Anda di halaman 1dari 5

ANALISIS EFISIENSI ENERGI PADA PEMBANGKIT LISTRIK

TENAGA UAP (PLTU) PT. PLN (PERSERO) TENAYAN RAYA


PEKANBARU

METODOLOGI PENELITIAN

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Teknik
pada Jurusan Teknik Elektro Fakultas Sains dan Teknologi

Oleh :

GERRY AL ARDI
11655101143

JURUSAN TEKNIK ELEKTRO


FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SULTAN SYARIF KASIM RIAU
PEKANBARU
2019
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Menurut Outlook Energi Nasional 2015 (Kondisi Energi Saat ini Bab 3), Pada
tahun 2014, kementrian ESDM mencatat bahwa energi fosil masih mendominasi dalam
konsumsi energi primer (tanpa biomassa tradisional), dimana konsumsi minyak bumi 88
juta TOE atau 41.0% dari total konsumsi energi nasional, diikuti batubara 69 juta TOE
atau 32.3%, gas 42 juta TOE atau 19.7%, biomassa modern 6 juta TOE atau 2.9%, tenaga
air 5 juta TOE atau 2.5%, panas bumi 2 juta TOE atau 1.1% dan listrik impor 0.8 ribu TOE
atau 0.4%. Selama periode 2004 sampai dengan 2014, konsumsi energi primer Indonesia
meningkat dari 127 juta TOE menjadi 215 juta TOE, atau tumbuh 5.4% per tahun. Namun
demikian, total pangsa EBT pada tahun 2014 hanya mencapai sekitar 7.0%. Konsumsi
energi terbesar masih diikuti oleh sektor industri, lalu diikuti oleh sektor transportasi dan
sektor rumah tangga. Dari sektor ketenagalistrikan, saat ini pembangkit listrik di Indonesia
masih di dominasi oleh penggunaan bahan bakar fosil, khususnya batubara (Outlook
Energi, 2015).
Saat ini, selain meningkatkan rasio elektrifikasi Indonesia, pengurangan pemakaian
BBM untuk pembangkitan listrik juga menjadi tujuan utama pemerintah. Oleh karena itu
pemerintah berusaha mengurangi pemakaian BBM dengan cara mempercepat
pembangunan PLTU batubara dan gas bumi.
Menurut Rencana Umum Ketenagalistrikan Nasional (RUKN) 2010-2030, dalam
kurun waktu 20 tahun kedepan Indonesia memerlukan tambahan tenaga listrik kumulatif
sebesar 172 GW. Tambahan kapasitas PLTU batubara mencapai sekitar 79%.
Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) batu bara merupakan jenis pembangkit
terbesar yang dikembangkan oleh pemerintah Indonesia untuk mengatasi kekurangan
pasokan listrik dan untuk mengurangi ketergantungan BBM pada PLTD ( Diesel). Jika
dilihat dari bahan baku yang digunakan untuk menghasilkan uap , maka PLTU bisa
dikatakan pembangkit yang berbahan baku air, karena untuk menghasilkan uap yang
digunakan untuk memutar turbin, tentu diperlukan air.
Dalam PLTU terdapat proses yang terus-menerus berlangsung dan berulang-ulang.
Prosesnya adalah air menjadi uap, kembali menjadi air dan seterusnya. Proses inilah yang

I-1
dimaksud dengan proses PLTU. Prinsip kerja PLTU adalah air yang dipanaskan di dalam
boiler sehingga menghasilkan steam yang digunakan untuk memutar turbin, karena turbin
dikopel satu poros dengan generator sehingga perputaran rotor turbin menyebabkan
berputarnya rotor generator sehingga menghasilkan listrik.
Energi panas yang digunakan untuk mengubah air menjadi uap diperoleh dari hasil
pembakaran bahan bakar sehingga pada PLTU batubara, sumber energi primer nya untuk
pengoperasian sistem PLTU adalah batubara, sedangkan sumber energi sekunder pada
sistem pembangkit listrik tersebut adalah uap karena untuk memproduksi uap dibutuhkan
sumber energi panas yang diperoleh dari pembakaran batubara.
PLTU yang pertama kali beroperasi di Indonesia yaitu pada tahun 1962 dengan
kapasitas 25 MW, suhu 500 derajat C, tekanan 65 Kg/cm2, boiler masih menggunakan
pipa biasa dan pendingin generator dilakukan dengan udara. Kemajuan pada PLTU yang
pertama adalah boiler sudah dilengkapi pipa dinding dan pendingin generator dilakukan
dengan hidrogen, namun kapasitasnya masih 25 MW. Bila dayanya ditingkatkan dari 100 -
200 MW, maka boiler nya harus dilengkapi superheater, ekonomizer dan tungku tekanan.
Kemudian turbinnya bisa melakukan pemanasan ulang dan arus ganda dan pendingin
generatornya masih menggunakan hidrogen. Hanya saja untuk kapasitas 200 MW uap
dihasilkan mempunyai tekanan 131,5 Kg/cm2 dan suhu 540 derajat C dan bahan bakarnya
masih menggunakan minyak bumi (Nurmalita, 2012).
Banyaknya pemakaian batu bara tentunya akan menentukan besarnya biaya
pembangunan PLTU. Harga batu bara itu sendiri ditentukan oleh nilai panasnya (Kcal/Kg),
artinya bila nilai panas tetap maka harga akan turun 1 persen pertahun. Sedang nilai panas
ditentukan oleh kandungan zat SOx yaitu suatu zat yang beracun, jadi pada pembangkit
harus dilengkapi alat penghisap SOx. Hal inilah yang menyebabkan biaya PLTU Batubara
lebih tinggi sampai 20 persen dari pada PLTU minyak bumi. Bila batubara yang digunakan
rendah kandungan SOx-nya maka pembangkit tidak perlu dilengkapi oleh alat penghisap
SOx dengan demikian harga PLTU batu bara bisa lebih murah. Keunggulan pembangkit
ini adalah bahan bakarnya lebih murah harganya dari minyak dan cadangannya tersedia
dalam jumlah besar serta tersebar di seluruh Indonesia.
Air yang digunakan dalam siklus PLTU disebut dengan air demin (demineralized),
yaitu air yang mempunyai kadar conductivity sebesar 0.2 us (mikro siemen). Sebagai
perbandingan air mineral yang kita minum sehari-hari mempunyai kadar conductivity
sekitar 100-200 us. Untuk mendapatkan air demin ini, setiap unit PLTU biasanya

I-2
dilengkapi dengan desalination plant dan demineralization plant yang berfungsi untuk
memproduksi yang air demin.
Secara sederhana siklus PLTU bia dilihat ketika proses memasak air. Mula-mula
air ditampung dalam tempat memasak dan kemudian diberi panas dari sumbu api yang
menyala dibawahnya. Akibat pembakaran menimbulkan air terus mengalami kenaikan
suhu sampai pada batas titik didihnya. Karena pembakaran terus berlanjut sehingga
mengakibatkan air mengalami kenaikan suhu sampai pada batas titik didihnya. Karena
pembakaran terus berlanjut maka air yang dimasak melampaui titik didihnya sampai
timbul uap panas. Uap inilah yang digunakan untuk memutar turbin dan generator yang
akan digunakan untuk memutar turbin dan generator yang akan menghasilkan energi
listrik.
Siklus PLTU merupakan siklus tertutup (close cycle) yang idealnya tidak
memerlukan lagi air jika memang kondisinya sudah mencukupi. Tetapi kenyataannya
masih diperlukan banyak air penambah setiap hari. Hal ini mengindikasikan banyak sekali
kebocoran di pipa-pipa saluran air maupun uap di dalam sebuah PLTU.
Untuk menjaga agar siklus tetap berjalan, maka untuk menutupi kekurangan air
dalam siklus akibat kebocoran, hotwell selalu ditambah air sesuai kebutuhannya dari air
yang berasal dari demineralized tank.
Berdasarkan hal diatas, maka penulis mengangkat judul penelitian “Analisis
Efisiensi Energi Pada Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) PT. PLN (Persero)
Tenayan Raya Pekanbaru” untuk mengetahui seberapa efisien kinerja PLTU dan
bagaimana pengaruh komponen-komponen pada efisiensi PLTU.

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang diatas maka dapat dirumuskan beberapa permasalahan
sebagai berikut :
1. Bagaimana efisiensi energi pada sistem Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU)
PT. PLN (Persero) Tenayan Raya?
2. Apa saja faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja unit pada sistem PLTU
PT. PLN (Persero) Tenayan Raya?

I-3
1.3 Tujuan Penelitian
Tujuan dari penilitian ini adalah :
1. Penelitian ini bertujuan mengetahui efisiensi energi pada sistem Pembangkit Listrik
Tenaga Uap (PLTU) Tenayan Raya Pekanbaru.
2. Menganalisa faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja masing-masing unit
(komponen) pada sistem PLTU PT. PLN (Persero) Tenayan Raya Pekanbaru.

1.4 Batasan Masalah


Adapun batasan masalah pada penelitian ini adalah :
1. Sistem PLTU menggunakan bahan bakar batubara.
2. Faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja komponen PLTU.
3. Analisa pada penelitian ini hanya membahas efisiensi energi pada PLTU.

1.5 Manfaat Penelitian


Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi tentang kinerja
seberapa efisien sistem PLTU PT. PLN (Persero) Tenayan Raya Pekanbaru dan faktor-
faktor yang mempengaruhi efisiensi sistem konversi energi pada PLTU tersebut, sehingga
perbaikan-perbaikan sistem yang dibutuhkan dapat segera dilakukan.

I-4

Anda mungkin juga menyukai