TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Hipertensi adalah tekanan darah sekurang-kurangnya 140 mmHg
sistolik atau 90 mmHg diastolik pada dua kali pemeriksaan berjarak 4-6
jam pada wanita yang sebelumnya normotensi.
Bila ditemukan tekanan darah tinggi (140/90 mmHg) pada ibu
hamil, lakukan pemeriksaan kadar protein urin dengan tes celup urin atau
protein urin 24 jam dan tentukan diagnosis (Buku Saku Pelayanan
Kesehatan Ibu di Fasilitas Kesehatan Dasar dan Rujukan : 2013).
Hipertensi memiliki lima pembagian klasifikasi berdasarkan Zero
mOther mOrtality PreeclaMpsia (ZOOM) :
a. Preeklamsi
1) Hipertensi
2) Proteinuri >20 mg s/d 12 mg pasca persalinan
b. Eklamsi
1) Kejang
2) Penurunan Kesadaran
c. Hipertensi kronik
1) < 20 mg & menetap stlh 12 minggu pascasalin
d. Hipertensi kronis yg diperberat preeklamsi/eklamsi
1) Preeklamsi/eklamsi yg timbul pd hipertensi kronis
e. Hipertensi gestasional
Hipertensi dlm kehamilan pd wanita yg Tekanan Darah sebelumnya
normal & proteinuri (-)
Berikut ini adalah kriteria diagnostik berdasarkan Zero mOther
mOrtality PreeclaMpsia (ZOOM) :
a. Preeklamsi
1) Sistolik : 140 -159 mmHg
2) Diastolik : 90 - 109mmHg
3) Proteinuri + / > 300 mg/24 jam
b. Preeklamsi Berat
1) Sistolik ≥ 160 mmHg
2) Diastolik > 110 mmHg
3) Proteinuri > 2+
4) Kreatinin serum > 1,2 mg%
5) Trombosit < 100.000/mm3
6) Peningkatan kadar LDH, SGOT, SGPT
7) Sakit kepala yg menetap atau gangguan visus
8) Edema paru
9) HELLP Syndrome
Preeklampsi merupakan kondisi spesifik pada kehamilan yang
ditandai dengan adanya disfungsi plasenta dan respon maternal
terhadap adanya inflamasi sistemik dengan aktivasi endotel dan
koagulasi. Diagnosis preeklampsia ditegakkan berdasarkan adanya
hipertensi dan proteinuria pada usia kehamilan diatas 20 minggu.
Edema tidak lagi dipakai sebagai kriteria diagnostik karena sangat
banyak ditemukan pada wanita dengan kehamilan normal. (POGI,
2014)
2.2 Epidemiologi
Epidemiologi hipertensi dalam kehamilan dipengaruhi oleh:
a. Usia
Insidens tinggi pada primigravida muda, meningkat pada primigravida
tua. Pada wanita hamil berusia kurang dari 25 tahun insidens > 3kali
lipat. Pada wanita hamil berusia lebih dari 35 tahun dapat terjadi
hipertensi laten.
Dalam hasil penelitian yang dilakukan Denantika dkk (2015)
dikatakan proporsi ibu berusia dalam kategori usia risiko tinggi (<20
tahun dan > 35 tahun) menderita preeklampsia 4,43 kali lebih banyak
daripada yang tidak menderita preeklampsia.
Pada usia < 20 tahun, ukuran uterus belum mencapai ukuran yang
normal untuk kehamilan, sehingga kemungkinann terjadinya gangguan
dalam kehamilan seperti preeklampsia menjadi lebih besar. Pada usia >
35 tahun terjadi proses degenerative yang mengakibatkan perubahan
structural dan fungsional yang terjadi pada pembuluh darah perifer
yang bertanggungjawab terhadap perubahan tekanan darah, sehingga
lebih rentan mengalami preeklampsia.
b. Paritas
Primigravida tua risiko lebih tinggi untuk preklampsi berat. Pada
hasil penelitian yang dilakukan Denantika dkk (2015) diperoleh
proporsi primigravida yang menderita peeklampsia 1,52 kali lebih
banyak dari pada yang tidak mengalami preeklampsia.
Hal tersebut terjadi karena, primigravida lebih berisiko mengalami
preeklampsia daripada multigravida karena preeklampsia biasanya
timbul pada wanita yang pertama kali terpapar virus korion. Hal ini
terjadi karena pada wanita tersebut mekanisme imunologik
pembentukan blocking antibody yang dilakukan oleh HLA-G (human
leukocyte antigen G) terhadap antigen plasenta belum terbentuk secara
sempurna, sehingga proses implantasi trofoblas ke jaringan desidual
ibu menjadi terganggu. Primigravida juga rentam mengalami stress
dalam menghadapi persalinan yang akan menstimulasi tubuh untuk
mengeluarkan kortisol. Efek kortisol adalah meningkatkan respon
simpatis, sehingga curah jantung dan tekanan darah juga akan
meningkat.
c. Faktor keturunan
Jika ada riwayat preeklampsi/eklampsi pada ibu/nenek penderita,faktor
risiko meningkat sampai 25%.
d. Faktor gen
Diduga adanya satu sifat resesif yang ditentukan genotip ibu dan janin.
e. Diet/gizi
Tidak ada hubungan bermakna antara menu/pola diet tertentu
(WHO). Penelitian lain: kekurangan kalsium berhubungan dengan
angka kejadian yang tinggi pada kejadian hipertensi. Angka kejadian
juga lebih tinggi pada ibu hamil yang obese/overweight.
Hal tersebut didukung dengan adanya hasil penelitian yang
dilakukan oleh Andriani dkk, (2016) yaitu nilai rerata IMT sebelum
hamil pada pasien peeklampsia dengan nilai 24,15 kg/m2 berada pada
kategori overweight, sedangkan ibu hamil yang tidak preeklampsia
berada pada kategori normal dengan rerata nilai IMT 22,3 kg/m2. Pada
ibu hamil yang overweight dapat terjadi preeklampsia melalui
mekanisme hiperleptinemia, sindroma metabolic, reaksi inflamasi serta
peningkatan stress oksidatif yang berujung pada kerusakan dan
disfungsi endotel.
f. Tingkah laku/sosioekonomi
Aktifitas fisik selama hamil yaitu istirahat baring yang cukup selama
hamil mengurangi kemungkinan/insidens hipertensi dalam kehamilan.
g. Hiperplasentosis
1) Proteinuria dan hipertensi gravidarum lebih tinggi pada kehamilan
kembar, dizigotik lebih tinggi daripada monozigotik.
2) Hidrops foetalis berhubungan dengan kejadian preeklampsi-
eklampsi dengan kejadiannya sekitar 50% kasus.
3) Diabetes militus memiliki angka kejadian yang kemungkinan
patofisiologisnya bukan preeklampsi murni, melainkan disertai
kelainan ginjal/vascular primer akibat diabetesnya.
4) Molla hidatidosa diduga degenerasi trofoblast berlebihan yang
berperan menyebabkan preeklampsi. Pada kasus molla, hipertensi
dan proteinuria terjadi lebih dini/pada usia kehamilan muda,dan
ternyata hasil pemeriksaan patologi ginjal juga sesuai dengan
preeklampsi.
2.3 Patofisiologi
Penyebab hipertensi pada kehamilan hingga kini belum diketahui
dengan jelas. Banyak teori telah dikemukakan tentang terjadinya hipertensi
dalam kehamilan, tetapi tidak ada satupun teori tersebut yang dianggap
mutlak benar.
Teori-teori yang sekarang banyak dianut adalah:
a. Teori kelainan Vaskularisasi Placenta
Pada kehamilan normal, Rahim dan placenta mendapat aliran darah
dari cabang-cabang arteri uterine dan arteri ovarika. Kedua pembuluh
darah tersebut menembut myometrium berupa arteri arkuarta yang
memberi cabang arteri radialis. Arteri radialis menembus
endometrium menjadi arteri basalis dan arteri basalis memberi cabang
arteria spiralis.
Pada hamil normal dengan sebab yang belum jelas terjadi invasi
trofoblas ke dalam lapisan otot arteria spiralis, yang menimbulkan
degenerasi lapisan otot tersebut sehingga terjadi dilatasi arteri spiralis.
Invasi trofoblas juga memasuki jaringan sekitar arteri spiralis sehingga
jaringan matriks menjadi gembur dan memudahkan lumen arteri
spiralis mengalami distensi dan dilatasi. Distensi dan vasodilatasi
lumen arteri spiralis ini memberi dampak penurunan tekanan darah,
penurunan resistensi vascular dan peningkatan aliran darah pada
daerah utero placenta. Akibatnya, aliran darah ke janin cukup banyak
dan perfusi jaringan juga meningkat, sehingga dapat menjamin
pertumbuhan janin dengan baik. Proses ini dinamakan “remodeling
arteri spiralis”.
Pada hipertensi dalam kehamilan tidak terjadi invasi sel-sel
trofoblas pada lapisan otot arteri spiralis dan jaringan matriks
sekitarnya. Lapisan otot arteri spiralis menjadi tetap kaku dank eras
sehingga lumen arteri spiralis tidak memungkinkan mengalami
distensi dan vasodilatasi. Akibatnya, arteri spiralis relative mengalami
vasokonstriksi, dan terjadi kegagalan “remodeling arteri spiralis”,
sehingga aliran darah uteroplacenta menurun, dan terjadilah hipoksia
dan iskemia placenta. Dampak iskemia placenta akan menimbulkan
perubahan-perubahan yang dapat menjelaskan pathogenesis HDK
selanjutnya.
Diameter rata-rata arteri spiralis pada hamil normal adalah 500
mikron, sedangkan pada preeclampsia rata-rata 200 mikron. Pada
hamil normal vasodilatasi lumen arteri spiralis dapat meningkatkan 10
kali aliran darah ke utero placenta (Sarwono P, 2014)
b. Teori Iskemia Placenta, Radikal Bebas, dan Disfungsi Endotel
1) Iskemia plasenta dan pembentukan oksidan/radikal bebas
Sebagaimana dijelaskan pada teori invasi trofoblas,pada
hipertensi dalam kehamilan terjadi kegagalan “remodeling arteri
spiralis” dengan akibat plasenta mengalami iskemia. Plasenta
yang mengalami iskemia dan hipoksia akan menghasilkan
oksidan (disebut juga radikal bebas). Oksidan atau radikal bebas
adalah senyawa penerima electron atau atom/molekul yang
mempunyai electron yang tidak berpasangan. Salah satu oksidan
penting yang dihasilkan plasenta iskemia adalah radikal hidroksil
yang sangat toksis, khususnya terhadap membrane sel endotel
pembuluh darah. Sebenarnya produksi oksidan pada manusia
adalah suatu proses normal karena oksidan memang dibutuhkan
untuk perlindungan tubuh. Adanya radikal hidroksil dalam darah
mungkin dahulu dianggap sebagai bahan toksin yang beredar
dalam darah, maka dulu hipertensi dalam kehamilan disebut
“toxaemia”. Radikal hidroksil akan merusak membrane sel, yang
mengandung banyak asam lemak tidak jenuh menjadi peroksida
lemak. Peroksida lemak selain akan merusak membrane sel juga
akan merusak nucleus dan protein sel endotel. Produksi oksidan
(radikal bebas) dalam tubuh yang bersifat toksis, selalu diimbangi
dengan produksi antioksidan.
2) Peroksida lemak sebagai oksidan pada hipertensi dalam
kehamilan
Pada hipertensi dalam kehamilan telah terbukti bahwa
kadar oksidan, khususnya peroksida lemak meningkat, sedangkan
antioksidan, missal vitamin E pada hipertensi dalam kehamilan
menurun, sehingga terjadi dominasi kadar oksidan peroksida
lemak yang relative tinggi. Peroksida lemak sebagai
oksidan/radikal bebas yang sangat toksis ini akan beredar
diseluruh tubuh dalam aliran darah dan akan merusak membrane
sel endotel. Membrane sel endotel lebih mudah mengalami
kerusakan oleh peroksida lemak, karena letaknya langsung
berhubungan dengan aliran darah dan mengandung banyak lemak
tidak jenuh. Asam lemak tidak jenuh sangat rentan terhadap
oksidan radikal hidroksil yang akan berubah menjadi peroksida
lemak.
3) Disfungi sel endotel
Akibat sel endotel terpapar oleh peroksida lemak, maka
terjadi kerusakan sel endotel, yang kerusakannya dimulai dari sel
endotel. Kerusakan membrane sel endotel menyebabkan
terganggunya fungsi endotel bahkan rusaknya seluruh sel endotel
(disfungsi endotel). Setelah hal itu terjadi maka kejadian
selanjutnya berupa:
a) Gangguan metabolism prostaglandin: karena salah satu fungsi
sel endotel adalah memproduksi prostaglandin.
b) Agregasi sel-sel trombosit: menutupnya tempat-tempat di
lapisan endotel yang mengalami kerusakan, hal menyebabkan
terjadinya produksi tromboxan. Dalam kehamilan normal,
kadar prostasiklin lebih tinggi dibandingkan dengan
tromboksan. Berbeda dalam keadaan preeklampsi, kadar
tromboksan justru lebih tinggi dibandingkan dengan
prostasiklin sehingga terjadi kenaikan tekanan darah.
c) Perubahan khas pada sel endotel kapilar glomerulus
d) Peningkatan permeabilitas kapilar
e) Peningkatan produksi bahan-bahan vasopressor.
f) Peningkatan factor koagulasi.
4) Teori intoleransi imunologik antara ibu dan janin
Dugaan bahwa factor imunologik berperan terhadap
terjadinya hipertensi dalam kehamilan terbukti dengan fakta
sebagai berikut:
a) Primigravida mempunyai resiko lebih besar terhadap
kemungkinan terjadinya hipertensi dalam kehamilan jika
dibandingkan dengan multigravida.
b) Ibu multipara yang memiliki pasangan baru juga memiliki
resiko lebih besar jika dibandingkan dengan pasangan
sebelumnya.
5) Teori adaptasi kardiovaskularori genetic
Banyak peneliti telah membuktikan bahwa peningkatan kepekaan
terhadap bahan-bahan vasopressor pada hipertensi dalam
kehamilan sudah terjadi pada trimester 1.
6) Teori Genetik
Genotip ibu lebih menentukan terjadinya hipertensi dalam
kehamilan secara familial jika dibandingkan dengan genotip
janin. Telah terbukti bahwa pada ibu penderita preeklampsi, 26%
anak perempuannya akan mengalami preeklampsi pula,
sedangkan hanya 8% anak menantu mengalami preeklampsi.
7) Teori Defisiensi Gizi
Penelitian yang penting yang pernah dilakukan di inggris
ialah penelitian tentang pengaruh diet pada preeklampsi beberapa
waktu sebelum pecahnya perang dunia II. Suasana serba sulit
mendapat gizi yang cukup dalam persiapan perang menimbulkan
kenaikan insiden hipertensi dalam kehamilan.
8) Teori Stimulus Inflamasi
Teori ini berdasarkan fakta bahwa lepasnya debris trofoblas
didalam sirkulasi darah merupakan rangsangan utama terjadinya
proses inflamasi. Pada kehamilan normal placenta juga
melepaskan debris trofoblas, sebagai sisa-sisa proses apoptosis
dan nekrotik trofoblas, akibat reaksi stress oksidatif.