 Aminoglikosida : 5 Tetracyclin R
Amikacin S Tigecycline R
Gentamycin S
23
Ampicillin R
Ampicillin-Sulbactam R
Piperacillin R
Piperacillin tazobactam R
4 Sulfa-Trimethoprime : 8 Lain-lain :
Cotrimoxazole R Fosfomycin R
Imipenem S
Meropenem S
24
Hasil analisa LCS :
No Parameter Hasil
10/08/2019 14/08/2019
4 pH 8
6 RBC-BF 10/µL
25
10 PMN% 80% 65,9%
26
Data Klinik
DATA Tanggal
No Normal
KLINIK 5/8 6/8 7/8 8/8 9/8 10/8 11/8 12/8 13/8 14/8 15/8 16/8 17/8 18/8 19/8 20/8 21/8 22/8
1 Suhu 36,4-38°C 37,5 37,6 38,7 36,7 37,6 36 36,7 36,8 38,2 38,1 36,4 36 36,7 37,4 36,8 36,8 38,1 36,6
100-
2 Nadi 120 115 126 114 120 126 132 112 130 126 104 132 120 112 120 124 126 108
160x/mnt
20-30x/
3 RR 25 24 23 22 22 24 30 20 23 23 20 30 26 24 22 24 22
mnt
6 KU / GCS 456 456 456 456 456 456 456 456 456 456 456 456 456 456 456 456 456
7 Kejang / MS Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak
9 Mual/Muntah Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak
9 Nyeri 2 2 0 0
27
Data Laboratorium
05/08 11/08
28
7 98-107 mmol/L 93 102 Cl pasien pada tanggal 05/08/19 berada
Cl
pada batas bawah.
9 SCr 0,6 – 1,3 mg/dl 0,29 0,32 Nilai Serum kreatinin pasien rendah
10 SpO2 >85% 99
12 SGPT 6 - 50 U/L 49 28
29
(Mitta et al., 2013)
30
2.5 DFP 2-Lembar Pengkajian Obat
Hari/ Kode
No Uraian Masalah Rekomendasi / Saran Tindak Lanjut
Tanggal Masalah
1 Rabu/ 2 S: Pasien mengalami demam & infeksi P: - Menyarankan penggantian antibiotik I: Konfirmasi kepada dokter
7/8/19 pada jahitan bekas operasi, definitif yaitu amikasin 32,5 –
hasil kultur bakteri Pseudomonas 48,75 mg tiap 8 jam IV (Gahart,
aeruginosa dan hasil kultur 2018).
menunjukkan antibiotik yang Perhitungan dosis IV:
sensitif yaitu amikasin, gentamisin,
15 = 22,5 mg/kgBB/hari
imipenem, meropenem. = (15x6,5)–(22,5 x 6,5) mg/hari
= 97,5–146,25 mg/hari.
O: Suhu = 38,7°C
Leukosit = 33,73X103/µL
- Menyarankan penambahan
RR = 23
amikasin secara intraventrikular
Nadi = 126
dengan dosis 5-50 mg tiap 24 jam
BB = 6,5 Kg
(Molinaro et al, 2018).
31
A: Pasien mendapatkan terapi
ampiciliin 250 mg tiap 8 jam IV
setelah hasil kultur keluar
2 Jum’at/ 1a S: - Pasien mengalami infeksi pada P: Menyampaikan kepada dokter bahwa I: Konfirmasi kepada dokter
16/8/19 jahitan bekas operasi/Infeksi pemberian antibiotik profilaksis
Daerah Operasi (IDO) hanya untuk kelas operasi bersih
beresiko infeksi atau bersih
- Hasil kultur menunjukan terdapat
kontaminasi.
bakteri Pseudomonas aeruginosa
- Hasil kultur menunjukan
antibiotic yang sensitive yaitu,
amikasin, gentamisin, imipenem,
meropenem
O: Suhu = 38,7°C
Leukosit = 33,73X103/µL
RR = 23
Nadi = 126
32
(bukan profilaksis), sedangkan
pada saat akan dioperasi pasien
diberikan antibiotik profilaksis
yaitu cefazolin 200 mg (iv).
3. Jum’at/ 4 dan 3b S: Pasien mengalami demam dan P: Menyampaikan kepada dokter untuk I: Konfirmasi kepada dokter
16/8/19 keluar nanah dari luka bekas pemberian ampicillin 250 mg secara
operasi IV tiap 6 jam (Medscape, 2019)
O: Suhu = 38,7°C
Leukosit = 33,73X103/µL
RR = 23
Nadi = 126
BB: 6,5 kg
33
16/8/19 pemberian deksametason setiap 6 jam
O: Pasien mendapatkan terapi (BNF For Children, 2018-2019)
deksametason 2,5 mg/hari
Kode Masalah:
1. Indikasi : 3. Dosis obat 7. Lama pemberian 10. Ketidaksesuaian RM dengan: 14. Kompatibilitas obat
a. Tidak ada indikasi a. Kelebihan (over dosis) 8. Interaksi obat a. Resep 15. Ketersediaan
obat/kegagalan mendapat obat
b. Ada indikasi, b. Kurang (under dosis) a. Obat b. Buku injeksi 16. Kepatuhan
tidak ada terapi 4. Interval pemberian b. Makanan/minuman 11. Kesalahan penulisan resep 17. Duplikasi terapi
c. Kontra indikasi 5. Cara / waktu pemberian c. Hasil laboratorium 12. Stabilitas sediaan injeksi 18. Lain-lain
……………………………………
2. Pemilihan obat 6. Rute pemberian 9. Efek Samping Obat 13. Sterilitas sediaan injeksi
34
2.6 DFP 3-Lembar Monitoring Efek Samping Obat (Aktual)
Umur : 7 bulan BB : 6,5 kg TB : 51 cm Ruangan : Bedah Gradiol Apoteker : Amelia Maharlika R. Said, S.Farm
Evaluasi
No Hari/Tanggal Manifestasi ESO Nama Obat Regimen Dosis Cara Mengatasi ESO
Tgl Uraian
1 Jum’at/ Kejadian ESO 5-25% Amikacin 10,5 mg/24 jam Menghindari 16/8 Tidak terjadi
16/8/19 Nefrotoksisitas intraventrikel penggunaan jangka nefrotoksisitas
(Oxford-Handbook of panjang & pemberian
Infectious Disease and bersama nefrotoksin
Microbiology Edition lainnya (Antibiotics
2, 2017). Simplified Ed 4,
2018).
2 Jum’at/ Berpotensi fatal : Metamizole 100 mg tiap 8 jam Therapeutic plasma 16/8 Tidak terjadi efek
16/8/19 Agranulositosis IV exchange (TPE) atau samping actual
pemberian
imunosupresan seperti
35
prednisone
3 Rabu/ Potensial : Paracetamol 125 mg 3x1 hari Monitoring fungsi hati 7/8 Tidak terjadi efek
7/8/19 hepatotoksik samping actual
(peningkatan bilirubin)
(DIH ed 23, 2017)
Frekue Tanggal
Tujuan Parameter Hasil akhir
Rekomendasi nsi Waktu
Farmakotera yang yang
Terapi Pemant
pi dipantau diinginkan
auan 5/8 6/8 7/8 8/8 9/9 10/8 11/8 12/8 13/8 14/8 15/8 16/8 17/8 18/8 19/8 20/8 21/1 22/8
Definitif RR (25-50 25 24 23 22 22 24 30 20 23 23 20 30 26 24 22 24 22
x/ mnt)
36
WBC (6 –
Tiap 6
Amikasin 17,5X103/m 33,73 24,77
3
hari
m)
CRP
Mengatasi Dexamethaso CRP (0-1 Tiap 6
CTscan 14,9 2,6
edema otak n injeksi mg/dL) hari
kepala
Na (136-145
136 135
mmol/L
Resusitasi Infus D5 ¼ Kadar Tiap 6
cairan NS elektrolit hari
Cl (98-107 93 102
mmol/L)
37
2.8 DFP 5-Lembar Konseling
Umur : 7 bulan BB : 6,5 kg TB : 51 cm. Ruangan : Bedah Gladiol Apoteker : Amelia Maharlika R.
Said, S.Farm
38
setelah direkonstitusi di suhu ruang. (Gahart’s Intravenous
Medication, 2018 & Brosur Produk).
sehingga pemberian harus - Sediaan mengandung Amikacin 500 mg dalam 2 ml, maka
tepat. dapat dilarutkan dalam 100 ml NS, sehingga didapatkan
kandungan 0,5 mg/ml, maka untuk pasien dengan dosis 35
mg, diberikan 3,5 ml.
- Injeksi metamizole 500 mg/mL diinjeksikan pelan iv atau
Pasien diberikan terapi diencerkan ke dalam 10 mL WFI lalu diinjeksikan dengan
Jumat metamizole 100 mg tiap 8 kecepatan <1 mL/menit (Brosur Sanbe Farma Santagesik) Perawat memahami informasi yang
3
16 Agustus 2019 jam injeksi iv, sehingga - Sediaan santagesik 1000mg/2ml, untuk pasien diberikan diberikan
pemberian harus tepat. metamizol 100 mg, maka diambil 0,2 ml kemudian
diencerkan dengan 2 mL dan diinjeksikan secara IV.
- Diberikan tanpa pengenceran secara injeksi iv pelan dengan
kecepatan 1 mL/menit pada vena besar (The UK Injectable
Medicines Guide, 2013).
Pasien diberikan terapi - Dapat juga dilarutkan dalam NaCl 0,9% atau D5, stabil
Jumat dexametahson 2,5 mg injeksi selama 24 jam di suhu ruang (Gahart’s Intravenous Perawat memahami informasi yang
4
16 Agustus 2019 iv, sehingga pemberian Medication, 2018) diberikan
harus tepat. - Memberikan informasi ke perawat bahwa dexamethasone
diberikan injeksi iv pelan 3-5 menit.
- Sediaan Dexamethason mengandung 5 mg/ml, pasien
mendapatkan 2,5 mg, maka diambil 0,5 ml larutan.
- Pemberian paracetamol sirup pada anak usia 7 bulan
5 Rabu, 7 Agustus Pasien mendapatkan terapi Keluarga pasien memahami
menggunakan sendok takar (5ml), 3 x 1 dan dikocok
39
2019
Selasa, 13 Agustus terlebih dahulu, diberikan jika anak demam
Paracetamol sirup 125 mg/5
2019 - Penyimpanan paracetamol sirup di suhu ruang dan informasi yang diberikan
ml, 3 x 1 cth
Rabu, 14 Agustus terlindung dari cahaya matahari
2019
40
BAB III
ANALISIS TERAPI
3.1 AMPICILLIN
36.5-37.5
1 Suhu 37,5 37,6 38,7 36,7 37,6 36 36,7 36,8 38,2
°C
100-198
2 Nadi 120 115 126 114 120 126 132 112 130
x/menit
30-53
3 RR 25 24 23 22 22 24 30 20 23
x/menit
6-17,5
4 WBC 33,73 24,77
x103/mm3
36.5-37.5
1 Suhu 38,1 36,4 36 36,7 37,4 36,8 37,6 38,1 36,6
°C
100-198
2 Nadi 126 104 132 120 112 120 124 126 108
x/menit
30-53
3 RR 23 20 30 26 24 22 24 22
x/menit
6-17,5
4 WBC
x103/mm3
41
spektrum luas dan merupakan antibiotik yang paling banyak digunakan untuk
mengobati infeksi yang disebabkan oleh Sreptococcus faecalis, Streptococcus
pneumoniae, Streptococcus haemolytic, Hemophilus influenzae, Salmonella,
Neisseria meningitidis, Proteus mirabillis dan banyak organisme koliform (John
et al., 2017). Dosis yang digunakan untuk terapi infeksi meningitis yaitu 150-200
mg/kg/hari secara IV atau IM. Efek samping obat (ESO) yang mungkin terjadi
adalah demam, anemia, mual, muntah (Medscape, 2019).
An. SZ mengalami infeksi pada luka pasca operasi, mengalami demam
dengan suhu tubuh 38,7°C (7/8), dan kadar leukosit yang tinggi yaitu
33,73x103/mm3 (5/8). Pada kasus digunakan ampisilin 250 mg tiap 8 jam secara
IV mulai dari tanggal 7-15 Agustus 2019. Penggunaan ampisilin bertujuan
sebagai antibiotik empiris untuk mengobati infeksi yang terjadi pada An.SZ.
Menurut (DIH, 2017; Medscape, 2019), dosis ampisilin untuk mengobati infeksi
pada meningitis yaitu 250 mg tiap 6 jam. Sehingga menyarankan kepada dokter
penggunaan ampisilin pada An. SZ perlu disesuaikan untuk mencapai efek terapi.
Kemudian monitoring tanda-tanda Systemic Inflammatory Response Syndrome
(SIRS) yaitu nadi (100-198 x/menit), suhu tubuh (36.5-37.5 °C), RR (30-53
42
Inflammatory Response Syndrome (SIRS) yaitu nadi (100-198 x/menit), suhu
3.2 AMIKASIN
Amikasin merupakan antibiotik golongan aminoglikosida semi-sintetis
spektrum luas, yang berasal dari kanamisin. Amikacin tidak terdegradasi oleh
banyak enzim umum yang sering bertanggung jawab untuk memperoleh resistensi
aminoglikosida. Karena itu, resistansi silang dengan gentamisin dan
aminoglikosida lainnya jarang terjadi dan amikacin mungkin efektif terhadap
pasien yang resisten terhadap aminoglikosida lainnya (Pubchem, 2019). Amikasin
memiliki spektrum luas yang aktif terhadap gram negative diantaranya
pseudomonas spp, Escherichia coli, Proteus spp, Citrobacter freundii,
providencia spp. Bakteri gram positif yang sensitive terhadap amikasin adalah
Staphylococus spp, staphylococcus pneumoni. Pemberian aminoglikosida IVT
dapat dipertimbangkan bersamaan dengan aminoglikosida IV ketika IV
aminoglikosida saja gagal mencapai kesembuhan klinis atau laboratorium atau
untuk mengobati organisme yang sangat resisten atau untuk menghindari perlunya
pengangkatan alat pada ventrikulitis bakteri yang disebabkan oleh organisme yang
rentan (LeBras, 2016). Amikasin merupakan antibiotik dengan indeks terapi
sempit yang memiliki penetrasi lemah ke Blood Brain Barrier (BBB), sehingga
dilakukan penambahan amikasin melalui rute intrvena dan intraventrikular untuk
meningkatkan daya penetrasi amikasin ke BBB. Amikasin dipilih karena memiliki
penetrasi ke BBB yang lebih baik ketika terjadi inflamasi pada meningeal (Nau et
al., 2010). Dosis yang digunakan untuk terapi vebtriculitis yakni amicasin iv : 15-
22,5 mg/ kg BB/hari, terbagi dalam setiap 8 jam (Medscape, 2019). Untuk
amikasin IVT, dosis literarut yakni 5-50mg/ hari (Tunkel, 2017).
An. SZ mengalami infeksi pada luka pasca operasi, mengalami demam
dengan suhu tubuh 38,7°C (7/8), dan kadar leukosit yang tinggi yaitu
33,73x103/mm3 (5/8). Pada awal MRS tanggal 5 agustus 2019, pasein
mendapatkan terapi antibiotic berupa ampisilin 250 mg/ 8 jam (iv) hingga tanggal
15 agustus 2019. Pada tanggal 8 Agustus 2019 hasil kultur keluar dan menyatakan
bakteri penyebab infeksi pada pus superfisial bekas luka operasi adalah
43
Pseudomonas aeruginosa dan antibiotik yang sensitif untuk An. SZ adalah
amikasin, gentamisin, meropenem, imipenem. Tetapi setelah hasil kultur keluar,
penggunaan ampisilin tetap dilanjutkan, sehingga sebaiknya dilakukan konfirmasi
pada dokter bahwa ampisilin diganti dengan amikasin.
Amikasin baru diberikan pada tanggal 16 Agustus pasca operasi dengan
rute intravena serta intraventikular. Dosis yang digunakan untuk amikasin iv yaitu
35mg/ 8 jam, dosis literatur untuk bayi usia 7 bulan dengan berat badan 6,5 kg
adalah 97,5mg-146,25mg/ hari yang terbagi setiap 8 jam. Sehingga dapat
disimpulkan bahwa dosis amikasin secara iv telah sesui. sedangkan amikasin
intratekal diberikan dengan dosis 10,5mg/ 24 jam. Pada dosis literatur yakni 5-
50mg/ hari. Maka dapat disimpulkan bahwa dosis amikasin secara intaventrikular
telah sesuai. Penggunaan amikasin harus disertai monitoring tanda-tanda Systemic
Inflammatory Response Syndrome (SIRS) yaitu nadi (100-198 x/menit), suhu
3.3 CEFAZOLIN
Cefazolin adalah antibiotic cefalosporin generasi pertama yang digunakan
untuk bakteri gram positif (kecuali enterococcus) dan beberapa bakteri gram
negative basil termasuk E.Coli, Proteus dan Kleibsela, dan merupakan
antimikroba lini pertama untuk profilaksis pada berbagai macam prosedur operasi
(Kusaba, 2009)
Cefazolin digunakan untuk infeksi saluran empedu, pernafasan, genito-urin,
tulang dan sendi, kulit, profilaksis infeksi bedah (Martindale 38th, 2014).
Diabsorpsi sangat rendah di saluran cerna dan biasanya diberikan melalui rute IV
dan IM, terikat pada protein plasma sekitar 85 % paruh waktnya 1.8 jam
meningkat pada pasien gangguan ginjal. Cefazolin dapat berdifusi pada tulang dan
pada cairan ascitic, cairan pleura dan cairan synovial akan tetapi tidak dapat
menembus cairan cerebrospinal (Martindale 38th, 2014). Cefazolin bekerja dengan
cara menghambat sintesis dinding sel bakteri dengan cara berikatan dengan satu
atau lebih pada penicillin binding protein (PBP), yang akan menghambat langkah
transpeptidase akhir dari sintesis pepdoglikan pada dinding sel bakteri, maka
terhambatlah sintesis dinding bakteri. (Martindale 38th, 2014).
44
Cefazolin digunakan untuk profilaksis sebelum dilakukan tindakan operasi,
dosis yang digunakan untuk anak anak adalah 30 mg/Kgbb dan tidak boleh
digunakan lebih dari 2 gram, diberikan 60 menit sebelum insisi (Gahart, 2018)
Dosis yang diperlukan untuk pasien dengan berat badan 6,5 kg adalah 195 mg.
Pada pasien ini tidak seharusnya digunakan antibiotik profilaksis cefazolin karena
pasien dilakukan tindakan operasi kotor (PPAB, 2018)
Terapi Regimen dosis 5/8 6/8 7/8 8/8 9/8 10/8 11/8 12/8 13/8 14/8 15/8 16/8 17/8
Metamizol 100 mg/8 jam(iv)
Parasetamol 100 mg drip/8 jam (iv)
65 mg/8 jam
125 mg/5ml 3x1 cth
(syr)
3.4 METAMIZOLE
Parameter 5/8 6/8 7/8 8/8 9/8 10/ 11/8 12/8 13/ 14/8 15/8 16/ 17/8
8 8 8
Skala Nyeri 2 2 0 0
Suhu 37, 37, 38, 36,7 37, 36 36,7 36,8 38,2 38,1 36,4 36 36,7
5 6 7 6
Metamizole memiliki efek analgesik, spasmolitik, dan antipiretik yang
digunakan untuk mengobati rasa sakit atau analgesic pasca operasi. Karena
kemungkinan risiko agranulositosis penggunaan metamizole, telah dilarang di
sejumlah negara. Efektivitas terapi analgesik lebih besar pada penggunaan iv
metamizole dibandingkan dengan iv parasetamol. Pemberian dosis untuk anak-
anak dapat diberikan sebesar 15 mg/kgBB. Efek samping yang perlu diperhatikan
pada penggunaan metamizole adalah agranulositosis sehingga perlu dilakukan
monitoring nilai neutrofil. Baru-baru ini, laporan kasus agranulositosis mengalami
penurunan yang mungkin disebabkan oleh penghentian obat secara cepat dan
pemberian antibiotik spektrum luas dan Granulocyte Colony Stimulating Factor
(G-CSF) untuk merangsang pembentukan granulosit (Leeuw et al, 2017).
Mekanisme kerja Metamizole sebagai analgesik bekerja dengan menghambat
COX-3. Berdasarkan penelitian Chandrasekharan et al. menyimpulkan bahwa
metamizole, bekerja seperti mekanisme dari asetaminofen, yang juga memiliki
efek penghambatan pada aktivitas COX-3 terutama di CNS. Penghambatan COX-
3 mengarah pada pengurangan sintesis prostaglandin E2 (PGE2). Sebagai akibat
45
dari penghambatan sintesis PGE2 di sistem saraf pusat, sensitivitas ke mediator
nyeri menurun (Jasiecka et al, 2014).
Dasar pemilihan metamizole adalah skala nyeri pasien yaitu 3, yang masuk
kategori nyeri ringan. Metamizole merupakan NSAID yang memiliki efektifitas
sebagai analgesic, antipiretik dan antiinflamasi pada nyeri ringan hingga nyeri
berat, akut dan kronis (Jasiecka, Maslanka dan Jaroszewski, 2014) Selain itu,
Metamizole potensial sebagai analgesik pasca operasi dan terbukti dapat
menurunkan skala nyeri pasien secara signifikan (Derry et al., 2011)
Penggunaan metamizole sebagai analgesik, pasien memiliki riwayat benjolan
dibelakang kepala sejak lahir, sempat masuk rumah sakit bulan juli dan dilakukan
operasi pengangkatan benjolan 26/07/2019 di RSUD Dr.Soetomo, tampak
rembesan operasi sejak tanggal 2/07/2019 dengan skala nyeri 2 (5/8 sampai 6/8)
sehingga diberikan terapi metamizole sebagai analgesik dengan dosis 100 mg/8
jam (iv). Pada tanggal 16 Agustus dilakukan operasi sehingga pasien diberikan
terapi metamizole dengan dosis 100 mg/8 jam (iv) sebagai analgesic pascaoperasi.
Menurut Leeuw et al, 2017, dosis metamizole yang digunakan sebagai analgesik
untuk anak usia kurang dari 1 tahun dapat diberikan sebesar 10-15 mg/kgBB
setiap 6-8 jam. Sehingga dosis metamizole yang diberikan sudah tepat dan terapi
sudah diberikan serta perlu dilakukan monitoring skala nyeri pada pasien dan nilai
neutrofil (agranulositosis).
3.5 PARASETAMOL
Mekanisme kerja parasetamol dengan menghambat sintesis prostaglandin dan
enzim siklooksigenase di sistem saraf pusat dan bekerja di kemoreseptor nyeri
pada sistem saraf perifer (Cossio,2012). Dosis parasetamol sebagai antipiretik
anak usia kurang dari 1 tahun Per Oral 10-15 mg/kgBB tiap 4-6 jam bila perlu
dengan dosis maksimum 75 mg/kgBB/hari dan tidak lebih dari 4gram/hari
(Taketomo at al, 2017). Dosis parasetamol sebagai analgesik sebelum dan
sesudah operasi untuk anak usia kurang dari 1 tahun yaitu 7,5-15mg/kg/hari setiap
6 jam IV dan 10-15 mg/kgBB setiap 6 jam IV (Taketomo at al, 2017). Efek
Samping parasetamol diantaranya Angioedema, Disorientation Dizziness, Pruritic
46
maculopapular rash, Rash, Hyperammonemia, Stevens-Johnson syndrome, Toxic
epidermal, necrolysis, Urticaria, Gastrointestinal (Medscape, 2019).
Penggunaan parasetamol sebagai antipiretik pasien dengan keluhan demam
sejak 2 hari sebelum masuk rumah sakit, keluarga memberikan obat penurun
panas namun kemudian deman kembali dengan suhu 38,7°C (7/8); 38°C (13/8);
38,1°C (14/8). Pemberian terapi parasetamol sebagai antipiretik pada pasien
diberikan dengan dosis 125 mg/5ml 3x1 cth (syr) (7/8, 13/8,14/8), dan pada
tanggal 15 Agustus diberikan terapi parasetamol 100 mg drip/8 jam (iv) untuk
menstabilkan suhu pasien; serta saat operasi dan pasca operasi diberikan terapi
parasetamol 65 mg/8 jam (16/8 IV, 17/8 Oral) dosis yang digunakan untuk pasien
anak usia kurang dari 1 tahun telah sesuai dengan dosis literatur, sehingga terapi
dapat dilanjutkan serta monitoring suhu tubuh pasien.
Penggunaan parasetamol sebagai analgesik, pasien memiliki riwayat benjolan
dibelakang kepala sejak lahir, sempat masuk rumah sakit bulan juli dan dilakukan
operasi pengangkatan benjolan 26/07/2019 di RSUD Dr.Soetomo, tampak
rembesan operasi sejak tanggal 2/07/2019 dengan skala nyeri 0 (15/8 sampai
17/8) pemilihan terapi analgesik dengan skala nyeri 1-3 (nyeri ringan)
menggunakan parasetamol sudah tepat (WHO,2011), serta menurut Taketomo at
al, 2017, dosis parasetamol yang digunakan sebagai analgesik peri/postoperative
untuk anak usia kurang dari 1 tahun sudah tepat. Monitoring skala nyeri pada
pasien.
3.6 DEKSAMETASON
Pasien diberikan Dexamethasone sebanyak satu kali pada tanggal 16 Agustus
2019 dengan dosis 2,5 mg secara IV. Tujuan pemberian Dexamethasone adalah
sebagai adjuvant penggunaan antibiotik Amikacin yang diberikan secara
intraventrikular (BNF for Children, 2018-2019). Sebagai adjuvant antibiotik,
dexamethasone mengatasi respon pelepasan sitokin secara masif akibat pemberian
antibiotik secara intraventrikular. Pelepasan sitokin akan menyebabkan kerusakan
sistem syaraf pusat. Pemberian dexamethasone membantu menurunkan angka
komplikasi neurologis akibat kerusakan sistem syaraf pusat tersebut (International
Society for Pedriatic Neurosurgery, 2019).
47
Data Klinis pasien pada saat pemberian Dexamethason berada pada rentang
normal seperti pada tabel berikut:
No Data Klinik Nilai Normal 16/08/19
1 Suhu 36,4-38°C 36
3 RR 20-30x/ mnt 30
4 Nyeri 0 0
Dexamethasone dalam bentuk bebas akan terikat dengan afinitas yang tinggi
pada reseptor glukokortikoid membentuk kompleks. Kompleks ini terikat dengan
elemen DNA yang mengakibatkan modifikasi dari transkripsi dan sintesis protein
dengan tujuan menghambat infiltrasi leukosit pada daerah inflamasi,
48
mengintervensi fungsi dari mediator nyeri, menekan respon imun humoral dan
menurunkan edema pada jaringan (Drugbank, 2019). Mekanisme ini
dimanfaatkan untuk mencegah kerusakan sistem syaraf pusat karena lonjakan
sitokin akibat injeksi antibiotik secara intraventrikular.
Dosis Dexamethasone sebagai adjuvant antibitiok untuk pasien 3 bulan-17
tahun menurut BNF For Children edisi 2018-2019 adalah 150 mikrogram/kg
setiap 6 jam (maksimal setiap dosis 10 mg) selama 4 hari. Pemberian injeksi
single dose setidaknya dilakukan dalam 1 menit karena pemberian secara cepat
dapat menyebabkan perineal burning atau sensasi kesemutan (Gahart’s IV
Medications 34th ed, 2018). Dosis yang diberikan kepada pasien ini adalah 2,5
mg/hari, dosis ini masih berada dalam rentang dosis yang disarankan literatur
(BNF For Children edisi 2018-2019), namun interval pemberian dexamethasone
pada pasien hanya dilakukan setiap 24 jam dengan lama pemberian hanya 1 hari.
Hal ini tidak sesuai dengan guideline penggunaan dexamethasone sebagai
adjuvant antibiotik yaitu setiap 6 jam dan diberikan selama 4 hari.
Ketidaksesuaian ini dapat mengurangi efektivitas pemberian antibiotik karena
durasi dan interval pemberian yang tidak cukup.
3.7 INFUS D5 ¼ NS
Infus D5 + ¼ NS digunakan untuk infus vena perifer sebagai sumber kalori
dan pengganti cairan tubuh. Tiap 500 ml infus D5 + ¼ NS mengandung glukosa
monohidrat 25 g, NaCl 1,125 g, dan air sampai 500 ml. Infus D5 + ¼ NS
dikontra-indikasikan pada penderita sindrom malabsorpsi glukosa-galaktosa dan
koma diabetikum. Dosis yang diberikan tergantung pada usia, berat badan dan
keadaan klinis pasien. Efek samping yang mungkin bisa timbul yaitu respon febris
respons febris, infeksi pada tempat penyuntikan, hipernatremia, nekrosis jaringan,
trombosis vena atau flebitis yang meluas dari tempat penyuntikan. Hal ini dapat
terjadi karena larutan infus atau teknik pemberiannya, sehingga sebaiknya
disuntikkan pada vena yang besar dan menggunakan jarum suntik yang kecil.
Pada kasus diatas, pasien S.Z mempunyai berat badan 6,5 kg dan tidak
terdapat tanda-tanda gangguan ginjal. Menurut WHO (2005), bayi dengan berat
badan 6,5 kg membutuhkan cairan sebesar 650 ml/hari. Pada tanggal 7-15/08/19,
49
pasien menerima cairan infus D5 + ¼ NS sebesar 500 ml/hari, tanggal 16-
17/08/19 pasien menerima cairan infus D5 + ¼ NS sebsar 650 ml/hari, dan
tanggal 18-21/08/19 pasien menerima infus D5 + ¼ NS 350 ml/hari. Dari data
tersebut dapat disimpulkan bahwa pasien S.Z pada tanggal 7-15/08/19 dan tanggal
18-21/08/19 asupan cairan dari infus dibawah kebutuhan cairan per hari, tetapi
bayi dapat asupan lain dari ASI. ASI mengandung komponen makronutrien
(karbohidrat, protein dan lemak) dan mikronutrien (vitamin & mineral). ASI juga
mengandung air sebanyak 87.5%, oleh karena itu bayi yang mendapat cukup ASI
tidak perlu lagi mendapat tambahan air walaupun berada di tempat yang
mempunyai suhu udara panas (IDAI, 2013). Sehingga untuk mengetahui
kecukupan kebutuhan cairan bayi diperlukan monitoring terhadap kondisi umum
pasien dan cairan elektrolit.
Pasien S.Z menerima cairan infus D5 + ¼ NS sebesar 500 ml, dimana tiap
500 ml mengandung Na setara 19,25 mEq/l dan Cl setara 19,25 mEq/l. Menurut
ASPEN (2002), kebutuhan elektrolit Na, Cl, dan K sebesar 1-2 mEq/kgBB/hari,
sehingga pada pasien dengan berat badan sebesar 6,5 kg memburuhkan kebutuhan
elektrolit Na, Cl, dan K sebesar 6,5 – 12 mEq/hari. Pasien S.Z pada tanggal 7-
15/08/19 mendapatkan asupan Na dan Cl dari infus sebesar 19,25 mEq, pada
tanggal 16-17/08/19 sebesar 25,025 mEq, dan pada tanggal 18-21/08/19 sebesar
11,55 mEq. Data laboratorium Na pada tanggal 5/8/19 dan 11/8/19 berturut-turut
yaitu 136 mmol/l dan 135 mmol/l. Sedangkan nilai Cl pasien pada tanggal 5/8/19
dan 11/8/19 berturut-turut yaitu 93 mmol/l dan 102 mmol/l. Data tersebut bisa
diakatan bahwa pasien S.Z tidak mengalami gangguan keseimbangan elektrolit,
tetapi perlu menyarankan kepada dokter untuk memantau kadar elektrolit pasien
secara rutin karena pasien pada tanggal 18-21/08/19 mendapatkan penurunan
asupan cairan dan elektrolit tetapi pasien tidak mendapatkan data mengenai kadar
Na dan Cl dari tanggal 12/08/19.
50
BAB IV
KESIMPULAN
51
DAFTAR PUSTAKA
Agrawal., MCh, Amit., Cincu., Rafael MD., Timothy., MBBS, Jake., MD., FRCS,
2008. Current Concepts and Approach to Ventriculitis. Infectious
Diseases in Clinical Practice: March 2008 - Volume 16 - Issue 2 - p 100-
104.
Allan R. Tunkel, Rodrigo Hasbun, Adarsh Bhimraj, Karin Byers, Sheldon
L. Kaplan, W. Michael Scheld, Diederik van de Beek, Thomas P. Bleck,
Hugh J. L. Garton9 and Joseph R. Zunt, 2017. 2017 Infectious Diseases
Society of America’s Clinical Practice Guidelines for Healthcare-
Associated Ventriculitis and Meningitis. IDSA Guideline
ASPEN. 2002. Guidelines for The Use of Parenteral And Enteral Nutrition In
Adults And Pediatric Patients. Board of Directors And The Clinical
Guidelines. JPEN Vol 26: 1.
Bautista, Cynthia. 2013. Central nervous system infection. Critical Care Nursing
Clinics of North America.
Brayfiels, A. (Ed). 2014, Martindale The Complete Drug Reference 38th Ed., 237-
238. Pharmaceutical Press : London
Cossio, M. L. T., Giesen, L. F., Araya, G., Pérez-Cotapos, M. L. S., VERGARA,
R. L., Manca, M., Héritier, F. (2012). Effect of Tramadol/Acetaminophen
Combination Tablets in the Treatment of Chronic Pain. Uma Ética Para
Quantos?, XXXIII(2), 81–87.
Fukui MB, Williams RL, Mudigonda S (2001). CT and MR imaging features of
pyogenic ventriculitis. AJNR. Am J Neuroradiology 22: 1510–1516
Gahart B L, Nazareno, A R dan Ortega, M Q (Ed). 2018. Gahart’s 2018
Intravenous Medications A Handbook for Nurses and Health Professional.
Elsevier, USA.
Gian Maria Pacifici. 2017. Clinical Pharmacology of Ampicillin in Neonates and
Infants: Effects and Pharmacokinetics. International Journal Pediatric. 5
(12): 6388-6410.
Gower, D. J., Horton, D., Pollay, M. 1990. Shunt related brain abscess and
ascending shunt infection. Journal of Children Neurology.
52
Harris L, Munakomi, S. 2019. Ventriculitis. In: StatPearls. Treasure Island (FL):
StatPearls Publishing.
Hauser, A. R., 2013., Antibiotic Basic for Clinicians : The ABCs of Choosing the
Right Antibacterial Agent Second Edition. Philadelphia : Lippincott
Williams & Wilkins.
Hay Jr, W. W., Levin, M. J. Deterding, R. R., Abzug, M. J. 2016. Current
Diagnosis and Treatment for Pediatric, edisi ke 23. New York: The
McGraw Hill companies.
IDAI. 2013. Nilai Nutrisi Air Susu Ibu. Indonesian Pediatric Society Committed
in Improving The Health of Indonesian Children
Jasiecka A., Maślanka T., Jaroszewski J.J. 2014. Pharmacological characteristics
of metamizole. Polish Journal of Veterinary Sciences Vol. 17, No. 1 (2014),
207–214.
John, E., Raphael, D., Martin, J.B., Mandell, D., and Bennett. 2015. Principles
and Practice of Infectious Diseases. Philadelphia :Elsevier/Saunders.
John Wiley and Sons. 2015. Neonatal Formulary 7th edition, Limited European
Distribution Centre New Era Estate, Oldlands Way Bognor Regis.
Kusaba, T. 2009. Safety and Efficacy of Cefazolin Sodium in Management of
Bacterial Infection and in Surgical Prophylaxis. Clinical Medicine:
Therapeutics. 1 : 1607-1615
Klein, W. M. Franken, S. Marcelis, C.; Nijmegen. 2012. What is the diagnostic
value of Babygram. European Society of Radiology.
Lacy, Charles F., Armstrong, Lora., Goldman, Morton P., Lance, Leonard L,
2008. Drug Information Handbook 17th Edition. American Pharmacist
Asosiation.
LeBras, Marlys., Chow, Ivy., Mabasa, Vincent H., Ensom, Mary H. H., 2016.
Systematic Review of Efficacy, Pharmacokinetics, and Administration
of Intraventricular Aminoglycosides in Adults. Springer Science
Business Media New York.
Leeuw T.G, Dirckx Maaike, Candel A. G., Scoones G. P., Frank J. P. M. Huygen.,
Saskia N. de Wildt. 2017. The use of dipyrone (metamizol) as an analgesic
in children: What is the evidence? A review. Wiley Pediatric Anesthesia.
53
Mathisen, G. E., Johnson, J. P. 1997. Brain abscess. Clinical Infectious Diseases,
Volume 25, Issue 4, October 1997.
Medscape. 2019. Medscape Reference. Aplikasi Medscape [ Akses 2019].
Melawati, O., Yulistiani, Saharso, D., Zairina, N. 2015. C- Reactive Protein
(CRP) as a Supporting Marker of Antibiotic Effectiveness on Central
Nervous Sytem (CNS) Infections. Folia Medica Indonesiana Vol. 51 No. 3
July – September.
Pubchem, 2019. https://pubchem.ncbi.nlm.nih.gov/compound/Amikacin. Diakses
pada tanggal 24 agustus 2019.
Qibtiyah, M dan Damayanti, A (Ed). 2018 Pedoman Penggunaan Antibiotik
Profilaksis dan Terapi. RSUD. Dr Soetomo : Surabaya.
Rivera-Lara, L., Ziai, W. C., and Nyquist, P. A. 2017. Management of infections
associated with neurocritical care. Handbook of Clinical Neurology.
Srihawan, C., Castelblanco, R. L. , Salazar,L., Wootton, S.H., Aguilera, E., et al.
2016. Clinical Characteristics and Predictors of Adverse Outcome in Adult
and Pediatric Patients With Healthcare-Associated Ventriculitis and
Meningitis. Open Forum Infectious Diseases. 1-6
Torok, M. E., Moran, E., Cooke, F. J., 2017., Oxford Handbook of Infectious
Diseases and Microbiology Second Edition, United Kingdom : Oxford
University Press.
Taketomo, Carol K., Hodding, Jane H. Kraus, Donna M. 2017. Pediatric &
Neonatal Dosage Handbook. 24 ed. Hudson, Ohio, lexi-Comp,Inc.
The International Society For Pediatric Surgery. 2019.
https://www.ispn.guide/infections-of-the-nervous-system-in-
children/meningitis-and-ventriculitis-in-children-homepage/pathology-of-
meningitis-and-ventriculitis-in-children/ [diakses tanggal 24 Agustus 2019]
WHO. 2005. Pocket Book of Hospital Care for Children. Guidelines for the
Management of Common Illnesses with Limited Resources
WHO Pain Ladder with Pain Management Guidelines.2011
Yikilmaz A, Taylor GA (2008). Sonographic findings in bacterial meningitis in
neonates and young infants. Pediatr Radiol 38: 129–137
54
PEMERINTAH PROVINSI JAWA TIMUR
RSUD. Dr. SOETOMO DOKUMEN FARMASI PASIEN
INSTALASI FARMASI UPPFI IRNA / Ruangan : IRNA BEDAH GLADIOL Lembar ke : 1 / 2 / 3 / ………
Jl. Mayjen Prof. Dr. Moestopo 6-8
Surabaya Telp. (031) 5501571
LAMPIRAN
No. RM :12.75.xx.xx Ruang asal : IGD Diagnosis : Ca Rektum 1/3 distal T4bN2M1 Tgl. MRS / KRS : 12 Agustus 2019 .
Nama / umur : Ny. M / 51 Tahun L / P Keterangan KRS : Sembuh /Pulang Paksa / Meninggal
Alasan MRS / : Susah BAB sejak 3 bulan lalu dan
Sesak Napas
Riwayat penyakit : Tidak Ada
BB / TB / LPT : 44 kg / 158 cm / 1,38 m2 Pindahruangan/Tgl :
Riwayat Alergi :Tidak Ada . Nama Apoteker : Bayu Anggoro Saputro, S.Farm.
55
PEMERINTAH PROVINSI JAWA TIMUR
RSUD. Dr. SOETOMO DOKUMEN FARMASI PASIEN
INSTALASI FARMASI UPPFI IRNA / Ruangan : IRNA BEDAH GLADIOL Lembar ke : 1 / 2 / 3 / ………
Jl. Mayjen Prof. Dr. Moestopo 6-8
Surabaya Telp. (031) 5501571
12/8 13/8 14/8 15/8 16/8 17/8 18/8 19/8 20/8 21/8 22/8
3 Inj.Tramadol 100 mg
5 Inj.Metoklopramid 10 mg IV bolus
56
PEMERINTAH PROVINSI JAWA TIMUR
RSUD. Dr. SOETOMO DOKUMEN FARMASI PASIEN
INSTALASI FARMASI UPPFI IRNA / Ruangan : IRNA BEDAH GLADIOL Lembar ke : 1 / 2 / 3 / ………
Jl. Mayjen Prof. Dr. Moestopo 6-8
Surabaya Telp. (031) 5501571
57
PEMERINTAH PROVINSI JAWA TIMUR
RSUD. Dr. SOETOMO DOKUMEN FARMASI PASIEN
INSTALASI FARMASI UPPFI IRNA / Ruangan : IRNA BEDAH GLADIOL Lembar ke : 1 / 2 / 3 / ………
Jl. Mayjen Prof. Dr. Moestopo 6-8
Surabaya Telp. (031) 5501571
58
PEMERINTAH PROVINSI JAWA TIMUR
RSUD. Dr. SOETOMO DOKUMEN FARMASI PASIEN
INSTALASI FARMASI UPPFI IRNA / Ruangan : IRNA BEDAH GLADIOL Lembar ke : 1 / 2 / 3 / ………
Jl. Mayjen Prof. Dr. Moestopo 6-8
Surabaya Telp. (031) 5501571
CATATAN :
-Riwayat pengobatan : Tidak Ada
-Hasil RO/USG/CTscan/ MRI : CT-Scan tanggal 12 Agustus 2019 Malignant mass sepanjang ± 10,6 cm jarak 3 cm
dari anus dan dicurigai infiltrasi uterus + asites.
-Hasil Kultur : Tidak Ada
Status pasien : a. Umum b. Askes c. InHealth d. Jamkesmas e. Jamkesda f. PKS g. JPKTH h. SKTM i. Lain-lain : Jampersal / T4 JKN.
59
PEMERINTAH PROVINSI JAWA TIMUR
RSUD. Dr. SOETOMO DOKUMEN FARMASI PASIEN
INSTALASI FARMASI UPPFI IRNA / Ruangan : IRNA BEDAH GLADIOL Lembar ke : 1 / 2 / 3 / ………
Jl. Mayjen Prof. Dr. Moestopo 6-8
Surabaya Telp. (031) 5501571
Tanggal Pemeriksaan
12/8 13/8 14/8 15/8 16/8 17/8 18/8 19/8 20/8 21/8 22/8
4 Tekanan Darah 120/80 mmHg 109/65 110/65 90/60 110/70 105/70 110/70 110/57 85/50 100/70 110/70
5 SpO2 >95% 96 97 98 97 98 98 97 98
7 Kejang / MS
8 Rh / Wh
9 Muntah Tidak Muntah Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak
10 Muntah Tidak Mual Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak
12 Diare
13 Skala Nyeri 0 2 2 3 2 2 2 2 3 3
PEMERINTAH PROVINSI JAWA TIMUR
RSUD. Dr. SOETOMO DOKUMEN FARMASI PASIEN
INSTALASI FARMASI UPPFI IRNA / Ruangan : IRNA BEDAH GLADIOL Lembar ke : 1 / 2 / 3 / ………
Jl. Mayjen Prof. Dr. Moestopo 6-8
Surabaya Telp. (031) 5501571
No DATA LABORATORIUM
2 Leukosit (3,37-10 x103/mm3) 12.910 13.410 12 Albumin (3,4-5 g/dL) 2,5 2,4 2,6
Umur : 51 Tahun BB : 44 kg TB : 158 cm . Ruangan : IRNA BEDAH GLADIOL Apoteker : Bayu Anggoro, S.Farm.
Hari/ Kode
No Uraian Masalah Rekomendasi / Saran Tindak Lanjut
Tanggal Masalah
Berat Badan : 44 Kg
Hb : 7,8 g/dL
Selasa RBC : 2,55 x103/mm3
1 13 Agustus 3b A : Pasien mendapat tranfusi PRC
2019 sebanyak 219 ml (13-8-2019) dan
236 ml (14-08-2019).
Kebutuhan PRC
= ∆Hb x KgBB x Jenis Darah
= (10-7,8) x 44 Kg x 3
= 290,4 ml
2 Jumat 3b S : Pasien dipasang Nasogastrik Tube P : Menyarankan pemberian Ivelip 20% 250 I : Konfirmasi kepada dokter
16 Agustus (NGT). cc tiap 24 jam sehingga kalori yang
2019
64
PEMERINTAH PROVINSI JAWA TIMUR
RSUD. Dr. SOETOMO DOKUMEN FARMASI PASIEN
INSTALASI FARMASI UPPFI IRNA / Ruangan : IRNA BEDAH GLADIOL Lembar ke : 1 / 2 / 3 / ………
Jl. Mayjen Prof. Dr. Moestopo 6-8
Surabaya Telp. (031) 5501571
Berat Badan : 44 Kg
Kebutuhan Kalori
= 25 kkal x BB
= 1.100 kkal/hari
A : Pasien mendapat terapi Clinimix
15E 1.000 cc dengan kandungan
kalori 410 kkal, Tutofusin Ops
1.500 cc dengan kandungan kalori
200 kkal dan Ivelip 20% 100 cc
dengan kandungan kalori 200 kkal.
Total kalori yang diperoleh pasien
810 kkal/hari.
3 Senin, 19 1b S : Pasien post operasi Sigmoisdotomy. P : Menyarankan pemberian terapi albumin I : Konfirmasi kepada dokter
Agustus 2019 dengan target kadar albumin 3 g/dL.
O: Semakin tinggi albumin maka semakin
cepat penyembuhan luka pada pasien
Kadar Albumin : 2,3 g/dL pascaoperasi (Sugiartanti et al., 2018).
Berat Badan : 44 Kg
Kebutuhan Albumin :
A : Pasien mendapat terapi albumin = ∆Albumin x KgBB x 0,8
20% 100 mL pada tanggal 14 dan 17 = (3-2,3) x 44 Kg x 0,8
Agustus 2017 = 24,64 g/dL
Koreksi dengan Albumin 20% (20g/dL)
65
PEMERINTAH PROVINSI JAWA TIMUR
RSUD. Dr. SOETOMO DOKUMEN FARMASI PASIEN
INSTALASI FARMASI UPPFI IRNA / Ruangan : IRNA BEDAH GLADIOL Lembar ke : 1 / 2 / 3 / ………
Jl. Mayjen Prof. Dr. Moestopo 6-8
Surabaya Telp. (031) 5501571
Kode Masalah:
1. Indikasi : 3. Dosis obat 7. Lama pemberian 10. Ketidaksesuaian RM dengan: 14. Kompatibilitas obat
a. Tidak ada indikasi a. Kelebihan (over dosis) 8. Interaksi obat a. Resep 15. Ketersediaan obat/kegagalan mendapat obat
b. Ada indikasi, b. Kurang (under dosis) a. Obat b. Buku injeksi 16. Kepatuhan
c. tidak ada terapi 4. Interval pemberian b. Makanan/minuman 11. Kesalahan penulisan resep 17. Duplikasi terapi
d. Kontra indikasi 5. Cara / waktu pemberian c. Hasil laboratorium 12. Stabilitas sediaan injeksi 18. Lain-lain ……………………………………
2. Pemilihan obat 6. Rute pemberian 9. Efek Samping Obat 13. Sterilitas sediaan injeksi
66
PEMERINTAH PROVINSI JAWA TIMUR
RSUD. Dr. SOETOMO DOKUMEN FARMASI PASIEN
INSTALASI FARMASI UPPFI IRNA / Ruangan : IRNA BEDAH GLADIOL Lembar ke : 1 / 2 / 3 / ………
Jl. Mayjen Prof. Dr. Moestopo 6-8
Surabaya Telp. (031) 5501571
67
PEMERINTAH PROVINSI JAWA TIMUR
RSUD. Dr. SOETOMO DOKUMEN FARMASI PASIEN
INSTALASI FARMASI UPPFI IRNA / Ruangan : IRNA BEDAH GLADIOL Lembar ke : 1 / 2 / 3 / ………
Jl. Mayjen Prof. Dr. Moestopo 6-8
Surabaya Telp. (031) 5501571
(081217587816)
No
Nama Obat dan Dosis Regimen
Tanggal Pemberian Obat (AGUSTUS 2019)
IRJ-Gladiol
OK-Gladiol
68
PEMERINTAH PROVINSI JAWA TIMUR
RSUD. Dr. SOETOMO DOKUMEN FARMASI PASIEN
INSTALASI FARMASI UPPFI IRNA / Ruangan : IRNA BEDAH GLADIOL Lembar ke : 1 / 2 / 3 / ………
Jl. Mayjen Prof. Dr. Moestopo 6-8
Surabaya Telp. (031) 5501571
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
1
Diet Nasi 1500 kkal/hari
69
PEMERINTAH PROVINSI JAWA TIMUR
RSUD. Dr. SOETOMO DOKUMEN FARMASI PASIEN
INSTALASI FARMASI UPPFI IRNA / Ruangan : IRNA BEDAH GLADIOL Lembar ke : 1 / 2 / 3 / ………
Jl. Mayjen Prof. Dr. Moestopo 6-8
Surabaya Telp. (031) 5501571
2
Diet Clear Water 1-2 sendok/jam (Oral)
3
Diet Susu Entrasol 6x50cc (Oral)
70
PEMERINTAH PROVINSI JAWA TIMUR
RSUD. Dr. SOETOMO DOKUMEN FARMASI PASIEN
INSTALASI FARMASI UPPFI IRNA / Ruangan : IRNA BEDAH GLADIOL Lembar ke : 1 / 2 / 3 / ………
Jl. Mayjen Prof. Dr. Moestopo 6-8
Surabaya Telp. (031) 5501571
4
Infus Tutfusin OPS 500ml/8jam (IV Drip)
71
PEMERINTAH PROVINSI JAWA TIMUR
RSUD. Dr. SOETOMO DOKUMEN FARMASI PASIEN
INSTALASI FARMASI UPPFI IRNA / Ruangan : IRNA BEDAH GLADIOL Lembar ke : 1 / 2 / 3 / ………
Jl. Mayjen Prof. Dr. Moestopo 6-8
Surabaya Telp. (031) 5501571
5
Infus RD5% 1200 ml/24 jam (IV Drip)
6
Infus Clinimix 15E 1000ml/24 jam (IV Drip)
72
PEMERINTAH PROVINSI JAWA TIMUR
RSUD. Dr. SOETOMO DOKUMEN FARMASI PASIEN
INSTALASI FARMASI UPPFI IRNA / Ruangan : IRNA BEDAH GLADIOL Lembar ke : 1 / 2 / 3 / ………
Jl. Mayjen Prof. Dr. Moestopo 6-8
Surabaya Telp. (031) 5501571
7
Infus RL 1000 ml Sisa 450 cc untuk Operasi (IV Drip)
73
PEMERINTAH PROVINSI JAWA TIMUR
RSUD. Dr. SOETOMO DOKUMEN FARMASI PASIEN
INSTALASI FARMASI UPPFI IRNA / Ruangan : IRNA BEDAH GLADIOL Lembar ke : 1 / 2 / 3 / ………
Jl. Mayjen Prof. Dr. Moestopo 6-8
Surabaya Telp. (031) 5501571
8
Cefazolin 2g da in PZ 100ml (IV) Pre-OP
9
Cefazolin 1g/ 8 jam
74
PEMERINTAH PROVINSI JAWA TIMUR
RSUD. Dr. SOETOMO DOKUMEN FARMASI PASIEN
INSTALASI FARMASI UPPFI IRNA / Ruangan : IRNA BEDAH GLADIOL Lembar ke : 1 / 2 / 3 / ………
Jl. Mayjen Prof. Dr. Moestopo 6-8
Surabaya Telp. (031) 5501571
10
Metronidazole 500 mg da in PZ 100 ml (IV) Pre-Op
75
PEMERINTAH PROVINSI JAWA TIMUR
RSUD. Dr. SOETOMO DOKUMEN FARMASI PASIEN
INSTALASI FARMASI UPPFI IRNA / Ruangan : IRNA BEDAH GLADIOL Lembar ke : 1 / 2 / 3 / ………
Jl. Mayjen Prof. Dr. Moestopo 6-8
Surabaya Telp. (031) 5501571
11
Metronidazole 500 mg / 8 jam (IV) Post-Op
Stop
12
Levofloxacin 750mg/24 jam (IV)
76
PEMERINTAH PROVINSI JAWA TIMUR
RSUD. Dr. SOETOMO DOKUMEN FARMASI PASIEN
INSTALASI FARMASI UPPFI IRNA / Ruangan : IRNA BEDAH GLADIOL Lembar ke : 1 / 2 / 3 / ………
Jl. Mayjen Prof. Dr. Moestopo 6-8
Surabaya Telp. (031) 5501571
Stop
13
Ketorolac 30mg/8jam (IV)
77
PEMERINTAH PROVINSI JAWA TIMUR
RSUD. Dr. SOETOMO DOKUMEN FARMASI PASIEN
INSTALASI FARMASI UPPFI IRNA / Ruangan : IRNA BEDAH GLADIOL Lembar ke : 1 / 2 / 3 / ………
Jl. Mayjen Prof. Dr. Moestopo 6-8
Surabaya Telp. (031) 5501571
14
Paracemol 1g/8 jam (IV)
15
Antrain 1g/8jam (IV)
78
PEMERINTAH PROVINSI JAWA TIMUR
RSUD. Dr. SOETOMO DOKUMEN FARMASI PASIEN
INSTALASI FARMASI UPPFI IRNA / Ruangan : IRNA BEDAH GLADIOL Lembar ke : 1 / 2 / 3 / ………
Jl. Mayjen Prof. Dr. Moestopo 6-8
Surabaya Telp. (031) 5501571
16
Ranitidin 50mg/12 jam (IV)
17
79
PEMERINTAH PROVINSI JAWA TIMUR
RSUD. Dr. SOETOMO DOKUMEN FARMASI PASIEN
INSTALASI FARMASI UPPFI IRNA / Ruangan : IRNA BEDAH GLADIOL Lembar ke : 1 / 2 / 3 / ………
Jl. Mayjen Prof. Dr. Moestopo 6-8
Surabaya Telp. (031) 5501571
Omeprazole 40mg/12 jam (IV)
18
Metoklopramid 10mg/8jam (IV)
80
PEMERINTAH PROVINSI JAWA TIMUR
RSUD. Dr. SOETOMO DOKUMEN FARMASI PASIEN
INSTALASI FARMASI UPPFI IRNA / Ruangan : IRNA BEDAH GLADIOL Lembar ke : 1 / 2 / 3 / ………
Jl. Mayjen Prof. Dr. Moestopo 6-8
Surabaya Telp. (031) 5501571
19
O2 Masker 6 lpm (NC)
CATATAN :
81
PEMERINTAH PROVINSI JAWA TIMUR
RSUD. Dr. SOETOMO DOKUMEN FARMASI PASIEN
INSTALASI FARMASI UPPFI IRNA / Ruangan : IRNA BEDAH GLADIOL Lembar ke : 1 / 2 / 3 / ………
Jl. Mayjen Prof. Dr. Moestopo 6-8
Surabaya Telp. (031) 5501571
-Riwayat pengobatan
-Hasil RO/USG/CTscan/ MRI
-Hasil Kultur
Status pasien : a. Umum b. Askes c. InHealth d. Jamkesmas e. Jamkesda f. PKS g. JPKTH h. SKTM i. Lain-lain : Jampersal / T4 …..
82
PEMERINTAH PROVINSI JAWA TIMUR
RSUD. Dr. SOETOMO DOKUMEN FARMASI PASIEN
INSTALASI FARMASI UPPFI IRNA / Ruangan : IRNA BEDAH GLADIOL Lembar ke : 1 / 2 / 3 / ………
Jl. Mayjen Prof. Dr. Moestopo 6-8
Surabaya Telp. (031) 5501571
IRJ- OK-
No DATA KLINIK Nilai Normal Gladiol Gladiol
5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21
1 Suhu Tubuh 36-37,5 oC 36.7 37 36.6 37.1 36.6 36.6 37.3 36.6 37.1 37 36.2 35 36.6 36.6 36.7
4 Tekanan Darah 120/80 mmHg 120/80 110/70 110/80 120/80 120/80 120/80 112/81 119/80 125/80 113/80 121/76 122/76 120//70 120/70 115/70 120/70 120/70
5 SpO2 >95% 98 98 98 98 99 98 98 99 98 98 98 99 99 98 98 98
7 GCS 456 456 456 456 456 456 456 456 456 456 456 456 456 456 456 456 456 456
10 Skala Nyeri 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 +3 +2 +3 +3 +2 +2
11 Ansietas Tidak Cemas(≠) ≠ ≠ ≠ cemas cemas cemas cemas cemas cemas cemas cemas cemas cemas cemas ≠ ≠ ≠
Tanggal Pemeriksaan (AGUSTUS 2019) No DATA LABORATORIUM Tanggal Pemeriksaan (AGUSTUS 2019)
No DATA LABORATORIUM
7 17 7 17
PEMERINTAH PROVINSI JAWA TIMUR
RSUD. Dr. SOETOMO DOKUMEN FARMASI PASIEN
INSTALASI FARMASI UPPFI IRNA / Ruangan : IRNA BEDAH GLADIOL Lembar ke : 1 / 2 / 3 / ………
Jl. Mayjen Prof. Dr. Moestopo 6-8
Surabaya Telp. (031) 5501571
2 Leukosit (3,37-10 x103/mm3) 5.94 14.5 12 Albumin (3,4-5 g/dL) 4.3 3.8
R
11 SCr (0,5 – 0,9 mg/dl) 20 HBsAg
0.5 170.9
PEMERINTAH PROVINSI JAWA TIMUR
RSUD. Dr. SOETOMO DOKUMEN FARMASI PASIEN
INSTALASI FARMASI UPPFI IRNA / Ruangan : IRNA BEDAH GLADIOL Lembar ke : 1 / 2 / 3 / ………
Jl. Mayjen Prof. Dr. Moestopo 6-8
Surabaya Telp. (031) 5501571
Umur : 41 Tahun BB : 45 kg TB : 157 cm Ruangan : Irna Bedah Gladiol Apoteker : Khoridatur Rohmah., S.Farm
Hari/ Kode
No Uraian Masalah Rekomendasi / Saran Tindak Lanjut
Tanggal Masalah
S : Pasien mengalami cemas 8 hari P: Dosis dapat ditingkatkan sesuai dengan I : Konfirmasi Kedokter dan
sebelum operasi, pasien mual 2 hari literature. Berdasar literature penggunaan dilakukan monitoring terhadap data
Jum’at setelah operasi attention to colostomy ranitidine sebagi terapi stress ulcer profilaxis klinik mual muntah
1 16 Agustus 3b O : - adalah 50mg tiap 6-8 jam. Sehingga diperlukan
2019 A : Pasien diberikan ranitidine untuk peningkatan dosis untuk mencapai efek
mengurangi stress uler dengan dosis terapeutik
50mg tiap 12 jam (DIH 17 th Ed, 2009)&(Medscape, 2019)
3 Minggu, 18 9 S : Pasien mual 2 hari setelah operasi P : Efek Samping Levofloxacin 8-10% Gangguan I : Efek Samping dari penggunaan
Agustus 2019 Pencernaan Ketorolac 12 % Mual, dan
PEMERINTAH PROVINSI JAWA TIMUR
RSUD. Dr. SOETOMO DOKUMEN FARMASI PASIEN
INSTALASI FARMASI UPPFI IRNA / Ruangan : IRNA BEDAH GLADIOL Lembar ke : 1 / 2 / 3 / ………
Jl. Mayjen Prof. Dr. Moestopo 6-8
Surabaya Telp. (031) 5501571
4 Jum’at, 17 7 S: Pasien dengan diagnose attention to P: Lamanya pemberian Antibiotik empiris adalah I: konfirmasi ke dokter untuk
Agustus 2019 colostomy yang merupakan jenis operasi 48-72 jam (2-3 hari) pemberian antibiotic empiris hanya
besar bersih terkontaminasi (masuk (Kemenkes, 2011) digunakan dalam waktu 2-3 hari, lebih
dalam digestif) Sarannya penggunaan antibiotic lebih 3 hari dari itu sebaiknya dilakukan evaluasi
O: Data lab dan klinik pasien perlu dilakukan evaluasi berdasarkan data data mikrobiologi
Pre-Op (7-8-19) mikrobiologis dan data penunjang lainnya untuk
Nadi : 88x/menit penegakan diagnosis
RR : 19x/menit
Suhu: 36.6oC
WBC: 5.94x10^6 /uL
Post-Op (17-8-19)
Nadi : 88x/menit
RR : 18x/menit
Suhu: 35oC
PEMERINTAH PROVINSI JAWA TIMUR
RSUD. Dr. SOETOMO DOKUMEN FARMASI PASIEN
INSTALASI FARMASI UPPFI IRNA / Ruangan : IRNA BEDAH GLADIOL Lembar ke : 1 / 2 / 3 / ………
Jl. Mayjen Prof. Dr. Moestopo 6-8
Surabaya Telp. (031) 5501571
Kode Masalah:
1. Indikasi : 3. Dosis obat 7. Lama pemberian 10. Ketidaksesuaian RM dengan: 14. Kompatibilitas obat
a. Tidak ada indikasi a. Kelebihan (over dosis) 8. Interaksi obat a. Resep 15. Ketersediaan obat/kegagalan mendapat obat
b. Ada indikasi, b. Kurang (under dosis) a. Obat b. Buku injeksi 16. Kepatuhan
c. tidak ada terapi 4. Interval pemberian b. Makanan/minuman 11. Kesalahan penulisan resep 17. Duplikasi terapi
e. Kontra indikasi 5. Cara / waktu pemberian c. Hasil laboratorium 12. Stabilitas sediaan injeksi 18. Lain-lain ……………………………………
2. Pemilihan obat 6. Rute pemberian 9. Efek Samping Obat 13. Sterilitas sediaan injeksi
PEMERINTAH PROVINSI JAWA TIMUR
RSUD. Dr. SOETOMO DOKUMEN FARMASI PASIEN
INSTALASI FARMASI UPPFI IRNA / Ruangan : IRNA BEDAH GLADIOL Lembar ke : 1 / 2 / 3 / ………
Jl. Mayjen Prof. Dr. Moestopo 6-8
Surabaya Telp. (031) 5501571
LAMPIRAN 3
PEMERINTAH PROVINSI JAWA TIMUR
RSUD. Dr. SOETOMO DOKUMEN FARMASI PASIEN
INSTALASI FARMASI UPPFI IRNA / Ruangan : IRNA BEDAH GLADIOL Lembar ke : 1 / 2 / 3 / ………
Jl. Mayjen Prof. Dr. Moestopo 6-8
Surabaya Telp. (031) 5501571
LAMPIRAN 4
PEMERINTAH PROVINSI JAWA TIMUR
RSUD. Dr. SOETOMO DOKUMEN FARMASI PASIEN
INSTALASI FARMASI UPPFI IRNA / Ruangan : IRNA BEDAH GLADIOL Lembar ke : 1 / 2 / 3 / ………
Jl. Mayjen Prof. Dr. Moestopo 6-8
Surabaya Telp. (031) 5501571
LAMPIRAN 5
PEMERINTAH PROVINSI JAWA TIMUR
RSUD. Dr. SOETOMO DOKUMEN FARMASI PASIEN
INSTALASI FARMASI UPPFI IRNA / Ruangan : IRNA BEDAH GLADIOL Lembar ke : 1 / 2 / 3 / ………
Jl. Mayjen Prof. Dr. Moestopo 6-8
Surabaya Telp. (031) 5501571
LAMPIRAN 6
PEMERINTAH PROVINSI JAWA TIMUR
RSUD. Dr. SOETOMO DOKUMEN FARMASI PASIEN
INSTALASI FARMASI UPPFI IRNA / Ruangan : IRNA BEDAH GLADIOL Lembar ke : 1 / 2 / 3 / ………
Jl. Mayjen Prof. Dr. Moestopo 6-8
Surabaya Telp. (031) 5501571
LAMPIRAN 7
PEMERINTAH PROVINSI JAWA TIMUR
RSUD. Dr. SOETOMO DOKUMEN FARMASI PASIEN
INSTALASI FARMASI UPPFI IRNA / Ruangan : IRNA BEDAH GLADIOL Lembar ke : 1 / 2 / 3 / ………
Jl. Mayjen Prof. Dr. Moestopo 6-8
Surabaya Telp. (031) 5501571
LAMPIRAN 8
PEMERINTAH PROVINSI JAWA TIMUR
RSUD. Dr. SOETOMO DOKUMEN FARMASI PASIEN
INSTALASI FARMASI UPPFI IRNA / Ruangan : IRNA BEDAH GLADIOL Lembar ke : 1 / 2 / 3 / ………
Jl. Mayjen Prof. Dr. Moestopo 6-8
Surabaya Telp. (031) 5501571
LAMPIRAN 9
PEMERINTAH PROVINSI JAWA TIMUR
RSUD. Dr. SOETOMO DOKUMEN FARMASI PASIEN
INSTALASI FARMASI UPPFI IRNA / Ruangan : IRNA BEDAH GLADIOL Lembar ke : 1 / 2 / 3 / ………
Jl. Mayjen Prof. Dr. Moestopo 6-8
Surabaya Telp. (031) 5501571
LAMPIRAN 10
PEMERINTAH PROVINSI JAWA TIMUR
RSUD. Dr. SOETOMO DOKUMEN FARMASI PASIEN
INSTALASI FARMASI UPPFI IRNA / Ruangan : IRNA BEDAH GLADIOL Lembar ke : 1 / 2 / 3 / ………
Jl. Mayjen Prof. Dr. Moestopo 6-8
Surabaya Telp. (031) 5501571
LAMPIRAN 11
PEMERINTAH PROVINSI JAWA TIMUR
RSUD. Dr. SOETOMO DOKUMEN FARMASI PASIEN
INSTALASI FARMASI UPPFI IRNA / Ruangan : IRNA BEDAH GLADIOL Lembar ke : 1 / 2 / 3 / ………
Jl. Mayjen Prof. Dr. Moestopo 6-8
Surabaya Telp. (031) 5501571
LAMPIRAN 12