Anda di halaman 1dari 24

MAKALAH

KONSEP ANAK DENGAN HAMBATAN


EMOSI DAN PERILAKU

Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Pendidikan Anak dengan
Hambatan Emosi dan Perilaku
Dosen Pengampu : Yulvia Sani, M.Pd

oleh
Ema Mawaddah Ulfa
18052031
(Konversi)

PENDIDIKAN LUAR BIASA


FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH LAMPUNG
T.A 2018/2019
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadiran Allah SWT atas limpahan rahmat
dan hidayahnya penulis dapat menyusun makalah dengan judul “Konsep Anak
dengan Hambatan Emosi dan Perilaku”. Makalah ini dibuat sebagai pemenuhan
atas tugas mata kuliah Pendidikan Anak dengan Hambatan Emosi dan Perilaku,
oleh Ibu Yulvia Sani, M.Pd, selaku dosen pengampu mata kuliah tersebut.
Penulis menyadari apa yang di tulis dan di tuangkan dalam makalah ini
masih banyak kekurangan baik dari sisi materi maupun sistimatika penulisannya.
Kritiik dan saran dari berbagai pihak sangat penulis harapkan demi perbaikan
makalah ini dimasa yang akan datang.

Metro , Maret 2019

Penulis

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL....................................................................................... i
KATA PENGANTAR.................................................................................... ii
DAFTAR ISI................................................................................................... iii

BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah....................................................................... 1
B. Rumusan Masalah ................................................................................ 2
C. Tujuan .................................................................................................. 2

BAB II KAJIAN PUSTAKA


A. Konsep Definisi Anak denan Hambatan Emosi dan Perilaku ............. 3
B. Karakteristik Anak denan Hambatan Emosi dan Perilaku .................. 5
C. Klasifikasi Anak denan Hambatan Emosi dan Perilaku (berdasarkan
Tipologi atau bentuk perilakunya) ....................................................... 6
D. Karakteristik ADD, ADHD, CD, dan ODD ........................................ 11

BAB II PENUTUP ......................................................................................... 19


A. Kesimpulan .......................................................................................... 19
B. Saran .................................................................................................... 20

DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................... 21

iii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Anak dengan gangguan emosi dan perilaku memiliki karakteristik yang
komplek dan seringkali ciri-ciri perilakunya juga dilakukan oleh anak-anak
sebaya lain, seperti banyak bergerak, mengganggu teman sepermainan,
perilaku melawan, dan adakalanya perilaku menyendiri. Anak dengan
gangguan emosi dan perilaku dapat ditemukan di berbagai komunitas anak-
anak, seperti play group, sekolah dasar, dan lingkungan bermain.
Bagi orang tua anak dan guru pada umumnya, perilaku-perilaku tersebut
dianggap wajar dan hanya perlu untuk diberi label nakal atau pembangkang,
dan perlu memperingatkan teman-teman sebayanya untuk berhati-hati bahkan
menjauhinya. Pada akhirnya kesulitan-kesulitan perkembangan yang dialami
oleh anak dengan gangguan emosi dan perilaku yang tidak teridentifikasi,
tidak akan teratasi dan semakin parah, bahkan akan menjadi perilaku menetap
hingga mereka dewasa.
Di masyarkata kita banyak istilah untuk memberikan label kepada anak
tunalaras. Istilah yang digunakan biasanya tergantung pada sudut pandang
keilmuan yang mereka geluti. Misalnya, guru menyebut anak sulit diatur,
anak sukar, anak nakal. Pedagog menyebutnya anak tunalaras. Dalam literatur
asing banyak istilah yang mengupas tentang pendidikan dan psikoterapi bagi
anak yang mengalami gangguan emosi dan sosial, banyak ditemukan istilah
yang bermakna sama dengan istilah anak tunalaras, seperti: serious emotional
disturbance children, emotional conflict children, emotional disturbance
children, emotional handicap children, emotional impairment children,
behavior disorder children, behavior handicap children, behavior impairment
children, severebehavior children, social and emotional children, dan
sebaginya.

1
B. Rumusan Masalah
Dari latar belakang diatas dapat disimpulkan masalah yang berkaitan dengan
anak dengan dengan hambatan emosi dan perilaku adalah sebagai berikut:
1. Bagaimana konsep definisi anak dengan hambatan emosi dan perilaku?
2. Bagaimana karakteristik anak dengan hambatan emosi dan perilaku?
3. Bagaimana klasifikasi secara tipologi anak dengan hambatan emosi dan
perilaku?
4. Bagaimana karakteristik anak dengan hambatan emosi dan perilaku
(ADD, ADHD, CD, dan ODD)?

C. Tujuan
Adapun tujuan dalam penulisan makalah ini berdasarkan rumusan masalah
diatas adalah sebagai berikut:
1. Mengetahui konsep definisi anak dengan hambatan emosi dan perilaku.
2. Mengetahui karakteristik anak dengan hambatan emosi dan perilaku.
3. Mengetahui klasifikasi secara tipologi anak dengan hambatan emosi dan
perilaku.
4. Mengetahui karakteristik anak dengan hambatan emosi dan perilaku
(ADD, ADHD, CD, dan ODD).
5.

2
BAB II
KAJIAN TEORI

A. Konsep Anak dengan Hambatan Emosi dan Perilaku


Anak dengan hambatan emosi dan perilaku atau yang biasa disebut dengan
anak tunalaras, menurut Samuel A. Kirk adalah mereka yang terganggu
perkembangan emosi, menunjukkan adanya konflik dan tekanan batin,
menunjukkan kecemasan, penderita neurotis atau bertingkahlaku psikotis.
Dengan terganggunya aspek emosi dapat merugikan dirinya sendiri dan orang
lain atau lingkungannya. Anak tunalaras adalah suatu tingkahlaku yang tidak
sesuai dengan cultur permissive atau menurut norma keluarga, sekolah dan
masyarakat luas. Sedangkan menurut Nelson (1981), seorang anak dikatakan
tunalaras apabila tigkahlaku mereka menyimpang dari ukuran
menurut norma, usia, jenis kelamin, dilakukan dengan frekwensi dan
intensitas relatif tinggi, serta dalam waktu relatif lama.
Maud A.Merril, seorang anak digolongkan tunalaras apabila tingkahlaku
mereka ada kecenderungan-kecenderungan anti social yang memuncak dan
menimbulkan gangguan-gangguan, sehingga yang berwajib terpaksa
mengambil tindakan dengan jalan menangkap dan mengasingkannya. Ibrahim
Husien, mejelaskan bahwa anak-anak menjadi delinquent apabila
tingkahlakunya menyeret dia ke dalam daerah hukum. Dan menurut Romli
Atmasasmita, delinquency adalah suatu tindakan atau perbuatan yeng
dilakukan oleh seorang anak yang dianggap bertentangan dengan ketentuan
hukum yang berlaku disuatu negara dan oleh masyarakat itu sendiri dirasakan
dan ditafsirkan sebagai perbuatan tercela.
Pengertian anak tunalaras menurut Putranto dalam Tips Menangani Siswa
yang Membutuhkan Perhatian Khusus (2015:220) anak tunalaras adalah
individu yang mempunyai tingkah laku menyimpang/berkelainan, tidak
memiliki sikap, melakukan pelanggaran terhadap peraturan/norma-norma
sosial dengan frekuensi cukup besar, tidak/kurang mempunyai toleransi
terhadap kelompok dan orang lain, serta mudah terpengaruh suasana sehingga
membuat kesulitan baik bagi diri sendiri maupun orang lain.

3
Sedangkan Somantri (2006:115) berpendapat “anak tunalaras adalah anak
yang mangalami hambatan emosi dan tingkah laku sehingga kurang dapat
atau mengalami kesulitan dalam menyesuaikan diri dengan baik terhadap
lingkungannya dan hal ini akan mengganggu situasi belajarnya”.
Sementara itu, Kosasih dalam Cara Bijak Memahami Anak Berkebutuhan
Khusus (2012:158) mengemukakan sebagaimana dalam dokumen kurikulum
SLB bagian E tahun 1977, yang disebut anak tunalaras adalah :
1. Anak yang mengalami gangguan atau hambatan emosi dan tingkah laku
sehingga tidak atau kurang menyesuaikan diri dengan baik, baik terhadap
lingkungan keluarga, sekolah, maupun masyarakat.
2. Anak yang mempunyai kebiasaan melanggar norma umum yang berlaku
di masyarakat.
3. Anak yang melakukan kejahatan.
Seperti yang tercantum dalam Balai Pengembangan Pendidikan Khusus
(2013:23) anak tunalaras adalah individu yang mengalami hambatan dalam
mengendalikan emosi dan kontrol sosial. Individu tunalaras biasanya
menunjukkan perilaku menyimpang yang tidak sesuai dengan norma dan
aturan yang berlaku disekitarnya. Tunalaras dapat disebabkan karena faktor
internal dan faktor eksternal yaitu pengaruh dari lingkungan.
Algozzine dalam Purwandari (2009:26), anak tunalaras adalah anak yang
secara terus menerus masih menunjukkan penyimpangan tingkah laku tingkat
berat yang mempengaruhi proses belajar, meskipun telah menerina layanan
belajar dan bimbingan seperti halnya anak lain. Ketidakmampuan menjalin
hubungan dengan orang lain dan gangguan belajarnya tidak disebabkan oleh
kelainan fisik, syaraf dan intelegensi.

Berdasarkan dari beberapa definisi diatas dapat diambil kesimpulan bahwa


anak tunalaras adalah seorang anak yang mengalami gangguan emosi dan
sosial yang berpengaruh pada peyimpangan perilaku, yang dapat merugikan
orang lain. Contoh perilaku tunalaras berwujud mencuri, mengganggu teman,
menyakiti orang lain, dan sebagainya.

4
B. Karakteristik Gangguan Perilaku Anak dengan Hambatan Emosi dan
Perilaku
Menurut Putranto (2015:220) anak tunalaras memiliki beberapa ciri perilaku
yang sering ditunjukkan, yaitu:
1. Suka berkelahi, memukul, dan menyerang
2. Pemarah
3. Pembangkang
4. Tidak sopan
5. Suka menentang, merusak, dan tidak mau bekerja sama
6. Suka mengganggu
7. Suka ribut dan membolos
8. Suka pamer
9. Hiperaktif dan pembohong
10. Iri hati
11. Ceroboh dan suka mengacau
12. Suka menyalahkan orang lain
13. Hanya mementingkan diri sendiri

Jika di atas telah disebutkan beberapa ciri perilaku anak tunalaras, maka
selanjutnya karakteristik anak tunalaras seperti yang tertulis pada Balai
Pengembangan Pendidikan Khusus (2013:23) adalah:
1. Cenderung membangkang
2. Mudah terangsang emosinya/ emosional/ mudah marah
3. Sering melakukan tindakan agresif, merusak, mengganggu
4. Sering bertindak melanggar norma sosial/ norma susila/ hukum

Sedangkan Mahabbati (2010:56) menunjukkan bahwa seseorang dikatakan


mengalami gangguan perilaku apabila memiliki satu atau lebih dari lima
karakteristik berikut dalam kurun waktu yang lama, yaitu:
1. Ketidakmampuan untuk belajar yang bukan disebabkan oleh faktor
intelektualitas, alat indra maupun kesehatan

5
2. Ketidakmampuan untuk membangun atau memelihara kepuasan dalam
menjalin hubungan dengan teman sebaya dan pendidik
3. Tipe perilaku yang tidak sesuai atau perasaan yang dibawah keadaan
normal
4. Mudah terbawa suasana hati (emosi labil), ketidakbahagiaan atau depresi
5. Kecenderungan untuk mengembangkan simpton-simpton fisik atau
ketakutan-ketakutan yang diasosiasikan dengan permasalahan-
permasalahan pribadi atau sekolah.

Dari beberapa pendapat tersebut diatas dapat disimpulkan bahwa anak


tunalaras memiliki karakteristik antara lain, (1) sulit untuk mengendalikan
emosi, (2) bersikap menentang, (3) tingkah laku tidak terkontrol dan
merugikan lingkungan sekitar, dan (4) melanggar norma-norma yang ada di
lingkungan.

C. Klasifikasi Gangguan Perilaku Anak dengan Hambatan Emosi dan


Perilaku
Klasifikasi gangguan perilaku anak dengan hambatan emosi dan perilaku
berdasarkan tipologi atau berdasarkan bentuk perilakunya, yaitu:
1. ADD (Attention Deficit Disorder) dan ADHD (Attention Deficit
Hyperactive Disorder)
2. Perilaku menyimpang (Conduct Disorder)
3. Perilaku menentang (Oppositional Defiant Disorder)
4. Gangguang emosi (kondisi yang dicirikan dengan respon emosi yang
terlalu kuat atau terlalu lemah untuk ukuran yang seharusnya)

1. ADD (Attention Deficit Disorder) dan ADHD (Attention Deficit


Hyperactive Disorder)
Attention Deficit Disorder (ADD) atau biasa sering disebut gangguan
pemusatan perhatian adalah gangguan perilaku yang dicirikan oleh
kurangnya perhatian terus-menerus, dan impulsive. Dalam DSM–III-R
(1987) attention deficit disorder adalah klasifikasi dari disruptive behavior

6
disorder atau gangguan perilaku yang mengganggu, yang dapat disertai
dengan masalah belajar dan perkembangan.
ADD umumnya dianggap gangguan masa kanak–kanak yang
mempengaruhi hingga 10% dari populasi, dan tiga kali lebih banyak
dialami anak laki–laki dibanding anak perempuan, tetapi dapat bertahan
sampai kehidupan dewasa. Perhatian sendiri dapat diartikan sebagai
pemusatan tenaga psikis yang tertuju pada suatu objek. Perhatian
berkaitan dengan kesadaran (awareness) dan ingatan (memory). Perhatian
juga sering disebut konsentrasi.
Banyak fakta yang membuktikan anak gangguan ADD bisa dapat sembuh
dengan sendirinya saat dia dewasa, namun juga ada yang tidak sembuh
sampai dia dewasa. Anak dengan gangguan ADD sering akan tampak
tidak teratur dan luas. Mereka hanya menatap ke luar jendela saat di kelas,
dan tampak seperti mereka tidak pernah benar-benar ada (seperti
melamun) namun sebenarnya tidak, karena mereka mempunyai dunia
sendiri. Ini adalah bentuk gangguan yang paling sulit untuk didiagnosa
dan anak yang telah ADD, sering melakukan tindakan yang diluar kepala
(extrem), namun mereka tidak menyadari telah melakukan hal yang
extrem.

ADHD (Attention Deficit Hyperactive Disorder) adalah anak yang


memiliki kesulitan memusatkan perhatian dan mempertahankan fokus
pada tugas yang sedang dikerjakan. Mereka cenderung bergerak terus
secara konstan dan tidak bisa tenang. Akibatnya, mereka sering kesulitan
belajar di sekolah, mendengar dan mengikuti instruksi, dan bersosialisasi
dengan teman sebaya.
Attention Deficit Hyperactivity Disorder (ADHD), yaitu sebuah gangguan
pada perkembangan otak yang menyebabkan penderitanya menjadi
hiperaktif, impulsif, serta susah memusatkan perhatian. Kondisi ini
dulunya dikenal dengan ADD atau attention deficit disorder.
ADHD adalah kondisi yang bisa terdapat pada anak-anak, remaja bahkan
pada orang dewasa. Namun gejalanya biasanya mulai berkembang pada

7
masa kanak-kanak dan berlanjut hingga dewasa. Diperkirakan terdapat 3-
5 persen anak-anak atau anak usia sekolah yang mengalami kondisi ini.
Tanpa penanganan yang tepat, ADHD dapat menimbulkan konsekuensi
yang serius seperti mal-prestasi (under-achievement), kegagalan di
sekolah atau pekerjaan, susah menjalin hubungan atau interaksi sosial,
rasa tidak percaya diri yang parah, dan juga depresi kronis. ADHD sering
juga mencakup masalah lain seperti gangguan tidur, masalah belajar dan
lain-lain.
Jadi, jika didefinisikan secara umum ADHD menjelaskan kondisi anak-
anak yang memperlihatkan simtom-simtom (ciri atau gejala) kurang
konsentrasi, hiperaktif, dan impulsive yang dapat menyebabkan
ketidakseimbangan sebagian besar aktifitas hidup mereka. (Baihaqi,
2008:2).
Anak dengan ADHD dapat tertinggal satu atau dua tahun dalam
perkembangan social mereka. Para ahli menyatakan bahwa keterlambtan
perkembangan social yang dialami anak dengan ADHD berhubungan
dengan ketidakmampuan anak dlam menangkap isyarat-isyarat social dan
pesan-pesan nonverbal yang ada pada konteks-konteks social. Anak
dengan ADHD cenderung memiliki sedikit pilihan respon untuk
menghadapi situasi social biasanya akan muncul pada pertengahan masa
kanak-kanak akibat rendahnya keterampilan social yang dimiliki anak
ADHD (Siswati, 2010).
Sattler (2002) dalam Evanjeli (2015) menjelaskan anak dengan ADHD
dapat juga mengalami gangguan lain seperti kesulitan belajar, gangguan
perilaku yang menentang, gangguan perilaku, depresi, maupun gangguan
kecemasan.
Berdasarkan pendapat-pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa ADHD
adalah suatu gangguan yang disebebkan karena adanya kelebihan energy
pada seorang individu yang mengakibatkan adanya tiga perilaku utama
yaitu kurangnya perhatian, hiperaktifitas, serta impilsivitas yang terjadi
pada seoorang individu.

8
2. Conduct Disorder (CD) dan Oppositional Defiant Disorder (ODD)
Mengacu pada DSM-IV-TR (diagnostic and statistical manual of mental
disorders–fourth edition–text revision), disruptive behavior disorder
merupakan bentuk dari perilaku antisosial, yang terbagi menjadi dua
kriteria yaitu conduct disorder (CD) dan oppositional defiant disorder
(ODD). Dimana ODD dan CD, terpisah dengan attention
deficit/hyperactivity disorder (AD/HD). Singkatnya, perilaku ODD tidak
begitu parah dibandingkan CD, yang melakukan agresivitas pada orang
atau hewan, merusak barang, mencuri atau menipu (Loeber, et al. dalam
Mash & Wolfe, 2005; American Psychiatric Association, 2000).
Bentuk perilaku ODD menunjukkan sikap yang tidak pantas diusianya
yang terjadi berulang-ulang, seperti keras kepala, bermusuhan dan
melawan. Sementara perilaku CD, bentuk agresivitasnya sudah lebih
parah yang terjadi berulang-ulang dan menetap, serta perilaku
antisosialnya sudah membuat luka atau melanggar hak-hak orang lain,
baik secara fisik, perkataan kasar, mencuri, atau melakukan kerusakan
(Mash & Wolfe, 2005). Perbedaan yang mendasar antara ODD dengan
CD bukan hanya dari tingkat keparahannya saja, melainkan juga dari
perkembangan dan hirarki yang menghubungkan diantara keduanya,
bahwa gejala ODD sering muncul sebelum berkembang menjadi CD yaitu
sebelum masa pubertas pada anak laki-laki (Sutker & Adams, 2002).
Ketika bentuk perilaku individu ada pada kedua kriteria untuk ODD dan
CD, dalam hal ini dalam menentukan diagnosanya akan menjadi CD
(American Psychiatric Association, 2000).
Anak-anak dengan gangguan sikap menentang atau Oppositional Deviant
Disorder ini biasanya menunjukkan perilaku negatif dan menyimpang
seperti keras kepala dan melawan pengarahan orang lain. Mereka tidak
menginginkan adanya kompromi, memberi atau tidak mau melakukan
negosiasi. Dan anak-anak ini juga biasanya mengabaikan aturan, senang
mendebat atau mengabaikan kesalahan atas perilaku yang dibuatnya.
Sikap permusuhan ini diarahkan ada orang dewasa atau teman sebaya

9
yang ditunjukkan dengan agresi verbal atau secara sengaja membuat
jengkel orang lain (Sumiati, 2006).
Menurut Wenar (1994:136), pada gangguan ODD sering kali terjadi
keadaan tumpah tindih dengan gangguan perilaku lain yang saling
beriringan dengan gejala psikologis lain, terutama agresivitas maupun
antisosial dan conduct disorder. ODD memiliki beberapa karakteristik
yang mencolok dibandingkan dengan conduct disorder menurut Sachchar
dan Wachmuth (Wenar, 1994:136).
Berdasarkan DSM dan PPDGJ III, gangguan perilaku ini menyebabkan
berbagai masalah yang signifikan secara klinis didalam lingkungan sosial.
Anak- anak ini seringkali mengalami pertengkaran dan konflik dengan
orang tua, guru, dan teman sebayanya (Sumiati, 2006:46).

10
D. Karakteristik ADD, ADHD, CD, dan ODD
1. ADD (Attention Deficit Disorder)
Anak ADD memiliki ciri–ciri yang terlihat berbeda dengan anak normal
pada umumnya. Seorang anak dapat dikategorikan kedalam anak yang
terkena gangguan pemusatan perhatian apabila memiliki ciri-ciri yang
menunjukkan. Ciri–ciri dari anak yang terkena ADD diantaranya adalah
sebagai berikut:
a. Biasanya pelamun, sering kali “pergi bersama para peri” dalam kelas
sehingga tidak responsive dalam pembelajaran.
b. Sulit untuk di motivasi.
c. Lebih sering terjadi pada anak perempuan dari pada anak laki – laki.
d. Belum pernah hiperaktif di masa lalu.
e. Biasanya tidak disruptif.
f. Tidak mudah teralihkan perhatiannya.
g. Mungkin masih berprestasi di kelas, tetapi relative berprestasi lebih
rendah dibandingkan dengan kemampuannya.
h. Mungkin mengalami kesulitan belajar lainnya, dengan suasana hati
yang naik turun, kecemasan, atau depresi.
i. Memiliki masalah fungsi otak, maka kesulitan konsentrasi mereka
bukan atas keinginan mereka sendiri. Mencoba memaksa mereka tidak
dapat melakukannya hanya akan memberikan dampak negative pada
harga diri mereka dan mematikan motivasi mereka.

Faktor penyebab anak mengalami ADD adalah sebagai berikut:


a. Intelegensia
Perbedaan belajar terjadi dalam semua segmen penduduk, dari yang
berbakat sampai yang terbelakang, tapi para profesional cenderung
membicarakan lemah belajar hanya untuk anak dengan kemampuan
rata–rata atau diatas rata–rata.
b. Kelemahan Saraf Sensor
Bagi anak–anak yang lemah belajar, kelemahan saraf sensor mengacu
pada sistem kerja mata dan telinga anak itu, atau pada hubungan

11
sistem saraf pusat dari/ke organ–organ tersebut. Orang harus punya
mata dan telinga yang sehat untuk bisa mendengarkan musik atau
menyaksikan mentari terbit yang indah, tapi ada orang yang
penglihatannya 20/20 dan pendengarannya sempurna mungkin salah
menginterpretasikan kesan–kesan saraf sensor karena sistem saraf
pusat kurang berfungsi.
c. Tingkat aktivitas dan Jangka Perhatian
Kemampuan untuk memusatkan perhatian dan berkonsentrasi pada
satu tugas, jika perlu termasuk duduk manis merupakan satu
persyaratan penting untuk belajar: seorang anak harus memperhatikan
pelajaran agar bisa mempelajari materi pelajaran itu. Simtom kurang
mampu memperhatikan, impulsif, dan pikiran mudah terpecah jelas
membuat ini tidak mungkin.
d. Faktor genetik
Sejarah keluarga penyandang lemah belajar dan/atau ADHD,
termasuk problem kakek–nenek, bibi, paman dan sepupu, kadang–
kadang menjadi petunjuk untuk problem seorang anak kecil di
sekolah.
e. Trauma prenatal, natal, dan pasca natal
Kelahiran prematur, berat badan turun pada masa kehamilan, anoxia
(kekurangan cadangan oksigen ke otak, selama kehamilan atau setelah
kelahiran), atau luka fisik serius, bisa mata mempengaruhi
kemampuan belajar seorang anak.

2. ADHD (Attention Deficit Hyperactive Disorder)


Menurut DSM IV (dalam Baihaqi & Sugiarman, 2006:8) karakteristik
ADHD adalah sebagai berikut:
a. Kurang perhatian
1) Seringkali gagal memperhatikan baik-baik terhadap sesuatu yang
detail atau membuat kesalahan yang sembrono dalan pekerjaan
sekolah dan kegiatan lainnya.

12
2) Seringkali mengalami kesulitan dalam memusatkan perhatian
terhadap tugas-tugas atau kegiatan bermain.
3) Seringkali tidak mendengarkan jika diacak bicara secara langsung.
4) Seringkali tidak mengikuti baik-baik intruksi dan gagal dalam
menyelesaikan tugas atau pekerjaan.
5) Seringkali kehilangan benda-benda penting (alat tulis, tugas
sekolah, dll.)
b. Hiperaktivitas
1) Tangan dan kaki tidak bisa diam
2) Tidak bisa duduk diam dan sering meninggalkan kursi
3) Berjalan kemana-mana, memanjati segala macam benda secara
berlebihan
4) Kesulitan bermain dengan tenang
5) Penuh energi dan bergerik secara konstan
6) Sering berbicara berlebihan
c. Impulsivitas
1) Menjawab tanpa berpikir sebelum pertanyaan selesai
2) Kesulitan menunggu giliran
3) Menginterupsi percakapan orang lain

Faktor penyebab ADHD adalah sebagai berikut:


a. Faktor genetik (keturunan)
Dari penelitian faktor keturunan pada anak kembar dan anak adopsi,
tampak bahwa faktor keturunan membawa peran sekitar 80%. Dengan
kata lain bahwa sekitar 80% dari perbedaan antara anak-anak yang
mempunyai gejala ADHD di kehidupan bermasyarakat akan
ditentukan oleh faktor genetik. Anak dengan orang tua yang
menyandang ADHD mempunyai delapan kali kemungkinan
mempunyai resiko mendapatkan anak ADHD. Namun, belum
diketahui gen mana yang menyebabkan ADHD (Paternotte&Buitelaar,
2010:17).

13
b. Faktor fungsi otak
Secara sederhana dapat dikatan bahwa secara biologis ada dua
mekanisme di dalam otak yaitu, pengaktifan sel-sel saraf (Eksitasi)
dan penghambat sel-sel saraf (Inhibisi). Pada reaksi eksitasi, sel-sel
saraf terhadap rangsangan dari luar adalah melalui panca indera.
Dengan reaksi inhibisi, sel-sel saraf akan mengatur bila terlalu banyak
eksitasi. Pada perkembangan seorang anak pada dasarnya
mengaktifkan sistem-sistem ini adalah perkembangan terbanyak. Pada
anak kecil, sistem pengereman atau sistem hambatan belumlah cukup
berkembang, setiap anak balita bereaksi impulsif, sulit menahan diri,
dan menganggap dirinya pusat dari dunia. Umumnya sistem inhibisi
akan mulai pada usia 2 tahun, dan pada usia 4 tahun akan berkembang
secara kuat. Tampaknya pada anak ADHD perkembangan sistem ini
lebih lambat, dan juga dengan kapsitas yang lebih kecil. Sistem
penghambat atau pengereman di otak bekerja kurang kuat atau kurang
mencukupi. Dari penelitian juga disebutkan bahwa adanya neuro-
anatomi dan neuro-kimiawi yang berbeda antara anak yang
menyandang ADHD dan yang tidak (Paternotte&Buitelaar, 2010:19).
c. Faktor lingkungan
Saat ini tidak lagi diperdebatkan apakah ADHD disebabkan oleh
lingkungan ataukah gen, namun sekarang lebih mengarah pada
bagimana hubungan atau interaksi yang terjadi antara faktor genetik
dan lingkungan. Dengan kata lain, ADHD juga bergantung pada
kondisi gen tersebut dan efek negatif lingkungan, bila hal ini terjadi
secara bersamaan maka dapat dikatakan bahwa lingkungan penuh
resiko. Lingkungan yang dimaksud adalah lingkungan secara luas,
termasuk lingkungan psikologis (relasi dengan orang lain, berbagai
kejadian dan penanganan yang telah diberikan), lingkungan fisik
(makanan, obat-obatan, menyinaran), lingkungan biologis (cedera
otak, radang otak, komplikai saat melahirkan) (Paternotte&Buitelaar,
2010:18).

14
Dari gambaran diatas terlihat ADHD tidak hanya disebabkan oleh satu
faktor saja melainkan multi faktor yang satu dengan yang lainnya
saling berhubungan.

3. Conduct Disorder (CD) dan Oppositional Defiant Disorder (ODD)


Berdasarkan Mash & Wolfe (2005); Schroeder & Gordon (2002);
Matthys
& Lochman (2010); American Psychiatric Association (2000), kriteria
diagnostik untuk perilaku ODD yang tertera di DSM adalah: merupakan
bentuk perilaku yang negativistik, bermusuhan dan melawan setidaknya
terjadi pada 6 bulan terakhir, kemudian gejala yang muncul bisa 4 atau
lebih seperti:
a. sering mengamuk.
b. sering membantah dengan orang dewasa.
c. sering melawan atau menolak untuk menuruti permintaan atau aturan
dari orang dewasa.
d. sering mengganggu orang lain sesuka hatinya.
e. sering menyalahkan orang lain atas kesalahan atau perilaku tidak
pantas yang sudah dilakukannya.
f. sering tersinggung atau mudah terganggu dengan orang lain.
g. sering marah dan membenci.
h. sering iri hati atau membalas dendam.

Adapun acuan kriteria diagnostik untuk perilaku CD seperti yang tertera


di DSM yaitu: pola perilaku yang melanggar hak-hak dasar orang lain
atau tidak sesuai dengan norma sosial untuk seusianya, yang terjadi
berulang-ulang dan menetap, ditunjukkan dengan 3 gejala atau lebih pada
12 bulan yang lalu, setidaknya 1 gejala di 6 bulan terakhir diantaranya:
a. sering menggangu, mengancam, atau mengintimidasi orang lain.
b. sering memulai perkelahian fisik.
c. menggunakan senjata yang menyebabkan luka fisik serius seperti:
dengan tongkat pemukul, batu bata, pecahan botol, pisau dan pistol.

15
d. melakukan kekejaman fisik pada orang lain.
e. melakukan kekejaman fisik pada hewan.
f. mencuri yang berhadapan dengan korbannya seperti: merampok,
mengambil dompet, pemerasan dan menyamun.
g. memaksa seseorang melakukan aktivitas seksual.
h. membakar sesuatu yang menimbulkan kerusakan serius dengan
tujuan mencari perhatian.
i. sengaja menghancurkan barang milik orang lain selain membakar.
j. merusak rumah orang lain, gedung atau mobil.
k. sering berbohong untuk mendapatkan barang atau meminta
pertolongan atau menghindari kewajiban seperti menipu orang lain.
l. mencuri sesuatu yang tidak berharga tanpa menghadapi korbannya
seperti mencuri di toko tetapi tanpa merusak atau menyelusup dan
pemalsuan.
m. sering keluar rumah pada malam hari meskipun orang tua melarang,
berawal sebelum usia 13 tahun.
n. melarikan diri dari rumah selama semalam setidaknya dua kali saat
tinggal dengan orang tua atau di rumah sebagai pengganti orang tua,
atau sekali tanpa pulang dalam waktu yang panjang.
o. sering bolos dari sekolah, berawal sebelum usia 13 tahun.

Faktor penyebab disruptive behavior disorders (CD dan ODD) cukup


beragam, akan tetapi Schroder & Gordon (2002) membaginya menjadi
tiga faktor yaitu:
a. Faktor genetik atau biologis
Penyebab disruptive behavior disorders (CD dan ODD) dari faktor
genetik menjadi dasar karakteristik seseorang atau predisposisi.
Berdasarkan hasil penelitian terkini jika dilihat dari perbedaan jenis
kelamin, dinyatakan bahwa anak laki-laki lebih disruptive
dibandingkan anak perempuan. Aspek temperamen juga
mengakibatkan perilaku disruptive diantaranya: regulasi emosi,
reaktifitas yang intens (khususnya frustrasi), emosi negatif dan

16
gampang marah, kemampuan dalam mengontrol diri, serta
pendekatan yang tinggi atau lemah untuk menghindar (dapat
memunculkan perilaku berisiko). Plomin (dalam Schroder & Gordon,
2002) menyimpulkan bahwa, komponen genetik cukup besar
pengaruhnya pada orang dewasa yang memiliki perilaku antisosial
dan kriminalitas. Namun Rutter et al. & Schmitz et al. (dalam
Schroder & Gordon, 2002) membantah, dimana hubungan genetik
lebih mungkin ditemukan dalam kasus-kasus perilaku antisosial yang
berlanjut sampai dewasa, sedangkan kasus-kasus yang mengalami
penurunan perilaku antisosial pada usia tertentu lebih cenderung
didasarkan oleh lingkungan.
b. Faktor keluarga
Penyebab disruptive behavior disorders (CD dan ODD) pada faktor
keluarga, yaitu terkait degan disfungsi orang tua dalam mengasuh.
Dalam hal ini ada beberapa hal yang mempengaruhinya yaitu:
perlakuan orangtua (gaya pendisiplinan, kehangatan vs permusuhan,
pengawasan terhadap anak), psikopatologi orangtua (seperti ibu yang
depresi, gangguan kepribadian, penggunaan obat terlarang dan
perilaku antisosial atau kriminal), perkawinan/orangtua yang disfungsi
(seperti perceraian atau berpisah, konflik, kekerasan pada pasangan)
dan konflik saudara kandung.
c. Faktor lingkungan
Faktor lingkungan atau keadaan di sekitar seseorang yang terkait
dengan status sosial ekonomi rendah atau kemiskinan, juga dapat
menyebabkan disruptive behavior disorders sehingga memunculkan p
ermasalahan perilaku antisosial. Status sosial ekonomi rendah yang
terkombinasi dengan stres kronik, orangtua tunggal, isolasi sosial,
kurangnya stimulasi dari lingkungan dan keterbatasan pengetahuan,
dapat mengakibatkan gejala depresi pada ibu, yang berpengaruh
terhadap perlakuan orangtua menjadi kurang baik. Selain itu
lingkungan miskin juga cukup membahayakan bagi anak, dimana
mereka sering melihat role model yang menampilkan kekerasan,

17
penyalahgunaan obat terlarang dan bersekolah dengan keadaan yang
memprihatinkan.

Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa disruptive


behavior disorders (dimana termasuk CD dan ODD) dapat disebabkan
oleh faktor keluarga karena disfungsi orangtua dalam mengasuh,
faktor genetik atau biologis meskipun mejadi predisposisi jika kasus
perilaku antisosialnya berlanjut sampai dewasa, namun jika
mengalami penurunan pada usia tertentu cenderung disebabkan oleh
faktor lingkungan yang terkait dengan status sosial ekonomi rendah
atau kemiskinan.

18
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Anak dengan hambatan emosi dan perilaku atau yang biasa disebut dengan
anak tunalaras, adalah seorang anak yang mengalami gangguan emosi dan
sosial yang berpengaruh pada peyimpangan perilaku, yang dapat merugikan
orang lain. Contoh perilaku tunalaras berwujud mencuri, mengganggu teman,
menyakiti orang lain, dan sebagainya.
Berdasarkan tipologi atau bentk perilakunya, gangguan perilaku anak dengan
hambatan perilaku dibagi menjadi, ADD (Attention Deficit Disorder), ADHD
(Attention Deficit Hyperactive Disorder), CD (conduct disorder), dan ODD
(oppositional defiant disorder).
Attention Deficit Disorder (ADD) atau biasa sering disebut gangguan
pemusatan perhatian adalah gangguan perilaku yang dicirikan oleh
kurangnya perhatian terus-menerus, impulsif dan sering hiperaktif.
ADHD (Attention Deficit Hyperactive Disorder) adalah anak yang memiliki
kesulitan memusatkan perhatian dan mempertahankan fokus pada tugas yang
sedang dikerjakan. Mereka cenderung bergerak terus secara konstan dan tidak
bisa tenang. Akibatnya, mereka sering kesulitan belajar di sekolah,
mendengar dan mengikuti instruksi, dan bersosialisasi dengan teman sebaya.
Mengacu pada DSM-IV-TR disruptive behavior disorder merupakan bentuk
dari perilaku antisosial, yang terbagi menjadi dua kriteria yaitu conduct
disorder (CD) dan oppositional defiant disorder (ODD).
Bentuk perilaku ODD menunjukkan sikap yang tidak pantas diusianya yang
terjadi berulang-ulang, seperti keras kepala, bermusuhan dan melawan.
Sementara perilaku CD, bentuk agresivitasnya sudah lebih parah yang terjadi
berulang-ulang dan menetap, serta perilaku antisosialnya sudah membuat luka
atau melanggar hak-hak orang lain, baik secara fisik, perkataan kasar,
mencuri, atau melakukan kerusakan.

19
B. Saran
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa dalam penulisan makalah ini masih
terdapat berbagai kekurangan baik dari segi penulisan maupun muatan
pembahasan, maka dari itu penulis mengharapkan masukan dan kritikan yang
sifatnya membangun dalam penyempurnaan makalah ini selanjutnya.

20
DAFTAR PUSTAKA

Purbaningrum, Endang. (2016). Sumber Belajar Penunjang PLPG 2016 Mata


Pelajaran/Paket Keahlian Pendidikan Luar Biasa: Bab VI Pengembangan
Pribadi dan Sosial Bagi Peserta Didik Tunalaras. Jakarta: Kementerian
Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Jenderal Guru dan Tenaga
Kependidikan.

Madani. (2016). Perbedaan Anak Dengan Attention Deficit Disorder (ADD) Dan
Attention Deficit Hiperaktif Disorder (ADHD). [Online]. Diakses dari
http://beritamadani.co.id/2016/11/15/perbedaan-anak-dengan-attention-deficit-
disorder-add-dan-attention-deficit-hiperaktif-disorder-adhd/

Mahabbati, Aini. (2012). Materi PATL.

Amatullah, Faizzah. (2016). Dinamika Perkembangan Sosial… FKIP UMP.

http://eprints.walisongo.ac.id/253/3/094411014_Bab2.pdf

http://file.upi.edu/Direktori/FIP/JUR._PEND._LUAR_BIASA/195707111985031
-HIDAYAT/ADHD_%26_ADD.pdf

http://repository.upi.edu/5370/4/S_PLB_0607105_Chapter1.pdf

http://etheses.uin-malang.ac.id/797/5/10410001%20Bab%201.pdf

https://repository.usu.ac.id%2Fbitstream%2Fhandle
%2F123456789%2F40313%2FChapter%2520II.pdf

https://www.orami.co.id/magazine/kenali-ciri-ciri-anak-attention-deficit-hyperactivity-
disorder-adhd/

https://ocw.upj.ac.id/files/Slide-PSI-369-Pertemuan-VIII.pdf

21

Anda mungkin juga menyukai